21
TUGAS AKHIR PUSAT PERCONTOHAN PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN BATIK DI SURAKARTA SEBAGAI SARANA PELESTARIAN BUDAYA ( KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN) Diajukan sebagai pelengkap dan syarat guna Mengambil Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun oleh: DWI ANDI SUSANTO D 300 040 034 JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

TUGAS AKHIR PUSAT PERCONTOHAN PRODUKSI DAN …

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

i

TUGAS AKHIR

PUSAT PERCONTOHAN PRODUKSI DAN

PENGEMBANGAN BATIK DI SURAKARTA SEBAGAI SARANA PELESTARIAN

BUDAYA

( KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN)

Diajukan sebagai pelengkap dan syarat guna Mengambil Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun oleh:

DWI ANDI SUSANTO D 300 040 034

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2009

BAB 1

PENDAHULUAN 1. Judul

Pusat Percontohan Produksi Dan Pengembangan Batik Di Surakarta

Sebagai Sarana Pelestarian Budaya.

1.1 Pengertian judul

Pusat : Sentral ( menjadi satu kesatuan )

Percontohan : Suatu wadah atau hal yang menjadi acuan.

Produksi : Kegiatan membuat suatu produk dengan tujuan dan

maksud tertentu.

Pengembangan : Proses perubahan untuk meningkatkan kondisi yang ada

menjadi lebih baik sesuai dengan tuntutan dan

kebutuhan

Batik : Kain motif yang memiliki corak khas indonesia yang

merupakan warisan dari nenek moyang yang telah

menjadi identitas bangsa indonesia.

Pelestarian :Kegiatan yang bertujuan untuk memelihara atau

mempertahankan sehingga terjaga dari kepunahan.

Budaya : Kesenian yang berupa bendawi maupun non bendawi

yang diturunkan oleh nenek moyang dari generasi

kegenerasi hingga sekarang.

1.1.1 Pengertian secara keseluruhan :

Sebuah bangunan yang berfungsi untuk memproduksi

memamerkan dan mengadakan kegiatan atau pelayanan yang berhubungan

dengan batik sekaligus bertujuan untuk memelihara dan mengkoleksi

batik, sehingga terjaga dari kemusnahan serta meningkatkan batik sebagai

pusaka budaya menjadi lebih baik sesuai tuntutan kebutuhan sekaligus

memberikan kontribusi bagi surakarta. ( Dalam bidang pariwisata, budaya,

dan perdagangan ).

(Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia)

1

2

1.2. Latar Belakang :

1.2.1. Pelestarian Pusaka Indonesia.

Pusaka indonesia terbagi menjadi pusaka alam ( bentuk alam yang

istimewa ), Pusaka budaya ( Hak cipta karya dan karsa yang lebih dari 500

suku bangsa di tanah air ), Dan pusaka saujana ( Gabungan pusaka budaya

dan pusaka alam yang menjadi satu kesatuan ). Untuk pusaka budaya

sendiri mencakup pusaka tangible ( bendawi ) sepertyi kerajinan, obat

tradisional, dokumentasi pusaka secara digital bangunan, dan pusaka

intangible ( non bendawi ) seperti adat istiadat, musik dan lagu religi

bahkan perilaku atau kebiasaan.

Pelestarian budaya bukan hanya yang berhubungan dengan masa

lalu, namun justru membangun masa depan yang menyinambungkan

berbagai potensi masa lalu dengan berbagai perkembangan zaman yang

terseleksi. Kesinambungan yang menerima perubahan merupakan konsep

utama pelestarian, Tujuanya adalah untuk memelihara sumber budaya dan

identitas suatu lingkungan pusaka dan membangun aspek tertentu untuk

memenuhi kebutuhan masa depan tanpa merusak serta menghasilkan

kualitas hidup yang lebih baik.

Kata batik berasal dari sebuah kata dalam bahasa Jawa yaitu

ambatik yang artinya kurang lebih yaitu menuliskan atau menorehkan

titik-titik. Dalam proses pembuatan kain batik, seorang pengrajin batik

menorehkan motif-motif indah ke selembar kain mori dengan

menggunakan canthing yang berisi lilin panas. Proses membatik ini

dilakukan secara hati-hati dan sering kali seorang pengrajin batik harus

menorehkan serangkaian titik-titik demi memperoleh sebuah motif batik

yang rumit. ( Sumber Ensiklopedia, PT Cipta Adi Pustaka, Jakarta, 1989. )

1.2.2. Fenomena Batik

Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah

menjadi bagian dari budaya indonesia ( khususnya jawa ) sejak lama.

Perempuan-perempuan jawa dimasa lampau menjadikan ketrampilan

3

mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian. Sehingga di masa lalu

pekerjaan membatik adalah pekerjaan ekslusif perempuan sampai

ditemukanya ” Batik Cap” yang memungkinkan masuknya laki-laki pada

bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik

pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak

”Mega Mendung ”, dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik

adalah lazim bagi kaum lelaki.

Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh

asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan

beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik

pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan

juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah

dipopulerkan oleh orang Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak

phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan

hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti

bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung

atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti

warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih

dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing

corak memiliki perlambangan masing-masing.(http://www.pii-

mesir.org/NUSANTARA/Batik-Seni-Eksotik-Bangsa-Bertaraf-

Internasional.html&usg=)

1.2.3. Perkembangan Batik Semakin Beragam.

Indonesia telah lama dikenal memiliki hasil budaya yang sangat

indah dan diakui dunia. Salah satu unsur budaya Indonesia yang diakui

keindahannya adalah kain adat. Hampir semua wilayah di Indonesia

memiliki kain adat yang masing-masing memancarkan keunikan

tersendiri. Kain adat asli indonesia umumnya berupa kain tenun dan batik.

Sejak beberapa dekade lalu, batik telah menjadi trade mark kebudayaan

Indonesia. Batik secara historis dikenal bangsa Indonesia sejak abad XVII

4

dan didokumentasikan di daun lontar. Saat itu, motif-motif yang umum

ditemukan berupa bentuk hewan dan tumbuhan. Lambat laun, motif-motif

baru serta variasi motif terdahulu menambah kekayaan batik Nusantara.

Walaupun kain lukis asli Indonesia ini bermacam-macam asal dan

motifnya, ada benarnya jika hingga sekarang batik Jawa-lah yang paling

dikenal dunia. Dan berbicara mengenai batik Jawa, tentu tidak bisa

melepaskan diri dari Jawa Tengah. Bersanding dengan wayang kulit dan

wayang orang, batik Jawa telah menjadi ikon budaya Jawa Tengah.

Jawa Tengah telah lama menjadi barometer perkembangan batik

Indonesia. Hampir tiap wilayah sub-budaya di provinsi ini

mengembangkan berbagai motif tersendiri yang akhirnya dianggap sebagai

batik khas daerah itu. Corak dan variasi batik Jawa sendiri berjumlah

ratusan. Tiap variasi tersebut memiliki makna dan filosofi tersendiri.

Jawa Tengah paling tidak memiliki 3 daerah yang menjadi sentra

batik tingkat regional maupun nasional, yaitu Pekalongan Jogjakarta dan

Surakarta (Solo). Tidak hanya memproduksi batik dalam jumlah besar,

seniman di tiga daerah ini aktif memajukan batik dengan cara menciptakan

motif-motif baru. Ketiga daerah ini juga memelopori produksi batik

dengan harga terjangkau tanpa mengorbankan keindahannya.

Perkembangan batik terus beragam di Indonesia. Hal tersebut

dikarenakan para desainer Indonesia sudah banyak yang memiliki identitas

khusus dalam mengadaptasi fashion dengan materi-materi yang ada di

Indonesia. Sebut saja sudah banyak desainer yang bisa membudidayakan

batik, tenun, dan juga sutera, yang kemudian dimodifikasi ke dalam

busana. Di tahun ini, motif batik akan terdapat di setiap jenis busana.

Tidak ada yang menonjol, kesemuanya mengalami tren yang berbeda dan

unik. Namun prediksi para perancang busana Indonesia, di tahun ini motif

“batik” akan lebih banyak mendapat sorotan.

Untuk pakaian remaja unsur balon masih tetap eksis, sedangkan

untuk dewasa khususnya wanita karir, berbasis pada busana batik klasik

yang memadupadankan klasik feminim dengan maskulin. Secara tidak

5

langsung hal ini dapat mengangkat kembali kebudayaan batik yang

merupakan salah satu pakaian tradisional khas Indonesia. Banyak yang

beranggapan bahwa batik hanyalah pakaian resmi yang biasa dipakai oleh

para orang tua. Namun hal tersebut jelas-jelas ditampik oleh sejumlah

kalangan muda yang memang sangat mencintai batik. Mereka menilai

perbedaan antara batik untuk kawula tua dan kawula muda hanya terletak

di permainan warna batik itu sendiri.

Bagi sebagian orang tua lebih suka memakai busana batik dengan

corak dan warna yang lebih sederhana dan salem, sedangkan unruk para

kawula muda batik identik dengan corak yang ramai dengan warna yang

mencolok dan cerah. Model batik itu sendiri di tahun 2008 ini sangat

beragam, dari model tanktop, rok mini, rok lilit, busana kasual hingga

resmi yang kesemuanya disesuaikan dengan permintaan pasar yang hingga

saat ini sangat tinggi. Hingga saat ini, banyak anak muda yang

menggunakan batik sebagai busana sehari-hari. Hal ini tentu menjadi

pertanda baik disaat semakin banyak budaya kita yang terlupakan hingga

diakui oleh bangsa lain. Mengingat batik merupakan budaya asli bangsa

kita dimana setiap daerah memiliki corak batik yang khas.

(http://images.google.co.id/images? mozilla- =galeri+batik+surakarta&btnG=Telusuri+gambar) 1.2.4. Isu Batik.

Para perancang mode internasional seperti Jepang mengakui bahwa

batik bisa memberikan sebuah inspirasi tersendiri dalam menghasilkan

sebuah trend pakaian bertaraf internasional. Banyak sekali trend baju

kontemporer yang mulai berkiblat dan memanfaatkan seni batik. Hingga

saat ini minat masyarakat mancanegara terhadap batik sangatlah besar. Itu

bisa dilihat dari banyaknya permintaan dari mereka untuk mengimpor

batik Indonesia ke negara mereka. Harga batikpun sangat bervariasi

tergantung dari kualitas kain, obat yang digunakan dan proses

pembuatannya. Bahkan harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah

6

terutama jika peminat atau pembelinya adalah para pelancong

mancanegara.

Namun sepertinya Batik yang merupakan produk peradaban dan

kebudayaan Nusantara kita sedang hampir mengalami 'kecolongan'. Seni

Batik kurang terperhatikan untuk diberdayakan sebagai sumber devisa

yang sangat potensial. Jika kondisi ini kita relakan berjalan dengan apa

adanya, maka bisa diprediksikan negara kita akan mengalami kerugian

yang sangat memprihatinkan. Kerugian tersebut tidak hanya dari segi

materi yang mana bisa kita daya gunakan untuk mendongkrak devisa

negara melalui sektor pariwisata maupun ekspor-impor. melainkan juga

kerugian dari segi keotentikannya sebagai produk peradaban bangsa

Indonesia akan terancam semakin samar di mata dunia internasioanal dan

lama kelamaan akan luntur ditelan zaman.

Semakin berkembangnya motif batik yang dikembangkan oleh

para seniman batik jumkah seniman batik semakin bertambah akan tetapi

dengan semakin meningkatnya para seniman batik tidak dibarengi dengan

pewadahan bagi para seniman batik untuk mengepresikan karya-karya

para seniman batik, sehingga karya-karya tersebut kurang mendapat

perhatian dari masyarakat luas yang berdampak pada redupnya

perkembangan batik pada masyarakat luas.

Bagi sebagiann masyarakat banyak diantara mereka masih merasa

awam dengan pengetahuan tentang batik padahal batik merupakan warisan

budaya dari nenek moyang yang diturunkan secara turun temurun dari

generasi ke generasi dan batik merupakan identitas bangsa indonesia,

fenomena ini terjadi karena minimnya fasilitas tentang batik yang memuat

tentang batik secara keseluruhan.

(http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?ID=2056 isu batik)

7

1.2.5. Perkembangan Batik Di Surakarta Ada dua jenis batik yang ada di Kota Surakarta, yaitu batik cap dan

batik tulis. Kedua jenis batik ini memiliki perbedaan pada proses

pembuatannya. Untuk batik cap dilakukan dengan cara di cap atau di

cetak, sehingga desain dasar batiknya telah ditentukan terlebih dahulu

dan di buat pola-polanya dalam sebuah papan cap/pencetak. Sedangkan

batik tulis dilakukan secara manual yaitu digambar dengan tangan oleh

para pengrajin-pengrajin. Hasilnya tentu berbeda, batik cap lebih terpola,

teratur namun terkesan kaku sedangkan batik tulis lebih terkesan dinamis

karena kesan desainnya yang lebih luwes sesuai dengan kreasi yang

menggambarnya. Industri batik ini cukup berkembang di Kota Surakarta

sebagai salah satu warisan nenek moyang dan menjadi salah satu produk

khas kebudayaan Surakarta. Perkembangan industri batik ini sangat pesat

bahkan salah satu pasar di Kota Surakarta yaitu pasar Klewer sangat

terkenal sebagai salah satu pasar konveksi yang menjual batik. Namun

batik yang ada di pasar tersebut tidak sepenuhnya berasal dari Kota

Surakarta, ada juga yang berasal dari Pekalongan, Yogyakarta dan lain-

lain.

Batik Solo dan Yogyakarta

Dari kerajaan-kerajaan di Solo dan Yogyakarta sekitamya abad 17,18 dan

19, batik kemudian berkembang luas, khususnya di wilayah Pulau Jawa.

Awalnya batik hanya sekadar hobi dari para keluarga raja di dalam berhias

lewat pakaian. Namun perkembangan selanjutnya, oleh masyarakat batik

dikembangkan menjadi komoditi perdagamgan.

Batik Solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik

dalam proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang

dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-bahan

dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak dari dahulu.

Polanya tetap antara lain terkenal dengan “Sidomukti” dan “Sidoluhur”.

Sedangkan Asal-usul pembatikan didaerah Yogyakarta dikenal

semenjak kerajaan Mataram ke-I dengan rajanya Panembahan Senopati.

Daerah pembatikan pertama ialah didesa Plered. Pembatikan pada masa itu

terbatas dalam lingkungan keluarga kraton yang dikerjakan oleh wanita-

8

wanita pembantu ratu. Dari sini pembatikan meluas pada trap pertama

pada keluarga kraton lainnya yaitu istri dari abdi dalem dan tentara-tentara.

Pada upacara resmi kerajaan keluarga kraton baik pria maupun wanita

memakai pakaian dengan kombinasi batik dan lurik.

(http://images.google.co.id/3&q=perkembangan+batik+di+surakarta&b)

Gambar 1.1 : Pola Batik Solo Sumber www.google.com

2008

Gambar 1. 2 : Pola Batik Jogjakarta

Sumber www.google.com 2008

9

Gambar 1. 5 : Proses Pembuatan Batik Cap

Sumber Dokumentasi Pribadi 2008

Gambar 1. 6 : Proses Pembuatan Batik Tulis

Sumber Dokumentasi Pribadi 2008

Gambar 1.3 : Kain Batik Cap Sumber Dokumentasi Pribadi

20098

Gambar 1.4 : Kain Batik Tulis Sumber www.google.com

2008

Gambar 1.7 : Canting (Alat untuk membuat pola gambar

batik) Sumber Dokumentasi Pribadi

2008

Gambar 1.8 : Malam (Bahan untuk membuat pola

gambar batik) Sumber Dokumentasi Pribadi

2008

10

1.2.6. Kampung Batik Laweyan

Laweyan merupakan kampung tradisional yang keberadaannya

sudah ada sejak sebelum tahun 1500 M. Sebagai daerah sentra industri

batik dan permukiman tradisional, kawasannya banyak bercirikan jalan

/gang sempit, rumah berbeteng tinggi dan berhimpitan. Laweyan banyak

dipersepsikan orang sebagai lingkungan yang tertutup, angkuh dan kurang

mempunyai nilai sosial. Kondisi ini tidak sepenuhnya benar. Sebagai

permukiman yang didominasi arsitektur tradisional Jawa, Indisch dan

Islam dengan public space yang terbatas, Laweyan tumbuh sebagai

kawasan yang ”ramah” bagi komunitasnya. Kondisi ini terwujud

diantaranya karena adanya pemanfaatan sebagian ruang privat

penghuninya sebagai ruang semi publik dan pemanfaatan masjid-masjid

serta ruang terbuka lainnya sebagai pusat kegiatan sosial budaya. Dalam

perkembangannya sebagai suatu kawasan heritage, keberadaan ruang

publik tersebut sangat berpengaruh terhadap terwujudnya kenyamanan dan

keselarasan lingkungannya..

a. Kondisi Geografis

Kampung Laweyan mempunyai luas wilayah 24,83 Ha. Terdiri

dari 20,56 Ha. Tanah pekarangan dan bangunan, sedang yang berupa

sungai, jalan, tanah terbuka, kuburan seluas 4,27 Ha. Jenis persil rumah di

Laweyan secara garis besar terdiri dari : persil rumah juragan batik besar

(1000m2-3000m2), persil rumah juragan batik sedang (300m2-1000m2),

persil milik buruh batik ( 25m2-100m2) (Widayati, 2002).

b. Sejarah Kampung Batik Laweyan

Kalurahan / Kampung Laweyan merupakan kawasan sentra

industri batik yang unik, spesifik dan bersejarah. Berdasarkan sejarah yang

ditulis oleh RT. Mlayadipuro , desa Laweyan (kini wilayah Kalurahan /

Kampung Laweyan) sudah ada sebelum munculnya kerajaan Pajang.

Sejarah kawasan Laweyan barulah berarti setelah Kyai Ageng Anis

11

bermukim di desa Laweyan pada tahun 1546 M, tepatnya di sebelah utara

pasar Laweyan (sekarang Kampung Lor Pasar Mati) dan membelakangi

jalan yang menghubungkan antara Mentaok dengan desa Sala (sekarang

jalan Dr. Rajiman). Kyai Ageng Anis adalah putra dari Kyai Ageng Selo

yang merupakan keturunan raja Brawijaya V. Kyai Ageng Anis atau Kyai

Ageng Laweyan adalah juga manggala pinituwaning nagara kerajaan

Pajang semasa Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang pada tahun 1546 M.

Setelah Kyai Ageng Anis meninggal dan dimakamkan di pesarean

Laweyan (tempat tetirah Sunan Kalijaga sewaktu berkunjung di desa

Laweyan), rumah tempat tinggal Kyai Ageng Anis ditempati oleh cucunya

yang bernama Bagus Danang atau Mas Ngabehi Sutowijaya.Sewaktu

Pajang dibawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) pada

tahun 1568 Sutowijaya lebih dikenal dengan sebutan Raden Ngabehi

Loring Pasar (pasar Laweyan). Kemudian Sutowijaya pindah ke Mataram

(Kota Gede) dan menjadi raja pertama Dinasti Mataram Islam

dengan sebutan Panembahan Senapati yang kemudian menurunkan raja-

raja Mataram..Masih menurut RT. Mlayadipuro pasar Laweyan dulunya

merupakan pasar lawe (bahan baku tenun) yang sangat ramai. Bahan baku

kapas pada saat itu banyak dihasilkan dari desa Pedan, Juwiring dan

Gawok yang masih termasuk daerah kerajaan Pajang. Adapun lokasi pasar

Laweyan terdapat di desa Laweyan (sekarang terletak diantara kampung

Lor Pasar Mati dan Kidul Pasar Mati serta di sebelah timur kampung

Setono). Di selatan pasar Laweyan, di tepi sungai Kabanaran, terdapat

sebuah bandar besar yaitu bandar Kabanaran. Melalui bandar dan sungai

Kabanaran tersebut pasar Laweyan terhubung ke bandar besar Nusupan di

tepi sungai Bengawan Solo. Pada zaman sebelum kemerdekaan

kampung Laweyan pernah memegang peranan penting dalam

kehidupan politik terutama pada masa pertumbuhan pergerakan nasional.

Sekitar tahun 1911 Serikat Dagang Islam (SDI) berdiri di kampung

Laweyan dengan Kyai Haji Samanhudi sebagai pendirinya. Dalam bidang

ekonomi para saudagar batik Laweyan juga merupakan perintis pergerakan

12

koperasi dengan didirikannya “Persatoean Peroesahaan Batik Boemipoetra

Soerakarta (PPBBS) pada tahun 1935.

Masyarakat Laweyan bukanlah keturunan bangsawan, tetapi karena

mempunyai hubungan yang erat dengan kraton melalui perdagangan batik

serta didukung dengan kekayaan yang ada, maka corak pemukiman

khususnya milik para saudagar batik banyak dipengaruhi oleh corak

pemukiman bangsawan Jawa. Bangunan rumah saudagar biasanya terdiri

dari pendopo, ndalem, sentong, gandok, paviliun, pabrik, beteng, regol,

halaman depan rumah yang cukup luas dengan orientasi bangunan

menghadap utara-selatan. Atap bangunan kebanyakan menggunakan atap

limasan bukan joglo karena bukan keturunan bangsawan.

Dalam perkembangannya sebagai salah satu usaha untuk lebih

mempertegas eksistensinya sebagai kawasan yang spesifik, corak

bangunan di Laweyan banyak dipengaruhi oleh gaya arsitektur Eropa dan

Islam, sehingga banyak bermunculan bangunan bergaya arsitektur Indisch

(Jawa – Eropa) dengan fagade sederhana berorientasi ke dalam, fleksibel,

berpagar tinggi, lengkap dengan lantai yang bermotif karpet khas Timur

Tengah. Keberadaan “beteng” tinggi yang banyak memunculkan gang –

gang sempit dan merupakan ciri khas Laweyan selain untuk keamanan

juga merupakan salah satu usaha para saudagar untuk menjaga privacy dan

memperoleh daerah “kekuasaan” di lingkungan komunitasnya.

(http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.roemahbatik.com/i

mages/sejarah/ny17.jpg&imgrefurl)

13

Gambar 1.9 : Peta Kota Surakarta

Sumber www.google.com

14

Gambar 1.10 : Gerbang Kampoeng Batik Laweyan

Sumber Dokumentasi Pribadi

15

Gambar 1.12 : Kawasan aindustri Batik

Jl Sidoluhur Laweyan Sumber Dokumentasi Pribadi

2008

Gambar 1.11 : Tugu Batik Laweyan Sumber Dokumentasi Pribadi

2008

Gambar 1.13 : Fasad BangunanKuno Laweyan

Sumber Dokumentasi Pribadi 2008

Gambar 1.14 : Masjid Laweyan Sumber Dokumentasi Pribadi

2008

Gambar 1.15 : Rumah Batik Gunawan

Sumber Dokumentasi Pribadi 2008

Gambar 1.16 : Rumah Batik Sidomukti

Sumber Dokumentasi Pribadi 2008

16

1.3. Permasalahan.

1.3.1. Permasalahan Umum

Pewadahan produksi dan pengembangan batik yang dapat

memfasilitasi koleksi batik sebagai pusaka budaya budaya dan kebutuhan

pemikat batik baik perancang, pengunjung, masyarakat maupun pedagang

untuk memproduksi, memperoleh informasi produk, mempromosikan,

menjual dan mengembangkan kreatifitas dengan menampilkan ekspresi

bangunan yang khas sebagai pendekatan desain sehingga dapat menjadi

media komunikasi.

1.3.2. Permasalahan Khusus.

Beberapa permasalahan khusus mengenai Pusat Percontohan

Produksi dan Pengembangan Batik adalah :

a. ekspresi bangunan yang dapat mengkomunikasikan maksud

dibangunya Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik

sebagai sarana pelestarian dan pengembangan batik dan berbeda

dengan bangunan yang lain.

b. sistem peruangan yang dapat mewadahi dan mengakomodasi aktifitas

dan kebutuhan pengunjung akan sebuah galeri sebagai sarana

pelestarian dan pengembangan dengan aktifitas yang seragam yang

aman, nyaman, mudah dan sirkulasi yang jelas.

c. Penentuan site yang sesuai untuk Pusat Percontohan Produksi dan

Pengembangan Batik yang dapat mendukung upaya pelestarian dan

pengembangan batik.

17

1.4 Tujuan dan sasaran.

1.4.1. Tujuan

Melestarikan batik sebagai pusaka budaya dengan memproduksi

dan mengembangkan kerajinan batik peninggalan nenek moyang agar

dapat tergambar sejarah perkembangfanya dan mengembangkan batik

yang juga merupakan busana nasional atau ciri khas busana indonesia agar

dapat lebih dikenal, berdaya guna dan diminati dengan melalui ekspresi

bangunan Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik, selain itu

juga memberikan kemudahan bagi masyarakat luas baik produsen maupun

konsumen untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan batik.

1.4.2. Sasaran

Mendapatkan ketentuan yang harus dipenuhi dalam konsep

perencanaan dan perancangan bangunan Pusat Percontohan Produksi dan

Pengembangan Batik, sehingga dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan.

Fungsi dari pusat produksi dan pengembangan batik yaitu menampung

semua kegiatan yang berhubungan dengan batik untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat yang berhubungan dengan produksi, penjualan,

promosi, pendidikan, hiburan, dan informasi dengan pendekatan arsitektur

post modern.

1.5 Batasan Pembahasan

Lingkup batasan yang mengulas pembahasan yang berkaitan

dengan tinjuan bangunan Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan

Batik sebagai wadah fisik yang dapat menampung segala kegiatan

(produksi, penjualan, promosi, pendidikan, informasi, dll) dengan konsep

penekanan pada arsitektur post modern. Hal ini didasarkan atas

pertimbangan bahwa pembentuk atraktif akan mencerminkan kapasitas

bangunan yang terwadahi, yang diuraikan atas :

Ulasan mengenai pengertian, kegiatan yang diwadahi, dan aspek-aspek

yang berpengaruh terhadap operasional.

1.Persyaratan baku untuk Bangunan Pusat Percontohan Produksi

dan Pengembangan batik

18

Jabaran mengenai persyaratan bangunan Pusat Percontohan

Produksi dan Pengembangan Batik batik secara arsitektural.

2. Pendukung komersial bangunanBahasan pola bangunan yang

menunjang (Produksi,penjualan, promosi, pendidikan, hiburan, dan

informasi) dan fasilitas penunjang yang bersifat rekreatif.

3.Pewadahan atas kebutuhan dan permintaan dari produsen,

konsumen dan arsitek sebagai designer.

1.6 Gagasan Awal

Gagasan awal perencanaan dan perancangan Pusat Percontohan

Produksi dan Pengembangan Batik di surakarta adalah menciptakan suatu

pewadahan bagi produksi, pengembangan serta segala sesuatu yang

behubungan dengan batik yang bertujuan untuk melestarikan kebudayaan

batik di surakarta sendiri sudah terdapat beberapa bangunan produksi batik

diantaranya batik Danar Hadi, Batik Semar dan Batik Keris.

Berikut beberapa bangunan yang menjadi acuan dalam perencanaan dan

perancangan pusat produksi dan pengembangan batik :

Gambar 1.17 : Bangunan Produksi Batik Semar Solo Sumber www.google.com

19

Gambar 1.18 : Museum Produksi Batik Danar Hadi Sumber www.google.com

2008

Gambar 1.19 : Museum Produksi

Batik Pekalongan Sumber www.google.com

2008

Gambar 1.20 : Show Room dan Pusat Produksi Batik Keris Sumber CV Prima Graha

2008

20

1.7. Metode Penulisan

1.7.1. Pencarian Data

Metode pembahasan menggunakan metode diskriptf dengan

pendekatan deduktif, yaitu metode dengan menggunakan data yang ada

dengan landasan teori yang terkait, baik arsitektural maupun non

arsitektural, mulai dari pengumpulan, pengolahan yang faktual untuk

penyusunan konsep perencanaan dan perancangan. Metode yang

digunakan dalam menganalisa dan membahas permasalahan melalui

beberapa proses sebagai berikut :

a. Observasi lapangan, dengan pengamatan langsung terhadap obyek

yang terkait dengan bangunan pusat produksi dan pengembangan batik

baik secara langsung maupun studi banding dengan bangunan yang

sudah ada.

b. Studi literature untuk memperoleh suatu data yang bisa didapat dari

tugas akhir sebelumnya.

c. Studi literatur untuk mendapatakan data mengenai bangunan pusat

produksi dan pengembangan batik dari buku, majalah, tabloid, dan dari

internet.

1.7.2. Tahap Analisis

a. Mengidentifikasi unsur-unsur dan masalah-masalah yang terkait

dengan tujuan pembahasan.

b. Menganalisa pendekatan dan pengelompokan serta mengaitkan antar

masalah ke dalam pokok- pokok faktor yang menunjang pembahasan.

c. Menyimpulkan masalah sebagaimana terungkap dalam sasaran dan

ditransformasikan ke dalam konsep perencanaan sebagai sasaran dan

pembahasan.

1.7.3. Tahap Sintesis

Menggabungkan hasil analisa dan mentransformasikan ke bentuk

konsep rancangan bangunan pusat produksi dan pengembangan batik

penekanan pada arsitektur post modern.