Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS AKHIR
MATA KULIAH SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
MB-IPB
Dosen: Dr. Ir. Arif Imam Suroso, MSc (CS)
Oleh: Jenny Emile Marpaung Angkatan: 60
PENGEMBANGAN DAN URGENCY MAINTENANCE SISTEM INFORMASI
A. PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI DENGAN CARA OUTSOURCING
a. Definisi
Secara umum, pengertian outsourcing SI adalah sebuah proses dimana terjadi pengalihan
pekerjaan kepada pihak ketiga dalam hal pengelolaan maupun pengembangan sistem informasi di
suatu organisasi. Dengan berbagai pertimbangan kemampuan dan biaya, pengalihdayaan sistem
informasi perusahaan masih akan meningkat, baik insourcing maupun offshore outsourcing.
Strategi alihdaya ini, selain mampu menghemat biaya, juga memberikan penyelesaian solusi TI-nya
kepada yang benar-benar ahli, sementara perusahaan bisa lebih fokus pada core competency-nya
saja.
b. Alasan Pengembangan System dengan cara Outsourcing
Secara garis besar terdapat beberapa alasan yang menjadikan dilakukannya
penerapan outsourcing sistem informasi di suatu organisasi, yakni sebagai berikut:
1. Reduce and control operating costs, penerapan outsourcing sistem informasi diharapkan dapat mengurangi biaya tetap dalam kegiatan operasional perusahaan
karena dianggap lebih efisien
2. Improve company focus, perusahaan dapat meningkatkan fokus dalam mencapai tujuannya dengan men-share pekerjaaan yang terkait dengan sistem informasi
tersebut sehingga untuk hal-hal tertentu seperti core competencies perusahaan yang
memang dianggap penting dapat lebih fokus untuk dikembangkan
3. Gain Access to world class capabilities, perusahaan menyerahkan kepada perusahaan outsource yang sudah terpercaya dan dianggap kompeten dalam
bidangnya
4. Free internal resources for other purposes, dengan dilakukannya outsourcing sistem informasi ke sebuah perusahaan diharapkan dapat membawa sumber daya yang
dapat bermanfaat untuk tujuan lain dari perusahaan
5. Necessary resources are not available internally, perusahaan melakukan outsourcing sistem informasi karena perusahaan tersebut tidak memiliki kemampuan ataupun
sumber daya yang dianggap mampu untuk menjalankan hal tersebut
6. Accelerate reenginering benefits, maksudnya adalah dapat mempercepat memperoleh manfaat dari reenginering sistem informasi tersebut bagi perusahaan
7. Function is difficult to manage internally ori s out of control, perusahaan yang melakukan outsourcing sistem informasi tersebut kesulitan dalam mengelola sumber
daya internal yang ada sehingga membutuhkan bantuan dari ekternal perusahaan
melalui outsource
8. Make capital funds available, outsourcing sistem informasi dilakukan sehubungan dengan kemampuan dan keinginan perusahaan dalam mengelola sumber dana yang
ada
9. Share risks, outsourcing sistem informasi diharapkan dapat membagi kemungkinan atas resiko yang dapat timbul sehingga resiko yang ada dapat diminimalisir
10. Cash infusion, perusahaan melakukan outsourcing sistem informasi untuk tujuan menambah pemasukan kas perusahaan
c. Tahap-tahap pengembangan sistem informasi
1. Pemilihan Vendor.
Dalam tahap ini setiap vendor yang merupakan perusahaan IT developer harus
menyerahkan proposal awal berupa gambaran sistem yang pernah dibuat dan
perkiraan harga untuk setiap modul aplikasi. Gambaran yang detail dari vendor
kepada user sangat diharapkan dalam tahap ini agar perusahaan mendapatkan data
yang jelas mengenai kualitas vendor dan sistem yang ditawarkan.
2. Pertimbangan vendor.
Setelah beberapa vendor mempresentasikan sistem dan harga dari sistem yang
dibuat, user dapat segera mempertimbangkan vendor mana yang ingin dipilih dengan
mempertimbangkan beberapa hal diantaranya benefit and risk, analisa proses dan
evaluasi terhadap vendor. Jika semua telah dilakukan, langkah berikutnya adalah
menentukan vendor mana yang ditunjuk untuk mengerjakan sistem tersebut
3. Survey sistem / preliminary.
Dalam tahap ini, tim IT akan melakukan investigasi awal untuk mengetahui
kebutuhan pengguna, ruang lingkup aplikasi, pembuatan proposal dan yang meliputi
gambaran umum pelaksanaan proyek, aplikasi yang dikembangkan, serta biaya yang
dibutuhkan. Setelah proposal dipaparkan dan disetujui, maka dapat dilakukan tahap
berikutnya.
4. Analisis sistem
Analisis sistem diperlukan untuk mengetahui apakah sistem yang lama perlu
diperbaharui atau harus dimatikan untuk diganti dengan yang baru. Analisis ini
sangat diperlukan agar aplikasi yang dikembangkan benar – benar dapat
memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan. Beberapa aspek yang
dianalisis dalam analisis sistem diantaranya adalah business user, analisis jabatan,
proses bisnis, business rules, problem solving, business tool, dan business plan.
5. Desain sistem.
Jika analisis sistem dipergunakan untuk menjawab pertanyaan sistem apa yang ingin
dibuat, desain sistem dipergunakan untuk menjawab pertanyaan bagaimana sistem
tersebut di buat. Desain sistem memberikan gambaran kepada programmer tentang
garis besar sistem yang ingin dibuat. Beberapa hal yang dilakukan dalam desain
sistem adalah pemodelan sistem, desain basis data, desain aplikasi, desain perangkat
keras, dan deskripsi dari masing masing penggguna.
6. Pembuatan sistem.
Setelah desain selesai dibuat, langkah berikutnya adalah pembuatan sistem. Dalam
pembuatan sistem turut pula dilakukan pengujian terhadap aplikasi yang
dikembangkan dan pembuatan instruksi manual serta melakukan training terhadap
pengguna.
7. Implementasi sistem
Ketika hardware telah dipersiapkan dengan matang, aplikasi telah selesai dibuat,
langkah berikutnya adalah implementasi sistem. Dalam tahap ini, sistem yang telah
dibuat benar benar diimplementasikan di dalam perusahaan. Tahap ini merupakan
tahap yang paling kritis dalam pengembangan sebuah sistem. Ada yang
implementasinya dilakukan dengan paralel sebelum sistem lama dimatikan, ada yang
langsung mematikan sistem yang lama dan berganti dengan sistem yang baru.6
8. Pemeliharaan sistem.
Sahfat sistem berhasil di implementasikan, langkah terakhir adalah pemeliharaan
sistem yang dilakukan oleh seorang programmer untuk melihat kelemahan –
kelemahan atau kekurangan yang tidak terdeteksi saat sistem tersebut dilakukan
pengetesan. Pemeliharaan meliputi pemantauan pengoperasian oleh user,
penyempurnaan, perbaikan dari gangguan kecil atau bug, dan perbaikan – perbaikan
akibat kerusakan dari luar seperti virus dan lain – lain.
d. Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan Vendor
1. Commitment to Quality
2. Price
3. Reference/reputation
4. Flexible contract terms
5. Scope of resources
6. Additional value added capability
7. Cultural march
8. Existing relationship
9. Location
e. Keuntungan Sistem Outsourcing
1. Meningkatkan fleksibilitas untuk melakukan atau tidak melakukan Investasi. 2. Walaupun biaya untuk mengembangkan sistem secara outsource tergolong mahal,
namun jika dibandingkan secara keseluruhan dengan pendekatan in-sourcing ataupun
self-sourcing, out-sourcing termasuk pendekatan dengan cost yang rendah.
3. Memiliki akses ke jaringan para ahli dan profesional dalam bidang SI/TI. 4. Dapat mengeksploitasi skill dan kepandaian dari perusahaan outsource dalam
mengembangkan produk yang diinginkan perusahaan.
5. Mempersingkat waktu proses karena beberapa outsourcer dapat dipilih sekaligus untuk saling bekerja sama menyediakan layanan yang dibutuhkan perusahaan.
6. Fleksibel dalam merespon perubahan SI yang cepat sehingga perubahan arsitektur SI berikut sumberdayanya lebih mudah dilakukan karena perusahaan outsource SI pasti
memiliki pekerja TI yang kompeten dan memiliki skill yang tinggi, serta penerapan
teknologi terbaru dapat menjadi competitive advantage bagi perusahaan outsource.
7. Perusahaan dapat mengkonsentrasikan diri dalam menjalankan dan mengembangkan bisnis intinya, karena bisnis non-inti telah didelegasikan pengerjaannya melalui
outsourcing.
f. Kerugian Sistem Outsourcing
1. Adanya perbedaan kompensasi dan manfaat antara tenaga kerja internal dengan
tenaga kerja outsourcing.
2. Jika menandatangani kontrak outsourcing yang berjangka lebih dari 3 tahun, maka
dapat mengurangi fleksibilitas seandainya kebutuhan bisnis berubah atau
perkembangan teknologi yang menciptakan peluang baru dan adanya penurunan
harga, maka perusahaan harus merundingkan kembali kontraknya dengan pihak
outsourcer.
3. Ketergantungan dengan perusahaan pengembang SI akan terbentuk karena perusahaan
kurang memahami SI/TI yang dikembangkan pihak outsourcer sehingga sulit untuk
mengembangkan atau melakukan inovasi secara internal di masa mendatang.
4. Mengurangi keunggulan kompetitif perusahaan karena pihak outsourcer tidak dapat
diharapkan untuk menyediakan semua kebutuhan perusahaan karena harus
memikirkan klien lainnya juga.
5. Kehilangan kendali terhadap SI dan data karena bisa saja pihak outsourcer menjual
data dan informasi perusahaan ke pesaing.
g. Hal-hal yang mempengaruhi kesuksesan pendekatan outsourcing:
1. Perusahaan dapat memilih vendor yang tepat
2. Memahami tujuan Perusahaan
3. Terdapat kontrak yang jelas antara perusahaan dengan vendor yang dipilih oleh perusahaan.
4. Pengembangan sistem terdokumentasi dengan lengkap dan jelas.
5. Terdapat jangka waktu pengerjaan yang jelas.
6. Perusahaan mampu menyampaikan kebutuhan sistem yang diperlukan.
B. PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI DENGAN CARA INSOURCING
a. Definisi
Pendekatan Insourcing, adalah pengembangan dan penerapan sistem informasi
manajemen dilakukan oleh internal perusahaan yang dilakukan oleh pegawai perusahaan itu
sendiri dan biasanya terdapat divisi atau departemen information and communication
technology yang bertugas untuk mengurus hal ini. Pendekatan ini biasanya dilakukan oleh
perusahaan yang memiliki sumber daya manusia yang memadai untuk pengembangan
sistem informasi ini, namun terbatas dari sisi biaya. Hal ini dikarenakan biaya untuk
pengembangan suatu sistem informasi cukup mahal jika harus membeli dari pihak lain.
Kelemahan dari sistem ini waktu pengembangan dan penerapan menjadi lama biasanya.
b. Keuntungan Sistem Insourcing
1. Umumnya sistem informasi yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan
karena karyawan yang ditugaskan mengerti kebutuhan sistem dalam perusahaan;
2. Biaya pengembangannya relatif lebih rendah karena hanya melibatkan pihak perusahaan;
3. Sistem informasi yang dibutuhkan dapat segera direalisasikan dan dapat segera melakukan
perbaikan untuk menyempurnakan sistem tersebut;
4. Sistem informasi yang dibangun sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan dan
dokumentasi yang disertakan lebih lengkap;
5. Mudah untuk melakukan modifikasi dan pemeliharaan (maintenance) terhadap sistem
informasi karena proses pengembangannya dilakukan oleh karyawan perusahaan tersebut;
6. Adanya insentif tambahan bagi karyawan yang diberi tanggung jawab untuk mengembangkan sistem informasi perusahaan tersebut; Pengambilan keputusan yang
dapat dikendalikan oleh perusahaan sendiri tanpa adanya intervensi dari pihak luar 7. Lebih mudah melakukan pengawasan (security access) dan keamanan data lebih terjamin
karena hanya melibatkan pihak perusahaan;
8. Sistem informasi yang dikembangkan dapat diintegrasikan lebih mudah dan lebih baik
terhadap sistem yang sudah ada.
c. Kerugian Sistem Insourcing
1. Pengembangan sistem informasi membutuhkan waktu yang lama karena konsentrasi
karyawan harus terbagi dengan pekerjaan rutin sehari-hari sehingga pelaksanaannya menjadi
kurang efektif dan efisien
2. Perubahan dalam teknologi informasi terjadi secara cepat dan belum tentu perusahaan
mampu melakukan adaptasi dengan cepat sehingga ada peluang teknologi yang digunakan
kurang canggih (tidak up to date);
3. Membutuhkan waktu untuk pelatihan bagi operator dan programmer sehingga ada
konsekuensi biaya yang harus dikeluarkan;
4. Adanya demotivasi dari karyawan ditugaskan untuk mengembangkan sistem informasi
karena bukan merupakan core competency pekerjaan mereka;
5. Kurangnya tenaga ahli (expert) di bidang sistem informasi dapat menyebabkan kesalahan
persepsi dalam pengembangan sistem;
6. Kesalahan/resiko yang terjadi menjadi tanggung jawab perusahaan.
d. Hal-hal yang mempengaruhi kesuksesan pendekatan insourcing:
1. Perusahaan memiliki sumber daya manusia yang memadai untuk pengembangan sistem
informasi.
2. Perusahaan melakukan audit secara berkala kepada divisi IT yang bertanggung jawab atas
pengembangan sistem informasi.
C. PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI DENGAN CO SOURCING
a. Definisi
Co sourcing merupakan pengembangan sistem informasi yang dilakukan oleh pihak
internal perusahaan atau departemen TI yang bekerjasama dengan pihak ketiga/vendor.
Keputusan perusahaan untuk mengembangkan sistem informasi dengan Co sourcing
berdasarkan beberapa hal, seperti misalnya target pengembangan sistem informasi yang
ingin dicapai oleh perusahaan. Perusahaan memakai jasa pihak ketiga/vendor ingin
melengkapi kekurangan-kekurangan sistem informasi yang dimiliki perusahaan, pihak
ketiga yang memiliki skill lebih dari departemen IT internal perusahaan akan menutupi
kekurangan-kekurangan tersebut atas informasi yang disampaikan oleh pihak internal
perusahaan.
Disamping target yang ingin dicapai, perusahaan harus memperhitungkan budget
yang telah dianggarkan. Keputusan memakai Co sourcing akan memakan biaya yang sangat
besar karena melibatkan banyak pihak. Harus diperhitungkan kontribusi aktivitas TI setelah
dikembangkan terhadap operasi dan posisi bisnis, apakah sesuai dengan jumlah yang telah
dianggarkan. Apabila pengembangan sistem informasi yang lebih sempurna sangat
mendesak untuk dilakukan, alasan seperti ini memungkinkan untuk mengambil metode Co
sourcing dalam pengembangan SI dalam perusahaan.
Kemampuan sumber daya (resources) dari departemen sistem informasi juga
merupakan faktor penting dalam mengambil metode pengembangan sistem informasi. Jika
departemen sistem informasi tidak mempunyai sumber daya yang baik, misalnya tidak
mempunyai analis dan pemrograman yang berkualitas dan tidak mempunyai teknologi yang
memadai,
b. Keuntungan Sistem Co Sourcing
1. Umumnya sistem informasi yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan
karena karyawan yang ditugaskan mengerti kebutuhan sistem dalam perusahaan.
2. Biaya pengembangannya relatif lebih rendah karena hanya melibatkan pihak perusahaan.
3. Sistem informasi yang dibutuhkan dapat segera direalisasikan dan dapat segera melakukan
perbaikan untuk menyempurnakan sistem tersebut.
4. Sistem informasi yang dibangun sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan dan
dokumentasi yang disertakan lebih lengkap.
5. Mudah untuk melakukan modifikasi dan pemeliharaan (maintenance) terhadap sistem
informasi karena proses pengembangannya dilakukan oleh karyawan perusahaan tersebut.
6. Adanya insentif tambahan bagi karyawan yang diberi tanggung jawab untuk
mengembangkan sistem informasi perusahaan tersebut.
7. Lebih mudah melakukan pengawasan (security access) dan keamanan data lebih terjamin
karena hanya melibatkan pihak perusahaan. Sistem informasi yang dikembangkan dapat
diintegrasikan lebih mudah dan lebih baik terhadap sistem yang sudah ada.
8. =
b. Kerugian Sistem Co Sourcing
1. Keterbatasan jumlah dan tingkat kemampuan SDM yang menguasai teknologi informasi. 2. Pengembangan sistem informasi membutuhkan waktu yang lama karena konsentrasi
karyawan harus terbagi dengan pekerjaan rutin sehari-hari sehingga pelaksanaannya menjadi
kurang efektif dan efisien.
3. Perubahan dalam teknologi informasi terjadi secara cepat dan belum tentu perusahaan mampu melakukan adaptasi dengan cepat sehingga ada peluang teknologi yang digunakan
kurang canggih (tidak up to date).
4. Membutuhkan waktu untuk pelatihan bagi operator dan programmer sehingga ada konsekuensi biaya yang harus dikeluarkan.
5. Adanya demotivasi dari karyawan ditugaskan untuk mengembangkan sistem informasi karena bukan merupakan core competency pekerjaan mereka.
c. Alasan yang mendasari pemilihan metode co-sourcing oleh perusahaan :
1. Perusahaan menginginkan pengawasan langsung untuk membangun fitur dan fungsi sistem
informasi
2. Perusahaan ingin tetap mempertahankan pengetahuan korporasi
3. Perusahaan menginginkan adanya win-win relationship dengan partner yang berkompeten
dan mampu memberikan nilai tambah bagi perusahaan
4. Perusahaan menginginkan pengetahuan SI menjadi bagian dari pengetahuan perusahaan
5. Tidak keberatan dengan adanya negosiasi ulang biaya pengembangan sistem informasi
seiring dengan perubahan lingkungan bisnis dan teknologi yang cepat
6. Perusahaan membutuhkan aksi yang efektif, cepat dan fleksibel terhadap strategi bisnisnya
7. Perusahaan membutuhkan perbaikan dan peningkatan sistem yang berkelanjutan
8. Perusahaan menginginkan biaya tetap dapat diprediksi dengan baik
URGENSY MAINTAINABILITY SISTEM INFORMASI
a. Definisi Urgensi Maintainability Sistem Informasi
Urgensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki definis keharusan yg mendesak
atau hal sangat penting. Menurut Ebeling (1997), perawatan (maintenance) didefinisikan sebagai
aktivitas agar komponen/sistem yang rusak akan dikembalikan/diperbaiki dalam suatu kondisi
tertentu pada periode tertentu. Maintainability didefinisikan oleh Martin dan McClure (1983 dalam
Schneidewind 1987) sebagai suatu kemudahan dimana sebuah sistem software bisa diperbaiki ketika
terjadi kesalahan atau kekurangan dan bisa dikembangkan atau disusutkan untuk memenuhi
kebutuhan yang baru. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa urgensi
maintainability sistem informasi adalah pentingnya perawatan/pemeliharaan dalam kondisi tertentu
serta pengembangan suatu sistem informasi untuk memenuhi kebutuhan baru.
b. Pentingnya maintanability Sistem Informasi
Software system maintainability menjadi urgen karena pada software system maintenance
terjadi usaha perbaikan secara berkelanjutan untuk mempertemukan kebutuhan organisasi terhadap
sistem dengan kinerja sistem yang telah dibangun. Maintainer programmer diharapkan untuk dapat
memenuhi kebutuhan end-user. Seperti halnya tugas maintenance yang lain, akan lebih mudah jika
programmer yang bersangkutan juga terlibat dalam pengembangan software tersebut.
Berdasarkan standar ISO 9126 tentang kualitas software, aspek maintainability sangat
menentukan kualitas dari suatu software. Suatu software dianggap berkualitas baik apabila software
tersebut mudah dianalisa, fleksibel, stabil, dan dapat diuji hasil maintenance-nya. Maintainability
tidak terikat pada kode, maintainability menjelaskan berbagai produk software, termasuk spesifikasi,
desain, dan test plan documents. Jadi kita membutuhkan suatu ukuran maintainability untuk seluruh
produk yang kita harapkan dapat di-maintain.
Selain itu pemeliharaan rutin juga harus dilakukan untuk mendukung software maintenance.
Pemeliharaan rutin itu terdiri dari pemeliharaan fisik, pemeliharaan sistem operasi server dan
software aplikasinya, pemeliharaan dan perlindungan data, serta perlindungan software user dari
virus dan spam, juga hacker dan cracker.
d. Maintainability sebagai Salah Satu Kriteria Kualitas Produk Perangkat Lunak
ISO 9126 menjelaskan bahwa terdapat enam karakteristik kualitas perangkat lunak, yaitu
functionality, reliability, usability, efficiency, maintainability dan portability sebagaimana dijelaskan
dalam Gambar dibawah ini:
Gambar Kriteria Kualitas Perangkat Lunak
Sumber: ISO/IEC 9126 (2000) hlm. 7
Terhadap perubahan, serta modifikasi dalam kaitan kebutuhan dan spesifikasi fungsionalnya, ISO
9126 membagi aspek maintainability ke dalam lima sub kriteria sebagai berikut,
1. Analysability, yaitu kemampuan suatu produk perangkat lunak untuk dapat dianalisis atas
terjadinya defisiensi, untuk dapat dipelajari penyebab-penyebab kegagalan di dalam
perangkat lunak tersebut, atau kapabilitas untuk dapat diidentifikasi bagian-bagian di dalam
software tersebut bilamana diperlukan modifikasi;
2. Changeability, yaitu kemampuan suatu produk perangkat lunak untuk boleh menerima
modifikasi-modifikasi tertentu yang akan diimplementasikan pada software tersebut;
3. Stability, yaitu kemampuan suatu produk perangkat lunak untuk terhindar dari dampak tak
terduga akibat modifikasi pada software tersebut;
4. Testability, yaitu kemampuan suatu produk perangkat lunak untuk dapat dilakukan validasi
atas perubahan yang telah ditanamkan di dalamnya;
5. Maintainability compliance, yaitu kemampuan suatu produk perangkat lunak untuk
mengikuti / sesuai standard dan ketentuan terkait maintainability.
e. Alur kerja Pemeliharaan Produk Perangkat Lunak
Saat produk perangkat lunak telah selesai dipasang (installed) dan mulai diimplementasikan,
beberapa jenis perubahan akan terjadi sejalan waktu penggunaannya. Jones (2010) menyatakan
bahwa ada tiga aktivitas pemeliharaan produk perangkat lunak, yaitu
1. perbaikan kerusakan (defect repair),
2. perluasan atau peningkatan produk perangkat lunak (enhancement), dan
3. pemugaran (renovation).
f. Kebutuhan akan Penyesuaian dan Perubahan Perangkat Lunak
Jones (2010) mengungkapkan bahwa suatu aplikasi perangkat lunak akan mengalami
beberapa penyesuaian dan perubahan sejak penginstalannya, beberapa di antaranya seperti,
semua aplikasi perangkat lunak memiliki “bugs” atau kesalahan dalam baris perintah atau bagian
lain dalam software tersebut, saat bugs ditemukan (memang biasanya baru diketahui kemudian saat
program dijalankan) maka kesalahan tersebut perlu diperbaiki;
1. Dalam pengembangan bisnis perusahaan, fitur dan kebutuhan baru akan muncul, untuk itu
maka aplikasi lama yang sedang dioperasikan perlu di-update agar tetap sesuai dengan
kebutuhan pengguna;
2. Adanya perubahan atau penetapan regulasi yang baru dari pemerintah yang harus dipatuhi
sehingga perlu diadakan update pada aplikasi perangkat lunak. Kadangkala masa transisi
menuju pemberlakuan regulasi sangat singkat;
3. Structural decay yang terjadi sejalan dengan semakin tuanya suatu software akan
memperlambat performa atau juga meningkatkan bugs/kesalahan. Oleh karena itu, bilamana
masih memberikan nilai bagi perusahaan, perangkat lunak tersebut perlu di ‘renovasi’.
Aktivitas renovasi perangkat lunak ini misalnya restrukturisasi atau refaktorisasi untuk
menyederhanakan kerumitan (contohnya: migrasi ke struktur file yang baru, migrasi ke
bahasa pemrograman yang baru), mengidentifikasi kemudian membuang modul-modul yang
error dan memberikan tambahan fitur-fitur pada proses modifikasi ini;
4. Setelah beberapa tahun penggunaan, aplikasi tersebut mungkin perlu diganti dengan yang
lebih baru.
g. Indikator Maintainability Sistem Informasi
Kapabilitas setiap sistem informasi untuk dapat dipelihara berpadanan dengan kondisi
tertentu yang memberikan petunjuk atau indikasi apakah SI tersebut ada pada level kurang atau lebih
mudah untuk bisa dimodifikasi. Swanson (1999) mengungkapkan penaksiran kondisi-kondisi yang
dimaksud dilihat dari tiga perspektif, yaitu pada pengembangannya (in development), pengoperasian
(in operation) dan penggunaannya (in use). Tabel 2-2 mengelaborasi deskripsi sugestif untuk
masing kondisi maintainability dalam tiga perspektif tersebut.
h. Urgensi Maintainability Sistem Informasi
Swanson (1999) mengartikan maintainability dari suatu Sitem Informasi (SI) sebagai
kapabilitas SI untuk ditingkatkan atau diperluas fungsi-fungsinya, di mana pemakaian sumberdaya
dalam aktivitas pemeliharaan, pengoperasian dan penggunaannya adalah seekonomis mungkin.
Alokasi sumberdaya perlu dipertimbangkan dengan cermat, baik biaya maupun effort yang akan
dikeluarkan kelak dalam pemeliharaan SI. Hal ini perlu dicermati bilamana organisasi menilai
maintainability SI yang dimilikinya akan memberikan benefit dikemudian hari.
mengelaborasi deskripsi sugestif untuk masing kondisi maintainability dalam tiga perspektif
tersebut.
Seperti yang telah disinggung di bagian atas, pemeliharaan merupakan pekerjaan yang relatif lebih
kompleks daripada tahap pengembangan perangkat lunak. Jones (2010) mengungkapkan hal-hal
yang menjadi kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam aktivitas ini. Best practices dalam software
maintenance di antaranya seperti,
menggunakan jasa spesialis pemeliharaan dibandingkan orang dengan kualifikasi sebagai
developer;
mempertimbangkan opsi outsourcing;
merekam atau mencatat semua bugs / kesalahan yang pernah dilaporkan pengguna;
mencatat response time sejak laporan kerusakan/bugs diterima hingga tindakan koreksi
mulai dilakukan;
mencatat response time sejak tindakan koreksi mulai dilakukan hingga penanganan selesai;
mencatat semua aktivitas pemeliharaan yang dilakukan dan juga biayanya.
i. Biaya Maintainability Sistem Informasi
Untuk mendukung keandalan dan yang sesuai dengan kebutuhan, maka perlu diperhatikan
biaya-biaya dan dipertimbangkan biaya pemeliharaan software yang besar, alokasi sumberdaya perlu
diperhitungkan dengan baik. Resource yang ditinjau meliputi biaya (maintenace cost) dan usaha
(maintenance effort) seperti penjelasan berikut ini,
1. Maintenance Cost
Swanson (1999) mengungkapkan pemeliharan SI yang berbasis Teknologi Informasi (TI)
memakan biaya yang relatif mahal. Perubahan atau modifikasi atas suatu perangkat lunak akan
membutuhkan biaya dalam pelaksanaan kegiatannya. Banker (1993) dalam Huber (2009)
menyebutkan ada dua tipe biaya dalam modifikasi software, yaitu biaya finansial dan biaya waktu.
Biaya finansial adalah akumulasi biaya dari komponen pekerja yang terlibat di dalamnya. Semakin
banyak pekerja yang terlibat maka biaya ini akan semakin tinggi. Biaya waktu adalah akumulasi
biaya yang timbul dari aktivitas ini sepanjang rentang waktu berlangsungnya aktivitas, di mana
biaya finansial adalah komponen yang mempengaruhi biaya waktu. Semakin lama proses modifikasi
software berlangsung untuk mencari tahu (discover), mengimplementasikan (implement), menguji
(test) dan mendokumentasikan (document), maka komponen biaya ini akan semakin tinggi.
2. Maintenance Effort
Jika suatu aplikasi perangkat lunak yang dimiliki oleh sebuah organisasi dalam proses
pengembangannya dibuat agar lebih mudah untuk dimodifikasi, misalnya dibangun dengan tingkat
kerumitan yang rendah, maka usaha (effort) yang dicurahkan oleh organisasi tersebut dikemudian
hari akan lebih ringan (Swanson, 1999). Maintenance effort sebagai input aktivitas pemeliharaan
terdiri dari sumberdaya yang dialokasikan dan digunakan dalam tugas ini, misalnya sumberdaya
mesin, workbenches dan sumberdaya manusia atau staff. Sumberdaya manusia sendiri dibedakan
berdasarkan keterampilan (skills), pengalaman dan motivasinya, yang kemudian dikelompokkan lagi
sesuai job class serta besaran gaji.