82
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Menurut UU No.36 Tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 1 Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1, dan Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO, 1948) juga menjelaskan bahwa kesehatan adalah hak fundamental setiap penduduk karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. 2,3 Visi Departemen Kesehatan sebagai penggerak terwujudnya Indonesia sehat mengandung makna bahwa Departemen Kesehatan mampu mendorong pembangunan berwawasan kesehatan dan kemandirian masyarakat dalam mewujudkan lingkungan hidup dan berperilaku sehat serta mampu menggerakkan semua potensi bangsa dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang merata dan bermutu bagi semua orang guna memperoleh derajat kesehatan yang 1

Tugas Akhir PIO

  • Upload
    aning

  • View
    101

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas ahir pemberian informasi obat

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Menurut UU No.36 Tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.1 Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1, dan Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO, 1948) juga menjelaskan bahwa kesehatan adalah hak fundamental setiap penduduk karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.2,3Visi Departemen Kesehatan sebagai penggerak terwujudnya Indonesia sehat mengandung makna bahwa Departemen Kesehatan mampu mendorong pembangunan berwawasan kesehatan dan kemandirian masyarakat dalam mewujudkan lingkungan hidup dan berperilaku sehat serta mampu menggerakkan semua potensi bangsa dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang merata dan bermutu bagi semua orang guna memperoleh derajat kesehatan yang setinggi tingginya, sebagai perwujudan hak asasi manusia di bidang kesehatan.4 Untuk mencapai tujuan tersebut, diselenggarakan upaya upaya yang bersifat menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut yaitu membentuk Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota (UPTD). Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten atau kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.5 Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk. Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat. Untuk mencapai visi tersebut, Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, Puskesmas perlu ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu.6Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep).6 Pelayanan kefarmasian juga merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Pelayanan kefarmasian ini merupakan wujud pelaksanaan pekerjaan kefarmasian berdasarkan undang undang no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Yang dimaksud dengan pekerjaan kefarmasian menurut undang undang tersebut adalah: (1) farmasi, (2) pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan distribusi obat, (3) pengelolaan obat, (4) pelayanan obat atas resep dokter, (5) pelayanan informasi obat, serta (6) pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.4Sebagai hasil kesepakatan WHO dengan Federasi Farmasi Internasional di Vancouver tahun 1997, telah disepakati bahwa format baru pelayanan kefarmasian adalah berbasis pasien dengan prosedur yang dikenal sebagai pelayanan kefarmasian atau Pharmaceutical Care. Hal ini berdampak kepada rangkaian cara pelayanan yang baru khususnya peranan apoteker kepada pelayanan pasien, yang merupakan cerminan dari praktek kefarmasian yang baik Good Pharmacy Practice (GPP).4 Pemberian informasi merupakan salah satu tahap pada proses pelayanan resep.7 Manfaat dari pemberian informasi antara lain untuk menghindari masalah yang berkaitan dengan terapi obat (Drug Therapy Problem) yang dapat mempengaruhi terapi obat dan dapat mengganggu hasil yang diinginkan oleh pasien.8Pemberian informasi obat memiliki peranan penting dalam rangka memperbaiki kualitas hidup pasien dan menyediakan pelayanan bermutu bagi pasien. Kualitas hidup dan pelayanan bermutu dapat menurun akibat adanya ketidakpatuhan terhadap program pengobatan. Penyebab ketidakpatuhan tersebut salah satunya disebabkan kurangnya informasi tentang obat. Selain itu, regimen pengobatan yang kompleks dan kesulitan mengikuti regimen pengobatan yang diresepkan merupakan masalah yang mengakibatkan ketidakpatuhan terhadap pengobatan. Selain masalah kepatuhan, pasien juga dapat mengalami efek yang tidak diinginkan dari penggunaan obat. Dengan diberikannya informasi obat kepada pasien maka masalah terkait obat seperti penggunaan obat tanpa indikasi, indikasi yang tidak terobati, dosis obat terlalu tinggi, dosis subterapi, serta interaksi obat dapat dihindari.9 Pemberian informasi obat merupakan salah satu bentuk program yang harus dilaksanakan di Puskesmas, karena dengan adanya informasi obat yang diberikan secara lengkap hal ini bertujuan untuk mencapai tujuan terapi dan menghindari segala masalah terkait obat yang mungkin terjadi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Gambaran Pelaksanaan Pemberian Informasi Obat Di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi dan Permasalahannya.

1.2 Tujuan Penelitian1.2.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui Bagaimanakah Gambaran Pelaksanaan Pemberian Informasi Obat Di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi dan Permasalahannya pada Januari - Juni 2014.

1.2.2 Tujuan Khusus1. Untuk mengidentifikasi masalah masalah dalam pelaksanaan Pemberian Informasi Obat di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi pada Januari - Juni 2014.2. Untuk mengidentifikasi prioritas masalah dalam dalam pelaksanaan Pemberian Informasi Obat di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi Januari - Juni 2014.3. Untuk mencari alternatif pemecahan masalah dalam pelaksanaan Pemberian Informasi Obat di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi Januari - Juni 2014.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat2.1.1 Definisi10Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia.

2.1.2 Penggolongan ObatMenurut Permenkes 917/Menkes/Per/X/1993, obat (jadi) adalah sediaan atau paduan - paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.11Berbagai obat-obat yang beredar di Indonesia dengan segala fungsinya dapat diperoleh dalam berbagai sediaan obat. Bentuk sediaan obat dapat berupa sediaan padat (pulvis, tablet, kapsul, suppositoria, kaplet, lozenge), semi padat (salep, krim, pasta, jelli), cair (larutan, sirup, eliksir, guttae, injeksi, enema, gargarisma, douche, suspensi, emulsi, infusa), dan gas (aerosol, gas).12 Dalam Permenkes No. 725a/1989, untuk memudahkan pengawasan, penggunaan, dan pemantauan, obat digolongkan menjadi13 :a. Obat Bebas Obat bebas termasuk obat yang relatif paling aman, dapat diperoleh tanpa resep dokter, selain di apotik juga dapat diperoleh di warung-warung. Obat bebas dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran berwarna hijau. Contoh obat bebas yaitu parasetamol, vitamin C, antasida, dan Obat Batuk Hitam (OBH).

b. Obat Bebas Terbatas Obat golongan ini juga relatif aman selama pemakaiannya mengikuti aturan pakai yang ada. Penandaan obat golongan ini adalah adanya lingkaran berwarna biru dan tertera peringatan dengan tulisan: P. No. 1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya. P. No. 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. P. No. 3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. P. No. 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar. P. No. 5: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan Obat bebas terbatas dapat diperoleh tanpa resep dokter di apotik, toko obat ataupun di warung-warung. Contohnya obat anti mabuk (Antimo), obat flu kombinasi, klotrimaleas (CTM). c. Obat keras Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya) yaitu obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter, memakai tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya. Jika pemakai tidak memperhatikan dosis, aturan pakai, dan peringatan yang diberikan, dapat menimbulkan efek berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit atau menyebabkan kematian. Contoh obat golongan keras yaitu antibiotik (tetrasiklin, penisilin, dan sebagainya), serta obat-obatan yang mengandung hormon (obat kencing manis, obat penenang, dan lain-lain). d. Psikotropika Psikotropika adalah zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya. Jenis obat psikotropika yaitu shabu-shabu dan ekstasi.

e. Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya ke dalam tubuh manusia. Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat, halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya. Narkotika merupakan kelompok obat yang paling berbahaya karena dapat menimbulkan addiksi (ketergantungan) dan toleransi. Obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep dokter.

Secara internasional obat hanya dibagi menjadi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik.14a. Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya. Menurut UU No. 14 Tahun 2001 masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud. Perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik paten. b. Obat generik. Setelah obat paten berhenti masa patennya, obat paten kemudian disebut sebagai obat generik (generik= nama zat berkhasiatnya). Obat generik dibagi lagi menjadi 2 yaitu generik berlogo dan generik bermerek (branded generic). Obat generik berlogo yang lebih umum disebut obat generik saja adalah obat yang menggunakan nama zat berkhasiatnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksinya pada kemasan obat, sedangkan obat generik bermerek yang lebih umum disebut obat bermerk adalah obat yang diberi merek dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya.

2.2 Informasi2.2.1 DefinisiInformasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya. Menurut George R. Terry, bahwa informasi adalah data yang penting yang memberikan pengetahuan yang berguna. Sedangkan menurut Gordon B. Davis, informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang penting bagi penerima dan mempunyai nilai yang nyata. atau yang dapat dirasakan dalam keputusan-keputusan yang sekarang atau yang akan datang.15 Informasi akan memiliki arti manakala informasi tersebut memiliki unsur-unsur sebagai berikut:151. Relevan artinya Informasi yang diinginkan benar-benar ada relevansi dengan masalah yang dihadapi. 2. Kejelasan artinya terbebas dari istilah-istilah yang membingungkan. 3. Akurasi artinya bahwa informasi yang hendak disajikan harus secara teliti dan lengkap. 4. Tepat waktu artinya data yang disajikan adalah data terbaru dan mutahir.

2.3 Pelayanan Informasi Obat2.3.1 Definisi4Pelayanan informasi obat didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan di pusat pelayanan kesehatan. Pelayanan informasi obat meliputi penyediaan, pengolahan, penyajian, dan pengawasan mutu data/informasi obat dan keputusan profesional. Penyediaan informasi obat meliputi tujuan, cara penyediaan, pengolahan, dan pengawasan mutu data/informasi obat.

2.3.2 Tujuan Pemberian Informasi Obat41. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.2. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.3. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan kebijakan yang berhubungan dengan obat.

2.3.3 Ruang Lingkup Pelayanan4Ruang lingkup kegiatan meliputi:a. Pelayanan Menjawab pertanyaan Menerbitkan buletin Membantu unit lain dalam mendapatkan informasi obat Menyiapkan materi untuk brosur/leaflel informasi obat Mendukung kegiatan Panitia/Komite Farmasi dan Terapi dalam menyusun dan merevisi formularium.b. PendidikanPelayanan informasi obat melaksanakan fungsi pendidikan terutama pada rumah sakit yang berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan : Mengajar dan membimbing mahasiswa. Memberi pendidikan pada tenaga kesehatan dalam hal informasi obat. Mengkoordinasikan program pendidikan berkelanjutan di bidang informasi obat. Membuat/menyampaikan makalah seminar/simposiumc. Penelitian Melakukan penelitian evaluasi penggunaan obat. Melakukan penelitian penggunaan obat baru. Melakukan penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan obat, baik secara mandiri maupun bekerja sama dengan pihak lain. Melakukan kegiatan program jaminan mutu.Dengan adanya keterbatasan waktu, dana dan sumber-sumber informasi, maka jenis pelayanan yang dilaksanakan Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit disesuaikan dengan kebutuhan.Contohnya meliputi:1. Memberi jawaban atas pertanyaan spesifik melalui telepon, surat atau tatap muka.2. Laporan atau buletin bulanan.3. Pelayanan cetak ulang reprint.4. Konsultasi tentang cara penjagaan terhadap reaksi ketidakcocokan obat, konsep-konsep obat yang sedang dalam penelitian atau peninjauan penggunaan obat-obatan.5. Tugas-tugas pendidikan dan pelatihan seperti kuliah tentang farmakologi dan pengobatan, evaluasi literatur obat atau penggunaannya.6. Melakukan riset.7. Pengawasan atas racun/keracunan.

2.3.4 Sasaran Informasi Obat41. Pasien dan atau keluarga pasien2. Tenaga kesehatan: dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten apoteker, dan lain lain.3. Pihak lain: manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain.

2.3.5 Pengelolaan Sumber Daya2.3.5.1 Sumber Daya Manusia6Sumber daya manusia untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas adalah apoteker (Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Kompetensi apoteker di Puskesmas sebagai berikut: Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan kefarmasian yang bermutu. Mampu mengambil keputusan secara profesional. Mampu berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya dengan menggunakan bahasa verbal, nonverbal maupun bahasa lokal. Selalu belajar sepanjang karier baik pada jalur formal maupun informal, sehingga ilmu dan keterampilan yang dimiliki selalu baru (up to date)Sedangkan asisten apoteker hendaknya dapat membantu pekerjaan apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian tersebut.

2.3.5.2 Prasarana dan Sarana6Prasarana adalah tempat, fasilitas dan peralatan yang secara tidak langsung mendukung pelayanan kefarmasian, sedangkan sarana adalah suatu tempat, fasilitas dan peralatan yang secara langsung terkait dengan pelayanan kefarmasian. Dalam upaya mendukung pelayanan kefarmasian di Puskesmas diperlukan prasarana dan sarana yang memadai disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing Puskesmas dengan memperhatikan luas cakupan, ketersediaan ruang rawat inap, jumlah karyawan, angka kunjungan dan kepuasan pasien. Prasarana dan sarana yang harus dimiliki Puskesmas untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian adalah sebagai berikut : Papan nama apotek atau kamar obat yang dapat terlihat jelas oleh pasien Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien Peralatan penunjang pelayanan kefarmasian, antara lain timbangan gram dan miligram, mortir-stamper, gelas ukur, corong, rak alat-alat, dan lain-lain. Tersedia tempat dan alat untuk mendisplai informasi obat bebas dalam upaya penyuluhan pasien, misalnya untuk memasang poster, tempat brosur, leaflet, booklet dan majalah kesehatan. Tersedia sumber informasi dan literatur obat yang memadai untuk pelayanan informasi obat. Antara lain Farmakope Indonesia edisi terakhir, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO) dan Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI). Tersedia tempat dan alat untuk melakukan peracikan obat yang memadai Tempat penyimpanan obat khusus seperti lemari es untuk supositoria, serum dan vaksin, dan lemari terkunci untuk penyimpanan narkotika sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Tersedia kartu stok untuk masing-masing jenis obat atau komputer agar pemasukan dan pengeluaran obat, termasuk tanggal kadaluarsa obat, dapat dipantau dengan baik. Tempat penyerahan obat yang memadai, yang memungkinkan untuk melakukan pelayanan informasi obat.

2.3.5.3 Administrasi6Administrasi adalah rangkaian aktivitas pencatatan, pelaporan, pengarsipan dalam rangka penatalaksanaan pelayanan kefarmasian yang tertib baik untuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan maupun pengelolaan resep supaya lebih mudah dimonitor dan dievaluasi. Administrasi untuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan meliputi semua tahap pengelolaan dan pelayanan kefarmasian, yaitu : Perencanaan Permintaan obat ke instalasi farmasi kabupaten/ kota Penerimaan Penyimpanan mengunakan kartu stok atau komputer Pendistribusian dan pelaporan menggunakan form LP-LPO.Administrasi untuk resep meliputi pencatatan jumlah resep berdasarkan pasien (umum, miskin, asuransi), penyimpanan bendel resep harian secara teratur selama 3 tahun dan pemusnahan resep yang dilengkapi dengan berita acara. Pengadministrasian termasuk juga untuk: Kesalahan pengobatan (medication error) Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Medication Record Pelayanan Informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini sangat diperlukan dalam upaya penggunaan obat yang rasional oleh pasien. Sumber informasi obat adalah Buku Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI), Farmakologi dan Terapi, serta buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapat diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat yang berisi :6 Nama dagang obat jadi Kontra indikasi (bila ada) Tanggal kadaluarsa Nomor ijin edar/nomor registrasi Nomor kode produksi Nama dan alamat industri Komposisi Bobot, isi atau jumlah tiap wadah Dosis pemakaian Cara pemakaian Khasiat atau kegunaan Informasi obat yang diperlukan pasien adalah :6a. Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan. b. Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Obat antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi. c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina. Berikut ini petunjuk mengenai cara penggunaan obat :61. Petunjuk Pemakaian Obat Oral (pemberian obat melalui mulut) Adalah cara yang paling lazim, karena sangat praktis, mudah dan aman. Yang terbaik adalah minum obat dengan segelas air Ikuti petunjuk dari profesi pelayan kesehatan (saat makan atau saat perut kosong) Minum obat saat makan Minum obat sebelum makan Minum obat setelah makan Obat untuk kerja diperlama (long acting) harus ditelan seluruhnya. Tidak boleh dipecah atau dikunyah Sediaan cair, gunakan sendok obat atau alat lain yang telah diberi ukuran untuk ketepatan dosis. Jangan gunakan sendok rumah tangga. Jika penderita sulit menelan sediaan obat yang dianjurkan oleh dokter minta pilihan bentuk sediaan lain2. Petunjuk Pemakaian obat oral untuk bayi/anak balita : Sediaan cair untuk bayi dan balita harus jelas dosisnya, gunakan sendok takar dalam kemasan obatnya. Segera berikan minuman yang disukai anak setelah pemberian obat yang terasa tidak enak/pahit, 3. Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Mata Ujung alat penetes jangan tersentuh oleh benda apapun (termasuk mata) dan selalu ditutup rapat setelah digunakan. Untuk glaukoma atau inflamasi, petunjuk penggunaan yang tertera pada kemasan harus diikuti dengan benar. Cara penggunaan adalah cuci tangan, kepala ditengadahkan, dengan jari telunjuk kelopak mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka kantung konjungtiva, obat diteteskan pada kantung konjungtiva dan mata ditutup selama 1-2 menit, jangan mengedip Ujung mata dekat hidung ditekan selama 1-2 menit Tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang mungkin terpapar pada tangan 4. Petunjuk Pemakaian Obat Salep Mata Ujung tube salep jangan tersentuh oleh benda apapun (termasuk mata). Cara penggunaan adalah cuci tangan, kepala ditengadahkan, dengan jari telunjuk kelopak mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka kantung konjungtiva, tube salep mata ditekan hingga salep masuk dalam kantung konjungtiva dan mata ditutup selama 1-2 menit. Mata digerakkan ke kiri-kanan, atas-bawah. Setelah digunakan, ujung kemasan salep diusap dengan tissue bersih (jangan dicuci dengan air hangat) dan wadah salep ditutup rapat Tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang mungkin terpapar pada tangan5. Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Hidung Hidung dibersihkan dan kepala ditengadahkan bila penggunaan obat dilakukan sambil berdiri dan duduk atau penderita cukup berbaring saja. Kemudian teteskan obat pada lubang hidung dan biarkan selama beberapa menit agar obat dapat tersebar dalam hidung Untuk posisi duduk, kepala ditarik dan ditempatkan diantara dua paha Setelah digunakan, alat penetes dibersihkan dengan air panas dan keringkan dengan tissue bersih6. Petunjuk Pemakaian Obat Semprot Hidung Hidung dibersihkan dan kepala tetap tegak. Kemudian obat disemprotkan ke dalam lubang hidung sambil menarik napas dengan cepat Untuk posisi duduk, kepala ditarik dan ditempatkan diantara dua paha Setelah digunakan, botol alat semprot dicuci dengan air hangat tetapi jangan sampai air masuk ke dalam botol kemudian dikeringkan dengan tissue bersih.7. Pemakaian Obat Tetes Telinga Ujung alat penetes jangan menyentuh benda apapun termasuk telinga Cuci tangan sebelum menggunakan obat tetes telinga Bersihkan bagian luar telinga dengan cotton bud/kapas bertangkai pembersih telinga. Jika sediaan berupa suspensi, sediaan harus dikocok terlebih dahulu Cara penggunaan adalah penderita berbaring miring dengan telinga yang akan ditetesi obat menghadap ke atas. Untuk membuat lubang telinga lurus sehingga mudah ditetesi maka bagi penderita dewasa daun telinga ditarik ke atas dan ke belakang, sedangkan bagi anak-anak daun telinga ditarik ke bawah dan ke belakang. Kemudian obat diteteskan dan biarkan selama 5 menit Bersihkan ujung penetes dengan tissue bersih8. Petunjuk Pemakaian Obat Supositoria Cuci tangan, suppositoria dikeluarkan dari kemasan, suppositoria dibasahi dengan air. Penderita berbaring dengan posisi miring, dan suppositoria dimasukkan ke dalam rektum Masukan supositoria dengan cara bagian ujung supositoria didorong dengan ujung jari sampai melewati otot sfingter rektal; kira-kira - 1 inchi pada bayi dan 1 inchi pada dewasa. Jika suppositoria terlalu lembek untuk dapat dimasukkan, maka sebelum digunakan sediaan ditempatkan dalam lemari pendingin selama 30 menit kemudian tempatkan pada air mengalir sebelum kemasan dibuka Setelah penggunaan suppositoria, tangan penderita dicuci bersih9. Petunjuk Pemakaian Obat Krim/Salep rektal Bersihkan dan keringkan daerah rektal, kemudian masukkan salep atau krim secara perlahan ke dalam rektal. Cara lain adalah dengan menggunakan aplikator. Caranya adalah aplikator dihubungkan dengan wadah salep/krim yang sudah dibuka, kemudian dimasukkan ke dalam rektum dan sediaan ditekan sehingga salep/krim keluar. Buka aplikator dan cuci bersih dengan air hangat dan sabun Setelah penggunaan, tangan penderita dicuci bersih Petunjuk Pemakaian Obat Vagina Cuci tangan sebelum menggunakan obat dan gunakan aplikator sesuai dengan petunjuk penggunaan yang tertera pada kemasan harus diikuti dengan benar. Jika penderita hamil, maka sebelum menggunakan obat sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan profesional perawatan kesehatan. Penderita berbaring dengan kedua kaki direnggangkan dan dengan menggunakan aplikator obat dimasukkan ke dalam vagina sejauh mungkin tanpa dipaksakan dan biarkan selama beberapa waktu. Setelah penggunaan, aplikator dan tangan penderita dicuci bersih dengan sabun dan air hangat. d. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat yang akan dirasakan, misalnya berkeringat, mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing berubah warna dan sebagainya e. Hal-hal lain yang mungkin timbul, misalnya efek samping obat, interaksi obat dengan obat lain atau makanan tertentu, dan kontraindikasi obat tertentu dengan diet rendah kalori, kehamilan, dan menyusui. Efek samping obat adalah setiap respons obat yang merugikan dan tidak diharapkan serta terjadi karena penggunaan obat dengan dosis atau takaran normal. Salah guna obat adalah penggunaan bermacam-macam obat tetapi efeknya tidak sesuai, tidak rasional, tidak tepat dan tidak efektif. Bahaya salah guna obat antara lain menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, pengeluaran untuk obat menjadi lebih banyak atau pemborosan, tidak bermanfaat atau menimbulkan ketagihanf. Cara penyimpanan obat Penyimpanan Obat secara Umum adalah : Ikuti petunjuk penyimpanan pada label/ kemasan Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat. Simpan obat pada suhu kamar dan hindari sinar matahari langsung. Jangan menyimpan obat di tempat panas atau lembab. Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak beku, kecuali jika tertulis pada etiket obat. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak. Jangan meninggalkan obat di dalam mobil untuk jangka waktu lama. Jauhkan obat dari jangkauan anak-anak. Beberapa sistem yang umum dalam pengaturan obat : 6a. Alfabetis berdasarkan nama generikObat disimpan berdasarkan urutan alfabet nama generiknya. Saat menggunakan sistem ini, pelabelan harus diubah ketika daftar obat esensial direvisi atau diperbaharui. b. Kategori terapetik atau farmakologi Obat disimpan berdasarkan indikasi terapetik dan kelas farmakologinya. c. Bentuk sediaan Obat mempunyai bentuk sediaan yang berbeda-beda, seperti sirup, tablet, injeksi, salep atau krim. Dalam sistem ini, obat disimpan berdasarkan bentuk sediaannya. Selanjutnya metode-metode pengelompokan lain dapat digunakan untuk mengatur obat secara rinci. d. Frekuensi penggunaan Untuk obat yang sering digunakan (fast moving) seharusnya disimpan pada ruangan yang dekat dengan tempat penyiapan obat. Kondisi Penyimpanan Khusus Beberapa obat perlu disimpan pada tempat khusus untuk memudahkan pengawasan, yaitu. Obat golongan narkotika dan psikotropika masing-masing disimpan dalam lemari khusus dan terkunci. Obat-obat seperti vaksin dan supositoria harus disimpan dalam lemari pendingin untuk menjamin stabilitas sediaan. Beberapa cairan mudah terbakar seperti aseton, eter dan alkohol disimpan dalam lemari yang berventilasi baik, jauh dari bahan yang mudah terbakar dan peralatan elektronik. Cairan ini disimpan terpisah dari obat-obatan.

Berikut beberapa contoh label peringatan :6

Gambar1.Tanda Iritasi Gambar2.Tanda Eksplosif Gambar3.Korosif Gambar4.Tanda Radioaktif

Gambar5.Tanda mudah menyalaGambar 6.Tanda oksidator Gambar7.Tanda toxic

Prosedur Tetap Pelayanan Informasi Obat 161. Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau kartu pengobatan pasien (medication record) atau kondisi kesehatan pasien baik lisan maupun tertulis.2. Menyediakan dan memasang spanduk, poster, booklet, leaflet yang berisi informasi obat pada tempat yang mudah dilihat oleh pasien.3. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tertulis, langsung atau tidak langsung. dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana melalui penelusuran literatur secara sistematis untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. 4. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat secara sistematis.

2.3.6 Kegiatan Pelayanan Informasi Obat4a. PelayananKegiatan petayanan informasi obat berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan buletin, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat mernberikan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima.b. Menjawab PertanyaanMenjawab pertanyaan mengenai obat dan penggunaannya merupakan kegiatan rutin suatu pelayanan informasi obat. Pertanyaan yang masuk dapat disampaikan secara verbal (melalui telepon, tatap muka) atau tertulis (surat melalui pos, faksimili atau e-mail). Pertanyaan mengenai obat dapat bervariasi dari yang sederhana sampai dengan yang bersifat urgen dan kompleks yang membutuhkan penelusuran literatur serta evaluasi secara seksama. Namun apapun bentuk pertanyaan yang datang, apoteker sebagai petugas yang memberi pelayanan informasi obat hendaknya mengikuti suatu pedoman pelaksanaan baku. Kemampuan berkomunikasi yang baik disamping kemampuan menganalisa pertanyaan merupakan dasar dalam memberikan pelayanan informasi obat yang efektif. Permintaan mengenai informasi obat yang ditangani secara profesional, ramah dan bersifat rahasia, tidak hanya akan meningkatkan pelayanan kepada pasien atau penanya lainnya tetapi juga dapat meningkatkan profesionalitas dari pelayanan informasi obat maupun pelayanan farmasi secara keseluruhan.

Alur Menjawab Pertanyaan Dalam Pelayanan Informasi Obat

Skema 1. Alur Menjawab Pertanyaan dalam PIO4

c. Prosedur Penanganan Pertanyaan Menerima PertanyaanPertanyaan dapat datang langsung dari pasien atau melalui petugas kesehatan. Semua ini membutuhkan komunikasi yang efektif. Pertanyaan melalui telepon hendaknya dijawab dengan jelas dan baik, perlu disebutkan identitas institusi dan nama petugas secara jelas sehingga penanya mengetahui mereka dilayani oleh siapa. Penanya yang mendatangi pusat informasi obat juga dilayani secara baik. Berikan perhatian penuh sementara pertanyaan mereka ditangani, bersikaplah tenang dalam menangani pertanyaan yang bersifat emergency.

Identifikasi PenanyaIdentitas penanya dan alasan mereka mengajukan pertanyaan perlu diketahui segera karena hal ini akan mempengaruhi petugas dalam mengambil langkah selanjutnya. Identifikasi MasalahApoteker harus membuat kondisi sedemikian rupa agar penanya mengemukakan masalahnya secara ringkas tapi jelas. Kemudian dengan segera mengetahui sumber daya dan keahlian yang tersedia untuk memutuskan apakah permintaan informasi dapat diterima atau harus dirujuk ke sumber informasi lain yang lebih tepat. Menerima Permintaan InformasiSuatu permintaan informasi diterima dan dilayani akan mempengaruhi citra dan perkembangan dari pelayanan informasi obat dikemudian hari. Biarkan penanya menyatakan permintaannya dengan nyaman tanpa diinterupsi, dan apoteker harus menunjukkan perhatian penuh kepada masalah penanya. Perjelas permintaan informasi tersebut dengan mengajukan pertanyaan yang tepat dan kemudian menyampaikan kembali kepada penanya secara rinci untuk konfirmasi. Informasi Latar Belakang Penanyaa. Informasi Latar Belakang Bersifat DasarInformasi Umum antara lain: Nama dan pekerjaan penanya Nomor telepon/alamat yang dapat dihubungi Tujuan permintaan Rincian permintaan Urgensi permintaan

Informasi Pasien: Nama pasien Demografi pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, ras dan lain lain) Riwayat penyakit Riwayat pengobatan (yang diresepkan maupun dibeli bebas, dosis, lama pengobatan dan pemberian obat yang lalu)

d. Penelusuran Pustaka dan Memformulasikan JawabanBegitu permintaan informasi diputuskan untuk dijawab, lalu didokumentasikan serta ditetapkan skala prioritas, maka langkah selanjutnya adalah:1. Pengumpulan Data dan AnalisaUntuk menjawab suatu permintaan informasi yang sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan pustaka baku, sedang untuk menjawab pertanyaan yang lebih kompleks diperlukan penelusuran data yang lebih khusus dan rinci, misalnya dari abstrak, artikel, Data tersebut harus diinterpretasi dan dievaluasi, untuk itu memerlukan pengetahuan seperti farmakologi, patofisiologi, statistik dan lain-lain.2. Formulasi JawabanApoteker harus menyiapkan suatu rangkuman secara singkat, relevan dan logis serta mencatat hal-hal penting yang akan disampaikan kepada penanya. Petugas yang belum berpengalaman harus mendiskusikan terlebih dahulu jawaban yang disiapkan kepada atasannya. Apabila data berasal dari abstrak suatu artikel maka harus diinformasikan keterbatasannya dan diberitahukan sumber aslinya.

Jawaban dapat diberikan secara : VerbalDilakukan melalui telepon atau secara langsung kepada penanya. Cara ini cocok untuk menyampaikan informasi yang bersifat sederhana. Dapat juga dilakukan diskusi terlebih dahulu dengan penanya pada saat informasi diberikan TertulisCara ini sangat tepat untuk memberikan informasi yang bersifat kompleks, sangat rinci dan disertai dengan dokumen yang diperlukan. Jawaban secara tertulis dapat mengikuti format TanggapanTanggapan yang diberikan mencakup pendahuluan, sumber pustaka, rangkuman dari apa yang ditemukan termasuk dengan data pendukungnya seperti tabel, grafik dan lain lain. KesimpulanKesimpulan harus menjawab pertanyaan. Dapat dilengkapi dengan saran dan rekomendasi. ReferensiSeluruh referensi yang digunakan harus sesuai dengan standar.

2.3.7 Manfaat Informasi4Seluruh jawaban yang diberikan oleh Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan sebagai catatan dari kegiatan yang dilakukan maupun sebagai informasi yang berguna bagi pertanyaan berikutnya dan evaluasi terhadap kegiatan pelayanan informasi obat dan program jaminan mutu.1. Umpan BalikPermintaan informasi sebaiknya ditinda lanjuti baik secara langsung maupun melalui mekanisme umpan balik. Hal ini dapat membantu dalam menentukan hasil dan apakah informasi yang diberikan telah mengenai sasaran. Informasi umpan balik penting sebagai ukuran jaminan mutu serta dalam kaitan dengan tanggung jawab profesional.2. Kerahasiaan InformasiInformasi yang diberikan oleh industri farmasi termasuk data formulasi, data efek samping atau data obat investigasi yang diberikan untuk kenyamanan pasien harus bersifat rahasia. Informasi obat seperti ini hanya digunakan untuk kondisi yang memungkinkan untuk dipublikasikan atau tidak. Apoteker informasi obat mempunyai tanggung jawab untuk menyimpan sumber informasi rahasia kepada penanya. Informasi yang berhubungan dengan pasien harus dirahasiakan. Ketika pasien diberikan informasi khusus lainnya sebagai tambahan informasi yang diperlukan pasien seperti literatur, publikasi dan lain lain, identitas pasien harus disimpan. Identitas pasien harus dirahasiakan dari pihak lain kecuali ada persetujuan dari pasien.

2.3.8 Promosi dan Edukasi 16Promosi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan inspirasi kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara mandiri. Edukasi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan pengetahuan tentang obat dan pengobatan serta mengambil keputusan bersama pasien setelah mendapatkan informasi, untuk tercapainya hasil pengobatan yang optimal. Apoteker juga membantu diseminasi informasi melalui penyebaran dan penyediaan leaflet, poster serta memberikan penyuluhan.

2.3.9 Publikasi4Penyebaran informasi secara aktif ini harus melibatkan staf di Pelayanan Informasi Obat dalam bentuk publikasi. Contohnya pembuatan buletin farmasi, leaflet informasi untuk pasien, jurnal atau artikel, informasi mini untuk tim pelayanan kesehatan di rumah sakit, atau bentuk publikasi lain yang menunjang penggunaan obat yang rasional ataupun berkaitan dengan kebijakan penggunaan obat serta perkembangan terakhir yang mempengaruhi pemilihan obat. Disini jelas terlihat bahwa keterampilan berkomunikasi secara lisan dan tertulis sangat diperlukan.

2.3.10 Dokumentasi4Setelah terjadi interaksi antara penanya dan pemberi jawaban, maka kegiatan tersebut harus didokumentasikan. Pendokumentasian sangat penting karena dapat membantu menelusuri kembali data informasi yang dibutuhkan dalam waktu yang relatif lebih singkat. Pendokumentasian tersebut juga memperjelas beban kerja dari apoteker.Manfaat dokumentasi adalah:1. Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap.2. Sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa.3. Catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya.4. Media pelatihan tenaga farmasi.5. Basis data penelitian, analisis, evaluasi dan perencanaan layanan.6. Bahan audit dalam melaksanakan Quality Assurance dari pelayanan informasi obat.Dokumentasi memuat : Tanggal dan waktu pertanyaan dimasukkan Tanggal dan waktu jawaban diberikan Metode penyampaian jawaban Pertanyaan yang diajukan Orang yang meminta jawaban Orang yang menjawab Kontak personal untuk tambahan informasi Lama penelusuran informasi Referensi/sumber informasi yang digunakan

Berikut ini disajikan macam-macam informasi yang umumnya terdapat dalam formulir pertanyaan tentang informasi obat (Drug Information Enquiry Form) : Nama penanya Pesan diterima oleh Status dan pekerjaan penanya Tanggal bertanya Urgensi : Waktu/Tanggal Jawaban diharapkan Cara menghubungi (Pager, HP, Telp., Fax, Email, dan lain lain) Jenis Kelamin dan usia pasien :......... Berat Badan :........ Tinggi Badan :.......... Semua terapi saat ini dan sebelumnya Fungsi Ginjal/Hepar/Jantung (dari hasil tes) Trimester kehamilan Alergi (termasuk obat) Pertanyaan yang diajukan dan informasi tambahan

BAB IIIMETODE PENGUMPULAN DATA

3.1 Data yang dikumpulkanData untuk penelitian ini berupa data primer data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pemegang dan penanggung jawab apotek dan dokter. Sedangkan data sekunder diperoleh dari arsip lembar register pelayanan obat pada bulan Januari Juni 2014.

3.2 Cara pengambilan dataPengambilan data dilaksanakan dari tanggal 21 Juli sampai 9 Agustus 2014. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pemegang dan penanggung jawab apotek dan dokter di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang dan masalah-masalah yang dihadapi dalam pemberian informasi obat. Sedangkan data sekunder diperoleh dari arsip lembar register pelayanan obat Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang pada bulan Januari Juni 2014.

3.3 Pengolahan DataSetelah proses pengumpulan data selesai, data diolah secara manual dan dianalisa. Mulai dari identifikasi masalah dengan curah pendapat, setelah terkumpul beberapa permasalahan yang ada selanjutnya permasalahan tersebut dikonfirmasikan dengan data primer ataupun sekunder. Permasalahan yang didukung oleh data primer dan data sekunder akan dibuat dalam pernyataan masalah. Selanjutnya dari pernyataan masalah tersebut akan ditentukan prioritas masalah dengan menggunakan tabel MCUA. Prioritas masalah yang terpilih, akan diidentifikasi penyebab masalahnya dalam diagram fish bone. Dari beberapa akar penyebab dalam diagram fish bone tersebut, dicari penyebab yang paling dominan. Selanjutnya penyebab yang paling dominan akan dicari alternatif pemecahan masalah dengan tabel MCUA. Setelah itu dibuat rencana penerapan berupa Rencana Usulan Kegiatan (RUK), dan kegiatannya akan dimonitoring dengan hasil akhir yang dievaluasi untuk menentukan tingkat keberhasilan.

BAB IVHASIL KEGIATAN PUSKESMAS DAN HASIL PENGUMPULAN DATA

4.1 Profil Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang4.1.1 Sejarah Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung PinangPuskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi berdiri tahun 1974, dengan nama puskesmas Inpres 5/74. Puskesmas Tanjung Pinang berada bersama 3 puskesmas lainnya dalam Kecamatan Jambi Timur. Keberadaannya strategis dengan wilayah kerja yang luas dan jumlah penduduk yang banyak. Dalam melaksanakan kegiatannya Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang mempunyai Visi dan Misi, yaitu:

VISI : Menjadikan Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat yang bermutu di Kecamatan Jambi Timur.

MISI :1. Melaksanakan 6 program pokok puskesmas: Pemberantasan Penyakit menular, Kesehatan ibu dan anak, Gizi, Promosi kesehatan, Kesehatan lingkungan serta pelayanan kesehatan yang bermutu pada masyarakat2. Memelihara dan meningkatkan kerjasama lintas sektoral, lintas program, masyarakat dalam upaya melaksanakan program kesehatan3. Membina SDM puskesmas menjadi terampil dan bertanggung jawab terhadap tugasnya.4. Memelihara sarana dan prasarana puskesmas yang mendukung pelayanan kesehatan.5. Melaksanakan sistim pembiayaan puskesmas sesuai PERDA yang berlaku dengan sistim pelayanan satu pintu.6. Melaksanakan sistim informasi kesehatan yang cepat dan tepat.

4.1.2 KelembagaanPuskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang diklasifikasikan puskesmas rawat jalan, dengan membawahi tiga buah puskesmas pembantu.

4.1.3 KetenagaanKetenagaan Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang sampai 31 Desember 2013 sebagai berikut:Tabel 4.1 Daftar Jumlah ketenagaan di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambinojenis tenagastatus pegawaijumlahket

pnsptthonortks

1. 0Dokter2---2

2. dokter gigi2---2

3. Dokter spesialis-----

4. apoteker-----

5. skm2---2

6. s.1 lainnya-----

7. akper3-3

8. akbid6---6

9. akzi0---0

10. akfar4---4

11. aak1---1

12. apk/akl1---1

13. d.3 lainnya-----

14. bidan7---7

15. perawat3-3

16. perawat gigi2---2

17. saa/smf-----

18. spph1---1

19. smak1---1

20. SMP1---1

21. LPCK1---1

j u m l a h37--37

4.1.4 Fasilitas Puskesmas Tanjung PinangPuskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang dengan sarana dan prasarana puskesmas rawat jalan yang cukup lengkap, seperti; alat dan ruang UGD, poli umum, poli gigi, poli KIA dan KB, imunisasi, laboratorium sederhana, konsultasi gizi dan kesling, serta apotik dan gudang obat yang cukup. Selain itu puskesmas juga punya satu buah mobil ambulan dan sembilan buah sepeda motor.

4.1.5 GeografiPuskesmas Tanjung Pinang terletak di kecamatan Jambi Timur, Wilayah kerja puskesmas mencakup 5 kelurahan, yaitu: Kelurahan Tanjung Pinang, Kelurahan Kasang, Kelurahan Kasang Jaya, Kelurahan Rajawali, dan Kelurahan Sijenjang. Batas-batas wilayah Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang adalah : Sebelah Timur berbatasan Kelurahan Tanjung Sari Sebelah Barat berbatasan Kelurahan Pasar Jambi Sebelah Utara berbatasan Sungai Batanghari Sebelah Selatan berbatasan Kelurahan Talang Banjar

4.1.6 DemografiPuskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang memiliki luas wilayah 2.021 km2. Dengan jumlah penduduk sampai Desember Tahun 2013 berdasarkan data dari kecamatan adalah 38.171, yang terdiri dari : Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Tahun 2013 Berdasarkan data dari kecamatanNoKelurahanJumlah penduduk

1. Tanjung Pinang12.883 jiwa

2. Rajawali8.090 jiwa

3. Kasang6.015 jiwa

4. Kasang Jaya7.022 jiwa

5. Sijenjang4.162 jiwa

J U M L A H38.171 jiwa

4.1.7 Sosial BudayaMayoritas penduduk pribumi dengan persentase 85,05% dan 14,94% adalah warga keturunan. Perilaku masyarakat dalam masalah kesehatan dengan berobat jalan ke Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang dan 3 pustu Kasang Jaya, Sijenjang I dan Sijenjang II.

4.1.8 PolitikOtonomi daerah dengan dukungan pemerintah daerah cukup baik ditandai dengan keikutsertaan aparat pemerintah mulai dari perangkat desa sampai kecamatan dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan.

4.1.9 EkonomiUntuk data ekonomi di wilayah Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang dapat dijabarkan dalam tabel 4.3 berikut:Tabel 4.3 Data Ekonomi Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung PinangNoPekerjaan

1. Petani sendiri

2. Buruh tani

3. Nelayan

4. Pengusaha

5. Buruh bangunan

6. Pedagang

7. Pengangkut jasa-jasa

8. Pertukangan/kerajinan

9. Pensiunan

10. PNS/ABRI

11. Lain-lain

4.2 Data Sekunder 4.2.1 Jumlah Kunjungan Puskesmas pada bulan Januari Juni 2014Tabel 4.4 Jumlah Kunjungan Puskesmas pada bulan Januari Juni 2014BulanJumlah

Januari3281

Februari3607

Maret3264

April2883

Mei3555

Juni4713

Jumlah21.303

Sumber : Laporan Bulanan Jumlah Kunjungan Puskesmas

4.1.2 Data Lembar Register Pelayanan Obat pada bulan Januari - Juni 2014Tabel 4.5 Jumlah pasien yang dimasukkan dalam Lembar Register Pelayanan Obat bulan Januari Juni 2014BulanJumlah (orang)

Januari30

Februari30

Maret29

April30

Mei30

Juni30

Sumber : Data Lembar Register Pelayanan Obat

4.3 Hasil Pengumpulan Data Primer4.3.1 Hasil wawancara dengan petugas Apotek di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota JambiHasil wawancara yang dilakukan dengan penanggung jawab PIO menunjukkan bahwa Informasi yang diberikan dilihat dari obatnya indikasinya apa, kadaluarsanya, dosis, kontraindikasi obat, interaksi antara obat, penggunaan (penggunaan di sini misalnya apakah oral, atau dimasukkan ke anus/rektal), cara pemakaian, efek samping obat yang timbul, begitupun cara penyimpanan. dalam pemberian informasi obat untuk Puskesmas Tanjung Pinang jumlah pasien rata rata lebih dari 100 mungkin untuk pemberian informasi memang tidak semua pasien yang kita konseling paling satu bulan kami targetkan untuk 15 konseling dan informasi paling 30 pasien. konseling tidak semua pasien dan di pilih bebas, macam - macam terserah mana yang sakit misalnya yang sakit mata, sakit telinga dan bebas apa yang mau kita kasih tapi memang tidak semuanya kalau semuanya diberikan konseling habis waktunya dan juga terkadang pasien pun jenuh dan tidak mau menunggu lama. Kendala di sini dikarenakan keterbatasan tempat dan sarana terkadang pasien tidak begitu mendengarkan karena di sini kondisi untuk pemberian informasi yang dibatasi oleh kaca dan tidak dilengkapi oleh microphone/pengeras suara mungkin kadang pasien kurang jelas dan kurang dengar dan lagi dibatasi oleh jeruji besi, petugas harus banyak membaca dan ada sering pelatihan pelatihan tentang pemberian informasi obat ini. Di sini, pelatihan jarang dilakukan, tidak setiap tahun. dan dikarenakan, ilmu terus berkembang yang ditemukan kejadian kejadian banyak yang terbaru sedangkan di sini kalau kita kurang pelatihan pelatihan dan juga kurang membaca itu juga jadi kendala juga sebenarnya..

4.3.2 Hasil wawancara dengan dokter Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota JambiHasil wawancara yang dilakukan dengan dokter puskesmas menunjukkan bahwa mengenai informasi biasanya di apotek, pada saat pemberiannya berjalan dan harusnya pasti berjalan karena itu bentuk pelayanan salah satunya informasi obat tapi kadang kadang mungkin kendalanya karena mungkin pasien terlalu banyak. Penyampaian informasi obat yang sebaiknya tatap langsung dengan pasien kalau di situ sarananya hanya dibatasi kaca kadang kadang yang disampaikan tidak sampai ke pasien. Atau memang yang kita sampaikan itu lain yang di tangkap pasien, Tapi rata rata hampir di semua puskesmas sarananya seperti ini semua modelnya apotek itu dibatasi kaca. Jadi idealnya pada saat pengambilan obat itu ada satu ruangan terus langsung ada petugas Pemberian informasi obat. tapi kalau posisinya di luar tidak mungkin juga, dan itu jadi salah satu masalahnya. Kalau dari petugasnya sudah ada pelatihan khusus dan diwajibkan tapi memang jarang dilakukan pelatihannya. Sebenarnya, Setting untuk pemberian informasi itu yang tidak pas kalau hanya dibalik kaca terus posisinya begitu kayaknya itu yang tidak pas. Memang seharusnya pasien ambil obat dan langsung ketemu sama petugas pemberian informasi obatnya kalau yang untuk di apotek. tapi selain di apotek juga di saat peresepan dokter saat dokter meresepkan itu juga diterangkan. Tapi memang yang lengkapnya di apotek. Cuma masalahnya itu yang cara penyampaiannya atau setting penyampaiannya yang memang belum pas. tapi itulah kalau dalam jumlah pasiennya sedikit tidak masalah kalau pasiennya yang banyak kadang kadang tidak terlalu detail pemberian informasinya.

4.3.3 Hasil wawancara dengan salah satu pasien di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota JambiUntuk hasil wawancara pada pasien di ambil 15 pasien yang berobat di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi dan berikut ini beberapa contoh hasil wawancara yang didapatkan dari pasien yang berobat di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi diketahui bahwa dari pasien pertama mengatakan Saya mendapatkan dua jenis obat, semua obat ini diminum sesudah makan, berapa lama penggunaan di jelaskan diminum tiga kali sehari, cara penggunaan tidak dijelaskan, efek samping tidak dijelaskan, cara penyimpanan juga tidak dijelaskan dan pada pasien ini juga tidak diberikan konseling dan publikasi.Dari pasien kedua mengatakan anak saya berdua sakit demam dan gatal gatal dari pemberian obat dijelaskan mengenai cara penggunaannya salep yang di oleskan ke kulit untuk gatal - gatalnya, lama penggunaannya dijelaskan, waktu penggunaannya dijelaskan, efek samping tidak dijelaskan cara penyimpanan juga tidak dijelaskan dan pada pasien ini juga tidak diberikan konseling dan publikasi.Dari pasien ketiga mengatakan Saya sakitnya batuk, badan panas dingin, yang dijelaskan ini katanya obat batuk kemudian obat sakit kepala dan obat mata, penggunaannya tiga kali sehari, sesudah makan, dihabiskan selama tiga hari, efek samping tidak di kasih tahu, dan obatnya di suruh di simpan di tempat yang bagus dan pada pasien ini juga tidak diberikan konseling dan publikasi.

BAB VMASALAH

5.1 Identifikasi masalah5.1.1 Brain StormingPada makalah ini didapatkan beberapa masalah yang didapatkan dari hasil brainstorming dengan beberapa teman dan pegawai Puskesmas Tanjung Pinang. Adapun beberapa masalah dalam pemberian informasi obat di Puskesmas Tanjung Pinang adalah:1. Sarana dan prasarana yang ada untuk memberikan informasi obat yang masih kurang memadai (Input).2. Tidak tersedianya alat pengeras suara untuk memberikan informasi kepada pasien sehingga pasien kurang jelas dan kurang dengar dengan apa yang dikatakan oleh petugas apotek (Input).3. Keterbatasan dari pengetahuan petugas dalam memberikan informasi obat (proses).4. Pasien yang tidak sabar dan tidak mau menunggu lama (Input).5. Pasien yang mendapatkan informasi obat secara lengkap masih rendah (Output).6. Keterbatasan waktu dalam membuat leaflet leaflet untuk pemberian informasi obat (Proses).

Dari hasil curah pendapat didapatkan 6 masalah, setelah dilakukan pembahasan, masalah yang diprioritaskan dan tersisa 3 masalah, yaitu:1. Pasien yang mendapatkan informasi obat secara lengkap masih rendah (Output).2. Keterbatasan dari pengetahuan petugas dalam memberikan informasi obat (proses).3. Sarana dan prasarana yang ada untuk memberikan informasi obat yang masih kurang memadai (Input).5.1.2 Konfirmasi DataSetelah dilakukan pengumpulan data, maka didapatkan:1. Pasien yang mendapatkan informasi obat secara lengkap masih rendah Dari hasil observasi bahwa tiga belas dari lima belas pasien tidak mendapatkan informasi pelayanan penggunaan obat secara lengkap (yang terdiri dari penggunaan obat yang terdiri dari waktu penggunaan obat, lama penggunaan obat, cara penggunaan, efek samping yang timbul, dan cara penyimpanan), kemudian juga bahwa empat belas dari lima belas pasien tidak diberikan konseling dan tidak ada seorangpun dari lima belas pasien yang diberikan promosi dan publikasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa pasien tidak mendapatkan informasi mengenai pemberian obat secara lengkap.2. Keterbatasan dari pengetahuan petugas dalam memberikan informasi obatDari hasil wawancara dengan penanggung jawab PIO bahwa petugas harus banyak membaca dan ada sering pelatihan pelatihan tentang pemberian informasi obat ini. Di sini, pelatihan jarang dilakukan, tidak setiap tahun. dan dikarenakan, ilmu terus berkembang yang ditemukan kejadian kejadian banyak yang terbaru sedangkan di sini kalau kita kurang pelatihan pelatihan dan juga kurang membaca itu juga jadi kendala juga sebenarnya. dan menurut dokter Kepala Puskesmas petugasnya sudah ada pelatihan khusus dan diwajibkan tapi memang jarang dilakukan pelatihannya tidak dilakukan setiap tahun.3. Sarana dan prasarana yang ada untuk memberikan informasi obat yang masih kurang memadaiBerdasarkan hasil wawancara dengan Penanggung jawab PIO dan Dokter Puskesmas bahwa keterbatasan tempat dan sarana, terkadang pasien tidak begitu mendengarkan karena di sini kondisi untuk pemberian informasi yang dibatasi oleh kaca dan tidak dilengkapi oleh microphone/pengeras suara mungkin kadang pasien kurang jelas dan kurang dengar dan lagi dibatasi oleh teralis besi dan penyampaian informasi obat yang sebaiknya tatap langsung dengan pasien kalau di situ sarananya hanya dibatasi kaca kadang kadang yang disampaikan tidak sampai ke pasien Jadi idealnya pada saat pengambilan obat itu ada satu ruangan terus langsung ada petugas Pemberian informasi obat.

5.1.3 Pernyataan Masalah (Problem Statement)1. Dari lima belas pasien yang berobat di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi bulan Januari Juni 2014 tidak ada yang mendapatkan informasi mengenai pemberian obat secara lengkap.2. Adanya Keterbatasan dari pengetahuan petugas tentang pemberian informasi obat di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi bulan Januari Juni 2014.3. Sarana dan prasarana di tempat pemberian obat di apotek Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi bulan Januari Juni 2014 masih kurang memadai.

5.2 Prioritas Masalah Untuk menentukan prioritas masalah pada makalah ini, maka digunakan metode MCUA (Multiple Criteria Utility Assessment).Tabel 5.1 MCUA untuk menentukan Prioritas MasalahNoKriteriaBobotSarana dan Prasarana yang masih kurang memadaiKeterbatasan dari pengetahuan petugas tentang pemberian informasi obatPasien yang mendapatkan informasi obat secara lengkap masih rendah

NBNNBNNBN

1.Pengaruh terhadap kesehatan masyarakat5735945

10

50

2.Pengaruh terhadap kesehatan pasien47288321040

2.Teknologi yang dimiliki3721721927

3.Komitmen politik2612816714

Jumlah96114131

PeringkatIIIIII

Keterangan : Bobot ditentukan (1-5)N = nilai (nilai ditentukan 1-10)BN = Bobot x Nilai

Tabel 5.2 Tabel Teknik Scoring PAHO Penentuan Prioritas MasalahNoMasalahMSVCTotal

1Sarana dan prasarana tempat untuk memberikan informasi obat yang masih kurang memadai64761008

2Keterbatasan dari pengetahuan petugas tentang pemberian informasi obat86651440

3Pasien yang mendapatkan informasi obat secara lengkap masih rendah88762688

Keterangan:M = MagnitudeS = SeverityV = VulnerabilityC = Community ConcernSkor ditentukan 1-10 dan skor kolom MxSxVxC = Total

Dari hasil tabel MCUA dan PAHO diatas, maka prioritas masalah sesuai dengan skor penilaian adalah sebagai berikut: Setting atau Cara penyampaian pemberian informasi obat yang masih kurang efektif.

5.3 Identifikasi Penyebab Masalah dan Penyebab Masalah Dominan5.3.1 Diagram Alur (Flow Chart)

Pasien datang ke poli UmumAnamnesis dan pemeriksaan fisikDiagnosisPembuatan ResepKe Apotek / Bagian Farmasi di PuskesmasPasien mengambil nomor antrian dan menunggu obatnya siap dibuatObat telah siap Penyerahan obat Diberikan PIO CatatPasien Pulang

Gambar 5.1 Diagram alur (Flow Chart)

5.3.2 Identifikasi Penyebab masalah dengan diagram Tulang Ikan (Fish Bone)Identifikasi penyebab masalah dengan metode diagram tulang ikan (Fish Bone) atau diagram sebab akibat sering juga disebut sebagai diagram ishikawa berdasarkan kerangka pendekatan sistem, seperti gambar di bawah ini:

Pasien yang mendapatkan informasi obat secara lengkap masih rendahMATERIAL/DANAMANUSIAKeterbatasan dari pengetahuan petugas tentang pemberian informasi obatSarana dan Prasarana tempat pemberian informasi masih kurang memadaitempat pemberian obat jendela dibatasi oleh kaca dan ada jeraji besitidak ada microphone

PROSESketerbatasan waktu petugas dalam memberikan konseling dan membuat leaflet PIOJumlah Kunjungan yang ramaiPasien tidak sabar menunggu lamatidak semua pasien diberikan pemberian informasi secara lengkappenjelasan infomasi obat kurang detail dan lengkapJarang diberikan Konseling dan tidak adanya publikasiKadang pasien kurang mendengar yang disampaikan petugasSarana dan prasarana tempat pemberian informasi masih kurang memadaiAdanya kaca yang membatasi antara petugas dan pasien

LINGKUNGAN

Gambar 5.2 Diagram Fish Bone5.3.3 Mencari dukungan dataSesuai dengan diagram tulang ikan diatas, penyebab yang paling mungkin yang telah dibuktikan dengan data dan menjadi akar penyebab masalah adalah:1. Keterbatasan dari pengetahuan petugas tentang pemberian informasi obatDari hasil wawancara dengan penanggung jawab PIO bahwa petugas harus banyak membaca dan ada sering pelatihan pelatihan tentang pemberian informasi obat ini. dan menurut dokter Kepala Puskesmas petugasnya sudah ada pelatihan khusus dan diwajibkan tapi memang jarang dilakukan pelatihannya tidak setiap tahun.2. Sarana dan Prasarana tempat pemberian informasi masih kurang memadaiDari hasil pengamatan di apotek diketahui bahwa pemberian informasi obat dilakukan di tempat pengambilan obat dimana tempatnya yang dibatasi oleh kaca dan jeruji besi. dan tidak dilengkapi oleh microphone/pengeras sehingga dengan jumlah pasien perharinya rata rata diatas seratusan kadang pasien kurang jelas dan kurang dengar tentang penjelasan yang diberikan petugas apotek.3. keterbatasan waktu petugas dalam memberikan konseling dan membuat leaflet PIODari hasil wawancara dengan ibu Susanti bahwa dilakukan konseling tidak semua pasien memang tidak semuanya kalau semuanya diberikan konseling habis waktunya. dan tidak adanya diberikan leaflet yang bisa juga dijadikan sebuah bahan informasi obat kepada pasien dikarenakan keterbatasan waktu dari petugas.4. Pasien tidak sabar menunggu lamaDari hasil wawancara dengan ibu Susanti bahwa dalam pemberian informasi obat untuk Puskesmas Tanjung Pinang jumlah pasien rata rata lebih dari 100 mungkin untuk pemberian informasi memang tidak semua pasien yang kita konseling paling satu bulan kami targetkan untuk 15 konseling dan informasi paling 30 pasien. Dikarenakan terkadang pasien pun jenuh dan tidak mau menunggu lama dan juga pada saat dilakukan pengamatan langsung yaitu pada saat ingin mewancarai pasien tentang pemberian informasi obat ini pasien tersebut banyak yang ingin cepat cepat pulang karena telah lama menunggu di sana.5. Jumlah Kunjungan yang ramaiBerdasarkan data kunjungan pasien dari bulan Januari Juni 2014 sebanyak 21.303 orang.

5.3.4 Menentukan Penyebab yang paling dominanDari beberapa akar penyebab, dicari penyebab yang paling dominan dengan adu argumentasi sehingga diperoleh penyebab yang paling dominan yaitu Setting atau Cara penyampaian pemberian informasi obat yang masih kurang efektif.Tabel 5.3 Penyebab paling dominan dan alternatif pemecahan masalahMasalahPenyebabAlternatif Pemecahan Masalah

Pasien yang mendapatkan informasi obat secara lengkap masih rendahKeterbatasan dari pengetahuan petugas tentang pemberian informasi obat

a.Pelatihan petugas secara berkesinambungan mengenai pemberian informasi obatb.Mempelajari buku pedoman pemberian informasi obat

BAB VIPEMECAHAN MASALAH PRIORITAS DAN USULAN KEGIATANUNTUK PEMECAHAN MASALAH

6.1 Alternatif - Alternatif Pemecahan Masalah terpilihDari masalah yang paling dominan yaitu Pasien yang mendapatkan informasi obat secara lengkap masih rendah, maka alternatif pemecahan masalahnya adalah:a. Pelatihan petugas mengenai pemberian informasi obatb. Mempelajari buku pedoman pemberian informasi obat

6.2 Penentuan Prioritas Pemecahan MasalahUntuk menentukan prioritas pemecahan masalah, maka digunakan tabel MCUA di bwah ini.Tabel 6.1 MCUA untuk menentukan prioritas pemecahan masalahNoKriteriaCara

BobotPelatihan Petugas

Mempelajari pedoman Pemberian Informasi Obat

NNBNNB

1.Dapat memecahkan masalah dengan sempurna

5

10

50

8

40

2.Murah biayanya4832936

3Mudah dilaksanakan3824618

4Waktunya singkat19977

Jumlah115101

PeringkatIII

Berdasarkan MCUA urutan pilihan adalah sebagai berikut :1. Melatih petugas kesehatan untuk mendapat bimbingan secara langsung mengenai cara pemberian informasi obat. Dengan skor 1152. Petugas mempelajari buku pedoman pemberian informasi obat. Dengan skor 101

6.3 Faktor pendukung dan Faktor penghambat dalam Pemecahan Masalah1. Faktor Pendukung Adanya pelatih yang mampu memberikan pelatihan tentang pemberian informasi obat Adanya pedoman tentang pemberian informasi obat Adanya dana operasional untuk kegiatan pelatihan2. Faktor Penghambat Kurangnya waktu untuk memberi pengarahan dan bimbingan kepada petugas apotek karena banyaknya tugas dan kegiatan mereka di puskesmas Kurangnya minat petugas untuk meningkatkan kemampuan diri

6.4 Rencana Usulan kegiatan Pemecahan Masalah yang TerpilihTabel rencana penerapan pemecahan penyebab masalah terpilih dapat dilihat pada tabel 6.2

Tabel 6.2 Rencana Usulan Kegiatan Pemecahan Penyebab Masalah TerpilihNoKegiatanTujuanSasaranLokasi dan WaktuPelaksanaDanaTolak Ukur

1Membuat jadwal PelatihanKepastian waktu pelaksanaanPetugas ApotekSebelum kegiatan pealtihanPetugas KesehatanTanpa BiayaJadwal kegiatan tepat waktu

2Mempersiapkan presentan yang akan memberikan pelatihanPresentan lebih siap untuk memberikan pelatihanpetugas kesehatanSebelum kegiatan pelatihanKepala PuskesmasTanpa biayaMateri presentasi dan presentan telah siap

3Melakukan kegiatan pelatihan kepada petugas apotek tentang cara pemberian informasi obat secara lengkap dan benar Meningkatkan pengetahuan kepada tenaga apotek tentang pemberian informasi obat sehingga semua informasi mengenai obat dapat tersampaikan kepada pasienPetugas kesehatan ataupun petugas apotekLokasi:Puskesmas mengirimkan petugas untuk melakukan pelatihan di Dinkes KotaWaktu:6 bulan sekali ataupun 1 tahun sekaliDinkes Kota seksi FarmakminDana Operasional PuskesmaMeningkatnya pengetahuan petugas kesehatan ataupun petugas apotek tentang cara pemberian informasi obat secara lengkap

6.5 Monitoring dan EvaluasiPada saat perencanaan kegiatan tersebut berjalan maka dilakukan monitoring dan pemantauan kegiatan tersebut apakah sudah berjalan sesuai rencana atau tidak dan kemudian setalah kegiatan tersebut berjalan maka dilakukan evaluasi dengan cara melihat program perencanaan puskesmas. Adapun hasil monitoring dan evaluasi didapatkan sebagai berikut:Tabel 6.3 Format Monitoring kegiatanKegiatanIndikatorStandarHasilselisihketerangan

Membuat jadwal pelatihanJadwal sudah dibuat dan disusunTerlaksanaJadwal pelatihan sudah dibuat-Terlaksana 100%

Mempersiapkan presentan yang akan memberikan pelatihanPresentan mampu mempresentasikan materi pelatihan dengan baikTerlaksanaPresentan menguasai materi pelatihan dengan baik-Terlaksana 100%

Melakukan kegiatan pelatihan kepada petugas apotek tentang cara pemberian informasi obat secara lengkap dan benar Meningkatnya pengetahuan petugas kesehatan maupun petugas apotek mengenai cara pemberianinformasi obatMengetahui cara memberikan informasi obat dan mengetahui apa apa saja informasi yang harus diberikan kepada pasienPelayanan Pemberian informasi obat di Puskesmas berjalan dengan lancar dan semua informasi mengenai obat dapat tersampaikan kepada pasien-Target tercapai

Tabel 6.4 Format Evaluasi KegiatanKegiatanIndikatorAwalHasilEfektivitasKeterangan

Evaluasi jumlah pasien yang mendapatkan pemberian informasi obat dengan lengkap jumlah pasien yang mendapatkan pemberian informasi obat lengkap Dari lima belas pasien, tiga belas pasien tidak mendapatkan informasi obat dengan lengkapDari lima belas pasien, semuanya mendapatkan informasi obat secara lengkap-Ada Peningkatan

BAB VIIPENUTUP

7.1 Kesimpulan1. Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian informasi obat di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi adalah Sarana dan prasarana untuk memberikan informasi obat yang masih kurang memadai, Keterbatasan dari ilmu petugas tentang pemberian informasi obat, dan Pasien yang mendapatkan informasi obat secara lengkap masih rendah.2. Masalah yang diprioritaskan dalam pelaksanaan pemberian informasi obat di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi adalah Pasien yang mendapatkan informasi obat secara lengkap masih rendah.3. Faktor faktor penyebab masalah dan penyebab masalah yang dominan dalam pelaksanaan pemberian informasi obat di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi adalah Keterbatasan dari pengetahuan petugas tentang pemberian informasi obat, Sarana dan Prasarana tempat pemberian informasi masih kurang memadai, keterbatasan waktu petugas dalam memberikan konseling dan membuat leaflet PIO, Pasien tidak sabar menunggu lama, Jumlah Kunjungan yang ramai. Penyebab yang paling dominan adalah Masalah yang paling dominan adalah Keterbatasan dari pengetahuan petugas tentang pemberian informasi obat.4. Alternatif pemecahan masalah dalam pelaksanaan pemberian informasi obat di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi adalah Pelatihan petugas mengenai pemberian informasi obat, dan Mempelajari buku pedoman pemberian informasi obat.5. Rencana Usulan Kegiatan pemecahan masalah yang terpilih dalam pelaksanaan pemberian informasi obat di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi adalah diadakannya pelatihan petugas tentang pemberian informasi obat secara lengkap dan benar (sesuai pedoman yang telah ditetapkan).6. Melalui monitoring dalam pelaksanaan pemberian informasi obat di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan petugas kesehatan khususnya petugas apotek mengenai pelayanan Pemberian informasi obat secara lengkap dan benar (sesuai pedoman yang telah ditetapkan).7. Dari evaluasi diharapkan pelaksanaan pemberian informasi obat di Puskesmas Inpres 5/74 Tanjung Pinang Kota Jambi mengalami peningkatan dan lebih baik lagi.

7.2 Saran1. Sebaiknya perlu dilakukan pelatihan petugas mengenai pelatihan tentang cara pemberian informasi secara berkesinambungan. 2. Hendaknya sarana dan prasarana yang kurang mendukung di bagian pelayanan informasi obat (apotek) perlu diperhatikan agar kegiatan dan penyampaian dari informasi obat menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta;20092. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di daerah Kepulauan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta;20073. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta;20064. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan Informasi Obat Di Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. Jakarta;20085. Sulastomo. Manajemen Kesehatan. Gramedia Pustaka.Jakarta;20076. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. Jakarta;20067. Departemen Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1027 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakart;20048. Cipolle, RJ, Strand, LM, Morley. In Pharmaceutical Care Practice, Identifying, Resolving, And Preventing Drug Therapy Problem: The Pharmacists Responsibility, The McGraw-Hill Companies. 1998. Inc.,USA, pp. 76-77.9. Rantucci, JS. Pharmacist Talking with Patient : A Guide to Patient Counseling, British Columbia, Canada. 200710. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor 193/Kab/B.VII/71 tentang Pembungkusan dan penandaan obat11. Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor 917/Menkes/Per/X/1993 tentang penggolongan obat

12. Batubara, P. L. Farmakologi Dasar, edisi II. Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi. Jakarta;200813. Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor 725a/1989 tentang Penggolongan obat berdasarkan kemanan dan macam obat14. Fachmi, I. Obat Generik, Obat Murah Tapi Mutu Tidak Kalah. Provinsi Gorontalo.2008 (Dikases 5 Agustus 2014). Diunduh dari http://dinkesbonebolango.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=23915. Jogiyanto. Analisis & Desain Sistem Informasi : pendekatan terstruktur teori dan praktek aplikasi bisnis. Andi, Yogyakarta.200116. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. Jakarta;200852