17
1 PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS DAN TPS PADA SISWA KELAS VII SMP N 1 BANCAK KABUPATEN SEMARANG Tugas Akhir Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi S1 Pendidikan Matematika Oleh: Agustina Liyanida 202013040 PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

Tugas Akhir · 2018. 4. 20. · Akhir Semester (UAS) matematika siswa . semester 1 SMP Negeri 1 Bancak Tahun Pelajaran 2016/2017 dari masing-masing kelas. Sebelum dilakukan proses

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN

    MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS DAN TPS PADA

    SISWA KELAS VII SMP N 1 BANCAK KABUPATEN SEMARANG

    Tugas Akhir

    Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana

    Pendidikan Program Studi S1 Pendidikan Matematika

    Oleh:

    Agustina Liyanida

    202013040

    PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2017

  • 2

  • 3

  • 4

  • 5

  • 6

    PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN

    MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS DAN TPS PADA

    SISWA KELAS VII SMP N 1 BANCAK KABUPATEN SEMARANG

    Agustina Liyanida1 , Sutriyono

    2

    Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

    Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711

    Email : [email protected]

    Abstraks

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika dengan

    menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two Stray) dan TPS (Think

    Pair Share) pada siswa kelas VII SMP N 1 Bancak. Metode penelitian yang digunakan adalah

    penelitian eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP

    Negeri 1 Bancak semester 2 tahun ajaran 2016/2017 sebanyak 118 siswa. Pengambilan sampel

    dilakukan dengan teknik Cluster Random Sampling dan diperoleh siswa kelas VIII C sebagai

    kelompok kontrol dengan menggunakan model TSTS dan siswa kelas VII D sebagai kelompok

    eksperimen dengan menggunakan model TPS dengan jumlah siswa masing-masing kelas

    sebanyak 29 siswa. Desain dalam penelitian ini menggunakan control group pre-test post-test.

    Hasil analisis data menunjukkan rata-rata hasil belajar siswa menggunakan model TPS (Think

    Pair Share) = 78,97 dengan nilai standar deviasi (SD) = 5.571 lebih tinggi daripada nilai rata-

    rata hasil belajar siswa menggunakan model TSTS (Two Stay Two Stray) = 74,66 dengan nilai

    standar deviasi (SD) = 4.805. Hasil hipotesis dengan menggunakan uji Mann Whitney U dengan

    taraf kesukaran α = 0,05 diperoleh nilai signifikan < 0,05 diperoleh hasil 0,003 < 0,05 sehingga

    dalam penelitian ini hipotesis nihil di tolak dan hipotesis diterima, dengan demikian

    diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika dengan menggunakan

    model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two Stray) dan TPS (Think Pair Share)

    pada siswa kelas VII SMP N 1 Bancak.

    Kata Kunci : Hasil Belajar Matematika, Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray),

    Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share).

    PENDAHULUAN

    Matematika merupakan obyek studi

    yang membutuhkan pemikiran, artinya

    dalam mempelajari matematika diperlukan

    kemampuan berpikir matematik yaitu

    kemampuan untuk melaksanakan kegiatan

    dan proses matematik. Pembelajaran

    matematika bersifat abstrak maka diperlukan

    suatu cara untuk mengelola proses belajar

    mengajar sehingga matematika mudah

    dipahami oleh siswa dengan baik dan lebih

    berarti serta bermanfaat dalam kehidupan

    mereka. Pembelajaran matematika pada

    umumnya masih merupakan hal yang

  • 7

    ditakuti oleh banyak siswa. Hal ini dapat

    terlihat langsung dari pencapaian

    matematika siswa yang relatif buruk

    dibandingkan dengan mata pelajaran lain

    (Tambunan, 2006).

    Pada kenyataannya mutu pendidikan

    di Indonesia masih tergolong rendah.

    Berdasarkan data UNESCO yang dirilis

    pada Jumat (24/02/2012), mutu pendidikan

    matematika di Indonesia berada pada

    peringkat 34 dari 38 negara yang diamati.

    Data lain yang menunjukkan rendahnya

    prestasi matematika siswa Indonesia dapat

    dilihat dari hasil survei Pusat Statistik

    Internasional untuk Pendidikan (National

    Center for Education in Statistics, 2003)

    terhadap 41 negara dalam pembelajaran

    matematika, dimana Indonesia mendapatkan

    peringkat ke 39 di bawah Thailand dan

    Uruguay.

    Menurut Nasution (2006:36), hasil

    belajar merupakan hasil dari suatu interaksi

    tindak belajar mengajar dan biasanya

    ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan

    guru, tes tersebut dapat berupa ulangan

    harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes

    lisan yang dilakukan selama pembelajaran

    berlangsung, tes akhir semester, dan

    sebagainya. Faktor yang mempengaruhi

    hasil belajar oleh Rusman (2012:124)

    diklasifikasikan menjadi 2, yaitu; faktor

    internal (faktor yang berasal dari diri siswa)

    dan faktor eksternal (faktor yang berasal dari

    luar diri siswa). Salah satu faktor eksternal

    adalah model pembelajaran.

    Permendikbud Nomor 41 Tahun

    2007 tentang Standar Proses menyebutkan

    bahwa guru hendaknya memberi fasilitas

    kepada peserta didik untuk berpartisipasi

    secara aktif serta memberikan ruang yang

    cukup untuk menyalurkan kreativitas sesuai

    bakat dan minatnya di dalam pembelajaran.

    Proses tersebut dapat dilakukan dengan

    memberikan kesempatan belajar peserta

    didik untuk belajar secara berkelompok.

    Salah satu model pembelajaran yang

    potensial untuk diterapkan adalah model

    pembelajaran kooperatif (cooperative

    learning).

    Menurut Isjoni (2013:15)

    Cooperative learning berasal dari kata

    cooperative yang artinya mengerjakan

    sesuatu secara bersama-sama dengan saling

    membantu satu sama lainnya sebagai satu

    kelompok atau satu tim. Model

    pembelajaran kooperatif menurut Slavin

    (2009:11-26) terbagi atas beberapa tipe,

    yaitu Student Teams Achievement Division

    (STAD), Teams Game and Tournament

    (TGT), Jigsaw, Cooperative Integrated

  • 8

    Reading and Composition (CIRC), Team

    Assisted Individualization (TAI), Group

    Investigation (GI), Two Stay Two Stray

    (TSTS), Learning Together, Complex

    Instruction, dan Structure Dyadic Methods.

    Menurut Jhonson dalam Lie

    (2007:30), untuk mencapai hasil yang

    maksimal dalam model pembelajaran

    kooperatif terdapat lima unsur yang harus

    diterapkan yaitu; saling ketergantungan

    positif, tanggung jawab perorangan, tatap

    muka, komunikasi antar anggota, dan

    evaluasi proses kelompok. Model

    pembelajaran TSTS dan TPS dipilih karena

    model pembelajaran ini memungkinkan

    siswa lebih aktif dan bertanggung jawab

    dalam memahami materi pembelajaran

    matematika sehingga diharapkan hasil

    belajar siswa dapat meningkat.

    Model pembelajaran kooperatif tipe Two

    Stay Two Stray (TSTS) atau teknik Dua

    Tinggal Dua Tamu ini dikembangkan oleh

    Specer Kagan pada tahun 1992. Menurut Lie

    dalam Sukran (2014:6), teknik ini

    memberikan kesempatan kepada setiap

    kelompok untuk membagikan hasil dan

    informasi yang diperoleh dari hasil diskusi

    kelompoknya kepada kelompok lain dengan

    cara saling mengunjungi atau bertamu antar

    kelompok. Langkah-langkah TSTS menurut

    Lie (2002 : 60) adalah; 1) Siswa bekerja

    sama dalam kelompok berempat seperti

    biasa 2) Dua siswa dari masing-masing

    kelompok akan meninggalkan kelompoknya

    dan bertamu ke kelompok yang lain 3) Dua

    siswa yang tinggal dalam kelompok

    bertugas membagikan hasil kerja dan

    informasi kepada tamu 4) Tamu mohon diri

    dan kembali kekelompok masing-masing

    dan melaporkan temuan mereka dari

    kelompok lain 5) Tamu mohon diri dan

    kembali kekelompok masing-masing dan

    melaporkan temuan mereka dari kelompok

    lain

    Model pembelajaran TPS menurut

    Wang (2009:103) menyatakan bahwa proses

    pembelajaran kooperatif TPS dimulai

    dengan guru memberikan permasalahan

    secara individu selanjutnya dibicarakan

    dengan pasangannya kemudian didiskusikan

    di kelas. Menurut Warsono dan Hariyanto

    (2014:203) langkah-langkah pembelajaran

    model TPS yaitu siswa duduk berpasangan,

    guru melakukan presentasi dan kemudian

    mengajukan pertanyaan, siswa diberi

    kesempatan berfikir secara mandiri, siswa

    kemudian saling berbagi (share) bertukar

    pikiran dengan pasangan untuk menjawab

    pertanyaan guru, setiap kelompok

    mengemukakan hasil diskusinya, guru

    memberikan penguatan pada konsep yang

    luput dari perhatian siswa saat berdiskusi

  • 9

    dengan pasangannya selanjutnya simpulan

    dan refleksi

    Pembelajaran kooperatif tipe TSTS

    dan TPS pernah diteliti oleh beberapa

    peneliti sebelumnya yaitu dari Djumadi dan

    Annisaa yang berjudul “Perbandingan Hasil

    Belajar Biologi Menggunakan Pembelajaran

    Two Stay Two Stray (TSTS) Dengan Think

    Pair Share (TPS) pada siswa Kelas VII

    SMP N Kartasura Sukoharjo Tahun

    2012/2013”. Menunjukkan bahwa terdapat

    perbedaan hasil belajar siswa yang

    menggunakan model pembelajaran

    kooperatif tipe TSTS dan TPS. Berdasarkan

    hasil analisis yang telah dilakukan

    didapatkan hasil Model pembelajaran

    kooperatif tipe TPS lebih tinggi dari model

    pembelajaran kooperatif tipe TSTS.

    Penelitian lain juga dilakukan oleh Julianan

    Luvi Sabrina (2015) yang berjudul

    “Perbedaan Hasil Belajar Siswa Melalui

    Penerapan Metode Two Stay Two Stray

    dengan Think Pair Share Tentang Sistem

    Peredaran Darah Manusia dikelas VII SMP

    Negeri 2 Pancur Batu 2014/2015”.

    Menyatakan bahwa model pembelajaran

    TSTS lebih tinggi dari model pembelajaran

    TPS.

    Berdasarkan uraian diatas, dapat

    ditarik suatu kesimpulan bahwa diperlukan

    penelitian mengenai perbedaan hasil belajar

    antara model pembelajaran TSTS dan TPS

    pada siswa kelas VII SMP N 1 Bancak.

    METODE PENELITIAN

    Jenis penelitian yang digunakan

    dalam penelitian ini adalah penelitian

    eksperimen, yaitu jenis quasi experimental

    design. Penelitian ini dilakukan di SMP N 1

    Bancak. Populasi dalam penelitian ini adalah

    seluruh siswa kelas VII SMP N 1 Bancak

    semester 2 Tahun Ajaran 2016/2017.

    Sampel yang terpilih adalah siswa kelas VII

    C sebagai kelas kontrol yang diberi

    perlakuan metode TSTS (Two Stay Two

    Stray) dan kelas VII D sebagai kelas

    eksperimen yang diberi perlakuan metode

    TPS (Think Pair Share). Pengambilan

    sampel dilakukan secara cluster random

    sampling. Terdapat dua variabel dalam

    penelitian ini yaitu variabel bebas dan

    variabel terikat. Variabel bebas dalam

    penelitian ini adalah model pembelajaran

    TSTS dan TPS, sedangkan variabel terikat

    pada penelitian ini adalah hasil belajar.

    Desain dalam penelitian ini

    menggunakan control group pre-test post-

    test yang dapat dilihat dalam tabel berikut:

    Tabel 1.

    Desain Eksperimen

  • 10

    Pretest Treatment Posttest

    Kelas

    Eksperimen

    T1 X1 T2

    Kelas

    Kontrol

    T1 X2 T2

    Keterangan :

    T1 : Test awal (Pretest)

    X1 : Kelas dengan perlakuan

    model pembelajaran kooperatif tipe TPS

    (Think Pair share)

    X2 : Kelas dengan perlakuan

    model pembelajaran kooperatif tipe

    TSTS (Two Stay Two Stray)

    T2 : Hasil belajar matematika

    setelah perlakuan atau tes akhir

    (Posttest)

    Teknik pengumpulan data dalam

    penelitian ini menggunakan : 1) Observasi

    digunakan untuk mendapatkan data tentang

    pencapaian guru dalam memberikan

    perlakuan didalam kelas, sehingga dalam

    pelaksanaan pembelajaran benar-benar

    sesuai dengan kondisi proses yang

    diharapkan, 2) Tes digunakan untuk

    mengetahui hasil belajar siswa yang

    digunakan untuk mengukur pencapaian

    siswa sebelum diberi perlakuan dengan

    pretest dan juga setelah diberi perlakuan

    dengan posttest. 3) Dokumentasi digunakan

    untuk pengumpulan data yang resmi dan

    terjamin keakuratannya (Budiyono, 2013 :

    54).

    Instrumen pengumpulan data yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah

    lembar observasi dan tes (Posttest).

    Instrumen yang digunakan dalam penelitian

    ini terdapat dua macam lembar observasi,

    yaitu lembar observasi aktivitas guru dan

    siswa untuk kelas eksperimen dan kelas

    kontol. Sedangkan data posttest yang akan

    diuji terdiri dari 20 soal pilihan ganda.

    Uji instrumen dalam penelitian ini

    adalah validitas soal. Instumen tes hasil

    belajar berupa tes pilihan ganda yang terdiri

    dari 20 butir soal. Sebelum digunakan

    sebagai instrumen dalam pengambilan data,

    instrumen posttest terlebih dahulu dilakukan

    validasi isi melalui experts judgement yaitu

    penilaian yang dilakukan oleh para ahli.

    Validasi isi instrumen tes hasil belajar pada

    penelitian ini dilakukan oleh dua ahli, yaitu

    Prof. Drs. Sutriyono, M.Sc, Ph.D selaku

    dosen matematika serta Retno Yuliani, S.Pd

    selaku guru matematika SMP N 1 Bancak.

    Teknik analisis data dalam penelitian

    ini menggunakan analisis deskritif dan

    analisis inferensial. Pengujian deskriptif

    dalam penelitian ini untuk mengetahui nilai

    rata-rata, nilai maksimum, nilai minimum,

    standart deviasi, serta untuk

  • 11

    mendeskripsikan selama proses

    pembelajaran. Sedangkan pengujian

    inferensial dalam penelitian ini dengan

    menggunakan uji normalitas, uji

    homogenitas, uji Independent Sample T-Test

    dan uji Mann-Whitney dengan bantuan SPSS

    22.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran Umum Subjek Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di SMP N 1

    Bancak yang beralamat di Desa Rejosari,

    Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang

    Jawa Tengah. Penelitian ini mengambil

    subjek penelitian sebanyak 2 kelas yang

    akan dijadikan sebagai kelas kontrol dan

    kelas eksperimen. Kelas kontrol dalam

    penelitian ini adalah kelas VII C dan yang

    menjadi kelas eksperimen adalah kelas VII

    D. Jumlah siswa kelas VII C sebanyak 29

    peserta didik, dan jumlah siswa kelas VII D

    sebanyak 29 peserta didik

    B. Kondisi Awal (sebelum diberikan

    perlakuan)

    Data yang diperoleh dalam penelitian

    ini adalah hasil belajar siswa yaitu nilai

    pretest siswa diperoleh dari nilai Ulangan

    Akhir Semester (UAS) matematika siswa

    semester 1 SMP Negeri 1 Bancak Tahun

    Pelajaran 2016/2017 dari masing-masing

    kelas. Sebelum dilakukan proses

    pembelajaran pada kedua kelompok sampel

    (VII C sebagai kelas kontrol dan VII D

    sebagai kelas eksperimen) dan posttes yang

    diujikan setelah dilakukan proses

    pembelajaran menggunakan model

    pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two

    Stay Two Stray) pada kelas konrol dan

    model TPS (Think Pair Share) pada kelas

    kontrol pada materi Himpunan kelas VII

    SMP N 1 Bancak, Tahun ajaran 2016/2017

    semester genap. posttes dilakukan dengan

    tujuan untuk melihat hasil belajar masing-

    masing sampel setelah diberi perlakuan.

    Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh

    hasil belajar pretest siswa SMP N 1 Bancak

    kelas VII C yang akan digunakan sebagai

    kelas kontrol dapat dilihat bahwa dari 29

    subjek penelitian nilai terendah 30 dan nilai

    tertinggi 90. Rata-rata hasil belajar siswa

    kelas kontrol lebih tinggi dari kelas

    eksperimen yaitu 58.10 yang berada dalam

    kategori rendah dengan standart deviasi

    16.978. Sedangkan Hasil belajar pretest

    siswa SMP N 1 Bancak kelas VII D yang

    akan digunakan sebagai kelas kontrol dapat

    dilihat bahwa dari 29 subjek penelitian, nilai

    terendah 30 dan nilai tertinggi 90. Rata-rata

    hasil belajar siswa 56.72 yang berada dalam

    kategori rendah dengan standart deviasi

    14,777.

  • 12

    Uji analisis data tahap awal data

    pretest dalam penelitian ini meliputi uji

    normalitas kemampuan awal untuk

    mengetahui suatu sampel berasal dari

    populasi yang berdistribusi normal atau

    tidak dan uji homogenitas. Hasil analisis uji

    normalitas data pretest dapat dilihat pada

    Tabel 2.

    Tabel 2.

    Hasil Analisis Kondisi Awal Uji

    Normalitas kelas VII C dan VII D

    Tests of Normality

    Kelompok

    Shapiro-Wilk

    Statistic Df Sig.

    hasil

    belajar

    kelas

    eksperimen .968 29 .506

    kelas

    control .930 29 .054

    *. This is a lower bound of the true significance.

    a. Lilliefors Significance Correction

    Berdasarkan Tabel 2, diperoleh

    perhitungan uji normalitas hasil belajar

    matematika menunjukan kelas eksperimen

    dengan nilai signifikan 0.506 dan kelas

    kontrol sebesar 0.054 dimana kedua nilai

    signifikan tersebut lebih dari 0.05 sehingga

    dapat disimpulkan bahwa sampel kedua

    kelas berasal dari populasi yang

    berdistribusi normal.

    Kemudian uji homogenitas kemampuan

    awal dalam penelitian ini berfungsi untuk

    mengetahui apakah variansi-variansi dari

    populasi sama atau tidak. Hasil uji

    homogenitas dan análisis uji-t nilai pretest

    diperoleh bahwa taraf signifikan antara kelas

    eksperimen dan kelas kontrol sebesar 0,240

    (lebih dari 0,05), sehingga dapat

    disimpulkan bahwa kedua kelompok

    tersebut berasal dari populasi dengan varians

    yang sama (homogen). Uji beda rerata yang

    digunakan adalah tipe Equal variances

    assumed. Hasil dari uji ini menghasilkan

    nilai signifikan 0,743 (lebih dari 0,05) oleh

    karena itu dapat disimpulkan bahwa kedua

    kelompok sampel memiliki kemampuan

    awal yang sama atau seimbang.

    C. Kondisi Akhir (setelah diberi

    perlakuan)

    Analisis data tahap akhir pada penelitian ini

    sama dengan analisis yang dilakukan pada

    tahap awal. Analisis data tahap akhir ini

    dilakukan untuk menganalisis data hasil

    posttest. Berdasarkan hasil perhitungan

    diperoleh hasil belajar posttest siswa SMP N

    1 Bancak kelas VII C yang digunakan

    sebagai kelas kontrol dapat dilihat bahwa

    dari 29 subjek penelitian nilai terendah 70

    dan nilai tertinggi 85. Rata-rata hasil belajar

    siswa 74.66 dengan standart deviasi 4.805.

  • 13

    Sedangkan Hasil belajar posttest siswa

    SMP N 1 Bancak kelas VII D yang

    digunakan sebagai kelas eksperimen

    diperoleh bahwa dari 29 subjek penelitian,

    nilai terendah 70 dan nilai tertinggi 90. Rata-

    rata hasil belajar siswa 78,97 dengan

    standart deviasi 5.571.

    Uji prasyarat tahap akhir data posttest

    dalam penelitian ini meliputi uji normalitas

    dan uji banding dua sampel dilakukan

    terhadap data akhir dengan menggunakan

    statistik non parametrik yaitu uji perbedaan

    Mann-Whitney U. Hasil analisis uji

    normalitas data posttest dapat dilihat pada

    Tabel 3.

    Tabel 3.

    Hasil Analisis Kondisi Akhir Uji

    Normalitas kelas VII C dan VII D

    Tests of Normality

    Kelompok

    Shapiro-Wilk

    Statistic Df Sig.

    hasil

    belajar

    kelas

    eksperimen .914 29 .021

    kelas

    control .807 29 .000

    *. This is a lower bound of the true

    significance

    a. Lilliefors Significance Correction

    Berdasarkan Tabel 3, perhitungan uji

    normalitas kemampuan akhir siswa maka

    diperoleh bahwa kelas eksperimen memiliki

    nilai signifikansi 0,021 dan kelas kontrol

    memilki nilai signifikansi 0,000 karena nilai

    signifikan dari kelas kontrol tersebut < 0,05

    maka data tersebut berdistribusi tidak

    normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa

    data nilai posttest dari kelas kontrol

    berdistribusi tidak normal. Jika populasi

    tidak berdistribusi normal, dilanjutkan

    dengan uji Mann-Whitney U dan tidak perlu

    melakukan uji homogenitas. Uji Mann-

    Whitney mensyaratkan bahwa data harus

    berbentuk ordinal. Bila data berbentuk

    interval, maka perlu diubah dulu ke dalam

    data ordinal (Sugiyono, 2012:153). Oleh

    karena itu data hasil belajar

    ditransformasikan ke dalam data ordinal

    dengan menentukan peringkat (rangking).

    Data rangking tersebutlah yang digunakan

    dalam uji Mann-Whitney. Penentuan

    peringkat diurutkan dari data terkecil (skor

    hasil belajar terkecil mendapat peringkat

    pertama) analisis data peringkat dapat dilihat

    pada Tabel 4 sedangkan hasil uji Mann-

    Whitney U kedua kelas tersebut dapat dilihat

    pada Tabel 5.

    Tabel 4.

    Analisis Peringkat Kondisi Akhir Siswa

  • 14

    Ranks

    Kelompok N

    Mean

    Rank

    Sum of

    Ranks

    hasil

    belajar

    kelas

    eksperimen 29 35.88 1040.50

    kelas

    control 29 23.12 670.50

    Total 58

    Tabel 5.

    Hasil Uji Mann-Whitney U

    Test Statisticsa

    hasil belajar

    Mann-Whitney U 235.500

    Wilcoxon W 670.500

    Z -2.998

    Asymp. Sig. (2-

    tailed) .003

    a. Grouping Variable: kelompok

    Berdasarkan hasil uji Mann-

    Whitney U pada Tabel 4.12 dapat dilihat

    bahwa pada kolom Asymp.Sig (2-tailed)

    menghasilkan nilai signifikansi 0,003

    (kurang dari 0,05), dapat diartikan bahwa

    terdapat perbedaan yang signifikan antara

    hasil belajar siswa kelas eksperimen dan

    kelas kontrol dan karena rata-rata nilai hasil

    belajar siswa pada kelas eksperimen (78.97)

    lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol

    (74.66) maka dapat disimpulkan bahwa

    terdapat perbedaan hasil belajar matematika

    antara hasil belajar yang dikenakan model

    pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two

    Stay Two Stray) dan TPS (Think Pair Share)

    dimana hasil belajar siswa yang dikenai

    model pembelajaran kooperatif tipe TPS

    (Think Pair Share) lebih baik dibanding

    dengan siswa yang dikenai model

    pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two

    Stay Two Stray) bagi siswa kelas VII SMP N

    1 Bancak.

    Proses pembelajaran pada

    kelompok eksperimen yang menggunakan

    model pembelajaran kooperatif tipe TPS

    (Think Pair Share) yaitu dengan membentuk

    siswa untuk duduk berpasangan kemudian

    guru memberikan pertanyaan siswa diberi

    kesempatan berfikir secara mandiri. Siswa

    kemudian saling berbagi (share) dengan

    pasangan untuk menjawab pertanyaan guru.

    Guru memandu diskusi, setiap kelompok

    mengemukakan hasil diskusinya. Guru

    memberikan penguatan tentang prinsip-

    prinsip apa yang harus dibahas. Proses

    pembelajaran dengan tipe pembelajaran

    kooperatif tipe TPS (Think Pair Share),

    cenderung membuat siswa menjadi mandiri

    dan bertanggung jawab, karena siswa

    diberikan kesempatan untuk berfikir sendiri

  • 15

    terlebih dahulu kemudian siswa dapat

    bertukar pikiran dengan pasangannya,

    dengan begitu siswa yang tadinya pasif tidak

    mau mengerjakan akan berusaha

    mengerjakan soal yang diberikan oleh guru.

    Sedangkan proses pembelajaran pada

    kelompok kontrol yang menggunakan model

    pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two

    Stay Two Stray) yaitu guru membagi

    siswanya dalam beberapa kelompok

    heterogen setalah itu siswa diberikan

    permasalahan untuk didiskusikan, kemudian

    dua dari anggota kelompok bertamu ke

    kelompok lain untuk mendapatkan informasi

    sedangkan dua anggota dari kelompok tetap

    tinggal untuk membagikan informasi kepada

    tamu yang datang. Setelah semua informasi

    didapatkan, mereka kembali ke kelompok

    masing-masing untuk berdiskusi mengenai

    informasi yang diperoleh selanjutnya

    perwakilan dari kelompok

    mempresentasikan hasilnya didepan kelas,

    terakhir guru dan siswa bersama-sama

    menarik kesimpulan. Proses pembelajaran

    dengan tipe pembelajaran kooperatif tipe

    TSTS (Two Stay Two Stray), cenderung

    membuat keaktifan siswa berkembang.

    Adapun kendala pada saat pembelajaran

    dengan model pembelajaran TSTS yaitu

    guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan

    kelas.

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian

    dan pembahasan maka dapat disimpulkan

    bahwa terdapat perbedaan hasil belajar

    matematika yang signifikan antara siswa

    yang diajar menggunakan model

    pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two

    Stay Two Stray) dan TPS (Think Pair Share)

    pada materi himpunan kelas VII SMP N 1

    Bancak. Kelas yang diajar menggunakan

    model pembelajaran kooperatif tipe TPS

    (Think Pair Share) memiliki rata-rata hasil

    belajar 78.97 lebih tinggi dari pada model

    pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two

    Stay Two Stray) yang hanya 74,66. Hal ini

    menunjukkan bahwa hasil belajar siswa

    dengan model pembelajaran kooperatif tipe

    TPS (Think Pair Share) lebih baik dari pada

    hasil belajar siswa dengan model

    pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two

    Stay Two Stray).

    DAFTAR PUSTAKA

    Budiyono. 2004. Stastika Dasar Untuk

    Penelitan. Surakarta: FKIP UNS Press.

    Djumadi & Annisaa. 2012. Perbandingan Hasil

    Belajar Biologi Menggunakan

    Pembelajaran Two Stay Two Stray

    (TSTS) Dengan Think Pair Share (TPS)

    pada siswa Kelas VII SMP N Kartasura

    Sukoharjo.

    Dwi Yuni Pramugarini. 2014.

    Eksperimentasi Model Pembelajaran

  • 16

    Two Stay Two Stray (TSTS) dan Think

    Pair Share (TPS) dengan Pendekatan

    Pendidikan Matematika Realistik

    (PMR) Ditinjau dari Aktivitas belajar

    Matematika. Jurnal Elektronik

    Pembelajaran Matematika Vol.2, No.3,

    hal 250 - 259, Mei 2014

    Fitriana. 2014. Eksperimen Model Pembelajaran

    Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray

    (TSTS) dan Think Pair Share (TPS) Pada

    Persamaan dan Pertidaksamaan Linier

    Satu Variabel dari Karakteristik Cara

    Berfikir Siswa Kelas VII SMP Negeri

    Dikabupaten Pacitan. Jurnal Elektronik

    Pembelajaran Matematika vol.2, No.4, hal

    359-368, Juni 2014

    Huda, Miftahul. 2015. Model-model

    pengajaran dan pembelajaran: Isu-isu

    Metodis dan Paradigmatis.

    Yogjakarta:Pustaka Pelajar.

    Isjoni. 2013. Cooperative Learning

    Mengembangkan Kemampuan Belajar

    Berkelompok. Bandung: Alfabeta.

    Lie. Anita. 2008. Cooperative Learning,

    Jakarta: Grasindo.

    Mimi handayani. 2014. Pengaruh Model

    Pembelajaran Kooperatif Tipe Two

    Stay Two Stray Terhadap Pemahaman

    Konsep Matematis Siswa. Vol. 3 No. 1

    (2014) : Jurnal Pendidikan

    Matematika, Part 1 Hal. 56-60

    Nasution. 2006. Metode Penelitian

    Naturalistik dan Kualitatif. Bandung:

    Tarsito. Nur Hayat. 2016. Perbandingan Model

    Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dan

    Think Pair Share Terhadap Hasil Belajar

    IPS Siswa Kelas V SD Negeri 10 Metro

    Pusat.

    Rahayu Dwi Kusuma. 2015. Perbedaan

    Prestasi Belajar Antara Netode TPS

    dan TSTS Pada Pembelajaran

    Pengantar Akutansi Keuangan

    Rusman. 2012. Belajar dan Pembelajaran

    Berbasis Komputer Mengembangkan

    Profesionalisme Guru Abad 21.

    Bandung: Alfabeta.

    Slavin. 2008. Cooperative Learning:

    Theory, Riset, dan Praktik. Bandung:

    Nusa Media.

    Suprijono, Agus. 2010. Coopretaive

    Learning:Teori dan Aplikasi Paikem.

    Yogyakarta: Pustaka Belajar. Warsono & Hariyanto, M.S. 2014.

    Pembelajaran Aktif. Bandung : PT Remaja

    Rosdakarya Offset

  • 17