Upload
weslyrambulangi
View
213
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tafonomi molusca
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
MAKROPALEONTOLOGI
TAFONOMI MOLUSKA
Disusun Oleh:
Wesly Rambu Langit
21100113120054
LABORATORIUM PALEONTOLOGI,
GEOLOGI FOTO DAN GEOLOGI OPTIK
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
DESEMBER 2014
PEMBAHASAN
Tafonomi adalah studi yang mempelajari proses-proses geologi yang
terjadi setelah organism mati sampai menjadi fosil. Kata Tafonomi sendiri berasal
dari bahasa Prancis yaitu Thapos: penguburan dan nomos yang berarti aturan.
Tafonomi ini pertama kali muncul pertama sekali pada tahun 1940 oleh Ilmuan
Rusian Ivan Infremov yang menjelaskan tentang sisi, bagian dan produk (fosil)
organisme.
Tafonomi dalam bidang Geologi biasanya menggunakan fosil indeks
berupa moluska. Penggunaan fosil Moluska didasarkan pada Jumlah organisme
ini yang paling banyak dan persenbarannya luas, oleh karena dapat hidup di
lingkungan air ataupun darat, sehingga banyak digunakan dalam analisis naik
turunnya suatu muka air laut yang didasarkan pada system tract.-nya.
Gambar 1 System track
Dalam pembuatan penampang kali ini, didasarkan pada formasi , dimana
formasi kerek sendiri tersusun atas satuan litologi perselingan batulempung napal,
batupasir tufaan, batulanau serta batugamping. Kemudian dalam pembuatan
penampamg sendiri, menggunakan skal 1:100
Pada Lapisan pertama dari penampang ini ditemukan litologi berupa
batupasir halus setebal 50 cm, di mana pada lapisan tersebut terlihat adanya
cangkang bivalve berupa pelecypoda dan gastropoda dengan Tingkat keragaman
jenisnya yang tinggi, fragmentasi yang tinggi dimana sebagian besar cangkang
sudah tidak terartikulasi dengan baik. Jika dilihat dari adanya jenis moluska yang
ditemukan yang terdiri atas beberapa jenis, maka diinterpretasikan bahwa kondisi
lingkungan saat hewan ini hidup pada kondisi yang cukup baik. Yang
menyebabkan populasi hewan ini tinggi. Kondisi yang baik dalam hal ini
didasarkan pada kondisi arus yang tenang dan cahaya matahari serta oksigen yang
cukup besar. Hewan ini hidup pada kondisi air yang tenang, sehingga
diinterpretasikan bahwa kondisi saat air laut naik yang memiliki kondisi arus yang
tenang. Biasanya pada kondisi arus yang tenang akan diendapkan material
sediment yang berukuran halus. Selain itu juga ditemukan struktur sediment
berupa nodule yang mana struktur sedimen seperti ini, banyak terbentuk pada
kondidi arus yang tenang. Sedangkan pada sebagian lapisan ini juga ditemukan
pecahan cangkang dari pelecypoda dan gastropoda. Selain itu juga ditemukan
bentuk cangkang yang utuh dalam lapisan sediment. Hal ini diinterpretasikan
terjadi akibat pengaruh perubahan air laut yang sebelumnya naik kemudian mulai
berangsunr turun. Karena pada saat fase transisi maka akan terjadi perubahan arus
yang kemudian dapat menyebabkan cangkang hewan pecah akibat dari pengaruh
hantaman ombak. Sehingga dipekirakan lapisan ini terbentuk pada saat trangresi
atau air laut naik namun pada jenis TST Early.
Pada lapisan yang kedua tersusun atas litologi berupa batulanau setebal 2 m
dengan komposisi cangkang bivalve yang masih utuh dan pada beberapa bagian,
terdapat cangkang yang tersedimenkan pada posisi hidup. Pada lapisan batuan ini
keragaman jenis mulai berkurang dan cangkang tidak sebanyak pada lapisan
pertama. Dari lapisan yang kedua ini diindikasikan sebagai lanjutan dari proses
yang terjadi pada lapisan yang pertama, hal tersebut didasarkan oleh karena pada
lapisan ini ditemukan moluska dengan tingkat keanekaragaman yang sedikit. Hal
ini diinterpretasikan akibat perubahan kondisi air laut yang dilihat dari arus yang
kemungkinan telah mengalami perubahan dari yang sebelumnya meluap
kemudian mulai berkurang dan arus akan berubah menjadi tinggi. Hal ini yang
akan menyebabkan banyak organisme yang ketika organisme tersebut mulai
berlindung di bawah lapisan sedimen yang unconsolidated. Hal ini yang
menyebabkan banyak ditemukannnya fosil organisme pada posisi yang sama saat
mereka masih hidup. Sedangkan hal lain yang mungkin adalah terdapatnya
pecahan cangkang yang ada pada lapisan tersebut yang kemungkinan terjadi saat
arus dari laut mulai meningkat. Oleh karena itu, maka dapt diinterpretasikan
bahwa lapisan ini terendapkan pada saat air laut sudah melewati batas maximum
atau perlahan mulai turun atau saat TST Late. Selain itu juga ditemukan sebagian
dari fosilnya yang masih utuh dan sebagiannya yang lain sudah hancur dan
jumalah fosil yang ditemukan juga dengan jumlah yang sedikit.
Gambar 2. Keadaan Saat TST
Pada lapisan ketiga merupakan lapisan batulanau setebal 1 m dengan
komposisi cangkang dengan ukurannya yang relative kecil, terlihat dari growth
line cangkang yang masih sedikit, sebagian besar cangkang masih terawetkan
pada posisi hidupnya. Jika dilihat dari cangkang yang masih berukuran cukup
kecil, maka diinterpretasikan bahwa organisme ini hidup pada kondisi pada saat
jumlah makanan yang sedikit dan kondisi lingkungannya yang tidak begitu baik.
Sehingga diperkirakan sebagian bahwa pada saat kondisi tersebut, banyak
organisme yang kemungkinan sedang mencari makan yang menyebabkan adanya
fosil hewan ini yang ditemukan dalam posisi seperti hewan dia hidup. Dari
analisis tersebut, maka diinterpretasikan bahwa lapisan sedimen ini terendapkan
pada saat air laut mengalami penurunan setelah sebelumnya naik. Sehingga dapat
digolongkan pada jenis HST Early. Karena jumlah fosil dan ukuran fosilnya yang
mulai mengecil.
Sedangkan untuk lapisan yang lapisan 4 sampai pada lapisan yang ke 6
merupakan perselingan lapisan batulanau berfragmen cangkang dengan
batulempung massif tanpa fragmen cangkang setebal 7 m. Berdasarkan pada
kondisi tersebut, maka diinterpretasikan bahwa kondisi arus laut saat itu tenang.
Sehingga pada kondisi yang tenang maka saat itu air laut berada dalam kondisi
yang pasang. Selain itu dengan adanya peselingan batulanau dan lempung ini
maka diperkirakan sedang terjadi proses pembentukan batulempung. Dari hal
tersebut kemudian diperkirakan lapisan ini terendapkan saat HST Late.
Gambar 3. Kondisi saat HST