21
Potensi Pangan Lokal Menuju Ketahanan Pangan Nasional POTENSI PANGAN LOKAL MENUJU KETAHANAN PANGAN NASIONAL FARIDA RAHMAWATI 12/333397/TP/10514 1. Pendahuluan Dua krisis besar yang sedang melanda dunia saai ini adalah krisis pangan dan krisis energi. Krisis energi dipicu oleh kian menipisnya energi yang berasal dari bahan bakar fosil, sedangkan krisis pangan dipicu oleh fenomena pemanasan global dan tidak meratanya distribusi pangan. Kebutuhan pangan merupakan penggerak esensial roda perekonomian masyarakat dunia sehingga ketika isu perubahan iklim mencuat, hal tersebut tidak ayal memunculkan kekhawatiran tersendiri pada persoalan ketahanan pangan. Untuk menghadapi krisis tersebut dibutuhkan komoditi alternatif untuk diversifikasi baik bahan pangan maupun bahan energi. Indonesia memiliki potensi pangan lokal yang luar biasa besar akan tetapi walaupun stok pangan banyaktersedia, potensi tersebut belum termanfaatkan dengan baik. Indonesia masih banyak melakukan impor untuk bahan-bahan makanan pokok, padahal impor tersebut seharusnya dapat ditekan, bahkan ditiadakan dengan cara lebih mengoptimalkan potensi sumber pangan lokal yang ada di Indoensia. Ini dapat digolongkan sebagai salah satu faktor utama yang menyebabkan kegiatan dalam ketahanan pangan menjadi tidak maksimal. Fenomena tersebut kemudian berdampak pada tidak stabilnya ketahanan pangan negara Indonesia. Ubi kayu, jagung, sagu, kelapa sawit, jarak pagar, sebenarnya sangat potensial digunakan baik untuk diversifikasi pangan dan energi maupun hanya energi. Pembangunan selayaknya harus mengenali karakter sumber daya alam lingkungan agar dapat dikelola dengan tepat bagi kelanjutan hidup manusia sekarang dan di masa mendatang. Sumber daya lingkungan bukan objek eksploitasi melainkan potensi yang harus dikelola dan dirawat agar tetap menjalankan fungsinya selaku penopang kehidupan manusia. Di dalam memanfaatkan kekayaan lingkungan secara baik, efisien, dan efektif maka semestinya kita mengenal lebih teliti karakter

tugas

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: tugas

Potensi Pangan Lokal Menuju Ketahanan Pangan Nasional

POTENSI PANGAN LOKALMENUJU KETAHANAN PANGAN NASIONAL

FARIDA RAHMAWATI12/333397/TP/10514

1.                  PendahuluanDua krisis besar yang sedang melanda dunia saai ini adalah krisis pangan dan krisis

energi. Krisis energi dipicu oleh kian menipisnya energi yang berasal dari bahan bakar fosil, sedangkan krisis pangan dipicu oleh fenomena pemanasan global dan tidak meratanya distribusi pangan. Kebutuhan pangan merupakan penggerak esensial roda perekonomian masyarakat dunia sehingga ketika isu perubahan iklim mencuat, hal tersebut tidak ayal memunculkan kekhawatiran tersendiri pada persoalan ketahanan pangan.

Untuk menghadapi krisis tersebut dibutuhkan komoditi alternatif untuk diversifikasi baik bahan pangan maupun bahan energi. Indonesia memiliki potensi pangan lokal yang luar biasa besar akan tetapi walaupun stok pangan banyaktersedia, potensi tersebut belum termanfaatkan dengan baik. Indonesia masih banyak melakukan impor untuk bahan-bahan makanan pokok, padahal impor tersebut seharusnya dapat ditekan, bahkan ditiadakan dengan cara lebih mengoptimalkan potensi sumber pangan lokal yang ada di Indoensia. Ini dapat digolongkan sebagai salah satu faktor utama yang menyebabkan kegiatan dalam ketahanan pangan menjadi tidak maksimal. Fenomena tersebut kemudian berdampak pada tidak stabilnya ketahanan pangan negara Indonesia. Ubi kayu, jagung, sagu, kelapa sawit, jarak pagar, sebenarnya sangat potensial digunakan baik untuk diversifikasi pangan dan energi maupun hanya energi.

Pembangunan selayaknya harus mengenali karakter sumber daya alam lingkungan agar dapat dikelola dengan tepat bagi kelanjutan hidup manusia sekarang dan di masa mendatang. Sumber daya lingkungan bukan objek eksploitasi melainkan potensi yang harus dikelola dan dirawat agar tetap menjalankan fungsinya selaku penopang kehidupan manusia. Di dalam memanfaatkan kekayaan lingkungan secara baik, efisien, dan efektif maka semestinya kita mengenal lebih teliti karakter sumber daya alam tersebut agar pemanfaatan potensi kekayaan alam yang ada dapat tepat sasaran dan berkesinambungan demi keberlanjutan pembangunan.

Akan tetapi, masalah yang saat ini ada adalah perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap pengembangan potensi pangan lokal masih sangatlah kurang, seringkali sudah muncul tetapi lebih banyak dalam seminar dan lokakarya serta pernyataan-pernyataan yang menjanjikan tetapi tidak berlanjut dalam implementasi. Hal ini mungkin disebabkan baik pemerintah maupun masyarakat dalam berbagai profesi belum terlalu menyadari bagaimana pentingnya pengembangan potensi pangan lokal untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional untuk kedepannya.

 Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menggali lebih dalam dan mengkaji potensi diversifikasi pangan berbasis potensi lokal yang ada di Indonesia untuk solusi terwujudnya ketahanan pangan nasional.

Page 2: tugas

Ruang lingkup dari makalah ini adalah mengenai potensi pangan lokal yang ada di Indonesia dan strategi pengoptimalan potensi tersebut dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Pengkajian yang dilakukan berdasarkan telaah pustaka berbagai sumber baik berupa buku, jurnal, internet, maupun sumber pustaka yang lain.

2.             Potensi Pangan Lokal Menuju Ketahanan Pangan Nasional

Masalah pangan bukan merupakan masalah sekarang saja tetapi sudah merupakan masalah di masa lampau dan juga akan menjadi masalah di masa akan datang.

Pengertian umum swasembada untuk suatu produk di suatu negara akan tercapai apabila secara netto jumlah produk dalam negeri minimal mencapai 90% dari jumlah konsumsi domestiknya, baik untuk memenuhi konsumsi rumah tangga, industri, maupun neraca perdagangan nasional (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010:3).

Berdasarkan data Badan Pangan Dunia (FAO), bahwa dari seluruh beras yang beredar di pasar dunia, 80%-nya diserap oleh Indonesia (Louhenapessy, 2010:114). Dari data tersebut jelas bahwa ketahanan pangan Indoensia terus bermasalah apabila terus akan bertumpu pada swasembada beras, oleh karena itu konsep diversifikasi pangan harus terus dikembangkan dan diimplementasikan.

Politik pemerintah Indonesia dalam pembangunan pertanian pangan yang diidentikkan dengan “padi”, ternyata secara tidak langsung telah mengubah pola konsumsi masyarakat dan berdampak pada pola diversifikasi pangan yang sudah ada sejak zaman nenek moyang. Padahal diversifikasi pangan sebenarnya sudah merupakan budaya masyarakat secara tradisional dan kalau pola pangan tradisional ini dikembangkan secara terencana dan terarah maka masalah kesulitan pangan tidak perlu terjadi.

Seharusnya sebagai negara kepulauan kita mempertahankan citra kita dengan mengembangkan segala kekayaan yang masih diwariskan para pendahulu kepada kita saat ini yaitu kekayaan alam, budaya, serta agama. Hal ini mengajak kita bahwa kita harus pandai-pandai memanfaatkan ekosistem-ekosistem yang ada demi keberlanjutan pangan bagi masyarakat Indonesia. Dengan demikian penduduk negara kepulauan selayaknya mengandalkan ketahanan pangannya bukan pada satu komoditas unggulan saja yaitu beras tetapi pada berbagai komoditas unggulan termasuk di dalamnya beras serta komoditi-komoditi lokal lainnya seperti jagung, sagu, umbi-umbian, dan lain-lain.

Beberapa ragam jenis pangan dan pemetaan potensi daerahnya masing-masing serta manfaat dari jenis pangan tesebut dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Ketela pohonKetela pohon atau yang biasa dikenal dengan sebutan singkong merupakan tanaman

tahunan tropika dan subtropika. Hasil dari ketela pohon yang berupa umbi dikenal luas sebagai salah satu makanan pokok penghasil karbohidrat di samping beras dan jagung yang merupakan makanan pokok khas masyarakat Indonesia. Ketela pohon sendiri menurut sejarahnya merupakan tanaman Brazilia yang hari ini sudah menyebar ke berbagai negara di seluruh dunia. Ketela pohon pada umumnya tumbuh dan beradaptasi secara luas di Indonesia. Tanaman ini tumbuh dan berproduksi dari daerah dataran rendah hingga dataran tinggi. Adapun pemanfaatan dari Ketela pohon yaitu dapat digunakan sebagai bahan baku industri

Page 3: tugas

pembuatan tepung tapioca, tepung gaplek, serta bahan pembuatan alcohol, etanol, gahosol dan lain sebagainya.

2. Garut atau ArairutTanaman Garut atau Arairut adalah tanaman yang memberikan hasil utama berupa

umbi. Tanaman ini merupakan tanaman yang memerlukan iklim panas dan kondisi yang basah. Adapun pemanfaatan tanaman ini dapat digunakan sebagai bahan pembuatan makanan bayi, bahan pembuatan kosmetika, lem, keripik dan bahkan dalam sejumlah penelitian tanaman Garut atau Arairut ini dapat dimanfaatkan sebagai makanan bagi anak-anak penderita kelainan pencernaan Sindrom Downdikarenakan kehalusan serat makanan ini. Tanaman Garut atau Arairut menurut sejarahnya berasal dari Amerika Selatan yang mana pada tanaman ini biasanya tumbuh di pekarangan tepatnya di bawah pohon yang rindang.

3. SukunSukun menurut sejarahnya merupakan tanaman yang berasal dari New Guinea, Pasifik.

Sukun merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik pada lahan kering (daratan), dengan tinggi pohon dapat mencapai 10 m atau lebih. Menurut Pustaka Litbang Deptan, buah sukun telah lama dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Di daerah Fiji, Tahiti, Hawai, Samoa dan Kepulauan Sangir Talaud, buah sukun dimanfaatkan sebagai makanan tradisional dan makanan ringan. Bahkan dalam lingkup internasional buah sukun dikenal dengan sebutan bread fruit atau buah roti dikarenakan kelezatannya sebagai buah, namun juga memiliki kandungan karbohidrat yang tidak kalah dari beras, gandum dan jagung. Tanaman sukun memiliki beberapa pemanfaatan bagi kepentingan pemenuhan pangan dan penghijauan.

4. JagungTanaman jagung merupakan tanaman yang berasal dari Amerika. Tanaman ini memiliki

hasil utama berupa biji. Di indonesia jagung diberdayakan untuk memenuhi berbagai keperluan baik pangan maupun non pangan. Sebagai bahan pangan beberapa hasil olahannya meliputi: pati, tepung jagung, snack, berondong(pop corn), jenang, nasi jagung, sirup jagung dan lain sebagainya. Sebagai bahannon pangan beberapa manfaat dari jagung adalah sebagai berikut, misalnya digunakan sebagai bahan pakan ternak, pupuk kompos, bahan pembuat kertas dan kayu bakar. Di Imdonesia beberapa sentra penghasil utama tanaman jagung ialah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, D.I.Yogyakarta, dan lain sebagainya. Penyebaran tanaman jagung yang dapat tumbuh dan berproduksi secara merata di manapun, dikarenakan karakteristik tanaman jagung yang merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah sub-tropis maupun tropis.

5. SaguSagu amerupakan salah satu sumber pangan populer bagi sebagian masyarakat

Indonesia di Indonesia Timur dan sebagian daeah Pulau Sumatera. Di Indonesia sendiri potensi mengenai sagu sebagai produk alteratif pangan nasional sangat berpeluang dan menjanjikan.Hal tersebut mengingat areal penghasil sagu dunia yang saat ini masih dipegang indonesia dengan besaran mencapai angka 60% dari total areal sagu dunia. Selain berpotensi sebgai salah satu sumber karbohidrat yang menjanjikan tanaman sagu juga dapat digunakan sebgai salah satu bahan pembuat perekat, sirup dan bahan baku etanol. Sagu juga dapat digunakan untuk membuat tepung, yang mana memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan tepung tapioka maupun aci garut.

6. Kentang

Page 4: tugas

Kentang menurut sejarahnya merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Tengah. Hasil utama dari tanaman kentang ialah umbi. Tanaman kentang merupakan tanaman yang hidup dan berproduksi di daerah subtropis atau daerah dataran tinggi seperti pegunungan. Hasil olahan tanaman kentang selain sebagai bahan pokok berupa umbi ialah sebagai bahan baku pembuat pati, sebagai salah satu bahan pembuat cat, pembuat glukosa dan lain sebagainya. Penyebaran tanaman kentang di Indonesia meliputi daera-daerah seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumtera Selatan, Tanah Karo dan lain sebagainya. Kentang merupakan salah satu pangan utama dunia setelah padi, gandum, dan jagung.

7. Ubi JalarUbi jalar merupakan komoditas sumber karbohidrat utama, setelah padi, jagung, dan

ubi kayu, dan mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri maupun pakan ter-nak. Ubi jalar dikonsumsi sebagai makanan tambahan atau samping-an, kecuali di Irian Jaya dan Malu-ku, ubi jalar digunakan sebagai ma-kanan pokok. Ubi jalar di kawasan dataran tinggi Jayawijaya merupakan sumber utama karbohidrat dan memenuhi hampir 90% kebutuhan kalori penduduk.

8. TalasTalas merupakan tanaman pangan berupa herba menahun. Di Indonesia talas bisa di

jumpai hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan di atas 1000 meter dpl baik liar maupun ditanam. secara luas terutama di wilayah Asia dan Oceania. Di Indonesia talas sebagai bahan makanan cukup populer dan produksinya cukup tinggi terutama di daerah Papua dan Jawa (Bogor, Sumedang dan Malang).

Sumber pangan diatas selain persebaran menyeluruh di Indonesia juga kandungan nutrisinya yang bersaing dengan beras. Sebernarnya, tidak perlu mempermasalahkan antara beras dan bukan beras. Tetapi sebaiknya potensi kekayaan tumbuhan di Indonesia semuanya harus digali dan dikembangkan. Tumbuhan yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan lahan pada wilayah tertentu diolah dan dikembangkan, dan tumbuhan yang sudah berkembang sesuai ekosistemnya dan mempunyai nilai produksi pada suatu wilayah harus tetap diolah dan dikembangkan pada wilayah itu. Apabila hal tersebut dapat dikembangkan maka kekayaan alam yang ada di Indonesia dapat berkembang sesuai karakter wilayahnya masing-masing dan akan memperkaya keanekaragaman pangan secara nasional.

Pemahaman ketahanan pangan baik secara internasional maupun nasional telah terarah kepada pengertian kebutuhan rumah tangga atau individu. Beberapa pemahaman tentang ketahanan pangan:

a.              Menurut World Bank (1986): ketika orang pada setiap saat memilih aksesibilitas secara fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka agar bisa sehat dan produktif.

b.             Menurut International Conference In Nutrition (FAO/WHO-1992): akses setiap rumah tangga atau individu untuk memperoleh pangan pada setiap waktu demi keperluan hidup sehat.

c.              Menurut World Food Summit (1996): memperluas definisi FAO/WHO dengan menambah persyaratan bahwa “pengembangan pangan sesuai nilai atau budaya setempat”.

d.             Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 (UU Pangan): kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.

Page 5: tugas

e.              Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 (PP Ketahanan Pangan): mengisyaratkan pengelolaan panagn secara nasional, terlaksananya swasembada pangan yang diutamakan produksi dalam negeri dan bertumpu pada sumber daya pangan lokal yang mengandung keragaman antardaerah dan harus dihindari sejauh mungkin ketergantungan pada pemasukan pangan dari luar (Louhenapessy, 2010:119).

Perbedaan antara swasembada beras dan ketahanan pangan dijelaskan lebih lanjut oleh Nuhfil Hanani AR (2009) dalam tabel berikut:

Indikator Swasembada Pangan Ketahanan PanganLingkup Nasional Rumah tangga dan individuSasaran Komoditas Pangan Manusia

Strategi Substitusi ImporPeningkatan ketersediaan pangan, akses pangan, dan penyerapan pangan

Output Peningkatan produksi panganStatus gizi (penurunan: kelaparan, gizi buruk)

OutcomeKecukupan pangan oleh produk domestik

Manusia sehat dan produktif (angka harapan hidup)

Sumber:  Cahyanto, Sugeng Setya. 2012. Penguatan Kearifan Lokal Sebagai Solusi Permasalahan Ketahanan Pangan Nasional. Dalam https://icssis.files.wordpress.com/2012/05/09102012-66.pdf

Sesuai dengan uraian dan pemahaman-pemahaman di atas, jelas bahwa ketahanan pangan tidak tergantung pada satu komoditi pangan, tetapi lebih pada pangan yang ada di lingkungan rumah tangga termasuk beras bagi daerah penghasil beras, umbi-umbian pada daerah penghasil umbi-umbian, jagung pada daerah penghasil jagung, sagu pada daerah penghasil sagu, dan lain-lain.Keragaman iklim dan sumber daya air di masing-masing wilayah bisa dimanfaatkan untuk memproduksi komoditas yang beragam. Dengan kondisi curah hujan yang beragam, pewilayahan komoditas dapat dilakukan sehingga setiap daerah dapat menghasilkan komoditas yang berbeda dalam waktu berbeda. Hal ini juga bisa mendorong terjadinya perdagangan antarwilayah karena satu daerah harus memasok komoditas tertentu untuk wilayah lain. Perdagangan antarwilayah juga dapat membantu petani dari kerugian akibat jatuhnya harga komoditas pertanian karena stok berlebih saat panen.

Pola konsumsi beras sudah menguasai masyarakat perkotaan dan makin menerobos ke pedesaan. Akan tetapi, di sisi lain produktivitas beras untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara nasional tidak mencukupi. Jadi diharapkan bahwa upaya ketahanan pangan keluarga berbasis kearifan lokal di daerah akan memperkaya komoditas pangan di Indonesia, sekaligus turut mendorong kemandirian pangan pada tingkat lokal maupun nasional pada masa yang akan datang.

Aspek-aspek penting dalam ketahanan pangan adalah:

a.                  Tersedia pangan yang cukup, aman dan bergizi berasal dari pangan lokal stok masyarakat maupun impor.

b.                  Distribusi stabil: pangan tersedia bagi rumah tangga sepanjang waktu dan di mana saja.

Page 6: tugas

c.                  Keterjangkauan: kemampuan akses fisik dan ekonomi terhadap sumber pangan secara sosial dan geografis.

d.                 Konsumsi pangan: penganekaragaman konsumsi pangan, bergizi seimbang sehat dan aman.

e.                  Kecukupan pangan: pangan cukup secara kuantitas maupun kualitas untuk kebutuhan rumah tangga (Louhenapessy, 2010:122)

Aspek-aspek penting di atas sebenarnya sangatlah bisa terpenuhi dengan pemanfaatan potensi pangan lokal yang ada di Indonesia. Persoalannya adalah apakah ada kemauan baik pemerintah untuk mengembangkan pangan lokal sebagaimana yang sudah dilakukan pada pengembangan padi selama ini. Sebenarnya terdapat peluang yang sangat besar di masyarakat untuk mempersiapkan kebutuhan pangannya sesuai potensi wilayahnya, dengan demikian pangan lokal apakah itu padi, umbi-umbian, jagung, sagu, dan lain-lain diberi kesempatan untuk berkembang di wilayahnya masing-masing. Mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang mayoritas masih lemah, apabila hal ini akan diterapkan maka perlu peran yang kuat dari pemerintah baik sebagai inisiator, penyedia fasilitas, maupun pembuat regulasi, untuk lebih meningkatkan peran masyarakat dalam melakukan pembangunan ketahanan pangan.

Selain pentingnya peran pemerintah sebagai inisiator, fasilitator, dan pembuat regulasi, serta peran masyarakat untuk ikut mengembangkan potensi pangan lokal yang ada, peran para ahli teknologi pertanian mencakup teknologi pangan, teknologi biosistem, serta teknologi industri pangan sangat penting untuk membantu mewujudkan ketahanan pangan yang merupakan tantangan besar bangsa Indonesia ini. Ilmu dan teknolodi pertanian diharapkan mempu berperan memperkenalkan budaya makanan khas daerah untuk mendukung sistem pangan nasional. 

3.                  Penutup

Pada tahap awal, perlu adanya gerakan-gerakan nyata untuk mewujudkan ketahanan pangan berbasis kearifan lokal ini. Beberapa langkah jangka pendek yang dapat dilakukan antara lain adalah sebagai berikut. Dengan menghentikan kebijakan beras raskin. Beras raskin akan membuat masyarakat cenderung selalu mengandalkan beras dan tidak mau beralih ke produk pangan yang lain, jadi pengurangan jatah beras raskin ini kemudian diikuti dengan menghentikan kebijakan beras raskin akan sangat membantu sebagai solusi jangka pendek. Kemudian mengembangkan pasar produk-produk pangan lokal di kota-kota provinsi, kabupaten, dan kecamatan juga menjadi salah satu solusi. Dengan berkembangnya produk-produk pangan lokal di daerah-daerah, otomatis masyarakat akan melihat peluang usaha dan cenderung akan tergerak untuk ikut mengembangkan produk lokal yang ada di daerahnya. Sosialisasi produk lokal sebagai diversifikasi makanan pokok dan keunggulannya di kota-kota secara berkelanjutan, sosialisasi sangatlah penting dalam turut serta membentuk pola pikir masyarakat akan perlunya langkah diversifikasi makanan pokok dengan makanan  lokal dan keunggulan produk lokal yang ada. Selanjutnya adalah membiasakan memanfaatkan makanan lokal dan penganan lokal pada acara-acara kedinasan maupun acara dalam keluarga. Semua solusi hanya akan menjadi wacana belaka apabila pelaksanaannya tidak ada, langkah yang paling mudah dilakukan adalah dengan membiasakan memanfaatkan makanan lokal pada acara-acara keluarga maupun kedinasan, dengan semua pihak memanfaatkan produk lokal maka  derajat produk lokal juga akan semakin meningkat sehingga pengembangan selanjutnya akan semakin mudah.

Page 7: tugas

Setelah langkah-langkah jangka pendek terlaksana secara berkelanjutan, perlu juga langkah jangka panjang yang harus dilakukan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

a.                  Meningkatkan mutu produk pangan (dalam aspek nilai gizi, cita rasa, penampilan produk, keamanan pangan, dan kemasan).

b.                  Mengembangkan alternatif aneka produk pangan.

c.                  Peningkatan kualitas sumber daya manusia pedesaan di daerah penghasil komoditas dalam hal pengolahan, promosi, dan pemasaran produk.

d.                 Mengembangkan jaringan pemasaran melalui kegiatan kemitraan antara petani dengan pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan pemasaran (toko, warung, distributor).

e.                  Gerakan konsumsi pangan lokal yang sinergi dengan kebijakan dan promosi pengembangan pangan lokal baik pada industri jasa makanan (hotel dan restoran) maupun pada toko-toko, warung, dan distributor.

Hal-hal pendukung yang dapat dilakukan untuk mewujudkan pemanfaatan kearifan dan potensi pangan lokal untuk ketahanan pangan antara lain adalah dengan menjaga ketersediaan pangan sesuai potensi wilayah masing-masing, mengembangkan kerja sama jaringan dan informasi pangan lokal dalam daerah dan antardaerah, upaya diversifikasi konsumsi pangan, serta meningkatkan motivasi masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan berbasis kearifan lokal. Potensi pangan lokal di Indonesia semuanya harus digali dan dikembangkan. Tumbuhan yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan lahan pada wilayah tertentu diolah dan dikembangkan, dan tumbuhan yang sudah berkembang sesuai ekosistemnya dan mempunyai nilai produksi pada suatu wilayah harus tetap diolah dan dikembangkan pada wilayah itu. Apabila hal tersebut dapat dikembangkan maka kekayaan alam yang ada di Indonesia dapat berkembang sesuai karakter wilayahnya masing-masing dan akan memperkaya keanekaragaman pangan secara nasional.

            Sentra produksi padi tidak dapat dipaksakan ada di mana-mana walaupun saat ini padi merupakan makanan pokok masyarakat

Indonesia. Dengan kondisi curah hujan yang beragam, pewilayahan komoditas dapat dilakukan sehingga setiap daerah dapat

menghasilkan komoditas yang berbeda dalam waktu berbeda.  Ketahanan pangan ini bisa dicapai jika daerah memaksimalkan potensi

pangan masing-masing. Setiap daerah bisa mengembangkan pangan khas lokal yang bisa dijadikan identitas dan kekuatan lokal yang

luar biasa. Merujuk pada pengalaman di Amerika Serikat, yang memberi identitas untuk masing-masing negara bagian dengan potensi

lokal, seperti Florida yang disebut orange state, Georgia sebagai peach state, dan Wisconsin sebagai American dairy land. Tidak

menutup kemungkinan hal tersebut juga dapat diterapkan di Indonesia, bahkan kemungkinannya sangat besar mengingat potensi

produk khas daerah di Indonesia sangatlah beragam jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan Amerika. Bahkan, pangan

Indonesia tergolong unik dan jenisnya lebih beragam. Sehingga langkah ini sangat potensial untuk dijadikan referensi.

Sekalipun demikian, sumber daya tersebut masih perlu untuk terus dikembangkan. Perlu juga dikemas dengan

memerhatikan kecenderungan pasar. Hal ini karena baik pasar lokal maupun luar negeri terus menuntut kemampuan daya saing dari

produk pangan nasional.

Upaya ketahanan pangan berbasis kearifan lokal di daerah akan memperkaya komoditas pangan di Indonesia, sekaligus turut mendorong kemandirian pangan pada tingkat lokal maupun nasional pada masa yang akan datang.

Page 8: tugas

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Cetak Biru Road Map Swasembada Gula Nasional 2010-2014. Jakarta: Kementerian Pertanian.

Louhenapessy, J.E. dkk. 2010. Sagu: Harapan Dan Tantangan. Jakarta: Bumi Aksara.Food Review Referensi Industri & Teknologi Pangan Indonesia Volume VI No. 10 Oktober 2011.

Sumber Internet:Cahyanto, Sugeng Setya. 2012. Penguatan Kearifan Lokal Sebagai Solusi Permasalahan

Ketahanan Pangan Nasional. Dalam https://icssis.files.wordpress.com/2012/05/09102012-66.pdf  diakses pada 10 Desember 2012 pukul 5.28 WIB

Anonim 1. 2012. Diversifikasi Pangan Berbasis Potensi Lokal. Dalamhttp://www.bppt.go.id/index.php/component/content/article/56-bioteknologi-dan-farmasi/1203-diversifikasi-pangan-berbasis-potensi-lokal diakses pada 3 Desember 2012 pukul 20:43 WIB

Anonim 2. 2012. Pakar IPB: Maksimalkan Potensi Pangan Lokal. Dalam http://seafast.ipb.ac.id/latest-news/194-pakar-ipb-maksimalkan-potensi-pangan-lokal-/ diakses pada 4 Desember 2012 pukul 3:50 WIB

Page 9: tugas

Pelabelan Keamanan Pangan menjelaskan

inShare

digg

Sertifikasi Keamanan pangan sangat penting untuk perdagangan ritel makanan dan internasional. Tanpa produsen sertifikasi keamanan pangan

dan pemasok tidak dapat berharap untuk menjual produk mereka dalam rantai makanan. Ada risiko reputasi dan Bisnis yang signifikan melekat

pada jenis, tingkat dan sumber sertifikasi dan oleh karena itu dianjurkan untuk mendapatkan reputasi disertifikasi oleh badan pihak ketiga atas

standar yang diakui secara internasional.

Di sebagian besar negara masalah keamanan pangan yang dipantau oleh otoritas pemerintah yang berafiliasi yang pada gilirannya membuat

rekomendasi pada undang-undang dan makanan manajemen keselamatan yang merupakan dasar legislasi nasional dan standar. Contoh

otoritas nasional tersebutFood Standards Authority di Inggris, US Food and Drug Administration, dan Administrasi Negara Makanan dan Obat

Cina. Eropa Otoritas Keamanan Makanan (EFSA) juga melakukan penilaian risiko pada keamanan pangan dan pakan bekerjasama dengan

otoritas nasional untuk memberikan nasihat ilmiah independen dan komunikasi di negara berkembang atau yang sudah ada risiko. Para PBB

Organisasi Pangan dan Pertanian menerbitkan HACCP (Hazard Analysis dan Critical Control Points) pedoman yang merupakan bagian integral

dari standar keamanan pangan atas, ISO22000. Pedoman HACCP meliputi tujuh prinsip yang menyatakan, antara lain, bahwa produsen

makanan harus melakukan analisis bahaya pra-produksi untuk mengidentifikasi bahan kimia, biologis atau masalah fisik yang membuat makanan

tidak aman untuk dikonsumsi oleh manusia; menetapkan keamanan atau ~ titik kontrol sistem pemantauan ; dan melaksanakan pencatatan yang

komprehensif proses.

Penerapan prinsip-prinsip ini wajib di AS untuk produk makanan termasuk daging, jus dan makanan laut. Prinsip-prinsip HACCP membentuk

dasar bagi pihak ketiga sertifikasi keamanan pangan di banyak negara lain juga.

Para ISO 22000adalah standar global-diakui dikembangkan dari Organisasi Internasional untuk Standardisasi yang mengacu pada prinsip-prinsip

HACCP. Standar ini menguraikan sistem pangan manajemen keselamatan yang harus berlaku untuk semua organisasi, terlepas dari ukurannya,

yang terlibat dalam setiap aspek dari rantai makanan. Untuk memenuhi standar ini organisasi harus menunjukkan kemampuannya untuk

mengendalikan bahaya keamanan pangan o memastikan bahwa makanan benar-benar aman pada saat dikonsumsi manusia.

Para British Retail Consortium Standar Global untuk Keamanan Pangan, juga dikenal sebagai BRC Global Standar, dipercaya oleh pengecer

global untuk memberikan manajemen rantai pasokan serta kepatuhan hukum. Itu adalah standar yang sangat pertama di dunia yang telah

disetujui oleh Food komite Keamanan Global Initiative (GSFI) pembandingan.

GlobalGAP adalah sebuah organisasi keanggotaan yang menetapkan standar sukarela untuk sertifikasi pra-~ petani Good Agricultural Practices

dan produk pertanian. Standar GlobalGAP s diberikan oleh badan sertifikasi pihak ketiga di 80 negara global.

Standar terkemuka lainnya termasuk Sertifikasi Makanan yang diberikan Aliansi Utara yang berkelanjutan produk makanan Amerika. Sertifikasi

ini mencakup unsur-unsur seperti perlakuan manusiawi hewan, pengecualian hormon, non-terapi antibiotik, pestisida tertentu, dan tanaman GM

atau ternak, serta perlindungan tanah dan air.

SQF (Kualitas Makanan Aman) Sertifikasi menjamin bahwa keamanan pangan pemasok dan sistem manajemen mutu sesuai dengan peraturan

domestik dan internasional dan telah diberikan kepada perusahaan yang beroperasi di Asia-Pasifik, Eropa, Timur Tengah dan Amerika Utara dan

Selatan.

Page 10: tugas

Investing in Food Quality, Safety and Nutrition

Tanggal 27 hingga 28 Oktober yang lalu bertempat di Hotel Aryaduta Jakarta, Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center - LPPM IPB bekerjasama dengan The Borlaug Institute, Texas A & M University mengadakan konferensi internasional yang bertemakan Investing in Food Quality, Safety and Nutrition, Lessons Learned from Current Food Crisis. Dalam kesempatan tersebut, Profesor (Em.) Ken Buckle dari University of New South Wales, Australia, berbagi fakta mengenai kondisi harga pangan dunia yang mencapai harga tertinggi selama 30 hingga 50 tahun terakhir. “Ketersediaan pangan tidak bisa mengimbangi permintaan yang ada. Tingginya permintaan adalah dampak dari pertumbuhan ekonomi dan populasi penduduk terutama di Cina dan India. Dampak sosial juga turut timbul akibat tingginya harga pangan yaitu penduduk berpenghasilan rendah tidak dapat menjangkau harga pangan,” ujar Buckle.

Buckle mengungkapkan agar tercipta ketahanan dan ketersediaan pangan di dunia maka perlu dilakukan berbagai usaha. Peningkatan produktivitas pangan, penggunaan teknologi, pengembangan teknologi pertanian yang tahan terhadap perubahan iklim, penekanan kehilangan pasca panen, kebijakan tanaman pangan yang adil serta penanaman tanaman sebagai bahan bakar nabati yang tidak bersaing dengan lahan, air dan faktor-faktor produksi tanaman pangan merupakan beberapa usaha yang dapat menjamin ketahanan dan ketersediaan pangan dunia. Peran ilmu dan teknologi pangan dalam pengawetan pangan serta teknologi pasca pangan sangat penting bagi kualitas akhir produk pangan. Oleh karena itu, Buckle menyatakan bahwa teknologi harus digunakan untuk mengatasi permasalahan pangan yang terjadi. Sementara itu, IFT’s representative to the Codex Committee on Nutrition and Foods for Special Dietary Uses (CCNFSDU) dari Texas A&M University, Rosemary Walzem, Ph.D. menyatakan bahwa saat ini di banyak negara termasuk Indonesia sedang terjadi transisi demografis, nutrisional dan epidemiologis yang menyebabkan timbulnya banyak permasalahan antara lain under-nutrition dan over-nutrition. Harga bahan pangan yang meningkat tajam membuat penduduk miskin semakin sulit membeli pangan dan mengakibatkan jumlah penduduk yang menderita malnutrisi semakin banyak. Sementara itu, penduduk dengan daya beli tinggi cenderung mengkonsumsi bahan pangan kaya energi atau lemak namun rendah zat gizi lain sehingga terjadi permasalahan over-nutrisi. Pencegahan permasalahan tersebut menurut Rosemary membutuhkan kerjasama di antara para stakeholders yakni pemerintah, pelaku industri dan konsumen.Senior Program Advisor of The United Nations World Food Programme (WFP) Bureau for Asia, Rita Bhatia mengungkapkan pentingnya memproduksi bahan pangan secara mandiri baik oleh pemerintah daerah melalui kebijakan otonomi daerah dalam mengelola sumberdaya wilayah, maupun oleh pemerintah pusat. Bahan pangan dengan zat gizi yang cukup dapat diproduksi dengan memanfaatkan potensi lingkungan, teknologi dan masyarakat lokal. Rita juga menunjukkan beberapa bahan pangan produksi lokal yang telah berhasil dipasarkan bekerjasama dengan WFP, antara lain adalah fortified blended/ biscuit foods for children serta ready to eat foods. Sementara itu, Ketua Koalisi Fortifikasi Indonesia sekaligus ketua Danone Institute (Nutrition) Indonesia, Prof. (Em.) Soekirman menyatakan bahwa permasalahan ketahanan pangan dan gizi sebenarnya bukan terletak pada ketersediaan bahan pangan. Soekirman menjelaskan lebih lanjut bahwa permasalahan ketahanan pangan terletak terutama pada distribusi dan kemudahan dalam mendapatkan bahan pangan bagi masyarakat miskin. Pencegahan permasalahan ganda dari malnutrisi dan overnutrisi adalah dengan cara menerapkan komunikasi, informasi serta pendidikan yang efektif dan profesional kepada

Page 11: tugas

masyarakat mengenai keseimbangan makanan. Kampanye yang efektif tentang pentingnya berolahraga juga merupakan salah satu pencegahan permasalahan ganda tersebut.

Membahas mengenai ketahanan pangan maupun kualitas dan keamanan pangan menurut Direktur SEAFAST Center, Purwiyatno Hariyadi, tentu saja tidak lepas dari peran aktif para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) atau usaha mikro dalam bidang pertanian maupun industri pangan yang berjumlah sekitar 99% dari total usaha atau industri di Indonesia. Usaha yang menyerap 96% total pekerja tersebut seringkali menghadapi berbagai masalah terutama permasalahan keamanan pangan. Hal ini dibuktikan dengan berbagai penolakan produk pangan impor dari Indonesia akibat produk tersebut dinilai tidak memiliki kualitas keamanan pangan yang baik.

Permasalahan keamanan pangan terutama disebabkan karena pengetahuan dasar mengenai keamanan pangan dalam mengolah bahan pangan umumnya tidak diketahui oleh para pelaku UKM. Oleh karena itu, peningkatan keamanan pangan terutama melalui empowerment dan transfer teknologi guna meningkatkan mutu dan daya saing produk baik di pasar lokal maupun internasional sangat penting dilakukan. Membahas mengenai harga bahan pangan dunia, Wakil presiden untuk Product Development, Quality Assurance, and Regulatory Affairs, ADM Milling Co. USA, Don Sullins menyatakan bahwa harga bahan pangan yang tinggi serta zat gizi bahan pangan yang terbatas saat ini menyebabkan perubahan pada usaha penelitian dan pengembangan. Negara yang telah berkembang akan berkonsentrasi pada pangan untuk kesehatan dan kemudahan untuk memperoleh pangan tersebut, sedangkan negara yang sedang berkembang berusaha untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dasar dan kesinambungan ketersediaan pangan. Sullins berpendapat bahwa hanya melalui kerjasama antara pemerintahan, universitas dan industri, sebuah usaha bersama dapat dihasilkan guna menyediakan kebutuhan sumberdaya usaha penelitian dan pengembangan untuk mengembangkan dan mendistribusikan pangan keseluruh wilayah yang terkena dampak krisis pangan.

Wakil Presiden Research and Development Kraft Food untuk Asia pasifik, James R. Andrade membahas mengenai tantangan dan kesempatan industri pangan dalam menjamin kualitas, gizi dan keamanan pangan. Tantangan di bidang industri pangan dan meresahkan masyarakat baru-baru ini adalah kontaminasi melamin pada susu di Cina. Disinggung mengenai produk Kraft yang ditemukan mengandung susu bermelamin di Cina tersebut, Andrade menjawab susu yang digunakan sebagai bahan baku produk Kraft di Cina berasal dari Australia dan terbukti bebas zat melamin.

Menurut Andrade, industri pangan seperti halnya Kraft Food harus menerapkan Quality Management System yaitu sebuah sistem yang berguna untuk mengkomunikasikan desain dan keamanan pangan. Sistem manajemen tersebut diharapkan dapat menjawab tantangan untuk menghasilkan produk pangan yang aman untuk dikonsumsi oleh konsumen.

Industri penyedia jasa pangan seperti halnya industri pangan lainnya, pada krisis saat ini jasa menemukan berbagai tantangan dan peluang dalam menyediakan kualitas, zat gizi dan keamanan pangan. Menurut Professor dari Hospitality and Tourism Management di Virginia Tech, Mahmood A. Khan, krisis adalah sebuah titik balik untuk hal yang lebih baik atau lebih buruk. Dalam masalah pangan yang bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keberlangsungan masyarakat, keamanan dan kualitas pangan tidak dapat dikompromikan. Oleh karena itu, Khan menyatakan bahwa krisis pangan harus diartikan sebagai titik balik untuk hal yang lebih baik. Karena krisis dapat menjadi peluang untuk merencanakan

Page 12: tugas

peningkatan kualitas, keamanan dan gizi serta menerapkan sebagai pembelajaran di masa depan agar tidak terulang Fri-20

Page 13: tugas

Meningkatkan Ketahanan Pangan Indonesia Berbasis Sumber Daya LokalON  1 M A R E T 2 0 1 3   ·   IN  B E R I T A

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut UU RI nomor 7 tahun 1996 tentang

pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan hak asasi bagi setiap individu di Indonesia. Oleh karena itu

terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. Selain itu

pangan juga memegang kebijakan penting dan strategis di Indonesia berdasar pada pengaruh yang dimilikinya

secara sosial, ekonomi, dan politik. Konsep ketahanan pangan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang RI

nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu dan

rumahtangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang cukup, aman, serta bergizi

untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain itu aspek

pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangakau oleh masyarakat juga

tidak boleh dilupakan. Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk menyatakan situasi pangan pada

berbagai tingkatan yaitu tingkat global, nasional, regional, dan tingkat rumah tangga serta individu yang

merupakan suatu rangkaian system hirarkis. Hal ini menunjukkan bahwa konsep ketahanan pangan sangat luas

dan beragam serta merupakan permasalahan yang kompleks. Namun demikian dari luas dan beragamnya

konsep ketahanan pangan tersebut intinya bertujuan untuk mewujudkan terjaminnya ketersediaan pangan bagi

umat manusia. Bagi Indonesia, ketahanan pangan masih sebatas konsep. Pada prakteknya, permasalahan

ketahanan pangan di Indonesia masih terus terjadi, masalah ini mencakup empat aspek aspek pertama ialah

aspek produksi dan ketersediaan pangan. Ketahanan pangan menghendaki ketersediaan pangan yang cukup

bagi seluruh penduduk dan setiap rumah tangga. Dalam arti setiap penduduk dan rumah tangga mampu untuk

mengkonsumsi pangan dalam jumlah dan gizi yang cukup. Permasalahan aspek produksi diawali dengan

ketidakcukupan produksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Hal ini disebabkan oleh laju

pertumbuhan produksi pangan yang relatif lebih lambat dari pertumbuhan permintaannya. Permasalahan ini

akan berpengaruh pada ketersediaan bahan pangan.

Ketersediaan bahan pangan bagi penduduk akan semakin terbatas akibat kesenjangan yang terjadi antara

produksi dan permintaan. Selama ini, permasalahan ini dapat diatasi dengan impor bahan pangan tersebut.

Namun, sampai kapan bangsa ini akan mengimpor bahan pangan dari luar? Karena hal ini tidak akan membuat

bangsa ini berkembang. Sebaliknya akan mengancam stabilitas ketahanan pangan di Indonesia dan juga

Page 14: tugas

mengancam produk dalam negeri. Aspek selanjutnya ialah aspek distribusi. Permasalahan di dalam

permbangunan ketahanan pangan adalah distribusi pangan dari daerah sentra produksi ke konsumen di suatu

wilayah. Distribusi adalah suatu proses pengangkutan bahan pangan dari suatu tempat ke tempat lain,

biasanya dari produsen ke konsumen. Berikut ini merupakan ilustrasi yang menggambarkan permasalahan

distribusi pangan di Indonesia. Thailand merupakan negara pengekspor beras terbesar di dunia, sementara

Indonesia merupakan negara pengimport beras. Berdasarkan data, harga produksi rata-rata gabah atau beras

antara Indonesia dan Thailand tidak terlalu berbeda jauh sekitar 100 USD per ton. Namun harga beras di

pasaran antara Thailand dan Indonesia cukup berbeda jauh. Harga beras di Indonesia sampai awal tahun 2004

berkisar antara Rp. 2.750, 00 – Rp. 3.000, 00. Harga beras di Thailand lebih lebih murah dibandingkan itu. Hal

ini dapat menunjukkan bahwa permasalahan yang terjadi tidak hanya pada skala produksi, namun juga

terdapat pada rantai distribusi beras tersebut dapat sampai pada konsumen. Berikut ini ada empat akar

permasalahan pada distribusi pangan, yang dihadapi. Pertama, dukungan infrastruktur, yaitu kurangnya

dukungan akses terhadap pembangunan sarana jalan, jembatan, dan lainnya. Kedua, sarana transportasi, yakni

kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat di dalam pemeliharaan sarana transportasi kita. Ketiga,

sistem transportasi, yakni sistem transportasi negara kita yang masih kurang efektif dan efisien. Selain itu juga

kurangnya koordinasi antara setiap moda transportasi mengakibatkan bahan pangan yang diangkut sering

terlambat sampai ke tempat tujuan. (4) masalah keamanan dan pungutan liar, yakni pungutan liar yang

dilakukan oleh preman sepanjang jalur transportasi di Indonesia masih sering terjadi. Aspek lain yang tak kalah

penting ialah aspek konsumsi. Permasalahan dari aspek konsumsi diawali dengan suatu keadaan dimana

masyarakat Indonesia memiliki tingkat konsumsi yang cukup tinggi terhadap bahan pangan beras. Berdasarkan

data tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras sekitar 134 kg per kapita. Walaupun kita

menyadari bahwa beras merupakan bahan pangan pokok utama masyarakat Indonesia. Keadaan ini dapat

mengancam ketahanan pangan negara kita. Jika kita melihat bahwa produksi beras Indonesia dari tahun ke

tahun yang menurun tidak diimbangi dengan tingkat konsumsi masyarakat terhadap beras yang terus

meningkat. Walaupun selama ini keadaan ini bisa teratasi dengan mengimport beras. Namun sampai kapan

negara ini akan terus mengimport beras? Pertanyaan ini perlu kita perhatikan. Pola konsumsi masyarakat

terhadap suatu bahan pangan sangat dipengaruhi oleh dua faktor, diantaranya : tingkat pengetahuan

masyarakat tersebut terhadap bahan pangan atau makanan yang dikonsumsi dan pendapatan masyarakat.

Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap bahan pangan juga sangat mempengaruhi pola konsumsi

masyarakat tersebut. Apabila suatu masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bahan pangan

yang sehat, bergizi, dan aman untuk dikonsumsi. Maka masyarakat tersebut tentunya akan lebih seksama

dalam menentukan pola konsumsi makanan mereka. Selain itu, pendapatan masyarakat sangat berpengaruh di

dalam menentukan pola konsumsi masyarakat. Berdasarkan data dari BPS mengenai hubungan antara skor

pola pangan harapan (PPH) suatu masyarakat dengan tingkat pengeluaran per kapita per bulan. Terdapat

hubungan positif dianta keduanya, yakni semakin tinggi tingkat pengeluaran per kapita per bulan suatu

masyarakat maka akan semakin tinggi pula pola pangan harapan masyarakat tersebut. Aspek terkhir ialah

Page 15: tugas

aspek kemiskinan. Ketahanan pangan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek kemiskinan. Kemiskinan

menjadi penyebab utamanya permasalahan ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan tingkat

pendapatan masyarakat yang dibawah rata-rata sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan

mereka sendiri. Tidak tercukupi pemenuhan kebutuhan masyarakat dikarenan daya beli masyarakat yang

rendah juga akan mempengaruhi tidak terpenuhinya status gizi masyarakat. Tidak terpenuhinya status gizi

masyarakat akan berdampak pada tingkat produktivitas masyarakat Indonesia yang rendah. Status gizi yang

rendah juga berpengaruh pada tingkat kecerdasan generasi muda suatu bangsa. Oleh karena itu daptlah kita

lihat dari tahun ke tahun kemiskinan yang dikaitkan dengan tingkat perekonomian, daya beli, dan pendapatan

masyarakat yang rendah sangat berpengaruh terhadap stabilitas ketahanan pangan di Indonesia. Dari berbagai

aspek permasalahan di atas, sebenarnya ada beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh bangsa kita agar

memiliki ketahanan pangan yang baik. Diantara solusi tersebut ialah diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan

adalah suatu proses pemanfaatan dan pengembangan suatu bahan pangan sehingga penyediaannya semakin

beragam. Latar belakang pengupayaan diversifikasi pangan adalah melihat potensi negara kita yang sangat

besar dalam sumber daya hayati. Indonesia memiliki berbagai macam sumber bahan pangan hayati terutama

yang berbasis karbohidrat. Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik bahan pangan lokal yang sangat

berbeda dengan daerah lainnya. Diversifikasi pangan juga merupakan solusi untuk mengatasi ketergantungan

masyarakat Indonesia terhadap satu jenis bahan pangan yakni beras. Selanjutnya ialah mendukung secara

nyata kegiatan peningkatan pendapatan in situ (income generating activity in situ). Peningkatan pendapatan in

situ bertujuan meningkatan pendapatan masyarakat melalui kegiatan pertanian berbasis sumber daya lokal.

Pengertian dari in situ adalah daerah asalnya. Sehingga kegiatan peningkatan pendapatan ini dipusatkan pada

daerah asal dengan memanfaatkan sumber daya lokal setempat. Kegiatan ini dapat mengikuti permodelan

klaster dimana dalam penerapannya memerlukan integrasi dari berbagai pihak, diantaranya melibatkan

sejumlah besar kelompok petani di beberapa wilayah sekaligus. Kegiatan ini juga harus melibatkan integrasi

proses hulu-hilir rantai produksi makanan. Pertumbuhan dari kegiatan hulu-hilir membutuhkan dukungan dari

teknologi. Teknologi dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi. Inilah tugas dari akademisi. Akademisi

berperan untuk melahirkan penelitian yang tidak hanya dapat diterapkan pada skala lab namun juga dapat

diterapkan pada skala industri. Akademisi menjembatani teknologi sehingga dapat diterapkan pada skala

industrialisasi. Hal ini meningkatkan efektifitas dan efisiensi industrialisasi. Model kelompok industri meliputi

serangkaian program, diantaranya : 1. Pengembangan sumber daya manusia oleh partner industri 2. Persiapan

penanaman modal untuk inisiasi konstruksi dan sistem produksi 3. Pengembangan brbagai macam produk

pangan yang dapat di proses secara komersial dan dijual ke pasaran 4. Penerapan konsultasi dan pengawasan

dalam penanganan komoditas dan keamanan produk kepada para petani sehingga dapat memenuhi kualitas

standart yang diterapkan oleh industri 5. Pengembangan dan penerapan operasi prosedur standar dari pabrik

6. Inisiasi dan memperkuat jaringan dengan perusahaan untuk pemasaran produk Klaster merupakan

kumpulan berbagai kelompok petani, dimana satu kelompok petani merupakan satu industri kecil yang

bekerjasama untuk memproses bahan tertentu dan mengubahnya menjadi bahan setengah jadi utnuk siap

Page 16: tugas

dipasok ke industri. Teknologi berperan penting di dalam penginovasian produk sehingga dapat memiliki nilai

tambah. Oleh karena itu perlu adanya industrialisasi pengembangan teknologi dari skala lab ke skala industri.

Penerapan teknologi ke dalam skala komersial diperlukan adanya kerjasama dengan industri pangan.

Kerjasama ini dapat memberikan manfaat kepada pihak petani. Para petani dapat meningkatkan pendapatan

mereka melalui komoditi tertentu yang dijual kepada puhak industri. Secara tidak langsung melalui kegiatan ini

dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Stakeholder dalam BUMP (Badan Usaha Milik Petani) memiliki

fungsi sebagai berikut : 1. Kelompok petani : Pengupayaan konservasi penanaman tanaman lokal berdasar

pada sistem bercocok tanam yang baik (good agriculture practices), menghasilkan komoditas lokal yang dapat

memenuhi standar kualitas, 2. Pemerintah lokal : Mengkoordinasi fasilitas dan program inventarisasi untuk

rotasi tanaman dan supervisi petani, bekerjasama dengan pihak akademisi untuk meningkatkan produktivitas,

bekerjasama dengan pihak industri dalam meningkatkan kontribusi petani di dalam program pengembangan

industri, menyediakan alternatif modal untuk pertanian, dan mendukung pengembangan kooperasi dari KUD

(Koperasi Unit Desa). 3. Industri : (a) mempersiapkan pembentukan dan manajerial dari kelompok industri yang

tergabung dalam empat pilar, yakni kelompok petani, pemerintah lokal, industri, dan akademisi; (b)

mempersiapkan rencana strategis untuk pengembangan masa depan industri; (c) percepatan transfer teknologi

dan ilmu pengetahuan di dalam teknologi proses, manajerial sumberdaya manusia, pengaturan tanaman dan

industri, termasuk penanaman kembali modal; (d) membuka pasar dan menjamin pemasaran produk; (e)

memperkuat pertumbuhan kerjasama dengan pihak industriuntuk pemasaran produk. 4. Akademisi : (a)

memfasilitasi pengembangan dari teknologi penanaman dan produk berbasis lokal yang memiliki potensi pasar;

(b) merekomendasikan pemecahan masalah di dalam pengembangan industri. Dari keempat elemen ini, tentu

saja diperlukan adanya kerjasama dan integrasi yang baik dari setiap stakeholder sehingga dapat menjalankan

program pengembangan industri sumber daya lokal. Kegiatan peningkatan pendapatan melalui pengembangan

kelompok industri diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkuat ketahanan pangan dalam waktu jangka

panjang, diantaranya : (a) meningkatkan nilai tambah dari komoditi lokal; (b) menyediakan komoditi lokal yang

memiliki potensi secara komersial; (c) mendorong pengembangan desa melalui kegiatan peningkatan

pendapatan berdasar padapertanian lokal; (d) mendukung ketahanan pangan dalam jangka panjang; (e)

memberikan solusi terhadap permasalahan pengangguran dan kemiskinan terutama pada masyarakat

pedesaan. Melalui diversifikasi pangan dan kegiatan peningkatan peningkatan pendapatan berbasis

sumberdaya lokal diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan di Indonesia dalam waktu jangka panjang.

Sumber : http://nugrohogalih.wordpress.com/2009/02/06/meningkatkan-ketahanan-pangan-indonesia-berbasis-

sumber-daya-lokal/

Share