Tugas Dan Wewenang MPR Sesudah Amandemen

Embed Size (px)

Citation preview

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : Rahmat Bagja NPM : 0598002146 Program Kekhususan : PK V (Hukum Tentang Hubungan Negara Dengan Masyarakat) Judul : TUGAS DAN WEWENANG MPR SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945

Menyetujui

Pembimbing I

Pembimbing II

Prof.DR.Jimly Asshiddiqie, S.H. Makmur Amir, S.H . Ketua Jurusan Hukum Tata Negara

Ramly Hutabarat S.H, M.Hum.

i

KATA PENGANTARBismillahirrahmaanirrahiim

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya dan ridlo-Nyalah penulisan skripsi dengan judul Tugas Dan Wewenang MPR Setelah ditengah Perubahan sakit dan UUD masa 1945 ini dapat yang

diselesaikan,

penyembuhan

melanda penulis. Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan banyak rahmatNya pada penulis, tetapi penulis terkadang lupa untuk

mensyukuri rahmat dan nikmat tersebut. (Nikmat Tuhan mana yang manusia bisa dustakan). Banyak tantangan yang dihadapi penulis dalam menyusun skripsi pihak, ini. Akan tetapi, berkat dukungan dari berbagai dilema

akhirnya

skripsi ini

terselesaikan. banyak

penulis alami dalam menggubah suatu goresan yang mungkin masih jauh dari sebutan mahakarya ini, telah banyak sekali pihak-pihak yang secara disadari maupun tidak

disadari,langsung atau tidak langsung telah di buat repot dalam membantu penulis. Untuk itu, penulis kepada: mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya

ii

1.

Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, S.H, dan Mahaguru dan penulis yang

sebagai pembimbing I banyak memberikan Banyak di

telah kepada

inspirasi berbagai

bimbingan ilmu

penulis.

perkembangan

pengetahuan

terutama

bidang ilmu hukum yang diberikan secara langsung dan tidak langsung oleh beliau. 2. Bapak Makmur Amir , S.H, telah memberikan selaku pembimbing II yang kepada penulis dalam

semangat

mengerjakan skripsi ini dan juga sebagai abang(senior) dalam organisasi yang digeluti penulis sehingga arahan dan bimbingan beliau sangat berarti. 3. Bapak Ramly Hutabarat S.H, M.Hum, selaku Ketua Program Kekhususan Masyarakat). 4. Bapak Prof. Abdul Bari Azed S.H, M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Tidak lupa, penulis berhutang budi kepada pihak-pihak yang telah memberikan masukan berupa pendapat ilmiah serta bahan penulisan: 1. Prof. Ismail Suny S.H, MCL , Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia atas ilmu dan ceramah V (Hubungan antara Negara Dengan

beliau pada beberapa kuliah dan buku-buku beliau yang telah menjadi inspirasi penulis.

iii

2.

Prof.Dr. Harun Al Rasyid, S.H, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia atas ilmu dan ceramah

beliau pada beberapa kuliah dan buku-buku beliau yang telah menjadi inspirasi penulis, dan juga

dalam 3 pertemuan diskusi yang sangat berarti pada mata kuliah Lembaga Kepresidenan 3. Dr. Maria Farida S.H, MH, yang telah memberikan masukan tentang beberapa kewenangan MPR dalam

Penelitian tentang peninjauan materi dan status hukum ketetapan MPR dan MPRS. 4.Bang Hendra Nurtjahjo S.H. M.Hum, yang telah

memberikan masukan entang komposisi MPR. Terima Kasih juga penulis haturkan kepada pihak-pihak dibawah ini atas saran, semangat dan dorongan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsinya 1. Ibunda tercinta dan Dra.Tuti membesarkan betapa Ruchyati penulis indahnya yang (dan telah akhirnya yang

melahirkan penulis

mengerti

hadits

menyatakan Surga terletak dibawah kaki Ibu), ayahanda tercinta Muzwan Amry yang telah mengasuh dan

membesarkan penulis. (Ya Allah sayangilah kedua orang tua Dan penulis terima sebagaimana kasih dan mereka sayang menyayangi buat S.E. kakak penulis). dan adik bisa

penulis,

Kak

Dian

Anggraini

akuntan

iv

disegala bidang ( calon MSi, Amin!) atas dorongannya, Mutia Febrina sang aktivis FSI FEUI (semoga cepat lulus dan IPK tinggi) dan Fauzan Amru (rajin belajar yaa!) 2. Bang Tope ( Mustafa Fakhri), Bang Fitra sebagai senior dan guru penulis pada penelitian TAP MPR di Pusat

Studi Hukum Tata Negara UI, juga bang Satya Arinanto sebagai Ketua PSHTN UI. 3. Guru-guru penulis pada saat di TK, SD, SMPN 2 Bogor dan SMUN 2 Bogor (Terima Kasih Atas Bimbingannya,

Semoga Allah membalas semua kebaikan bapak/ibu guru yang tiada tara), 4. Senior-senior penulis, Bang Imron Azis, Bang Indra

Surya, Bang Abdi Kurnia, lain-lain, yang telah

Bang Said, Bang Ajo dan pengertian tentang

memberikan

memberi arti pada kehidupan. 5. Saudara-saudaraku Information Dono Sang (CELI), Sufi tercinta Budi di Center dan For Law

fungky

cukup

sabar,

Metropolitan,

Ningrat

Jurnalis,

Wartawan dan Yang Ingin Jadi Penyair Damai, Fatah Eksistensialis dan Intelektual Nyentrik, Heru Geeks

Sang Nggak Mungkin, Bisar sang sastrawan aneh dan religius teman seperjuangan dalam skripsi.

v

6. Sahabat setia dan saudaraku tercinta yang senantiasa mengajak diskusi dan memberi semangat serta inspirasi bagi penulis, Mr Filsuf Abadi dan Natural Born

Researcher yang sedang mencari pendamping hidup yang pas (katanya), Mohamad Mova Al Afghani. 7. Sahabat setia dan saudaraku tercinta dan MR Perfect yang mendampingi, mendorong dan menyemangati penulis dari tingkat 1 sampai sekarang (terutama pada saat penulis Insya Ridla). 8. Titi Anggraini atas bantuan dan diskusinya juga sakit), Allah dan sedang Sunan menjalin J. Rustam hubungan (moga yang Allah

serius,

skripsinya. 9. Pengurus Senat Mahasiswa FHUI periode 2001-2002 10. Pegurus Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FHUI periode 2000-2001, teman-teman di FHUI serta HMI Cabang Depok. 11. Irma (teman, sekretaris yang sangat baik) , Lieni (walaupun terkadang HMI, jutek Hidup tapi HMI baik hati), Icha Komisariat HMI

(Penyemangat

Komisariat

FHUI!),

Sholikin (Sekretaris Mushola Al Fath), Ises, Apreza, Diah dan kawan-kawan FHUI lainnya

vi

12.

Tentu

saja

si

kecil

Mardy

atas

segala

encouragement dan bantuannya (Hatur Nuhun atas bantuan dan perhatiannya di waktu penulis sakit) 13. Pengurus Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia periode 2002-2004. 14. Teman-teman University Network for Free and Fair Election (UNFREL) 1999 simpul UI dan Simpul JABOTABEK. 15. Catur ISMAHI. 16. Surya Yuli Diana, Dede Anggraini di Bogor maupun di Bangka terima kasih atas perhatiannya. 17. Bang Freddy, Bang Kurnia atas bantuannya yang Intan Wahyuningrum atas bantuannya di

berarti, Bu Aminah ( matur nuwun bu), Mbak Vivi. Mohon Walaupun maaf bagi ini yang belum jauh lupa disebutkan, dan besar

karya

masih

dari

kesempurnaan,

harapan penulis agar karya ini dapat berguna dalam menjadi bahan bacaan bagi peminat Hukum Tata Negara. Sesungguhnya yang benar hanya dari Allah SWT semata dan yang salah dari kelemahan penulis. Wabillahi Taufiq Wal Hidayah. Depok, Agustus, Penulis, 2003,

Rahmat Bagja

vii

ABSTRAK

Rahmat Bagja (0598002146), TUGAS DAN WEWENANG MPR SETELAH PERUBAHAN UUD 1945, 119 hal, SKRIPSI, Depok: Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Agustus 2003. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia adalah lembaga negara yang telah diberikan tugas dan wewenang tertentu oleh Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perjalanannya Undang-Undang Dasar 1945 telah diganti oleh beberapa konstitusi dan kemudian kembali lagi kepada Undang-Undang Dasar 1945. Setelah tahun 1999 terjadi perubahan UndangUndang Dasar 1945 yang pertama, kemudian disusul yang kedua tahun 2000, ketiga tahun 2001 dan keempat tahun 2002. Pada Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat dicabut kekuasaannya untuk melaksanakan kedaulatan Rakyat (Pasal 1 ayat 2 Perubahan Undang-Undang Dasar 1945) kemudian tugas dan wewenangnyapun berubah sesuai dengan pasal 3 ayat 1,2,3 Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945. Pada Perubahan Keempat akhirnya Majelis Permusyawaratan Rakyat diubah komposisinya menjadi anggota 2 lembaga negara yaitu:Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah (pasal 2 ayat 1). Perubahan tugas dan wewenang tersebut mengubah struktur kelembagaan yang ada, tetapi Majelis Permusyawaratan Rakyat tetap merupakan suatu lembaga yang unik jika diperbandingkan dengan lembaga negara di negara lain. MPR sebelum Perubahan UUD 1945 jika diperbandingkan dengan Kongres Rakyat Cina, ditemukan banyak kemiripan yang ada, baik dalam hal lembaga maupun tugas dan wewenang. Akan tetapi setelah Perubahan UUD 1945, secara lembaga MPR tidak bisa dipersamakan dengan negara lain. Ada beberapa kesamaan dalam tugas dan wewenang dengan negara lain, tetapi tetap secara lembaga tidak bisa dipersamakan dengan negara lain. Dalam tugas dan wewenang MPR harus diatur lebih jelas lagi mengenai apa yang dimaksud tugas dan wewenang. Ada beberapa tugas dan wewenang MPR dalam UUD yang harus diatur dengan jelas untuk menghindari kesalahan dalam bernegara. Dan MPR sebaiknya diubah menjadi suatu forum bukan suatu lembaga yang aktif karena tugas dan wewenang MPR tidak memerlukan suatu lembaga negara.

viii

DAFTAR ISIUNIVERSITAS INDONESIA.....................................................................................................I

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI...................................................................................................................I KATA PENGANTAR..........................................................................................................................................II ABSTRAK........................................................................................................................................................VIII BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................................1 1. LATAR BELAKANG........................................................................................................................................1 2.POKOK PERMASALAHAN.................................................................................................................................9 3. TUJUAN PENULISAN......................................................................................................................................9 4. DEFINISI OPERASIONAL ..............................................................................................................................10 5.METODE PENELITIAN...................................................................................................................................12 6.SISTEMATIKA PENULISAN..............................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

ix

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Sejarah Republik kehidupan berbangsa pada dan bernegara 1945. Pada pada tahun

Indonesia

dimulai

tahun

itulah berdirinya Negara Republik Indonesia sebagai suatu kumpulan besar manusia, yang sehat jiwanya dan berkobarkobar hatinya, menimbulkan suatu kesadaran batin yang

dinamakan bangsa.1 Persatuan Indonesia merupakan ide besar yang merupakan cita-cita hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia2.

Persatuan Indonesia telah menjiwai proses penetapan bentuk negara. Bentuk negara yang telah dipilih harus memungkinkan terwujud dan terjaminnya Persatuan Indonesia.31

Ernest Renan, Apakah Bangsa Itu?, Alumni, Bandung, 1994, h. 58

2

ASS Tambunan, MPR Perkembangan Dan Pertumbuhannya Suatu Pengamatan Dan Analisis, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1991, h.193

Satya Arinanto, Hukum Dan Demokrasi, Ind Hill-Co, Jakarta, 1991, h.59

1

Berdirinya

Negara

ini

tidak

hanya

ditandai

oleh

Proklamasi dan keinginan untuk bersatu bersama, akan tetapi hal yang lebih penting adalah adanya UUD 1945 yang

merumuskan berbagai masalah kenegaraan. Atas dasar UUD 1945 berbagai struktur dan unsur Negara mulai ada4. Walaupun

secara jelas pada masa itu belum ada lembaga-lembaga yang diamanatkan oleh UUD. Akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan adanya Aturan Tambahan dan Aturan Peralihan UUD 1945.5 Setelah UUD 1945 berlangsung selama 4 tahun diganti dengan Konstitusi RIS pada tahun 1949, kemudian diganti lagi dengan UUDS 1950. Pada masa UUDS 1950 terselenggara pemilihan umum pada tahun 1955 untuk memenuhi amanat dalam

masyarakat dalam Undang-Undang Dasar. Hasil pemilihan umum tersebut melahirkan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai suatu lembaga perwakilan rakyat, dan terbentuk Konstituante yang bertugas membuat UUD. Setelah bersidang selama beberapa

tahun Konstituante dibubarkan oleh Presiden Sukarno secara sepihak. Setelah itu dimulailah periode kembali ke UUD 1945 ditandai dengan4

Dekrit Presiden tahun 1959.

Bagir Manan, Konvensi Ketatanegaraan, CV Armico, Bandung, 1987, h. 36 Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, PT Bina Aksara, Jakarta, 1984, h. 17

5

2

Setelah tahun 1998 maka dimulai zaman reformasi dan zaman ini diakibatkan oleh berbagai krisis yaitu:

1. Krisis ekonomi.6 2. Krisis Politik ditandai dengan adanya krisis

kepemimpinan. 3. Krisis Konstitusi ditandai dengan otoriternya

kepemimpinan nasional atas dasar konstitusi (executive heavy). Krisis-krisis tersebut melahirkan gerakan reformasi

yang menginginkan suatu perubahan di Indonesia. Suatu jaman perubahan yang dinamakan reformasi, menandai berakhirnya

orde baru, dengan digantikan oleh orde reformasi atau zaman reformasi7. Pada saat itu terjadi perubahan Konstitusi yang sangat dinantikan oleh masyarakat Indonesia. Berkembanglah setelah itu wacana mengenai masyarakat madani atau dikenal sebagi civil society. Menurut Alexis de Tocqueville memandang civil society sebagai wilayah otonom dan memiliki dimensi politik dalam dirinya sendiri yang

6

Indonesia mengalami masa-masa sulit dimulai pada tahun 1997 pada saat turunnya harga mata uang rupiah, hal ini tercermin dalam pemberitaan media massa pada tahun 1997 dan 19987

Sekretariat Jendral MPR RI, Proses Reformasi Konstitusional : Sidang Istimewa MPR 1998, Sekretariat Jendral, Cetakan 2, Jakarta, 2001, h.13-23

3

dipergunakan untuk menahan intervensi negara.

8

Menurut Al Mawardi ada beberapa syarat untuk mencapai keseimbangan dalam segi politik negara yang ideal menurut Islam:9 a. Agama yang dihayati. b. Penguasa yang berwibawa. c. Keadilan yang menyeluruh. d. Sistem Pemerintahan. e. Imamah (kepemimpinan). f. Cara pemilihan atau seleksi imam. Dan banyak kriteria lain untuk format masyarakat

madani, seperti adanya lembaga perwakilan. Demokratisasi, supremasi hukum, pengadilan yang bersih juga merupakan

kriteria masyarakat madani. Setelah tahun 1998 dimulai tuntutan-tuntutan akan

perubahan mendasar di Republik Indonesia. Yang terpenting adalah dua tuntutan masyarakat pada saat itu adalah

Supremasi Hukum dan Amandemen atau Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk kata Amandemen atau Perubahan maka yang dipakai8

Hikam, AS, Demokrasi dan Civil Society, LP3S, Jakarta, 1999, h.226 Munawir Sjadzali, Islam Dan Tata Negara, UI Press, Jakarta, 1993, h. 63

9

4

dalam karya ilmiah ini adalah Perubahan Undang-Undang Dasar karena artinya dalam bahasa Inggris, to amend the Constitution

mengubah

Undang

Undang

Dasar

dan

Constitutional

Amandement artinya perubahan Undang-Undang Dasar mempunyai makna yang berbeda. Dengan demikian kata mengubah dan

perubahan yang berasal dari kata dasar ubah sama dengan to amend atau amandement, dan pemakaian kata yang lebih tepat adalah amandement. Lebih lanjut kata amandement itu diserap atau diIndonesiakan menjadi amandemen, dan kata

mengubah berarti menjadikan lain atau menjadi lain dari, sedangkan kata perubahan berarti berubahnya sesuatu (dari asalnya). perubahan Bahasa Dengan berarti demikian sama resmi apabila kita menyebut tetapi adalah kata dalam kata

dengan yang

amandemen, dipergunakan

Indonesia

perubahan.10 Dalam penulisan akan dipakai kata Perubahan Undang-Undang Dasar. Pada tahun 1999 terjadi Perubahan I UUD 1945 yang

mengatur beberapa hal penting seperti pembatasan jabatan presiden. Pada tahun 2000 terjadi Perubahan II UUD 1945 terjadi Pada

yang mengatur HAM dll. Pada Perubahan I dan II beberapa10

perubahan

yang

mendasar

dalam

UUD

1945.

Sri Soemantri, Prosedur Dan Sistem Perubahan Konstitusi, Cet.4, Alumni, Bandung, 1987, h.133-134.

5

Perubahan terdapat

Undang-Undang beberapa

Dasar

1945

sampai

tahun

2000

reduksi

kekuasaan

lembaga

eksekutif

seperti dalam pembatasan kekuasaan Presiden. Dalam banyak hal, Presiden tidak lagi memegang kekuasaan legislatif. Dan Presiden harus memperhatikan pendapat Dewan Perwakilan

Rakyat ataupun Mahkamah Agung jika berkaitan dengan hukum11. Sampai dengan Perubahan terhadap Perubahan yang II belum ada kritik yang tajam terjadi terhadap Undang-Undang

Dasar 1945 dari mayoritas Ahli Hukum Tata Negara dan Para Politisi Partai Politik. Akan tetapi setelah Perubahan III maka terjadi

perubahan mendasar terhadap

UUD 1945. Secara garis besar

dapat disimpulkan Perubahan III Undang-Undang Dasar 1945 meliputi: 1. Akan adanya Pemilihan ini Presiden dan Wakil Presiden tugas

Langsung.

Hal

berakibat

besar

terhadap

Majelis Permusyawaratan Rakyat. 2. Adanya Penghapusan Utusan Utusan sehingga Golongan Daerah dalam menjadi MPR MPR dan

dilembagakannnya Perwakilan Daerah

Dewan berubah

komposisi

secara total.11

Didit Hariadi Estiko, Amandemen UUD 1945 Dan Implikasinya Terhadap Pembangunan Sistem Hukum, Tim Hukum Pusat Pengkajian Dan Pelayanan Informasi Sekretaris Jendral, Jakarta, 2001, h.33

6

Setelah Perubahan III Undang-Undang Dasar 1945 berlaku maka banyak kekurangan-kekurangan yang ada dalam UndangUndang Dasar. Proses Perubahan Undang-Undang Dasar 1945

menjadi salah satu sebab banyaknya kekurangan yang terjadi. Karena ada beberapa hal yang belum diatur dengan jelas, sehingga menimbulkan masalah secara tekhnis hukum. Hal ini dikritisi sebagian besar oleh praktisi hukum terutama Hukum Tata Negara. Ketika sedang memasuki Proses Perubahan IV perubahan yang kurang dicoba diperbaiki. Perubahan IV menjadi suatu keharusan yang mau tidak mau harus ada. Karena dengan

adanya Pemilihan Presiden Langsung, maka Presiden langsung bertanggung jawab kepada pemilihnya. Dan tidak ada lagi tugas membuat GBHN yang dilakukan oleh MPR. Perubahan dan peran III dan IV UUD 1945 telah mengubah status

MPR. Majelis Permusyawaratan Rakyat berubah dari

lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang disebutkan secara eksplist dalam UUD 1945 menjadi lembaga negara. Setelah kekuasaan adanya Perubahan UUD 1945 Rakyat maka berakhirlah lembaga

Majelis

Permusyawaratan

sebagai

pemegang kedaulatan rakyat. Dan berakhir juga kedudukannya sebagai lembaga tertinggi negara dalam struktur kelembagaan

7

Negara di Indonesia. Hukum Tata Negara Indonesia menghadapi suatu masa

perubahan besar dalam tugas dan wewenang lembaga Negara. Sangat lembaga penting Negara untuk diselidiki tugas bagaimanakah dan nantinya dan

melakukan

wewenangnya

menjalankannya. Dalam karya tulis ini akan dibahas mengenai tugas dan wewenang lembaga negara Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pembahasan lebih dikhususkan setelah Perubahan UUD 1945 dan undang-undang mengenai susunan dan kedudukan MPR,

DPR dan DPRD. Dan mendudukkan lembaga ini kembali didalam struktur ketatanegaraan Indonesia, setelah Perubahan 1945 dalam peraturan-peraturan tentang struktur UUD umum

negara12. Sebelum Perubahan UUD 1945 kedudukan MPR adalah

sebagai lembaga pemegang kedaulatan Rakyat. Dalam kekuasaan Majelis Permusywaratan dirancang Majelis Rakyat dan ini seluruh Dalam Rakyat aturan

ketatanegaraan kekuasaan ini

diawasi.

menjalankan bertindak

Permusyawaratan

seakan tidak pernah salah. Karena terkait dengan sistem ketatanegaraan, perekrutan anggota dan sistem pengambilan keputusan MPR (hal ini lebih dikhususkan pada masa orde12

Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan Dan Peradilan Administrasi, Bandung: Alumni, 1981, h. 17

8

baru). Dalam karya tulis ini Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia akan dibahas dalam sudut pandang tugas dan wewenang MPR. Dan akibat perubahan dari tugas dan

wewenang tersebut sehingga dapat menjadi suatu pembahasan yang komprehensif mengenai lembaga negara ini.

2.Pokok Permasalahan Berdasarkan atas latar belakang yang telah dipaparkan, adapun perumusan yang diangkat dalam skripsi ini adalah: 1. Bagaimana konsep lembaga Negara Majelis Permusyawaratan Rakyat setelah adanya UUD 1945 di amandemen ?

2. Bagaimana Tugas dan Wewenang MPR setelah Amandemen UUD 1945 3. dan perbandingannya sebelum amandemen? perbandingannya dan dengan lembaga negara yang

Bagaimana

memiliki lain?

tugas

wewenang yang

hampir sama

di Negara

3. Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

9

1.Untuk

memenuhi

kewajiban

penulis

dalam

rangka

menyelesaikan studi S-1 nya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2. Mengetahui tugas dan wewenang MPR setelah amandemen UUD 1945. 3,. Mendapatkan pemahaman mengenai akibat pengurangan tugas dan wewenang MPR dan bagaimana konsep lembaga MPR sebelum dan setelah adanya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 jika diperbandingkan dengan lembaga negara yang mempunyai tugas dan wewenang yang hampir sama di negara lain.

4. Definisi Operasional Pembatasan dari beberapa istilah yang penulis gunkan dalam penulisan ini adalah sebagai berikutL: 1. Undang Undang Dasar atau Konstitusi adalah aturan

aturan daasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Pembatasan ini adalah kutipan dari alinea pertama Penjelasan UndangUndang Dasar 1945 yang berbunyi: Undang undang Dasar suatu negara hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. Undang Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis sedang

disampingnya Undang-Undang Dasar

itu berlaku juga hukum

10

dasar

yang

timbul

dan

terpelihara

dalam

praktek

penyelenggraan negara, meskipun tidak tertulis.13 2. MPR (Majelis Permusyawaratan yang ada Rakyat) menurut Umum adalah UUD lembaga Yang

Permusyawaratan anggotanya

Rakyat

1945.

dipilih

dalam

Pemilihan

secara

langsung

dan lembaga ini terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. 3. Tugas adalah kewajiban atau sesuatu yang wajib

dikerjakan atau ditentukan untuk dilakukan.14 4. Wewenang atau wenang adalah hak dan kekuasaan (untuk melakukan sesuatu)15 5. Fungsi adalah jabatan(yang dilakukan) pekerjaan yang

dilakukan.16 6. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) adalah lembaga perwakilan rakyat lembaga yang yang berfungsi sebagai lembaga legislasi dan juga fungsi

menjalankan

fungsi

anggaran

13 14

Indonesia, Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, WJS. Poerwadrminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta 1976 h.1094 Ibid, h. 1150 Ibid, h. 283

15

16

11

pengawasan17.

Anggota

Dewan

Perwakilan

rakyat

dipilih

melalui Pemilihan Umum.18 7. DPD (Dewan Perwakilan Daerah) adalah lembaga perwakilan daerah yang berfungsi daerah sebagai propinsi Daerah lembaga di perwakilan dan

legislatif Anggota

dari

Republik dipilih

Indonesia. setiap

Dewan

Perwakilan

dari

provinsi melalui Pemilihan Umum.19

5.Metode Penelitian Metode penulsian yang penulis gunakan dalam skripsi berjudul TUGAS DAN WEWENANG MPR SETELAH PERUBAHAN UUD

1945 ini adalah berupa penelitian kepustakaan.20 Adapun meliputi: 1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan antara hukum yang bahan-bahan pustaka yang penulis pergunakan

mempunyai Undang

kekuatan 1945,

mengikat

lain:

Undang

Dasar

Konstitusi

Republik

Indonesia

Serikat, Undang-Undang Dasar Sementara 1950.17

Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, Jakarta, pasal 20A, h.2718 19

Ibid, h.25 Ibid, h.31

20

Penelitian kepustakaan atau disebut juga penelitian hokum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif ( Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995) hal 13, 14.

12

2.

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan bahan hukum yang menjelaskan artikel bahan hukum primer seperti buku-buku,

majalah

dan

koran,

maupun

makalah-makalah

yang berhubungan dengan topik penulisan ini. 3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang

yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, dan kamus bahasa.

6.Sistematika Penulisan

Dalam

Penulisan

skripsi

ini

digunakan

sistematika

penulisan sebagai berikut.

BAB

I

adalah

pendahuluan

yang

mencakup

latar

belakang

permasalahan yang akan ditulis; pokok permasalahan; tujuan penulisan; metodologi penulisan; definisi operasional; dan sistematika penulisan.

BAB II Menjelaskan konsep lembaga perwakilan yang merupakan konsep dasar MPR sebagai suatu lembaga negara yang memiliki kekuasaan sebagai lembaga pemegang kedaulatan rakyat. Hal

13

ini

dicantumkan

dalam

UUD

1945

sebelum

Perubahan

dan

bagaimana konsep lembaga MPR setelah diadakan Perubahan UUD 1945. Juga dijelaskan memegang berbagai kekuasaan teori yang mendasari rakyat dan

kekuasaan

MPR

kedaulatan

bagaimana konsep lembaga perwakilan secara umum.

BAB III

adalah

analisa

yang

akan

menjelaskan

bagaimana

konsep lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat yang ada di Indonesia. Dan bagaimana konsep lembaga ini sebelum dan sesudah Perubahan UUD 1945 sehingga dapat diperbandingkan dengan jelas dalam mana tugas dan wewenang yang dikurangi atau ditambah setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dianalisa juga dari sudut tugas dan wewenang sebagai lembaga negara. Dan penjelasan bagaimana tugas dan wewenang tersebut

dijalankan dalam praktek ketatanegaraan,

juga bagaimana

akibat dari tugas dan wewenang tersebut dalam mempengaruhi sistem lembaga perwakilan di Negara Republik Indonesia. Dan menjelaskan struktur yang terjadi akibat tugas dan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang Dasar.

14

BAB IV MPR di

Menjelaskan bagaimana perbandingan lembaga negara Indonesia dengan lembaga negara di negara lain

dengan asumsi bahwa lembaga negara di negara lain memiliki tugas dan wewenang yang hampir sama. Dan diambil contoh negara adalah Cina, Venezuela, dan Amerika Serikat. Dan dalam bab ini diperiodisasi tugas dan wewenang MPR sebelum perubahan dan sesudah perubahan UUD 1945. Kemudian diambil kesamaan antara lembaga negara yang hampir sama dinegara lain dan dicari perbedaannya dengan cara diperbandingkan antara lembaga tersebut.

BAB

V

Menerangkan

tawaran

solusi

dari

skripsi

dengan

menjelaskan tugas dan wewenang MPR setelah amandemen UUD 1945. Dan bagaimana pengaturan yang baik dari tugas dan

wewenang MPR ditinjau dari kedudukan lembaga MPR setelah Amandemen UUD 1945.

15

BAB II KONSEP LEMBAGA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

1. Konsep Lembaga Perwakilan Untuk membahas lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia maka harus dijelaskan bagaimana konsep lembaga perwakilan rakyat. Dan rakyat bagaimana sehingga perubahan dapat konsep

mengatasnamakan

lembaga perwakilan yang ada setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga Rakyat dapat dapat dijelaskan digolongkan apakah kedalam Majelis lembaga

Permusyawaratan

perwakilan rakyat atau bukan.

1.1.Konsep Lembaga Perwakilan Pada Waktu Negara Berdiri Lembaga Perwakilan atau yang lebih lembaga sering yang dan disebut mewakili fungsi

representative rakyat dalam

institution melakukan

adalah fungsi

pengawasan

legislasi. Konsep lembaga perwakilan tidak terlepas dari asal usul negara yang dimulai:

16

1. Manusia tidak bisa hidup sendiri. Untuk hidup manusia berkehendak akan bantuan makhluk lain. 2. Disebabkan manusia tidak bisa hidup sendiri maka cara

berkumpullah

mereka

untuk

merundingkan

memperoleh bahan-bahan primer (makanan, temapat dan pakaian). Lalu terjadilah pembagian pekerjaan dimana masing-masing harus menghasilkan lebih dari

keperluannya sendiri untuk dipertukarkan den demikian berdirilah desa. 3. Antara desa dengan desa terjadi pula kerjasama dan terjadilah dengan masyarakat lain negara. Antara negara-negara karena

negara

terjadi sama

juga lain

kerjasama dan

perlunya

bantuan

satu

terjadilah

hubungan internasional.21 Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan berdirinya

suatu negara harus mempunyai 4 syarat: 1. Adanya wilayah. 2. Adanya Pemerintah 3. Adanya rakyat 4.21

Adanya pengakuan dari negara lain.22

M. Solly Lubis, Ilmu Negara, h. 16

22

Konvensi Montevidio tentang Hak dan Kewajiban Negara (Convention on Rights&Duties of States), 26 Desember 1934 Pasal 1, The State as a person of International Law should possess the following

17

Ada

yang

menyatakan

bahwa

Negara

merupakan

perkelompokkan dari manusia yang merasa sendirinya senasib yang mempunyai tujuan yang sama23. Tujuan dari negara adalah untuk menjalankan ketertiban dan keamanan. Dan tujuan akhir dari negara adalah mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi warga negaranya. Menurut ilmuwan Islam Ibnu Khaldun bahwa adanya

organisasi kemasyarakatan (ijtimai wal insani) merupakan suatu keharusan. Para filosof atau ahli hukum (al-hukuma) telah melahirkan kenyataan ini dengan perkataan

mereka :Manusia adalah bersifat politis menurut tabiatnya (al insanu madaniyyunbiath-thabi). organisasi Ini berarti, yang ia

memerlukan

satu

kemasyarakatan,

menurut

para filosof dinamakan kota, dan itulah yang dimaksud dengan peradaban24. Jadi didalam pandangan ahli agamapun

pembentukan suatu organisasi kemasyarakatan untuk mengatur masyarakat menjadi suatu keharusan. Menurut Aristoteles bahwa sesungguhnya negara itu

merupakan suatu persekutuan hidup atau lebih tepat lagiqualifications (a) a permanent population, (b) a defined territory, (c) government and (d) capacity to enter into relations with the other states.23

Padmowahyono, Ilmu Negara, Ind Hill-Co, Jakarta, 1996 h. 51 Ibnu Khaldun, Mukaddimah, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2000, h.71

24

18

suatu disebut

persekutuan he koinona

hidup

politis.

Dalam

bahasa

Yunani

politike;

artinya

suatu

persekutuan

hidup yang berbentuk polis ( negara kota). Ungkapan negara adalah persekutuan hidup politis sesungguhnya mengandung

beberapa hal penting yang perlu dipikirkan25, seperti tujuan dan arti negara bagi masyarakat. Mc Dougall membagi pembentukan negara sebagai kelompok masyarakat menjadi 2 yaitu: 1. Yang terjadi secara wajar atau alamiah atau

natuurlijk. 2. Yang terjadi atas dasar sengaja dibuat atau

kuntsmatig.26 Timbulnya suatu negara tidak akan terlepas dari teori Contract Social yang diungkapkan oleh Thomas Hobbes, John Locke dan JJ Rousseau .27

Kontrak Sosial merupakan perjanjian antara masyarakat yang ingin membentuk suatu negara, suatu pemerintahan

bersama yang melayani mereka Rousseau yang mendasarkan

(anggapan hobbes, Locke dan negara atas suatu

pembentukan

25

J.H. Rapar, Filsafat Politik Aristoteles, Rajawali Pers, Jakarta, 1998, h. 33 Padmowahyono, Op.cit, h, 51 M.Solly Lubis, Op.cit h.35

26

27

19

perjanjian antara anggota masyarakat biasanya disebut teori perjanjian masyarakat). kepada yang Kemudian suatu rakyat ini menyerahkan ataupun

kedaulatannya sekelompok

lembaga, amanat

persoon untuk

orang

mendapat

menjalankan

kedaulatan tersebut. Menurut Utrecht tentang Hobbes, Walaupun Rosseau. Jean tak Jacqueas berlainan perbandingan antara Thomas dan John Locke bahwa dan

Rousseau

masing-masing anggapan

Hobbes, tentang

Locke

Mereka

mempunyai

pembentukan

negara dan adanya negara itu. Menurut anggapan ketiga ahli tersebut pembentukan adanya negara itu disusun atas suatu perjanjian sosial, kesimpulan-kesimpulan yang mereka tarik tentang sifat negara sangat berlainan. Menurut Hobbes

negara itu bersifat totaliter, Negara itu diberi kekuatan tidak terbatas (Absolut). kerajaan dan Menurut Locke negara yang itu

selayaknya jaminan manusia

bersifat

konstitusionil kebebasan healthy

memberi pokok

mengenai (ingat :

hak-hak life,

kebebasan dan

liberty,

property).

Rousseau beranggapan bahwa negara bersifat suatu perwakilan rakyat, dan negara itu selayaknya negara demokrasi yakni

yang berdaulat adalah rakyat.2828

Ibid, h. 35

20

2.Konsep Lembaga Perwakilan Rakyat Setelah Negara Berdiri. Atas dasar tersebut maka lahirlah teori demokrasi

representatif29. Karena pada saat ini tidak mungkin semua rakyat berkumpul untuk menentukan keinginannya setiap saat. Direct democracy adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan

secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur-prosedur mayoritas. Sifat langsung

dari demokrasi Yunani dapat diselenggarakan secara efektif karena berlangsung terbatas Serta suatu dalam suatu kondisi terdiri penduduk kota). yang dari sedikit Lagipula sederhana, kota dan

wilayahnya sekitarnya). penduduk

(negara jumlah negara

(300.000 ketentuan

dalam

ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang resmi, yang hanya merupakan bagian kecil dari penduduk. Untuk mayoritas yang terdiri dari budak belian dan pedagang asing demokrasi tidak berlaku30

. Karena faktor populasi

penduduk yang tidak memungkinkan dilakukan pada satu tempat

29

.Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994, h. 7030

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1999, h. 54.

21

dan

pada

suatu Dan

saat,

sehingga

harus

dicari

pemecahan Perwakilan

masalahnya.

muncullah

konsep

demokrasi

Rakyat atau yang sering lebih disebut sebagai Demokrasi Representatif. Akhirnya Demokrasi Representatif ini hampir dilakukan disetiap negara modern pada saat ini. Apabila dilihat pada saat zaman Yunani telah berlaku pemerintahan akhirnya yang berdasarkan tidak baik. rakyat (demokrasi), pada dan

berjalan

Sehingga

awalnya

demokrasi dikritik oleh para pemikir-pemikir Yunani seperti Plato, Socrates31 dan Aristoteles32.

3. Konsep Lembaga Perwakilan di Negara modern Setelah runtuhnya peradaban Yunani maka pada saat

itu. Muncullah peradaban Romawi yang membuat suatu konsep baru yaitu munculnya dan Senat Caesar sebagai sebagai perwakilan pemegang berfungsi kekuasaan

sebagai

pengawas dan

eksekutif Setelah yang

perwakilan runtuh satu maka

rakyat muncul

dibidang

pemerintahan. monarki dari

Romawi

negara-negara sebagai

menjadikan

orang

(raja)

pusat

pemerintahan, sehingga dapat diartikan bahwa wakil rakyat31

Plato, Republik, Bentang, Jakarta, 2002, h. 354 Soetiksno, Filsafat Hukum Bagian 1, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2002, h.16

32

22

adalah raja. Penyerahan kewenangan mengatasnamakan rakyat dari rakyat ke lembaga negara. Dan kemudian lembaga negara mempunyai otoritas untuk memerintah rakyat merupakan suatu hal yang terjadi dalam proses politik dinegara manapun. Dan menurut Robert Paul Wolf peran lembaga negara yang mengatasnamakan kelompok orang negara yang itu, diartikan otoritas sebagai tertinggi suatu dalam

mempunyai

wilayah tertentu terhadap penduduk tertentu 33.

3.1. Teori Kedaulatan Setelah merumuskan adanya negara kedaulatan di jaman suatu modern, yang maka sangat

kembali

menjadi

penting. Menurut Harold J. Laski bahwa: the modern state is a sovereign state. It is, therefore, independent in the face of other communities. It may infuse its will towards them with a substance which need not be affected by the will of any external power. It is, moreover, internally supreme over the territory that it control34. Terjemahan bebas: Negara modern adalah negara yang mempunyai kedaulatan. Hal ini untuk independen dalam menghadapi komunitas lain. Dan akan mempengaruhi substansi yang akan diperlukan dalam kekuasaan internal dan kekuasaan eksternal.33

Carol C.Gould, Demokrasi Ditinjau Kembali, PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 1993, h.229 Harold J Laski, A Grammar Of Politics, George Allen & Unwin LTD, London ,1938 h. 44

34

23

Hal ini lebih jauh merupakan tertinggi atas wilayahnya.

kekuasaan

yang

Jelas disini kedaulatan merupakan suatu keharusan yang dimiliki oleh negara yang ingin independen atau merdeka dalam menjalankan kehendak rakyat yang dipimpinnya.

Sehingga kedaulatan merupakan hal yang mempengaruhi seluruh kehidupan bernegara. Menurut kedaulatan Jean yang Bodin dikenal sebagai bapak teori

merumuskan

kedaulatan

bahwa

kedaulatan

adalah suatu keharusan tertinggi dalam negara: Suatu keharusan tertinggi dalam suatu negara, dimana kedaulatan dimiliki oleh negara dan merupakan ciri utama yang membedakan organisasi negara dari organisasi yang lain di dalamn negara. Karena kedaulatan adalah wewenang tertinggi yang tidak dibatasi oleh hukum dari pada penguasa atas warga negara dia dan orangorang lain dalam wilayahnya35. Muncullah merumuskan negara36: 1. Kedaulatan Tuhan. 2. Kedaulatan Raja. 3. Kedaulatan Rakyat.35 36

teori-teori dan apakah

kedaulatan yang

yang

mencoba suatu

siapa

berdaulat

dalam

Padmo Wahjono, Ilmu Negara, Ind Hill Co, Jakarta, 1996 hal. 153 Ibid, h 154

24

4. Kedaulatan Negara. 5. Kedaulatan Hukum. Bentuk kedaulatan yang 2 terakhir menunjukkan

kedaulatan yang tidak dipegang oleh suatu persoon. 3.1.1.Kedaulatan Tuhan Teori kedaulatan Tuhan dimana kekuasaan yang tertinggi ada pada Tuhan,jadi didasarkan pada agama. Teori-teori

teokrasi ini dijumpai, bukan saja di dunia barat tapi juga di timur. Sehingga dapat dikatakan bahwa kekuasaan teokrasi dimiliki oleh hampir seluruh negara pada beberapa

peradaban. Apabila pemerintah negara itu berbentuk kerajaan ( monarki) maka dinasti yang memerintah disana dianggap

turunan dan mendapat kekuasaannya dari Tuhan. Misalnya jika Tenno Heika di Jepang dianggap berkuasa sebagai turunan dari Dewa matahari.37

3.1.2.Kedaulatan Raja Teori kedaulatan bahwa kekuasaan yang tertinggi ada pada raja hal ini dapat digabungkan dengan teori pembenaran negara yang menimbulkan kekuasaan mutlak pada raja/satu

37

M. Solly Lubis, Op.Cit, h. 41

25

penguasa38. Teori-teori kekuasaan jasmani atau teori-teori perjanjian dari Thomas Hobbes. Dan kemudian muncul menjadi negara adalah raja. Letat cest moi yang diungkapkan oleh Louis XVI yang menjadi sumbu dari pergerakan Revolusi

Perancis.

3.1.3 Kedaulatan Rakyat Teori ini lahir dari reaksi pada kedaulatan raja. Yang menjadi bapak dari ajaran ini adalah JJ. Rousseau yang pada akhirnya teori ini menjadi inspirasi Revolusi Perancis39. Teori ini menjadi inspirasi banyak negara termasuk Amerika Serikat dan Indonesia, dan dapat disimpulkan bahwa trend dan simbol abad 20 adalah tentang kedaulatan rakyat. Menurut mewakilkan Kemudian diberikan teori ini, rakyatlah yang berdaulat kepada dan

atau

menyerahkan memecah

kekuasaannya beberapa

negara. yang

negara pada

menjadi

kekuasaan

pemerintah,

ataupun

lembaga

perwakilan.

Tetapi karena pada saat dilahirkan teori ini banyak negara yang masih raja menganut atau sistem monarki, maka yang berkuasa ini

adalah38

pemerintah.

Bilamana

pemerintah

Soetiksno, Filsafat Hukum Bagian 2, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2003, h.59 Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 1980, h.121

39

26

melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak mengganti pemerintah itu.

Kedaulatan rakyat ini, didasarkan pada kehendak umum yang disebut volonte generale oleh Rousseau40. Apabila Raja memerintah hanya sebagai wakil, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan kepada pemerintah itu.41

3.1.4. Kedaulatan Negara Teori ini juga sebagai reaksi dari kedaulatan rakyat, tetapi melangsungkan teori kedaulatan raja dalam suasana kedaulatan dalam rakyat. Menurut Dari paham itu ini, negara mempunyai Negaralah (dalam hak yang sumber arti tidak

negara.

government=pemerintah)

dianggap

terbatas terhadap life, liberty dan property dari warganya. Warga negara bersama-sama hak miliknya tersebut, dapat

dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara. Mereka taat kepada hukum tidak karena suatu perjanjian tapi karena itu adalah kehendak negara.42

40

Deliar Noer, Pemikiran Politik Di Negeri Barat, Mizan, Jakarta, 1999, h.162 Solly Lubis, Op.Cit, h.42 Ibid, h..42

41

42

27

Hal

ini

terutama Schule, Jerman

diajarkan yang yang

oleh

madzhab

Deutsche pada teori

Publizisten kekuasaan

memberikan mutlak,

konstruksi suasana

raja

pada

kedaulatan rakyat.

Kuatnya kedudukan raja karena mendapat

dukungan yang besar dari 3 golongan yaitu: 1. Armee (angkatan perang) 2. Junkertum (golongan idustrialis) 3. Golongan Birokrasi ( staf pegawai negara). Sehingga apa-apa dan praktis tidak rakyat tidak mempunyai Oleh kewenangan karena itu

memiliki

kedaulatan.

menurut sarjana-sarjana D.P.S kedaulatan bulat pada rakyat. Tetapi wewenang tertinggi hanyalah ajaran tersebut alat, berada bukan pada yang ini negara. memiliki adalah

Sebenarnya kedaulatan.

negara Jadi

kedaulatan

negara

penjelamaan baru dari kedaulatan raja. Karena pelaksanaan kedaulatan adalah negara, dan negara adalah abstrak maka kedaulatan ada pada raja.43

3.1.5. Teori Kedaulatan Hukum Teori kedaulatan hukum timbul sebagai penyangkalan

terhadap teori kedaulatan negara dan dikemukan oleh Krabbe.43

Padmo Wahjono, Op.Cit, h, 156

28

Teori

ini

menunjukkan

kekuasaan

yang

tertinggi

tidak

terletak pada raja (teori kedaulatan raja) juga tidak pada negara (teori kedaulatan negara). Tetapi berada pada hukum

yang bersumber pada kesadaran hukum pada setiap orang.44 Menurut teori ini, hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit dari kesadaran hukum manusia. Dan hukum

merupakan sumber kedaulatan. Kesadaran hukum inilah yang membedakan mana yang adil dan mana yang tidak adil.45 Teori ini dipakai oleh Indonesia dengan mengubah

Undang-Undang Dasarnya, dari konsep kedaulatan rakyat yang diwakilkan menjadi kedaulatan hukum. Kedaulatan hukum

tercantum dalam UUD 1945 Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan oleh Undang-Undang Dasar46.

3. 2.Konsep Lembaga Perwakilan Setelah adanya Kontrak Sosial Berangkat dari teori Rosseau mengenai Demokrasi

Perwakilan. Menurut Rousseau maka rakyatlah yang berdaulat dan kemudian mewakili kedaulatannya kepada suatu lembaga44

Ibid, h.156 M.Solly Lubis, Op, Cit, h. 41 Indonesia, Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, pasal 1ayat 2

45

46

29

yaitu pemerintah ( siapa yang memerintah untuk menjalankan kedaulatan tersebut). Konsep demokrasi rakyat seperti ini menjadi suatu hal yang diminati pada saat Renaissance dan menjadi konsep yang sering dipakai pada saat ini. Pada dahulu kekuasaan cukup diwakilkan kepada raja47

,

sehingga raja dengan pemerintahannya dapat mengatasnamakan negara. Raja bertindak atas nama negara dengan tujuan

melaksanakan kedaulatan rakyat. Akan tetapi hal ini membawa kekhawatiran tentang

kekuasaan yang diberikan kepada satu lembaga. Seperti yang dikatakan oleh Montesquieu When the legislative and executive powers are united in the same persons or body, there can be no liberty, because apprehensions may arise lest the same monarch or senate should enact tyrannnical laws, to enforce them in tyrannical manner.....Were the power of judging joined with the legislature, the life and liberty of the subject would then be exposed to arbitrary control, for the judge would then be the legislator. Were it joined to the executive power, the judge might behave with all the violence of an opressor.48 Terjemahan bebas: Ketika kekuasaan legislatif dan eksekutif bersatu dalam satu orang atau lembaga, berarti kemungkinan akan tidak ada kebebasan, karena kesanggupan akan muncul dengan47

Renaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat kepada kesusasteraan dan kebudayaan Yunani Kuno yang selama Abad Pertengahan telah disisihkan. Aliran ini membelokkan perhatianyang tadinya semata-mata diarahkan kepada tulisan-tulisan keagamaan ke arah soal-soal keduniawian dan mengakibatkan timbulnya pandangan-pandangan baru.48

Harold J Laski, A Grammar Of Politics, George Allen & Unwin LTd, London, 1938. h. 297

30

membuat perundang-undangan yang tiran dan dilakukan oleh pemerintahan monarki atau senat, dan lembaga tersebut akan berbuat tirani..... Dan ketika kekuasaan mengadili bersatu dengan legislatif, maka kehidupan dan kebebasan dari pengadilan tersebut akan kemudian terkena kontrol yang sepihak dimana hakim tersebut menjadi legislatif. Dan ketika kekuasaan mengadili digabung dengan kekuasaan eksekutif, maka hakim mungkin akan bertindak dengan segala kekerasan sebagai penindas. Muncullah berbagai teori tentang bagaimana seharusnya dalam menjalankan kedaulatan. jaman modern adalah Yang sering dipakai dalam pemerintahan dan kekuasaan yang negara49

demokrasi, rakyat

berdasarkan

rakyat.

Antara

sehari-hari, lazimnya berkembang atas 2 teori, yaitu : 1. Teori Demokrasi Langsung dapat (direct dilakukan democracy) secara

dimana

kedaulatan dalam arti

rakyat

langsung

rakyat

sendirilah

yang

melaksanakan

kekuasaan tertinggi yang dimilikinya. 2. Teori Demokrasi tidak langsung (representative

democracy). Representasi disini sangat diperlukan bagi eksistensi otoritas politik di samping beberapa hal pokok lainnya.

Bagi para ahli politik tentang kekuasaan, bahwa ia juga49

Jimly Asshiddiqie, Op.Cit, h. 70

31

sangat tergantung pada beberapa tuntutan lain. Dan biasanya berhubungan dengan konstitusionalisme: pembatasan kekuasaan pemerintah dan kebebasan politik warga negara.50 Kemudian perkembangan lembaga perwakilan di duniapun menjadi tuntutan beragam zaman dan dan berkembang. dilekatkan Hal pada ini sesuai dengan membuat

kekuasaan

undang-undang.51

3.3.Konsep Lembaga Perwakilan Rakyat di Negara Modern. Setelah berkembangnya ide demokrasi yang telah dimulai sejak abad ke 19 maka konsep pemerintahan demokrasi menjadi suatu trend dan isu global dalam dunia. Sehingga mayoritas negara menggunakan demokrasi sebagai sistem politik dan

negara mereka.52 Berpijak pada hal tersebut maka konsep lembaga

perwakilanpun berkembang dan terbagi dalam berbagai sistem. Konsep dasar lembaga perwakilan atau parlemen adalah sistem Demokrasi Perwakilan dimana kedaulatan rakyat yang50

April Carter, Otoritas Dan Demokrasi, CV. Rajawali, Jakarta, 1985, h. 65

51

AV, Dicey, Introduction To The Study Of The Law Of The Constitution, Mc. Millan Education LTD, London, 1959, h. lxi52

Samuel P Huntington, Benturan Antara Peradaban Dan Masa Depan Politik Dunia, CV Qalam Yogyakarta, Yogyakarta, 2003, h. 7

32

tercantum

dalam

Undang-Undang

Dasar.

Kemudian

dipecah

menjadi beberapa kekuasaan yang ada, dan yang dipakai dalam teori kedaulatan adalah kekuasaan dibidang pengawasan dan pembuatan undang-undang53.

3.4. Sistem Lembaga Perwakilan Rakyat Lembaga perwakilan atau yang lebih dikenal sebagai

parlemen dibagi kedalam berbagai sistem yaitu: 1. Sistem 1 Kamar 2. Sistem 2 kamar ad. 1. Sistem satu kamar Sistem satu kamar adalah sistem parlemen yang berdasar pada satu lembaga ini legislatif tertinggi fungsi dalam struktur dan

negara.

Lembaga

menjalankan pemerintah dan

legislatif juga

pengawasan

terhadap

membuat

Undang-

Undang Dasar. Isi unikameral aturan ini mengenai dan fungsi dan tugas dari parlemen negara

beragam

bervariasi

satu

dengan negara yang lain. Tetapi pada pokoknya

serupa bahwa

secara kelembagaan fungsi legislatif tertinggi diletakkan

53

Geoffrey Marshal, Parliamentary Sovereignty And The Commonwealth, Oxford University Press, Oxford, 1957, h.12

33

sebagai tanggung jawab satu badan tertinggi yang dipilih oleh rakyat.54 Ad. 2. Sistem 2 Kamar Sistem 2 kamar adalah sistem yang sistem parlemen yang terbagi negara. atas Dalam 2 lembaga legislatif tugasnya dalam suatu struktur ini

menjalankan

kedua

lembaga

mempunyai tugas-tugas tertentu. Pada prinsipnya, kedua kamar majelis dalam sistem

bikameral ini memiliki kedudukan yang sederajat. Satu sama lain tidak saling membawahi, baik secara politik maupun secara legislatif. Undang-undang tidak dapat ditetapkan

tanpa persetujuan bersama ataupun melalui sidang gabungan diantara kedua majelis itu55. Pembagian menyatakan apabila ini dikritik oleh C.F. Strong yang

sebagai

tidak tepat ini kita yang

atau tidak

riil karena kita akan

klasifikasi

pergunakan tidak

maka

menyamakan

negara-negara

melakukan

pemilihan

anggota badan perwakilan menjadi satu dengan negara-negara

54

Jimly Asshidiqie, Pergumulan Peran Pemerintah Dan Parlemen Dalam Sejarah, UI Press, Jakarta, 1996, h.36 55 Ibid, h. 37

34

yang melakukan pemilihan umum.56

pemilihan anggota badan perwakilan dengan

Walaupun demikian konsep lembaga perwakilan 1 kamar atau 2 kamar menjadi konsep lembaga yang dipakai oleh

mayoritas negara di dunia. Dan biasanya sistem dua kamar dianut oleh negara federal. Negara kesatuan yang memakai sistem 2 kamar karena untuk membatasi kekuasaan majelis lain.57 Sistem parlemen lain yang pernah digunakan pada negara adalah sistem 3 kamar. Sistem 3 kamar adalah sistem yang sistem parlemen yang terbagi atas 3 lembaga legislatif atau lembaga perwakilan dalam suatu struktur negara. Meskipun tidak banyak dikenal, sistem tiga kamar ini dipraktekkan dalam Sistem Pemerintahan di Cina Taiwan. Sistem ini struktur organisasi parlemennya nasionalnya terdiri atas tiga badan yang masing-masing mempunyai fungsi sendiri-sendiri.58

4.Tugas Dan Wewenang Lembaga Perwakilan secara Umum.56

Sri Soemantri, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, CV. Rajawali, Jakarta, 1981,h.69 Miriam Budiarjo, Op.Cit, h.180 Ibid, h. 43

57

58

35

Tugas

dan

wewenang

yang

dijalankan

setiap

lembaga

perwakilan rakyat di dunia adalah sebagai berikut: 1. Sebagai lembaga perwakilan yang agar rakyat yang oleh mengawasi pemegang tidak

jalannya kekuasaan

pemerintahan eksekutif

dilakukan kekuasaan

pemerintah

menindas rakyat sehingga kekuasaan tidak dijalankan secara sewenang-wenang59. 2. Sebagai pemegang kekuasaan legislatif untuk menjalankan keinginan undang rakyat. juga Dan diinterprestasikan pembuat dalam undangDasar

dan

sebagai

Undang-Undang

(supreme legislative body of some nations )60.

5. Konsep Lembaga Perwakilan di Indonesia Konsep lembaga perwakilan di Indonesia jika dipecahpecah akan terbagi Dasar kedalam yang beberapa periodesasi Negara menurut

Undang-Undang ,yaitu:61

dipakai

dalam

Indonesia

59

Lawrence Dood, Coalitions in Parliamentary Government, Princeton University Press, New Jersey, 1976, h.16 60 Bryan A Garner (ed in chief), Blacks Law Dictionary , sevent edition,West Group, St Paul, Minn, 199961

Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Nimatul Huda, Teori Hukum Dan Konstitusi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, h.75.

36

1. Undang-Undang Dasar 1945, yang berlaku antara 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949. 2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, yang berlaku antara 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950 3. Undang Undang Dasar Sementara Tahun 1950, yang berlaku antara 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 4. Kembali Ke Undang Undang Dasar 1945, yang berlaku sejak dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai dengan sekarang. Yang akan dibahas secara deskriptif dalam karya tulis ini adalah periode kembali ke Undang-Undang Dasar 1945

terutama setelah perubahan UUD 1945.

5.1. Sebelum Perubahan UUD 1945 Perkembangan konsep lembaga perwakilan di Indonesia

dimulai sejak tahun 1945. Tidak ada ketentuan secara tegas yang menyatakan bahwa MPR termasuk lembaga perwakilan atau tidak62. Dan Majelis Permusyawaratan Rakyatpun tidak diberi kewenangan Perwakilan legislatif Rakyat yang (membuat undang-undang), badan yang Dewan berada

merupakan

dibawahnyapun tidak diberi kewenangan legislatif. Sehingga MPR dan DPR (yang seharusnya merupakan badan legislatif)62

Indonesia, UUD 1945

37

mendelegasikan kewenangan/kekuasaan yang berlebihan kepada lembaga pemerintah. Secara63

filosofis

MPR

merupakan

perwujudan

seluruh

rakyat di Indonesia. MPR secara yuridis menurut pasal 2 ayat 1 UUD 1945. Kedaulatan oleh ada di tangan rakyat dan

dijalankan Rakyat64.

sepenuhnya Berarti yang

Majelis

Permusyawaratan rakyat di

merupakan

penjelmaan

Indonesia adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat, sehingga lembaga MPR termasuk kedalam penjelmaan perwakilan rakyat sepenuhnya dan mempunyai kekuasaan di segala fungsi65. Dan jika dilihat Rakyat dari penjelasan 2(dua) diatas macam Majelis fungsi,

Permusyawaratan yaitu:66 1. Fungsi

memiliki

legislatif,

yang

lahir

dari

kekuasaan-

kekuasaan menetapkan Undang-Undang Dasar, kekuasaan mengubah Undang-Undang Dasar dan kekuasaan

menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara;

63

Jimly Asshiddiqie, Teori Dan Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, Jakarta:Ind.Hill-Co, 1998 , h. 25 Indonesia, UUD 1945 pasal 1 ayat 2

64

65

Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan menurut UUD 1945, Liberty, Yogyakarta, 1993, h.5566

Muchyar Yara, Pengisian Jabatan Presiden Dan Wakil Presiden Di Indonesia Suatu Tinjauan Sejarah Hukum Tata Negara, PT.Nadhillah Ceria Indonesia, Jakarta, 1995, h.67

38

2.

Fungsi non legislatif, yang lahir melalui kekuasaan memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden. Dalam melihat MPR secara keseluruhan maka harus

dilihat ide pembentukannya pertama kali. Untuk menjamin agar majelis ini benar-benar menjadi penjelmaan seluruh rakyat. Maka ditentukan bahwa

keanggotaannya meliputi: 1. Seluruh wakil rakyat yang terpilih melalui DPR. 2. Utusan Golongan yang ada dalam masyarakat menurut

ketentuan peundang-undangan yang berlaku. 3. Utusan daerah seluruh Indonesia menurut ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.67 Sebelum mempunyai dilakukan perubahan UUD 1945 maka rakyat MPR yang

kewenangan

menjalankan

kedaulatan

penuh. Tidak ada suatu lembaga negarapun di Indonesia yang diberikan kewenangan sebesar ini sehingga MPR menjadi

lembaga yang sangat kuat. Konsep lembaga MPR sebelum perubahan Undang-Undang

Dasar 1945 harus dilihat dari apa yang diinginkan oleh para pendiri bangsa ini yang merumuskan Undang-Undang Dasar 194567

Jimly Asshidiqie, Pergumulan Peran Pemerintah Dan Parlemen Dalam Sejarah, UI Press, Jakarta, 1996, h.50

39

(Founding

Fathers).

Sebelum

Indonesia

diproklamasikan

tanggal 17 Agustus 1945 telah ada lembaga yang dibentuk oleh Jepang yaitu BPUPKI (Badan Penyelidikan Usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan merupakan badan yang menyelidiki Walaupun Dasar. Konstitusi tertinggi dan atau Undang-Undang yang Dasar adalah hukum usaha persiapan kemerdekaan merumuskan di Indonesia.

pada

akhirnya

BPUPKI

Undang-Undang

tertulis

mengatur

tentang

mekanisme

penyelenggaraan negara, sebagai kumpulan aturan pembagian kekuasaan negara. Dan membatasi kekuasaan pemerintah

sehingga tidak sewenang-wenang.68 Merumuskan rancangan konstitusi tentu merupakan tidak yang

pekerjaan asing bagi mereka. Sulit mencari untuk mengatakan tidak ada dalam sama sekali diantara mereka

berpengalaman

merancang

suatu

sistem

kekuasaan

negara, susunan badan-badan negara, dasar ideologi negara, hak asasi manusia sebagaimana umumnya sebuah konstitusi. Dengan demikian, mudah diduga para anggota BPUPKI akan

terinspirasi, terpengaruh atau bahkan mengadopsi langsung68

Eman Hermawan, Politik Membela Yang Benar Teori Kritik Dan Nalar, KLIK dan DKN GARDA BANGSA, Yogyakarta, 2003, h.58

40

gagasan berlaku

atau dari

praktek

bernegara lain

yang yang

pernah

atau

sedang dalam bukan

bangsa Dan

dirumuskan konstitusi

konstitusinya69.

tujuan

legal

dari

hanya suatu pemerintahan perwakilan yang terbatas. Tetapi juga yang bersifat individu, umum dengan pelaksanaan yang pengadilan kita sebut

kebebasan

seperti

apa

pemerintahan berdasarkan hukum (hal ini diungkapkan oleh Montesquieu )70. Dan para founding fathers kemudian membuat

beberapa lembaga negara yang fungsinya mengawasi lembaga negara yang lain. Konsep dikategorikan perwakilan sistem di Indonesia satu sulit dua untuk kamar

perwakilan

kamar,

ataupun tiga kamar. Apabila dicari kemiripannya maka akan mirip dengan sistem parlemen 1 kamar. Walaupun demikian

lembaga perwakilan di Indonesia haruslah dilihat sebagai suatu hal yang khas dari sistem Jimly ketatanegaraan Asshiddiqie adalah di

Indonesia. kategori campuran71.69

Menurut sistem

Profesor di

bahwa sistem

parlemen

Indonesia

Tim PSHK, Semua Harus Terwakili Studi Mengenai Reposisi MPR, DPR, dan Lembaga Kepresidenan di Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2000, h.1970

Judith Shklar, Montesqieu Penggagas Trias Politica, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti,1996,h.173 Jimly Asshiddiqie, Op.Cit. h.52

71

41

Kesulitan untuk mengkategorikan hal ini mungkin karena Indonesia adalah negara yang baru ada. Dan konsep lembaga negara untuk Indonesia membuat berdasarkan yang para keinginan dalam founding struktur fathers lembaga Dasarnya

hal

berbeda pembuat

negara.

Walaupun

Undang-Undang

belajar ke negara lain sehingga akan ada proses peniruan dengan negara lain. Kemungkinan Indonesia mengambil beberapa pola sistem politik yang berbeda telah dipikirkan oleh penulis-penulis ilmu politik yang jeli. Shils telah berbicara tentang lima kategori seperti: demokrasi politik, demokrasi terpimpin, oligarki yang memodernisasikan, oligarki totaliter dan

oligarki tradisional. Dan John Kautsky dengan tema yang sedikit berbeda berbicara tentang otoriterisme arsitokratik tradisional, suatu tahapan peralihan yang berupa dominasi oleh kaum intelektual (seperti kaum nasionalis, politik intelektual totaliterisme kaum

aristokrasi totaliterisme

syncretiknya (serupa

Organski), model

dengan

stalinisnya Organski), dan demokrasi72.

5.2. Sistem Parlemen Setelah Perubahan72

UUD 1945

S.P. Varma, Teori Politik Modern, Rajawali Pers, Jakarta, 1990, h.478

42

Setelah dilakukan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Konsep MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat yang

merupakan kekuasaan tertinggi dalam

negara dihapus dengan

Perubahan ke 4 Undang-Undang Dasar. MPR tidak lagi memegang kekuasaan Indonesia. lembaga tertinggi MPR tetap dalam tidak sistem bisa ketatanegaraan di

dikategorikan membuat bisa

sebagai peraturan

legislatif

karena Tetapi

MPR MPR

tidak masih

perundang-undangan.

dikategorikan

sebagai lembaga perwakilan rakyat. Karena Undang Dasar susunan 1945 anggota menurut MPR yang 2 ada UUD dalam 1945 Undangsetelah

pasal

Perubahan Keempat adalah: (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Daerah Rakyat yang dan anggota melalui Dewan

Perwakilan

dipilih

pemilihan

umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.73 Jika dilihat dari komposisi anggota Majelis

Permusywaratan Rakyat maka MPR dapat digolongkan sebagai lembaga parlemen74. Dan masih ada kewenangan membuat Undang73

Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, PSHTN UI, Jakarta, h.374

Yves Meny, Andrew Knap, Government And Politics In Western Europe, third edition, Oxford University Press, New York, 1998

43

Undang

Dasar,

memberhentikan Rakyat

presiden,

maka

Majelis demokrasi

Permusyawaratan perwakilan75.

dianggap

institusi

Representasi kepentingan rakyat secara nasional dalam lembaga Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih melalui partai politik dalam pemilihan umum. Hal ini merupakan suatu

tuntutan negara demokratis.76 Representasi lembaga karena: 1. Secara sosiologis ikatan masyarakat dengan propinsi jauh lebih kuat dibandingkan kabupaten. 2. Secara teknis pelaksanaan juga jauh lebih mudah perwakilan Dewan Perwakilan didaerah Daerah sebagai suatu

rakyat

dipahami

diantaranya

karena sudah ada pembagian wilayah administratif yang jelas. 3. Pemilihan mewakili kabupaten, berbasis semua propinsi lebih representatif dengan yang basis ada di

daerah

dibandingkan kabupaten

mengingat

jumlah

75

http://www.australianpolitics.com/democracy/terms/parliamentary-democracy.shtml, diakses pada tanggal 10 Agustus 2003.76

Tim IFES, Sistem Pemilu, Jakarta: IFES,UN, IDEA, 2001, h.29

44

pulau jawa tidak seimbang dengan daerah diluar pulau jawa.77

Jika demikian maka sistem parlemen di Indonesia adalah sistem trikameral. Hal ini diungkapkan oleh Prof.Jimly

Asshiddiqie pada seminar yang dilaksanakan di Bali78. Dengan alasan bahwa unsur keanggotaan MPR yang berubah, Kewenangan tertinggi kekuasaan, yang dicabut, Diadopsinya pemilihan prinsip pemisahan dan Wakil

diadopsinya

Presiden

Presiden secara langsung.

77

Tim PSHK, Op.Cit, h.41

78

Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keemapat UUD 1945, disampaikan dalam Seminar yang dilakukan oleh BPHN dan DEPKEH dan HAM RI, Juli, 2003, h.8-9

45

BAB III TUGAS DAN WEWENANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

1.

Majelis

Permusyawaratan

Rakyat

Sebelum

Perubahan

UUD

1945. Sebelum Permusyawaratan Undang-Undang Karena membahas Rakyat, Dasar yang tugas maka dan harus wewenang dilihat di Majelis bagaimana Indonesia. dasar

pernah

berlaku

Undang-Undang

Dasar

merupakan

pedoman

bernegara. Di Indonesia Undang-Undang Dasar yang pernah berlaku terbagi atas RIS 3. 3. UUD tersebut 1950. adalah: Yang 1. UUD 1945 2.

Konstitusi bagaimana

UUDS MPR

akan

dibahas Sedangkan

adalah yang

perumusan

pertama

kali.

46

menjadi bahasan utama adalah tugas dan wewenang sebelum dan sesudah Perubahan UUD 1945.

1.1. UUD 1945 UUD disepakati 1945 adalah Undang-Undang bagi Dasar pertama yang

sebagai

Konstitusi

Republik

Indonesia.

Dalam sejarah pembentukan UUD ini dapat diketahui bahwa dalam UUD keinginan didalam bentuk untuk menjelmakan perwakilan aspirasi seperti rakyat Majelis

berupa

badan

Permusyawaratan Rakyat, pertama kali dilontarkan oleh Bung Karno79. Sejalan dengan Konsepsi tersebut Muh.Yamin ternyata juga mengemukakan prinsip dari lima prinsip yang

dikemukakannya. Prinsip keempat ialah Peri Kerakyatan, yang terdiri dari80: A. Permusyawaratan, dengan mengutip surat Assyura ayat 38 yang artinya: Dan bagi orang-orang yang beriman, mematuhi sedang seruan Tuhan-Nya dan mendirikan dengan shalat,

urusan

mereka

diputuskan

musyawarah

antara mereka dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Demikian juga prinsip79

Samsul Wahidin, MPR Dari Masa Ke Masa, Bina Aksara, Jakarta, h.68. Ibid h.69

80

47

musyawarah dasarnya

ini

diterapkan bersatu

sesudah

zaman

Nabi

yang

ialah

untuk

bermufakat81,

menurut

perpaduan adat dengan perintah agama. Dalam konteks ini Muh. Yamin untuk menampakkan Indonesia, Islam bahwa ialah dan musyawarah musyawarah Hal yang yang

dimaksudkan bersumber

dari

hukum

Adat.

tersebut

merupakan perpaduan konsepsi yang paling berpengaruh di Indonesia. Hukum Islam dalam hal ini diilhami oleh Al Quran, sedangkan adat diilhami oleh kondisi bangsa Indonesia, yang hukum aslinya ialah hukum adat. B. Perwakilan: Dasar Adat yang mengharuskan perwakilanperwakilan sebagai ikatan masyarakat di seluruh

Indonesia. Perwakilan sebagai dasar abadi dari tata negara. Dan dilakukan yang kecil oleh dan seluruh dengan Murba dalam

masyarakat

perantaraan

perwakilan dalam susunan negara.82 C. Kebijaksanaan: Rationalisme; perubahan dalam adat dan masyarakat keinginan penyerahan; Rationalisme sebagai dinamik masyarakat.81

Ibnu Taimiyah, Pedoman Islam Bernegara, PT Bulan Bintang, Jakarta, 1989, h.224

82

Muhammad Yamin, Proklamasi Dan Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982, h . 103.

48

Unsur-unsur

yang

dipakai

dalam

merumuskan

sedikit Hal

banyak mirip dengan Majelis Syura83 dalam agama Islam84.

ini tidaklah aneh karena sebelum diubah pada tanggal 18 Agustus 1945, ada beberapa pasal yang memuat tentang agama Islam misalnya pasal 6 dan pasal 29. Dalam masa setelah disahkannya Undang-Undang Dasar

1945 sebagai Undang-Undang Dasar negara. Maka Undang Undang Dasar ini menjadi suatu pedoman bernegara yang dipakai oleh seluruh lembaga negara yang ada di Republik Indonesia. Setelah kemerdekaan maka lembaga atau fungsi yang baru dibentuk adalah fungsi dilakukan eksekutif. oleh Fungsi tersebut dan Wakil

direpresentasikan

Presiden

Presiden dan kabinetnya untuk menjalankan kekuasaan secara sementara. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pun tidak sesuai dengan yang diamanatkan oleh UUD yaitu dipilih oleh PPKI. Tetapi hal ini bisa diatasi dengan adanya Aturan Peralihan dalam UUD 1945.

83

Majelis Syura menurut sebagian orang dalam menginterprestasikan IsIam adalah suatu badan permusyawaratan yang dibentuk untuk menyelesaikan dan memusyawarahkan berbagai persoalan yang sangat penting84

Yusuf Al-Qardhawy, Fiqih Daulah Dalam Perspektif Al Quran Dan Sunnah, Jakarta: Pustaka AlQautsar,1997, h.213

49

Aturan Peralihan

terdiri dari pasal 1 sampai dengan

pasal IV isinya adalah sebagai berikut: I. Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia mengatur dan

menyelenggarakan kepindahan pemerintahan kepada pemerintah Indonesia. II. Segala badan Negara dan Peraturan yang ada masih

langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar itu. III. Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. IV. Sebelum Majelis dan Permusyawaratan Dewan Dasar Pertimbangan ini, Rakyat, Agung Dewan dibentuk

Perwakilan menurut

Rakyat

Undang-Undang

segala

kekuasaannya

dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional.85 Apa yang dinyatakan oleh Aturan Peralihan ini telah dilaksanakan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, seperti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden86. Terkecuali pasal IV Aturan Peralihan yang baru terbentuk 1 tahun

kemudian.

85

Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Aturan Peralihan Samsul Wahidin, Op.Cit, h.78

86

50

Dan selama 4 tahun Pemerintah belum bisa mengadakan Pemilihan Umum untuk memilih warga negara terpilih yang berhak duduk dalam DPR. Apabila DPR belum terbentuk maka otomatis MPR pun tidak terbentuk sehingga representasi dari lembaga perwakilan sementara dipindahkan kepada Komite

Nasional Indonesia Pusat. Hal ini terkandung dalam maklumat Wakil Presiden No X tahun 1946, Bahwa Komite Nasional

Pusat, sebelum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara, serta

menyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat seharihari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih diantara mereka dan yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.87 Hal ini merupakan inisiatif yang diambil pemerintah dari amanat dari Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal tersebut berbunyi Sebelum Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar

87

Indonesia, Maklumat No. X (BRI Th.1 No 2 H.10)

51

ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite Nasional88. Sampai tahun 1949 Indonesia belum memiliki kelengkapan negara yang diminta oleh UUD 1945. Dan berlangsung sampai Undang-Undang Dasar tahun 1945 diganti oleh Konstitusi RIS 1949

1.2.Konstitusi RIS Pada tahun 1949 Konstitusi RIS berlaku dan UUD 1945 tidak berlaku sebagai UUD. Rencana Konstitusi Republik

Indonesia Serikat disiapkan oleh kedua delegasi Indonesia dan pertemuan untuk Permusyawaratan Federal (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) selama sidang-sidang Konferensi Meja Bundar. Pada Desember 1949 setelah disetujui oleh Sidang Pleno Komite Nasional Pusat dari daerah-daerah Indonesia bagian dan dan badan-badan perwakilan lainnya89. Wakil Pemerintah Daerah

Republik

wakil-wakil

Pemerintah

menyetujui Konstitusi 1949 tersebut. Dengan catatan bahwa

88

Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Ismail Suny , Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta,1986, h. 77

89

52

Konstitusi RIS merupakan konstitusi sementara sama halnya dengan Undang-Undang Dasar 1945.90 Dalam Konstitusi RIS ini maka lembaga-lembaga negara yang ada adalah: Presiden, Menteri-menteri, Senat, Dewan Perwakilan Pengawas Rakyat, Keuangan91. Mahkamah Yang Agung Indonesia dan Dewan lembaga

menjalankan

fungsi

perwakilan adalah Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.

1.3.UUDS 1950 Pada tanggal 14 Agustus 1950 Parlemen Republik

Indonesia Serikat menerima baik Rencana Undang-Undang Dasar dengan tanggal Presiden kelebihan 15 suara besar UUD dalam ini kedua ditanda majelis. tangani Indonesia Pada oleh dan

Agustus

1950

dan

Menteri

Kehakiman

Republik

diundangkan sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Bentuk Negara Kesatuan dalam Negara Republik Indonesia

untuk seluruh Indonesia dipulihkan kembali pada tanggal 17 Agustus 1950 dan Undang-Undang Dasar 1950 mulai berlaku pada hari yang sama.90

92

Ibid, h.78 Indonesia, Konstitusi RIS 1949 Ismail Suny, Op.Cit , h. 121

91

92

53

Jika dalam Konstitusi RIS 1949 kedaulatan dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat. Maka pelaku kedaulatan menurut DPR. UUDS 1950 adalah pemerintah UUD 1945,

bersama-sama

dengan

Sedangkan

dalam

kedaulatan Rakyat itu dilakukan sepenuhnya oleh MPR.93 Dalam UUDS 1950 alat kelengkapan negara hampir sama dengan Konstitusi Senat. RIS Hal akan ini tetapi terjadi berkurang karena dengan

dihapuskannya berubah

Indonesia Dan Dewan dan

menjadi Rakyat

Negara sebagai

Kesatuan pemegang

kembali. fungsi

Perwakilan

pengawas

perwakilan rakyat94. Adanya suatu forum/sidang pembuat Undang-Undang Dasar baru suatu dalam hal Undang-Undang yang ini Dasar Sementara forum 1950 yang membuat merupakan bernama Undang-

menarik. diberikan

Karena

Konstituante

kewenangan

Undang Dasar baru. Dan sifatnya adalah sementara karena jika tugas sekaligus wewenangnya telah selesai dilaksanakan maka forum Konstituante ini berakhir95.

93

Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994, h. 11794

Indonesia, Undang-Undang Dasar Sementara 1950 Indonesia, pasal 134 sampai dengan 139 Undang-Undang Dasar Sementara 1950

95

54

1.4.Kembali ke UUD 1945 Semenjak tanggal 5 Juli 1959 Indonesia kembali kepada UUD 1945 dengan adanya Dekrit Presiden 195996. Dasar hukum dekrit ini adalah staatsnoodrecht (hukum tata negara dalam keadaan darurat)97. Pembubaran ini dilakukan secara sepihak oleh Presiden Republik Indonesia. Karena sampai tahun 1959 Undang-Undang Dasar baru belum terbentuk. Hal ini sama dengan pendapat Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Majelis Orde Baru yang dapat Rakyat dibaca dalam No

Ketetapan

Permusyawaratan

Sementara

XX/MPRS/1966. Adanya istilah Orde Baru diatas, adalah untuk membedakan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara pada

masa 1965 yang juga disebut masa Orde Lama yang dianggap kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945

secara murni dan konsekwen. Sebab sesudah gagalnya Gerakan 30 September 1965, maka semboyan untuk melaksanakan Undang-

96

Miriam Budiarjo, Demokrasi Di Indonesia Demokrasi Parlementer Dan Demokrasi Pancasila, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998, h.3897

Ranawijaya, Usep, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, h.133

55

Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekwen dimulai oleh Orde Baru.98

Sesudah kembali kemasa Orde Baru maka dapat

dilihat

berbagai konsep yang dijalankan oleh Pemerintahan Orde Baru sesuai menurut UUD 1945. Dengan ditegaskannya bahwa MPR

adalah suatu lembaga negara tertinggi dan sebuah lembaga yang berwenang untuk menjalankan kedaulatan rakyat99.

Sehingga MPR menjelma sebagai sebuah lembaga negara yang mempunyai kewenangan yang sangat besar hampir sama dengan rumusan awal dalam pembicaraan para founding fathers untuk menyusun UUD 1945100. Wewenang yang sangat besar tersebut harus membuat lembaga ini berdaya dalam mewujudkan

kedaulatan

warga negara yang diwakilinya.

Menurut Bagir Manan dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak memegang

kedaulatan negara melainkan sepenuhnya kedaulatan rakyat. Karena negara98

ada dan

perbedaan rakyat.

mendasar Kedaulatan

antara negara

paham

kedaulatan

mengkonstruksikan

Kusnardi, Harmaily, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara, FHUI, Depok, h.9699

Naning, Ramdlon, Lembaga Legislatif Sebagai Pilar Demokrasi Dan Mekanisme Lembaga Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Liberty, Yogyakarta,1982, 52100

Hendra Nurtjahjo, Perwakilan Golongan Di Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara UI, Jakarta, 2002, h.47

56

negara mempunyai kehendak sendiri terlepas dari kehendak rakyat. Kehendak negara adalah tertinggi akan menuju pada sistem totaliter bukan menuju kepada kedaulatan rakyat

(democracy).101 Untuk mempelajari konsep MPR dapat dilihat dari sistem perekrutan anggota102. Dan hal ini dapat kita pelajari dari 3 cara: 1. Mempelajari terjadi di kembali BPUPKI pembicaraan-pembicaraan dan PPKI( Panitia yang

Persiapan

Kemerdekaan Indonesia).103 2. Menghubungkan pasal 2 ayat 1 dengan pasal 1 ayat 2 UUD 1945. 3. Mempelajari sistem pemerintahan yang dianut oleh

Undang-Undang Dasar 1945. Semenjak Orde Baru dimulailah suatu konsep lembaga MPR yang Dasar. pemilihan Dalam anggotanya perekrutan sesuai anggota dengan semenjak Undang-Undang tahun 1971

diadakan Pemilihan Umum yang memilih anggota DPRD II, DPRD101

Bagir Manan, Teori Dan Politik Konstitusi, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2000, h. 15102

Ismail Hasan, Pemilihan Umum 1987, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, h.6-9

103

Tim Sekretariat Negara, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1995, h.25-182

57

I, dan DPR. Dan setelah itu akhirnya terpilihlah anggota MPR yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945104.

Walaupun dalam perekrutan anggota MPR setelah tahun 1973 anggotanya MPR yang diangkat 60 persen. Dan anggota DPR ada juga yang diangkat, maka hal ini dianggap inkonstitusional oleh Prof. Dr. Ismail Suny.105

2. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sesudah Perubahan UUD 1945 Pada tahun 1998 telah terjadi peristiwa yang mengubah tatanan ketatanegaraan Republik Indonesia dengan mundurnya Presiden Soeharto menurut pasal 8 UUD 1945. Walaupun ada yang beranggapan pergantian tersebut tidak sesuai dengan bunyi pasal 8 UUD 1945106. Walaupun pada akhirnya dianggap sah pengunduran diri tersebut107.104

J.C.T, Simorangkir, Hukum Dan Konstitusi Indonesia, CV. Masagung, Jakarta, 1988, h.17

105

Ismail Suny, Implikasi Amandemen UUD 1945 Terhadap Sistem Hukum Nasional, disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, BPHN dan DEPKEH HAM RI, Bali, Juli, 2003, h.4106

Hal tersebut tidak akan dibahas disini karena banyaknya pro dan kontra ahli ketatanegaraan yang menanggapinya dan bukan pula bahasan dalam karya ilmiah ini.107

Pergantian kekuasaan dari Presiden Soeharto kepada Habibie masih terdapat perbedaan diantara ahli hukum. Pendapat pertama menyatakan bahwa pergantian tersebut konstitusional, sesuai dengan pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR No VII/MPR/1973 pasal 2 ( dikemukakan antara lain oleh Yusril Ihza Mahendra), pendapat kedua menyatakan, inkonstitusional, karena belum ada pencabutan mandate dari MPR dari Presiden Soeharto sebagai mandataris ( sesuai penjelasan UUD 1945), sehingga Habibie belum sah menjadi presiden selama MPR belum mencabut mandatnya, dan pergantian kekuasaan harus dilakukan melalui siding istimewa ( pendapat Dimyati Hartono).

58

Setelah itu terjadilah Pemilihan Umum tahun 1999 yang diikuti oleh 48 partai politik akhirnya terbentuklah

anggota DPRD, DPR dan anggota MPR baru. Dan pada Sidang Tahunan 1999 maka UUD 1945 diubah dengan Perubahan 1945 terutama pasal mengenai masa jabatan I UUD

presiden,

sehingga diharapkan tidak terjadi hal-hal yang ada dimasa lalu mengenai jabatan Presiden RI108. Dan juga dan mengenai dibantu

beberapa

kewenangan

Presiden

yang

dialihkan

oleh Dewan Perwakilan Rakyat109. Kemudian kembali pada tahun 2000, Undang-Undang Dasar Dasar ini 1945 lebih

diubah.

Perubahan

Undang-Undang

menekankan pada Hak Azasi Manusia, yang menjadi konsentrasi pembahasan untuk dimuat Tahun 2001 Dasar melalui pada saat itu110.

kembali terjadi perubahan Undang-Undang Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Perubahan

III Undang-Undang Dasar 1945 pun disahkan dengan

menekankan pada perubahan kedaulatan rakyat. Dalam UUD 1945 sebelum Perubahan UUD 1945 dinyatakan bahwa kedaulatan ada ditangan108

rakyat

dan

dijalankan

sepenuhnya

oleh

Majelis

Harun Al Rasyid, Pengisian Jabatan Presiden, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1999, h.141 Indonesia, Perubahan I Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia, Perubahan II Undang-Undang Dasar 1945

109

110

59

Permusyawaratan

Rakyat

diubah

menjadi

kedaulatan

ada

ditangan rakyat dan dijalankan oleh Undang-Undang Dasar. Perubahan ini sangatlah penting karena, perubahan inilah yang menjadi dasar untuk mereduksi kewenangan Majelis

Permusyawaratan Rakyat. Dan perubahan ini menjadi pijakan untuk Perubahan IV UUD 1945.

Menurut Rosseau dalam Kontrak Sosial maka perjanjian yang dibentuk oleh penguasa dan rakyat yang dikuasai, dalam

bertujuan

untuk

melindungi

kepentingan

individu

masyarakat. Dan untuk menjaga kepentingan masyarakat dengan individu sehingga tidak terjadi benturan antara hak antara individu juga dengan masyarakat111. Perjanjian ini bertujuan juga untuk membatasi

kekuasaan penguasa dalam menjalankan tugas dan perjanjian tersebut. Dengan semakin berkembangnya peradaban maka

bentuk perjanjian sosial pun menjadi lebih rapi. Kemudian hal ini dikenal sebagai Konstitusi. Biasanya pelaksanaan kedaulatan rakyat secara representatif dalam

konstitusi disebut sebagai lembaga perwakilan.112

111

Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, Dan Kaitannya Dengan Kondisi Sosio Politik Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, h. 912112

Jimly Asshiddiqie, Op.Cit, h.70

60

Dengan seharusnya

demikian

sebagai Dasar

Konstitusi 1945

yang

baik dengan

Undang-Undang

sesuai

karakteristik yang disebut diatas. Perubahaan Undang-Undang Dasar 1945, bertujuan untuk mencapai karakteristik perjanjian sosial antara negara

dengan masyarakat. Dan perubahan tersebut membawa dampak yang sangat besar bagi Majelis Permusyawaratan Rakyat

sebagai lembaga perwakilan.

3.Tugas dan Wewenang Majelis Permusyaratan Rakyat Dalam menjelaskan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia haruslah dilihat tugas dan wewenang yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga

pembahasan akan lebih tajam dan mengkerucut. Dan tugas dan wewenang ini akan dibagi kedalam dua periode Undang-Undang Dasar 1945. Periode tersebut adalah sebelum perubahan Undang-Undang Dasar dan setelah Perubahan Undang-Undang Dasar.

3. 1. Tugas dan Wewenang MPR Sebelum Perubahan UUD 1945 MPR sebagai suatu lembaga negara merupakan badan yang merupakan pelaksana kedaulatan rakyat di Republik Indonesia

61

sebelum

diadakan

Perubahan

Undang-Undang

Dasar

1945.

Setelah diadakan perubahan maka terjadilah perubahan pada Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. MPR

sebagai lembaga penjelamaan seluruh rakyat Indonesia, dan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara yang sama kedudukannya dengan negara lain. Sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tugas dan wewenang MPR dicantumkan dalam UUD 1945 dan juga TAP MPR. Sedangkan setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 maka tidak ada lagi pengaturan tugas dan wewenang yang diatur dalam Ketetapan MPR. Setelah tentang satu tahun dan berjalan kedudukan

disahkanlah

undang-undang

susunan

MPR, DPR, DPD dan DPRD baru dijelaskan tugas dan wewenang MPR.

3.1.1. Tugas MPR Sebelum Perubahan UUD 1945 Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat sebelum Perubahan UUD 1945 ada didalam pasal 3 dan pasal 6 UUD 1945 serta pasal 3 Ketetapan MPR No. 1/MPR/ 1983, dan dinyatakan

sebagai berikut: 1. menetapkan Undang Undang Dasar 2. menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara.

62

3. memilih

(dan

mengangkat)

presiden

dan

wakil

Presiden.113 Dalam tugas MPR ini dapat dipelajari bahwa tugas MPR sebagai suatu lembaga negara meliputi tiga. Tugas ini

tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. pemegang mempunyai kedaulatan tugas yang Rakyat besar dalam yaitu UUD

Sebagai lembaga 1945 maka MPR

membuat

Undang-Undang

Dasar. Dan tugas inilah yang pada masa sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 belum pernah dilaksanakan oleh

Majelis Permusyawatan Rakyat. Dalam amanat sidang BPUPKI yang para founding fathers menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 adalah Undang

Undang Dasar kilat. Perlu diadakan Undang-Undang Dasar baru yang lebih baik dan jika negara dalam keadaan aman. Hal ini dapat kita lihat dalam pidato dari ketua PPKI Ir. Soekarno yang mengatakan: tuan-tuan semuanya tentu mengerti, bahwa Undang Undang Dasar yang (kita) buat sekarang ini adalah Undang-Undang Dasar sementara. Kalau boleh saya memakai perkataan: ini adalah Undang-Undang Dasar kilat. Nanti kalau telah bernegara didalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat Undang-Undang Dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna.113

Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung h.84

63

Tuan-tuan tentu mengerti, bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar sementara. UndangUndang Dasar kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutie-grondwet. Nanti kita membuat Undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh tuan-tuan, agar supaya kita ini hari bisa selesai dengan Undang-Undang Dasar ini. 114 3.1.2. Wewenang MPR Sebelum Perubahan UUD 1945 Sedangkan wewenang MPR menurut Prof Sri Soemantri

bahwa jika diteliti dalam UUD 1945 maka Undang Undang Dasar 1945 hanya mengatur satu wewenang saja, yaitu dalam pasal 37. Dan setelah adanya ketetapan MPR No. 1/MPR/1983 dapat

kita lihat bahwa wewenang MPR tidak hanya itu saja. Dalam pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR No 1/MPR/1983 1. kewenangan MPR ada sembilan, yaitu115:

membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.

2.

Memberikan

penjelasan

yang

bersifat

penafsiran

terhadap putusan-putusan Majelis. 3. Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat

Presiden Wakil Presiden.114 115

Harun Al Rasyid, Naskah UUD 1945 Sesudah Tiga Kali Diubah Oleh MPR, h. 55 Sri Soemantri, Op.Cit, h. 95

64

4.

Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut.

5.

Mencabut

mandat

dan

memberhentikan dalam

Presiden

dan

memberhentikan apabila melanggar Dasar. 6. 7. 8.

Presiden

masa

jabatannya

Presiden/mandataris Haluan Negara dan/atau

sungguh-sungguh Undang-Undang

Mengubah undang-Undang Dasar. Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis. Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota.

9.

Mengambil/memberi

keputusan

terhadap

anggota

yang

melanggar sumpah/janji anggota.

Ada

satu

kewenangan

yang

sudah

dicantumkan

dalam

Undang-Undang Dasar 1945 akan tetapi lebih sering disebut dengan kekuasaan atau kedaulatan. Dalam pasal 1 ayat 3

disebutkan bahwa Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan Rakyat116.116

sepenuhnya Kekuasaan

oleh

Majelis Inggris

Permusyawaratan disebut Power

dalam

bahasa

Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945

65

merupakan Great Authority,117 kewenangan yang sangat

atau dapat diartikan sebagai Hal ini dapa