Upload
agustina-manurung
View
250
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
keimanan kristen
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Secara umum, politik menunjuk pada hal-hal yang berkaitan dengan
kekuasaan. Adapun kekuasaan dapat diartikan sebagai otoritas, kontrol,
kapasitas dan hubungan. Kekuasaan adalah pengaruh atau pengawasan atas
pengambilan keputusan-keputusan yang berwenang.
Pengertian kata “politik” masa sekarang, adalah, pertama menunjuk
pada kehidupan manusia dan kehidupan bermasyarakat yang menyangkut
hubungan kekuasaan.
Negara adalah sebuah konsep politik. Negara sebagai suatu organisasi
mempunyai sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lain. pertama,
sifat memaksa, dalam arti Negara bisa menjalankan kekuasaan untuk
menjalankan kekerasaan fisik secara sah. Makanya negara bisa menumpas para
pemberontak. Kedua, sifat monopoli, dalam arti tidak ada satu golongan pun dari
keseluruhan golongan yang ada dalam masyarakat yang dapat menganjurkan
tujuan-tujuan yang bertentangan dengan tujuan-tujuab yang ditetapkan negara.
Jadi, tidak ada negara dalam negara. Ketiga, sifat mencakup semua unsur
negara yaitu rakyat (penduduk), wilayah (daerah), pemerintah dan kedaulatan.
Pada waktu Yesus melayani ada kelompok politik Zelotis. Simon dan
Yudas Iskariot adalah para Zelotis (Luk 6:15; Kis 1:13). Ciri orang Zelot adalah
bertemperamen keras karena tertindas oleh Romawi dan taaat pada hukum
Turat (Kis 21:20). Kelompok Zelot itu didirikan oleh Yudas orang Galilea untuk
melawan Roma. Mereka bergerilya selama 60 tahun dan pernah melakukan
perlawanan fisik terhadap Roma . Pada tahun 74 mereka ingin membebaskan
Israel dari penjajahan Romawi.
Menurut logo (2009), krtik dan pesan Yesus terhadap para elit politik
adalah, pertama, mereka harus visioner dan tidak boleh mendua hati (Mat 6:24).
Kedua, tidak berdosa (Mat 5:4). Ketiga, harus rendah hati (Mat 5:5). Keempat,
harus menegakkan kebenaran (Mat 5:6). Kelima, suci hatinya (Mat 5:8; 5:48).
1
Keenam, konsisten untuk membawa damai (Mat 5:9). Ketujuh, memperjuangkan
keadilan dan kebenaran.
Munculnya pemerintahan-pemerintahan oleh manusia adalah bukti
bahwan manusia hidup dalam dosa. Kemudian, perlu dibedakan antara
pemerintahan rohani dan sekuler. Pemerintahan rohani menunjuk pada suatu
keadaan dunia di mana rohani ini termanifestasi dalam keadaan gereja.
Sedangkan pemerintahan sekuler adalah pemerintahan sipil yang, menunjuk
pada pemerintahan negara. Pemerintahan sipil merupakan perpanjangan tangan
Tuhan dalam mengurus masyarakat di mana pemerintahannya seharusnya
adalah hamba-hamba Tuhan (orang-orang yang takut akan Tuhan dan berhati
pelayan). Hubungan antara pemerintah negara dan gereja adalah, pertama tidak
saling mencampuri. Kedua , saling bekerja sama.untuk menjalankan amanat
Tuhan. Ketiga pemerintahan rohani (gereja) adalah independen tanpa campur
tangan pemerintah negara. Keempat, pemerintahan rohani (gereja) adalah
refleksi politik kristen dalam dunia modern.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Bagaimana peran orang kristen dalam menghadapi perpolitikan di
Indonesia sejak dari awal kemerdekaan sampai sekarang?
2. Apa yang menjadi dasar orang kristen mengikuti perpolitikkan?
3. Kegiatan politik yang bagaimana yang baik di mata Tuhan Yesus Kristus?
C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang menjadi alasan orang kristen untuk mau mengikuti dan
berperan dalam bidang politik di Indonesia?
2. Hal-hal yang menjadi sangkut paut politik dalam agama.
3. Pengenalan politik yang bagaimana agar orang-orang tidak lari dari jalur
Tuhan?
2
D. TUJUAN PENULISAN
1. Agar tercapai jiwa kekristenan yang benar khususnya dalam bidang
politik.
2. Mengetahui perjuangan orang kristen dari zaman penjajahan.
3. Mengambil sisi yang baik untuk melanjutkan semangat orang kristen
untuk mau terus berpolitik.
E. MANFAAT PENULISAN
1. Untuk membuka wawasan para mahasiswa dalam sejarah perpolitikan
yang menyangkut orang kristen di Indonesia
2. Menambah pengalaman dari segi pengetahuan sebagai pegangan untuk
mengembangkan perpolitikan yang lebih bersih dan politik yang benar.
3. Lebih bersemangat lagi melaksanakan dan mengikuti perpolitikan di
indonesia.
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN POLITIK
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya
dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai
definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut
pandang berbeda, yaitu antara lain:
a. politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan
kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
b. politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan
dan negara
c. politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat
d. politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan
kebijakan publik.
Pada umumnya apa yang disebutkan diatas berkaitan dengan
bermacam-macam kegiatan dalam suatu negara, yang menyangkut proses
penentuan dan pelaksanaan tujuan-tujuan. Untuk melaksanakan tujuan, perlu
ditentukan kebijaksanaan umum yang menyangkut pengaturan dan pembagian
atau alokasi sumber-sumber dan berbagai sumber daya yang ada. Untuk itu
diperlukan kekuatan dan kewenangan. Politik selalu menyangkut tujuan publik,
tujuan masyarakat sebagai keseluruhan dan bukan tujuan pribadi seseorang.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara
lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik,
proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk
tentang partai politik. Politik itu menyangkut kegiatan berbagai kelompok
termasuk kegiatan partai politik dan kegiatan individu demi kepentingan bersama.
4
B. ORANG KRISTEN DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN
INDONESIA
Yang dimaksudkan dengan orang Kristen di sini adalah orang Kristen
Protestan Indonesia. Kita sudah mendengar tentang perkembangan kekristenan
di lndonesia dan bahkan beberapa daerah telah menjadi daerah Kristen seperti
Maluku, Timor, Minahasa dan Tapanuli. Juga telah kita catat bahwa pada awal
abad ke-20 di Indonesia telah muncul semangat nasionalisme yang ingin untuk
membebaskan dirinya dari kekuasaan penjajahan Belanda. Arus kebangkitan
Indonesia itu demikian derasnya sehingga orang Kristen Indonesia tidak dapat
berdiam diri saja. Orang Kristen Indonesia dituntut suatu sikap terhadap
pergerakan kemerdekaan Indonesia. Orang Kristen Indonesia ditempatkan pada
posisi yang sulit dan ragu-ragu untuk menentuhan sikap terhadap pergerakan
kemerdekaan karena para Pekabar Injil tidak mempersiapkan orang Kristen
lndonesia secara teologis dalam menghadapi persoalan politik di Indonesia.
Pada umumnya para Pekabar lnjil tidak mau melibatkan diri dalam masalah
politik sekalipun mereka tidak antipolitik. Itulah sebabnya maka pada orang
Kristen Indonesia terdapat bermacam-macam sikap terhadap perjuangan
kemerdekaan Indonesia.
Keterlibatan orang Kristen Indonesia dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia
baik melalui organisasi kedaerahan maupun lewat partai politik yang tidak
berdasarkan kekristenan dan partai yang berdasarkan kekristenan, kurang
menonjol jika dibandingkan dengan peranan orang non-Kristen. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Para Pekabar lnjil tidak mempersiapkan orang Kristen Indonesia untuk
menghadapi masalah yang akan dihadapinya dalam bidang politik. Hal ini
mengakibatkan orang Kristen Indonesia tidak dapat menghubungkan iman
Kristennya dengan nasionalisme lndonesia. Oleh karena ketidaksanggupan itulah
maka organisasi kedaerahan yang pemimpin dan anggotanya beragama Kristen,
seperti Sarekat Ambon, Persatoean Minahasa dan sebagainya tidak dapat
menempuh jalan lain selain jalan netral terhadap agama. Mereka tidak mau
melibatkan agama di dalam perjuangan politik.
5
2. Orang Kristen yang merupakan golongan minoritas di Indonesia, dibeberapa
daerah mempunyai kedudukan yang agak istimewa dalam pemerintahan
Belanda, jika dibandingkan dengan golongan penduduk lainnya sehingga
dorongan untuk mendobrak kolonialisme kurang menonjol.
Pada tahun 1930, dalam kalangan Kristen Protestan dibentuk suatu partai politik
yang bersifat nasionalis dengan nama “Partai Kaoem Masehi lndonesia” (PKMI).
PKMl berpendapat bah¬wa Belanda mempunyai kewajiban moral untuk memberi
rakyat Indonesia kemerdekaan serta mendidik rakyat Indonesia sehingga dapat
berdiri sendiri. Peranan orang Kristen dalam partai politik yang berdasarkan
nasionalisme tidaklah besar. Dalam periode ini hanya tercatat nama-nama
seperti Mr. J. Latuharhary (Parindra), Dr. G.S.S.I. Ratulangi (Persatoean
Minahasa) dan tokoh yang sangat menonjol adalah Mr. Amir Sjarifoeddin
(Partindo, Gerindo dan GAPI). Pemuda Indonesia telah berhasil mengadakan
Kongres Pemuda l (1926) dan Kongres Pemuda II (1928). Dalam persiapan dan
penyelenggaraan kongres ter¬sebut pemuda Kristen juga turut aktif seperti: J.
Leimena, Kajadu, Amir Sjarifoeddin, Taoulle Salehuwey dan sebagainya. 23
Pemuda Kristen yang bergabung dalam organisasi pemuda ke¬daerahan seperti
Jong Batak’s Bond, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong
Celebes, PPPI dan sebagainya, turut serta dalam kongres-kongres tersebut.
Me¬reka juga ikut mengikrarkan sumpah pemuda yang terkenal itu.
Keikutsertaan pemuda Kristen dalam mengikrarkan Sumpah Pemuda itu
menunjukkan bahwa mereka sebagai bagian dari bangsa Indonesia tidak dapat
berdiam diri saja sementara pemuda dari golongan lainnya berjuang mati-matian
untuk kemerdekaan Indonesia. Dalam diri pemuda Kristen telah tumbuh
kesadaran bahwa mereka adalah bagian integral dari pemuda lainnya sehingga
mereka juga harus bisa berjuang untuk kemerdekaan nusa dan bangsanya.
Di tahun yang sama dibentuk organisasi pemuda Indonesia Moeda. lndonesia
Muda merupakan persatuan dari organisasi pemuda kedaerahan seperti Jong
Java, Jong Batak’s Bond, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Ambon,
Jong celebes, dan sebagainya. Dengan demikian banyak pemuda Kristen turut
berjuang melalui Indonesia Moeda. Pemuda Kristen yang sedang belajar di luar
negeri (di Belanda) juga turut berjuang bagi kemerdekaan bangsanya. Tokoh-
tokoh seperti L.B. Sitanala, A.l.Z. Mononutu merupakan tokoh-tokoh dalam
6
Perhimpunan Indonesia. Bahkan di Eropa, dibentuk perkumpulan pemuda
Kristen lndonesia yang bernama: Indonesische Christen Jongeren Vereeniging.
Pemimpin-pemimpinnya adalah S. Nimpoeno, G. Silitonga, Liem Toan Hien, P.
Tindas. Pada periode ini partisipasi pemuda Kristen dalam perjuangan
kemerdekaan makin besar.
C. KONDISI GEREJA DAN ORANG KRISTEN DI ZAMAN
PENDUDUKAN JEPANG
Masuknya Jepang ke Indonesia membawa perubahan yang besar dalam
kehidupan gereja-gereja dan orang Kristen di Indonesia. Dominasi Lembaga
Pekabaran Injil dari Barat dan para Pekabar Injil Barat berakhir di Indonesia. Kini
gereja di Indonesia terpaksa berdiri sendiri dan ternyata bahwa gereja di
Indonesia tetap hidup dan melaksanakan tugas panggilannya sebagai gereja.
Gereja di Indonesia mengalami penderitaan yang hebat, gereja-gereja yang
hingga saat itu masih dipimpin oleh Pekabar Injil Belanda dan bangsa kulit putih
lainnya kehilangan pemimpinnya. Gereja belum dipersiapkan untuk menghadapi
situasi yang buruk ini. gereja bukan saja kehilangan pemimpin dan tenaga
pengajarnya yang berkulit putih tetapi juga kehilangan bantuan keuangan dan
material lainnya dari luar. gereja-gereja di Indonesia mengalami masa
moratorium total. Jepang sangat anti-Barat sehingga segala sesuatu yang
berbau Barat harus dihilangkan. Orang Kristen sangat menderita pada masa ini
bukan saja dari pihak Jepang tetapi juga dari pihak Islam. Orang dicurigai
sebagai orang yang berhati Belanda dan menjadi kaki tangan Belanda. Gereja-
gereja dijadikan asrama tentara, gudang ataupun tempat penyimpanan abu
jenazah tentara Jepang.
Pengalaman gereja dan orang Kristen di Indonesia sangat bervariasi, tergantung
kepada sikap pemerintah setempat. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa
sebelum tibanya pendeta dari Gereja Kristen Jepang maka perlakuan Jepang
terhadap orang Kristen sangat kejam. Namun sesudah tibanya pendeta Jepang
maka penderitaan orang Kristen menjadi lebih ringan. Tuhan telah
mempergunakan para pendeta Jepang untuk melindungi gereja dan umat-Nya di
Indonesia.
7
Kehadiran pendeta Jepang di Indonesia menyadarkan banyak orang bahwa
agama Kristen bukanlah monopoli atau agama orang kulit putih saja tetapi
merupakan agama orang kulit berwarna juga. Agama Kristen adalah agama
dunia. Agama Kristen tidak dapat disamakan begitu saja dengan golongan
penjajah (Belanda).
Pendudukan Jepang di Indonesia juga membawa manfaat lain yaitu dalam jiwa
orang Kristen Indonesia tumbuhlah perasaan percaya bahwa tanpa berlindung di
bawah payung Lembaga-lembaga pekabaran Injil atau dan Pemerintah Belanda,
gereja di Indonesia tetap dapat hidup dan berkembang.
D. PERAN ORANG KRISTEN DI AWAL KEMERDEKAAN
Peranan gereja dan orang Kristen lndonesia dalam mempertahankan
kemerdekaan Indonesia pada periode revolusi fisik ini sangat besar dan siapa
pun tidak dapat menyangkalnya. Kebanyakan pemimpin gereja dan orang
Kristen menolak kembalinya Belanda sebagai penguasa di lndonesia. Penolakan
pemimpin gereja dan orang Kristen tersebut diwujudkan dalam bentuk
mengungsinya banyak orang Kristen dari daerah yang diduduki Belanda ke
dalam wilayah Republik, bahkan pemuda-pemuda Kristen ikut bertempur
melawan Belanda. Hal ini khususnya terjadi di Jawa dan Sumatera. Semangat
nasionalisme orang Kristen Indonesia menjadi matang dalam periode ini.
Pada permulaan zaman revolusi, para pemuda Kristen Indonesia membentuk
kesatuan-kesatuan perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Di samping dari pemuda-pemuda dari golongan lainnya yang berjuang lewat
kesatuan-kesatuan perjuangan pemuda, kita menemukan pemuda-pemuda
Kristen. Kesatuan-kesatuan perjuangan pemuda kedaerahan yang pada
umumnya terdiri dari pemuda-pemuda Kristen adalah:
a. Angkatan Pemuda Indonesia Ambon (API-Ambon)
Anggota-anggotanya adalah pelajar-mahasiswa suku Ambon/Maluku di Jawa.
Pemimpinnya yang terkenal adalah J. de Fretes, Frans Pattiasina, Robert
Akyuwen dan lain-lain. Tujuan kesatuan ini ialah:
8
1. Mencegah masarakat Ambon menjadi korban revolusi karena adanya salah
paham di kalangan masyarakat yang menyamakan begitu saja semua orang
Ambon dengap pihak Belanda dalam konflik fisik yang timbul sejak tahun 1945.
2. Melancarkan penerangan-penerangan kepada orang Ambon yang belum
mengerti perkembangan baru karena terpikat pada pikiran lama yang dinominasi
oleh Pemerintah Hindia Belanda dan KNIL-nya.
b. Pemuda Rakyat lndonesia Maluku (PRI-Maluku)
Kesatuan ini dibentuk di Surabaya. Pemimpinnya adalah Dr. G.A. Siwabessy,
Moh. Padang, M. Kalibonso. Dalam pertempuran di Surabaya PRI-Maluku ikut
bertempur melawan tentara Sekutu (baca: Inggris). PRI-Maluku mempunyai
cabang di Jakarta, Bandung, Malang, Yogyakarta dan Semarang.
c. Pemuda Indonesia Maluku (PIM)
Badan perjuangan pemuda Maluku ini dibentuk pada bulan Februari 1946. PIM
merupakan penggabungan dari dua organisasi perjuangan yang disebut di atas
tadi. Persatuan ini merupakan inisiatif dari Mr. J. Latuharhary, gubernur provinsi
Maluku yang berkedudukan di Yogyakarta. Ketua umumnya adalah Dr. J.
Leimena dan didampingi oleh J. de Fretes serta sekretarisnya adalah R.
Akyuwen. PIM mempunyai satu divisi pertahanan yang disebut “Divisi
Patttimura”, yang dibentuk pada tahurt 1941 dengan markas besarnya di Malang.
Dr. G.A. Siwabessy diangkat menjadi Kepala Staf Divisi Pattimura dan Dr.
Radjawane sebagai Panglima Divisi Patimura. Lewat kesatuan ini pemuda
Kristen Maluku telah turut memberi darma baktinya kepada nusa dan bangsanya
Indonesia.
d. Persatuan Pemuda lndonesia
Kesatuan perjuangan ini dibentuk oleh pemuda Ambon, di Ambon. pemimpinya
adalah Maitimu. Usaha-usaha kesatuan perjuangan ini gagal karena Belanda
segera mendarat dan menguasai Ambon.
9
e. Kebaktian Rakyat lndonesia Sulawesi (KRIS)
KRIS didirikan pada tanggal 1 Oktober 1945. Anggota-anggotanya pada
umumnya adalah para pemuda yang berasal dari Sulawesi dan Kebanyakan
adalah pemuda asal Minahasa. Adapun tujuan daripada KRIS adalah:
“mempersatukan segenap putra Indonesia asal Sulawesi terutama yang ada di
Jawa menjadi suatu benteng yang kokoh yang dapat bekerja seefektif-efektifnya
daIam :
• Perjuangan mempertahankan kemerdekaan
• Pembangunan Tanah Air lndonesia makmur, kekal dan abadi dalam arti
seluas-luasnya.
f. Dewan Minahasa
Dewan ini dibentuk oleh pendukung Republik di Minahasa. Pemimpinnya yang
terkenal adarah Pelengkahu. Mereka mengadakan perlawanan bersenjata
terhadap Belanda, namun pada akhirnya dewan ini gagal dalam perjuangannya
karena kekuatan Beranda jauh lebih besar dan Belanda menguasai seluruh
Minahasa.
g. Pemuda Kristen protestan Indonesia (PPKR)
Didirikan pada tanggal 4 November 1945 di Yogyakarta. pada tahun 1946
namanya diubah menjadi “Persatuan Pemuda Kristen Indonesia (PPKR). Adapun
tujuannya ialah untuk berbakti kepada Tuhan dengan jalan melaksanakan
kewajibannya di dalam jemaat, masyarakat dan negara sebagai lapangan
terlaksananya kehendak Allah. Ketua umumnya adalah Sarwoko W.S. Pemuda
Kristen yang menjadi anggota gerakan ini turut berjuang bersama-sama dengan
pemuda dari golongan lainnya guna mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Dalam bidang pemerintahan orang Kristen juga telah mengambir
peranan yang penting. Tokoh-tokoh nasionalis Kristen yang muncul sejak tahun
30-an tetap memberikan darma bhaktinya demi kehidupan Republik Indonesia.
Tokoh-tokoh seperti Mr. A.A. Maramis, Dr. G.S.S.J. Ratulangi telah turut serta
mempersiapkan segala sesuatu guna kelahiran Negara Indonesia Merdeka.
Mereka turut serta dalam perumusan UUD 1945. Mr. J. Latuharhary diangkat
10
menjadi gubemur Provinsi Maluku dan Dr. G.S.S.J. Ratulangi menjadi gubernur
Provinsi Sulawesi. Dalan kabinet kita menemukan para menteri yang beragama
Kristen dan juga adalah tokoh-tokoh Kristen Indonesia seperti: Mr. Amir
Sjarifoeddin, Ir. F. Laoh, Ir. Putuhena, Dr. Mr. T.S.G. Mulia, Dr. J. Leimena,
Mr.A.A. Maramis dan sebagainya. Dalam bidang diplomasi terkenallah dr. J.
Leimena, T.B. Simatupang, Mr. Amir Sjarifoeddin dan dalam angkatan bersenjata
terdapat tokoh seperti: TB. Simatupang, A.E. Kawilarang, M. Simbolon, M.
Panggabean, D.I. Pandjaitan, John Lie dan sebagainya.
Partisipasi orang Kristen Indonesia dalam memperlahankan dan mengisi
kemerdekaan Indonesia yang terpenting adalah dengan dibentuknya “Partai
Kristen Nasional”, pada tanggal 18 November 1945 (kemudian pada tahun 1946
diubah menjadi Partai Kristen Indonesia-Parkindo). PKN dibentuk berdasarkan
maklumat pemerintah RI, bahwa pemerintah menyukai timbulnya partai-partai
politik karena dengan adanya partai-partai itulah segala aliran dan paham yang
ada dalam masyarakat dapat dipimpin berjalan teratur. Sebagai ketua ditunjuk
Dr. W.Z. Johannes dan sekretarisnya adalah Marjoto. Tujuan dari PKN
dirumuskan sebagai berikut: “Berusaha dalam bidang politik, ekonomi dan sosial
menurut asas-asas Firman Tuhan yang termaktub dalam Kitab Suci”.
Tentang peranan orang Kristen Indonesia dalam periode setelah merdeka, T.B.
Simatupang menulis sebagai berikut:
“Sejak bangsa kita merundingkan dasar yang paling tepat bagi Negara merdeka
jang akan didirikan, suara dan peranan orang Kristen Indonesia didengar dan
diperhitungkan. sejarah perdjuangan bangsa Indonesia, baik di bidang militer, di
bidang diplomasi, politik membuktikan bahwa umat Kristen Indonesia tidak
pernah berada pada garis kedua melainkan pada garis depan dalam tahun-tahun
yang paling menentukan dalam Revolusi Fisik kita. Dalam tahun-tahun itulah
Parkindo lahir (1945) dan berkembang. Taman-taman Pahlawan merupakan
saksi-saksi akan apa jang terdjadi pada tahun-tahun itu melambangkan bahwa
negara Pancasila kita adalah milik dari semua golongan, termasuk orang Kristen
Indonesia, sebab semuanja telah turut memberikan korban jang setinggi-
tingginya untuk negara Pancasila itu. Karena itu maka adalah suatu
11
penjangkalan terhadap sedjarah apabila masih ada jang berpikir dan berbitjara
tentang golongan majoritas dan minoritas”.
Demikianlah juga Jenderal A.H. Nasution mengakui peranan orang
Kristen Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Jenderal Nasution
selaku Menteri Keamanan Nasional berbicara pada perayaan Yubileum 100
tahun HKBP sebagai berikut:
“Pemuda-pemuda Batak yang menjadi anggota HKBP, banyak juga
yang menyumbangkan tenaga, pikiran dan raganya dalam perjuangan
kemerdekaan Indonesia. Bukan hanya di Sumatra Utara tetapi juga di Padang,
Palembang, Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar dan lain-lain, tempat
pemuda-pemuda Kristen Batak berjuang malahan kerapkali pelopor-pelopor dari
perjuangan kemerdekaan itu. Pemuda-pemuda Batak ini yang telah belajar
berbakti kepada Tuhan, tidak ketinggalan untuk berbakti pula pada Tanah Air
Indonesia. Dalam Taman-taman Pahlawan sejak Kota Radja sampai Ambon,
saya terharu melihat kuburan-kuburan pejuang-pejuang yang beragama Kristen
umumnya, di mana termasuk kuburan-kuburan dari pemuda Kristen dari HKBP
pada khususnya di samping kuburan-kuburan pejuang-pejuang Islam dan lain-
lain agama.
E. BIDANG POLITIK INDONESIA DALAM ERA REFORMASI
Ketika Indonesia memasuki era reformasi, saluran kebebasan berpolitik
dibuka seluas-luasnya. Orang berlomba-lomba mendirikan partai-partai politik.
Tidak terkecuali orang-orang Kristen. Sebagian lainnya melibatkan diri di dalam
partai-partai bersifat kebangsaan, karena merasa aspirasi politiknya ditampung di
dalam partai-partai tersebut. Semua ini baik. Namun pertanyaannya adalah,
apakah yang diperjuangkan oleh umat Kristen dengan mendirikan partai-partai
Kristen, atau melibatkan diri di dalam partai-partai bersifat kebangsaan itu?
Adakah visi Kristen yang diyakini yang sekaligus membimbing mereka, sehingga
di dalam partai manapun mereka melibatkan diri mereka tidak kehilangan arah?
Pertanyaan ini juga tidak mudah menjawabnya. Biasanya orang berpendapat
bahwa seseorang yang berada di dalam partai politik tertentu tidak bisa
melepaskan diri dari ideologi partai tersebut. Tulisan ini berusaha menyumbang
sesuatu mengenai apa yang disebut visi Kristen tentang politik itu.
12
[1] Sebuah gerakan yang muncul dalam abad ke 17 dan 18 di Eropa yang
berusaha mencari di dalam “agama hati yang bersifat pribadi” suatu alternatif
kehidupan menghadapi sistem skolastisisme ortodoksi Luther. Gerakan ini
dipelopori oleh Philip Jacob Spener (1635-1705), seorang pendeta Lutheran di
Frankfurt. Dalam bukunya Pia Desideria ia mendorong suatu studi bersifat
devosional terhadap Alkitab. Usahanya ini, kendati mendapat perlawanan,
namun tersebar ke mana-mana. Muridnya, yang bernama A.H.Francke (1663-
1727), menjadikan Universitas Halle dan Rumah Yatim Francke sebagai pusat
pekabaran Injil dan pendidikan, termasuk penerbitan. Gerakan ini, yang
belakangan mengalami semacam pembaruan di abad ke 19 masuk ke Indonesia
bersama-sama dengan gencarnya upaya-upaya pekabaran Injil.
F. TINDAKAN UMAT KRISTEN DALAM MENYINGKAPI KEHIDUPAN
POLITIK DI INDONESIA
Pembicaraan mengenai kehidupan politik bagi umat kristen tentunya
diperhadapkan pada kemajemukan baik suku, agama-agama dan ras di
Indonesia biasanya berlangsung dalam konteks kerukunan. Ada yang
mengartikan kerukunan beragama sebagai "kerukunan di antara agama-agama",
tetapi ada juga yang melihatnya sebagai "kerukunan di antara umat beragama".
Hal terakhir ini mengasumsikan bahwa penganut agama yang satu dengan
penganut agama yang lain bisa saling rukun, tetapi belum tentu sehubungan
dengan agama yang satu dengan agama yang lain. Dapat saja ada anggapan,
bahwa antara agama yang satu dengan yang lain pada hakikatnya terdapat
pertentangan atau bahkan konflik yang tidak mungkin dapat dipertemukan.
Kalau pemahaman yang terakhir ini diikuti, maka jalan keluar yang
dilihat untuk menjamin mulusnya kerukunan beragama dicari di luar tubuh
agama. Di Indonesia, kita sudah terbiasa untuk mengalaskan kerukunan
beragama ini pada perangkat-perangkat yang disediakan oleh negara atau
pemerintah. Pancasila dan UUD 1945 kerapkali dijadikan dasar pergumulan agar
orang Kristiani dapat hidup dengan layak di tengah-tengah masyarakat
Indonesia. Kenyataan bahwa Indonesia memiliki sebuah ideologi negara dan
UUD yang diharapkan dapat merukunkan penganut agama-agama di dalamnya,
perlu disyukuri, mengingat banyak negara-negara (bahkan yang sudah maju
13
sekalipun!) yang tidak memikirkan faktor kemajemukan agama sebagai sesuatu
yang menentukan dalam perjalanan hidup suatu bangsa. Bahkan di tengah-
tengah kegelisahan umat Kristiani dan umat-umat "kecil" lainnya, bahwa
sekarang ini terdapat usaha-usaha yang cenderung untuk memprioritaskan umat
tertentu dengan alasan "proporsionalitas". Nampaknya, prinsip di atas bahwa
Pancasila dan UUD 1945 memenuhi untuk memungkinkan kerukunan beragama
tetap tidak diragu-ragukan.
Yang menarik adalah pandangan sebagian orang lagi bahwa dasar
untuk kerukunan beragama dapat dilihat pada kesamaan keprihatinan dan
pergumulan kemanusiaan dari setiap penganut agama. Pembicaraan seperti ini
biasanya berlangsung dalam rangka dialog antaragama. Karena itu kita
membicarakannya secara tersendiri, dan pada akhirnya mempertanyakan
apakah dasar itu sudah cukup?
G. TEOLOGI POLITIK KRISTEN DI INDONESIA
Upaya berteologia politik telah lama ada dalam khasanah keristenan di
Indonesia. Sebagai suatu proses yang tidak pernah berhenti, eksperemintasi
berteologia politik itu telah dicatat sejarah pada masa penjajahan. Bahkan dapat
dikatakan unik, sebab upaya itu tidak berangkat dari laboratorium intelektual,
tetapi justru dari kalangan publicans, seperti Pattimura yang melakukan gerakan
politik dengan mengangkat senjata di Maluku dan Manullang dan kawan-kawan
di tanah Batak yang melakukan bentuk-bentuk penyadaran dan
pengorganisasian yang mengusung tema-tema kemandirian dan kerja keras.
Pada masa-masa pembebasan diri dari penjajahan, orang-orang kristen juga
telah melakukan bentuk-bentuk teologia yang operasional dengan mendirikan
organisasi-organisasi kemasyarakatan dan sebagian merubah diri menjadi partai
politik. Kita dapat mencatat perkumpulan sosail Mardi Pratojo yang kemudian
menjadi Partai Perserikatan Kaum Kristen (PKC) atau Christelijke Ambonche
Volksbond (CAV), dll. Hal yang sama juga terjadi pada saat Indonesia merdeka.
Partai Kristen Indonesia (Parkindo) hadir sebagai bagian dari upaya dan proses
berteologia politik secara operasional. Muatan atau tema-tema yang diusung dan
dikomunikasikan kepada orang-orang kristen adalah dari dan demi kepentingan
‘orang kristen’. Sesuatu yang seringkali dikatakan orang sebagai lebih berpolitik
14
‘teknis’ ketimbang berpolitik ‘etis’. Disadari atau tidak, telah terjadi pembiaran
yang berkepanjangan dalam tataran konseptual teologia politik kristen di
Indonesia. Dasar berpijak dalam tabung ‘independensi’ gererja, dalam
realitasnya seringkali diterjemahkan sebagai netralitas dan sterilisasi politik
dalam semua ruang gereja.
Orang kristen harus menghormati kewibawaan pemerintahan dunia
selama kebijakan itu dilakukan demi kesejahteraan masyarakat dan didasarkan
pada undang-undang yang berlaku. Tetapi kebijakan itu tidak boleh mengambil
alih kewibawaan atau wewenang Allah. Bagaimana seharusnya orang kristen
sebagai warga negara menaati lembaga-lembaga resmi negara yang mengatur
kehidupan masyarakat dalam usahanya menegakkan kebenaran dan keadilan
kesejahteraan masyarakat ditulis di Roma 13:13. Sikap orang kristen terhadap
politik ada 3 bersifat antagonistis, rejektif, dan menyesuaikan.
Respon yang benar itulah yang lebih penting dan menentukan sikap
terhadap berbagai gejolak politik yang terjadi. Allah menghendaki orang kristen
taat kepada pemerintah, sesuai dengan pengertian bahwa pemerintah
menjalankan tugas dan wewenang yang diberikan oleh Allah. Tentunya
pmerintah harus mempertanggung jawabkannya kepada pemberi kekuasaan
yaitu Allah sendiri. Jika orang kristen tidak taat kepada pemerintah dan
berpartisipasi secara aktif sebagai warga negara yang bertanggung jawab maka
citra kekristenan akan rusak. Orang Kristen harus mengakui lembaga
pemerintahan yang diadakan oleh karena kehendak Allah.
15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Di satu sisi, orang kristen sebagai warga negara harus tunduk pada
pemeruntahan dalam arti mengasihi para pemimpin dan penegak hukum. Namun
di sisi lain, sebagai warga negara, orang kristen harus bersifat kritis. Paulus tidak
mau terima begitu saja dengan kelakuan ilegal. Ketika diperlakukan tidak adil
oleh penguasa, ia memprotes dan kemudian mendapatkan keadilan.
Orang-orang Kristen hendaknya turut aktif dalam politik. Namun bukan
untuk berebut kekuasaan dan materi. Orang kristen harus melihat sebagai
panggilan pelayanan, dan panggilan kehambaan. Orang-orang kristen dipanggil
untuk menguasai parlemen pemerintahan politik supaya mewujudkan
pemerintahan yang adil, benar dan bebas KKN. Panggilan pelayanan itu terkait
dengan panggilan untuk menjadi garam dan terang.
Hubungan politik dengan agama tidak dapat dipisahkan. Dapat
dikatakan bahwa politik berbuah dari hasil pemikiran agama agar tercipta
kehidupan yang harmonis dan tenteram dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Hal ini disebabkan, pertama, oleh sikap dan keyakinan bahwa seluruh
aktifitas manusia, tidak terkecuali politik, harus dijiwai oleh ajaran-ajaran agama;
kedua, disebabkan oleh fakta bahwa kegiatan manusia yang paling banyak
membutuhkan masukan adalah bidang politik, dan hanya agamalah yang
dipercayai mampu memberikan masukan yang paling meyakinkan karena sifat
dan sumbernya yang benar.
Saran
Para politikus kristen hendaknya juga menjadi agen-agen perubahan. Itu
di butuhkan keteladanan sikap dan perilaku yang baik. Setiap politikus kristen
harus berani mengatakan tidak atas semua tawaran, bujukan atau strategi-
strategi yang dapat membuatnya jatuh pada tindakan korupsi, kolusi ataupun
nepotisme. Menjauhi segala bentuk premanisme dan menegakkan hukum secara
konsisten dan konsekuen.
16
Daftar Pustaka
http://tantridilogi10.blogspot.com/2013/06/agama-dan-politik.html http://
m.leimena.org/id/page/v/388/visi-kristen-mengenai-politikhttp://
tantridilogi10.blogspot.com/2013/06/agama-dan-politik.html http://
sakatik.blogspot.com/2008/09/politik-dan-persfektif-kristen-di.html
17