Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS AKHIR
ANALISIS KAPASITAS LENTUR SISTEM PENULANGAN
RANGKA DENGAN METODE FINITE ELEMENT
DISUSUN OLEH :
STEVAN TETEKONDE
D 111 13 007
JURUSAN SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir yang berjudul “Analisis Kapasitas Lentur Sistem Penulangan Rangka
Dengan Metode Finite Element”, sebagai salah satu syarat yang diajukan untuk
menyelesaikan studi pada Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Hasanuddin.
Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil penelitian di Laboratorium Struktur dan
Bahan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
Penyusunan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bimbingan, petunjuk dan
perhatian dari dosen pembimbing. Maka dalam kesempatan kali ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
Pembimbing I : Prof. Dr. Eng. Rudy Djamaluddin, S.T., M. Eng.
Pembimbing II : Dr. Eng. Hj. Rita Irmawaty, S.T., M.T.
Sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Terima kasih atas segala
bantuan berupa sumbangan pemikiran, arahan dan saran yang dosen pembimbing
berikan.
Dengan segala kerendahan hati, penulis juga ingin menyampaikan terima
kasih serta penghargaan yang setinggi – tingginya kepada:
1 Kedua orang tua tercinta Daud Tetekonde dan Osmena Pasang atas kasih
sayang, pengorbanan, dukungan dan doanya.
2 Bapak Dr. Ing. Ir. Wahyu H. Piarah, MS, ME., selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin.
3 Bapak Dr. Ir. Arsyad Thaha, M.T., selaku ketua Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin.
4 Bapak Dr. Eng. Rudy Djamaluddin, S.T., M.Eng. selaku Kepala Laboratorium
Struktur dan Bahan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
5 Ibu Dr. Eng. Hj. Rita Irmawaty, S.T., M.T. yang telah banyak meluangkan
waktu dan tenaga untuk bimbingan dan pengarahan dalam penelitian ini.
6 Kak Dr. Eng. Fakhruddin, ST, M.Eng. Selaku Koordinator Laboratorium Riset
Perkuatan atas bimbingan dan pengarahan selama pembuatan Tugas Akhir.
iv
7 Kak Ansmunandar selaku Koordinator Asisten Laboratorium Struktur dan
Bahan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin atas segala
bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan penelitian di laboratorium.
8 Seluruh dosen, staf dan karyawan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin.
9 Bapak Pieter Lourens Frans dan Saudari Asni Tandilino selaku anggota tim
riset dan rekan-rekan Lab Riset Rekayasa dan Perkuatan Struktur yang
senantiasa memberi masukan, semangat dan doa dalam menyelesaikan tugas
akhir ini.
10 Rekan mahasiswa S2 dan S3 khususnya untuk Pak Hidayat, Bu Hijriah, Pak
Pieter dan Pak Datnur yang senantiasa memberi masukan menyelesaikan tugas
akhir ini.
11 Rekan–rekan mahasiswa angkatan 2013 Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin yang senantiasa memberikan semangat, bantuan dan
dukungan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan, maka dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan
sumbangsi kritik dan saran untuk memperbaiki penulisan ini agar dapat bermanfaat
bagi penelitian ataupun penulisan di masa mendatang.
Akhir kata, kiranya hasil penulisan ini dapat bermanfaat untuk peradaban
kehidupan manusia di masa sekarang dan akan masa depan.
Makassar, 21 November 2017
Penulis
ANALISIS KAPASITAS LENTUR SISTEM PENULANGAN RANGKA
DENGAN METODE FINITE ELEMENT
ABSTRAK
Perkuatan struktur dilakukan agar kapasitas dari komponen struktur itu sendiri
dapat meningkat. Pada element struktur balok, dengan melakukan perubahan
geometrik dari sistem penulangan normal menjadi sistem penulangan rangka
diharapkan dapat meningkatkan kapasitas momennya. Pada penelitian ini
digunakan tiga metode analisis yaitu, metode ekperimental, Finite Element Method
(FEM) dan teoritis. Benda uji yang digunakan berupa sistem penulangan rangka
tanpa beton dengan dimensi 16 cm x 11 cm x 100 cm. Benda uji yang dibuat dalam
3 variasi yang masing-masing jumlahnya satu buah. Variasi yang pertama adalah
sistem penulangan rangka dengan jarak spasi rangka sebesar 0,75d (STR75), variasi
yang kedua adalah sistem penulangan rangka dengan jarak spasi rangka sebesar
0,5d (STR50) dan yang ketiga adalah sistem penulangan rangka dengan jarak
spasi rangka sebesar 0,25d (STR25). Pengujian metode eksperimental dilakukan
dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM) dan pada metode analisa
teoritis digunakan metode keseimbangan titik buhul dan metode unit load. Data
yang diamati adalah beban, lendutan dan regangan tulangan strut dan tie dengan
menggunakan data logger, LVDT dan strain gauge. Hasil penelitian menunjukkan
variasi spasi rangka dapat mempengaruhi besar lendutan dan regangan yang terjadi
pada tulangan strut dan tie, dimana semakin kecil spasi rangka maka lendutan yang
terjadi semakin kecil, regangan pada tulangan strut semakin kecil dan regangan
pada tulangan tie semakin besar.
Kata kunci : Sistem Penulangan Rangka, Finite Element Method (FEM).
Prof. Dr. Eng. Rudy Djamaluddin, S.T., M.Eng.
Pembimbing I
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Jl. Poros Malino Km. 6
Bontomarannu
Gowa 92172, Sulawesi Selatan
Stevan Tetekonde
D111 13 007
Mahasiswa S1 Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Jl. Poros Malino Km. 6
Bontomarannu, Gowa 92172, Sulawesi Selatan
Email: [email protected]
Dr.Eng. Hj. Rita Irmawaty, S.T., M.T.
Pembimbing II
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Jl. Poros Malino Km. 6
Bontomarannu
Gowa 92172, Sulawesi Selatan
ABSTRACT
Strengthening of the structure is required in order to increase the capacity of the
deteriorated structure. In beam structure, by changing the orientation of the
reinforcement from the normal arrangement to the truss system reinforcement was
expected to increase the moment capacity of the beam. This research was conducted
by three different methods, which were experimental method, finite element
method and theoretical approach. The specimens consisted of truss system
reinforcement without concrete with dimension of 16 cm x 11 cm x 100 cm. The
specimens were divided by 3 variations where each variations consists of one
specimens. The first variation was truss system reinforcement with spacing of 0,75d
(STR75), the second variation was truss system reinforcement spacing of 0,5d
(STR50) and the last variation was truss system reinforcement with spacing of
0,25d (STR25). The experimental testing method was conducted by using Universal
Testing Machine (UTM) and the theoretical analysis method was solved by using
joint method and unit load method. The observed data was load, displacement and
strain of strut and tie reinforcement. The displacement was measured using LVDT
and the strain was measured using strain gauge. All the data was recorded by data
logger. The results of this study indicated that the spacing variations of the truss
system reinforcement affected the displacement and strain of strut and tie
reinforcement, where the displacement became smaller as spacing of truss system
reinforcement reduced. Moreover, the strain of strut reinforcement became smaller,
and on the other hand, the strain of the tie reinforcement became higher as the
spacing of the truss system reinforcement decreased.
Keywords: Truss System Reinforcement, Finite Element Method (FEM).
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL........................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR NOTASI ........................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................... 2
1.5 Ruang Lingkup/Batasan Masalah................................................ 3
1.6 Sistematika Penulisan .................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5
2.1 Studi Terdahulu .......................................................................... 5
2.2 Konstruksi Rangka Batang ......................................................... 7
2.2.1 Model Strut and Tie .......................................................... 8
2.3 Tulangan Baja ............................................................................ 12
2.3.1 Tulangan Polos .................................................................. 15
2.3.2 Tulangan Ulir ................................................................... 16
2.4 Sambungan Las .......................................................................... 18
2.4.1 Keuntungan Las ................................................................ 18
2.4.2 Jenis-jenis Sambungan ..................................................... 18
2.4.3 Jenis-jenis Teknik Pengelasan .......................................... 19
2.5 Finite Element Method (FEM) ................................................... 22
2.5.1 Mesh ................................................................................. 22
2.5.2 Geometrik ......................................................................... 23
2.5.3 Material ............................................................................. 23
2.5.3.1 Jenis-jenis Material ................................................ 23
2.5.3.2 Material Tulangan Baja ........................................ 24
vi
2.5.3.3 Material Las .......................................................... 25
2.5.4 Support ............................................................................. 25
2.5.5 Loading ............................................................................. 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 26
3.1 Prosedur Penelitian ..................................................................... 26
3.2 Eksperimen ................................................................................. 27
3.2.1 Benda Uji .......................................................................... 27
3.2.2 Material dan Peralatan ...................................................... 28
3.2.3 Setup Benda Uji ................................................................ 30
3.3 Analisa Teoritis .......................................................................... 33
3.4 Finite Element Method (FEM) ................................................... 33
3.4.1 Diagram Alir ..................................................................... 33
3.4.2 Pemodelan ........................................................................ 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 43
4.1 Hasil Pengujian Kuat Tarik Baja ................................................. 43
4.2 Eksperimen .................................................................................. 43
4.2.1 Hubungan Beban dan Lendutan ....................................... 43
4.2.2 Hubungan Beban dan Regangan ...................................... 45
4.2.2.1 Hubungan Beban dan Regangan Tulangan Tie ..... 45
4.2.2.2 Hubungan Beban dan regangan Tulangan Strut ... 45
4.3 Perhitungan Teoritis ................................................................... 46
4.3.1 Hubungan Beban dan Lendutan ....................................... 46
4.3.2 Hubungan Beban dan Regangan ...................................... 47
4.3.2.1 Hubungan Beban dan Regangan Tulangan Tie ..... 47
4.3.2.2 Hubungan Beban dan Regangan Tulangan Strut .. 48
4.4 Analisis FEM (Finite Element Method) ..................................... 48
4.4.1 Hubungan Beban dan Lendutan ....................................... 48
4.4.2 Hubungan Beban dan Regangan ...................................... 49
4.4.2.1 Hubungan Beban dan Regangan Tulangan Tie ..... 49
4.4.2.2 Hubungan Beban dan Regangan Tulangan Strut .. 50
4.5 Perbandingan Hasil Metode Eksperimen, Perhitungan Teoritis
dan Analisa FEM ........................................................................ 50
vii
4.5.1 Hubungan Beban dan Lendutan ....................................... 51
4.5.2 Hubungan Bebean dan Regangan ..................................... 53
4.5.2.1 Hubungan Beban dan Regangan Tulangan Tie ..... 53
4.5.2.2 Hubungan Beban dan Regangan Tulangan Strut .. 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 56
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 56
5.2 Saran ............................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 57
LAMPIRAN .................................................................................................... 59
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sifat Mekanik Tulangan Baja ....................................................... 13
Tabel 2.2 Ukuran Baja Tulangan Beton Polos ............................................. 15
Tabel 2.3 Ukuran Baja Tulangan Beton Sirip .............................................. 16
Tabel 3.1 Daftar Benda Uji .......................................................................... 27
Tabel 3.2 Material Properti FEM ................................................................. 35
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kuat Tarik Baja .................................................. 43
Tabel 4.2 Perbandingan Hasil Metode Eksperimen, Perhitungan Teoritis
dan analisa FEM ........................................................................... 51
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Permodelan Sistem Rangka Batang Oleh Seng-Kwan, dkk. ....... 5
Gambar 2.2 Permodelan Balok Sistem Rangka Oleh Bing Li, dkk, .............. 6
Gambar 2.3 Permodelan Balok Sistem Rangka Oleh Yasser, dkk ................. 6
Gambar 2.4 Strut Berbentuk Botol ................................................................. 9
Gambar 2.5 Aturan Metode Keseimbangan Titik Buhul ............................... 10
Gambar 2.6 Tulangan Baja ............................................................................. 13
Gambar 2.7 Kurva Tegangan-regangan Material Baja .................................. 17
Gambar 2.8 Jenis-jenis Sambungan Las ......................................................... 19
Gambar 2.9 Joint/Interface pada FEM ........................................................... 23
Gambar 2.10 Elasto-plastic Joint Model .......................................................... 25
Gambar 3.1 Diagram Alir Prosedur Penelitian .............................................. 27
Gambar 3.2 Tulangan Baja Ø6 ....................................................................... 28
Gambar 3.3 Tulangan Baja Ø8 ....................................................................... 28
Gambar 3.4 Tulangan Baja D12 ..................................................................... 28
Gambar 3.5 (a) Strain gauge tipe FLK-6-11-5L, (b) CN adhesive ................ 29
Gambar 3.6 LVDT ......................................................................................... 29
Gambar 3.7 Alat Uji Pembebanan ................................................................. 31
Gambar 3.8 Desain Setup Benda Uji STR75 ................................................. 31
Gambar 3.9 Setup Benda Uji STR75 di Laboratorium .................................. 31
Gambar 3.10 Desain Setup Benda Uji STR50 ................................................. 31
Gambar 3.11 Setup Benda Uji STR50 di Laboratorium .................................. 32
Gambar 3.12 Desain Setup Benda Uji STR25 ................................................. 32
Gambar 3.13 Setup Benda Uji STR25 di Laboratorium .................................. 32
Gambar 3.14 Diagram Alir Prosedur Simulasi FEM ....................................... 34
Gambar 3.15 Pemodelan Geometri pada FEM ................................................ 36
Gambar 3.16 (a) Line Mesh, (b) Point Mesh, (c) Pendefinisaan Meshing pada
FEM ............................................................................................ 37
Gambar 3.17 Pendefinisian Dimensi Material Tulangan ................................. 37
Gambar 3.18 (a) Material Isotropic, (b) Material Elasto-plastic, (c) Grafik
Material Elasto-plasic ................................................................ 39
x
Gambar 3.19 Penyatuan Elemen Garis ............................................................. 40
Gambar 3.20 Pendifinisan Support atau Tumpuan .......................................... 40
Gambar 3.21 Pendifinisian Loading atau Beban .............................................. 41
Gambar 3.22 Mendefinikan Control Nonlinear ............................................... 41
Gambar 3.23 Hasil Analisa FEM ..................................................................... 42
Gambar 4.1 Hubungan beban dan lendutan (Eksperimental) .......................... 44
Gambar 4.2 Persentasi peningkatan beban maksimum .................................. 44
Gambar 4.3 Hubungan beban dan regangan tulangan tie (Eksperimental) ..... 45
Gambar 4.4 Hubungan beban dan regangan tulangan strut (Eksperimental) .. 46
Gambar 4.5 Hubungan antara beban dan lendutan (Teoritis).......................... 47
Gambar 4.6 Hubungan antara beban dan regangan tulangan tie (Teori) ......... 47
Gambar 4.7 Hubungan beban dan regangan tulangan strut (Teoritis) ........... 48
Gambar 4.8 Hubungan beban dan lendutan (FEM) ........................................ 49
Gambar 4.9 Hubungan beban dan regangan tulangan tie (FEM) ................... 49
Gambar 4.10 Hubungan antara beban dan regangan tulangan strut (FEM) ...... 50
Gambar 4.11 Perbandingan metode eksperimental, teoritis dan FEM
hubungan beban dan lendutan .................................................... 52
Gambar 4.12 Lepasnya las pada metode eksperimental .................................... 53
Gambar 4.13 Perbandingan metode ekperimental, teoritis dan FEM hubungan
beban dan regangan tulangan tie ................................................. 54
Gambar 4.14 Perbandingan metode ekperimental, teoritis dan FEM hubungan
antara beban regangan tulangan strut .......................................... 55
xi
DAFTAR NOTASI
A luas penampang (mm2)
d jarak antara tulangan utama tarik ke tulangan tekan (mm)
D12 tulangan baja ulir diameter 12 mm
E modulus elastisitas bahan (MPa)
Es modulus elastisitas baja (MPa)
fu nilai tegangan maksimum baja (MPa)
fy nilai tegangan leleh baja (MPa)
k elastic spring stiffness / kekakuan elastis pegas (N/mm)
L0 panjang mula-mula batang (mm)
L1 panjang tulangan baja setelah pengujian (mm)
Mn momen lentur nominal (Nmm)
Mu momen lentur ultimit (Nmm)
S gaya dalam batang akibat beban luar (N)
s gaya dalam batang akibat beban unit load (N)
ui gaya batang akkibat beban 1 satuan yang dipasanng pada titik
kumpul yang akan dicari peralihannya (N)
v poisson ratio
Δx displacement, perpindahan (mm)
𝛥𝐿 perubahan panjang batang (mm)
Δli perpanjangan atau perpendekan batang akibat beban
(mm)
δ peralihan vertikal atau horisontal titik kumpul (mm)
δV peralihan yang terjadi dalam arah vertikal (mm)
δH peralihan yang terjadi dalam arah horizontal (mm)
ɛ regangan bahan (x10-6)
εs regangan leleh baja (x10-6)
εu regangan maksimum baja (x10-6)
εr regangan baja saat putus (x10-6)
σ tegangan baja (MPa)
Ø6 atau P6 tulangan baja polos diameter 6 mm
xii
Ø8 atau P8 tulangan baja polos diameter 8 mm
με micro strain (regangan dalam x10-6)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam beberapa dekade terakhir, berbagai metode dikembangkan untuk
meningkatkan kapasitas lentur balok beton bertulang. Perkembangan metode ini
difokuskan pada peningkatan kekuatan lentur dengan cara mengubah geometri atau
dengan cara memperkenalkan alat bantu tambahan di zona lentur balok.
Kelemahannya adalah metode tersebut menghasilkan peningkatan biaya dan waktu,
serta upaya tambahan.
Jika sistem penguat di dalam balok beton itu sendiri dapat memberikan
kekuatan lentur yang lebih baik tanpa mengubah geometri atau dengan
menggunakan alat bantu tambahan di zona lentur, maka akan menghasilkan struktur
yang ekonomis dan juga nyaman untuk mengatasi kelemahan metode konvensional.
Banyak peneliti merekomendasikan penggunaan tulangan geser miring untuk
meningkatkan kapasitas lentur balok. Balok dengan tulangan geser miring
menunjukkan kekuatan yang lebih tinggi namun lendutan yang lebih kecil
dibandingkan sistem batang vertikal dan horizontal.
Setiap balok beton bertulang normal mempunyai kemampuan untuk
memikul momen, yang dinamakan dengan momen lentur balok (Mn). Menurut SNI
03-2847-2002 dalam mendesain balok tersebut, diperlukan momen nominal sebagai
momen desain yang harus lebih besar dari pada momen ultimit atau momen perlu
(ØMn ≥ Mu). Pada perhitungan momen nominal digunakan konsep kopel momen
yang bersifat umum dan dapat digunakan baik utnuk bahan balok homogen ataupun
tidak dan juga dapat dipakai untuk balok yang mempunyai distribusi tegangan
linear ataupun nonlinear.
Dengan melakukan perubahan geometrik pada sistem penulangan rangka,
tulangan rangka mempunyai lengan momen tersendiri dan dapat memikul momen
dari beban yang diberikan pada balok beton bertulang. Jika dibandingkan sistem
tulangan normal, sistem tulangan rangka terdapat perbedaan pada geometrik
tulangan sengkang, perbedaan inilah yang menjadi kelebihan tersendiri dalam
2
memikul momen yang kemudian dapat meningkatkan kapasitas lentur pada satu
kesatuan balok beton bertulang.
Namun, sebelum mengubah balok beton bertulang dari sistem penulangan
normal ke sistem penulangan rangka, peneliti ingin mengetahui terlebih dahulu
bagaimana perilaku tulangan rangka tanpa menggunakan beton secara rinci dan
akurat. Oleh sebab itu pada penelitian ini ingin membandingkan hasil analisis dari
metode eksperimen, teoritis dan finite element method (FEM) pada sistem
penulangan rangka.
Berdasarkan uraian di atas maka disusunlah tugas akhir dengan judul :
“Analisis Kapasitas Lentur Sistem Penulangan Rangka Dengan Metode Finite
Element”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana perilaku balok tulangan rangka dengan menggunakan pemodelan
FEM
2. Bagaimana perbandingan hasil antara eksperimental, teoritis dan metode finite
element.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan perilaku balok tulangan rangka (lendutan dan regangan pada
tulangan)
2. Menentukan besar perbandingan regangan tulangan strut dan tie
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Memberikan gambaran dalam penggunaan program dalam memodelkan
struktur khususnya dalam bidang teknik sipil
2. Memberikan solusi dalam memprediksi perilaku penulangan sistem rangka
3
3. Sebagai sarana mengetahui perilaku struktur sistem penulangan rangka secara
detail.
1.5. Ruang Lingkup/Batasan Masalah
Untuk mendapatkan hasil penilitian yang baik dan benar serta menghindari
penyimpangan dari tujuan yang diharapkan, maka batasan masalah pada penelitian
ini adalah sebagia berikut :
1. Sampel uji yang digunakan pada penelitian ini berupa balok tulangan baja
tanpa beton dengan ukuran 16 cm x 11 cm x 100 cm dengan pembebanan one
point load yang diletakkan diatas dua tumpuan sederhana.
2. Benda uji pada FEM dimodelkan dengan two dimensial (2D) Nonlinear
Analysis
3. Pada metode teoritis sambungan antara tulangan tekan, tulangan rangka dan
tulangan tarik diasumsikan kaku sempurna
4. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan program berbasis elemen hingga.
1.6. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan simulasi FEM kapasitas lentur sistem
penulangan rangka ini diuraikan sebagai berikut :
BAB I. Merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang
permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan
masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II. Merupakan tinjauan pustaka yang memuat hasil penelitian
sebelumnya, kerangka penelitian, konsep struktur sistem rangka dan
deskripsi metode elemen hingga.
BAB III. Menguraikan metode penelitian yang meliputi : prosedur penelitian,
benda uji, peralatan dan setup benda uji.
BAB IV. Menjelaskan hasil penelitian dan pembahasan mengenai
perbandingan hasil metode eksperimen, teoritis dan FEM.
4
BAB V. Merupakan kesimpulan dari rangkaian penelitian dan saran-saran
terkait pengembangan dari hasil penelitian.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Studi Terdahulu
Choi, dkk (2008) meneliti tentang balok komposit sistem rangka terhadap
ketahanan api. Pada Gambar 2.1 menampilkan sistem rangka batang komposit
dimodelkan menggunakan kode elemen hingga Vulcan, yang menghasilkan analisa
numerik dari perilaku struktural bentang panjang sistem rangka komposit. Pada
penelitian ini bertujan untuk mengidentifikasi optimal lintas bagian dari struktur
dan tingkat isolasi untuk mencapai masa tahan api nominal dengan penentuan
defleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada suhu tinggi, ada kemungkinan
terjadi tekok progresif dalam jaringan elemen tekan yang disebabkan oleh kenaikan
yang signifikan dari tekanan termal pada elemen yang berada di dalam zona geser
tinggi menuju ujung-ujung rangka.
Gambar 2.1. Permodelan sistem rangka batang oleh Seng-Kwan, dkk.
(Sumber: Choi, dkk, 2008.)
Bing Li, dkk (2008) memodelkan rangka untuk memprediksi respon
lendutan dari beban pada balok beton bertulang yang mengalami lentur dan geser.
Gambar 2.2 menampilkan bagaimana Bing Li, dkk membuat permodelan balok
sistem rangka. Kontribusi beton kemudian diintegrasikan ke dalam model rangka
yang dimodifikasi melalui konsep-konsep penguatan pijakan yang setara. Validitas
dan penerapan model rangka yang diusulkan dievaluasi dengan membandingkan
hasil dengan data eksperimen. Studi ini menunjukkan bahwa analogi model rangka,
jika digunakan dengan tepat dapat digunakan untuk mengakses kedua kekuatan
6
geser serta respon beban lendutan elemen beton bertulang yang mengalami lentur
dan geser.
Gambar 2.2. Permodelan balok sistem rangka oleh Bing Li, dkk.
(Sumber: Bing Li, dkk, 2008.)
Yasser, dkk. (2013) meneliti tentang balok beton sistem rangka dengan
komposit beragregat Styrofoam. Balok beton sistem rangka ini mempunyai
kekuatan lentur relatif sama dengan balok normal. Gambar 2.3 menunjukkan
bagaimana Yasser, dkk mendesain benda uji balok beton bertulang normal,
balok beton styrofoam bertulang normal terbuka dan balok beton styrofoam
sistem tulangan rangka terbuka. Styrofoam sebagai limbah dapat digunankan
sebagai pengisi untuk mengurangi volume beton, terutama untuk daerah-daerah
dimana bagian beton tidak bekerja secara mekanis. Namun perlu dikembangkan
metode perkuatan kemampuan rekatan antara kedua lapisan beton komposit
normal-styrocon tersebut untuk meningkatkan kekuatan dan kestabilan pada balok
beton berlapis tersebut.
Gambar 2.3. Permodelan balok sistem rangka oleh Yasser, dkk. (Sumber: Yasser, dkk, 2013.)
7
Yasser, dkk (2014) memperkenalkan penyangga struktur rangka sebagai
alternatif untuk mengatasi penurunan kapasitas lentur. Sistem rangka balok beton
tanpa beton di zona tarik bisa meningkatkan kemampuan yang hampir sama dengan
balok normal. Dalam rangka untuk efisiensi menggunakan bahan beton, kuat tekan
beton pada bagian tarik dapat dikurangi atau dapat dihilangkan. Yasser
mempresentasikan penggunaan tulangan sistem rangka yang kemudian terjadi
peningkatan kekuatan balok dibandingkan dengan tulangan vertikal. Hal ini
disebabkan karena penggunaan tulangan rangka dapat menjaga lengan momen
akibat terjadinya lendutan pada saat penambahan aplikasi beban. Namun guna
mencegah keretakan yang berlebihan dan juga keruntuhan dini dari balok beton,
maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut terkait spasi tulangan diagonal sistem
rangka.
2.2. Konstruksi Rangka Batang
Konstruksi rangka batang adalah suatu konstruksi yg tersusun atas batang-
batang yang dihubungkan satu dengan lainnya untuk menahan gaya luar secara
bersama-sama. Konstruksi rangka batang ini dapat berupa konstruksi yang satu
bidang datar dan atau dua bidang datar (ruang).
Adapun macam-macam kontruksi rangka batang diantaranya :
1. Konstruksi rangka batang tunggal
Setiap batang atau setiap segitiga penyusunannya mempunyai kedudukan yang
setingkat, konstruksi terdiri dari atas satu kesatuan yang sama (setara).
2. Konstruksi rangka batang ganda
Setiap batang atau setiap segitiga penyusunnya setingkat kedudukannya, akan
tetapi konstruksi terdiri atas dua buah kesatuan konstruksi yang setara.
3. Konstruksi rangka batang tersusun
Kedudukan batang atau segitiga penyusun konstruksi ada beda tingkatannya,
dengan kata lain, konstruksi terdiri atas konstruksi anak dan konstruksi induk.
Segitiga ABC merupakan segitiga konstruksi induk; sedang segitiga ADE
merupakan segitiga konstruksi anak.
Sistem rangka mempunyai keistimewaan karena bentuk segitiga adalah
bentuk yang paling kaku dibanding dengan bentuk lain. Pada bentuk segitiga,
8
perubahan tempat akibat adanya gaya luar lebih kecil dari pada bentuk yang lain.
Hal inilah yang menjadikan bentuk segitiga menjadi lebih teguh dan karenanya
bentuk segitiga dipakai sebagai komponen pembentuk konstruksi rangka batang.
Perubahan tempat suatu sisi dihalangi oleh gaya tarik batang sisi kiri dan gaya tekan
batang sisi kanan. Disamping itu, konstruksi yang tersusun dari beberapa segitiga
tidak menimbulkan tegangan didalam batang walaupun ada kesalahan ukuran
dalam pelaksanaannya. konstruksi yang demikian disebut konstruksi statis tertentu.
2.2.1. Model Strut and Tie
Sistem rangka batang mengadopsi prinsip dasar dari metode strut and tie.
Model strut and tie merupakan suatu “engineering model” yang mendasarkan pada
asumsi bahwa aliran gaya-gaya dalam struktur beton dan terutama pada daerah yang
mengalami distorsi dapat didekati dengan suatu rangka batang yang terdiri dari strut
(batang tekan atau penunjang) dan tie (batang tarik atau pengikat). (Marpaung,
2012)
Sebuah model strut and tie adalah model dari suatu bagian struktur yang
memenuhi syarat berikut :
1. Terdiri dari suatu sistem gaya yang berada dalam keseimbangan dengan
memberikan suatu set beban-beban, dan
2. Gaya terfaktor dari komponen strutkur pada tiap bagian di dalam strut, tie dan
zona nodal tidak melampaui kekuatan struktur terfaktor untuk bagian yang
sama.
3. Batas bawah dari teori plastis menyatakan bahwa kapasitas dari sistem
komponen struktur, tumpuan, dan gaya yang bekerja yang memenuhi baik poin
(1) dan (2) adalah batas bawah dari kekuatan struktur.
4. Sebagai batas bawah teori yang akan digunakan, struktur harus memiliki
daktilitas yang cukup untuk menghasilkan transisi dari prilaku elastis hingga
prilaku plastis yang cukup untuk meredistribusikan gaya dalam terfaktor ke
dalam beberapa gaya yang dapat memenuhi poin (1) dan (2).
Dalam model strut and tie, strut mewakili daerah tekan beton dengan
tegangan tekan bekerja sejajar strut. Walaupun kadang sering diidealisasikan
sebagai bentuk prismatik atau tampang non-prismatik yang mengecil secara
9
seragam (tapered member), seperti tampak pada Gambar 2.4. Ini dikarenakan
daerah tekan beton lebih lebar di bentang tengah strut daripada ujungnya.
Strut yang berubah lebarnya disepanjang bentang kadang diidealisasikan
sebagai bentuk botol (bottle-shaped) sesuai dengan bentuknya seperti tampak pada
Gambar 2.4. Penyebaran gaya tekan memberikan peningkatan gaya tarik transversal
dalam strut yang dapat mengakibatkan retak memanjang. Suatu strut tanpa tulangan
transversal akan gagal akibat terjadinya retak ini. Jika terdapat cukup tulangan
transversal yang terpasang, kekuatan strut akan ditentukan oleh hancurnya strut.
Gambar 2.4. Strut Berbentuk Botol
(Sumber: Marpaung, 2012.)
Komponen utama yang kedua dari model strut and tie adalah tie. Komponen
terpenting kedua dari model strut and tie adalah komponen tarik (tie). Gaya tarik
dari ties, dapat mengakibatkan keruntuhan pada daerah penjangkaran (nodal zone).
Pengangkeran ties di daerah nodal merupakan hal yang sangat penting untuk
meyakinkan ties mencapai kekuatan lelehnya. Pada metode ini , baja tulangan
sebagai elemen pemikul tarik dianggap bekerja di dalam sebuah grup sehingga
komponen ties memiliki suatu lebar efektif (wt). Lebar w memiliki nilai terbatas
dan tergantung dari pendistribusian tulangan tarik balok. Pembatasan nilai wt ini
berdasarkan atas beban luar dan reaksi-reaksi tumpuan serta semua titik simpul
berada dalam kesetimbangan.
(c) Strut prismatik yang
diidealisasikan (b) Strut prismatik yang
diidealisasikan
(a) Model strut and tie untuk strut
berbentuk botol
10
Ada beberapa metode untuk menganalisis struktur sistem rangka
diantaranya : metode keseimbangan titik buhul, Cremona, Ritter, Cullman dan lain-
lain. Pada metode keseimbangan titik buhul ada beberapa tata acara perhitungan
sebagai berikut :
1. Gaya diuraikan menjadi dua arah saling tegak lurus.
2. Arah gaya sebelum dan sesudah diketahui besar dan arahnya dianggap
meninggalkan titik buhul, tandan aljabar plus (+) dan (-) tetap
diikutsertakan.
3. Gaya batang tarik (meninggalkan titik buhul) (+), tekan (menuju titik buhul)
(-).
4. Hitungan dilakukan pada titik buhul yang maksimum dua buah gaya yang
belum diketahui.
5. Pilihlah ƩGx dan ƩGy
Gambar 2.5. Aturan Metode Keseimbangan Titik Buhul
Berdasar gaya batang terhitung, perubahan panjang batang dihitung dengan
menggunakan rumus Robert Hooke :
𝜎 = 𝐸𝜀 (2.1)
𝜎 = 𝑆
𝐴 (2.2)
𝜀 = Δ𝐿
𝐿 (2.3)
Dengan demikian :
Δ𝐿 = 𝑆𝐿
𝐸𝐴 (2.4)
Dimana : ΔL = perubahan panjang batang (mm)
ε = regangan normal
Titik buhul
Menuju titik buhul,
(tekan), (-)
Meninggalkan titik
buhul, (tarik), (+)
11
L = panjang batang (mm)
S = gaya batang (N)
E = modulus elastisitas (N/mm2)
A = luas penampang batang (mm2)
Defleksi pada struktur rangka batang atau peralihan titik buhul dapat ke arah
vertikal dan horisontal (pada arah vertikal biasanya disebut juga dengan
lendutan/penurunan). Untuk menghitung defleksi pada rangka batang dapat
digunakan metoda :
1. Analitis (Unit Load Method)
2. Grafis (Williot-Mohr Method)
Metode analitis atau metode unit load method merupakan metode yang
sangat sederhana. Metode ini menggunakan beban 1 satuan yang akan
menghasilkan satu komponen lendutan/peralihan titik buhul baik pada arah vertikal
atau arah horisontal saja untuk satu kali perhitungan dengan persamaan :
(2.5)
dengan :
δ = peralihan vertikal atau horisontal titik kumpul.
ui = gaya batang akibat beban 1 satuan yang dipasang pada titik kumpul
yang akan dicari peralihannya (arah beban sama dengan arah
peralihan yang diminta)
(Δl)i = perpanjangan atau perpendekan batang akibat beban yang
diketahui
Adapun tahap-tahap penyelesaian dengan menggunakan metode unit load
adalah sebagai berikut :
1. Menghitung gaya batang (S) akibat beban luar.
2. Menghitung Δl tiap batang.
3. Letakan P = 1 satuan di titik buhul yang akan dicari perpindahannya dengan
arah gaya yang sesuai dengan harapan atau arah yang dicari (vertikal atau
horisontal).
4. Menghitung gaya batang u akibat beban 1 satuan tersebut.
5. Hitung δV atau δH pada titik buhul yang ditinjau. (Zacoeb, 2014)
12
2.3. Tulangan Baja
Baja merupakan material campuran (alloy) dengan komponen utama berupa
besi (Fe) beserta sejumlah karbon dan sebagian kecil senyawa lainnya. Berbagai
variasi properti baja tersebut (kekuatan dan daktilitas) ditentukan oleh komposisi
kimiawi dari sejumlah komponen pembentuknya.
Karbon merupakan senyawa pendukung yang penting selain besi. Senyawa
ini sangat signifikan dalam memberikan peningatan nilai kekuatan (strength)
namun cederung menurunkan sifat daktilitas (ductility). Sejumlah komponen lain
yang ikut berkontribusi dalam pembetukan senyawa baja adalah mangan, tembaga,
nikel, krom, molybdenum, dan silicon.
Baja tulangan untuk konstruksi beton bertulang ada bermacam-macam jenis
dan mutu tergantung dari pabrik yang membuatnya. Ada dua jenis baja tulangan,
tulangan polos (plain bar) dan tulangan ulir (deformed bar). Sebagian besar baja
tulangan yang ada di Indonesia berupa tulangan polos untuk baja lunak dan
tulangan ulir untuk baja keras. Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai
tertentu tanpa mengalami keretakan. Oleh karena itu, agar beton dapat bekerja
dengan baik dalam sistem struktur, beton perlu dibantu dengan memberinya
perkuatan penulangan yang berfungsi menahan gaya tarik. Penulangan beton
menggunakan bahan baja yang memiliki sifat teknis yang kuat menahan gaya tarik.
Baja beton yang digunakan dapat berupa batang baja lonjoran atau kawat rangkai
las (wire mesh) yang berupa batang-batang baja yang dianyam dengan teknik
pengelasan. Baja beton dikodekan berurutan dengan: huruf BJ, TP dan TD.
a) BJ berarti Baja
b) TP berarti Tulangan Polos
c) TD berarti Tulangan Deformasi (Ulir)
Gambar 2.6. menampilkan bagaimana tampak atau bentuk dari tulangan
baja polos dan ulir.
13
Gambar 2.6. Tulangan Baja
(Sumber: Nawy, 2010.)
Angka yang terdapat pada kode tulangan menyatakan batas leleh
karakteristik yang dijamin. Baja beton BJTP 24 dipasok sebagai baja beton polos,
dan bentuk dari baja beton BJTD 40 adalah deform atau dipuntir . Baja beton yang
dipakai dalam bangunan harus memenuhi norma persyaratan terhadap metode
pengujian dan permeriksaan untuk bermacam macam mutu baja beton
Tabel 2.1 Sifat Mekanik Tulangan Baja
Kelas
baja
tulangan
Nomor
batang
uji
Uji
tarik Uji lengkung
Batas ulur
kgf/mm2
(N/mm2)
Kuat tarik
kgf/mm2
(N/mm2)
Regang
min.
%
Sudut
lengkung
Diameter
pelengkung
(mm)
BjTP 24
No. 2
No. 3
minimum 24
(235)
minimum
39
(383)
20
24
180° 3 x d
BjTP 30
No. 2
No. 3
minimum 24
(294)
minimum
45
(441)
18
20
180°
d ≤ 16 = 3 x
d
d > 16 = 4 x
d
BjTS 30
No. 2
No. 3
minimum 24
(294)
minimum
45
(441)
16
18
180°
d ≤ 16 = 3 x
d
d > 16 = 4 x
d
14
BjTS 35
No. 2
No. 3
minimum 24
(343)
minimum
50
(491)
18
20
180°
d ≤ 16 = 3 x
d
16 > d ≥ 40
= 4 x d
d ≥ 50 = 5 x
d
BjTS 40
No. 2
No. 3
minimum 24
(392)
minimum
57
(559)
16
18
180° 5 x d
Bj TS 50
No. 2
No. 3
minimum 24
(491)
minimum
63
(618)
12
14
90°
d ≤ 25 = 5xd
d > 25 = 6 x
d
CATATAN 1 Hasil uji Lengkung tidak boleh retak pada sisi luar lengkungan.
CATATAN 2 Untuk baja tulangan sirip ≥ S 30 nilai rengang dikurangi 2 %.
Untuk baja tulangan sirip S 40 dan S 50 dikurangi 4 % dari nilai pada tabel 6.
CATATAN 3 1 N / mm2 = 981 kgf/ mm2 Sumber : SNI-07-2052-2002
SNI menggunakan simbol BJTP (baja tulangan polos) dan BJTD (baja
tulangan ulir ). Baja tulangan polos yang tersedia mulai dari mutu BJTP 24 hingga
BJTP 30, dan baja tulangan ulir umumnya dari BJTD 30 hingga BJTD 40. Angka
yang mengikuti simbul ini menyatakan tegangan leleh karakteristik materialnya.
Sebagai contoh BJTP 24 menyatakan baja tulangan polos dengan tegangan leleh
material 2400 kg/ cm2 ( 240 MPa ).
Secara umum berdasarkan SNI 03-2847-2002 tentang tata cara perhitungan
struktur beton untuk bangunan gedung, baja tulangan yang digunakan harus
tulangan ulir. Baja polos diperkenankan untuk tulangan spiral atau tendon. Di
samping mutu baja beton BJTP 24 dan BJTD 40 seperti yang ditabelkan itu, mutu
baja yang lain dapat juga spesial dipesan (misalnya BJTP 30). Tetapi perlu juga
diingat, bahwa waktu didapatnya lebih lama dan harganya jauh lebih mahal. Guna
menghindari kesalahan pada saat pemasangan, lokasi penyimpanan baja yang
spesial dipesan itu perlu dipisahkan dari baja BJTP 24 dan BJTD 40 yang umum
dipakai. Sifat-sifat fisik baja beton dapat ditentukan melalui pengujian tarik. Sifat
15
fisik tersebut antara lain tarik (fy), batas luluh/leleh, regangan pada beban
maksimal, modulus elastisitas (Es).
2.3.1. Tulangan Polos
Baja tulangan ini tersedia dalam beberapa diameter, tetapi karena ketentuan
SNI hanya memperkenankan pemakaiannya untuk sengkang dan tulangan spiral,
maka pemakaiannya terbatas. Saat ini tulangan polos yang mudah dijumpai adalah
hingga diameter 16 mm, dengan panjang 12 m.
Untuk melindungi tulangan terhadap bahaya kebakaran dan korosi disebelah
luar tulangan harus diberi tebal minimum beton. Tebal selimut beton bervariasi
tergantung pada tipe konstruksi dan kondisi lingkungan. Berdasarkan pasal 3.16.7
SNI, tebal selimut beton bertulang yang tidak langsung berhubungan dengan cuaca
atau tanah adalah tidak boleh lebih kecil dari 20 mm untuk pelat, dinding, dan pelat
berusuk yang menggunkan diameter tulangan lebih kecil dari D-36, serta 40 mm
untuk balik dan kolom. Jika beton tersebut berhubungan langsung dengan tanah,
tebal selimut minimum adalah 40-50 mm, tergantung dari diameter tulangannya,
tetapi jika beton tersebut dicor langsung ditanah tanpa adanya lapisan dasar atau
lantai kerja, tebal selimut beton minimum 70 mm.
Tabel 2.2 Ukuran Baja Tulangan Beton Polos
Sumber : SNI-07-2052-2002
No. Penamaan
Diameter
nominal
( mm )
Luas penampang
nominal
( cm2)
Berat
nominal
( kg/m )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
P 6
P 8
P 10
P 12
P 14
P 16
P 19
P 22
P 25
P 28
P 32
6
8
10
12
14
16
19
22
25
28
32
0,2827
0,5027
0,7854
1,131
1,539
2,011
2,835
3,801
4,909
6,158
8,042
0,222
0,395
0,617
0,888
1,21
1,58
2,23
2,98
3,85
4,83
6,31
16
2.3.2. Tulangan Ulir ( deform )
Berdasarkan SNI, baja tulangan ulir lebih diutamakan pemakaiannya untuk
batang tulangan struktur beton. Hal ini dimaksudkan agar struktur beton bertulang
tersebut memiliki keandalan terhadap efek gempa, karena akan terdapat ikatan yang
lebih baik antara beton dan tulangannya.
Tabel 2.3 Ukuran Baja Tulangan Beton Sirip
No
Penamaan
Dia-meter
nominal
(d)
Luas
penampang
nominal
Diameter
dalam
nominal
(do)
Tinggi sirip
melintang
Jarak sirip
melintang
(maks)
Lebar rusuk
Meman-jang
(maks)
Berat
nomimal
min maks
mm cm2
mm mm Mm Mm mm Kg/m
1 S.6 6 0,2827 5,5 0,3 0,6 4,2 4,7 0,222
2 S.8 8 0,5027 7,3 0,4 0,8 5,6 6,3 0,395
3 S.10 10 0,7854 8,9 0,5 1,0 7,0 7,9 0,617
4 S.13 13 1,327 12,0 0,7 1,3 9,1 10,2 1,04
5 S.16 16 2,011 15,0 0,8 1,6 11,2 12,6 4,58
6 S.19 19 2,835 17,8 1,0 1,9 13,3 14,9 2,23
7 S.22 22 3,801 20,7 1,1 2,2 15,4 17,3 2,98
8 S.25 25 4,909 23,6 1,3 2,5 17,2 19,7 3,85
9 S.29 29 6,625 27,2 1,5 2,9 20,3 22,8 5,18
10 S.32 32 8,042 30,2 1,6 3,2 22,4 25,1 6,31
11 S.36 36 10,18 34,0 1,8 3,6 25,2 28,3 7,99
12 S.40 40 12,57 38,0 2,0 4,0 28,0 31,4 9,88
13 S.50 50 19,64 48,0 2,5 5,0 38,0 39,3 17,4
Sumber : SNI-07-2052-2002
Pengatahuan mengenai data properti material merupakan persyaratan utama
untuk analisis dari sejumlah sistem strukutr. Parameter kekuatan dan daktilitas dari
material adalah dua karateristik yang sangat dibutuhkan oleh para desainer. Properti
material sering dideskripsikan dalam bentuk hubungan tegangan regangan yang
merupakan karateristik dari sejumlah baja struktural seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.7.
17
Gambar 2.7. Kurva tegangan-regangan material baja
(Sumber: Setiawan, 2008.)
Beberapa karateristik material dapat dilihat dari garfik diatas :
1. Perilaku elastis adalah perilaku yang terjadi apabila tegangan yang terjadi
masih dalam area elastis. Dimana pada daerah elastis ini kurva yang
terbentuk adalah garis linear. Jadi pada daerah ini tegangan yang terjadi
proporsional terhadap regangan yang terjadi. Titik akhir dari garis linear ini
disebut dengan batas elastis.
2. Perilaku leleh ditandai dengan tegangan yang terjadi sedikit di atas area
elastis akan menyebabkan material berdeformasi secara permanen. Perilaku
ini disebut dengan leleh. Peristiwa leleh ini terjadi pada dua buah titik antara
tegangan leleh bawah dimana tegangan tidak berubah tetapi regangan terus
menigkat hingga titik leleh atas.
3. Strain hardening terjadi ketika material telah mencapai titik leleh atas
tegangan dapat ditingkatkan dan menghasilkan kurva yang terus meningkat
tetapi semakin datar hingga mencapai tegangan ultimate.
4. Necking terjadi setelah melewati tegangan ultimate kurva menurun hingga
mencapai tegangan patah. Pada area kurva ini tegangan turun kemudian
regangan bertambah tetapi luas permukaan berkurang pada sebuah titik.
Kurva tegangan regangan baja akibat beban tarik seperti pada Gambar 2.5.
Nilai modulus elastisitas baja bernilai Es = 200.000 MPa. fy adalah nilai tegangan
diberikan ke baja yang mengakibatkan melelehnya baja. Nilai regangan leleh baja
bernilai 𝜀s = 2.000μ (microstrain).
Stress (σ)
Strain (ε)
fu
fy
εy εs εu εr
Strain Hardening Zone Necking Zone
Elastic
18
2.4. Sambungan Las
Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua bagian logam atau
lebih dengan menggunakan energi panas. Menurut Deustche Industry Normen
(DIN), pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang
terjadi dalam keadaan lumer atau cair, dengan kata lain pengelasan adalah
penyambungan setempat dari dua logam dengan menggunakan energi panas.
Pengelasan merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari proses
manufaktur. (Setiawan, 2008)
2.4.1. Keuntungan Las
Melalui banyak penelitian tentang las, belakangan las mulai banyak
digunakan dalam bidang konstruksi. Hal ini antara lain karena proses
penyambungan dengan las memberikan beberapa keuntungan, yakni :
1. Dari segi ekonomi, harga kontruksi dengan menggunakan las lebih murah
dibandingkan dengan pemakaian baut atau keling, hal ini dikarenakan
pemakaian pelat-pelat sambungan maupun pelat buhul dapat dikurangi.
Pada konstruksi jembatan bahkan dapat mengurangi berat baja hingga 15%
jika dipakai sambungan las
2. Pada beberapa jenis elemen struktur tertentu, tidak mungkin memakai baut
atau keeling untuk menyambungkannya, seperti contoh adalah proses
penyambungan kolom bundar, tentu lebih memungkinkan untuk memakai
las
3. Struktur yang disambung dengan las akan lebih kaku dari pada baut/keling
4. Komponen struktur dapat tersambung secara kontinu
5. Mudah untuk membuat perubahan desain dalam struktur
6. Tingkat kebisingan dalam pekerjaan las lebih rendah dari pada baut/keeling.
2.4.2. Jenis-jenis Sambungan
Beberapa jenis sambungan yang sering ditemui dalam sambungan las
adalah :
1. Sambungan sebidang (butt joint), sambungan ini umumnya dipakai untuk
pelat-pelat datar dengan ketebalan sama atau hampit sama. Keuntungan
19
sambungan ini adalah tidak adanya eksentrisitas. Ujung-ujung yang hendak
disambung harus dipersiapkan terlebih dahulu (diratakan atau dimiringkan)
dan elemen yang disambung harus dipertemukan secara hati-hati.
2. Sambungan lewatan (lap joint), jenis sambungan ini paling banyak ditemukan
karena sambungan ini mudah disesuaikan keadaan di lapangan dan juga
penyambungannya lebih mudah. Juga cocok untuk tebal pelat yang berlainan.
3. Sambungan tegak (tee joint), sambungan ini banyak dipakai terutama untuk
membuat penampang tersusun seperti bentuk I, pelat girder, stiffener.
4. Sambungan sudut (corner joint), dipakai untuk penampang tersusun berbentuk
kotak yang digunakan untuk kolom atau balok yang menerima gaya torsi yang
besar.
5. Sambungan sisi (edge joint), sambungan ini bukan jenis struktural dan
digunakan untuk menjaga agar dua atau lebih pelat tidak bergeser satu dengan
lainnya.
(a) Butt joint (b) Lap joint
(c) Tee joint (d) Corner joint (e) edge joint
Gambar 2.8. Jenis-jenis sambungan las
(Sumber: Setiawan, 2008.)
2.4.3. Jenis-jenis Teknik Pengelasan
Ada beberapa jenis-jenis teknik pengelasan, diantaranya :
1. Pengelasan Cair
A. Las Busur Listrik (Electric Arc Welding)
1) Las Flash Butt (Flash Butt Welding)
Flash butt merupakan metode pengelasan yang dilakukan
dengan menggabungkan antara loncatan elektron dengan tekanan, di
mana benda kerja yang dilas dipanasi dengan energi loncatan elektron
20
kemudian ditekan dengan alat sehingga bahan yang dilas menyatu
dengan baik.
2) Las Elektroda Terumpan (Consumable Electrode)
Consumable electrode (elektroda terumpan) adalah
pengelasan dimana elektroda las juga berfungsi sebagai bahan
tambah. Las elektroda terumpan terdiri dari:
b) Las MIG (Metal Inert Gas)
Las MIG atau las busur listrik adalah pengelasan dimana
panas yang ditimbulkan oleh busur listrik antara ujung elektroda
dan bahan dasar, karena adanya arus listrik dan menggunakan
elektrodanya berupa gulungan kawat yang berbentuk rol yang
gerakannya diatur oleh pasangan roda gigi yang digerakkan oleh
motor listrik.
c) Las Listrik (Shielded Metal Arc Welding/SMAW)
SMAW (Shielded Metal Arc Welding) adalah proses
pengelasan dengan mencairkan material dasar yang menggunakan
panas dari listrik melalui ujung elektroda dengan pelindung berupa
fluks atau slag yang ikut mencair ketika pengelasan.
d) Las Busur Terpendam (Submerged Arc Welding/SAW)
Prinsip dasar pengelasan ini adalah menggunakan arus
listrik untuk menghasilkan busur (Arc) sehingga dapat melelehkan
kawat pengisi lasan (filler wire), dalam pengelasan SAW ini cairan
logam lasan terendam dalam fluks yang melindunginya dari
kontaminasi udara, yang kemudian fluks tersebut akan membentuk
terak las (slag) yang cukup kuat untuk melindungi logam lasan
hingga membeku.
3) Las Elektroda Tak Terumpan (Non Consumable Electrode)
Non consumable electrode adalah pengelasan dengan
menggunakan elektroda, di mana elektroda tersebut tidak berfungsi
sebagai bahan tambah. Elektroda hanya berfungsi sebagai pembangkit
nyala listrik.
21
B. Las Tahanan (Resistance Welding)
1) Las Titik (Spot Welding)
Pengelasan dilakukan dengan mengaliri benda kerja dengan
arus listrik melalui elektroda, karena terjadi hambatan diantara kedua
bahan yang disambung, maka timbul panas yang dapat melelehkan
permukaan bahan dan dengan tekanan akan terjadi sambungan.
2) Las Kelim ( Seam Welding)
Ditinjau dari prinsip kerjanya, las kelim sama dengan las titik,
yang berbeda adalah bentuk elektrodanya. Elektroda las kelim
berbentuk silinder.
3) Las Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW)
Pengelasan dengan oksi-asetilin adalah proses pengelasan
secara manual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas
atau disambung sampai mencair oleh nyala gas asetilin melalui
pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa logam pengisi.
4) Las Sinar Laser
Pengelasan sinar laser adalah pengelasan yang memanfaaatkan
gelombang cahaya sinar laser yang dialirkan lurus kedepan tanpa
penyebaran terhadap benda kerja sehingga menghasilkan panas dan
melelehkan logam yang akan dilas.
5) Las Sinar Elektron
Prinsip kerjanya adalah adanya energi panas didapat dari energi
sebuah elektron yang di tumbukkan pada benda kerja, elektron yang
dipancarkan oleh katoda ke anoda difokuskan oleh lensa elektrik ke
sistim defleksi. Sistim defleksi meneruskan sinar elektron yang sudah
fokus ke benda kerja. Sinar yang sudah fokus tersebut digunakan
untuk melakukan pengelasan benda kerja.
22
2.5. Finite Element Method (FEM)
2.5.1. Mesh
Meshing adalah proses untuk menentukan model FEM dalam hal fitur
geometris yang harus dibagi menjadi elemen hingga dalam penyelesaiannya.
Meshing dilakukan berbeda untuk garis, permukaan atau volume. Untuk meshing
volume, elemen yang dipilih harus didefinisikan dalam istilah dari jenis generik
elemen, bentuk elemen dan interpolasi. (Ignasius, 2014)
a) Line Mesh
Line mesh dapat digunakan dengan tujuan agar garis yang telah di meshing
itu sendiri dapat di analisis. Untuk mendefinisikan line mesh dapat menggunakan
metode berikut :
1) Use default spacing digunakan untuk mendefinikan garis secara normal
2) Number of divisions digunakan utnuk mendefinisikan berapa segmen
yang akan dibagi menjadi sub-terbagi saat disambungkan. Secara normal
jarak akan diseragamkan.
• Spacing memungkinkan jarak mesh yang tidak seragam sepanjang
garis yang akan diperoleh dengan menentukan rasio panjang elemen
untuk elemen pertama sampai elemen terakhir sepanjang garis, atau
dengan menentukan jarak tertentu.
3) Element lenght digunakan untuk membagi elemen secara otomatis sesuai
ukuran panjang yang diinginkan.
b) Interface Elasto-Plastic (Model 27, 26)
Interface elasto-plastic dapat digunakan untuk mewakili hubungan
gesekan-kontak di dalam bidang kelemahan antara dua benda diskrit.
1) Model Interface elasto-plastic 2D (Model 27) tersedia pada tegangan
bidang (plane stress) dan regangan elemen bidang (plane strain element)
2) Model Interface elasto-plastic 3D (Model 26) tersedia dalam elemen
kontinum yang solid.
Untuk kedua model, garis elemen 2D atau 3D yang sesuai harus berada di
antara kedua benda dalam diskritisasi elemen hingga. Sifat material elastis
didefinisikan secara lokal, memungkinkan nilai yang berbeda ditetapkan normal
23
dan tangensial terhadap bidang antarmuka. Arah di dalam bidang dan di luar bidang
relatif terhadap sumbu permukaan, dan mengacu pada bidang kontak daripada
bidang fitur permukaan. Bentuk dan tampilan joint/interface pada FEM dapat
dilihat pada Gambar 2.9.
(a) Joint antara 2 titik
(b) joint/interface
antara dua garis
(c) joint/interface
antara 2 bidang
Gambar 2.9. Joint/Interface pada FEM
(sumber : manual program FEM)
2.5.2. Geometrik
Sifat geometrik yang digunakan untuk menggambarkan atribut geometris
seperti ketebalan, meliputi daerah sectional, momen kedua daerah, konstan torsi dll.
Properti dimasukkan atau diekstrak dari data di bagian perpustakaan . Untuk model
3-dimensi, tidak ada kebutuhan untuk menetapkan sifat geometrik.
2.5.3. Material
2.5.3.1. Jenis-jenis Material
Berikut ini adalah model Isotropic yang tersedia dari Attribute > Material
> Isotropic menu dengan mencentang Plastic pada atribut materi kotak dialog.
1. Stres Potensial (von Mises) sifat material nonlinier berlaku untuk multi-aksial
tegangan yang membutuhkan spesifikasi tegangan hasil dalam setiap arah dari
ruang tegangan. Penggabungan dari hardening, yield stress dan heat friction.
2. Optimised von Mises (Model 75) merupakan perilaku daktail bahan yang
menunjukkan volumetric strain (misalnya, logam).
24
3. Tresca (Model 61) merupakan perilaku daktail bahan yang memperlihatkan
regangan volumetrik (misalnya, logam). Penggabungan dari isotropic
hardening.
4. Mohr-Coulomb (Model 65) tidak terkait dengan Mohr Coulomb Model
merupakan bahan friksional yang memperlihatkan peningkatan kekuatan geser
dengan meningkatnya tegangan yang membatasi (misalnya, bahan granular
seperti batu dan tanah). Model ini menggabungkan isotropic hardening dan
dilatancy.
5. Drucker-Prager (Model 64) merupakan perilaku daktail bahan yang
menunjukkan regangan plastik volumetrik (misalnya, bahan granular seperti
beton, batu dan tanah). Penggabungan dari isotropic hardening.
6. Concrete (Model 94) untuk pemodelan 2 dan 3 dimensi dengan
memperhitungkan perilaku nonlinear dan mampu memodelkan retak yang
terjadi.
7. Stress Resultan (Model 29) dapat digunakan untuk balok. Model
diformulasikan langsung dengan balok atau shell stres resultants ditambah sifat
geometrik.
2.5.3.2. Material Tulangan Baja
Dalam penelitian ini untuk memodelkan tulangan baja digunakan Von
Mises Criteria. Von Mises Criteria adalah kriteria hasil yang paling diterima secara
universal untuk logam. Kriteria ini didasarkan pada pertimbangan energi regangan
distortif. Model Von Misses didefinisikan sebagai stress potential model dengan
input data terdiri dari :
1. Material properties : E (Young’s modulus), v (Poisson ratio), fy (Yield Stress)
dan heat friction.
2. Hardening properties, yang secara default FEM menyediakan tiga metode
untuk mendefiniskan nonlinear hardening yaitu : hardening gradient, plastic
gradient, dan total strain.
25
2.5.3.3. Material Las
Dalam metode analisis FEM material las dimodelkan dengan material joint
elasto-plastic (tension and compression unequal). Model ini digunakan karena
mempunya sifat yang mendekati perilaku dari pengujian benda uji metode
eksperimental. Gambar 2.10 menunjukkan bagaimana sifat mekanis dari material
elasto-plastic (tension and compression unequal).
Gambar 2.10. Elasto-plastic joint model
(sumber : manual program FEM)
2.5.4. Support
Kondisi ini menjelaskan model tumpuan yang digunakan. Ada tiga kondisi
tumpuan yang dapat digunakan yaitu free, fix dan kekakuan pegas.
2.5.5. Loading
Pada aplikasi FEM terdapat berbagai macam jenis beban mulai dari
concentrated, body force, global distributed, face, local distributed, temperature,
stress and strain, internal beam point, internal beam distributed, initial velocity,
initial acceleration.
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Prosedur Penelitian
Diagram alir prosedur pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Kajian Pustaka
Mulai
Persiapan
Bahan dan Alat
Pengujian
Pengujian Kuat Tarik
Baja Tulangan
Pembuatan Desain dan Benda Uji
Balok Tulangan Sistem Rangka
Pengujian
Eksperimental
(Pengujian Kuat
Analisa
Teoritis
Analisa FEM
(finite element method)
A
Perbandingan hasil metode eksperimental,
analisa teori dan FEM
27
Gambar 3.1. Diagram alir prosedur penelitian
3.2. Eksperimen
3.2.1. Benda Uji
Pemodelan benda uji dilakukan dengan membuat 3 variasi yang berbeda.
Adapun penjelasan variasi benda uji sebagai berikut :
Tabel 3.1. Daftar Benda Uji
No. Kode Keterangan Jumlah
1.
STR75
Spasi rangka = 0.75 x d
= 0.75 x 160 mm
= 120 mm
d = jarak antara tulangan utama
tarik dan tekan
1
2. STR50
Spasi rangka = 0.50 x d
= 0.50 x 160 mm
= 80 mm
d = jarak antara tulangan utama
tarik dan tekan
1
A
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
28
3. STR25
Spasi rangka = 0.25 x d
= 0.25 x 160 mm
= 40 mm
d = jarak antara tulangan utama
tarik dan tekan
1
3.2.2. Material dan Peralatan
Material dan peralatan yang digunakan pada pengujian lentur balok
tulangan sistem rangka adalah sebagai berikut :
1. Tulangan Baja Polos Diameter 6 mm (Ø6)
Gambar 3.2. Tulangan baja Ø6
2. Tulangan Baja Polos Diameter 8 mm (Ø8)
Gambar 3.3. Tulangan baja Ø8
3. Tulangan Baja Ulir Diameter 12 mm (D12)
Gambar 3.4. Tulangan baja D12
4. Alat Ukur Regangan Tulangan Baja
Alat ukur regangan tulangan baja yang dipakai dalam penelitian ini adalah
strain gauge tipe FLK-6-11-5L (gauge factor 2,12±1%) seperti pada Gambar 3.5.
29
(a). Strain gauge diletakkan pada tengah bentang dari tulangan tie (SG-TR) dan
bagian tengah tulangan strut yang terdapat pada tengah bentang (SG-RK). Untuk
menempelkan strain gauge pada baja tulangan digunakan CN Adhesive seperti pada
Gambar 3.5. (b).
(a) (b)
Gambar 3.5. (a) Strain gauge tipe FLK-6-11-5L, (b) CN Adhesive
5. Alat Ukur Lendutan
Alat yang digunakan untuk mengukur besar lendutan yang terjadi pada balok
uji selama pembebanan adalah LVDT (Linear Variable Displacement
Transducer) kapasitas 25 mm dengan ketelitian 0,01 mm.
Gambar 3.6. LVDT
30
6. Alat Uji Pembebanan
Alat uji pembebanan terdiri dari beberapa komponen diantaranya sebagai
berikut :
a. Universal Testing Machine (UTM), untuk memberikan beban dengan
kapasitas 1000 kN seperti pada Gambar 3.7. (a).
b. Data logger TDS-1100, untuk merekan secara otomatis data yang diukur
oleh strain gauge dan LVDT seperti pada Gambar 3.7. (b).
c. 1 set computer, untuk mengolah data yang dibaca oleh data logger
(a) Universal testing machine (UTM) (b) Data logger TDS-1100
Gambar 3.7. Alat uji pembebanan
3.2.3. Setup Benda Uji
Untuk menguji benda uji pada alat uji pembebanan, maka diperlukan
rancangan setup benda uji sebagai berikut :
1. STR75
Gambar 3.8 menunjukkan setup benda uji variasi STR75 dan Gambar 3.9
menunjukkan bagaimana setup benda uji di laboratorium. Benda uji diletakkan di
atas 2 tumpuan sederhana dengan pembebanan one point load.
31
Gambar 3.8. Desain setup benda uji STR75
Gambar 3.9. Setup benda uji STR75 di Laboratorium
2. STR50
Gambar 3.10. menunjukkan setup benda uji variasi STR50 dan Gambar 3.11
menunjukkan bagaimana setup benda uji di laboratorium.
Gambar 3.10. Desain setup benda uji STR50
Beban
strain gauge LVDT
LVDT
Beban
strain gauge
strain gauge strain gauge
32
Gambar 3.11. Setup benda uji STR50 di Laboratorium
3. STR25
Gambar 3.12. menunjukkan setup benda uji variasi STR50 dan Gambar 3.13
menunjukkan bagaimana setup benda uji di Laboratorium.
Gambar 3.12. Desain setup benda uji STR25
Gambar 3.13. Setup benda uji STR25 di Laboratorium
Beban
LVDT
strain gauge strain gauge
33
Mendefinisikan model :
1. Geometri penampang
2. Meshing elemen
3. Properti geometri (tulangan & las)
4. Properti material
5. Posisi dan jenis perletakan
6. Posisi dan jenis pembebanan
Mulai
Memasukkan Parameter Model
1. Geometri
2. Meshing elemen
3. Properti material
4. Jenis perletakan
5. Pembebanan
Running model simulasi
(analisis non linear)
Hasil Simulasi FEM
3.3. Analisa Teoritis
Untuk menganalisis variasi benda uji digunakan metode keseimbangan
titik buhul. Gaya batang akibat beban dihitung terlebih dahulu kemudian
menganalisa regangan yang terjadi pada batang-batang tertentu yang dicari
regangannya. Untuk menghitung besarnya lendutan digunakan metode unit load.
3.4. Finite Element Method (FEM)
3.4.1. Diagram Alir
Diagram alir prosedur FEM ditunjukkan pada Gambar 3.14.
A b
B
34
Hasil
bersesuaian?
Perbandingan hasil FEM dengan hasil
metode eksperimen
Modifikasi
FEM
Tidak
Ya
Selesai
B
Gambar 3.14. Diagram alir prosedur simulasi FEM
3.4.2. Pemodelan
Dalam memodelkan benda uji ke dalam FEM ada beberapa model
matematis yang dapat digunakan yaitu isotopic, orthotropic dan anisotropic.
Adapun untuk mempermudah penginputan data properti material yang
digunakan dalam program FEM, maka dibuat ringkasan seperti pada Tabel 3.2.
Sesuai standar SNI, mutu tulangan baja polos yang digunakan mutu kelas
BjTP24 dan mutu tulangan baja ulir mutu kelas BjTS30. Bahan kawat las yang
dipakai adalah Nikko Steel Welding Electrodes RD-460 dengan spesifikasi JIS
Z3211 D4313. Kawat las ini mempunyai mechanical properties diantaranya yield
point (titik leleh) sebesar 400 N/mm2 dan tensile strength (kuat putus) sebesar 486
N/mm2.
Material tulangan baja dimodelkan sebagai elemen garis (line). Pada
analisis ini balok dimodel menggunakan elemen 2D dengan program FEM dengan
langkah–langkah sebagai berikut :
b
B
35
Tabel 3.2. Material Properti FEM
Tulangan Baja Las
P6 P8 D12
Elastic
Young modulus (MPa)
Poisson ratio
Mass density (N/mm3)
200000
0,3
0,0000785
Plastic
Model
Type
Initial uniaxial yield stress
(MPa)
Stress potensial
Von Mises
380 380 340
Joint
Elasto-plastic (tension and
compression unequal)
Elastic spring stiffness (N/mm)
Mass (t)
Tensile yield force (N)
Tensile strain hardening
stiffness (N/mm)
Compressive yield stress (N)
Compressive strain hardening
stiffness (N/mm)
227
0
1250
675
1250
675
1. Memodelkan Geometri
Membuat geometri dari model mulai dari pemberian nama file model,
menentukan arah sumbu vertikal yaitu y dan penetapan satuan gaya – panjang yang
akan digunakan. Dalam pemodelan ini satuan gaya (units) yang digunakan adalah
N,mm, t, C, s. Selanjutnya mendefiniskan 2-D dan menghubungkan setiap dua titik
yang berurutan . Selanjutnya melakukan pengelompokan guna memudahkan dalam
pemberian attribute terhadap model untuk masing – masing elemen tulangan. Hasil
pemodelan geometri akan tampak seperti pada Gambar 3.14. Joint tulangan
horizontal dibuat terpisah dengan tulangan rangka yang bertujuan untuk
memodelkan mesh joint/interface sebagai las.
36
Gambar 3.15. Permodelan geometri pada FEM
2. Mendefinisikan Meshing Elemen Line dan Point
Meshing adalah proses untuk menentukan model FEM dalam hal fitur
geometris yang harus dibagi menjadi solusi elemen hingga. Prinsip dari meshing
pada model adalah semakin ke tengah dan semakin ke atas pembagian elemen
semakin rapat karena tegangan yang timbul pada tengah bentang adalah semakin
tinggi. Meshing yang digunakan adalah mesh regular.
Untuk tulangan, line mesh didefinisikan dengan structutal element type
“bar”, number of dimensions “2 dimensional”, interpolation order “Linear” dan
number of divisions “1”.
Untuk material las digunakan mesh point mass or joint dengan deskripsi
elemen sebagai berikut : structural element type “joint no rational stiffness” dan
number of dimensions “2 dimensional”.
(a) (b)
Terpisah
37
(c)
Gambar 3.16. (a) Line Mesh, (b) Point Mesh, (c) Pendefinisian Meshing
pada FEM
3. Mendefinikan Dimensi Material
Untuk mendefinisikan dimensi material digunakan geometric line dengan
usage “bar/link”, dan value sesuai diameter tulangan yang digunakan.
Gambar 3.17. Pendefinisian dimensi material tulangan
4. Mendefinisikan Properti Material
Mendefiniskan properti material meliputi modulus elastis, poisson ratio,
tegangan leleh tulangan. Dalam mendefinisikan material yang dipilih adalah model
isotropic. Model dapat digunakan untuk semua elemen dengan mengasumsikan
Interface Las
38
bahwa material yang digunakan memiliki sifat yang sama dalam semua arah dan
lebih sederhana. Penggunaan model isotropic juga karena sifat material yang tetap
konstan sepanjang analisis berlangsung.
a. Untuk tulangan baja model yang dipilih adalah stress potential von misses
karena hasil yang paling diterima secara universal untuk logam/kaca dan cocok
untuk bahan ulet yang memperlihatkan sedikit regangan plastik volumetrik,
misalnya logam.
b. Untuk joint , model joint yang digunakan adalah elasto-plasto (tension and
compression unequal) karena model ini cocok untuk pemodelan nonlinear dan
parameter yang digunakan lebih sederhana.
(a)
39
(b)
(c)
Gambar 3.18. (a) Material isotropic, (b) Material elasto-plastic
(c) Grafik material elasto-plastic
5. Menyatukan Elemen Garis
Sebelum melanjutkan ke analisis, maka perlu dilakukan penyatuan elemen
dengan cara menyatukan kedua joint yang sebelumnya terpisah. Langkah ini
135
1250 N K = 227 N/mm
1250 N
675 N/mm
675 N/mm
40
dilakukan agar meshing joint yang telah didefinisikan sebagai sambungan las dapat
bekerja dan mendapatkan hasil yang tepat. Pada Gambar 3.18 menunjukan bahwa
semua elemen garis sudah disatukan.
Gambar 3.19. Penyatuan elemen garis
6. Mendefinisikan Support atau Tumpuan
Dalam pemodelan ini, jenis perletakan yang digunakan adalah perletakan
sendi dan rol seperti yang digunakan dalam eksperimen. Adapun posisi tumpuan
dalam pemodelan ini seperti pada Gambar 3.20.
Gambar 3.20. Pendefinisan support atau tumpuan
7. Pembebanan (loading)
Sesuai dengan perencanaan model maka beban yang diberikan adalah
beban titik dengan pendefinisian point load sebesar 1 N. Hal ini dimasukkan karena
pengaturan kenaikan beban dilakukan pada nonlinear control dimana pembebanan
secara otomatis terjadi sampai pada saat balok runtuh. Gambar 3.21 menunjukkan
analisa yang sudah diberikan beban.
Menyatu
Sendi Rol
41
Gambar 3.21. Pendefinisan Loading atau beban
8. Mendefinisikan control linear
Gambar 3.22. Mendefinisikan control nonlinear
Pada Gambar 3.22 menunjukkan pengaturan di dalam control nonlinear
Pendefinisian nonlinear control akan menjadi dasar analisis dari model yang telah
dimodelkan karena pada bagian ini. Pemberian dan kenaikan beban pada balok
ditentukan. Dalam nonlinear control pembebanan yang dilakukan secara otomatis
42
dengan jumlah iterasi yaitu 20 dengan beban awal adalah 100 dan kenaikan tiap
beban adalah 100 dengan tidak membatasi maksimum total load factor yang
dimasukkan agar pembebanan terjadi pada kondisi balok runtuh sehingga beban
awal yang akan terjadi pada balok adalah 1 N x 100 = 0,1 kN untuk setiap
inkrementasi. Menjalankan Analisis (Run Program) dan selanjutnya melakukan
interpretasi hasil (output).
9. Hasil Analisis FEM
Gambar 3.23. menunjukkan hasil analisa dari FEM. Batang mengalami
deformasi ditunjukkan dengan garis bayang berwarna abu-abu. Hasil FEM juga
menunjukkan kontur regangan akibat beban yang bekerja.
Gambar 3.23. Hasil Analisa FEM
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Kuat Tarik Baja
Tabel 4.1 merekapitulasi hasil pengujian kuat tarik tulangan baja yang
dilakukan di Laboratorium Stuktur dan Bahan Jurusan Sipil FT-UH. Berdasarkan
Tabel 4.1 kuat tarik leleh rata-rata baja tulangan polos diameter 8 mm (∅8) sebesar
384,82 MPa dan baja tulangan ulir diameter 12 mm (D12) sebesar 469 MPa.
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Kuat Tarik Baja
Tulangan L0 L1 ΔL Pleleh Pultimate f leleh f max Regangan
mm mm mm kN kN MPa MPa %
∅8 -1 100 126 26 19,8 28,4 394,11 565,29 26
∅8 -2 100 132 32 18,4 24,6 366,24 489,65 32
∅8 -3 100 130 29 19,8 28,2 394,11 561,31 29
Rata-rata 129,3 29,0 19,3 27,1 384,82 538,75 29
D12-1 198 139 41 38,0 52,70 336,16 466,21 41
D12-2 199 139 40 37,4 52,94 330,86 468,33 40
D12-3 198 140 42 38,8 53,49 343,24 473,20 42
Rata-rata 139,33 41,00 38,07 53,04 336,75 469,24 41
Dimana : L0 dan L1 = panjang mula-mula dan setalah pengujian (mm)
ΔL = pertambahan panjang (mm)
Pleleh dan Pultimate = beban saat tulangan meleleh dan maksimum (kN)
fleleh dan fmax = tegangan saat tulangan meleleh dan maks. (MPa)
4.2. Eksperimen
4.2.1. Hubungan Beban dan Lendutan
Gambar 4.1 menunjukkan grafik hubungan beban dan lendutan hasil
eksperimen STR75, STR50 dan STR25. Lendutan yang ditunjukkan pada grafik
tersebut merupakan hasil pembacaan pada LVDT yang dipasang pada tengah
bentang. Pada benda uji STR75 lendutan yang terjadi sebesar 11,25 mm saat beban
maksimum sebesar 3,30 kN. Pada benda uji STR50 lendutan yang terjadi sebesar
25,53 mm saat beban maksimum sebesar 3,97 kN. Pada benda uji STR25 lendutan
yang terjadi sebesar 24,33 mm saat beban maksimum sebesar 4,20 kN.
44
Gambar 4.1. Hubungan beban dan lendutan (Eksperimental)
Hasil diatas menunjukkan bahwa beban maksimum meningkat apabila
spasi sengkang semakin kecil. Pada Gambar 4.2 menunjukkan persentasi
peningkatan beban maksimum. Beban maksimum pada STR50 akan meningkat
sebesar 20,30 % dibandingkan STR75. Sementara itu beban maksimum pada
STR25 akan meningkat sebesar 27,58 % dibandingkan dengan STR75. Pengaruh
beban maksimum tersebut merupakan efek dari sistem tulangan strut.
Gambar 4.2. Persentasi peningkatan beban maksimum
0
1
2
3
4
5
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Beb
an
(k
N)
Lendutan (mm)
STR75
STR50
STR25
0
1
2
3
4
5
Beb
an
(k
N)
STR75 STR50 STR25
+ 20,30 % + 27,58 %
45
4.2.2. Hubungan Beban dan Regangan
4.2.2.1. Hubungan Beban dan Regangan Tulangan Tie
Gambar 4.3 menunjukkan hubungan regangan beban dan regangan
tulangan tie pada metode eksperimental. Pada pengujian ini tulangan tie tidak
mengalami leleh, dimana leleh baja berada pada regangan ±2000 με. Pada benda
uji STR75 mengalami regangan maksimum pada beban 3,30 kN dan regangan
sebesar 240 με. Pada benda uji STR50 mengalami regangan maksimum pada beban
3,97 kN dan regangan sebesar 436 με. Pada benda uji STR25 mengalami regangan
maksimum pada beban 4,21 kN dan regangan sebesar 726 με. Ini menunjukkan
bahwa nilai regangan maksimum bertambah besar dengan pengurangan jarak spasi
tulangan Strut.
Gambar 4.3. Hubungan beban dan regangan
tulangan tie (Eksperimental)
4.2.2.2. Hubungan Beban dan Regangan Pada Tulangan Strut
Gambar 4.4 menunjukkan hubungan beban dan regangan tulangan strut
pada metode eksperimental. Pada pengujian ini tulangan strut tidak mengalami
leleh, dimana nilai regangan leleh baja ±2000 με. Pada benda uji STR75 mengalami
regangan maksimum pada beban 3,30 kN dan regangan sebesar 1399 με. Pada
benda uji STR50 mengalami regangan maksimum pada beban 3,97 kN dan
regangan sebesar 1282 με. Pada benda uji STR25 mengalami regangan maksimum
pada beban 4,21 kN dan regangan sebesar 1125 με. Ini menunjukkan bahwa nilai
regangan maksimum bertambah kecil dengan melakukan pengurangan jarak spasi
antar tulangan strut.
0
1
2
3
4
5
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
Beb
an
(k
N)
Regangan (µε)
STR75STR50STR25
46
Gambar 4.4. Hubungan beban dan regangan
tulangan strut (Eksperimental)
4.3. Pehitungan Teoritis
4.3.1. Hubungan Beban dan Lendutan
Perhitungan teoritis dilakukan dengan menggunakan metode
keseimbangan titik buhul dan untuk mencari lendutan digunakan metode unit load
method. Penjelasan rinci dari metode tersebut dapat dilihat pada Sub Bab 2.4 dan
perhitungan detail benda uji menggunakan teori tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 4-6.
Hasil analisa teoritis untuk hubungan beban lendutan dapat dilihat pada
Gambar 4.4. Pada hasil analisa ini grafik hubungan beban dan lendutan masih
bersifat linear. Pada benda uji STR75 terjadi lendutan sebesar 1,36 mm pada saat
beban sebesar 15,00 kN. Pada benda uji STR50 terjadi lendutan sebesar 1,86 mm
pada saat beban sebesar 14,00 kN. Pada benda uji STR25 terjadi lendutan sebesar
1,39 mm pada saat beban sebesar 11,00 kN.
0
1
2
3
4
5
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
Beb
an
(k
N)
Regangan Sengkang (µε)
STR75
STR50
STR25
47
Gambar 4.5. Hubungan antara beban dan lendutan (Teoritis)
4.3.2. Hubungan Beban dan Regangan
4.3.2.1. Hubungan Beban Dan Regangan Tulangan Tie
Hasil analisa teoritis untuk hubungan beban dan regangan tulangan tie
dapat dilihat pada Gambar 4.6. Pada hasil analisa ini grafik hubungan beban dan
regangan tulangan tie masih bersifat linear. Pada benda uji STR75 terjadi regangan
sebesar 746 με pada saat beban sebesar 15,00 kN. Pada benda uji STR50 terjadi
regangan sebesar 774 με pada saat beban sebesar 14,00 kN. Pada benda uji STR25
terjadi lendutan sebesar 169 με pada saat beban sebesar 11,00 kN.
Gambar 4.6. Hubungan antara beban dan regangan tulangan tie (Teori)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0
Beb
an
(k
N)
Lendutan (mm)
Teori STR75Teori STR50Teori STR25
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 300 600 900 1200
Beb
an
(k
N)
Regangan (µε)
Teori STR75
Teori STR50
Teori STR25
48
4.3.2.2. Hubungan Antara Beban dan Regangan Tulangan Strut
Hasil analisa teoritis untuk hubungan beban dan regangan tulangan strut
dapat dilihat pada Gambar 4.7. Pada hasil analisa ini grafik hubungan beban dan
regangan tulangan strut masih bersifat linear. Pada benda uji STR75 terjadi
regangan sebesar 933 με pada saat beban sebesar 15,00 kN. Pada benda uji STR50
terjadi regangan sebesar 779 με pada saat beban sebesar 14,00 kN. Pada benda uji
STR25 terjadi lendutan sebesar 564 με pada saat beban sebesar 11,00 kN.
Gambar 4.7. Hubungan beban dan regangan tulangan strut (Teoritis)
4.4. Analisis FEM (Finite Element Method)
4.4.1. Hubungan Beban dan Lendutan
Gambar 4.8 menunjukkan hubungan beban dan lendutan hasil analisis
FEM. Pada benda uji STR75 lenduta yang terjadi sebesar 59,66 mm saat beban
maksimum sebesar 15,40 kN. Pada benda uji STR50 lendutan yang terjadi sebesar
77,39 mm saat beban maksimum sebesar 14,60 kN. Pada benda uji STR25 lendutan
yang terjadi sebesar 34,52 kN saat beban maksimum sebesar 11,7 kN.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 300 600 900 1200
Beb
an
(k
N)
Regangan (με)
Teori STR75
Teori STR50
Teori STR25
49
Gambar 4.8. Hubungan beban dan lendutan (FEM)
4.4.2. Hubungan Beban dan Regangan
4.4.2.1. Hubungan Beban dan Regangan Tulangan Tie
Gambar 4.9 menunjukkan variasi hubungan regangan beban dan regangan
tulangan tie pada metode FEM. Pada benda uji STR75 mengalami regangan
maksimum dengan beban 15,50 kN dan regangan sebesar 514 με. Pada benda uji
STR50 mengalami regangan maksimum dengan beban 14,60 kN dan regangan
sebesar 646 με. Pada benda uji STR25 mengalami regangan maksimum dengan
beban 11,70 kN dan regangan sebesar 517 με.
Gambar 4.9. Hubungan beban dan regangan tulangan tie (FEM)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 20 40 60 80
Beb
an
(k
N)
Lendutan (mm)
FEM STR75
FEM STR50
FEM STR25
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 200 400 600 800 1000
Beb
an
(k
N)
Regangan (µε)
FEM STR75
FEM STR50
FEM STR25
50
4.4.2.2. Hubungan Beban dan Regangan Tulangan Strut
Gambar 4.10. menunjukkan hubungan regangan beban dan regangan
tulangan strut pada metode FEM. Pada benda uji STR75 mengalami regangan
maksimum dengan beban 15,50 kN dan regangan sebesar 964 με. Pada benda uji
STR50 mengalami regangan maksimum dengan beban 14,60 kN dan regangan
sebesar 812 με. Pada benda uji STR25 mengalami regangan maksimum dengan
beban 14,60 kN dan regangan sebesar 646 με.
Gambar 4.10. Hubungan antara beban dan regangan
tulangan strut (FEM)
4.5. Perbandingan Hasil Metode Eksperimen, Perhitungan Teoritis dan
Analisa FEM
Tabel 4.2 merekapitulasi perbadingan hasil metode eksperimen,
perhitungan teoritis dan analisa FEM hubungan lendutan, regangan tulangan tie,
regangan tulangan strut pada saat beban maksimum. Lendutan yang ditampilkan
pada tabel tersebut merupakan nilai lendutan di tengah bentang.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 200 400 600 800 1000
Beb
an
(k
N)
Regangan (µε)
FEM STR75
FEM STR50
FEM STR25
51
Tabel 4.2. Perbadingan hasil metode eksperimen, perhitungan teoritis dan
analisa FEM
Metode Variasi Beban
(kN)
Lendutan
(mm)
Regangan
tulangan Tie
(με)
Regangan
tulangan Strut
(με)
Eksperimental
STR75 3,30 11,25 241 1399
STR50 3,97 25,53 437 1282
STR25 4,21 24,33 726 1125
Teoritis
STR75 15,00 1,36 746 933
STR50 14,00 1,86 774 779
STR25 11,00 1,39 169 564
FEM
STR75 15,50 60,52 514 964
STR50 14,60 77,39 646 812
STR25 11,70 34,52 517 600
4.5.1. Hubungan Beban dan Lendutan
Pada Gambar 4.11 (a), (b) dan (c) masing-masing menunjukkan hasil
perbandingan hubungan beban dan lendutan dari metode eksperimental, analisa
teori dan FEM . Secara umum, perilaku beban-lendutan dari hasil metode
eksperimen dan FEM khusunya kekakuan awalnya menunjukkan perilaku yang
sama. Namun, dibandingkan dengan metode teoritis perilaku beban-lendutan sangat
berbeda dibandingkan dengan kedua metode lainnya. Hal ini disebabkan pada
perhitungan teoritis, sambungan (joint) antar tulangan dianggap memiliki kekakuan
sempurna, dimana efek dari sambungan las tidak diperhitungkan.
Sementara itu, pada metode eksperimen, menunjukkan perilaku
beban-lendutan yang naik turun. Berdasarkan pengamatan di Laboratorium, hal ini
disebabkan oleh lepasnya las selama proses pengujian, seperti yang terlihat pada
Gambar 4.11.
Namun, pada metode analisis FEM, perilaku beban-lendutan yang naik
turun akibat lepasnya las tidak dapat disimulasikan.
52
(a) Benda uji STR75
(b) Benda uji STR50
(c) Benda uji STR25
Gambar 4.11. Perbandingan metode eksperimental, teoritis dan FEM
hubungan beban dan lendutan
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 10 20 30 40 50 60 70 80B
eb
an
(k
N)
Lendutan (mm)
Eksperimental
TEORI
FEM
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Beb
an
(k
N)
Lendutan (mm)
EksperimentalTeoriFEM
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Beb
an
(k
N)
Lendutan (mm)
EksperimentalTeoriFEM
Lepasnya Las
Lepasnya las
Lepasnya las
Gambar 4.12. Lepasnya las pada metode eksperimental
4.5.2. Hubungan Beban dan Regangan
4.5.2.1. Hubungan Beban dan Regangan Tulangan Tie
Gambar 4.13 menunjukkan perbandingan hubungan beban regangan
tulangan tie terhadap metode eksperimental, analisa teori dan FEM. Hasil analisa
teori dan FEM menunjukkan sifat linear. Hasil analisa FEM mempunyai nilai
kekauan yang tinggi dibandingkan metode eksperimental dan analisa teori. Dalam
analisa FEM masih belum ditemukan material yang bisa mensimulasikan perilaku
sambungan las pada tulangan.
(a) Benda uji STR75
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 300 600 900 1200 1500
Beb
an
(k
N)
Regangan (µε)
EksperimentalTeoriFEM
54
(b) Benda uji STR50
(c) Benda uji STR25
Gambar 4.13. Perbandingan metode ekperimental, teoritis dan FEM
hubungan beban dan regangan tulangan tie
4.5.2.2. Hubungan Beban dan Regangan Tulangan Strut
Gambar 4.14 menunjukkan perbandingan hubungan beban regangan
tulangan strut terhadap metode eksperimental, analisa teori dan FEM. Hasil analisa
teori dan FEM menunjukkan sifat linear dan mempunyai nilai kekauan yang tidak
jauh berbeda. Dalam analisa FEM masih belum ditemukan material yang bisa
mewakili sifat dari regangan las pada sambungan tulangan.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 300 600 900 1200 1500
Beb
an
(k
N)
Regangan (µε)
Eksperimental
Teori
FEM
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 300 600 900 1200 1500
Beb
an
(k
N)
Regangan (µε)
Eksperimental
Teori
FEM
55
(a) Benda uji STR75
(b) Benda uji STR50
(c) Benda uji STR25
Gambar 4.14. Perbandingan metode ekperimental, teoritis dan FEM
hubungan antara beban regangan tulangan strut
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 400 800 1200 1600 2000
Beb
an
(k
N)
Regangan (µε)
Eksperimental
Teori
FEM
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 400 800 1200 1600 2000
Beb
an
(k
N)
Regangan (µε)
Eksperimental
Teori
FEM
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 300 600 900 1200 1500
Beb
an
(k
N)
Regangan (µε)
Eksperimental
Teori
FEM
56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil metode eksperimen, analisa teoritis dan FEM; perubahan
spasi tulangan rangka dapat mempengaruhi kapasitas lentur balok tulangan
sistem rangka. Semakin kecil spasi antara tulangan rangka maka semakin besar
kapasitas lentur balok tulangan sistem rangka.
2. Dari ketiga metode yang digunakan spasi tulangan rangka dapat mempengaruhi
regangan yang terjadi pada tulangan strut dan tie. Semakin besar spasi antara
tulangan rangka maka semakin besar pula regangan yang terjadi pada tulangan
strut. Sebaliknya, semakin kecil spasi antara tulangan rangka maka semakin
kecil pula regangan yang terjadi pada tulangan tie.
3. Pada penelitian ini, perilaku terlepasnya sambungan las seperti yang terjadi
pada metode eksperimental belum bisa disimulasikan melalui metode FEM.
5.2. Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan sebagai pertimbangan dalam
penelitian ini maupun dapat dipertimbangan dalam melakukan penelitian lain
adalah sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penelitian terhadap benda uji sistem penulangan normal,
sebagai perbandingan terhadap benda uji sistem penulangan rangka.
2. Perlu dilakukan penelitian benda uji balok beton bertulang sistem rangka agar
dapat diketahui pengaruh kekangan dari beton terhadap tulangan sistem .
57
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Lusas Example Manual version 15.0.
Anonim. Lusas Modeller Help version 15.0.
Anonim. Tinjauan Pustaka. Diambil dari :
igilib.unila.ac.id/14020/20/BAB%20II.pdf (7 Agustus 2017)
Choi, Seng-Kwan, Ian Burgess, Roger Plank.(2008). Performace In Fire of Long-
span Composite Truss Systems. Engineering Structures 30 (2008) 683-694.
Diambil dari : http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/
S0141029607002015 (6 Agustus 2017)
Djamaluddin, Rudy, Yasser Bachtiar, Rita Irmawaty, Abd. Madjid Akkas, Rusdi
Uman Latief. (2014). Effect of the Truss System to the Flexural Behavior of
the External Reinforced Concrete Beams. International Journal of Civil,
Environmental, Structural, Construction and Architectural Engineering Vol.
8, No. 6. Diambil dari : http://repository.unhas.ac.id/bitstream/
handle/123456789/12129/Effect_of_the_Truss_System_to_the_Flexural_Be
havior_of_the_E.pdf;sequence=1 (6 Agustus 2017)
Ignasius, Arnoldia Maramis. (2014). Pemodelan Rekatan GFRP Pada Balok Beton
Menggunakan Lusas 14.0 (Skripsi). Makassar: Universitas Hasanuddin.
Li, Bing, Cao Thanh Ngoc Tran. (2008). Reinforced Concrete Beam Analysis
Supplementing Concrete Contribution in Truss Model. Engineering
Structures 30 (2008) 3285-3294. Diambil dari :
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0141029608001600 (6
Agustus 2017)
Lourens, Pieter Frans, Herman Parung, Rudy Djamaluddin, Rita Irmawaty. (2017).
Perilaku Lentur Balok Baton Bertulang Rangka. Seminar Nasional
Teknologi Cerdas “Smartech” Solusi Menghadapi Bencana (2017) Paper_(S-
06).
Marpaung, Marlon, Johannes Tarigan. 2012. Analisa Balok Tinggi Beton Bertulang
Dengan Metode Strut And Tie Model. Jurnal Teknik Sipil USU .Vol. 1 No. 2
Tahun 2012.
58
McCormac, Jack C.2004. Desain Beton Bertulang Jilid 1 Edisi Kelima. Erlangga.
Jakarta.
Nawy, Edward G., Tavio, Benny Kusuma. 2010. Beton Bertulang Sebuah
Pendekatan Dasar. Itspress: Surabaya.
Standar Nasional Indonesia (SNI). (2002). Baja Tulang Beton. SNI-07-2052-2002.
Setiawan, Agus. 2008. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD
(Berdasarkan SNI 03-1729-2002). Erlangga. Jakarta.
Yasser, Herman Parung, M. Wihardi Tjaronge, Rudy Djamaluddin. 2013. Perilaku
Mekanik Balok Beton Bertulang Beragregat Limbah Styrofoam. Konferensi
Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) 090S. Universitas Sebelas Maret:
Surakarta.
Zacoeb, Achfas. 2014. Defleksi Pada Struktur Rangka Batang. Universitas
Brawijaya. Malang.
Lampiran 1
Tabel Data Hasil Eksperimental Benda Uji STR75
Beban
(kN)
LVDT-1
(mm)
LVDT-2
(mm)
LVDT-R
(mm)
SG-RK
(με) SG-TR
(με)
0.00 0.00 0.00 0.00 0 0
0.02 0.06 0.00 0.03 4 w0
0.06 0.35 0.07 0.21 28 1
0.11 0.54 0.01 0.27 42 2
0.16 0.79 0.17 0.48 68 2
0.23 1.09 0.34 0.71 94 1
0.29 1.33 0.58 0.95 122 1
0.38 1.61 0.81 1.21 154 0
0.46 1.88 1.05 1.46 186 1
0.54 2.17 1.28 1.72 225 3
0.63 2.41 1.50 1.95 271 5
0.73 2.68 1.71 2.19 317 6
0.83 2.92 1.92 2.42 367 7
0.91 3.25 1.98 2.61 436 3
1.02 3.60 2.07 2.83 493 0
1.13 3.97 2.17 3.07 550 1
1.24 4.36 2.25 3.31 613 4
1.36 4.73 2.29 3.51 682 8
1.48 5.11 2.35 3.73 754 14
1.58 5.55 2.40 3.97 822 17
1.72 5.94 2.45 4.19 896 25
1.83 6.38 2.46 4.42 968 29
1.93 6.81 2.47 4.64 1063 37
2.05 7.34 2.43 4.88 1139 44
1.46 9.41 1.13 5.27 699 71
1.65 10.03 1.09 5.56 741 87
1.80 10.65 1.05 5.85 792 96
1.92 11.27 1.01 6.14 842 104
2.02 11.86 1.03 6.45 884 112
2.13 12.40 1.04 6.72 932 120
1.98 12.49 2.19 7.34 936 115
2.21 13.05 2.32 7.68 965 125
2.35 13.65 2.31 7.98 1009 134
2.46 14.24 2.31 8.27 1058 141
2.59 14.87 2.32 8.59 1103 148
2.66 15.29 2.47 8.88 1149 154
2.81 15.84 2.53 9.19 1182 164
(lanjutan)
Beban
(kN)
LVDT-
1 (mm)
LVDT-2
(mm)
LVDT-R
(mm)
SG-RK
(με) SG-TR
(με)
2.96 17.60 2.10 9.85 1262 192
3.04 18.62 1.81 10.22 1289 212
3.15 19.35 1.76 10.55 1326 222
3.25 20.02 1.73 10.88 1377 227
3.30 20.78 1.73 11.25 1399 241
2.37 19.71 5.21 12.46 1235 318
2.60 19.37 6.50 12.94 1261 320
2.76 19.84 6.86 13.35 1281 325
2.91 20.32 7.25 13.79 1300 334
3.03 20.76 7.68 14.22 1315 341
3.12 21.21 8.11 14.66 1326 346
3.21 21.60 8.56 15.08 1336 353
1.94 20.00 13.75 16.87 1073 355
2.03 20.65 14.10 17.38 1080 365
2.10 21.22 14.53 17.88 1087 375
2.15 21.55 15.17 18.36 1088 384
2.20 21.94 15.77 18.85 1088 388
2.23 22.19 16.50 19.34 1084 391
2.28 22.64 17.05 19.84 1085 395
2.31 23.01 17.63 20.32 1089 399
2.36 23.31 18.27 20.79 1093 403
2.38 23.51 18.97 21.24 1095 404
2.42 23.73 19.68 21.70 1100 408
2.40 23.37 20.83 22.10 1098 402
2.44 23.51 21.57 22.54 1103 405
2.48 23.95 22.11 23.03 1109 414
2.52 24.52 22.56 23.54 1116 422
2.56 25.12 22.99 24.05 1120 432
2.59 25.69 23.45 24.57 1125 437
2.66 26.28 23.90 25.09 1127 448
2.71 26.85 24.37 25.61 1125 452
2.75 27.35 24.87 26.11 1120 451
Lampiran 2
Tabel Data Hasil Eksperimental Benda Uji STR50
Beban
(kN)
LVDT-1
(mm)
LVDT-2
(mm)
LVDT-R
(mm)
SG-RK
(με)
SG-TR
(με)
0.0 0.0 0.0 0.0 0 0
0.0 0.0 0.0 0.0 1 1
0.02 0.03 0.08 0.06 1 0
0.03 0.06 0.16 0.11 1 0
0.05 0.11 0.35 0.23 3 0
0.11 0.27 0.64 0.46 8 2
0.15 0.46 0.96 0.71 12 3
0.21 0.70 1.30 1.00 16 4
0.27 0.97 1.65 1.31 24 6
0.34 1.23 2.00 1.61 30 8
0.41 1.48 2.35 1.91 38 9
0.48 1.74 2.72 2.23 45 12
0.55 2.01 3.07 2.54 53 14
0.62 2.30 3.44 2.87 64 17
0.69 2.55 3.80 3.17 75 18
0.77 2.82 4.19 3.50 86 22
0.85 3.08 4.57 3.82 98 23
0.92 3.33 4.95 4.14 110 25
1.00 3.60 5.35 4.47 133 28
1.07 3.86 5.79 4.82 155 30
1.16 4.11 6.17 5.14 181 32
1.23 4.37 6.56 5.46 208 35
1.32 4.63 7.01 5.82 237 38
1.40 4.89 7.43 6.16 267 42
1.48 5.16 7.86 6.51 303 44
1.58 5.42 8.28 6.85 341 48
1.66 5.63 8.77 7.20 375 49
1.76 5.73 9.40 7.56 428 45
1.84 5.85 10.04 7.95 466 43
1.95 5.97 10.69 8.33 500 41
2.04 6.07 11.46 8.76 533 39
2.15 6.17 12.24 9.20 566 39
1.98 7.12 12.04 9.58 515 72
2.13 7.38 12.68 10.03 543 68
2.24 7.62 13.33 10.47 574 66
2.32 7.60 14.17 10.88 626 77
(lanjutan)
Beban
(kN)
LVDT-1
(mm)
LVDT-2
(mm)
LVDT-R
(mm)
SG-RK
(με) SG-TR
(με)
2.50 7.85 15.67 11.76 696 69
2.60 8.02 16.29 12.15 728 66
2.70 8.21 16.95 12.58 761 64
2.43 9.50 16.61 13.05 601 127
2.60 9.83 17.18 13.50 634 126
2.73 10.17 17.79 13.98 662 126
2.82 10.51 18.38 14.44 687 132
2.92 10.86 18.94 14.90 713 137
3.00 11.18 19.51 15.34 740 142
3.08 11.51 20.09 15.80 767 149
3.16 11.88 20.62 16.25 790 158
3.12 12.37 21.19 16.78 766 185
3.22 12.81 21.69 17.25 781 192
3.27 13.26 22.16 17.71 804 205
3.28 13.71 22.42 18.06 858 212
3.38 14.15 22.94 18.55 879 222
3.43 14.60 23.47 19.03 902 235
3.49 15.09 23.96 19.52 940 249
3.53 15.59 24.44 20.01 978 264
3.59 16.12 24.89 20.51 1015 284
3.62 16.63 25.35 20.99 1046 302
3.69 17.13 25.84 21.48 1076 319
3.73 17.62 26.32 21.97 1110 335
3.78 18.08 26.85 22.46 1144 352
3.81 18.51 27.42 22.96 1176 367
3.82 19.02 27.97 23.50 1200 386
3.86 19.51 28.49 24.00 1228 402
3.92 19.98 29.03 24.50 1254 413
3.93 20.47 29.59 25.03 1270 425
3.97 20.96 30.11 25.53 1282 437
3.88 21.46 30.85 26.15 1258 450
3.94 21.93 31.45 26.69 1276 455
3.67 22.66 32.08 27.37 1149 453
3.76 22.85 33.00 27.93 1173 458
3.80 23.34 33.65 28.50 1195 466
3.82 23.80 34.33 29.06 1206 475
3.82 24.28 34.96 29.62 1215 482
3.79 24.80 35.51 30.16 1218 489
3.79 25.74 35.52 30.63 1226 496
(lanjutan)
Beban
(kN)
LVDT-1
(mm)
LVDT-2
(mm)
LVDT-R
(mm)
SG-RK
(με)
SG-TR
(με)
3.66 27.23 35.54 31.38 1185 507
3.58 27.98 35.54 31.76 1153 507
3.45 28.78 35.54 32.16 1111 502
3.18 29.73 35.55 32.64 1003 475
3.17 30.49 35.55 33.02 996 477
(Lampiran 3)
Tabel Data Hasil Eksperimental Benda Uji STR25
Beban
(kN)
LVDT-1
(mm)
LVDT-2
(mm)
LVDT-R
(mm)
SG-RK
(με)
SG-TR
(με)
0 0 0 0 0 0
0.01 0.0 0.0 0.0 0 0
0.01 0.04 0.01 0.02 0 1
0.02 0.10 0.03 0.06 0 1
0.03 0.19 0.05 0.12 0 2
0.05 0.31 0.06 0.18 1 3
0.06 0.44 0.08 0.26 1 6
0.08 0.59 0.10 0.34 1 6
0.10 0.75 0.11 0.43 2 8
0.12 0.92 0.11 0.51 2 9
0.14 1.08 0.11 0.59 2 12
0.21 1.51 0.06 0.78 3 22
0.34 2.18 0.49 1.33 6 38
0.49 2.82 1.04 1.93 5 56
0.64 3.48 1.63 2.55 5 75
0.81 4.18 2.22 3.20 7 95
0.98 4.83 2.85 3.84 7 117
1.18 5.48 3.48 4.48 8 142
1.39 6.13 4.08 5.10 10 166
1.63 6.77 4.72 5.74 11 194
1.88 7.43 5.40 6.41 12 225
2.13 8.32 5.71 7.01 13 253
2.42 9.03 6.40 7.71 13 286
2.71 9.69 7.21 8.45 13 324
2.96 10.31 8.02 9.16 36 358
3.17 11.01 8.84 9.92 98 393
3.37 11.75 9.69 10.72 175 426
3.56 12.50 10.62 11.56 244 455
3.74 13.30 11.47 12.38 332 482
3.25 13.83 13.49 13.66 276 491
3.58 14.64 14.50 14.57 408 525
3.76 15.49 15.50 15.49 508 555
3.34 17.12 16.36 16.74 289 491
3.59 17.96 17.42 17.69 374 528
3.73 18.85 18.50 18.68 436 552
3.91 19.70 19.54 19.62 540 591
4.03 20.44 20.74 20.59 677 629
(lanjutan)
Beban
(kN)
LVDT-1
(mm)
LVDT-2
(mm)
LVDT-R
(mm)
SG-RK
(με)
SG-TR
(με)
4.19 21.82 23.26 22.54 898 689
4.18 22.56 24.26 23.41 995 708
4.21 23.41 25.25 24.33 1125 726
4.18 24.20 26.46 25.33 1224 737
4.20 25.18 27.58 26.38 1273 792
3.43 26.96 28.36 27.66 855 769
2.82 28.43 28.80 28.62 532 675
2.99 29.35 29.85 29.60 569 692
3.08 30.34 30.87 30.60 589 701
3.15 31.34 31.86 31.60 603 707
3.19 32.33 32.91 32.62 612 711
3.10 32.49 33.51 33.00 599 696
Lampiran 4
Metode Teoritis Benda Uji STR75
1. Metode Keseimbangan Titik Buhul
α = arc tan (16/12)
P= 15000 N = 53.13
Ra= 7500.00 N
Rb= 7500.00 N
Titik A ƩV= 0 ƩH= 0
Ra - S1.sinα = 0 -S1.cosα + S2 = 0
1,65 - S1. sin (53,13) = 0 S2= 5625.00 N
S1= 9375.00 N (tarik)
(tekan)
Titik B
ƩV= 0 ƩH= 0
S1 sinα - S3 sinα = 0 S1 cosα + S3 cosα - S4 = 0
S3 sinα = 7500.00 S4 = S3 cosα + S1 cosα
S3 = 9375.00 N S4 = 5625 + 5625.00
(tarik) S4 = 11250.00 N
(tekan)
Titik C
ƩV= 0 ƩH= 0
-S3 sin α + S5 sinα = 0 -S2 - S3 cos - S5 cosα + S6 = 0
S5 = S3 sinα S6 = S2 + S3 cosα + S5 cosα
S5 = 9375.00 N S6 = 16875 N
(tekan) (tarik)
Titik D
ƩV= 0 ƩH= 0
S5 sinα - P + S7 sinα = 0 S4 + S5 cosα - S8 - S7 cosα = 0
S7 sinα = P - S5 sinα S8 = S4 + S5 cosα - S7 cosα
S7 sinα = 7500 S8 = 11250.00 + 5625 - 5625
S7 = 9375.00 N = 11250.00 N
(tekan) (tekan)
No. BatangGaya Batang
(N)Ket.
1 -9375.00 (tekan)
2 5625.00 (tarik)
3 9375.00 (tarik)
4 -11250.00 (tekan)
5 -9375.00 (tekan)
6 16875.00 (tarik)
7 -9375.00 (tekan)
8 -11250.00 (tekan)
9 9375.00 (tarik)
10 5625.00 (tarik)
11 -9375.00 (tekan)
D
140 1201000
d =
16
0
RA RB
A
B
C E
F
G
1
2
3
4
5
6
7 9
8
10
11
P
(lanjutan)
2. Perhitungan Regangan
regangan = Δl /l
Δl = S.L/E.A
S= gaya batang (kN)
L= panjang batang (mm)
A= Luas penampang (mm2)
E= Modulus Elastisitas (N/mm2)
P (kN) No. Batang
Gaya
batang, S
(N)
L (mm) A (mm2) E (N/mm2) Δl (mm) ε (x10^6)
15000 5 9375 200 50.24 200000 0.1866 933.021
15000 6 16875 240 113.04 200000 0.17914 746.417
P (kN) No. Batang
Gaya
batang, S
(N)
L (mm) A (mm2) E (N/mm2) Δl (mm) ε (x10^6)
100 5 62.5 200 50.24 200000 0.00124 6
1000 5 625 200 50.24 200000 0.01244 62
2000 5 1250 200 50.24 200000 0.02488 124
3000 5 1875 200 50.24 200000 0.03732 187
4000 5 2500 200 50.24 200000 0.04976 249
5000 5 3125 200 50.24 200000 0.0622 311
6000 5 3750 200 50.24 200000 0.07464 373
7000 5 4375 200 50.24 200000 0.08708 435
8000 5 5000 200 50.24 200000 0.09952 498
9000 5 5625 200 50.24 200000 0.11196 560
10000 5 6250 200 50.24 200000 0.1244 622
11000 5 6875 200 50.24 200000 0.13684 684
12000 5 7500 200 50.24 200000 0.14928 746
13000 5 8125 200 50.24 200000 0.16172 809
14000 5 8750 200 50.24 200000 0.17416 870.820
15000 5 9375 200 50.24 200000 0.1866 933
P (kN) No. Batang
Gaya
batang, S
(N)
L (mm) A (mm2) E (N/mm2) Δl (mm) ε (x10^6)
100 6 112.5 240 113.04 200000 0.00119 5
1000 6 1125 240 113.04 200000 0.01194 50
2000 6 2250 240 113.04 200000 0.02389 100
3000 6 3375 240 113.04 200000 0.03583 149
4000 6 4500 240 113.04 200000 0.04777 199
5000 6 5625 240 113.04 200000 0.05971 249
6000 6 6750 240 113.04 200000 0.07166 299
7000 6 7875 240 113.04 200000 0.0836 348
8000 6 9000 240 113.04 200000 0.09554 398
9000 6 10125 240 113.04 200000 0.10748 448
10000 6 11250 240 113.04 200000 0.11943 498
11000 6 12375 240 113.04 200000 0.13137 547
12000 6 13500 240 113.04 200000 0.14331 597
13000 6 14625 240 113.04 200000 0.15525 647
14000 6 15750 240 113.04 200000 0.1672 697
15000 6 16875 240 113.04 200000 0.17914 746
Menghitung Regangan
regangan tulangan tarik
regangan sengkang
(lanjutan)
1. Perhitungan Lendutan dengan Metode Unit Load
α = arc tan (16/12)
P= 1 kN = 53.13
Ra= 0.67 kN sinα = 0.8
Rb= 0.33 kN cosα = 0.6
Titik A ƩV= 0 ƩH= 0
Ra - S1.sinα = 0 -S1.cosα + S2 = 0
S1 sin α= 0.67 S2= 0.50
S1= 0.83
Titik B
ƩV= 0 ƩH= 0
S1 sinα - S3 sinα = 0 S1 cosα + S3 cosα - S4 = 0
S3 sinα = 0.67 S4 = S3 cosα + S1 cosα
S3 = 0.83 S4 = 0.5 + 0.50
S4 = 1.00
Titik C
ƩV= 0 ƩH= 0
S3 sin α + S5 sinα - 1 = 0 -S2 - S3 cos + S5 cosα + S6 = 0
S5 sinα = -S3 sinα + 1 S6 = S2 + S3 cosα - S5 cosα
S5 sinα = -0.67 1 S6 = 0.50 + 0.5 - 0.25
S5= 0.42 S6 = 0.75
Titik D
ƩV= 0 ƩH= 0
-S5 sinα + S7 sinα = 0 S4 - S5 cosα - S8 - S7 cosα = 0
S7 sinα = S5 sinα S8 = S4 - S5 cosα - S7 cosα
S7 sinα = 0.33 S8 = 1.00 - 0.3 - 0.25
S7 = 0.42 S8 = 0.50
Titik E
ƩV= 0 ƩH= 0
-S7 sinα + S9 sinα = 0 -S6 + S7 cosα + S9 cosα + S10 = 0
S9 sinα = S7 sinα S10 = S6 - S7 cosα - S9 cosα
S9 sinα = 0.33333 S10 = 0.75 - 0.3 - 0.25
S9 = 0.42 S10 = 0.25
Titik F
ƩV= 0 ƩH= 0
-S9 sinα + S11 sinα = 0 S8 - S9 cosα - S11 cosα = 0
S11 sinα = 0.33333 0.50 - 0.25 - 0.25 = 0
S11 = 0.42 0.00 = 0 CONTROL
Titik G
ƩV= 0 ƩH= 0
Rb - S11 sinα = 0 -S10 + S11 cosα = 0
0.33 - 0.33 = 0 -0.25 + 0.25 = 0
0.00 = 0 0.00 = 0
No.
Batang
Gaya
Batang
(kN)
Ket.
1 -0.83 tekan
2 0.50 tarik
3 0.83 tarik
4 -1.00 tekan
5 0.42 tarik
6 0.75 tarik
7 -0.42 tekan
8 -0.50 tekan
9 0.42 tarik
10 0.25 tarik
11 -0.42 tekan
Menghitung Lendutan dengan Metode Unit Load
CONTROL CONTROL
D
140 1201000
d =
16
0RA RB
A
B
C
E
F
G
1
2
3
4
5
6
7 9
8
10
11
1
(lanjutan)
No. Batang
Gaya
Batang
(kN)
Ket.
1 -0.83 tekanBeban
Kerja, S
Beban
Unit, s
2 0.50 tarik 1 200 50.24 -9375.00 -0.83 -0.1866 0.1555
3 0.83 tarik 2 240 113.04 5625.00 0.50 0.05971 0.02986
4 -1.00 tekan 3 200 50.24 9375.00 0.83 0.1866 0.1555
5 0.42 tarik 4 240 28.26 -11250.00 -1.00 -0.47771 0.47771
6 0.75 tarik 5 200 50.24 -9375.00 0.42 -0.1866 -0.0778
7 -0.42 tekan 6 240 113.04 16875.00 0.75 0.17914 0.13436
8 -0.50 tekan 7 200 50.24 -9375.00 -0.42 -0.1866 0.07775
9 0.42 tarik 8 240 28.26 -11250.00 -0.50 -0.47771 0.23885
10 0.25 tarik 9 200 50.24 9375.00 0.42 0.1866 0.07775
11 -0.42 tekan 10 240 113.04 5625.00 0.25 0.05971 0.01493
11 200 50.24 -9375.00 -0.42 -0.1866 0.07775
1.36221
1.3622
P (N) P (kN)LENDUTAN
(mm)
100 0.1 0.01
1000 1 0.09
2000 2 0.18
3000 3 0.27
4000 4 0.36
5000 5 0.45
6000 6 0.54
7000 7 0.64
8000 8 0.73
9000 9 0.82
10000 10 0.91
11000 11 1.00
12000 12 1.09
13000 13 1.18
14000 14 1.27
15000 15 1.36
Δl (mm) s.Δl
Ʃ
Defleksi vertikal : ΔVc= Ʃ(s.Δl ) =
Gaya Pada Batang
No. Batang
Panjang
Batang
(mm)
Luas (mm2)
Lampiran 5
Metode Teoritis STR50
1. Metode Keseimbangan Titik Buhul
α = arc tan (16/8)
P= 14000 N = 63.4349
Ra= 7000 N
Rb= 7000 N
Titik A ƩV= 0 ƩH= 0
Ra - S1.sinα = 0 -S1.cosα + S2 = 0
1,65 - S1. sin (53,13) = 0 S2= 3500 N
S1= 7826.24 N (tarik)
(tekan)
Titik B
ƩV= 0 ƩH= 0
S1 sinα - S3 sinα = 0 S1 cosα + S3 cosα - S4 = 0
S3 sinα = 7000 S4 = S3 cosα + S1 cosα
S3 = 7826.24 N S4 = 3500 + 3500
(tarik) S4 = 7000 N
(tekan)
Titik C
ƩV= 0 ƩH= 0
S3 sin α - S5 sinα = 0 -S2 - S3 cos - S5 cosα + S6 = 0
S5 = S3 sinα S6 = S2 + S3 cosα + S5 cosα
S5 = 7826.24 N S6 = 10500 N
(tekan) (tarik)
Titik D
ƩV= 0 ƩH= 0
S5 sinα - S7 sinα = 0 S4 + S5 cosα - S8 + S7 cosα = 0
S7 sinα = S5 sinα S8 = S4 + S5 cosα + S7 cosα
S7 sinα = 7000 S8 = 7000 + 3500 + 3500
S7 = 7826.24 N = 14000 N
(tarik) (tekan)
Titik E
ƩV= 0 ƩH= 0
S7 sinα - S9 sinα = 0 -S6 - S7 cosα - S9 cosα + S10 = 0
S9 sinα = S7 sinα S10 = S6 + S7 cosα + S9 cosα
S9 sinα = 7000 S10 = 10500 + 3500 + 3500
S9 = 7826.24 N S10 = 17500 N
(tekan) (tarik)
(lanjutan)
Titik F
ƩV= 0 ƩH= 0
S9 sinα + S11 sinα - P = 0 S8 + S9 cosα - S11 cosα - S12 = 0
S11 sinα = P - S9 sinα S12 = S8 + S9 cosα - S11 cosα
S11 sinα = 14000 7000 S12 = 14000 + 3500 - 3500
S11 = 7826.24 N S12 = 14000 N
(tekan) (tekan)
No.
Batang
Gaya
Batang
(N)
Ket.
1 -7826.2 (tekan)
2 3500 (tarik)
3 7826.24 (tarik)
4 -7000 (tekan)
5 -7826.2 (tekan)
6 10500 (tarik)
7 7826.24 (tarik)
8 -14000 (tekan)
9 -7826.2 (tekan)
10 17500 (tarik)
11 -7826.2 (tekan)
12 -14000 (tekan)
13 7826.24 (tarik)
14 10500 (tarik)
15 -7826.2 (tekan)
16 -7000 (tekan)
17 7826.24 (tarik)
18 3500 (tarik)
19 -7826.2 (tekan)
(lanjutan)
2. Perhitungan Regangan
regangan = Δl /l
Δl = S.L/E.A
S= gaya batang (kN)
L= panjang batang (mm)
A= Luas penampang (mm2)
E= Modulus Elastisitas (N/mm2)
P (kN)No.
Batang
Gaya batang,
S (N)L (mm) A (mm2)
E
(N/mm2)Δl (mm) ε (x10^6)
14000 9 7826.24 178.89 50.24 200000 0.139331 778.8851434
14000 10 17500 160 113.04 200000 0.12385 774.0622788
P (kN)No.
Batang
Gaya batang,
S (N)L (mm) A (mm2)
E
(N/mm2)Δl (mm) ε (x10^6)
100 9 55.90 178.89 50.24 200000 0.001 6
1000 9 559.02 178.89 50.24 200000 0.010 56
2000 9 1118.03 178.89 50.24 200000 0.020 111
3000 9 1677.05 178.89 50.24 200000 0.030 167
4000 9 2236.07 178.89 50.24 200000 0.040 223
5000 9 2795.08 178.89 50.24 200000 0.050 278
6000 9 3354.10 178.89 50.24 200000 0.060 334
7000 9 3913.12 178.89 50.24 200000 0.070 389
8000 9 4472.14 178.89 50.24 200000 0.080 445
9000 9 5031.15 178.89 50.24 200000 0.090 501
10000 9 5590.17 178.89 50.24 200000 0.100 556
11000 9 6149.19 178.89 50.24 200000 0.109 612
12000 9 6708.20 178.89 50.24 200000 0.119 668
13000 9 7267.22 178.89 50.24 200000 0.129 723
14000 9 7826.24 178.89 50.24 200000 0.139 779
P (kN)No.
Batang
Gaya batang,
S (N)L (mm) A (mm2)
E
(N/mm2)Δl (mm) ε (x10^6)
100 10 125 160 113.04 200000 0.001 6
1000 10 1250 160 113.04 200000 0.009 55
2000 10 2500 160 113.04 200000 0.018 111
3000 10 3750 160 113.04 200000 0.027 166
4000 10 5000 160 113.04 200000 0.035 221
5000 10 6250 160 113.04 200000 0.044 276
6000 10 7500 160 113.04 200000 0.053 332
7000 10 8750 160 113.04 200000 0.062 387
8000 10 10000 160 113.04 200000 0.071 442
9000 10 11250 160 113.04 200000 0.080 498
10000 10 12500 160 113.04 200000 0.088 553
11000 10 13750 160 113.04 200000 0.097 608
12000 10 15000 160 113.04 200000 0.106 663
13000 10 16250 160 113.04 200000 0.115 719
14000 10 17500 160 113.04 200000 0.124 774
Menghitung Regangan
(lanjutan)
3. Perhitungan Lendutan dengan Metode Unit Load
α = arc tan (16/8)
P= 1 kN = 63.43
Ra= 0.60 kN sinα = 0.89443
Rb= 0.40 kN cosα = 0.44721
Titik A ƩV= 0 ƩH= 0
Ra - S1.sinα = 0 -S1.cosα + S2 = 0
S1 sin α= 0.60 S2= 0.30
S1= 0.67 (tarik)
(tekan)
Titik B
ƩV= 0 ƩH= 0
S1 sinα - S3 sinα = 0 S1 cosα + S3 cosα - S4 = 0
S3 sinα = 0.60 S4 = S3 cosα + S1 cosα
S3 = 0.67 S4 = 0.3 + ##
(tarik) S4 = 0.60
(tekan)
Titik C
ƩV= 0 ƩH= 0
S3 sin α - S5 sinα = 0 -S2 - S3 cos - S5 cosα + S6 = 0
S5 sinα = S3 sinα S6 = S2 + S3 cosα + S5 cosα
S5 sinα = 0.60 S6 = 0.30 + 0 + 0.3
S5= 0.67 S6 = 0.90
(tekan) (tarik)
Titik D
ƩV= 0 ƩH= 0
S5 sinα - S7 sinα = 0 S4 + S5 cosα + S7 cosα - S8 = 0
S7 sinα = S5 sin α S8 = S4 + S5 cosα + S7 cosα
S7 sinα = 0.6 S8 = 0.60 + 0 + 0.3
S7 = 0.671 S8 = 1.20
(tarik) (tekan)
Menghitung Lendutan dengan metode UNIT LOAD
18
(lanjutan)
Titik E
ƩV= 0 ƩH= 0
S7 sinα + S9 sinα - 1 = 0 -S6 - S7 cosα + S9 cosα + S10 = 0
S9 sinα = 1 - S7 sinα S10 = S6 + S7 cosα - S9 cosα
S9 = 0.4 S10 = 0.90 + 0 - 0.2
S9 = 0.447 S10 = 1.00
(tarik) (tarik)
Titik F
ƩV= 0 ƩH= 0
-S9 sinα + S11 sinα = 0 S8 - S9 cosα - S11 cosα - S12 = 0
S11 sinα = 0.4 S12 = S8 - S9 cosα - S11 cosα
S11 = 0.45 S12 = 1.20 - 0 - 0.2
(tekan) S12 = 0.80
(tekan)
Titik G
ƩV= 0 ƩH= 0
S13 sinα - S11 sinα = 0 -S10 + S11 cosα + S13 cosα + S14 = 0
S13 sinα = S11 sinα S14 = S10 - S11 cosα - S13 cosα
S13 sinα = 0.4 S14 = 1.00 - 0 - 0.2
S13 = 0.447 S14 = 0.60
(tarik) (tarik)
Titik H
ƩV= 0 ƩH= 0
S15 sinα - S13 sinα = 0 S12 - S13 cosα - S15 cosα - S16 = 0
S15 sinα = S13 sinα S16 = S12 - S13 cosα - S15 cosα
S15 sinα = 0.4 S16 = 0.80 - 0 - 0.2
S15 = 0.447 S16= 0.40
(tekan) (tekan)
Titik I
ƩV= 0 ƩH= 0
S17 sinα - S15 sinα = 0 S15 cosα + S17 cosα + S18 - S14 = 0
S17 sinα = S15 sinα S18 = S14 - S15 cosα - S17 cosα
S17 sinα = 0.4 S18 = 0.60 - 0 - 0.2
S17 = 0.447 S18 = 0.20
(tarik) (tarik)
Titik J
ƩV= 0 ƩH= 0
S19 sinα - S17 sinα = 0 S16 - S17 cosα - S19 cosα = 0
S19 sinα = S17 sinα 0.40 - 0.2 - 0 = 0
0.4 0.0 = 0
S19 = 0.447
(tekan)
Titik K
ƩV= 0 ƩH= 0
Rb - S19 sinα = 0 -S18 + S19 cosα = 0
0.40 - 0.4 = 0 -0.20 + 0.2 = 0
0.00 = 0 0.0 = 0
CONTROL
CONTROL
CONTROL
(lanjutan)
No.
Batang
Gaya
Batang Ket.
1-0.67
tekanBeban
Kerja, S
Beban
Unit, s
2 0.30 tarik 1 178.89 50.24 -7826.24 -0.67 -0.139 0.093
3 0.67 tarik 2 160.00 113.04 3500.00 0.30 0.025 0.007
4 -0.60 tekan 3 178.89 50.24 7826.24 0.67 0.139 0.093
5 -0.67 tekan 4 160.00 28.26 -7000.00 -0.60 -0.198 0.119
6 0.90 tarik 5 178.89 50.24 -7826.24 -0.67 -0.139 0.093
7 0.67 tarik 6 160.00 113.04 10500.00 0.90 0.074 0.067
8-1.20
tekan 7 178.89 50.24 7826.24 0.67 0.139 0.093
9 0.45 tarik 8 160.00 28.26 -14000.00 -1.20 -0.396 0.476
10 1.00 tarik 9 178.89 50.24 -7826.24 0.45 -0.139 -0.062
11 -0.45 tekan 10 160.00 113.04 17500.00 1.00 0.124 0.124
12-0.80
tekan 11 178.89 50.24 -7826.24 -0.45 -0.139 0.062
13 0.45 tarik 12 160.00 28.26 -14000.00 -0.80 -0.396 0.317
14 0.60 tarik 13 178.89 50.24 7826.24 0.45 0.139 0.062
15 -0.45 tekan 14 160.00 113.04 10500.00 0.60 0.074 0.045
16 -0.40 tekan 15 178.89 50.24 -7826.24 -0.45 -0.139 0.062
17 0.45 tarik 16 160.00 28.26 -7000.00 -0.40 -0.198 0.079
18 0.20 tarik 17 178.89 50.24 7826.24 0.45 0.139 0.062
19 -0.45 tekan 18 160.00 113.04 3500.00 0.20 0.025 0.005
19 178.89 50.24 -7826.24 -0.45 -0.139 0.062
1.862
P (N)Lendutan
(mm)P(kN)
100 0.013 0.1
1000 0.133 1
2000 0.266 2
3000 0.399 3
4000 0.532 4
5000 0.665 5
6000 0.798 6
7000 0.931 7
8000 1.064 8
9000 1.197 9
10000 1.330 10
11000 1.463 11
12000 1.596 12
13000 1.729 13
14000 1.862 14
s.Δl
Ʃ=Lendutan vertikal di titik E
No.
Batang
Panjang
Batang
(mm)
Luas
(mm2)
Gaya Pada Batang
Δl (mm)
Lampiran 6
Analisa Teoritis Benda Uji STR25
1. Metode Keseimbangan Titik Buhul
α = arc tan (16/4)
P= 11000 N = 75.9638
Ra= 5500 N
Rb= 5500 N
Titik A
ƩV= 0 ƩH= 0
S1 sinα = 0 S1 cosα + S2 = 0
S1 = 0 S2 = 0
Titik B ƩV= 0 ƩH= 0
Ra + S1.sinα - S3 sinα = 0 -S3.cosα + S4 = 0
S3 sinα = 5500 S4= 1375 N
S3= 5669.27 N (tarik)
(tekan)
Titik C
ƩV= 0 ƩH= 0
S3 sinα - S5 sinα = 0 S2 + S3 cosα + S5 cosα - S6 = 0
S5 sinα = 5500 S6 = S3 cosα + S5 cosα
S5 = 5669.27 N S6 = 1375 + 1375
(tarik) S6 = 2750 N
(tekan)
Titik D
ƩV= 0 ƩH= 0
S5 sin α - S7 sinα = 0 -S4 - S5 cosα - S7 cosα + S8 = 0
S7 = S5 sinα S8 = S4 + S5 cosα + S7 cosα
S7 = 5669.27 N S8 = 1375 + 1375 + 1375
(tekan) S8 = 4125 N
(tarik)
Titik E
ƩV= 0 ƩH= 0
S7 sinα - S9 sinα = 0 S6 + S7 cosα - S10 + S9 cosα = 0
S9 sinα = S7 sinα S10 = S6 + S7 cosα + S9 cosα
S9 sinα = 5500 S10 = 2750 + 1375 + 1375
S9 = 5669.27 N = 5500 N
(tarik) (tekan)
(lanjutan)
Titik F
ƩV= 0 ƩH= 0
S9 sinα - 11 sinα = 0 -S8 - S9 cosα - S11 cosα + S12 = 0
S11 sinα = S9 sinα S12 = S8 + S9 cosα + S11 cosα
S11 sinα = 5500 S12 = 4125 + 1375 + 1375
S11 = 5669.27 N S12 = 6875 N
(tekan) (tarik)
Titik G
ƩV= 0 ƩH= 0
S11 sinα - S13 sinα = 0 S10 + S11 cosα + S13 cosα - S14 = 0
S13 sinα = S11 sinα S14 = S10 + S11 cosα - S13 cosα
S13 sinα = 5500 S14 = 5500 + 1375 + 1375
S13 = 5669.27 N S14 = 8250 N
(tarik) (tekan)
Titik H
ƩV= 0 ƩH= 0
S13 sinα - S15 sinα = 0 -S12 cosα - S13 cosα - S15 cosα + S16= 0
S15 sinα = S13 sinα S16 = S12 cosα + S13 cosα + S15 cosα
S15 sinα = 5500 S16 = 1667 + 1375 + 1375
S15 = 5669.27 N S16 = 4417 N
(tekan) (tarik)
Titik I
ƩV= 0 ƩH= 0
S15 sinα - S17 sin α = 0 S14 + S15 cosα + S17 cosα - S18 = 0
S17 sinα = S15 sinα S18 = S14 + S15 cosα + S17 cosα
S17 sinα = 5500 S18 = 8250 + 1375 + 1375
S17 = 5669.27 N S18 = #### N
(tarik) (tekan)
Titik J
ƩV= 0 ƩH= 0
S17 sinα - S19 sinα = 0 -S16 cosα - S17 cosα - S19 cosα + S20 = 0
S19 sinα = S17 sinα S20 = S16 cosα + S17 cosα + S19 cosα
S19 sinα = 5500 S20 = 1071 + 1375 + 1375
S19 = 5669.27 N S20 = 3821 N
(tekan) (tarik)
Titik K
ƩV= 0 ƩH= 0
S19 sinα - P + S21 sinα = 0 S18 + S19 cosα - S21 cosα - S22 = 0
S21 sinα = P - S19 sinα S22 = S18 + S19 cosα - S21 cosα
S21 sinα = 11000 5500 S22 = #### + 1375 - 1375
S21 = 5669.27 N S22 = #### N
(tekan) (tekan)
No.
Batang
Gaya
Batang (N)Ket. No. Batang
Gaya
Batang (N)Ket.
1 0.00 20 3821.38 (tarik)
2 0.00 21 -5669.27 (tekan)
3 -5669.27 (tekan) 22 -11000.00 (tekan)
4 1375.00 (tarik) 23 5669.27 (tarik)
5 5669.27 (tarik) 24 4417.43 (tarik)
6 -2750.00 (tekan) 25 -5669.27 (tekan)
7 -5669.27 (tekan) 26 -8250.00 (tekan)
8 4125.00 (tarik) 27 5669.27 (tarik)
9 5669.27 (tarik) 28 6875.00 (tarik)
10 -5500.00 (tekan) 29 -5669.27 (tekan)
11 -5669.27 (tekan) 30 -5500.00 (tekan)
12 6875.00 (tarik) 31 5669.27 (tarik)
13 5669.27 (tarik) 32 4125.00 (tarik)
14 -8250.00 (tekan) 33 -5669.27 (tekan)
15 -5669.27 (tekan) 34 -2750.00 (tekan)
16 4417.43 (tarik) 35 5669.27 (tarik)
17 5669.27 (tarik) 36 1375.00 (tarik)
18 -11000.00 (tekan) 37 -5669.27 (tekan)
19 -5669.27 (tekan) 38 0.00
39 0.00
(lanjutan)
2. Perhitungan Regangan
regangan = Δl/l
Δl= S.L/E.A
S= gaya batang (kN)
L= panjang batang (mm)
A= Luas penampang (mm2)
E= Modulus Elastisitas (N/mm2)
P (kN)No.
Batang
Gaya batang, S
(N)L (mm) A (mm2) E (N/mm2) Δl (mm) ε (x10^6)
11000 19 5669.27 164.92 50.24 200000 0.0931 564.2
11000 20 3821.38 80.00 113.04 200000 0.0135 169.0
P (kN)No.
Batang
Gaya batang, S
(N)L (mm) A (mm2) E (N/mm2) Δl (mm) ε (x10^6)
100 19 51.54 164.92 50.24 200000 0.0008 5
1000 19 515.39 164.92 50.24 200000 0.0085 51
2000 19 1030.78 164.92 50.24 200000 0.0169 103
3000 19 1546.16 164.92 50.24 200000 0.0254 154
4000 19 2061.55 164.92 50.24 200000 0.0338 205
5000 19 2576.94 164.92 50.24 200000 0.0423 256
6000 19 3092.33 164.92 50.24 200000 0.0508 308
7000 19 3607.72 164.92 50.24 200000 0.0592 359
8000 19 4123.11 164.92 50.24 200000 0.0677 410
9000 19 4638.49 164.92 50.24 200000 0.0761 462
10000 19 5153.88 164.92 50.24 200000 0.0846 513
11000 19 5669.27 164.92 50.24 200000 0.0931 564
P (kN)No.
Batang
Gaya batang, S
(N)L (mm) A (mm2) E (N/mm2) Δl (mm) ε (x10^6)
100 20 34.74 80 113.04 200000 0.0001 2
1000 20 347.40 80 113.04 200000 0.0012 15
2000 20 694.80 80 113.04 200000 0.0025 31
3000 20 1042.20 80 113.04 200000 0.0037 46
4000 20 1389.59 80 113.04 200000 0.0049 61
5000 20 1736.99 80 113.04 200000 0.0061 77
6000 20 2084.39 80 113.04 200000 0.0074 92
7000 20 2431.79 80 113.04 200000 0.0086 108
8000 20 2779.19 80 113.04 200000 0.0098 123
9000 20 3126.59 80 113.04 200000 0.0111 138
10000 20 3473.99 80 113.04 200000 0.0123 154
11000 20 3821.38 80 113.04 200000 0.0135 169
Menghitung Regangan
(lanjutan)
3. Perhitungan Lendutan dengan Metode Unit Load
α = arc tan (16/4)
P= 1 = 75.9638
Ra= 0.56
Rb= 0.44
Titik A
ƩV= 0 ƩH= 0
S1 sinα = 0 S1 cosα + S2 = 0
S1 = 0 S2 = 0
Titik B ƩV= 0 ƩH= 0
Ra + S1.sinα - S3 sinα = 0 -S3.cosα + S4 = 0
S3 sinα = 0.555555556 S4= 0
S3= 0.572653559 (tarik)
(tekan)
Titik C
ƩV= 0 ƩH= 0
S3 sinα - S5 sinα = 0 S2 + S3 cosα + S5 cosα - S6 = 0
S5 sinα = 0.555555556 S6 = S3 cosα + S5 cosα
S5 = 0.572653559 S6 = 0 + 0
(tarik) S6 = 0
(tekan)
Titik D
ƩV= 0 ƩH= 0
S5 sin α - S7 sinα = 0 -S4 - S5 cosα - S7 cosα + S8 = 0
S7 = S5 sinα S8 = S4 + S5 cosα + S7 cosα
S7 = 0.572653559 S8 = 0 + 0 + 0.139
(tekan) S8 = 0
(tarik)
Titik E
ƩV= 0 ƩH= 0
S7 sinα - S9 sinα = 0 S6 + S7 cosα - S10 + S9 cosα = 0
S9 sinα = S7 sinα S10 = S6 + S7 cosα + S9 cosα
S9 sinα = 0.555555556 S10 = 0 + 0 + 0.139
S9 = 0.572653559 = 1
(tarik) (tekan)
Titik F
ƩV= 0 ƩH= 0
S9 sinα - 11 sinα = 0 -S8 - S9 cosα - S11 cosα + S12 = 0
S11 sinα = S9 sinα S12 = S8 + S9 cosα + S11 cosα
S11 sinα = 0.555555556 S12 = 0 + 0 + 0.139
S11 = 0.572653559 S12 = 1
(tekan) (tarik)
menghitung Lendutan dengan metode UNIT LOAD
(lanjutan)
Titik G
ƩV= 0 ƩH= 0
S11 sinα - S13 sinα = 0 S10 + S11 cosα + S13 cosα - S14 = 0
S13 sinα = S11 sinα S14 = S10 + S11 cosα - S13 cosα
S13 sinα = 0.555555556 S14 = 1 + 0 + 0.139
S13 = 0.572653559 S14 = 1
(tarik) (tekan)
Titik H
ƩV= 0 ƩH= 0
S13 sinα - S15 sinα = 0 -S12 cosα - S13 cosα - S15 cosα + S16= 0
S15 sinα = S13 sinα S16 = S12 cosα + S13 cosα + S15 cosα
S15 sinα = 0.555555556 S16 = 0 + 0 + 0.139
S15 = 0.572653559 S16 = 0
(tekan) (tarik)
Titik I
ƩV= 0 ƩH= 0
S15 sinα - S17 sin α = 0 S14 + S15 cosα + S17 cosα - S18 = 0
S17 sinα = S15 sinα S18 = S14 + S15 cosα + S17 cosα
S17 sinα = 0.555555556 S18 = 1 + 0 + 0.139
S17 = 0.572653559 S18 = 1
(tarik) (tekan)
Titik J
ƩV= 0 ƩH= 0
S17 sinα + S19 sinα - 1 = 0 -S16 cosα - S17 cosα + S19 cosα + S20 = 0
S19 sinα = 1 - S17 sinα S20 = S16 cosα + S17 cosα - S19 cosα
S19 sinα = 0.444444444 S20 = 0 + 0 - 0.111
S19 = 0.458122847 S20 = 0
(tarik) (tarik)
Titik K
ƩV= 0 ƩH= 0
-S19 sinα + S21 sinα = 0 S18 - S19 cosα - S21 cosα - S22 = 0
S21 sinα = S19 sinα S22 = S18 - S19 cosα - S21 cosα
S21 sinα = 0.444444444 S22 = 1 - 0 - 0.111
S21 = 0.458122847 S22 = 1
(tekan) (tekan)
Titik L
ƩV= 0 ƩH= 0
-S21 sinα + S23 sin α = 0 -S20 + S21 cosα + S23 cosα - S24 = 0
S23 sinα = S21 sinα S24 = -S20 + S21 cosα + S23 cosα
S23 sinα = 0.444444444 S24 = 0 + 0 + 0.111
S23 = 0.458122847 S24 = 0
(tarik) (tarik)
Titik M
ƩV= 0 ƩH= 0
-S23 sinα + S25 sin α = 0 S22 - S23 cosα - S25 cosα - S26 = 0
S25 sinα = S23 sinα S26 = S22 - S23 cosα - S25 cosα
S25 sinα = 0.444444444 S26 = 1 - 0 - 0.111
S25 = 0.458122847 S26 = 1
(tekan) (tekan)
Titik N
ƩV= 0 ƩH= 0
-S25 sinα + S27 sinα = 0 S24 + S25 cosα + S27 cosα - S28 = 0
S27 sinα = S25 sinα S28 = S24 + S25 cosα + S27 cosα
S27 sinα = 0.444444444 S28 = 0 + 0 + 0.111
S27 = 0.458122847 S28 = 0
(tarik) (tarik)
(lanjutan)
Titik O
ƩV= 0 ƩH= 0
-S27 sinα + S29 sinα = 0 S26 - S27 cosα - S29 cosα - S30 = 0
S29 sinα = S27 sinα S30 = S26 - S27 cosα - S29 cosα
S29 sinα = 0.444444444 S30 = 1 - 0 - 0.111
S29 = 0.458122847 S30 = 0
(tekan) (tekan)
Titik P
ƩV= 0 ƩH= 0
-S29 sinα + S31 sinα = 0 S28 + S29 cosα + S31 cosα - S32 = 0
S31 sinα = S29 sinα S32 = S28 + S29 cosα + S31 cosα
S31 sinα = 0.444444444 S32 = 0 + 0 + 0.111
S31 = 0.458122847 S32 = 0
(tarik) (tarik)
Titik Q
ƩV= 0 ƩH= 0
-S31 sinα + S33 sinα = 0 S30 - S31 cosα - S33 cosα - S34 = 0
S33 sinα = S31 sinα S34 = S30 - S31 cosα - S33 cosα
S33 sinα = 0.444444444 S34 = 0 - 0 - 0.111
S33 = 0.458122847 S34 = 0
(tekan) (tekan)
Titik R
ƩV= 0 ƩH= 0
-S33 sinα + S35 sinα = 0 S32 + S33 cosα + S35 cosα - S36 = 0
S35 sinα = S35 sinα S36 = S32 + S33 cosα + S35 cosα
S35 sinα = 0.444444444 S36= 0 + 0 + 0.111
S35 = 0.458122847 S36 = 0
(tarik) (tarik)
Titik S
ƩV= 0 ƩH= 0
-S35 sinα + S37 sinα = 0 S34 - S35 cosα - S37 cosα - S38 = 0
S37 sinα = S35 sinα S38 = S34 - S35 cosα - S37 cosα
S37 sinα = 0.444444444 S38 = 0 - 0 - 0.111
S37 = 0.458122847 S38 = ##
(tekan)
Titik T
ƩV= 0
S37 sinα - Rb = 0
S37 sinα = Rb
0.44 0.44
(CONTROL)
(lanjutan)
No.
Batang
Gaya
Batang
(N)
Ket.
1 0.00Beban
Kerja, S
Beban
Unit, s
2 0.00 1 164.92 50.24 0.00 0.00 0.000 0.000
3 -0.57 (tekan) 2 80 28.26 0.00 0.00 0.000 0.000
4 0.14 (tarik) 3 164.92 50.24 -5669.27 -0.57 -0.093 0.053
5 0.57 (tarik) 4 80 113.04 1375.00 0.14 0.005 0.001
6 -0.28 (tekan) 5 164.92 50.24 5669.27 0.57 0.093 0.053
7 -0.57 (tekan) 6 80 28.26 -2750.00 -0.28 -0.039 0.011
8 0.42 (tarik) 7 164.92 50.24 -5669.27 -0.57 -0.093 0.053
9 0.57 (tarik) 8 80 113.04 4125.00 0.42 0.015 0.006
10 -0.56 (tekan) 9 164.92 50.24 5669.27 0.57 0.093 0.053
11 -0.57 (tekan) 10 80 28.26 -5500.00 -0.56 -0.078 0.043
12 0.69 (tarik) 11 164.92 50.24 -5669.27 -0.57 -0.093 0.053
13 0.57 (tarik) 12 80 113.04 6875.00 0.69 0.024 0.017
14 -0.83 (tekan) 13 164.92 50.24 5669.27 0.57 0.093 0.053
15 -0.57 (tekan) 14 80 28.26 -8250.00 -0.83 -0.117 0.097
16 0.45 (tarik) 15 164.92 50.24 -5669.27 -0.57 -0.093 0.053
17 0.57 (tarik) 16 80 113.04 4417.43 0.45 0.016 0.007
18 -1.11 (tekan) 17 164.92 50.24 5669.27 0.57 0.093 0.053
19 0.46 (tarik) 18 80 28.26 -11000.00 -1.11 -0.156 0.173
20 0.14 (tarik) 19 164.92 50.24 -5669.27 0.46 -0.093 -0.043
21 -0.46 (tekan) 20 80 113.04 3821.38 0.14 0.014 0.002
22 -0.89 (tekan) 21 164.92 50.24 -5669.27 -0.46 -0.093 0.043
23 0.46 (tarik) 22 80 28.26 -11000.00 -0.89 -0.156 0.138
24 0.09 (tarik) 23 164.92 50.24 5669.27 0.46 0.093 0.043
25 -0.46 (tekan) 24 80 113.04 4417.43 0.09 0.016 0.0013
26 -0.67 (tekan) 25 164.92 50.24 -5669.27 -0.46 -0.093 0.043
27 0.46 (tarik) 26 80 28.26 -8250.00 -0.67 -0.117 0.078
28 0.14 (tarik) 27 164.92 50.24 5669.27 0.46 0.093 0.043
29 -0.46 (tekan) 28 80 113.04 6875.00 0.14 0.024 0.003
30 -0.44 (tekan) 29 164.92 50.24 -5669.27 -0.46 -0.093 0.043
31 0.46 (tarik) 30 80 28.26 -5500.00 -0.44 -0.078 0.035
32 0.09 (tarik) 31 164.92 50.24 5669.27 0.46 0.093 0.043
33 -0.46 (tekan) 32 80 113.04 4125.00 0.09 0.015 0.001
34 -0.22 (tekan) 33 164.92 50.24 -5669.27 -0.46 -0.093 0.043
35 0.46 (tarik) 34 80 28.26 -2750.00 -0.22 -0.039 0.009
36 0.14 (tarik) 35 164.92 50.24 5669.27 0.46 0.093 0.043
37 -0.46 (tekan) 36 80 113.04 1375.00 0.14 0.005 0.001
38 0.00 37 164.92 50.24 -5669.27 -0.46 -0.093 0.043
39 0.00 38 80 28.26 0.00 0.00 0.000 0.000
39 164.92 50.24 0.00 0.00 0.000 0.000
1.390
P (N)Lendutan
(mm)P(kN)
100 0.01 0.1
1000 0.13 1
2000 0.25 2
3000 0.38 3
4000 0.51 4
5000 0.63 5
6000 0.76 6
7000 0.8847 7
8000 1.01109 8
9000 1.13747 9
10000 1.26386 10
11000 1.39024 11
No.
Batang
Panjang
Batang
(mm)
Luas
(mm2)
Gaya Pada Batang
Δl (mm) s.Δl
Ʃ=Lendutan vertikal di titik J
Lampiran 7
Metode FEM Analisis Benda Uji STR75
Beban
(kN)
Lendutan
(mm)
Regangan
SG-RK
(με)
Regangan
SG-TR
(με)
0.10 0.21 6 3
0.20 0.41 12 7
0.30 0.62 19 10
0.40 0.83 25 13
0.50 1.03 31 17
0.60 1.24 37 20
0.70 1.45 44 23
0.80 1.65 50 27
0.90 1.86 56 30
1.00 2.07 62 33
1.10 2.27 68 36
1.20 2.48 75 40
1.30 2.69 81 43
1.40 2.89 87 46
1.50 3.10 93 50
1.60 3.31 99 53
1.70 3.51 106 56
1.80 3.72 112 60
1.90 3.93 118 63
2.00 4.13 124 66
2.10 4.34 131 70
2.20 4.54 137 73
2.30 4.75 143 76
2.40 4.96 149 80
2.50 5.16 155 83
2.60 5.37 162 86
2.70 5.58 168 90
2.80 5.78 174 93
2.90 5.99 180 96
3.00 6.20 187 100
3.10 6.40 193 103
3.20 6.61 199 106
3.30 6.82 205 109
3.40 7.02 211 113
3.50 7.23 218 116
3.60 7.44 224 119
(lanjutan)
Beban
(kN)
Lendutan
(mm)
Regangan
SG-RK
(με)
Regangan
SG-TR
(με)
3.70 7.64 230 123
3.80 7.85 236 126
3.90 8.06 243 129
4.00 8.26 249 133
4.10 8.47 255 136
4.20 8.68 261 139
4.30 8.88 267 143
4.40 9.09 274 146
4.50 9.30 280 149
4.60 9.50 286 153
4.70 9.71 292 156
4.80 9.92 298 159
4.90 10.12 305 163
5.00 10.33 311 166
5.10 10.54 317 169
5.20 10.74 323 173
5.30 10.99 330 176
5.40 11.31 336 179
5.50 11.63 342 182
5.60 11.95 348 186
5.70 12.27 354 189
5.80 12.59 361 192
5.90 12.92 367 196
6.00 13.24 373 199
6.10 13.56 379 202
6.20 13.88 386 206
6.30 14.20 392 209
6.40 14.52 398 212
6.50 14.85 404 216
6.60 15.17 410 219
6.70 15.49 417 222
6.80 15.81 423 226
6.90 16.13 429 229
7.00 16.45 435 232
7.10 16.78 442 236
7.20 17.10 448 239
7.30 17.42 454 242
(lanjutan)
Beban
(kN)
Lendutan
(mm)
Regangan
SG-RK
(με)
Regangan
SG-TR
(με)
7.40 17.74 460 245
7.50 18.06 466 249
7.60 18.38 473 252
7.70 18.70 479 255
7.80 19.03 485 259
7.90 19.35 491 262
8.00 19.70 497 265
8.10 20.06 504 269
8.20 20.42 510 272
8.30 20.77 516 275
8.40 21.13 522 279
8.50 21.48 529 282
8.60 21.84 535 285
8.70 22.19 541 289
8.80 22.55 547 292
8.90 22.90 553 295
9.00 23.26 560 299
9.10 23.62 566 302
9.20 23.97 572 305
9.30 24.33 578 309
9.40 24.68 585 312
9.50 25.04 591 315
9.60 25.39 597 318
9.70 25.75 603 322
9.80 26.11 609 325
9.90 26.46 616 328
10.00 26.82 622 332
10.10 27.17 628 335
10.20 27.53 634 338
10.30 27.88 641 342
10.40 28.24 647 345
10.50 28.60 653 348
10.60 28.96 659 352
10.70 29.34 665 355
10.80 29.71 672 358
10.90 30.09 678 362
11.00 30.46 684 365
11.10 30.84 690 368
(lanjutan)
Beban
(kN)
Lendutan
(mm)
Regangan
SG-RK
(με)
Regangan
SG-TR
(με)
11.20 31.21 696 372
11.30 31.59 703 375
11.40 31.96 709 378
11.50 32.34 715 382
11.60 32.71 721 385
11.70 33.09 728 388
11.80 33.46 734 391
11.90 33.84 740 395
12.00 34.21 746 398
12.10 34.59 752 401
12.20 34.96 759 405
12.30 35.34 765 408
12.40 35.71 771 411
12.50 36.09 777 415
12.60 36.46 784 418
12.70 36.83 790 421
12.80 37.21 796 425
12.90 37.58 802 428
13.00 37.96 808 431
13.10 38.33 815 435
13.20 38.71 821 438
13.30 39.08 827 441
13.40 39.46 833 445
13.50 39.83 840 448
13.60 40.21 846 451
13.70 40.58 852 454
13.80 40.96 858 458
13.90 41.33 864 461
14.00 41.71 871 464
14.10 42.08 877 468
14.20 42.46 883 471
14.30 42.83 889 474
14.40 43.21 895 478
14.50 43.58 902 481
14.50 43.59 902 481
14.50 43.59 902 481
14.50 43.60 902 481
14.50 43.60 902 481
(lanjutan)
Beban
(kN)
Lendutan
(mm)
Regangan
SG-RK
(με)
Regangan
SG-TR
(με)
14.50 43.60 902 481
14.50 43.60 902 481
14.50 43.60 902 481
14.50 43.60 902 481
14.50 43.60 902 481
Lampiran 8
Metode FEM Analisis Benda Uji STR50
Beban
(kN)
Lendutan
(mm)
Regangan
SG-RK
(με)
Regangan
SG-TR
(με)
0.10 0.15 5 1
0.30 0.44 16 4
0.50 0.73 27 6
0.70 1.02 38 9
0.90 1.31 48 11
1.10 1.60 59 14
1.30 1.89 70 16
1.50 2.19 80 19
1.70 2.48 91 21
1.90 2.77 102 24
2.10 3.06 113 26
2.30 3.35 123 28
2.50 3.64 134 31
2.70 3.94 145 33
2.90 4.23 155 36
3.10 4.52 166 38
3.30 4.81 177 41
3.50 5.10 188 43
3.70 5.39 198 46
3.90 5.68 209 48
4.10 5.98 220 51
4.30 6.27 230 53
4.50 6.56 241 56
4.70 6.85 252 58
4.90 7.14 263 61
5.10 7.43 273 63
5.30 7.72 284 66
5.50 8.02 295 68
5.70 8.31 305 71
5.90 8.60 316 73
6.10 8.89 327 76
6.30 9.18 338 78
6.50 9.47 348 80
6.70 9.77 359 83
6.90 10.06 370 85
(lanjutan)
Beban
(kN)
Lendutan
(mm)
Regangan
SG-RK
(με)
Regangan
SG-TR
(με)
7.10 10.35 380 88
7.30 10.64 391 90
7.50 10.93 402 93
7.70 11.22 413 95
7.90 11.51 423 98
8.10 11.87 434 100
8.30 12.23 445 103
8.50 12.59 455 105
8.70 12.95 466 108
8.90 13.31 477 110
9.10 13.67 488 113
9.30 14.03 498 115
9.50 14.39 509 118
9.70 14.75 520 120
9.90 15.13 530 123
10.10 15.64 541 125
10.30 16.15 552 128
10.50 16.67 563 130
10.70 17.18 573 132
10.90 17.69 584 135
11.10 18.20 595 137
11.30 18.72 605 140
11.50 19.23 616 142
11.70 19.74 627 145
11.90 20.25 638 147
12.10 20.77 648 150
12.30 21.28 659 152
12.50 21.79 670 155
12.70 22.30 680 157
12.90 22.81 691 160
13.10 23.33 702 162
13.30 23.84 713 165
13.50 24.35 723 167
13.60 24.60 728 168
Lampiran 9
Metode FEM Analisis Benda Uji STR25
Beban
(kN)
Lendutan
(mm)
Regangan
SG-RK (με)
Regangan
SG-TR (με)
0.10 0.13 5 2
0.20 0.26 10 4
0.30 0.39 15 6
0.40 0.52 21 8
0.50 0.65 26 10
0.60 0.78 31 11
0.70 0.91 36 13
0.80 1.04 41 15
0.90 1.17 46 17
1.00 1.30 51 19
1.10 1.43 56 21
1.20 1.56 62 23
1.30 1.69 67 25
1.40 1.82 72 27
1.50 1.95 77 29
1.60 2.08 82 30
1.70 2.21 87 32
1.80 2.34 92 34
1.90 2.47 97 36
2.00 2.60 103 38
2.10 2.73 108 40
2.20 2.86 113 42
2.30 2.99 118 44
2.40 3.12 123 46
2.50 3.25 128 48
2.60 3.38 133 50
2.70 3.51 138 51
2.80 3.64 144 53
2.90 3.77 149 55
3.00 3.90 154 57
3.10 4.03 159 59
3.20 4.16 164 61
3.30 4.29 169 63
3.40 4.42 174 65
3.50 4.55 179 67
3.60 4.68 185 69
(lanjutan)
Beban
(kN)
Lendutan
(mm)
Regangan
SG-RK (με)
Regangan
SG-TR (με)
3.70 4.81 190 70
3.80 4.94 195 72
3.90 5.07 200 74
4.00 5.20 205 76
4.10 5.33 210 78
4.20 5.46 215 80
4.30 5.59 221 82
4.40 5.72 226 84
4.50 5.85 231 86
4.60 5.98 236 88
4.70 6.11 241 89
4.80 6.24 246 91
4.90 6.37 251 93
5.00 6.51 256 95
5.10 6.64 262 97
5.20 6.77 267 99
5.30 6.90 272 101
5.40 7.03 277 103
5.50 7.16 282 105
5.60 7.29 287 107
5.70 7.42 292 109
5.80 7.55 297 110
5.90 7.68 303 112
6.00 7.81 308 114
6.10 7.94 313 116
6.20 8.07 318 118
6.30 8.20 323 120
6.40 8.33 328 122
6.50 8.46 333 124
6.60 8.59 338 126
6.70 8.72 344 128
6.80 8.85 349 129
6.90 8.98 354 131
7.00 9.11 359 133
7.10 9.24 364 135
7.20 9.37 369 137
7.30 9.50 374 139
7.40 9.63 379 141
7.50 9.76 385 143
(lanjutan)
Beban
(kN)
Lendutan
(mm)
Regangan
SG-RK (με)
Regangan
SG-TR (με)
7.60 9.89 390 145
7.70 10.02 395 147
7.80 10.15 400 149
7.90 10.28 405 150
7.98 10.40 409 152
8.08 10.57 414 154
8.18 10.73 419 156
8.28 10.90 424 158
8.38 11.06 430 159
8.48 11.22 435 161
8.58 11.39 440 163
8.68 11.55 445 165
8.78 11.72 450 167
8.88 11.88 455 169
8.98 12.05 460 171
9.08 12.21 465 173
9.18 12.37 471 175
9.28 12.54 476 177
9.38 12.70 481 179
9.48 12.87 486 180
9.58 13.03 491 182
9.68 13.20 496 184
9.78 13.36 501 186
9.88 13.52 506 188
9.98 13.69 512 190
10.08 13.85 517 192
10.18 14.02 522 194
10.28 14.18 527 196
10.38 14.34 532 198
10.48 14.51 537 199
10.58 14.67 542 201
10.68 14.84 548 203
10.78 15.00 553 205
10.88 15.17 558 207
Lampiran 10
Dokumentasi Kegiatan Penelitian