Upload
bunga-apriliani-amelia-ii
View
47
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS COMMUNITY HEALTH NURSING III
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS KELOMPOK LANSIA
DENGAN INSOMNIA DAN OSTEOARTRITIS
OLEH
KELOMPOK I
1. BUNGA A AMELIA (0901. 14201. 002)
2. FARIZ ADITYA P (0901. 14201. 003)
3. IRENE A SUDIR (0901.14201.005)
4. MIRAWAN ADI S (0901.14201. 017)
PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami kepada TYME atas segala rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun makalah ini membahas tentang asuhan
keperawatan pada lansia dengan insomnia dan osteoartritis.
Terima kasih penulis ucapkan juga kepada orang tua yang senantiasa
mendukung, dosen dan teman-teman yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa, makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari
itu penulis meminta kritik dan saran yang membangun agar penulis dapat lebih
baik pada makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat.
Malang, Maret 2013
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Insomnia
2.2 Konsep Osteoartritis
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang
untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis.
Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup
serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
Osteoarthritis secara gamblang artinya adalah suatu peradangan pada
sendi yang disertai oleh kerusakan tulang rawan sendi. Penyakit persendian
osteoarthritis ini ditandai dengan kaku dan nyeri pada sendi yang sangat
hebat bahkan bisa mengalahkan ngilunya sakit gigi. Biasanya penyakit ini
mengenai sendi yang banyak digerakkan. Orang yang menderita penyakit
ini, biasanya pada bagian kulit luar persendiannya menjadi berwarna
kemerahan. Dari sekian banyak orang yang mengalami penyakit persendian
yang di tangani oleh dokter, sebanyak 70% dari mereka mengalami
Osteoarthritis. Menurut penelitian yang dilakukan oleh WHO, satu diantara
enam (1 : 6) orang yang berusia diatas 70 tahun menderita penyakit
Osteoarthritis. Secara garis besar, untuk usia 15-45 tahun angka kejadiannya
hanya 5%, sedangkan untuk usia 45-70 tahun keatas angka kejadiannya
meningkat menjadi 60%-90%. Jadi orang yang berusia diatas usia 45 tahun
rata-rata beresiko tinggi mengidap penyakit Osteoarthritis.
Sedangkan gangguan Tidur (Insomnia )adalah kesulitan untuk tidur
atau kesulitan untuk tetap tertidur, atau gangguan tidur yang membuat
penderita merasa belum cukup tidur pada saat terbangun. Di Amerika
Serikat, biaya kecelakaan yang berhubungan dengan gangguan tidur per
tahun sekitar seratus juta dolar. Insomnia merupakan gangguan tidur yang
paling sering ditemukan. Setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% orang
dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami
gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup
tinggi yaitu sekitar 67 %. Walaupun demikian, hanya satu dari delapan
kasus yang menyatakan bahwa gangguan tidurnya telah didiagnosis oleh
dokter.
Irwin Feinberg mengungkapkan bahwa sejak meninggalkan masa
remaja, kebutuhan akan tidur siang menjadi relatif tetap. Luce and Segal
mengungkapkan bahwa faktor usia merupakan faktor terpenting yang
berpengaruh terhadap kualitas tidur. Telah dikatakan bahwa keluhan
terhadap kualitas tidur sering dengan bertumbuhnya usia. Pada kelompok
lanjut usia (40 tahun) hanya dijumpai 7% kasus yang mengeluh masalah
tidur (hanya dapat tidur tidak lebih dari 5 jam sehari). Hal yang sama di
jumpai pada 22% kasus pada kelompok usia 70 tahun. Demikian pula,
kelompok lanjut usia lebih banyak mengeluh terbangun lebih awal dari
pukul 05.00 pagi. Selain itu, terdapat 30% kelompok usia 70 tahun yang
banyak terbagnun diwaktu malam hari. Anka ini ternyata 7x lenih besar
dibandingkan dengan kelompok usia 20 tahun.
Maka dari itu, kelompok kami akan membahas tentang insomnia dan
osteoartritis serta asuhan keperawatannya pada bab selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah
“Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada kelompok lansia
dengan insomnia dan osteoartritis”
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah
wawasan pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan tentang konsep
lansia dengan insomnia dan osteoartritis.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa
keperawatan mengetahui dan memahami tentang :
a. Konsep insomnia dan osteoatritis
b. Asuhan keperawatan insomnia dan osteoatritis
c. Menerapkannya dalam asuhan keperawatan pada klien dengan kondisi
tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lansia
a. Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang
untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis.
Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup
serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia
(lansia) dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun
merupakan batas minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang
masih menganggap dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia
kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan
penuaan lansia. Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda,
berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh
karena itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu
lansia dengan lansia lainnya (Potter & Perry, 2009).
b. Batasan Umur Lanjut Usia
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan
umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
1) Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1
ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60
(enam puluh) tahun ke atas”.
2) Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi
empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun,
lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90
tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
3) Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :
pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-
55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase
senium) ialah 65 hingga tutup usia.
4) Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric
age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri
dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-
80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).
c. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan
Depkes RI (2003) dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari : pralansia
(prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia ialah
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi ialah
seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih dengan masalah kesehatan, lansia potensial ialah lansia yang
masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang/jasa, lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak
berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang
lain.
d. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60
tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan),
kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga
kondisi maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam dkk,
2008).
e. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman
hidup, lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho
2000 dalam Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut.
Tipe arif bijaksana. Kaya dengan hikmah, pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan,
bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan,
dan menjadi panutan.
Tipe mandiri. Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru,
selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi
undangan.
Tipe tidak puas. Konflik lahir batin menentang proses penuaan
sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani,
pengkritik dan banyak menuntut.
Tipe pasrah. Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
Tipe bingung. Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe
independen (ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan
serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan
sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
2.2 Konsep Insomnia
a. Defenisi Insomnia
Insomnia merupakan kesulitan tidur, tidur tidak tenang, kesulitan
menahan tidur dan seringnya terbangun tengah malam, dan seringnya
terbangun lebih awal, Imsomnia adalah kesulitan untuk masuk,
mempertahankan dan memperoleh manfaat tidur, tidak berhubungan dengan
masalah medis maupun psikologis (Rafknowledge, 2004 )
Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling umum terjadi pada
individu dewasa yaitu, ketidak mampuan tidur berdasarkan kualitas maupun
kuantitas tidur (Potter dan perry, 2005).
b. Etiologi Gangguan Tidur
Kebanyakan gangguan perubahan pola tidur pada lansia seiring
bertambahnya usia (Radknowledge,2004):
a. Perubahan tidur seiring perubahan
b. Orang Syang lebih tua cenderung mengalami kondisi yang berlawanan
dengan mutu dan durasi tidurnya.
c. Tidur malam lebih mudah terganggu.
d. Orang yang lebih tua cenderung mempunyai keinginan untuk tidur siang
yang lebih besar dibandingkan orang muda.
Insomnia primer adalah kesulitan untuk masuk, mempertahankan, dan
memperoleh manfaat tidur, tidak berhubungan dengan masalah medis
maupun psikologis ( Durand & Barlow,2003 ).
Gangguan tidur primer terdiri atas :
a. gangguan tidur karena gangguan pernapasan
b. sindrom kaki kurang tenang
c. gangguan prilaku REM.
Insomnia kronis lebih kompleks lagi dan sering kali diakibatkan faktor
gabungan, termasuk yang mendasari fisik atau penyakit mental.
Bagaimanapun, insomnia tidak karena faktor prilaku, termasuk
penyalahgunaan kafein, alkohol, atau obat-obatan berbahaya lainnya.
Insomnia idiopati merupakan insomnia yang sudah terjadi sejak
dikehiddupan dini. Terkadang gangguan tidur ini sudah ada sejak lahir dan
berlangsung sampai lansia. Penyebabnya tidak diketahui, ada dugaan yang
mengatakan ada ketidakseimbangan neorokimia otak di formasia retikulari
batang otak atau disfungsi forebrain.
c. Jenis-jenis Insomnia :
1. Insomnia ringan atau hanya sementara biasanya dipicu oleh stres, suasana
ramai/berisik, perbedaan suhu udara, perubahan lingkungan sekitar,
masalah jadwal tidur dan bangun yang tidak teratur, efek samping
pengobatan.
2. Insomnia kronis berlangsung lama dan seumur hidup disebabkan oleh
kelainan tidur (seperti tidur apnea), diabetes sakit ginjal, atritis atau
penyakit yang mendadak seringkali menyebabkan kesulitan tidur,
insomnia kronis biasanya memerlukan intervensi psikiatri atau medis.
d. Faktor – faktor Penyebab Insomnia
Stres atau kecemasan dan kegelisahan yang dalam, biasanya karena
memikirkan pemikirkan masalah yang sedang dihadapi. depresi selain
menyebabkan insomnia, depresi juga bisa menimbulkan. Keinginan terus
sepanjang waktu karena ingin melepaskan dari masalah yang dihadapi.
Depresi bisa menyebabkan insomnia dan sebaliknya insomnia menyebabkan
depresi. Kurang berolahraga juga bisa menjadi faktor sulit tidur yang
signifikan. Penyebab lainnya bisa berkaitan dengan kondisi – kondisi
spesifik :
1. usia lanjut (insomnia lebih sering terjadi pada orang berusia diatas 60
tahun.
2. riwayat depresi/ penurunan.
Insomnia ringan atau hanya sementara biasanya dipicu oleh :
a. stres
b. suasa ramai / berisik.
c. perbedaan suhu udara
d. perubahan lingkungan sekitar
e. masalah jadwal tidur dan bangun yang tidak teratur
f. efek samping pengobatan.
Menurut Rafknowledge, 2004, munculnya gejala-gejala insomnia
dimulai dengan munculnya :
1. kesulitan jatuh tertidur (tidak tercapainya tidur nyenyak) keadaan ini bisa
berlangsung sepanjang malam dan dalam tempo berhari-hari, berminggu-
minggu, atau lebih.
2. merasa letih saat bangun tidur dan tidak merasakan kesegaran. mereka
yang mengalami insomnia seringkali merasa tidak pernah tertidur sama
sekali.
3. sakit kepala di pagi hari. Ini sering disebut ’efek mabuk’ padahal,
nyatanya orang tersebut tidak minum-minum dimalam itu.
4. kesulitan berkonsentrasi
5. mudah marah
6. mata memerah
7. mengantuk di siang hari.
e. Penatalaksanaan Insomnia Pada Lansia
Ada 10 kiat–kiat yang membantu mendapatkan tidur yang higienis,
menurut Rafknowledge, ( 2004 ):
1. Tentukan jadwal terarur untuk tidur dan bangun pagi
2. Usahakan mendapat tidur yang cukup, biasanya sekitar 8 jam
3. Tidurlah diruang dan tempat tidur yang sama setiap malam
4. Jaga agar tempat tidur bebas dari kebisingan dan gangguan, seperti
telepon atau televisi
5. Ubah letak jam dinding
6. Jangan makan, minuman kafein dan minuman keras, atau merokok dalam
tempo 2 atau 3 jam menjelang tidur.
7. minumlah segelas susu bila anda merasa lelah
8. lakukan olahraga di pagi hari
9. cobalah untuk membaca atau mendengarkan rekaman cara relaksasi di
saat menjelang tidur
10. Bila anda terus terjaga dimalam hari, hindari waktu yang terang.
Jika terdapat gangguan tidur seperti apnea tidur (timbul dikala saluran
nafas tersumbat oleh lidah atau langit- langit, sehingga membuat orang
tersebut kekurangan oksigen dan akibatnya menjadi terjaga) yang
mengancam kehidupan, kondisi pasien memerlukkan rehabilitas melalui
tindakan-tindakan seperti pengangkatan jaringan yang tersumbat dimulut
dan hal yang mem pengaruhi jalan napas. Saat ini sudah banyak pusat- pusat
gangguan tidur yang tersedia di seluruh negara untuk mengevaluasi
gangguan tidur. Tempat-tempat tersebut, biasanya berkaitan dengan
lembaga penelitian dan kedokteran klinis atau universitas, dilengkapi
dengan peralatan medis yang canggih untuk mendeteksi rekaman listrik
diotak atau obstruksi pernafasan. Data-data tersebut membantu menentukan
pengobatan yang terbaik untuk mengatasi kesulitan dan merehabilitas lansia
sehingga dapat menikmati tidur yang berkualitas baik sampai akhir
hidupnya.
Faktor- faktor medis yang memberi pengaruh untuk mempertahankan
kenormalan pada tidur :
1) pergi tidur hanya jika mengantuk
2) gunakan tempat tidur hanya untuk tidur ; jangan membaca, menonton
televisi, atau makan ditempat tidur
3) jika tidak dapat tidur, bangun dan pindah keruangan lain. Bangun sampai
benar- benar mengantuk, kemudian baru kembali ketempat tidur. Jika
masih tidak bisa dilakukan dengan mudah, bangun lagi dari tempat
tidur.Tujuannya adalah menghubungkan antara tempat tidur dengan tidur
cepat. Ulangi langkah ini sesering yang diperlukan sepanjang malam.
4) Siapkan alarm dan bangun diwaktu yang sama setiap pagi tanpa
mempedulikan berapa banyak tidur di malam hari. hal ini membantu
tubuh menetapkan irama tidur bangun yang konstan.
5) Jangan tidur disiang hari.
2.3 Konsep Osteoatritis
a. Pengertian
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau
osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi ) merupakan kelainan sendi yang
paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan
(disabilitas). (Smeltzer , C Suzanne, 2002 hal 1087).
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab
kecacatan yang menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan
meningkatnya usia, penyakit ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun
tetapi lebih sering dijumpai pada usia di atas 60 tahun. Faktor umur dan
jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan frekuensi (Sunarto, 1994,
Solomon, 1997).
b. Etiologi
Beberapa penyebab dan faktor predisposisi adalah sebagai berikut:
1. Umur
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya
umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya
berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
2. Pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan
sendi melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi
karena bahan yang harus dikandungnya.
3. Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat
badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis
mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah
kegemukan.
4. Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi
tersebut.
5. Keturunan
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya
ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis,
sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
6. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan
reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi
oleh membran sinovial dan sel-sel radang.
7. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan
sendi akan membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak
stabil/seimbang sehingga mempercepat proses degenerasi.
8. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan
yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat
fisik rawan sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes
melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
9. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis,
kristal monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.
c. Manifestasi Klinis
1. Rasa nyeri pada sendi
Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan bertambah
apabila sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.
2. Kekakuan dan keterbatasan gerak
Biasanya akan berlangsung 15 – 30 menit dan timbul setelah istirahat atau
saat memulai kegiatan fisik.
3. Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam
ruang sendi akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi
yang semua ini akan menimbulkan rasa nyeri.
4. Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan
akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan
keadaan penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat.
Nyeri biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar,
misalnya pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong
sebelah lateril, dan tungkai atas. Nyeri dapat timbul pada waktu dingin,
akan tetapi hal ini belum dapat diketahui penyebabnya.
5. Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan
cairan dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.
6. Deformitas
Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.
7. Gangguan Fungsi
Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi.
d. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak
meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses
penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai
dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi. Proses degenerasi
ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur
penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress
biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya
polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit
sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering
terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul
lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya
gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau
diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi
tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena
peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas
congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan
trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga
menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme
sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan
kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi
yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau
nodulus. ( Soeparman ,1995)
e. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi
sebagai penyempitan rongga sendi
b. Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal
f. Penatalaksanaan
1) Tindakan preventif
Penurunan berat badan
Pencegahan cedera
Screening sendi paha
Pendekatan ergonomik untuk memodifikasi stres akibat kerja
2) Farmakologi : obat NSAID bila nyeri muncul
a. Terapi konservatif ; kompres hangat, mengistirahatkan sendi,
pemakaian alat- alat ortotik untuk menyangga sendi yang mengalami
inflamasi
b. Irigasi tidal ( pembasuhan debris dari rongga sendi), debridemen
artroscopik,
c. Pembedahan; artroplasti
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan Keperawatan dengan Insomnia
3.2 Asuhan Keperawatan dengan Osteoatritis
Aktivitas/Istirahat
- Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stress pada sendi,
kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris limitimasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan, malaise.
Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan
otot.
2. Kardiovaskuler
- Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian
kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
3. Integritas Ego
- Faktor-faktor stress akut/kronis (misalnya finansial pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
- Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
- Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi, misalnya
ketergantungan pada orang lain.
4. Makanan / Cairan
- Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan atau
cairan adekuat mual, anoreksia.
- Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan pada
membran mukosa.
5. Hygiene
- Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri,
ketergantungan pada orang lain.
6. Neurosensori
- Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi
7. Nyeri/kenyamanan
- Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan jaringan
lunak pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pagi hari).
8. Keamanan
- Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
- Lesi kulit, ulkas kaki
- Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
- Demam ringan menetap
- Kekeringan pada mata dan membran mukosa
9. Interaksi Sosial
- Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan peran: isolasi.
10. Penyuluhan/Pembelajaran
- Riwayat rematik pada keluarga
- Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit tanpa
pengujian
- Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal, pkeuritis.
11. Pemeriksaan Diagnostik
- Reaksi aglutinasi: positif
- LED meningkat pesat
- protein C reaktif : positif pada masa inkubasi.
- SDP: meningkat pada proses inflamasi
- JDL: Menunjukkan ancaman sedang
- Ig (Igm & Ig G) peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
- RO: menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, erosi sendi, osteoporosis
pada tulang yang berdekatan, formasi kista tulang, penyempitan ruang sendi.
I. DIAGNOSA YANG MUNGKIN TIMBUL DAN INTERVENSINYA
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
Intervensi:
- Kaji keluhan nyeri; catat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0 – 10). Catat
faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa nyeri non verbal
- Beri matras/kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan
saat klien beristirahat/tidur.
- Bantu klien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di
kursi. Tingkatan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.
- Pantau penggunaan bantal.
- Dorong klien untuk sering mengubah posisi.
- Bantu klien untuk mandi hangat pada waktu bangun tidur.
- Bantu klien untuk mengompres hangat pada sendi-sendi yang sakit beberapa
kali sehari.
- Pantau suhu kompres.
- Berikan masase yang lembut.
- Dorong penggunaan teknik manajemen stress misalnya relaksasi progresif
sentuhan terapeutik bio feedback, visualisasi, pedoman imajinasi hipnotis diri dan
pengendalian nafas.
- Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
- Beri obat sebelum aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
- Bantu klien dengan terapi fisik.
Hasil yang diharapkan/Kriteria evaluasi
- Menunjukkan nyeri berkurang atau terkontrol
- Terlihat rileks, dapat istirahat, tidur dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai
kemampuan.
- Mengikuti program terapi.
- Menggunakan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program
kontrol nyeri.
b. Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan :
- Deformitas skeletal
- Nyeri, ketidaknyamanan
- Penurunan kekuatan otot
Intervensi:
- Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi
- Pertahankan tirah baring/duduk jika diperlukan
- Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus-menerus dan
tidur malam hari tidak terganggu.
- Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif dan latihan resistif dan isometric
jika memungkinkan
- Dorongkan untuk mempertahankan posisi tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan
berjalan.
- Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi/kloset,
menggunakan pegangan tinggi dan bak dan toilet, penggunaan alat bantu
mobilitas/kursi roda penyelamat
- Kolaborasi ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vasional.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi
- Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/pembatasan kontraktor
- Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari kompensasi
bagian tubuh
- Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
c. Gangguan Citra Tubuh/Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan:
- Perubahan kemampuan melakukan tugas-tugas umum
- Peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Intervensi:
- Dorong klien mengungkapkan mengenai masalah tentang proses penyakit,
harapan masa depan.
- Diskusikan dari arti kehilangan/perubahan pada seseorang. Memastikan
bagaimana pandangan pribadi klien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari
termasuk aspek-aspek seksual
- Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan
- Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu
memperhatikan tubuh/perubahan.
- Susun batasan pada perilaku maladaptif, bantu klien untuk mengidentifikasi
perilaku positif yang dapat membantu koping.
- Bantu kebutuhan perawatan yang diperlukan klien.
- Ikutsertakan klien dalam merencanakan dan membuat jadwal aktivitas.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi:
- Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk
menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup dan kemungkinan keterbatasan.
- Menyusun tujuan atau rencana realistis untuk masa mendatang.
d. Kurang Perawatan Diri berhubungan dengan Kerusakan Auskuloskeletal:
Penurunan Kekuatan, Daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, Depresi.
Intervensi:
- Diskusikan tingkat fungsi umum; sebelum timbul eksaserbasi penyakit dan
potensial perubahan yang sekarang diantisipasi.
- Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.
- Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi rencana
untuk memodifikasi lingkungan.
- Kolaborasi untuk mencapai terapi okupasi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi:
- Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten pada
kemampuan klien.
- Mendemonstrasikan perubahan teknik/gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
- Mengidentifikasikan sumber-sumber pribadi/komunitas yang dapat memenuhi
kebutuhan.
e. Resiko Tinggi terhadap Kerusakan Penatalaksanaan Lingkungan berhubungan
dengan :
- Proses penyakit degeneratif jangka panjang.
- Sistem pendukung tidak adekuat.
Intervensi:
- Kaji tingkat fungsi fisik
- Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri
sendiri.
- Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi
individual.
- Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan misal alat bantu mobilisasi.
Hasil yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi :
- Mempertahankan keamanan lingkungan yang meningkatkan perkembangan.
- Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat.
f. Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Penyakit, Prognosis dan
Kebutuhan Perawatan dan Pengobatan berhubungan dengan:
- Kurangnya pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi informasi.
Intervensi :
- Tinjau proses penyakit, prognosis dan harapan masa depan
- Diskusikan kebiasaan pasien dalam melaksanakan proses sakit melalui diet,
obat-obatan dan program diet seimbang, latihan dan istirahat.
- Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,
istirahat, perawatan diri, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen
stress.
- Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakologi terapi.
- Identifikasi efek samping obat.
- Diskusikan teknik menghemat energi.
- Berikan informasi tentang alat bantu misalnya tongkat, tempat duduk, dan
palang keamanan.
- Dorong klien untuk mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada saat
istirahat maupun pada saat melakukan aktivitas.
- Diskusikan pentingnya pemeriksaan lanjutan misalnya LED, kadar salisilat,
PT.
- Beri konseling sesuai dengan prioritas kebutuhan klien.
Hasil yang diharapkan/Kriteria Evaluasi:
- Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/pragnosis dan perawatan.
- Mengembangkan rencana untuk perawatan diri termasuk modifikasi gaya
hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.
BAB IV
PENUTUP
4.3 Kesimpulan
4.4 Saran
DAFTAR PUSTAKA