Upload
others
View
31
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS AKHIR
ANALISIS KEGAGALAN PROSES WELDING PADA PRODUKSI STAY
1 B65 MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT
ANALYSIS (FMEA) DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA)
DI PT. X (MANUFAKTUR OTOMOTIF)
Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata
Satu (S1)
Disusun Oleh :
Nama : Singgih Sukaesar
Nim : 41614010046
Program Studi : Teknik Industri
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
MERCU BUANA JAKARTA
2018
ABSTRAK
4
Penelitian ini bertujuan untuk mencari akar penyebab masalah terjadinya
kegagalan pada proses welding yang menyebabkan cacat pada stay 1 B65 di PT. X
(Manufaktur Otomotif). Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
historis perusahaan, yang meliputi data jumlah produksi, data jumlah cacat, dan
data jenis cacat selama bulan Februari-Juli 2017. Data diolah dengan menggunakan
diagram pareto untuk mengetahui jenis cacat dominan yang terjadi pada kegagalan
proses welding. Setelah diketahui jenis cacat dominan selanjutnya dilakukan
analisis dengan menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
untuk mengidentifikasi mode kegagalannya, efek yang ditimbulkan, dan penyebab
dari mode kegagalan tersebut. Untuk mengetahui prioritas kegagalan sebagai fokus
utama perbaikan dilakukan penilaian, severity, occurrence, dan detection, sehingga
didapatkan nilai Risk Priority Number (RPN). Penyebab dari mode kegagalan
dengan nilai Risk Priority Number (RPN) paling besar yaitu Nozzle kurang
perawatan yang menyebabkan Lubang nozzle kotor dengan nilai RPN 385
kemudian dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan metode Fault Tree Analysis
(FTA) yang menghasilkan basic event atau kejadian dasar berupa, tidak ada work
instruction, operator yang masih baru, kurangnya pengawasan group leader dan,
tidak adanya jadwal perawatan nozzle.
Kata kunci : Diagram pareto, FMEA, FTA, RPN
5
ABSTRACT
This study aims to find the root cause of the problem of failure in the welding
process that causes defects in stay 1 B65 at PT. X (Automotive Manufacturing). The
data used in this study is historical data of the company, which includes data on the
amount of production, data on the number of defects, and data on types of defects
during February-July 2017. Data is processed using pareto diagrams to determine
the type of dominant defects that occur in the failure of the welding process. After
the dominant type of defect is known, then the analysis is done by using the Failure
Mode and Effect Analysis (FMEA) method to identify the failure mode, effect of
failure mode and the cause of the failure mode. To find out the priority of failure as
the main focus of improvement, assessment, severity, occurrence and detection are
carried out so that the Risk Priority Number (RPN) is obtained. The cause of the
failure mode with the highest Risk Priority Number (RPN) value is the less
maintenance nozzle which causes dirty nozzle holes with RPN 385 value and then
analyzed further using the Fault Tree Analysis (FTA) method which results in basic
events such as, not there is work instruction, a new operator, lack of group leader
supervision and no nozzle maintenance schedule.
Keywords: pareto diagram, FMEA, FTA, RPN
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah Sub'hanahu wa Ta'ala yang telah melimpahkan kasih dan sayang-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang berjudul “Analisis
Kegagalan Proses Welding Pada Produksi Stay 1 B65 Menggunakan Metode
Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) Dan Fault Tree Analysis (FTA) di PT.
X (Manufaktur Otomotif)”.
Maksud dan tujuan dari penyusunan Tugas Akhir ini adalah dalam rangka
melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program
Studi Teknik Industri Universitas Mercu Buana Jakarta.
Dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini, banyak sekali pihak yang sangat
membantu penulis dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya khususnya kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, Bapak dan Alm. Mama yang selalu memberikan
segalanya, baik dukungan secara moral maupun moril, serta kasih
sayangnya yang tiada hentinya dicurahkan kepada penulis.
2. Seluruh sanak saudara penulis yang senantiasa turut membantu penulis
dalam proses penulisan Tugas Akhir ini maupun selama berlangsungnya
masa perkuliahan.
3. Ibu Puspita Dewi Widayat, ST, MT selaku dosen pembimbing Tugas Akhir,
dan selaku dosen pembimbing akademik, yang dengan sukarela dan sabar
memberikan masukan-masukan serta arahan kepada penulis selama proses
pengerjaan Tugas Akhir maupun selama berlangsungnya masa perkuliahan.
4. Ibu Dr. Ir. Zulfa Fitri Ikatrinasari, MT selaku Kepala Program Studi Teknik
Industri dan selaku koordinator Tugas Akhir .
5. Bagian Quality Perusahaan, Khususnya kepada Bpk. Nana selaku Manager,
Bpk. Wisnu Eko, Bpk. Dudi, Bpk. Nasir, Bang Zaky, Mas Wahyu, Mas
vii
6. Ginard, Pak Haryoto, Pak Yusuf, Ibuu Indah dan seluruh staff atau
karyawan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
7. Seluruh rekan-rekan Mahasiswa Teknik Industri angkatan 2014 yang selalu
memberi dukungan serta waktu luangnya untuk berdiskusi, berbagi ilmu
dan bertukar pikiran bersama penulis baik selama penyusunan Tugas Akhir
ini maupun selama masa-masa Kuliah berlangsung.
8. Seluruh pihak yang membantu penulis selama penulisan Tugas Akhir yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah Sub'hanahu wa Ta'ala memberikan balasan yang berlipat ganda
atas kebaikan semua pihak yang telah banyak membantu penulis.
Penulis menyadari bahwa isi maupun punulisan Tugas Akhir ini jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi isi maupun tata cara
penulisannya. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun agar penulis dapat memperbaiki kedepannya. Semoga Tugas Akhir ini
dapat bermanfaat bagi penulis, perusahaan, para pembaca dan lainnya.
Jakarta, Agustus 2018
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................... 3
1.4 Batasan Penelitian .................................................................................... 4
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 6
2.1 Konsep dan Teori ..................................................................................... 6
2.1.1 Pengertian Kualitas ........................................................................... 6
2.1.2 Perspektif Terhadap Kualitas ............................................................ 8
2.1.3 Dimensi Kualitas ............................................................................... 9
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas ................................. 10
2.1.5 Produk Cacat ................................................................................... 12
2.1.6 Pengertian Pengendalian Kualitas ................................................... 13
2.1.7 Diagram Pareto................................................................................ 14
9
2.1.8 Failure Mode And Effect Analysis (FMEA).................................... 15
2.1.9 Tujuan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)........................ 15
2.1.10 Severity, Occurrence, Detection dan RPN ...................................... 15
2.1.11 Fault Tree Analysis (FTA) .............................................................. 19
2.1.12 Langkah-Langkah FTA ................................................................... 20
2.1.13 Simbol-Simbol FTA........................................................................ 20
2.2 Penelitian Terdahulu............................................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 29
3.1 Jenis Penelitian ....................................................................................... 29
3.2 Jenis Data dan Informasi ........................................................................ 29
3.3 Metode Pengumpulan Data .................................................................... 30
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................... 31
3.5 Langkah-Langkah Penelitian.................................................................. 32
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ................................ 34
4.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data ....................................................... 34
4.1.1 Profil Perusahaan ............................................................................ 34
4.1.2 Visi dan Misi ................................................................................... 34
4.1.3 Sejarah Singkat................................................................................ 35
4.1.4 Kebijakan Perusahaan ..................................................................... 35
4.1.5 Ketenaga Kerjaan ............................................................................ 36
4.1.6 Contoh Produk Yang Dihasilkan .................................................... 37
4.2 Flowchart Proses Welding Stay 1 B65 ................................................... 40
4.3 Data Produksi ......................................................................................... 40
4.3.1 Data Produksai Dan Data Cacat Stay 1 B65 ................................... 41
4.3.2 Jenis-Jenis Cacat Stay 1 B65 .......................................................... 44
10
4.4 Pengolahan Data ..................................................................................... 45
4.4.1 Penentuan Jenis Cacat Dominan ..................................................... 45
4.5 Analisis Diagram Sebab Akibat ............................................................. 47
4.5 Metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) .............................. 48
4.5.1 Penentuan Nilai Severity, Occurrence, Detection dan Risk Priority
Number (RPN) .............................................................................................. 48
4.5.2 Menentukan Nilai RPN Tertinggi ................................................... 50
4.6 Pencarian Akar Masalah Dengan FTA ................................................... 50
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 52
5.1 Identifikasi Jenis Cacat........................................................................... 52
5.2 Hasil Analisis FMEA ............................................................................. 52
5.3 Hasil Analisis FTA ................................................................................. 54
5.2 Usulan Perbaikan.................................................................................... 55
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 56
6.1 Kesimpulan............................................................................................. 56
6.2 Saran ....................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 58
LAMPIRAN .......................................................................................................... 60
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data produksi periode Februari – Juli 2017 ..................................... 1
Tabel 2.1 Severity ........................................................................................... 16
Tabel 2.2 Occurance........................................................................................ 17
Tabel 2.3 Detection ......................................................................................... 18
Tabel 2.4 Simbol-Simbol Gerbang FTA ......................................................... 21
Tabel 2.5 Simbol-Simbol Kejadian FTA ........................................................ 22
Tabel 2.6 Review Jurnal Penelitian Terdahulu ............................................... 24
Tabel 4.1 Data Total Produksi dan Data Jumlah Cacat Stay 1 B65 Bulan
Februari – Juli 2017 ........................................................................ 41
Tabel 4.2 Data Jenis Cacat dan Jumlah Cacat Stay 1 B65 Bulan Februari – Juli
2017................................................................................................. 43
Tabel 4.3 Jenis-jenis Cacat.............................................................................. 44
Tabel 4.4 Data Presentase Cacat dan kumulatif Cacat pada Stay 1 B65 ........ 45
Tabel 4.5 Hasil Penilaian Severity, Occurrence, Detection ............................ 49
Tabel 5.1 Usulan Perbaikan ............................................................................ 55
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Contoh Penggambaran FTA ........................................................ 23
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran .................................................................... 28
Gambar 3.1 Langkah-Langkah Penelitian....................................................... 32
Gambar 4.1 Contoh Produk Roda 2................................................................. 37
Gambar 4.2 Contoh Produk Roda 4 ................................................................ 38
Gambar 4.3 Dies and Tools ............................................................................. 39
Gambar 4.4 FlowChart Proses Welding Stay 1 B65 ....................................... 40
Gambar 4.5 Stay 1 B65 ................................................................................... 40
Gambar 4.6 Diagram Pareto Jenis Cacat Stay 1 B65 ...................................... 46
Gambar 4.7 Diagram sebab akibat welding keropos....................................... 47
Gambar 4.8 Diagram sebab akibat welding meleset ....................................... 48
Gambar 4.9 FTA Nozzle Kurang Perawatan................................................... 51
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dunia industri dewasa ini telah mengalami persaingan yang sangat ketat
Banyaknya industri yang sejenis telah menimbulkan persaingan bagi perusahaan
atau pelaku bisnis untuk menawarkan produk yang berkualitas dan memiliki daya
saing yang tinggi.
PT. X merupakan perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang
industri komponen otomotif, yang memproduksi komponen kendaraan roda empat
dan kendaraan roda dua, Stamping part maupun Welding Part. Guna menjamin
kualitas produknya, PT. X menerapkan sistem 5-S dan sistem manajemen mutu
yang ditandai dengan diterimanya sertifikat ISO 9002:1994 pada tahun 1996,
kemudian diperbaharui menjadi ISO 9001:2000 pada tahun 2002, Pada tahun 2009
mendapatkan ISO 9001:2008 dan sampai pada saat ini perusahaan ini meraih
sertifikat ISO/TS 16949 (automotive requirement).
Meski sistem produksi dan sistem manajemen mutu yang diterapkan PT. X
telah dilaksanakan dengan baik, namun pada kenyataan dilapangan masih dapat
ditemukan terjadinya kegagalan-kegagalan yang tidak dapat terhindarkan dimana
mutu produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar kualitas dengan apa yang
diharapkan oleh perusahaan, yaitu zero defect dimana produk yang dihasilkan tidak
ada cacat sama sekali.
Jika dilihat dari kondisi yang ada pada proses Welding di PT. X, cacat
produk masih dapat terjadi, data disajikan di bawah ini :
Tabel 1.1 Data produksi periode Februari – Juli 2017
jumlah produksi jumlah cacat %cacat
Stay 1 B65 70025 pcs 1553 pcs 2.2%
Stay 1 B74 69906 pcs 1242 pcs 1.8%
Stay 1 BK6 54007 pcs 899 pcs 1.6%
Sumber : Quality Control PT. X
1
2
dari Tabel 1.1 dapat terlihat bahwa pada periode Februari hingga Juli 2017
terdapat cacat produk dengan nilai presentase tertinggi sebesar 2.22% yang terjadi
pada produk Stay 1 B65.
Untuk menjaga kestabilan kualitas serta meminimalisir kegagalan dalam
proses welding membutuhkan pengawasan dan pengendalian kualitas secara ketat
serta dilakukan analisis untuk mencari akar penyebab masalah yang timbul, karena
kualitas yang tinggi pasti akan membuat konsumen puas dan mendorong kemajuan
bisnis. Selain itu mengurangi tingkat dan resiko cacat atau kerusakan yang berarti
mempertinggi produktifitas dan laba serta meningkatkan keamanan kerja
mengingat sampai saat ini PT. X dipercaya yang menjadi vendor dari beberapa
industri besar yang terdapat di Indonesia seperti Toyota, Daihatsu, Honda, Hino,
Nissan, Yamaha, Suzuki, Kawasaki dan lain-lain.
Kualitas produk yang dihasilkan PT. X harus tetap dijaga agar perusahaan
tetap mampu bersaing dengan perusahaan lain dalam mempertahankan kepercayaan
konsumen. Pentingnya kualitas produk yang baik sesuai dengan standar atau
keinginan konsumen dibutuhkan metode pengendalian kualitas yang tepat untuk
peningkatan kualitas produk yang dihasilkan Untuk mengetahui permasalahan di
atas, perlu suatu metode yang tepat guna mencari akar masalah dari kegagalan
proses welding yang menyebab produk cacat atau tidak sesuai dengan standar.
Metode yang digunakan untuk mengatasi kegagalan proses welding yaitu
dengan menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fault
Tree Analysis (FTA). FMEA adalah teknik yang digunakan untuk mendefinisikan,
mengidentifikasi, dan menghilangkan kegagalan dan masalah pada proses produksi,
baik permasalahan yang telah diketahui maupun yang potensial terjadi pada sistem.
FTA adalah pendekatan Top-Down untuk menentukan penyebab potensi
terjadinya sebuah kegagalan yang menyebabkan cacat pada produk, Analisis
dilakukan dari kegagalan yang mungkin terjadi ditelusur mundur kebelakang untuk
semua kemungkinan penyebabnya. Menurut Pyzdek (2002), Fault Tree Analysis
(FTA) adalah suatu model diagram yang terdiri dari beberapa kombinasi kesalahan
(fault) secara pararel dan secara berurutan yang mungkin menyebabkan awal dari
failure event yang sudah ditetapkan.
3
Secara sederhana Fault Tree Analysis (FTA) dapat diuraikan sebagai teknik
analisis dimana suatu kesalahan dianalisis untuk menemukan kejadian yang tidak
diinginkan dapat terjadi, FTA bersifat top-down, artinya analisis yang dilakukan
dimulai dari kejadian umum (kerusakan secara umum) selanjutnya penyebabnya
(khusus) lalu dapat ditelusuri ke bawahnya.
Penggunaan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fault
Tree Analysis (FTA) diharapkan dapat mengidentifikasikan penyebab terjadinya
cacat produk yang ada di bagian welding PT. X, dengan menentukan faktor
penyebab kecacatan berdasarkan data yang telah diperoleh, sehingga kualitas
produk yang baik akan didapatkan dan tujuan perusahaan dalam menghasilkan
produk yang sesuai dengan permintaan konsumen dapat tercapai.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah
1. Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya kegagalan proses welding
produksi stay 1 B65 yang menyebabkan produk cacat?
2. Apa usulan perbaikan yang dapat diberikan untuk mencegah kegagalan
proses welding stay 1 B65 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan pengendalian kualitas yang di harapkan, dari uraian rumusan
masalah diatas adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya kegagalan proses welding
stay 1 B65 yang menyebabkan produk cacat.
2. Memberikan usulan perbaikan untuk mencegah kegagalan proses welding
stay 1 B65.
4
1.4 Batasan Penelitian
Agar penelitian ini lebih fokus dan terarah terhadap pemecahan masalah
yang telah dirumuskan sebelumnya maka diperlukan batasan masalah, Adapun
pembatasan permasalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian hanya dilakukan di bagian welding PT. X
2. Penelitian ini hanya menganalisis produk stay 1 B65.
3. Tidak dilakukan analisis biaya terhadap proses yang dijadikan sebagai objek
penelitian.
4. Penelitian ini difokuskan untuk mencari penyebab utama terjadinya cacat
produk stay 1 B65 pada periode Februari – Juli 2017.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan digunakan agar dalam penyusunannya dapat tersaji
secara sistematis, maka dilakukan penyusunan sistematika penulisan sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan Latab Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Batasan Masalah, dan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian teori-teori mengenai konsep Pengendalian Kualitas
dan Metode yang digunakan yang didapatkan dari buku-buku literatur serta
sumber-sumber terpercaya lainnya.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan jenis dan variabelisasi data, metode pengambilan data,
metode pengolahan data, metode analisis data dan langkah-langkah
penelitian.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisikan data yang telah dikumpulkan sesuai dengan data yang
menunjang dalam penelitian ini. Pada bab ini dilakukan analisis terhadap
pengolahan data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Bab ini membahas tentang keterkaitan antar faktor-faktor dari data yang
diperoleh dari masalah yang diajukan, kemudian menyelesaikan masalah
tersebut, menganalisis proses, dan hasil penyelesaian masalah.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan akhir yang merupakan Jawaban dari tujuan
penelitian beserta saran sebagai masukan yang bersifat membangun dan
agar dapat lebih baik lagi pada penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep dan Teori
2.1.1 Pengertian Kualitas
Dalam perspektif Total Quality Management (TQM), kualitas dipandang
secara lebih luas, dimana tidak hanya dinilai dari aspek hasil akhir saja yang
ditekankan, melainkan juga meliputi proses, lingkungan, dan manusia. Dalam
mendefinisikan kualitas produk, ada lima pakar utama dalam manajemen mutu
terpadu Total Quality Management (TQM) yang saling mengemukakan
pendapatnya. Di bawah ini adalah pengertian kualitas menurut lima pakar TQM
yang dikutip oleh (Nasution, 2001) :
1. Menurut Juran (1993), didalam Nasution (2001)
Kualitas adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu
didasarkan pada lima ciri utama berikut:
a. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan.
b. Psikologis, yaitu citra rasa atau status.
c. Waktu, yaitu kehandalan.
d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan.
e. Etika, yaitu sopan santun, ramah dan jujur
Kecocokan penggunaan suatu produk adalah apabila produk mempunyai
daya tahan penggunaan yang lama, meningkatkan citra atau status
konsumen yang memakainya, tidak mudah rusak, adanya jaminan kualitas
dan sesuai etika bila digunakan. Khusus untuk jasa diperlukan pelayanan
kepada pelanggan yang ramah, sopan serta jujur sehingga dapat
menyenangkan atau memuaskan pelanggan.
6
7
2. Menurut Crosby (1979) didalam Nasution (2001)
Kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan
atau distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar
kualitas yang telah ditentukan. Standar kualitas meliputi bahan baku, proses
produksi dan produk jadi.
3. Menurut Deming (1982) didalam Nasution (2001)
Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Apabila Juran
mendefinisakan kualitas sebagai fitness for use dan Crosby sebagai
conformance to requirement, maka Deming mendefisinikan kualitas
sebagai kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan
harus benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas
suatu produk yang akan dihasilkan.
4. Menurut Feigenbaum (1986) didalam Nasution (2001)
Kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer
satisfaction). Suatu produk dikatakan berkualitas apabila dapat memberi
kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang
diharapkan konsumen atas suatu produk.
5. Menurut Garvin (1988) didalam Nasution (2001)
Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
manusia atau tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Selera atau
harapan konsumen pada suatu produk selalu berubah sehingga kualitas
produk juga harus berubah atau disesuaikan. Dengan perubahan kualitas
produk tersebut, diperlukan perubahan atau peningkatan keterampilan
tenaga kerja, perubahan proses produksi dan tugas, serta perubahan
lingkungan perusahaan agar produk dapat memenuhi atau melebihi harapan
konsumen.
8
Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal,
namun dari ke lima definisi kualitas di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu
dalam elemen-elemen sebagai berikut :
1. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Kualitas mencakup produk, jasa manusia, proses dan lingkungan.
3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang
dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas
pada masa mendatang) (Nasution, 2001).
2.1.2 Perspektif Terhadap Kualitas
Menurut Garvin yang dikutip oleh Tjiptono (2012), setidaknya ada lima
perspektif kualitas yang berkembang saat ini:
1. Transcendental Approach
Dalam perspektif ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence, yaitu
sesuatu yang secara intuitif dapat dipahami, namun nyaris tidak mungkin
dikomunikasikan, sebagai conoh kecantikan atau cinta. Perpektif ini
menegaskan bahwa orang hanya bisa belajar memahami kualitas melalui
pengalaman yang didapatkan dan eksposure berulang kali (repeated
exposure)
2. Product-Based Approach
Perspektif ini mengasumsikan bahwa kualitas merupakan karakteristik,
komponen atau atribut objektif yang dapat dikuantitatifkan dan dapat
diukur. Perbedaan dalam hal kualitas mencerminkan perbedaan dalam
jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Semakin banyak
atribut yang dimiliki sebuah produk atau merek, semakin berkualitas produk
atau merek bersangkutan.
3. User-Based Approach
Perspektif ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada
orang yang menilainya (eyes of the beholder), sehingga produk yang paling
memuaskan preferensi seseorang (maximum satisfaction) merupakan
produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang bersifat subyektif
9
dan demandoriented ini juga menyatakan bahwa setiap pelanggan memiliki
kebutuhan dan keinginan masing-masing yang berbeda satu sama lain,
sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum
yang dirasakan.
4. Manufacturing-Based Approach
Perspektif ini bersifat supply-based dan lebih berfokus pada praktik-praktik
perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai
kesesuaian atau kecocokan dengan persyaratan (conformance to
requirements). Dalam konteks bisnis jasa, kualitas berdasarkan perspektif
ini cenderung bersifat operation-driven.
5. Value-Based Approach
Perspektif ini memandang kualitas dari aspek nilai (value) dan harga (price).
Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas
didefinisikan sebagai affordable excellence, yakni tingkat kinerja „terbaik‟
atau sepadan dengan harga yang dibayarkan. Kualitas dalam perspektif ini
bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling bernilai
adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy).
2.1.3 Dimensi Kualitas
Menurut Garvin yang dikutip oleh Tjiptono dan Diana (2003) ada delapan
dimensi kualitas yang dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan strategis dan
analisis, terutama untuk kegiatan manufaktur, antara lain adalah sebagai berikut :
1. Kinerja (performance)
Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Hal ini
dilihat dari manfaat atau khasiat utama produk yang kita beli. Biasanya ini
menjadi pertimbangan pertama kita dalam membeli suatu produk.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan (features)
Merupakan karakteristik atau cirri-ciri tambahan yang melengkapi manfaat
dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau option bagi konsumen. Kalau
manfaat utama sudah standar, fitur sering kali ditambahkan. Sehingga, fitur
bisa meningkatkan kualitas produk jika pesaing tidak memilikinya.
10
3. Kehandalan (reliability)
Dimensi keandalan adalah peluang suatu produk bebas dari kegagalan saat
menjalankan fungsinya.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications)
Conformance adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar yang
dinyatakan suatu produk. Ini semacam “janji” yang harus dipenuhi oleh
produk. Produk yang memiliki kualitas dari dimensi ini berarti sesuai
dengan standarnya.
5. Daya tahan (durability)
Daya tahan menunjukkan usia produk, yaitu jumlah pemakaian suatu
produk sebelum produk itu digantikan atau rusak. Semakin lama daya
tahannya tentu semakin awet. Produk yang awet akan dipersepsikan lebih
berkualitas dibandingkan produk yang cepat habis atau cepat diganti.
6. Kemampuan diperbaiki (serviceability)
Sesuai dengan maknanya, disini kualitas produk ditentukan atas dasar
kemampuan diperbaiki dengan mudah, cepat, dan kompeten. Produk yang
mampu diperbaiki tentu kualitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan
produk yang tidak atau sulit diperbaiki.
7. Estetika (keindahan)
Keindahan menyangkut tampilan produk yang bisa membuat konsumen
suka. Ini sering kali dilakukan dalam bentuk desain produk atau
kemasannya.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)
Ini menyangkut penilaian konsumen terhadap citra, merek, atau iklan.
Produk-produk yang bermerek terkenal biasanya dipersepsikan lebih
berkualitas dibanding dengan merek-merek yang tidak didengar.
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas
Menurut Feigenbaum (2002) faktor-faktor mendasar yang mempengaruhi
kualitas antara lain sebagai berikut :
11
1. Pasar (Market)
Pada masa sekarang konsumen memperoleh produk yang lebih baik untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pasar menjadi lebih luas ruang
lingkupnya dan bahkan secara fungsional lebih terspesialisasi di dalam
barang dan jasa yang ditawarkan. Dengan bertambahnya perusahaan pasar
menjadi bersifat internasional dan bahkan bersifat mendunia akibatnya bisnis
harus lebih fleksibel dan mampu berubah arah dengan cepat.
2. Uang (Money)
Meningkatnya persaingan dibanyak bidang bersamaan dengan berfluktuasi
ekonomi dunia telah menurunkan batas (margin laba). Pada waktu yang
bersamaan kebutuhan akan otomatisasi telah mendorong pengeluaran biaya
yang lebih besar untuk proses dan perlengkapan yang baru.
3. Manajemen (Management).
Tanggung jawab kualitas telah didistribusikan antara beberapa kelompok
khusus misal bagian pemasaran, bagian pembelian dan bagian yang
mempunyai proses yang mempunyai tugas masing-masing.
4. Manusia (Man)
Pertumbuhan yang cepat dan pengetahuan teknis dan penciptaan seluruh
bidang-bidang baru seperti elektronika komputer telah menciptakan suatu
permintaan yang besar akan pekerja-pekerja dengan pengetahuan yang
khusus.
5. Motivasi (Motivation)
Para pekerja masa kini memerlukan sesuatu yang dapat memperkuat rasa
keberhasilan di dalam pekerjaan mereka dan pengakuan yang positif bahwa
mereka secara pribadi turut memberikan sumbangan atas tercapainya tujuan
perusahaan. Hal ini membimbing kearah kebutuhan yang tidak pernah ada
sebelumnya, yaitu pendidikan kualitas dan komunikasi yang lebih baik
tentang kesadaran kualitas.
12
6. Bahan Baku (Materials)
Karena biaya produksi dan persyaratan kualitas, maka para ahli Teknik
memilih bahan dengan batasan yang lebih ketat dari sebelumnya.
7. Mesin dan Mekanik (Machine and Mechanication)
Kualitas yang baik menjadi sebuah faktor kritis dalam memelihara waktu
kerja mesin agar fasilitas-fasilitas dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Semakin
besar usaha perusahan untuk melaksanakan mekanisasi dan otomatisasi
untuk pencapaian penurunan ini menjadi nyata dan untuk meningkatkan
pekerjaan dan pemakaian mesin hingga kenilai yang memuaskan.
8. Metode Informasi Modern (Modern Information Method)
Perkembangan tekhnologi komputer yang cepat telah membuka
kemungkinan untuk mengumpulkan, menyimpan dan mengambil kembali
dan memanipulasi informasi pada suatu skala yang tidak pernah
terbayangkan sebelumnya. Tekhnologi informasi baru yang ampuh
menyediakan cara untuk mengendalikan mesin dan proses selama waktu
pembuatan pada taraf yang tidak terduga sebelumnya dan mengendalikan
produk dan jasa bahkan hingga sampai ke pelanggan.
9. Persyaratan proses produksi (Mounting Product Requirement)
Kemajuan pesat dalam kerumitan perekayasaan rancangan, memerlukan
kendali yang lebih ketat pada seluruh proses pembuatan sehingga
memerlukan syarat-syarat untuk pengerjaannya.
2.1.5 Produk Cacat
Produk menurut kamus besar bahasa Indonesia yaitu barang atau jasa yang
dibuat atau ditambah gunanya atau nilainya dalam proses produksi dan menjadi
hasil akhir dari proses produksi itu. Sedangkan cacat mengandung pengertian
kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang
sempurna. Dari kedua pengertian tersebut jika digabungkan mengandung
pengertian, bahwa produk cacat berarti barang atau jasa yang dibuat dalam proses
produksi namun memiliki kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya
kurang baik atau kurang sempurna.
13
Menurut Foster (2004) produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi
spesifikasinya. Hal ini berarti juga tidak sesuai dengan standar kualitas yang telah
ditetapkan. Produk cacat yang terjadi selama proses produksi mengacu pada produk
yang tidak diterima oleh konsumen. Produk cacat adalah produk yang tidak
memenuhi standar mutu yang telah ditentukan tetapi dengan mengeluarkan biaya
pengerjaan kembali untuk memperbaikinya, produk tersebut secara ekonomis dapat
disempurnakan lagi menjadi produk yang lebih baik lagi. Tetapi dalam perlakuan
terhadap biaya pengerjaan kembali produk cacat adalah mirip dengan yang produk
cacat.
Sedangkan menurut Goetsch (1994) Produk disebut cacat bila produk itu
tidak aman dalam penggunaanya, tidak memenuhi syarat-syarat tertentu
sebagaimana yang diharapkan orang dengan mempertimbangkan berbagai keadaan,
terutama tentang penampilan produk, kegunaan yang seharusnya diharapkan dari
produk serta saat produk tersebut dipasarkan. Produk tidak cacat apabila produk
pada saat diedarkan bisa diterima oleh konsumen
Dari beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa produk cacat
adalah produk yang tidak sesuai dengan standar yang sudah ditentukan sehingga
produk menjadi tidak layak untuk digunakan karena mengakibatkan kualitas yang
rendah dan merugikan produsen serta konsumen.
2.1.6 Pengertian Pengendalian Kualitas
Pada perkembangan dunia perindustrian saat ini, mutu atau kualitas mulai
diperhatikan dan menjadikannya tidak dapat dipisahkan dalam pengendalian
produksi. Pada hakekatnya pengendalian kualitas perlu dilaksanakan oleh setiap
perusahaan, Karena pengendalian kualitas sangat erat hubungannya dengan
peningkatan kualitas.
Menurut Assauri (2008), mengungkapkan bahwa Pengendalian kualitas
adalah kegiatan-kegiatan untuk memastikan apakah kebijaksanaan dalam mutu
dapat tercermin dalam hasil akhir. Dengan kata lain pengendalian mutu merupakan
usaha untuk mempertahankan mutu dari barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan
14
spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan
perusahaan.
Sedangkan menurut Gaspersz (2002), Pengendalian kualitas merupakan
aktivitas teknik dan manajemen, melalui mana kita mengukur karakteristik kualitas
dari barang atau jasa yangdihasilkan, kemudian membandingkan hasil pengukuran
dengan spesifikasi output yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan
perbaikan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan
standar.
Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa pengendalian kualitas adalah
suatu sistem atau tindakan yang digunakan perusahaan supaya produk yang
dihasilkan dapat memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan atau sesuai
dengan tuntutan dan harapan konsumen.
2.1.7 Diagram Pareto
Menurut Gaspersz (2002), diagram pareto adalah grafik batang yang
menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Dinamakan
diagram pareto sesuai dengan penemunya seorang bangsa Italia bernama Wilfredo
Pareto pada tahun 1897. Dalam diagram pareto dikenal istilah “Vital Few-Trivial
Many”, yang artinya sedikit tapi vital atau sangat penting, banyak tetapi kurang vital
atau hasilnya kurang penting.
Sedangkan Menurut Heizer dan Render (2006) diagram pareto adalah
metode dalam mengorganisasikan kesalahan, atau cacat untuk membantu focus atau
usaha penyelesaian masalah. Diagram Pareto dibuat untuk menemukan atau
mengetahui masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyesuaian
masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan.
Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang dominan maka kita akan bisa
menetapkan prioritas perbaikan. Perbaikan pada faktor penyebab yang dominan ini
akan membawa pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan penyelesaian
penyebab yang tidak berarti.
15
2.1.8 Failure Mode And Effect Analysis (FMEA)
Menurut Gaspersz (2002) FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk
mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan. Suatu mode
kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kegagalan dalam desain, kondisi
diluar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan produk yang
menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.
Menurut Manggala (2005) tahapan FMEA sendiri adalah sebagai berikut :
1. Menentukan komponen dari sistem / alat yang akan dianalisis.
2. Mengidentifikasi potensial failure / mode kegagalan dari proses yang
diamati.
3. Mengidentifikasikan akibat (potential effect) yang ditimbulkan potensial
failure mode.
4. Mengidentifikasi penyebab (potential cause) dari failure mode yang terjadi
pada proses yang berlangsung. Menetapkan nilai-nilai (dengan jalan
observasi lapangan dan brainstorming) dalam point.
2.1.9 Tujuan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Tujuan yang dapat dicapai oleh perusahaan dengan penerapan FMEA
menurut Chrysler (1995) adalah :
1. Untuk mengidentifikasi mode kegagalan dan tingkat keparahan efeknya.
2. Untuk mengidentifikasi karakteristik kritis dan karakteristik kritis dan
karakteristik signifikan.
3. Untuk mengurutkan pesanan desain potensial dan defisiensi proses.
4. Untuk membantu proses engineer dalam mengurangi perhatian terhadap
produk dan proses, dan membantu mencegah tumbulnya permasalahan.
2.1.10 Severity, Occurrence, Detection dan RPN
Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan meka FMEA harus
didefinisikan terlebih dahulu tentang Severity, Occurrence, Detection, serta hasil
akhirnya yang berupa Risk Priority Number (RPN).
16
1. Severity
Severity adalah langkah pertama untuk menganalisis resiko yaitu
menghitung seberapa besar dampak/intensitas kejadian mempengaruhi
output proses. Dampak tersebut diranking mulai skala 1 sampai 10. Adapun
nilai yang menjabarkan severity dapat dilihat pada tabel 2.1 Severity.
Tabel 2.1 Severity
Ranking
Kriteria
1.
Negligible Severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan). Kita tidak
perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja
produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan memperhatikan
kecacatan ini.
2.
3.
Mild Severity (pengaruh buruk yang ringan). Akibat yang timbul hanya bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan
perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan pada saat
pemeliharaan regular.
4.
5.
6.
Moderate Severity (pengaruh buruk yang moderat). Pengguna akhir
akan merasakan penurunan kinerja, namun masih dalam batas
tolenrasi. Perbaikan yang dilakukan tidak mahal dan dapat dilakukan
dalam waktu singkat.
7.
8.
High Severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan
Merasakan akibat buruk yang tidak akan diterima, berada diluar batas
toleransi. Perbaikan yang dilakukan sangat mahal.
9
10
Potential Saverity Problems (masalah keamanan potensial). Akibat
yang ditimbulkan sangat berbahaya dan berpengaruh terhadap
keselamatan pengguna. Bertentangan dengan hukum.
(Sumber : Gaspersz 2002)
17
2. Occurance
Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi dan
menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan produk. Dengan
memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1 sampai 10.
Occurrence menunjukkan nilai keseringan suatu masalah yang terjadi
karena potential cause. Adapun nilai yang menjabarkan occurrence dapat
dilihat pada tabel occurrence dibawah ini :
Tabel 2.2 Occurance
Degree
Berdasarkan frekuensi pada
kejadian
Rank
Remote
0,01 per 1000 item
1
Low
0,1 per 1000 item
2
0,5 per 1000 item
3
Moderate
1 per 1000 item
4
2 per 1000 item
5
5 per 1000 item
6
High
10 per 1000 item
7
20 per 1000 item
8
Very High
50 per 1000 item
9
100 per 1000 item
10
(Sumber : Gaspersz 2002)
18
3. Detection
Detection merupakan alat control yang digunakan untuk mendeteksi
potential cause. Identifikasi metode-metode yang diterapkan untuk
mencegah atau mendeteksi penyebab dari mode kegagalan. Proses Penilaian
ditunjukan pada table 2.3 Detection
Tabel 2.3 Detection
Rating
Kriteria
Berdasarkan pada
frekuensi kejadian
1
Metode pencegahan sangat efektif. Tidak
ada Kesempatan bahwa penyebab
mungkin muncul.
0,01 per 1000 item
2
3
Kemungkinan penyebab terjadi sangat
rendah.
0,1 per 1000 item
0,5 per 1000 item
4
5
6
Kemungkinan penyebab terjadi bersifat
moderat. Metode pencegahan kadang
memungkinkan penyebab itu terjadi.
1 per 1000 item
2 per 1000 item
5 per 1000 item
7
8
Kemungkinan penyebab terjadi masih
tinggi. Metode pencegahan kurang
efektif, penyebab masih berulang kembali
10 per 1000 item
20 per 1000 item
9
10
Kemungkinan penyebab terjadi sangat
tinggi. Metode pencegahan tidak efektif,
penyebab selalu berulang kembali.
50 per 1000 item
100 per 1000 item
(Sumber : Gaspersz 2002)
3. Risk Priority Number (RPN)
RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effects (Severity),
kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang
berhubungan dengan effects (Occurrence), dan kemampuan untuk
19
mendeteksi kegagalan sebelum terjadi pada pelanggan (Detection). RPN
dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Angka ini digunakan untuk mengidentifikasikan resiko yang serius,
sebagai petunjuk ke arah tindakan perbaikan.
2.1.11 Fault Tree Analysis (FTA)
Menurut Pyzdek (2002), Fault Tree Analysis (FTA) suatu model diagram
yang terdiri dari beberapa kombinasi kesalahan (fault) secara pararel dan secara
berurutan yang mungkin menyebabkan awal dari failure event yang sudah
ditetapkan. Secara sederhana FTA dapat diuraikan sebagai suatu teknik analisis
dimana suatu status yang tidak diinginkan menyangkut kesalahan suatu sistem yang
dianalisis dalam konteks operasi dan lingkungannya untuk menemukan semua cara
yang dapat dipercaya dalam peristiwa yang tidak diinginkan dapat terjadi.
Sedangkan menurut Rooney (2004) Fault Tree Analysis adalah suatu
analisis pohon kesalahan secara sederhana dapat diuraikan sebagai suatu teknik
analisis. Pohon kesalahan adalah suatu model grafis yang menyangkut berbagai
pararel dan kombinasi percontohan kesalahan-kesalahan yang akan mengakibatkan
kejadian dari peristiwa tidak diinginkan yang sudah didefinisi sebelumnya, atau
juga dapat diartikan merupakan gambaran hubungan timbal balik yang logis dari
peristiwa-peristiwa dasar yang mendorong.
Dalam membangun model pohon kesalahan (fault tree) dilakukan dengan
cara wawancara dengan manajemen dan melakukan pengamatan langsung terhadap
proses produksi dilapangan. Selanjutnya sumber-sumber kecelakaan kerja tersebut
digambarkan dalam bentuk model pohon kesalahan (fault tree). Analisis pohon
kesalahan (Fault Tree Analysis) merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan untuk menganalisis akar kegagalan proses
FTA bersifat top-down, artinya analisis yang dilakukan dimulai dari
kejadian umum (kerusakan secara umum) selanjutnya penyebabnya (khusus) dapat
ditelusuri ke bawahnya. Sebuah fault tree mengilustrasikan keadaan dari
komponen-komponen sistem (basic event) dan hubungan antara basic event dan top
20
event. Simbol diagram yang dipakai untuk menyatakan hubungan tersebut disebut
gerbang logika (logic gate). Output dari sebuah gerbang logika ditentukan oleh
event yang masuk ke gerbang tersebut.
2.1.12 Langkah-Langkah FTA
Menurut Blanchrad (2004), FTA menggunakan langkah-langkah terstruktur
dalam melakukan analisis deduktif pada sistem. Adapun langkah-langkah FTA
dalam suatu sistem, sebagai berikut :
1. Mendefinisikan kecelakaan.
2. Mempelajari sistem dengan cara mengetahui spesifikasi peralatan,
lingkungan kerja dan prosedur operasi.
3. Mengembangkan pohon kesalahan. Output yang diperoleh setelah
melakukan fault tree analysis (FTA) adalah peluang munculnya
kejadian terpenting dalam sistem dan memperoleh akar permasalahan
penyebabnya. Akar permasalahan tersebut kemudian
2.1.13 Simbol-Simbol FTA
Simbol-simbol dalam FTA dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Simbol-simbol gerbang (gate).
Simbol gate digunakan untuk menunjukkan hubungan antar kejadian dalam sistem.
Setiap kejadian dalam sistem dapat secara pribadi atau bersama-sama menyebabkan
kejadian lain muncul. Adapun simbol-simbol hubungan yang digunakan dalam
FTA dapat dilihat pada tabel 2.4.
2. Simbol-simbol kejadian (event)
Simbol kejadian digunakan untuk menunjukkan sifat dari setiap kejadian dalam
sistem. Simbol-simbol kejadian ini akan lebih memudahkan dalam
mengidentifikasi kejadian yang terjadi. Adapun simbol-simbol kejadian yang
digunakan dalam FTA seperti yang dicantumkan pada tabel 2.5.
21
Tabel 2.4 Simbol-Simbol Gerbang FTA
No Simbol Gate
Nama dan Keterangan
1
And gate. Output event terjadi jika semua input event
terjadi secara bersamaan.
2
Or gate. Output event terjadi jika paling tidak satu input
event terjadi.
3
k
n input 1
k out of n gate. Output event terjadi jika paling sedikit k
output dari n input event terjadi.
4
Exclusive OR gate. Output event terjadi jika satu input
event, tetapi tidak terjadi.
5
Inhibit gate. Input menghasilkan output jika conditional
event ada.
6
Priority AND gate. Output event terjadi jika semua input
event terjadi baik dari kanan maupun kiri.
7
Not gate. Output event terjadi jika input event tidak
terjadi.
Sumber : Blanchard, (2004)
22
Tabel 2.5 Simbol-Simbol Kejadian FTA
No
Simbol Gate
Nama dan Keterangan
1
Elipse, Gambar elipse menunjukkan kejadian pada level
paling atas (top level event ) dalam pohon keselahan.
2
Rectangle. Gambar rectangle menunjukkan kejadian
pada level menengah (intermediate fault event ) dalam
pohon kesalahan
3
Circle, Gambar circle menunjukkan kejadian pada level
paling bawah (lowest level failure event ) atau disebut
kejadian paling dasar (basic event )
4
Diamond, Gambar diamond menunjukkan kejadian
yang tidak terduga (undeveloped event ). Kejadian -
kejadian tak terduga dapat dilihat pada pohon keselahan
dan dianggap sebagai kejadian paling awal yang
menyebabkan kerusakan.
5
House, Gambar house menunjukkan kejadian input
(input event ) dan merupakan kegiatan terkendali
(signal). Kegiatan ini dapat menyebabkan kerusakan
Sumber : Blanchard, (2004)
23
Selanjutnya setiap fault akan saling berhubungan secara horizontal dengan
hubungan “and” atau “or”. Jika hubungan yang terjadi antara dua kejadian adalah
“and” berarti kejadian diatasnya baru dapat terjadi jika kedua kejadian dibawah
terjadi, namun jika penghubungnya adalah “or” maka kejadian diatasnya dapat
terjadi jika salah satu kejadian dibawahnya terjadi. Contoh penggambaran fauult
tree seperti pada gambar 2.1.
Sumber : Stamatelatos (2002)
Gambar 2.1 Contoh Penggambaran FTA
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu mengenai metode pengendalian kualitas
dengan metode FMEA serta FTA yang digunakan sebagai referensi dalam
penelitian ini disajikan dalam tabel 2.6
24
Tabel 2.6 Review Jurnal Penelitian Terdahulu
No Penulis Judul Penelitian Judul Jurnal Metode Hasil
1
Sultan,
& Haq,
(2012)
Risk Analysis
method
FMEA/FMECA
in the
organizations
International
Journal of
Basic &
Applied
Sciences
IJBAS-
IJENS, Vol.
11,05
FMEA
teknik mereka untuk menerapkannya dan
menemukan bahwa
perusahaan akrab dengan
Desain dan Proses saja dan
software FMEA organisasi
didasarkan pada sheet MS
Excel untuk menempatkan
semua data tentang
investigasi analisis risiko tim
FMEA ini FMEA.
Perusahaan mengikuti batas
RPN 200 dan nilai apapun di
luar batas ini dan sama
dengan ini ditandai merah.
Perangkat lunak ini
menyajikan grafik RPN ini
dari sebelum tindakan
diambil dan setelah tindakan
yang diambil.
2
Joshi,
(2014)
FMEA and
Alternatives v/s
enhanced risk
Assessment
mechanism
International
Journal of
Computer
Applications
(0975-8887),
Vol. 93, 14.
FMEA
makalah ini dimulai dengan deskripsi dari penilaian
risiko alat Kegagalan banyak
digunakan Mode & Efek
Analisis. Makalah ini
kemudian memeriksa
beberapa metode alternatif
untuk penilaian risiko dan
keuntungan mereka. Dalam
karya ini, kami juga
menunjukkan keuntungan
menggunakan Six Sigma
dalam Penilaian Risiko dan
mengusulkan teknik baru
yang akan mengatasi
pembatasan alat Manajemen
Risiko yang ada. Syarat
Umum Kegagalan Mode &
Efek Analisis, Penilaian
Risiko. Kata kunci FMEA,
Penilaian Risiko,
Manajemen Risiko, FMEA
Alternatif, Penyebab &
Effect, Tree Analysis, Six
Sigma 1.
25
Tabel 2.6 Review Jurnal Penelitian Terdahulu
3
Dudek
(2011)
Applicatio
n of
FMEA
method in
enterprise
focused on
quality
Journal of
Achievment in
Material and
Manufacturing
Engineering,
Vol. 45.
FMEA
pendekatan baru untuk
monitoring proses produksi
dalam organisasi
menggunakan Failure Mode
dan metode Analisis
Pengaruh telah disajikan.
Desain / metodologi /
pendekatan: Kemungkinan
penggunaan Kegagalan Mode
dan metode Analisis
Pengaruh terhubung dengan
peningkatan mutu
berkelanjutan dari organisasi.
Interdependensi metode
penelitian yang berkualitas
dan persyaratan proses
produksi ini telah dipilih
diperhitungkan. Temuan:
Pada saat ini perusahaan-
perusahaan harus
mengintegrasikan manajemen kualitas dan kontrol kualitas dengan kebutuhan pelanggan, persyaratan proses produksi dan juga metode kualitas. Seperti jenis strategi akan memungkinkan untuk mencapai keberhasilan bagi perusahaan-perusahaan ini. Keterbatasan penelitian / implikasi: FMEA adalah metode yang sangat penting yang harus digunakan dalam perusahaan untuk desain rekayasa, proses produksi, produk baru di praproduksi dan lingkup produksi dalam siklus hidup produk. Tujuan dari FMEA adalah membangun hubungan antara sebab dan akibat dari cacat, serta pencarian, pemecahan dan menggambar keputusan terbaik mengenai penerapan tindakan yang tepat.
26
Tabel 2.6 Review Jurnal Penelitian Terdahulu
4
Gaikwad,
Mulkutkar
Reliability
based
design
with
FMEA
AND FTA
Journal of
Mechanical and
Civil
Engineering
(IOSR-JMCE)
FMEA,
FTA
Dengan bantuan FMEA, kita dapat menentukan efek
kegagalan pada sistem dan FTA
perubahan desain dapat
diusulkan sejak awal untuk
mengatasi kekhawatiran atas
keandalan system.
Metodologi desain berbasis
keandalan dapat membawa
produk yang dapat diandalkan ke
pasar / konsumen dengan
menggunakan proses yang
difokuskan pada merancang atau
mengurangi kemungkinan
kegagalan pada metode sebelum
produksi dilaksanakan,
5
Ambekar,
Edlabadkar,
Shrouty.
(2013)
Implement
ation of
Failure
Mode and
Effect
Analysis
International
Journal of
Engineering and
Innovative
Technology
(IJEIT), Vol, 2.
FMEA
Untuk memenuhi persyaratan pelanggan dalam kualitas dan
keandalan, beberapa tindakan
untuk menjamin kualitas dan
keandalan produk atau proses
harus diambil oleh semua orang-
orang yang terlibat. Salah satu
metode yang paling kuat dan
tersedia untuk mengukur
keandalan produk atau proses
adalah FMEA.
FMEA menyediakan alat yang
mudah untuk ditentukan risiko
mana yang memiliki perhatian
terbesar dan oleh karena itu
suatu tindakan diperlukan untuk
mencegah masalah sebelum
muncul.
6
Hasbullah,
Kholil,
Santoso.
(2017)
Analisis Kegagalan
Proses
Insulasi
Pada
Produk
automotive
Wires (Aw) Dengan Metode Failure Modand Effect Analysis (Fmea)
Pada Pt Jlc
SINERGI, Vol.
21, 193-203
FMEA
Berdasarkan analisis yang telah
dilakukan terhadap hasil
penelitian, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan. FMEA
mampu mendeteksi beberapa
jenis kegagalan potensial. Dan
pada potential failure mode
dapat terdeteksi nilai RPN
tertinggi yang berarti FMEA
mampu mendeteksi kegagalan
untuk mendapat perhatian serius
dan prioritas untama untuk
perbaikan
27
Tabel 2.6 Review Jurnal Penelitian Terdahulu
7
Hidayat,
Pratiwi,
(2013)
Analisis Faktor Penyebab
Kegagalan
Mesin Grinder
Pada Proses
Produksi Plastic Film Di
Pt. Mutiara Hexagon
SINERGI,
Vol, 17. 3.
FMEA,
FTA
Berdsarkan hasil analisis
dengan FMEA telah didapatkan
nilai RPN tertinggi dari jenis
kegagalan dan mampu
mendeteksi probabillitas
terjadinya top event pada
analisis FTA
2.3 Kerangka Pemikiran
PT. X (Manufaktur Otomotif)
merupakan perusahaan yang
bergerak dibidang industri komponen
otomotif, Stamping part, maupun
welding part.
Obervasi Lapangan :
Melakukan Oberservasi lapangan dengan
datang langsung ke perusahaan
Wawancara dan diskusi langsung dengan
pegawai atau pihak yang terkait untuk
mengetahui permasalahan atau kondisi
perusahaan
Permasalahan :
Permasalahan yang terjadi di PT.X adalah
masih sering ditemui produk cacat, khususnya
pada proses welding produk Stay 1 B65,
dimana produk yang dihasilkan tidak sesuai
dengan kriteria atau standar yang telah
ditetapkan perusahaan
Data yang akan dikumpulkan :
Data jumlah produksi Stay 1
B65
Data jumlah cacat Stay 1 B65
Data Jenis cacat Stay 1 B65
Studi Kepustakaan :
Pengertian Kualitas
Pengertian Pengendalian Kualitas
Pengertian FMEA
Pengertian FTA
Analisa
Metode yang digunakan adalah :
Metode FMEA (Mencari nilai Severity,
Occurance, Detection, dan nilai RPN)
Metode FTA (Melakukan identifikasi
penyebab potensial terjadinya kegagalan)
Hasil dan
Kesimpulan
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan tahapan penelitian yang harus ditetapkan
terlebih dahulu sebelum melakukan proses pemecahan masalah, sehingga
penelitian dapat dilakukan dengan lebih terarah dan terkendali sehingga
mempermudah dalam menganalisis permasalahan yang ada yaitu analisis penyebab
cacat produk Stay 1 B65 dengan menggunakan metode FMEA (Failure Mode and
Effect Analysis) dan FTA (Fault Tree Analysis).
3.1 Jenis Penelitian
Menurut Sugiyono (2003) terdapat beberapa jenis penelitian antara lain:
1. Penelitian kuantitatif, adalah penelitian dengan memperoleh data yang
berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan.
2. Penelitian kualitatif, data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, skema,
dan gambar.
Berdasarkan definisi diatas metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif dengan pendekatan kuantitatif, karena penelitian ini adalah
penelitian pada industri manufaktur yang membahas pengendalian kualitas suatu
produk serta menganalisis banyaknya total cacat pada produk. Dengan metode
kualitatif, penelitian ini memungkinkan untuk melakukan hubungan antarvariabel,
menguji hipotesis mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang
memiliki validitas universal.
3.2 Jenis Data dan Informasi
Dalam penelitian ini menggunakan dua jenis data yang dipakai sebagai
bahan penelitian yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Mencakup data yang di peroleh dari perusahaan langsung baik melalui
pengamatan atau observasi secara langsung dilapangan maupun diskusi dan
wawancara kepada pihak-pihak terkait khususnya karyawan pada bagian
29
30
produksi dan Quality Control. Dalam kata lain data primer adalah data
yang masih mentah yang sebelum diolah atau diproses sebelumnya.
2. Data Sekunder
Mencakup data yang di peroleh dari perusahaan langsung yang sudah diolah
atau telah dihitung. Data sekunder meliputi : sejarah singkat instansi,
struktur organisasi, flow process manufaktur. Data sekunder yang
didapatkan untuk peneletian ini adalah data historis perusahaan berupa:
Data produksi, Data jumlah cacat produk, Data jenis-jenis cacat pada bulan
Februari-Juli 2017.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data
dalam penulisan tugas akhir ini adalah :
Peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Pengumpulan data dengan cara mengamati langsung kelokasi tempat
penelitian
2. Diskusi dan Wawancara
Diskusi dan Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul
data maupun peneliti terhadap narasumber atau sumber data. Dalam
penelitian dilakukan diskusi dan wawancara kepada karyawan yaitu
operator produksi, grup leader dan bagian Quality Control.
3. Dokumentasi
Pengumpulan data dengan melakukan pencatatan atau menduplikasi data-
data historis perusahaan sesuai dengan kebutuhan penelitian dan
permasalahan yang diteliti
31
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode FMEA dan FTA dengan mengidentifikasi
kesalahan-kesalahan yang menyebabkan cacat produk dan mengidentifikasi
prioritas perbaikan kegagalan, Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap penyebab
kegagalan yang menyebabkan cacat pada produk Stay 1 B65 pada periode Februari
– Juli 2017. Dalam analisis penyebab kegagalan akan di definisikan sebagai berikut:
Bagaimana pengendalian kualitas produk Stay 1 B65
1. Apa jenis – jenis cacat pada produk Stay 1 B65
2. Apa jenis cacat dominan pada produk Stay 1 B65
3. Apa penyebab terjadinya cacat pada produk Stay 1 B65
32
3.5 Langkah-Langkah Penelitian
Langkah-langkah penelitian terdapat dalam Gambar 3.1
Gambar 3.1 Langkah-Langkah Penelitian
33
Uraian Dari Langkah-langkag penelitian yang terdapat pada Gambar 3.1 yaitu :
1. Memulai Penelitian
2. Mengidentifikasi Masalah untuk mengetahui masalah yang terdapat
diperusahaan.
3. Melakukan observasi lapangan untuk mengetahui profil perusahaan dan
kondisi perusahaan, selanjutnya dengan tujuan menentukan permasalahan
yang ingin diatasi dalam penelitian ini, melihat dari presentase cacat
produk.
4. Melakukan studi pustaka diagram pareto, Failure mode and effect analysis
(FMEA) dan Fault tree analysis sebagai acuan teori dalam penelitian ini.
5. Mengumpulkan data-data historis perusahaan berupa, data jumlah
produksi, data jenis-jenis cacat pada periode bulan Februari-Juli 2017
6. Melakukan pengolahan data yang telah dikumpulkan berdasarkan teori
yang berasal dari studi pustaka. Pengolahan data menghasilkan data jenis
cacat paling dominan berdasarkan diagram pareto yang selanjutnya
dianalisis dengan metode FMEA dan FTA.
7. Analisis dan hasil, menyimpulan hasil dari analisis yang telah dilakukan
sebelumnya pada pengolahan data.
8. Memberikan kesimpulan dan saran atas penelitian yang telah dilakukan.
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.1.1 Profil Perusahaan
Berdiri
: Tahun 1989
Kategori
Lokasi
: Perusahaan Swasta Nasional
: Jl. Narogong Km. 12,5 Desa Cikiwul, Bantar
Gebang, Bekasi, Jawa Barat
Bidang Usaha : Motorcycle and Automotive Component
Manufacturing
Kapasitas Produksi : Motorcycle, Automotive,dan Electronic
Component, Dies Jigs & Fixture Fabrication
Konsumen : Roda 2 : YAMAHA, SUZUKI dan KAWASAKI
Roda 4 : DAIHATSU, SUZUKI, TOYOTA, HINO,
HONDA, NISSAN, MITSUBISHI.
4.1.2 Visi dan Misi
Visi
Misi
Menjadi Perusahaan Industri Komponen Automotive Terkemuka
di ASEAN.
1. MENGUTAMAKAN KEPUASAN PELANGGAN Dengan membuat
product berkualitas tinggi, QUICK ACTION dan GOOD RESPONSE
melalui penanganan masalah secara tuntas, On Time Delivery dan Zero
Claim.
34
35
2. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA melalui pelatihan,
Toyota Production System (TPS), Small Group Activity (TPM),
QUALITY CONTROL CIRCLE (TQC-QCC) dan usulan ide perbaikan
(UIP).
4.1.3 Sejarah Singkat
PT X merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industry
komponen otomotif yang tergabung dalam Astra Otopart Group. Secara singkat
sejarah perkembangan PT X adalah sebagai berikut:
1. PT X berdiri sejak tahun 1989, yang awalnya bekerja sama dengan Astra,
untuk memproduksi dan meng-export perangkat keras rumah tangga ke AS
dan Eropa.
2. Pada tahun 1990 PT X memasuki pasar Automotive dengan memproduksi
komponen mobil yang ber-orientasi ke Industri Perakitan Mobil sebagai
Customernya.
3. Pada tahun 1994 PT X memperluas bisnisnya dengan memproduksi
komponen sepeda motor yang ber-orientasi kepada Perakitan Sepeda Motor
sebagai Customernya.
4. Guna menjamin kestabilan kualitas PT X menerapkan sistem Manajemen
Mutu yang ditandai dengan diterimanya sertifikat ISO 9002: 1994 pada
tahun 1996 dan diperbaharui menjadi ISO 9001: 2000 pada tahun 2002 serta
saat ini selain Sertifikat ISO 9001: 2001 kami juga meraih sertifikat ISO /
TS 16949 (Automotives Requirement).
5. PT X berkomitmen memberi kepuasan pelanggan, dan harus terus tumbuh
dan berkembang menjadi salah satu Industri komponen Automotive yang
terkemuka baik Regional maupun Global.
4.1.4 Kebijakan Perusahaan
PT. X sebagai perusahaan komponen automotive berkomitmen untuk terus
mengembangkan sumber daya manusia dan teknologi guna mencapai Visi dan Misi
Perusahaan dengan cara :
36
1. Memberi pelayanan terbaik kepada pelanggan dengan membuat produk
yang berkualitas tinggi dengan cost yang competitive dan delivery tepat
waktu
2. Menjaga lingkungan perusahaan dan Masyarakat sekitar dengan cara
meminimalisasi pencemaran terhadap Udara, Tanah dan Air.
3. Mengelola keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan perusahaan
sebagai bagian dari bisnis untuk mencapai zero accident.
4. Memenuhi peraturan perundangan dan Persyaratan lain yang berlaku, serta
menjalin hubungan baik dengan pemerintah, masyarakat, supplier, seluruh
karyawan dan pihak-pihak yang terkait.
5. Melakukan Improvement Secara Berkesinambungan melaui QCC (Quality
Control Circle) dan UIP (Suggestion System). Merespon dan melakukan
tindakan dengan cepat terhadap semua keluhan pelanggan dan masyarakat
sekitar.
4.1.5 Ketenaga Kerjaan
Waktu kerja yang berlaku di PT X adalah sebagai berikut:
Untuk shift I
Total waktu kerja (07.10 s/d 16.00) = 8 Jam 50 Menit
Break (10.00 s/d 10.10) = 10 Menit
Istirahat (11.45 s/d 12.20) = 35 Menit
Waktu kerja (8 Jam - 45 Menit) = 8 Jam
Overtime = 2,5 Jam
Break Overtime (16.00 s/d 16.15) = 15 Menit
Untuk shift II
Total waktu kerja (20.40 s/d 05.00) = 8 Jam 20 Menit
Break (22.20 s/d 22.30 = 10 Menit
Istirahat (00.30 s/d 01.10) = 40 Menit
Waktu kerja (8 Jam 20 Menit – 50 Menit) = 7 Jam 30 Menit
Overtime = 1,5 Jam
Break Overtime (05.00 s/d 05.15) = 15 Menit
37
Hari libur mingguan di tetapkan pada hari Sabtu dan Minggu, Kecuali bagi
karyawan yang mendapatkan jatah overtime maka Sabtu dan Minggu masuk seperti
biasa.
4.1.6 Contoh Produk Yang Dihasilkan
Berikut ini adalah beberapa contoh produk spare part dari kendaraan Roda
2 yang di buat di PT X :
No Nama Produk
1 Handle Bar Comp
2 Braket Handle
3 Footrest
4 Brake Pedal
5 Stay Comp
Gambar 4.1 Contoh Produk Roda 2
Sumber : PT.X
38
6
Gear Change Pedal
7
Engine Bracket
8
Main Stand
Gambar 4.1 Contoh Produk Roda 2 (Lanjutan)
Sumber : PT.X
Berikut ini adalah beberapa contoh produk spare part dari kendaraan Roda
4 yang di buat di PT X :
No Gambar Nama Produk
1
Tube Sub Assy Tilt Cabin
(Safety Part)
2
Cross Member Comp
Compression
3
Member Comp Engine
FR Mounting
4
Panel Rocker Outer
Gambar 4.2 Contoh Produk Roda 4
Sumber : PT.X
39
Sumber : PT.X
Berikut ini adalah beberapa contoh produk spare part dari kendaraan Roda
4 yang di buat di PT X :
5
Panel Comp Tail Skirt Inner
6
Cross Member Front
Gambar 4.2 Contoh Produk Roda 4
Sumber : PT.X
Berikut ini adalah dies and tools yang di buat di PT X.
No Gambar Nama
1
Small
750 x 500 x 300 (110 T)
2
Medium
1500x800x450 (200-300)
(cap 15 dies/month)
3
C / F
4
Inspection JIG
5
Big
2500x1500x750 (400 T Up)
(cap 8 dies/month)
Gambar 4.3 Dies and Tools
40
Sumber : PT.X
4.2 Flowchart Proses Welding Stay 1 B65
Gambar 4.4 FlowChart Proses Welding Stay 1 B65
Sumber : PT.X
4.3 Data Produksi
Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan secara langsung dilapangan,
dipilih satu jenis produk yang akan dijadikan sebagai objek dalam penelitian ini,
yaitu stay 1 B65, bentuk produk Stay 1 B65 dapat dilihat pada gambar 4.7.
Gambar 4.5 Stay 1 B65
41
Stay 1 B65 merupakan sebuah part dari komponen otomotif yang diproduksi
oleh PT. X untuk komponen kendaraan roda dua (Sepeda Motor)
4.3.1 Data Produksai Dan Data Cacat Stay 1 B65
Data yang dikumpulkan untuk digunakan dalam pengolahan data
merupakan data total produksi dan data total cacat stay 1 B6. Data tersebut
diperoleh dari bagian Quality Control (QC) PT. X yang berasal dari data historis
perusahaan selama 6 bulan, yaitu dari bulan Februari hingga bulan Juli 2017.
Berikut ini merupakan data-data yang telah dikumpulkan melingkupi data
total produksi dan data total cacat Stay 1 B65, yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.1 Data Total Produksi dan Data Jumlah Cacat Stay 1 B65 Bulan
Februari – Juli 2017
No
Bulan Jumlah
Produksi
Jumlah
Cacat
%
Cacat
1
Februari
5809 pcs
131 pcs
2,3 %
2
Maret
16519 pcs
286 pcs
1,7 %
3
April
12131 pcs
326 pcs
2,7 %
4
Mei
8533 pcs
153 pcs
1,8 %
5
Juni
12598 pcs
271 pcs
2,2 %
6
Juli
14435 pcs
386 pcs
2,7 %
Total
70025 pcs
1553 pcs
2,2 %
Sumber : Quality Control PT.X
42
Dari tabel 4.1 didapatkan nilai presentase produk cacat yang dialami
perusahaan dalam proses welding produksi stay 1 B65 selama periode bulan
Fenruari – Juli 2017, besarnya presentase cacat pada bulan Februari adalah sebesar
2,3%. Bulan Maret 2017 adalah sebesar 1,7% ,bulan April 2017 adalah sebesar
2,7%, bulan Mei 2017 adalah sebesar 1,8%, bulan Juni 2017 adalah sebesar 2,2%
dan bulan Juli 2017 adalah sebesar 2,7%. Nilai presentase tersebut diperoleh dengan
cara menghitung rasio antara jumlah produk jadi dengan jumlah produk yang cacat.
Angka presentase cacat yang dialami perusahaan tidak mengalami
penurunan selama periode bulan Februari – Juli 2017, hal tersebut menandakan
terdapat kegagalan pada proses welding stay 1 B65 yang masih sering terjadi
sehingga menimbulkan produk cacat.
Jenis cacat yang terjadi pada proses welding stay 1 B65 diklasifikasikan
menjadi beberapa jenis cacat, antara lain yaitu :
1. Welding keropos
2. Welding tembus
3. Welding undercut
4. Welding spatter
5. Welding meleset
6. Welding kurang
7. NUT Tidak Ada 3pcs,NUT Lepas, Spatter
8. Part tidak masuk 2 Pin
9. Clamp tidak fix position
10. Pin tidak masuk, tidak berputar
11. Bart cacat
43
Berikut ini merupakan data jumlah cacat dari berbagai jenis-jenis cacat yang terjadi selama bulan Februari – Juli 2017.
Tabel 4.2 Data Jenis Cacat dan Jumlah Cacat Stay 1 B65 Bulan Februari – Juli 2017
No Jenis Cacat
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Total
1
Welding Keropos 5 155 125 68 90 81 524
2
Welding Tembus - - 16 5 - - 21
3
Welding UnderCut - 2 23 15 10 3 53
4
Welding Spatter - 5 151 11 34 58 259
5
Welding Meleset 51 73 11 48 70 118 371
6
Welding Kurang 13 32 - 2 67 107 221
7 NUT Tidak Ada 3pcs,NUT Lepas, Spatter
-
12
-
-
-
1
13
8
Part Tidak Masuk 2 Pin 3 1 - - - - 4
9
Clamp Tidak Fix Position - 3 - - - - 3
10
Pin Tidak Masuk,Tidak Berputar 59 3 - 4 - - 66
11
Bart Cacat
-
-
-
-
-
18 18
Total Cacat 131 286 326 153 271 386 1553
Sumber : Quality Control PT.X
44
4.3.2 Jenis-Jenis Cacat Stay 1 B65
Pada tabel 4.3 ini diuraikan deskripsi tentang jenis-jenis cacat pada produk
Stay 1 B65, antara lain yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.3 Jenis-jenis Cacat
No Jenis Cacat Deskripsi
1
Welding keropos/Porositas
Cacat pengelasan berupa lubang-
lubang kecil pada weld metal (logam
las) yang terdapat pada permukaan.
2
Welding Tembus Weld metal (logam las) hasil pengelasan menembus base metal.
3
Welding Undercut
Cacat las yang berada di bagian
permukaan atau akar, bentuk cacat
menyerupai cekungan kecil pada
permukaan base metal yang terjadi
pada sambungan las.
4
Welding Spater
Jenis cacat visual yang terdapat pada
permukaan base metal yang berupa
bitnik-bintik kecil akibat percikan las.
5
Weling Meleset
Jenis Cacat berupa manik-manik hasil las kurang rapi dan tidak dapat
mencakup/menutupi sambungan yang
dibentuk oleh benda kerja.
6
Welding Kurang
Jenis cacat berupa hasil weld metal (logam las) kurang menutupi
sambungan base metal.
7
NUT tidak ada 3pcs, Nut Lepas,
Spater
Nut pada part kurang dari 3, Nut tidak
terpasang dengan baik, surface
mengalami bintik-bintik
8 Part tidak masuk 2 pin Pin Part tidak masuk inspect Jig
9
Clamp tidak fix position
Posisi clam goyang
10
PIN tidak masuk tidak berputar
PIN jig inspeksi tidak masuk pada part
11 Bart Cacat Bentuk bart tidak seperti semestinya
Sumber : Quality Control PT.X
4545
4.4 Pengolahan Data
4.4.1 Penentuan Jenis Cacat Dominan
Untuk menentukan jenis cacat paling dominan yang sering terjadi,
dilakukan dengan menggunakan diagram pareto yang berasal dari data yang telah
dikumpulkan. Berikut ini merupakan hasil pengolahan data pada Stay 1 B65 bulan
Februari - Juli 2017.
Tabel 4.4 Data Presentase Cacat dan kumulatif Cacat pada Stay 1 B65
No
Jenis Cacat
Jumlah
%
%Kumulatif
1
Welding Keropos
524 pcs
33.74%
33.74%
2
Welding Meleset
371 pcs
23.89%
57.63%
3
Welding Spatter
259 pcs
16.68%
74.31%
4
Welding Kurang
221 pcs
14.23%
88.54%
5
Pin Tidak Masuk,Tidak Berputar
66 pcs
4.25%
92.79%
6
Welding Under Cut
53 pcs
3.41%
96.20%
7
Welding Tembus
21 pcs
1.35%
97.55%
8
Bart Cacat
18 pcs
1.16%
98.71%
9 NUT Tidak Ada 3pcs,NUT Lepas,
Spatter
13 pcs
0.84%
99.55%
10
Part Tidak Masuk 2 Pin
4 pcs
0.26%
99.81%
11
CLAMP Tidak Fix Position
3 pcs
0.19%
100.00%
Total 1553
pcs
100.00%
46
Contoh perhitungan presentase jenis cacat pada welding kropos yang
terdapat pada Tabel 4.3 adalah sebagai berikut :
Berdasarkan hasil pengolahan data yang terdapat pada Tabel 4.3,
selanjutnya dilakukan analisis menggunakan diagram pareto untuk mengetahui
jenis cacat paling dominan yang sering terjadi. Secara teori, prinsip diagram pareto
yang digunakan dalam analisis ini adalah 80/20 yaitu dengan menyelesaikan 20%
dari penyebab masalah diharapkan menyelesaikan 80% dari masalah lainnya atau
jenis cacat lainnya. Dibawah ini merupakan diagram Pareto Jenis-Jenis Cacat pada
Stay 1 B65.
Gambar 4.6 Diagram Pareto Jenis Cacat Stay 1 B65
47
Berdasarkan diagram pareto pada Gambar 4.6 dapat terlihat 2 jenis cacat
terbesar atau paling dominan yang memiliki tingkat presentase diatas 20%. Maka
dari keseluruhan jenis-jenis cacat tersebut diketahui jenis cacat paling dominan
yang paling sering terjadi pada proses welding Stay 1 B65, antara lain yaitu :
1. Welding Keropos dengan presentase 33.74%
2. Welding Meleset dengan presentase 23.89%
4.5 Analisis Diagram Sebab Akibat
Setelah didapatkan jenis cacat paling dominan, yaitu welding keropos dan
welding meleset, selanjutnya akan diidentifikasi mode kegagalannya dengan
bantuan diagram sebab akibat (Fishbone)
Mode kegagalan merupakan apa saja yang mengakibatkan terjadinya cacat
pada proses welding stay 1 B65. Dari mode kegagalan potensial tersebut akan
diketahui faktor apa yang menjadi penyebab cacat welding keropos dan welding
meleset, efek yang ditimbulkan dari mode kegagalan potensial dan kemungkinan
penyebab masalahnya. Setelah itu ditentukan nilai severity, occurrence, dan
detection untuk setiap mode kegagalan yang ada.
Berikut ini merupakan analisis jenis cacat welding keropos dan welding
meleset dengan menggunakan diagram sebab akibat :
1. Jenis Cacat welding keropos
Gambar 4.7 Diagram sebab akibat welding keropos
48
2. Jenis cacat welding meleset
Gambar 4.8 Diagram sebab akibat welding meleset
4.5 Metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
4.5.1 Penentuan Nilai Severity, Occurrence, Detection dan Risk Priority
Number (RPN)
Setelah melakukan analisis dengan diagram sebab akibat selanjutnya adalah
menentuan besarnya nilai severity, occurrence dan detection ditentukan nilainya
oleh pihak-pihak terkait antara lain Group leader, operator welding dan quality
control berdasarkan dari hasil observasi lapangan, diskusi subyektif dan
wawancara.
Penentuan nilai yang akan diberikan mengacu pada teori yang terdapat pada
Tabel 2.1 severity, Tabel 2.2 Occurrence, dan Tabel 2.3 Detection, Hasil dari
penentuan nilai severity, occurrence, dan detection yang telah diberikan oleh
masing-masing pihak terkait dipilih berdasarkan angka nilai yang paling besar
untuk digunakan dalam tabel penentuan nilai severity, occurrence dan detetction
dalam identifikasi selanjutnya.
49
Tabel 4.5 Hasil Penilaian Severity, Occurrence, Detection
Proses
Jenis Cacat
Failure Mode
Effect of Failure Mode
Cause of Failure Mode
S
O
D
RPN
Welding
Welding
Keropos,
Welding
Meleset
- Lubang nozzle kotor
- Aliran gas
pelindung terlalu
rendah
- Nozzle kurang perawatan
5
7
7
385
- Material part abnormal
lolos pengecekan
- Material part
abnormal di proses
- tidak ada perlakuan khusus terhadap material part
abnormal
4
5
5
100
- Operator kurang
berpengalaman
- Pengecekan tidak
menyeluruh
- Pengecekan secara
Sampling
2
3
4
24
- Operator kurang
konsentrasi
- Teknik pengelasan
kurang tepat
- Kurang pelatihan
2
3
3
18
- Jig Assy Aus
- Material Goyang /
tidak Fix
- Jig kurang perawatan
5
7
5
210
- Operator hanya fokus
pada point cek jig
- Pengecekan tidak
menyeluruh
- Pengecekan secara
sampling
3
5
5
75
- Point pengecekan
Apperance tidak ada
- Hasil NG lolos
pengecekan
- Point pengecekan Apperance pada Work
Instruction kurang Lengkap
5
3
6
90
50
4.5.2 Menentukan Nilai RPN Tertinggi
Perhitungan nilai Risk Priority Number (RPN) pada metode FMEA ini
adalah untuk mengetahui mode kegagalan mana yang menjadi prioritas dan harus
diutamakan dalam penanganannya. Contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai
RPN pada Lubang nozzle kotor yang terdapat pada Tabel 4.3 adalah sebagai
berikut:
Menurut Tabel 4.5 diatas diketahui bahwa mode kegagalan Lubang nozzle
kotor memiliki nilai RPN tertinggi dengan nilai 385. Penyebab dari mode kegagalan
Lubang Nozzle kotor disebabkan oleh nozzle welding yang kurang perawatan
sehingga berdampak pada aliran gas pelindung pada saat proses welding menjadi
rendah.
Nilai RPN 385, merupakan nilai terbesar dan paling prioritas untuk dicari
akar penyebab masalahnya dan diberikan rekomendasi untuk tindakakan
pencegahan atau memperbaikinya.
4.6 Pencarian Akar Masalah Dengan FTA
Fault Tree Analysis (FTA) merupakan langkah analisis selanjutnya untuk
menelusuri akar penyebab masalah sampai ditemukan penyebab dasar yang tidak
dikehendaki sehingga menimbulkan kegagalan, yang diperoleh melalui hasil
observasi langsung, mengamati mesin dan operator yang bekerja, dan juga dengan
melakukan diskusi serta wawancara terhadap pihak-pihak terkait atau karyawan
yang bekerja di PT.X
Dalam pembuatan FTA ini hanya dipilih salah satu dari penyebab mode
kegagalan (Cause of Failure Mode) yang diperoleh berdasarkan nilai RPN terbesar,
yaitu : Nozzle kurang perawatan, untuk dijadikan sebagai Top Event dalam
pembuatan pohon kesalahahan (Fault Tree), pembuatan FTA bertujuan untuk
mengetahui dan mencari akar masalah / penyebab dasar yang menimbulkan
kegagalan.
51
Berikut ini merupakan FTA dari Nozzle kurang perawatan.
Gambar 4.9 FTA Nozzle Kurang Perawatan
Dari gambar 4.7 dapat diketahui Fault event dari Nozzle kurang perawatan yang
menjadi Top event adalah :
1. Operator yang kurang tanggap terhadap kondisi nozzle yang menghasilkan
basic event atau penyebab dasarnya, antara lain :
a. Tidak ada work instruction,
b. Operator masih baru,
c. Kurang pengawasan group leader
2. Tidak dilakukan pemeriksaan nozzle secara rutin yang menghasilkan basic
event atau penyebab dasarnya, antara lain :
a. Tidak ada jadwal perawatan
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identifikasi Jenis Cacat
Dari pengolahan data yang dilakukan pada Bab sebelumnya, diperoleh 2
jenis cacat paling dominan yang paling sering terjadi pada proses welding Stay 1
B65, ke 2 jenis cacat dipilih berdasarkan analisis dengan menggunakan diagram
pareto, jenis cacat tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1. Welding Keropos dengan presentase 33.74%
2. Welding Meleset dengan presentase 23.89%
Jenis cacat dominan tersebut kemudian diidentifikasi mode kegagalannya
atau kegagalan-kegagalan yang terjadi saat proses welding Stay 1 B65. untuk
dianalisis lebih lanjut menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA).
Dari ke-dua jenis cacat tersebut menghasilkan mode kegagalan sebagai
berikut :
1. Lubang Nozzle Kotor
2. Jig Assy Aus
3. Operator hanya fokus Pada point cek jig
4. Operator kurang konsentrasi
5. Material part abnormal lolos pengecekan
6. Operator kurang berpengalaman
7. Point pengecekan Apperance tidak ada
5.2 Hasil Analisis FMEA
Berdasarkan hasil analisis Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
tersebut didapatkan nilai Risk Priority Number (RPN). Nilai RPN digunakan untuk
mengetahui mode kegagalan mana yang memiliki resiko paling tinggi.
52
53
Berikut ini merupakan hasil dari analisis FMEA dari masing-masing mode
kegagalan, antara lain yaitu :
1. Berdasarkan hasil analisis FMEA mode kegagalan yang memiliki nilai
RPN terbesar yaitu Lubang nozzle kotor dengan hasil nilai RPN sebesar
385. Lubang Nozzle kotor terjadi karena nozzle yang kurang perawatan
sehingga berdampak Aliran gas pelindung pada saat proses welding
menjadi tersumbat atau terlalu rendah.
2. Berdasarkan hasil analisis FMEA mode kegagalan Jig Assy Aus
memiliki nilai RPN sebesar 210. Jig Assy Aus berdampak pada
pemasangan material pada jig menjadi tidak fix atau goyang, Jig assy
Aus disebabkan oleh Jig yang kurang perawatan
3. Berdasarkan hasil analisis FMEA mode kegagalan Operator hanya fokus
Pada point cek jig memiliki nilai RPN sebesar 75. Mode kegagalan ini
berdampak pada pengecekan pemasangan material pada jig tidak
meyeluruh, mode kegagalan ini disebabkan oleh pengecekan yang
dilakukan operator hanya secara sampling.
4. Berdasarkan hasil analisis FMEA mode kegagalan Operator kurang
konsentrasi memiliki nilai RPN sebesar 18. Operator yang kurang
konsentrasi berdampak pada Tangan operator ketika melakukan
pengelasan dengan welding menjadi tidak stabil, hal ini disebabkan
karenan operator terburu-buru mengejar target produksi.
5. Berdasarkan hasil analisis FMEA mode kegagalan Material part
abnormal lolos pengecekan memiliki nilai RPN sebesar 100, Mode
kegagalan ini berdampak pada material yang abnormal diproses atau
diwelding, mode kegagalan ini disebabkan oleh tidak adanya instruksi
atau perlakuan khusus jika ditemukan material yang abnormal.
6. Berdasarkan hasil analisis FMEA mode kegagalan Operator kurang
berpengalaman memiliki nilai RPN 24, operator yang kurang
berpengalaman berdampak pada teknik pengelasan yang dilakukan
kurang tepat, mode kegagalan ini disebabkan karena kurangnya
pelatihan yang diberikan pada operator tersebut.
54
7. Berdasarkan hasil analisis FMEA mode kegagalan Point pengecekan
Apperance (Tampilan) tidak ada sehingga berdampak pada hasil NG
lolos saat pengecekan, mode kegagalan ini disebabkan karena point
pengecekan appearance pada work instruction kurang lengkap.
Pada penelitian ini nilai RPN paling besar yang diprioritaskan untuk
diperbaiki terlebih dahulu. Jadi pada penelitian ini hanya dipilih penyebab (cause
of failure mode) dari 1 (satu) mode kegagalan (Failure Mode) yang memiliki nilai
RPN paling tinggi. Penyebab timbulnya mode kegagalan tersebutlah yang menjadi
prioritas untuk selanjutnya dianalisis menggunakan metode (Fault Tree Analysis)
FTA.
5.3 Hasil Analisis FTA
Setelah ditentukan mode kegagalan paling besar nilai RPN nya adalah
lubang nozzle kotor, selanjutnya cause of failure mode atau penyebab dari mode
kegagalan tersebut yaitu Nozzle kurang perawatan dianalisis dengan FTA sebagai
Top event untuk ditelusuri akar penyebab masalahnya, sehingga diketahui penyebab
dasarnya (Basic event). Dari analisis dengan menggunakan FTA menghasilkan
Basic event sebagai berikut :
1. Tidak adanya work instruction, menyebabkan operator tidak punya
acuan sehingga kurang tanggap untuk menangani masalah yang
timbul, atau perlakuan pada nozzle yang kotor sehingga nozzle
kurang perawatan.
2. Operator baru, kurang tanggap dalam perlakuan nozzle yang kotor
karena kurangnya pengalaman.
3. Kurangnya pengawasan grup leader menjadi penyebab kurang
tanggapnya operator untuk melakukan pengecekan atau perawatan
terhadap nozzle yang kotor.
4. Tidak ada jadwal perbaikan, menyebabkan tidak dilakukan inspeksi
atau pemeriksaan nozzle yang digunakan secara rutin, hal tersebut
menyebabkan nozzle kurang perawatan.
55
5.2 Usulan Perbaikan
Adapun ulsulan perbaikan yang dapat dilakukan berdasarkan analisis
dengan FTA adalah sebagai berikut.
Tabel 5.1 Usulan Perbaikan
Basic Event
Usulan Perbaikan
Tidak ada Work
Instruction
- Menambahkan point pengecekan nozzle pada
work instruction
Operator baru
- Memberikan pelatihan perlakuan nozzle yang
baik dan benar.
- Memberi arahan untuk merawat nozzle pada area
kerja.
Kurang pengawasan
group leader
- Group leader memberikan arahan kepada
operator untuk melakukan pengecekan sebelum
melakukan pengelasan dan bekerja sesuai work
instruction
- Melakukan briefing sebelum memulai pekerjaan
Tidak ada jadwal
perbaikan
- Melakukan pemeriksaan nozzle secara rutin,
sebelum dan sesudah melakukan proses welding
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada proses welding stay 1 B65
di PT. X (Manufaktur Otomotif) dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode FMEA diketahui
mode kegagalan pada proses welding yang menyebabkan terjadinya
cacat dominan adalah mode kegagalan, Lubang nozzle kotor sehingga
berakibat aliran gas pelindung menjadi rendah, sedangkan
penyebabnya adalah nozzle yang kurang perawatan, mode kegagalan
tersebut mempunyai nilai RPN sebesar 385 sehingga menjadi prioritas
perbaikan. Berdasarkan analisis selanjutnya menggunakan FTA,
Nozzle kurang perawatan yang merupakan penyebab terjadinya mode
kegagalan Lubang nozzle kotor dijadikan Top Event sebagai kejadian
paling atas, dari identifikasi top event tersebut ditemukan Basic event
atau kejadian paling dasar, yaitu, Tidak ada work instruction, operator
baru, kurang pengawasan grup leader dan tidak ada jadwal perbaikan.
2. Usulan perbaikan yang dapat diberikan berdasarkan pengumpulan dan
pengolahan data adalah sebagai berikut :
a. Menambahkan point pengecekan nozzle pada work
instruction.
b. Menambahkan langkah-langkah untuk membersihkan nozzle
pada work instruction.
c. Memberikan pelatihan perlakuan nozzle yang baik dan benar.
d. Memberi tanda peringatan untuk merawat nozzle pada area
kerja.
e. Group leader memberikan arahan kepada operator untuk
melakukan pengecekan sebelum melakukan pengelasan.
56
57
6.2 Saran
f. Membuat jadwal perbaikan secara berkala.
g. Membuat jadal pemeriksaan secara rutin, sebelum dan
sesudah melakukan proses welding
Dalam upaya meningkatkan kualitas serta mencegah terjadinya kegagalan
yang menyebabkan produk cacat, adapun saran yang dapat diberikan sebagai bahan
pertimbangan perusahaan, yaitu sebagai berikut :
1. Usaha untuk meningkatkan kualitas serta melakukan pencegahan
terjadinya kegagalan dikemudian hari pada proses welding stay 1 B65,
harus dilakukan upaya perbaikan secara berkesinambungan agar kualitas
yang diharapkan perusahaan bisa tercapai.
2. Metode FMEA dan FTA dapat diterapkan diperusahaan untuk
menentukan prioritas perbaikan, dan mengidentifikasi penyebab masalah
yang ada, sehingga usaha-usaha perbaikan dapat difokuskan pada
masalah yang utama.
3. Peningkatan dan penambahan pelatihan kepada karyawan terutama
karyawan baru sehingga performa atau kinerja dari proses dapat
meningkat dan dapat mencegah terjadinya kegagalan dalam proses
produksi.
1
DAFTARPUSTAKA
Ambekar, S.B, Edlabadkar & A., Shrouty, V. 2013. A Review: Implementation ofFailure Mode and Effect Analysis. International Journal of Engineeringand Innovative Technology (IJEIT), Vol. 2.
Assauri, S. 2008. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: LembagaPenerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Blanchard, B. S. 2004, System engineering management. John wiley and sons : NewJersey.
Burlikowska, M.D. 2011, Application of FMEA method in enterprise focused onquality. Journal of Achievement in Material and ManufacturingEngineering, Vol. 45.
Chrysler Corporation. 1995. Potential Failure Mode And Effect Analysis (FMEA).Michigan: Chrysler LLC.
Feigenbaum, A.V. 2000. Kendali Mutu Terpadu, Jilid 1, Edisi Ketiga.Jakarta : Erlangga.
Foster, S.T. 2004. Managing Quality: An Integrative Approach. England: PearsonPrentice Hall.
Gaikwad, S.N., Mulkutkar, M.M, Reliability based design with FMEA AND FTA.Journal of Mechanical and Civil Engineering (IOSR-JMCE)
Gaspersz, V. 2002. Total Quality Management. Jakarta : PT GramediaPustaka Utama
Goetsch,D.L, & Davis,S. 1994. Introducting to Total Quality: Quality,Productivity, Competitiveness. United States: Macmillan Coll Div.
Hasbullah, Kholil, M.,& Santoso, D.A. 2017. Analisis Kegagalan Proses InsulasiPada Produk automotive Wires (Aw) Dengan Metode Failure Mode andEffect Analysis (Fmea) Pada Pt. Jlc. SINERGI, Vol. 21, 193-203
Heizer, J. and Render, B. 2006. Operations Management (ManajemenOperasi). Jakarta : Salemba Empat.
Hidayat, I., Pratiwi, S.E. 2013. Analisa Faktor Penyebab Kegagalan Mesin GrinderPada Proses Produksi Plastic Film Di Pt. Mutiara Hexagon.SINERGI,Vol
. 17, 3
1
Nasution, M.N. 2001. Manajemen Mutu Terpadu (TotalQuality Management),Jakarta: Ghalia Nusantara
Joshi, H. 2014. FMEA and Alternatives v/s Enhanced Risk AssessmentMechanism. International Journal of Computer Applications (0975 – 8887)Vol. 93, 14
Lipol, L.S & Haq , J. 2012. Risk Analysis Method: FMEA/FMECA in theOrganizations. International Journal of Basic & Applied Sciences IJBAS-IJENS, Vol. 11, 05.
Manggala. 2005. Mengenal Six Sigma Secara Sederhana. Jakarta: Salemba Empat
Rooney, J.J., & Vanden, L.N. 2004. Root Cause Analysis for Beginner. QUALITYPROGRESS, 37,45-53.
Pyzdek, T. 2002. The Six Sigma Handbook. Jakarta: Salemba Empat
Stamatelatos, M. 2002. Fault Tree Handbook with Aerospace Applications.Tersedia pada:
https://elibrary.gsfc.nasa.gov/assets/doclibBidder/techdocs/25.%20NASAFaultTreeHandbookwithAerospaceApplications%20-%20Copy.pdf
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Tjiptono, F. 2012. Service Management Mewujudkan Layanan Prima.Yogyakarta:CV Andi Offset.
Tjiptono, F dan Anastasia, D. 2003. TotalQuality Management. Yogyakarta:Andi.
60
LAMPIRAN
Penambahan point pengecekan nozzle pada work instruction.
61
Checksheet Stay 1 B65 bulan Februari – Juli 2017
62
63
64
Tabel Penilaian Severity, Occurrence, Detection
Bobot penilaian severity, occurrence dan detection mengacu pada tabel berikut :
Tabel Severity
Ranking Kriteria
1.
Negligible Severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan). Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja
produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan memperhatikan kecacatan
ini.
2.
3.
Mild Severity (pengaruh buruk yang ringan). Akibat yang timbul hanya bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan pada saat pemeliharaan regular.
4.
5. 6.
Moderate Severity (pengaruh buruk yang moderat). Pengguna akhir akan merasakan penurunan kinerja, namun masih dalam batas tolenrasi. Perbaikan yang dilakukan tidak mahal dan dapat dilakukan dalam waktu singkat.
7. 8.
High Severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan Merasakan akibat buruk yang tidak akan diterima, berada diluar batas toleransi. Perbaikan yang dilakukan sangat mahal.
9
10
Potential Saverity Problems (masalah keamanan potensial). Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya dan berpengaruh terhadap keselamatan pengguna. Bertentangan dengan hukum.
(Sumber : Gaspersz 2002) Tabel occurrence
Degree
Berdasarkan frekuensi pada kejadian
Rank
Remote 0,01 per 1000 item 1
Low
0,1 per 1000 item 2
0,5 per 1000 item 3
Moderate
1 per 1000 item 4
2 per 1000 item 5
5 per 1000 item 6
High
10 per 1000 item 7
20 per 1000 item 8
Very High
50 per 1000 item 9
100 per 1000 item 10
(Sumber : Gaspersz 2002)
65
Tabel Detection
Rating
Kriteria Berdasarkan pada frekuensi kejadian
1
Metode pencegahan sangat efektif. Tidak
ada Kesempatan bahwa penyebab
mungkin muncul.
0,01 per 1000
item
2
3
Kemungkinan penyebab terjadi sangat
rendah.
0,1 per 1000 item
0,5 per 1000 item
4
5
6
Kemungkinan penyebab terjadi bersifat
moderat. Metode pencegahan kadang
memungkinkan penyebab itu terjadi.
1 per 1000 item
2 per 1000 item
5 per 1000 item
7
8
Kemungkinan penyebab terjadi masih
tinggi. Metode pencegahan kurang
efektif, penyebab masih berulang kembali
10 per 1000 item
20 per 1000 item
9
10
Kemungkinan penyebab terjadi sangat
tinggi. Metode pencegahan tidak efektif,
penyebab selalu berulang kembali.
50 per 1000 item
100 per 1000 item
(Sumber : Gaspersz 2002)
Tabel Penilaian Severity, Occurrence, Detection
66