32
MAKALAH KESEHATAN REPRODUKSI “ABORSI PADA REMAJA” Disusun Oleh : H.KHAIRANI NIM (11110068) Fakultas Kesehatan Masyarakat UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kemampuan dalam proses perkuliahan, dan penulisan makalah yang berjudul “Aborsi”, yang merupakan suatu kajian yang disusun untuk melengkapi tugas Individu dalam mata kuliah Kespro di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Indonesia. Dalam penyusunan makalah ini penulis mengharapkan saran, masukkan bahkan kritik yang membangun

TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

MAKALAH KESEHATAN REPRODUKSI

“ABORSI PADA REMAJA”

Disusun Oleh :

H.KHAIRANI

NIM (11110068)

Fakultas Kesehatan Masyarakat

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

kekuatan dan kemampuan dalam proses perkuliahan, dan penulisan makalah yang

berjudul “Aborsi”, yang merupakan suatu kajian yang disusun untuk melengkapi tugas

Individu dalam mata kuliah Kespro di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Respati Indonesia.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mengharapkan saran, masukkan bahkan

kritik yang membangun untuk makalah ini, sehingga bisa digunakan sebagai referensi

dalam mata kuliah ini.

Page 2: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

Penulis menyampaikan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah Kespro

yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam pembuatan makalah ini. Terima

kasih juga untuk semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini

sehingga dapat selesai seperti yang diharapkan.

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

Bab II Tinjauan Pustaka

2.1 Pengertian Aborsi

2.2 Penyebab Abortus

2.3 Metode – Metode Aborsi

2.4 Macam- Macam Aborsi

2.5 Efek –Efek Aborsi

2.6 Resiko Aborsi

2.7 Upaya Kesehatan Masyarakat

Bab III Pembahasan

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Page 3: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Lebih dari separuh (104,6 juta orang) dari total penduduk Indonesia (208,2 juta

orang) adalah perempuan. Namun, kualitas hidup perempuan jauh tertinggal

dibandingkan laki-laki. Masih sedikit sekali perempuan yang mendapat akses dan

peluang untuk berpartisipasi optimal dalam proses pembangunan. Tidak heran bila jumlah

perempuan yang menikmati hasil pembangunan lebih terbatas dibandingkan laki-laki. Hal

itu terlihat dari semakin turunnya nilai Gender-related Development Index (GDI)

Indonesia dari 0,651 atau peringkat ke 88 (HDR 1998) menjadi 0,664 atau peringkat ke

90 (HDR 2000) (GOI & UNICEF, 2000). GDI mengukur angka harapan hidup, angka

melek huruf, angka partisipasi murid sekolah, dan pendapatan kotor per kapita (Gross

Domestic Product/GDP) riil per kapita antara laki-laki dan perempuan. Di bidang

pendidikan, terdapat perbedaan akses dan peluang antara laki-laki dan perempuan

terhadap kesempatan memperoleh pendidikan. Menurut Susenas 1999, jumlah perempuan

yang berusia 10 tahun ke atas yang buta huruf (14,1%) lebih besar daripada laki-laki pada

usia yang sama (6,3%) (GOI & UNICEF, 2000).

Angka Kematian Ibu (AKI) menurut survei demografi kesehatan Indonesia

(SDKI) 1994 masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran (GOI & UNICEF,

2000). Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua

sebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC)

yang memadai. Walaupun proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melakukan ANC

minimal 1 kali telah mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut SDKI 1994, hanya 43,2%

yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan oleh tenaga kesehatan

menurut SDKI 1997, masih sangat rendah, di mana sebesar 54% persalinan masih

ditolong oleh dukun bayi (GOI & UNICEF, 2000).

Namun tidak semua kehamilan diharapkan kehadirannya. Setiap tahunnya, dari

175 juta kehamilan yang terjadi di dunia terdapat sekitar 75 juta perempuan yang

mengalami kehamilan tak diinginkan (Sadik 1997). Banyak hal yang menyebabkan

seorang perempuan tidak menginginkan kehamilannya, antara lain karena perkosaan,

kehamilan yang terlanjur datang pada saat yang belum diharapkan, janin dalam

Page 4: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

kandungan menderita cacat berat, kehamilan di luar nikah, gagal KB, dan sebagainya.

Ketika seorang perempuan mengalami kehamilan tak diinginkan (KTD), diantara jalan

keluar yang ditempuh adalah melakukan upaya aborsi, baik yang dilakukan sendiri

maupun dengan bantuan orang lain. Banyak diantaranya yang memutuskan untuk

mengakhiri kehamilannya dengan mencari pertolongan yang tidak aman sehingga mereka

mengalami komplikasi serius atau kematian karena ditangani oleh orang yang tidak

kompeten atau dengan peralatan yang tidak memenuhi standar

Keputusan untuk melakukan aborsi bukan merupakan pilihan yang mudah.

Banyak perempuan harus berperang melawan perasaan dan kepercayaannya mengenai

nilai hidup seorang calon manusia yang dikandungnya, sebelum akhirnya mengambil

keputusan. Belum lagi penilaian moral dari orang-orang sekitarnya bila sampai

tindakannya ini diketahui. Hanya orang-orang yang mampu berempati yang bisa

merasakan betapa perempuan berada dalam posisi yang sulit dan menderita ketika harus

memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya.

Aborsi sering kali ditafsirkan sebagai pembunuhan bayi, walaupun secara jelas

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan

sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau kurang dari 22 minggu (WHO 2000).

Dengan perkembangan tehnologi kedokteran yang sedemikian pesatnya, sesungguhnya

perempuan tidak harus mengalami kesakitan apalagi kematian karena aborsi sudah dapat

diselenggarakan secara sangat aman dengan menggunakan tehnologi yang sangat

sederhana. Bahkan dikatakan bahwa aborsi oleh tenaga profesional di tempat yang

memenuhi standar, tingkat keamanannya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan bila

melanjutkan kehamilan hingga persalinan.

Sayangnya, masih banyak perempuan di Indonesia tidak dapat menikmati

kemajuan tehnologi kedokteran tersebut. Mereka yang tidak punya pilihan lain, terpaksa

beralih ke tenaga yang tidak aman yang menyebabkan mereka beresiko terhadap

kesakitan dan kematian. Terciptanya kondisi ini terutama disebabkan karena hukum di

Indonesia masih belum berpihak kepada perempuan dengan melarang tindakan ini untuk

dilakukan kecuali untuk menyelamatkan ibu dan bayinya. Akibatnya, banyak tenaga

profesional yang tidak bersedia memberikan pelayanan ini; walaupun ada, seringkali

diberikan dengan biaya yang sangat tinggi karena besarnya konsekuensi yang harus

Page 5: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

ditanggung bila diketahui oleh pihak yang berwajib. Perkiraan jumlah aborsi di Indonesia

setiap tahunnya cukup beragam. Hull, Sarwono dan Widyantoro (1993) memperkirakan

antara 750.000 hingga 1.000.000 atau 18 aborsi per 100 kehamilan. Saifuddin (1979 di

dalam Pradono dkk 2001) memperkirakan sekitar 2,3 juta. Sedangkan sebuah studi

terbaru yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia

memperkirakan angka kejadian aborsi di Indonesia per tahunnya sebesar 2 juta (Utomo

dkk 2001).

Menjadi remaja berarti menjalani proses berat yang membutuhkan banyak

penyesuaian dan menimbulkan kecemasan. Lonjakan pertumbuhan badani dan

pematangan organ-organ reproduksi adalah salah satu masalah besar yang mereka hadapi.

Perasaan seksual yang menguat tak bisa tidak dialami oleh setiap remaja meskipun

kadarnya berbeda satu dengan yang lain. Begitu juga kemampuan untuk

mengendalikannya.

Di Indonesia saat ini 62 juta remaja sedang bertumbuh di Tanah Air. Artinya, satu

dari lima orang Indonesia berada dalam rentang usia remaja. Mereka adalah calon

generasi penerus bangsa dan akan menjadi orangtua bagi generasi berikutnya. Tentunya,

dapat dibayangkan, betapa besar pengaruh segala tindakan yang mereka lakukan saat ini

kelak di kemudian hari tatkala menjadi dewasa dan lebih jauh lagi bagi bangsa di masa

depan.

Ketika mereka harus berjuang mengenali sisi-sisi diri yang mengalami perubahan

fisik-psikis-sosial akibat pubertas, masyarakat justru berupaya keras menyembunyikan

segala hal tentang seks, meninggalkan remaja dengan berjuta tanda tanya yang lalu lalang

di kepala mereka.

Pandangan bahwa seks adalah tabu, yang telah sekian lama tertanam, membuat

remaja enggan berdiskusi tentang kesehatan reproduksi dengan orang lain. Yang lebih

memprihatinkan, mereka justru merasa paling tak nyaman bila harus membahas

seksualitas dengan anggota keluarganya sendiri!

Tak tersedianya informasi yang akurat dan “benar” tentang kesehatan reproduksi

memaksa remaja bergerilya mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri. Arus

komunikasi dan informasi mengalir deras menawarkan petualangan yang menantang.

Majalah, buku, dan film pornografi yang memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa

Page 6: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

mengajarkan tanggung jawab yang harus disandang dan risiko yang harus dihadapi,

menjadi acuan utama mereka. Mereka juga melalap “pelajaran” seks dari internet, meski

saat ini aktivitas situs pornografi baru sekitar 2-3%, dan sudah muncul situs-situs

pelindung dari pornografi . Hasilnya, remaja yang beberapa generasi lalu masih malu-

malu kini sudah mulai melakukan hubungan seks di usia dini, 13-15 tahun!

Hasil penelitian di beberapa daerah menunjukkan bahwa seks pra-nikah belum

terlampau banyak dilakukan. Di Jatim, Jateng, Jabar dan Lampung: 0,4 – 5% Di

Surabaya: 2,3% Di Jawa Barat: perkotaan 1,3% dan pedesaan 1,4%. Di Bali: perkotaan

4,4.% dan pedesaan 0%. Tetapi beberapa penelitian lain menemukan jumlah yang jauh

lebih fantastis, 21-30% remaja Indonesia di kota besar seperti Bandung, Jakarta,

Yogyakarta telah melakukan hubungan seks pra-nikah.

Berdasarkan hasil penelitian Annisa Foundation pada tahun 2006 yang melibatkan

siswa SMP dan SMA di Cianjur terungkap 42,3 persen pelajar telah melakukan hubungan

seks yang pertama saat duduk di bangku sekolah. Beberapa dari siswa mengungkapkan,

dia melakukan hubungan seks tersebut berdasarkan suka dan tanpa paksaan.

Ketakutan akan hukuman dari masyarakat dan terlebih lagi tidak

diperbolehkannya remaja putri belum menikah menerima layanan keluarga berencana

memaksa mereka untuk melakukan aborsi, yang sebagian besar dilakukan secara

sembunyi-sembunyi tanpa mempedulikan standar medis. Data WHO menyebutkan bahwa

15-50 persen kematian ibu disebabkan karena pengguguran kandungan yang tidak aman.

Bahkan Departemen Kesehatan RI mencatat bahwa setiap tahunnya terjadi 700 ribu kasus

aborsi pada remaja atau 30 persen dari total 2 juta kasus di mana sebgaian besar

dilakukan oleh dukun.

1.2 Tujuan

· Untuk mengetahui dan memahami tentang aborsi yang terjadi pada remaja

· Untuk mengetahui gambaran kasus aborsi pada remaja

Page 7: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Aborsi

Aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar

kandungan (sebelum usia 20 minggu kehamilan), bukan semata untuk menyelamatkan

jiwa ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga bisa karena sang ibu tidak menghendaki

kehamilan itu.

Di kalangan ahli kedokteran dikenal dua macam abortus (keguguran kandungan)

yakni abortus spontan dan abortus buatan. Abortus spontan adalah merupakan mekanisme

alamiah yang menyebabkan terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu.

Penyebabnya dapat oleh karena penyakit yang diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain

yang pada umumnya gerhubungan dengan kelainan pada sistem reproduksi.

Lain halnya dengan abortus buatan, abortus dengan jenis ini merupakan suatu

upaya yang disengaja untuk menghentikan proses kehamilan sebelum berumur 28

minggu, dimana janin (hasil konsepsi) yang dikeluarkan tidak bisa bertahan hidup di

dunia luar.

Page 8: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

2.2 PENYEBAB ABORTUS

Secara garis besar ada 2 hal penyebab Abortus, yaitu :

Maternal.

Penyebab secara umum

1. Infeksi akut

• virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis

• Infeksi bakteri, misalnya streptokokus

• Parasit, misalnya malaria

2. Infeksi kronis

· Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.

· Tuberkulosis paru aktif.

· Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll

Janin

Penyebab paling sering terjadinya abortus dini adalah kelainan pertumbuhan hasil

konsepsi (pembuahan), baik dalam bentuk Zygote, embrio, janin maupun placenta.

ALASAN ABORTUS PROVOKATUS

Abortus Provokatus ialah tindakan memperbolehkan pengaborsian dengan syarat-

syarat sebagai berrikut:

· Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang

terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).

· Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.

· Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.

· Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika

dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan

lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.

· Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.

Page 9: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

· Telah berulang kali mengalami operasi caesar.

· Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung

organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif,

toksemia gravidarum yang berat.

· Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang

disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid, dll.

· Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.

· Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.

· Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus

seperti ini sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater.

Page 10: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

2.3 METODE-METODE ABORSI

1 Urea

Karena bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang biasa dipakai

adalah hipersomolar urea, walau metode ini kurang efektif dan biasanya harus

dibarengi dengan asupan hormon oxytocin atau prostaglandin agar dapat

mencapai hasil maksimal. Gagal aborsi atau tidak tuntasnya aborsi sering terjadi

dalam menggunakan metode ini, sehingga operasi pengangkatan janin dilakukan.

Seperti teknik suntikan aborsi lainnya, efek samping yang sering ditemui adalah

pusing-pusing atau muntah-muntah. Masalah umum dalam aborsi pada trimester

kedua adalah perlukaan rahim, yang berkisar dari perlukaan kecil hingga

perobekan rahim. Antara 1-2% dari pasien pengguna metode ini terkena

endometriosis/peradangan dinding rahim.

2 Prostaglandin

Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh tubuh

dalam proses melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke dalam air

ketuban memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan janin keluar

sebelum waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk hidup sama sekali.

Sering juga garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih dahulu ke cairan ketuban

untuk memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati, karena tak jarang

terjadi janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini dan keluar dalam

keadaan hidup. Efek samping penggunaan prostaglandin tiruan ini adalah bagian

dari ari-ari yang tertinggal karena tidak luruh dengan sempurna, trauma rahim

karena dipaksa melahirkan, infeksi, pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung,

perobekan rahim.

3 Partial Birth Abortion

Metode ini sama seperti melahirkan secara normal, karena janin

dikeluarkan lewat jalan lahir. Aborsi ini dilakukan pada wanita dengan usia

kehamilan 20-32 minggu, mungkin juga lebih tua dari itu. Dengan bantuan alat

USG, forsep (tang penjepit) dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin ditangkap

Page 11: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

dengan forsep itu. Tubuh janin ditarik keluar dari jalan lahir (kecuali kepalanya).

Pada saat ini, janin masih dalam keadaan hidup. Lalu, gunting dimasukkan ke

dalam jalan lahir untuk menusuk kepala bayi itu agar terjadi lubang yang cukup

besar. Setelah itu, kateter penyedot dimasukkan untuk menyedot keluar otak bayi.

Kepala yang hancur lalu dikeluarkan dari dalam rahim bersamaan dengan tubuh

janin yang lebih dahulu ditarik keluar.

4 Histerotomy

Sejenis dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan jika cairan

kimia yang digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil memuaskan. Sayatan

dibuat di perut dan rahim. Bayi beserta ari-ari serta cairan ketuban dikeluarkan.

Terkadang, bayi dikeluarkan dalam keadaan hidup, yang membuat satu

pertanyaan bergulir: bagaimana, kapan dan siapa yang membunuh bayi ini?

Metode ini memiliki resiko tertinggi untuk kesehatan wanita, karena ada

kemungkinan terjadi perobekan rahim.

5 Metode Penyedotan (Suction Curettage)

Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan

metode penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan

usia dini. Mesin penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke

dalam rahim lewat mulut rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini

mengakibatkan tubuh bayi berantakan dan menarik ari-ari (plasenta) dari dinding

rahim. Hasil penyedotan berupa darah, cairan ketuban, bagian-bagian plasenta dan

tubuh janin terkumpul dalam botol yang dihubungkan dengan alat penyedot ini.

Ketelitian dan kehati-hatian dalam menjalani metode ini sangat perlu dijaga guna

menghindari robeknya rahim akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan

pendarahan hebat yang terkadang berakhir pada operasi pengangkatan rahim.

Peradangan dapat terjadi dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa plasenta atau

bagian dari janin yang tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling sering

terjadi yang dikenal dengan komplikasi paska-aborsi.

6 Metode D&C – Dilatasi dan Kerokan

Page 12: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa

untuk memasukkan pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong

berkeping-keping dan diangkat, sedangkan plasenta dikerok dari dinding rahim.

Darah yang hilang selama dilakukannya metode ini lebih banyak dibandingkan

dengan metode penyedotan. Begitu juga dengan perobekan rahim dan radang

paling sering terjadi. Metode ini tidak sama dengan metode D&C yang dilakukan

pada wanita-wanita dengan keluhan penyakit rahim (seperti pendarahan rahim,

tidak terjadinya menstruasi, dsb). Komplikasi yang sering terjadi antara lain

robeknya dinding rahim yang dapat menjurus hingga ke kandung kencing.

7 Pil RU 486

Masyarakat menamakannya “Pil Aborsi Perancis”. Teknik ini

menggunakan 2 hormon sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara

kimiawi menginduksi kehamilan usia 5-9 minggu. Di Amerika Serikat, prosedur

ini dijalani dengan pengawasan ketat dari klinik aborsi yang mengharuskan

kunjungan sedikitnya 3 kali ke klinik tersebut. Pada kunjungan pertama, wanita

hamil tersebut diperiksa dengan seksama. Jika tidak ditemukan kontra-indikasi

(seperti perokok berat, penyakit asma, darah tinggi, kegemukan, dll) yang malah

dapat mengakibatkan kematian pada wanita hamil itu, maka ia diberikan pil RU

486.

Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang

berfungsi vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena

pemblokiran ini, maka janin tidak mendapatkan makanannya lagi dan menjadi

kelaparan. Pada kunjungan kedua, yaitu 36-48 jam setelah kunjungan pertama,

wanita hamil ini diberikan suntikan hormon prostaglandin, biasanya misoprostol,

yang mengakibatkan terjadinya kontraksi rahim dan membuat janin terlepas dari

rahim. Kebanyakan wanita mengeluarkan isi rahimnya itu dalam 4 jam saat

menunggu di klinik, tetapi 30% dari mereka mengalami hal ini di rumah, di

tempat kerja, di kendaraan umum, atau di tempat-tempat lainnya, ada juga yang

perlu menunggu hingga 5 hari kemudian. Kunjungan ketiga dilakukan kira-kira 2

minggu setelah pengguguran kandungan, untuk mengetahui apakah aborsi telah

berlangsung. Jika belum, maka operasi perlu dilakukan (5-10 persen dari seluruh

Page 13: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

kasus). Ada beberapa kasus serius dari penggunaan RU 486, seperti aborsi yang

tidak terjadi hingga 44 hari kemudian, pendarahan hebat, pusing-pusing, muntah-

muntah, rasa sakit hingga kematian. Sedikitnya seorang wanita Perancis

meninggal sedangkan beberapa lainnya mengalami serangan jantung.

8 Suntikan Methotrexate (MTX)

Prosedur dengan MTX sama dengan RU 486, hanya saja obat ini

disuntikkan ke dalam badan. MTX pada mulanya digunakan untuk menekan

pertumbuhan pesat sel-sel, seperti pada kasus kanker, dengan menetralisir asam

folat yang berguna untuk pemecahan sel. MTX ternyata juga menekan

pertumbuhan pesat trophoblastoid – selaput yang menyelubungi embrio yang juga

merupakan cikal bakal plasenta. Trophoblastoid tidak saja berfungsi sebagai

‘sistim penyanggah hidup’ untuk janin yang sedang berkembang, mengambil

oksigen dan nutrisi dari darah calon ibu serta membuang karbondioksida dan

produk-produk buangan lainnya, tetapi juga memproduksi hormon hCG (human

chorionic gonadotropin), yang memberikan tanda pada corpus luteum untuk terus

memproduksi hormon progesteron yang berguna untuk mencegah gagal rahim dan

keguguran.

MTX menghancurkan integrasi dari lingkungan yang menopang,

melindungi dan menyuburkan pertumbuhan janin, dan karena kekurangan nutrisi,

maka janin menjadi mati. 3-7 hari kemudian, tablet misoprostol dimasukkan ke

dalam kelamin wanita hamil itu untuk memicu terlepasnya janin dari rahim.

Terkadang, hal ini terjadi beberapa jam setelah masuknya misoprostol, tetapi

sering juga terjadi perlunya penambahan dosis misoprostol. Hal ini membuat cara

aborsi dengan menggunakan suntikan MTX dapat berlangsung berminggu-

minggu. Si wanita hamil itu akan mendapatkan pendarahan selama berminggu-

minggu (42 hari dalam sebuah studi kasus), bahkan terjadi pendarahan hebat.

Sedangkan janin dapat gugur kapan saja – di rumah, di dalam bis umum, di

tempat kerja, di supermarket, dsb. Wanita yang kedapatan masih mengandung

pada kunjungan ke klinik aborsi selanjutnya, mau tak mau harus menjalani

operasi untuk mengeluarkan janin itu. Bahkan dokter-dokter yang bekerja di

klinik aborsi seringkali enggan untuk memberikan suntikan MTX karena MTX

Page 14: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

sebenarnya adalah racun dan efek samping yang terjadi terkadang tak dapat

diprediksi.

Efek samping yang tercatat dalam studi kasus adalah sakit kepala, rasa

sakit, diare, penglihatan yang menjadi kabur, dan yang lebih serius adalah depresi

sumsum tulang belakang, kekuragan darah, kerusakan fungsi hati, dan sakit paru-

paru. Dalam bungkus MTX, pabrik pembuat menuliskan peringatan keras bahwa

MTX memang berguna untuk pengobatan kanker, beberapa kasus artritis dan

psoriasis, “kematian pernah dilaporkan pada orang yang menggunakan MTX”,

dan pabrik itu menyarankan agar hanya para dokter yang berpengalaman dan

memiliki pengetahuan tentang terapi antimetabolik saja yang boleh menggunakan

MTX. Meski para dokter aborsi yang menggunakan MTX menepis efek-efek

samping MTX dan mengatakan MTX dosis rendah baik untuk digunakan dalam

proses aborsi, dokter-dokter aborsi lainnya tidak setuju, karena pada paket injeksi

yang digunakan untuk aborsi juga tertera peringatan bahaya racun walau MTX

digunakan dalam dosis rendah

2.4 Macam –macam aborsi

1. Aborsi spontanà berlangsung tanpa tindakan apapunà kebanyakan karena

kurang baiknya kondisi sel telur dan sel sperma

2. Aborsi buatanà pengakhiran usia kandungan sebelum 28 minggu sebagai suatu

tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun sipelaksana aborsi.

3. Aborsi terapeutikà pengguguran kandungan yang dilakukan atas indikasi medik.

Penyebab abortus spontan

Lebih dari 80% abortus terjadi pada usia kehamilan 12 minggu. Setengah di

antaranya disebabkan karena kelainan kromosom. Resiko terjadinya abortus

meningkat dengan makin tingginya usia ibu serta makin banyaknya kehamilan. Selain

itu kemungkinan terjadinya abortus bertambah pada wanita yang hamil dalam waktu

tiga bulan setelah melahirkan.

— Abortus Imminens (threatened abortion), yaitu adanya gejala-gejala yang

mengancam akan terjadi aborsi. Dalam hal demikian kadang-kadang kehamilan

Page 15: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

masih dapat diselamatkan.

— Abortus Incipiens (inevitable abortion), artinya terdapat gejala akan terjadinya

aborsi, namun buah kehamilan masih berada di dalam rahim. Dalam hal demikian

kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.

— Abortus Incompletus, apabila sebagian dari buah kehamilan sudah keluar dan

sisanya masih berada dalam rahim. Pendarahan yang terjadi biasanya cukup

banyak namun tidak fatal, untuk pengobatan perlu dilakukan pengosongan rahim

secepatnya.

— Abortus Completus, yaitu pengeluaran keseluruhan buah kehamilan dari rahim.

Keadaan demikian biasanya tidak memerlukan pengobatan.

— Missed Abortion. Istilah ini dipakai untuk keadaan dimana hasil pembuahan yang

telah mati tertahan dalam rahim selama 8 minggu atau lebih. Penderitanya

biasanya tidak menderita gejala, kecuali tidak mendapat haid. Kebanyakan akan

berakhir dengan pengeluaran buah kehamilan secara spontan dengan gejala yang

sama dengan abortus yang lain

— pengakhiran usia kandungan sebelum 28 minggu sebagai suatu tindakan yang

disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun sipelaksana aborsi.

— Abostus ini banyak dilakukan dikarenakan sang calon ibu tidak mau memiliki

anak atau malu.

— Abortus therapeuticus adalah pengakhiran kehamilan pada saat dimana janin

belum dapat hidup demi kepentingan mempertahankan kesehatan ibu. Menurut

Undang-Undang di Indonesia tindakan ini dapat dibenarkan. Keadaan kesehatan

ibu yang membahayakan nyawa ibu dengan adanya kehamilan adalah penyakit

jantung yang berat, hypertensi berat, serta beberapa penyakit kanker.

— Di beberapa negara, termasuk dalam kategori ini adalah kehamilan akibat

perkosaan atau insect, dan pada keadaan dimana bayi yang dikandungnya

mempunyai cacat fisik atau mental yang berat. Di negara-negara Eropa, aborsi

diperbolehkan apabila ibu menderita campak Jerman (German Measles) pada

trimester pertama

Page 16: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

2.5 EFEK ABORSI

1. Efek Jangka Pendek

· Rasa sakit yang intens

· Terjadi kebocoran uterus

· Pendarahan yang banyak

· Infeksi

· Bagian bayi yang tertinggal di dalam

· Shock/Koma

· Merusak organ tubuh lain

· Kematian

2. Efek Jangka Panjang

· Tidak dapat hamil kembali

· Keguguran Kandungan

· Kehamilan Tubal

· Kelahiran Prematur

· Gejala peradangan di bagian pelvis

· Hysterectom

Page 17: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

2.6 RESIKO ABORSI

Aborsi memiliki risiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan

maupun keselamatan hidup seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa

seseorang yang melakukan aborsi ia ” tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh

pulang “.

Resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi berisiko kesehatan dan

keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis. Risiko kesehatan dan keselamatan

fisik yang akan dihadapi seorang wanita pada saat melakukan aborsi dan setelah

melakukan aborsi, Resiko Gangguan kesehatan dan keselamatan fisik :

· Kematian mendadak karena pendarahan hebat.

· Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.

· Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.

· Rahim yang sobek (Uterine Perforation).

· Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada

anak berikutnya.

· Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita).

· Kanker indung telur (Ovarian Cancer).

· Kanker leher rahim (Cervical Cancer).

· Kanker hati (Liver Cancer).

· Kelainan pada ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak

berikutnya dan pendarahan hebat pada kehamilan berikutnya.

· Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi ( Ectopic Pregnancy).

· Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease).

· Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)

Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi

kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki

dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini

dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom

Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam ” Psychological

Reactions Reported After Abortion ” di dalam penerbitan The Post-Abortion

Review.

Page 18: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

Oleh sebab itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam hal ini

adanya perhatian khusus dari orang tua remaja tersebut untuk dapat memberikan

pendidikan seks yang baik dan benar.

Resiko gangguan psikologis

Dalam dunia psikologi dikenal sebagai “Post-Abortion Syndrome”(Sindrom Paska-

Aborsi) atau PAS.

· Kehilangan harga diri (82%)

· Berteriak-teriak histeris (51%)

· Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)

· Ingin melakukan bunuh diri (28%)

· Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)

· Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%

Page 19: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

2.7 Upaya Kesehatan Masyarakat

Terjadinya kasus aborsi yang sangat tinggi di Indonesia ini menunjukan bahwa:

9 Pelayanan kesehatan yang belum berhasil terutama KB

10 Menjadi salah satu faktor yang dapat menentukan tingginya KIA (kematian ibu

dan anak/bayi)à AKI Indonesia (390 per 100.000 kelahiran. tahun 2000)à kematian

tidak aman

11 Menjadi masalah kesehatan reproduksi.

12 Dalam masyarakat sangat bertentangan dengan norma.

13 Tingginya kejadian aborsi ini menunjukan bahwa sosek masyarakat masih rendah

14 Aborsi sangat berisiko pada kesehatan baik kesehatan fisik maupun psikologis

2.7.1 Upaya Preventif

2.7.1.1. Pencegahan Primer :

15 Health Promotionà penyuluhan kesehatan reproduksià KB dan Aborsi, dengan

bekerja sama dengan lintas sektoral dan program kesehatan masyarakat

16 Spesific protectionà semua wanita,remaja, wus yang mempunyai akses

pelayanan kesehatanà KIA (kesehatan Ibu dan Anak)

2.7.1.2. Pencegahan Sekunder :

17 Early diagnostikà pengenalan /deteksi dini tanda bahaya (hamil + gizi kurang ,

anemi,+perdarahan)àabortus

18 Promptreatmentà rujukan ke RS

19 Disability Limitation à apabila kondisi memburuk maka melakukan rujukan ke

RS dengan fasilitias yang lengkap dan lebih baik dan mengikuti program penanganan

cepat tanggap dan akurat

2.7.1.3.Pencegahan Tertier :

1. Rehabilitation à pasca aborsi menjaga kesehatan reproduksi dengan gizi baik

agar tidak anemia, dan melakukan program pemulihan dengan kunjungan rutin ke

pelayanan kesehatan terdekat

Page 20: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

2.7.1.4.Kebijakan Mengenai Aborsi :

20 Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP) yang menjelaskan dengan alasan apapun, aborsi adalah tindakan

melanggar hukum. Sampai saat ini masih diterapkan.

21 Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.

22 Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang menuliskan

dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi).

Page 21: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

BAB III

PEMBAHASAN

Kesimpulan

23 Proses pembuktian atas kasus Abortus Buatan Ilegal sangat sulit dan rumit,

mengingat para pihak dalam melakukan perbuatan tersebut selalu didahului

pemukatan (jahat) untuk saling merahasiakan.

24 Bagaimanapun juga tindakan abortus adalah merupakan tindakan yang tidak dapat

ditolerir baik dari segi hukum maupun agama.

25 Bagi tenaga kesehatan, khususnya Dokter, Bidan dan Juru Obat, ancaman pidana

melakukan perbuatan Abortus Buatan Ilegal dapat ditambah sepertiga dari ancaman

hukumannya.

Saran – saran

· Diharapkan kepada orangtua agar lebih memperhatikan kondisi/ keadaaan anak

khususnya perempuan, seperti membatasi pergaulan, dan memberikan informasi lebih

awal tentang aborsi, serta ilmu agama yang lebih mendalam dengan harapan agar si

anak tidak terjebak dalam kondisi yang kemungkinan dapat terjadi seperti itu.

· Untuk itu baik pemerintah, masyarakat, sekolah dan orangtua agar dapat

memberikan masukan (suplemen) khusus kepada remaja wanita, agar pola pikir

tentang arah-arah negatif dapat dihindari sejak dini

· Hendaknya para tenaga kesehatan agar selalu menjaga sumpah profesi dan kode

etiknya dalam melakukan pekerjaan, sehingga pengurangan kejadian Abortus Buatan

Ilegal dapat dikurangi.

Page 22: TUGAS DEMOGRAFI KEPENDUDUKAN

DAFTAR PUSTAKA

26 GOI & UNICEF. Laporan Nasional Tindak Lanjut Konferensi Tingkat Tinggi

Anak (Draft). Desember 2000.

27 Mochtar, Rustam, 1987, Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Valentino Group, Medan

28 WHO-SEARO. Regional Health Report 1998: Focus on Women. New Delhi:

WHO-SEARO, 1998

29 WHO. Safe Abortion: Technical and Policy Guidance for Health System. A Draft

4 September 2002.

30 Zumrotin K. Susilo and Herna Lestari. Disampaikan pada acara Temu Ilmiah

Fertilitas Endokrinologi Reproduksi, Hotel Savoy Homann Bidakara Bandung, 6

Oktober 2002. Artikel.

31 Syafruddin. Abortus Provocatus dan Hukum. USU-Library. 2003.