Upload
fahroni-erlianur
View
27
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas ikm
Citation preview
1. Berapa kasus kanker serviks di Indonesia? Bagaimana posisi Indonesia bila dibandingkan dengan kasus kanker serviks di kota-kota lainnya?
Di Indonesia Insiden kanker serviks adalah sekitar 100 per 100.000
penduduk. Data patologi dari 12 pusat patologi di Indonesia menunjukkan bahwa
kanker leher rahim menduduki 26,4% dari 10 jenis kanker terbanyak pada
perempuan Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, 39,5% penderita
kanker pada tahun 1998 adalah kanker serviks. Penyebarannya terlihat bahwa
92,4% terakumulasi di Jawa dan Bali (Depkes, 2008).
Menurut table diatas Indonesia yang masuk dalam South-Central Asia
region menduduki peringkat ke empat setelah Afrika Timur,Barat dan Selatan
dalam angka kejadian kanker leher Rahim di dunia (Ferlay J., Et.al., 2008).
Sedangkan di asia Indonesia merupakan negara kedua setelah Cina yang memiliki
pengidap kanker leher rahim terbanyak (Ghofar,2009)
Sumber : Depkes RI, 2008, Skrining Kanker Leher Rahim Dengan Metode Inspeksi Visual Asam Asetat
Abdul Ghofar, 2009, Cara Mudah Mengenal dan Mengobati Kanker, Yogyakarta, Flamingo
Ferlay J, Shin HR, Bray F, et al. GLOBOCAN 2008 v1.2, Cancer Incidence and Mortality Worldwide: IARC CancerBase No.10 [Internet]. Lyon, France: International Agency for Research on Cancer, 2010. Available from http://globocan.iarc.fr.
2. Berapa kasus kanker serviks di Semarang? Bagaimana posisi kota Semarang bila dibandingkan dengan kasus kanker serviks di kota-kota lainnya?
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa
Kota Semarang adalah kota yang mengalami kasus kanker serviks terbanyak di
Wilayah Propinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2008 Kota Semarang mempunyai
jumlah pasien kanker serviks sebanyak 4.591 pasien, yang kedua Kota Surakarta
dengan 1.667 pasien dan ketiga Kabupaten Demak dengan 386 pasien. Dari tahun
ke tahun jumlah penderita kanker serviks mengalami peningkatan. Pada tahun
2009, Semarang masih menjadi kota terbesar dengan kasus kanker serviks yang
menjadi 5.856 pasien, kedua Kota Surakarta dengan 1.677 pasien dan ketiga
Kabupaten Grobogan dengan 153 pasien .
Hasil rekapitulasi Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2010 penderita
kanker serviks di Rumah Sakit Dokter Kariadi dengan 1619 pasien, Telogorejo
233 pasien dan Elisabet 232 pasien.
Jadi, di Jawa Tengah sendiri Semarang masih menjadi kota yang memiliki
angka kejadian kanker serviks terbanyak, sedangkan di Indonesia tepatnya di
Sumatera Utara diperoleh data dari Dinas Kesehatan Provinsi, jumlah penderita
kanker serviks pada tahun 1999 tercatat 475 kasus, tahun 2000 sebanyak 548 kasus
dan tahun 2001 sebanyak 683 kasus.
Sumber :
Dinkes Profinsi Jawa Tengah, 2009, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Dinkes Kota Semarang, 2010, Rekapitulasi Laporan penyakit Tidak Menular 2010
3. Apakah tenaga kesehatan sudah sadar akan pentingnya kanker serviks? Apa buktinya?
Provinsi yang sadar akan bahayanya kanker serviks adalah Provinsi Bali
Program pengendalian kanker di Bali melalui IVA telah dilakukan mulai tahun
2004 yang pada tahun 2010 pencapaian pemeriksaan IVA di Bali secara umum
meningkat dari tahun sebelumnya, bahkan melebihi target yang diharapkan, yang
dari masing-masing kabupaten atau kota ditetapkan 80% Wanita Usia Subur
(WUS) mendapatkan pelayanan pemeriksaan IVA
Sumber:
Dinkes Provinsi Bali, 2011, Gerakan Bersama Melawan Kanker Serviks
4. Apa yang dimaksud dengan skrining? Apa saja kriteria suatu pemeriksaan bisa disebut dengan pemeriksaan skrining?
Skrining (screening) adalah pemeriksaan orang-orang asimptomatikuntuk
mengklasifikasian mereka ke dalam kategori yang diperkirakan mengidap atau
dperkirakan tidak mengidap penyakit (as likely or unlikely to have disease) yang
menjadi objek skrining.
Kriteria bagi uji skrining yang baik menyangkut antara lain :
Sensitivitas dan spesifitas
Sederhana dan biaya murah
Aman
Dapat diterima oleh pasien dan klinikus
Sumber :
Wahyudin, 2009, Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan, EGC,
Jakarta p; 95,97
5. Apa saja pemeriksaan skrining untuk kanker serviks? Bagaimana sensitivitas dan spesifisitasnya masing-masing? Bagaimana nilai prediktivitas positif dan nilai prediktivitas negativenya masing-masing?
Pemeriksaan skrining kanker serviks :
Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
Pemeriksaan skrining kanker serviks dengan cara inspeksi visual
pada serviks dengan aplikasi asam asetat. Metode inspeksi visual
lebih mudah, lebih sederhana, lebih mampu laksana, sehingga
skrining dapat dilakukan dengan cakupan lebih luas, diharapkan
temuan kanker serviks dini akan bisa lebih banyak, kemampuan
tersebut telah dibuktikan oleh berbagai penelitian.
Sensitifitas dari pemeriksaan IVA untuk deteksi dini lesi prakanker
serviks adalah 84%, spesifisitas 89%, nilai duga positif 87%, nilai
duga negatif 86%. Hasil uji diagnostic menunjukkan bahwa
pemeriksan IVA memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi
Pap SmearTes Pap Smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio
untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks
atau porsio (displasia) sebagai tanda awal keganasan serviks atau
prakanker
Diketahui sensitifitas tes Pap adalah 55% untuk deteksi lesi
prakanker dengan spesifisitas 90%, nilai duga positif 84%, nilai
duga negatif 69% Hasil uji diagnostik menunjukkan bahwa tes Pap
tidak cukup sensitif untuk digunakan sebagai metode penapisan
lesi prakanker atau keganasan serviks.
Sumber : Sapto W., T. Mirza Iskandar , Suprijono, 2008, Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) untuk Deteksi Dini Lesi Prakanker Serviks, Universitas Diponogorom Media Medika Indonesia vol.23;no.3;2008;p 116-120
Jelaskan apa yang dimaksud dengan sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktivitas positif dan nilai prediktivitas negative?
SensitvitasPersentase orang yang benar-benar akan berpenyakit di antara orang- orang yang diklasifikasikan positif oleh alat diagnostic.
SpesifisitasPersentase pasien yang tidak berpenyakit di antara pasien yang diklasifikasikan negatif oleh alat diagnostic
Nilai Prediktif PositifPersentase orang yang benar-benar akan berpenyakit di antara orang-orang yang diklasifikasikan positif oleh alat diagnostik
Nilai Prediktif NegatifPersentase orang yang benar-benar akan tidak berpenyakit di antara orang-orang yang diklasifikasikan negatif oleh alat diagnostik
Sensitivitas, spesifisitas, Nilai Prediktif Positif, dan Nilai Prediktif
Negatif, menunjukkan dimensi validitas kriteria sebuah alat diagnostik.
Validitas kriteria merujuk kepada tingkat kesesuaian antara hasil pemeriksaan
alat diagnostik dan status penyakit yang sesungguhnya (atau hasil pemeriksaan
alat diagnostik yang dianggap gold standard).
Sensitivitas dan spesifisitas merupakan indikator yang menunjukkan
validitas sesaat (concurrent validity) alat diagnostik. Nilai Prediktif Positif dan
Nilai Prediktif Negatif merupakan indikator yang menunjukkan validitas
prediktif (predictive validity) alat diagnostik
Sumber : Diana Nicoll ,2001,The Pocket Guide to diagnostic,3th ed.,San Francisco
Bisma, 2008, Memilih alat diagnostik yang tepat, kuliah IKM,Lab. IKM FK-UNS
6. Apakah semua wanita harus menjalani skrining kanker serviks? Apakah ada kriteria wanita tertentu yang harus menjalani skrining kanker serviks? Apa saja?
Tidak semua wanita harus menjalani skrining kanker serviks, dalam melakukan
deteksi dini kanker, supaya skrining yang dilaksanakan terprogram dan
terorganisasi dengan baik, tepat sasaran dan efektif, terutama berkaitan dengan
sumber daya yang terbatas :
1. Sasaran yang akan menjalani skrining
WHO mengindikasikan skrining dilakukan pada kelompok berikut :
Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah
menjalani tes Pap sebelumnya, atau pernah mengalami tes Pap 3 tahun
sebelumnya atau lebih.
Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap
sebelumnya
Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan
pasca sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda
dan gejala abnormal lainnya
Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya
2. Interval skrining
American Cancer Society (ACS) merekomendasikan idealnya skrining
dimulai 3 tahun setelah dimulainya hubungan seksual melalui vagina. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya lesi prakanker baru terjadi
setelah 3-5 tahun setelah paparan HPV yang pertama. Interval yang ideal untuk
dilakukan skrining adalah 3 tahun. Skrining 3 tahun sekali memberi hasil yang
hampir sama dengan skrining tiap tahun. ACS merekomendasikan skrining tiap
tahun dengan metode tes Pap konvensional atau 2 tahun sekali bila menggunakan
pemeriksaan sitologi cairan (liquid-based cytology), setelah skrining yang
pertama.Setelah perempuan berusia 30 tahun, atau setelah 3 kali berturut-turut
skrining dengan hasil negatif, skrining cukup dilakukan 2-3 tahun sekali. Bila
dana sangat terbatas skrining dapat dilakukan tiap 10 tahun atau sekali seumur
hidup dengan tetap memberikan hasil yang signifikan. WHO merekomendasikan :
Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka
sebaiknya dilakukan pada perempuan antara usia 35-45 tahun.
Untuk perempuan usia 25-49 tahun, bila sumber daya memungkinkan,
skrining hendaknya dilakukan 3 tahun sekali.
Untuk perempuan dengan usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun
sekali
Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif, perempuan
usia diatas 65 tahun, tidak perlu menjalani skrining.
Tidak semua perempuan direkomendasikan melakukan skrining setahun
sekali
Amerika Serikat dan Eropa merekomendasikan sasaran dan interval skrining
kanker servik seperti tampak pada tabel berikut :
Sumber :
Depkes RI, 2008, Skrining Kanker Leher Rahim Dengan Metode Inspeksi Visual Asam Asetat
7. Apa yang dimaksud dengan Inspeksi visual asetat? Bagaimana cara melakukan inspeksi visual asetat? Sejauh mana tenaga kesehatan Indonesia mengerti mengenai inspeksi visual asetat? Apa buktinya?
Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah
pemeriksaan yang pemeriksanya (dokter/bidan/paramedis) mengamati
leher rahim yang telah diberi asam asetat/asam cuka 3-5% secara
inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata telanjang.
Prinsip metode IVA adalah melihat perubahan warna menjadi putih
(acetowhite) pada lesi prakanker jaringan ektoserviks rahim yang diolesi
larutan asam asetoasetat (asam cuka). Bila ditemukan lesi makroskopis
yang dicurigai kanker, pengolesan asam asetat tidak dilakukan namun
segera dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Perempuan yang sudah
menopause tidak direkomendasikan menjalani skrining dengan metode
IVA karena zona transisional leher rahim pada kelompok ini biasanya
berada pada endoserviks rahim dalam kanalis servikalis sehingga tidak
bisa dilihat dengan inspeksi spekulum.1 Perempuan yang akan diskrining
berada dalam posisi litotomi, kemudian dengan spekulum dan penerangan
yang cukup, dilakukan inspeksi terhadap kondisi leher rahimnya. Setiap
abnormalitas yang ditemukan, bila ada, dicatat. Kemudian leher rahim
dioles dengan larutan asam asetat 3-5% dan didiamkan selama kurang
lebih 1-2 menit. Setelah itu dilihat hasilnya. Leher rahim yang normal
akan tetap berwarna merah muda, sementara hasil positif bila ditemukan
area, plak atau ulkus yang berwarna putih.
Lesi prakanker ringan/jinak (NIS 1) menunjukkan lesi putih pucat
yang bisa berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar. Lesi yang
lebih parah (NIS 2-3 seterusnya) menunjukkan lesi putih tebal dengan
batas yang tegas, dimana salah satu tepinya selalu berbatasan dengan
sambungan skuamokolumnar (SSK)2 . Beberapa kategori temuan IVA
tampak seperti tabel berikut :
Pemeriksaam IVA dapat dilakukan oleh tenaga perawat yang sudah
terlatih, oleh bidan, dokter umum atau oleh dokter spesialis. Adapun
pelatihannya, telah ada kesepakatan antara beberapa pihak yang
berpengalaman dan berkecimpung dalam kegiatan pelatihan deteksi dini
dengan metode IVA ini, hingga disepakati pelatihan IVA selama 5 (lima)
hari. Dua hari untuk pembekalan teori dan juga ’dry workshop’, adapun
tiga hari untuk pelatihan di klinik dan di lapangan bersifat ’wet workshop’,
dalam artian latihan dengan memeriksa langsung pada klien. Sangat
disarankan setelah pelatihan tersebut tetap dilanjutkan dengan
pendampingan atau supervisi, hingga dapat dicapai suatu kemampuan
yang dinilai kompeten jika personil yang bersangkutan telah melakukan
pemriksaan IVA pada 100 orang klien dan mendapatkan 3 (tiga) hasil
pemeriksaan yang positif dan benar.
Sumber:
Depkes RI, 2008, Skrining Kanker Leher Rahim Dengan Metode Inspeksi Visual Asam Asetat
Laporan Hasil Loka Karya Penanggulangan Kanker Leher Rahim BalikPapan, 25 Juli 2008
8. Apa yang dimaksud dengan krioterapi? Apakah sudah ada penelitian mengenai krioterapi sebagai tindak lanjut dari inspeksi visual asetat? Apa saja?
Krioterapi ialah suatu usaha penyembuhan penyakit dengan cara
mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan suhu di bawah nol derajat
Celcius. Pada suhu sekurang-kurangnya 25 derajat Celcius sel-sel jaringan
termasuk NIS akan mengalami nekrosis. Sebagai akibat dari pembekuan
tersebut, terjadi perubahan-perubahan tingkat seluler dan vaskuler, yaitu
(1) sel-sel mengalami dehidrasi dan mengerut; (2) konsentrasi elektrolit
dalam sel terganggu; (3) syok termal dan denaturasi kompleks lipid
protein; (4) status umum system mikrovaskular. Pada awalnya digunakan
cairan Nitrogen atau gas CO2, tetapi pada saat ini hampir semua alat
menggunakan N2O.
Terapi dengan krioterapi dapat langsung dilakukan pada hasil IVA
positif. Dan WHO telah melakukan penelitian dia 6 negara di afrika
dengan judulrthrough screening using visual inspection with acetic acid
(VIA) and treatment with cryotherapy dengan hasil :
Sumber :
Depkes RI, 2008, Skrining Kanker Leher Rahim Dengan Metode Inspeksi Visual Asam Asetat