Upload
ayu-dwi
View
44
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
PENDAHULUAN
Helmitologi adalah
NEMATODA
NEMATODA USUS
Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian nematoda
menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Diantara nematoda usus terdapat
sejumlah spesises yang ditularkan melalui tanah disebut soil trasmitted helminth. Cacing
yang terpenting bagi manusia Ascaris lumbricoides, Necator Americanus, Ancylostoma
duodenale,Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan beberapa spesies
Trichostrongylus. Nematoda usus lainnya yang penting bagi manusia adalah Oxycuris
vermicularis dan Trichinella spiralis
Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides
Manusia merupakan satu-satunya hospes dari Ascaris lumbricoides.
Penyakit yang ditimbulkan adalah Ascariasis.
Distribusi geografik :
lebih banyak terdapat di daerah beriklim panas dan lembab, namun ada juga yang hidup di
daerah beriklim sedang. Prevalensi di Indonesia sekitar 70%.
MORFOLOGI
Morfologi dan Daur Hidup
SIKLUS HIDUP
• Infeksi pada manusia terjadi karena tertelan telur matang dari tanah yang terkontaminasi -->
telur menetas dalam lambung dan duodenum --> larvanya scr aktif menembus dinding usus --
> via sirkulasi portal --> jantung kanan --> sirkulasi pulmonal --> tersaring kapiler --> 10 hari
di paru-paru --> menembus kapiler masuk ke alveoli --> bronkus --> trachea --> faring -->
tertelan --> matur dan kawin di usus --> produksi telur.
• Seluruh proses ini membutuhkan waktu 8-12 minggu.
KLINIS
Patogenesis yang disebabkan infeksi Ascaris dihubungkan dengan ׃
1) Respon imun hospes
2) Efek migrasi larva
3) Efek mekanik cacing dewasa
4) Defisiensi gisi akibat keberadaan cacing dewasa.
Meskipun dalam perjalanan larva melalui hati dan paru tidak menimbulkan gejala tetapi bila
jumlah larvanya cukup banyak akan menimbulkan pneumonitis.
Ketika larva menembus paru mungkin akan menimbulkan sedikit keruakan pada epitel
bronkus, bila hal ini berlanjut bukan tidak mungkin menimbulkan reaksi jaringan yang hebat.
Pada anak-anak
Terutama di bawah 5 tahun
Menyebabkan defisiensi gizi berat karena jumlah cacing yang banyak.
Akibat langsung berupa :
a. Meningkatnya nitrogen dalam tinja
b. Meningkatnya lemak dalam tinja
c. Kegagalan absorbsi karbohidrat.
DIAGNOSIS
• Pada sediaan sputum akan didapatkan kristal charcot leyden, eosinofil dan larva.
• Pada bilas lambung akan ditemukan larva
• Pada tinja ditemukan telur atau cacing dewasa.
PENGOBATAN
Piperasin, pirantel pamoat, mebendazol atau albendazol.
Syarat untuk pengobatan massal ׃
- Obat mudah diterima masyarakat
- Aturan pemakaian sederhana
- Mempunyai efek samping yang minim
- Bersifat polivalen.
PROGNOSIS
Umumnya baik. Tanpa pengobatan dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun.
Epidemiologi dan pencegahan
• Prevalensi tinggi 60-90 persen.
• Drainase diperbaiki
• Kampanye penggunaan jamban keluarga
• Mencegah penggunaan tinja sebagai pupuk terutama tinja manusia.
• Harus diingat bahwa tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu antara 25-30˚C media yang
baik untuk Ascaris.
NECATOR AMERICANUS dan ANCYLOSTOMA DUODENALE
Cacing tambang paling sering disebabkan oleh Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus. Cacing dewasa tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan telurnya akan
dikeluarkan bersama dengan kotoran manusia. Telur akan menetas menjadi larva di luar
tubuh manusia, yang akan masuk kembali ke tubuh korban melalui telapak kaki yang berjalan
tanpa alas kaki. Larva akan berjalan-jalan di dalam tubuh melalui peredaran darah yang
akhirnya tiba di paru-paru lalu dibatukkan dan ditelan kembali. Gejala meliputi reaksi alergi
lokal atau seluruh tubuh, anemia dan nyeri abdomen.
Cacing ini menghisap darah hanya sedikit namun luka-luka gigitan yang berdarah akan
berlangsung lama, setelah gigitan dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat.
Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat penting
dalam penyebaran infeksi penyakit ini. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah
tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu 16 optimum 320C - 380C. Untuk menghindari
infeksi dapat dicegah memakai sandal atau sepatu bila keluar rumah.
Epidemiologi
Kejadian penyakit ini di Indonesia sering ditemukan pada penduduk yang bertempat
tinggal di pegunungan, terutama di daerah pedesaan, khususnya di perkebunan atau
perkembangan.
Morfologi
Hospes parasit ini adalah manusia. Cacing dewasa hidup di rongga usus halus dengan
giginya melekat pada mukosa usus. Cacing betina memiliki panjang 1 cm, cacing jantan kira-
kira 0,8cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan didalamnya terdapat
sepasang gigi.
Siklus Hidup
Cacing tambang paling sering disebabkan oleh Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus. Cacing dewasa tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan telurnya akan
dikeluarkan bersama dengan kotoran manusia. Setelah 1-1,5 hari dalam tanah, larva tersebut
menetas menjadi larva rhabditiform. Dalam waktu 3 hari larva tumbuh menjadi larva
filariform yang dapat menembus kulit dan bertahan hidup hingga 7-8 minggu di tanah.
Setelah menembus kulit, cacing ikut ke aliran darah, jantung dan lalu paru-paru. Di paru-paru
menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu trachea dan laring.
Cacing dewasa berpindah-pindah tempat di daerah usus halus dan tempat lama yang
ditinggalkan mengalami perdarahan lokal. Jumlah darah yang hilang setiap hari tergantung
pada:
1. jumlah cacing, terutama yang secara kebetulan melekat pada mukosa yang
berdekatan dengan kapiler arteri
2. species cacing : seekor A. duodenale yang lebih besar daripada N.
americanusmengisap 5x lebih banyak darah
3. lamanya infeksi. Gejala klinik penyakit cacing tambang berupa anemia yang
diakibatkan oleh kehilangan darah pada usus halus secara kronik. Terjadinya
anemia tergantung pada keseimbangan zat besi dan protein yang hilang dalam
usus dan yang diserap dari makanan. Kekurangan gizi dapat menurunkan daya
tahan terhadap infeksi parasit. Beratnya penyakit cacing tambang tergantung pada
beberapa faktor, antaza lain umur, wormload, lamanya penyakit dan keadaan gizi
penderita.
Aspek Klinis
Penyakit cacing tambang menahun dapat dibagi dalam tiga golongan :
1. Infeksi ringan dengan kehilangan darah yang dapat diatasi tanpa gejala, walaupun
penderita mempunyai daya tahan yang menurun terhadap penyakit lain.
2. infeksi sedang dengan kehilangan darah yang tidak dapat dikompensasi dan
penderita kekurangan gizi, mempunyai keluhan pencernaan, anemia, lemah, fisik
dan mentaI kurang baik.
3. infeksi berat yang dapat menyebabkan keadaan fisik buruk dan payah jantung
dengan segala akibatnya. Penyelidikan terhadap infeksi cacing tambang pada
pekerja-pekerja di beberapa tempat di Jawa Barat dan di pinggir kota Jakarta,
menunjukkan bahwa mereka semua termasuk golongan I
(Kazyadi dkk., 1973). Reksodipoetro dkk., (1973)
telah memeriksa 20 penderita cacing tambang dengan infeksi berat; hemoglobin berkisar
antara 2,5 -- 10,Og % pada 17 penderita, defisiensi zat besi terdapat pada semua penderita
yang anemia. Disamping itu terdapat kelainan pada leukosit yaitu hipersegmentasi sel
neutrofil pada sebagian besar penderita yang diperiksa. Perubahan tersebut disebabkan oleh
defisiensi vit. B 12 dan/atau asam folat. Diagnosis penyakit cacing tambang dapat dilakukan
dengan menemukan telur cacing tambang dalam tinja.
Pengobatan
Pengobatan penyakit cacing tambang dapat dilakukan dengan berbagai macam
anthelmintik, antara lain befenium hidroksinaftoat, tetraldoretilen, pirantel pamoat dan
mebendazol. Bila cacing tambang telah dikeluarkan, perdarahan akan berhenti, tetapi
pengobatan dengan preparat besi (sulfas ferrosus) per os dalam jangka waktu panjang
dibutuhkan untuk memulihkan kekurangan zat besinya. Di samping itu keadaan gizi
diperbaiki dengan diet protein tinggi.
4. TRICHURIS TRICHIURA
Hospes dan Nama penyakit
Hospes dari cacing trichuris trichiura ini adalah manusia, sedangkan penyakit dari cacing ini
disebut trikuriaris.
Distribusi geografik
Penyakit ini terutama terjadi di daerah subropis dan tropis, dimana kebersihan
lingkungannya buruk serta iklim yang hangat dan lembab memungkinkan telur dari parasit ini
mengeram di dalam tanah.
Morfologi dan daur hidup
Cacing betina panjangnya hingga mencapai kira-kira 5 cm, sedangkan untuk cacing
jantan kira-kira 4 cm. pada bagian anterior dari cacing ini memiliki seperti cambuk yang
panjangnya 3/5 dari panjang tubuh cacing ini. Bagian posterior cacing ini bentuknya lebih
gemuk, sedangkan pada cacing betina bentuknya membulat dan tumpul. Pada cacing jantan
melingkar dan terdapat satu spikulum. Hidup cacing ini pada manusia terdapat di colon
asendens dan sekumdengan bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa
usus.
Cacing betina dapat menghasilkan telur setiap harinya hingga berkisar antara 3000-
10.000 butir. Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, yang memiliki bentuk seperti
tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar
berwarna kekuning-kuningan dengan bagian dalamnya yang jernih. Telur yang dibuahi
dikeluarkan dari hospes dari tinja hospes. Telur akan menjadi matang setelah 3 – 6 minggu
pada kondisi lingkungan yang sesuai pada tanah dan lembab serta daerah yang teduh. Telur
yang matang merupakan telur yang didalamnya berisi larva dan merupakan bentuk
infektifnya. Cara infektif langsung hanya bila secara kebetulan hospes tertelan telur matang.
Larva keluar melalui dinding telur dan kemudian akan masuk ke dalam usus halus. Setelah
cacing ini dewasa maka cacing ini akan turun ke usus bagian distal dan akan masuk kedalam
kolon yaitu terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Lamanya waktu
yang dibutuhkan telur ini tumbuh dari telur ini tertelan sampai cacing dewasabetina
meletakkan telur kira-kira 30-90 hari.
Patologi dan Gejala klinis
Cacing trichuris trichiura pada manusia terutama hidup didaerah sekum dan kolon
asendens. Pada infeksi berat terutama pada anak-anak cacing trichuris trichiura ini tersebar
diseluruh kolon dan rectum yang kadang-kadang terlihat terlihat dimukosa rectum yang
mengalami prolapsus akibat dari mengejannya penderita pada waktu melakukan defekasi.
Cacing trichuris trichiura ini memasukan kepalanya dalam mukosa usus hingga dapat
menjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan dapat mengakibatkan peradangan dimukosa
usus, selain itu akibatnya dapat menimbulkan perdarahan. Selain itu juga cacing ini
menghisap darah dari hospes sehingga dapat mengakibatkan anemia. Untuk penderita pada
anak-anak dengan infeksi trichuris trichiura yang berat dan menahunmenunjukan gejala-
gejala diare yang dapat diselinggi dengan sindrom disentri, anemia, nyeri ulu hati, berat
badan menurun dan kadang- Kadang rektum menonjol melewati anus (prolapsus rektum),
terutama pada anak-anak atau wanita dalam masa persalinan, selain itu juga dapat
menyebabkan peradangan usus buntu (apendisitis).
Pada tahun 1976, bagian parasitologi FKUI telah melaporkan 10 anak dengan
trichuris trichiura berat mengakibatkan diare yang menahun, dapat hingga 2-3 tahun. Infeksi
berat trichuris trichiura dapat diselinggi dengan infeksi cacing yang lainnya atau protozoa.
Infeksi ringan tidak memberikan gejala klinis yang jelas hingga tidak terdapat gejala klinis
sama sekali hingga harus dilakukan pemeriksaan tinja secara rutin.
Selain itu juga Telah dilakukan suatu pemeriksaan tinja dengan metoda langsung,
pengapungan dan sedimentasi yang bertujuan untuk mengetahui metoda yang paling sensitif
dalam mendeteksi adanya telur cacing. Penelitian dilakukan atas murid-murid Sekolah
Madrasah Ibtidaiyah Alhidayah Sukatani bulan Juni-Juli 1992, dengan jumlah seluruh sampel
130. Hasil menunjukkan bahwa metoda yang paling tinggi sensitifitasnya adalah metoda
sedimentasi, lalu metoda pengapungan dan yang paling rendah adalah metoda langsung.
Untuk kasus trichuris trichiura didapatkan sebanyak 20,8%.
Diagnosis
Hasil pemeriksaan dengan mikroskop diagnosis didapatkannya telur didalam tinja hospes.
Pengobatan
Untuk infeksi ringan tidak memerlukan pengobatan. Untuk pemberian obat
tiabendazol dan ditiazin tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan. Saat ini obat yang
digunakan yaitu mebendazol, albendazol, dan oksantel pamoat dapat mengobati dan
didapatkan hasil yang cukup memuaskan. Pengobatan dengan Mebendazol tidak boleh
diberikan kepada wanita hamil karena bisa membahayakan janin yang dikandungnya.
Epidemiologi
Untuk penyebaran infeksi ini yang paling penting merupakan kontaminasi tanah dengan tinja.
Telur cacing trichuris trichiura ini tumbuh didaerh tanah liat, tempat yang lembab dan teduh
dengan suhu rata-rata 30˚C. pada daerah yang banyak menggunakan tinja sebagai pupuk
merupakan jalur infeksi yang tepat. Frekuensi infeksi cacing ini diindonesia sangat tinggi.
Diberbagai daerah pedesaan diindonesia frekunsi infeksinya hingga mencapai 30-90%.
Didaerah sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan cara pengobatan pada penderita
trikuriasis. Pencegahan dapat dengan cara pembuatan jamban yang baik dan diberikan
pengetahuan tentang sanitasi dan terutama kebersihan perorangan terutama pada anak-anak,
dengan mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang dikonsumsi
tanpa pemasakan terutama daerah yang menggunakan pupuk tinja.
STRONGLOIDES STERCORALIS
Strongyloidiasis stercoralis adalah infeksi cacing Strongyloides
stercoralis(Strongyloides stercoralis). Strongyloides stercoralis adalah cacing yang hidup
daerah hangat, daerah lembab. Cacing masuk ke dalam tubuh ketika seseorang menyentuh
tanah yang terkontaminasi cacing.
Cacing kecil hampir tidak terlihat dengan mata telanjang. Cacing gelang muda dapat
bergerak melalui kulit seseorang dan masuk ke dalam aliran darah ke paru-paru dan saluran
udara. Ketika cacing bertambah tua, mereka mengubur diri dalam dinding usus. Kemudian,
mereka menghasilkan telur dalam usus. Daerah di mana cacing masuk melalui kulit dapat
menjadi merah dan menyakitkan.
Strongyloidiasis stercoralis merupakan hospes utama cacing ini, parasit ini dapat
mengakibatkan penyakit strongilodiasis. Distribusi Geografik Terutama terdapat di daerah
tropik dan subtropik, sedangkan didaerah yang beriklim dingin jarang ditemukan. Morfologi
Dan Daur Hidup Hanya cacing dewasa betina yang hidup sebagai parasit di virus duodenum,
bentuknya filform, halus, tidak berwarna, dan panjangnya kira-kira 2 mm. Cara berkembang-
biaknya dengan partenogenesis, telur bentuk parasitik diletakkan dimukosa usus kemudian
telur menetas menjadi larva rabditiform yang masuk ke rongga usus dan dikeluarkan bersama
tinja. Parasit ini mempunyai tiga macam daur hidup : Siklus langsung Bila larva filariform
menembus kulit manusia, larva tumbuh masuk ke peredaran darah vena dan kemudian
melalui jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang sudah mulai menjadi dewasa
menembus alveolus masuk ke trakhea dan laring. Sesudah sampai di laring terjadi refleks
batuk sehingga parasit tertelan kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi
dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28 hari sesudah infeksi Siklus
tidak langsung Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing
jantan dan cacing betina bentuk bebas. Sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur
yang menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform dalam waktu beberapa hari
menjadi larva filariform yang infektif dan masuk ke dalam hospes baru atau larva rabditiform
tadi dapat juga mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung terjadi jika keadaan
lingkungan sekita optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan
bebas parasit ini, misalnya di negeri tropik dengan iklim lembab.
Cacing betina yang hidup sebagai parasit, dengan ukuran 2,20 x 0,04 mm, adalah
seekor nematoda filariform yang kecil, tak berwarna, semi transparan dengan kutikulum yang
bergaris halus. Cacing ini mempunyai ruang mulut dan oesophagus panjang, langsing dan
silindris. Sepanjang uterus berisi sebaris telur yang berdinding tipis, jenih dan bersegmen.
Cacing betina yang hidup bebas lebih kecil dari pada yang hidup sebagai parasit, menyerupai
seekor nematoda rabditoid khas yang hidup bebas dan mempunyai sepasang alat reproduksi.
Cacing jantan yang hidup bebas lebih kecil dari pada yang betina.
Telur
Telur dari bentuk parasitik, sebesar 54 x 32 mikron berbentuk bulat oval dengan
selapis dinding yang transparan. Bentuknya mirip dengan telur cacing tambang, biasanya
diletakkan dalam mukosa usus, telur itu menetas menjadi larva rabditiform yang menembus
sel epitel kelenjar dan masuk kedalam lumen usus serta keluar bersama tinja. Telur jarang
ditemukan di dalam tinja kecuali sesudah diberi pencahar yang kuat.
Siklus hidup
Parasit ini mempunyai 3 macam siklus :
1. Siklus langsung
Sesudah 2 – 3 hari di tanah, larva rabditiform berubah menjadi larva filariform, bila larva
filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh dan masuk ke dalam peredaran darah vena
dan kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru, dari paru parasit yang mulai menjadi
dewasa menembus alveolus, masuk ke trakea dan laring. Sesudah sampai di laring reflek
batuk, sehingga parasit tertelan, kemudian sampai diusus halus bagian atas dan menjadi
dewasa.
2. Siklus tidak langsung
Larva rabditiform berubah menjadi cacing jantan dan betina bentuk bebas, sesudah
pembuahan, cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform, larva
rabditiform dalam waktu beberapa hari dapat menhasilkan larva filariform yang infektif dan
masuk kedalam hospes.
3. Auto infeksi
Larva rabditiform menjadi larva filariform di usus atau di daerah sekitar anus (perianal) bila
larva filariform menembus mukosa atau kulit perianal, mengalami suatu lingkaran
perkembangan di dalam hospes. Auto infeksi menerangkan adanya Strongyloidiasis yang
persisten, mungkin selama 36 tahun, di dalam penderita yang hidup di derah non endemik.
Identifikasi
Adalah infeksi cacing, umumnya tanpa gejala yang menyerang duodenum dan bagian
atas jejunum. Gejala klinis yang muncul antara lain timbulnya dermatitis ringan pada saat
larva cacing masuk ke dalam kulit pada awal infeksi. Gejala lain yaitu batuk, ronki, kadang-
kadang pneumonitis jika larva masuk ke paru-paru; atau muncul gejala-gejala abdomen yang
disebabkan oleh cacing betina dewasa yang menempel pada mukosa usus. Gejala infeksi
kronis tergantung kepada intensitas dari infeksi, bisa ringan dan bisa juga berat.
Penyebab:
Penyebaran infeksi strongyloides seiring dengan infeksi cacing tambang, tetapi
frekuensinya lebih rendah di daerah dengan iklim sedang. Infeksi terutama terdapat di daerah
tropik dan sub tropik, dimana panas, kelembaban dan tidak adanya sanitasi menguntungkan
lingkaran hidupnya yang bebas. Di Amerika Serikat hal ini terjadi di bagian selatan, di
daerah luar kota.
Nematoda tersebut (gelang) strongyloides stercoralis,. strongyloides lainnya termasuk s,
fülleborni, yang menginfeksi simpanse dan babun dan dapat menghasilkan infeksi terbatas
pada manusia. kehidupan siklus: siklus hidup strongyloides stercoralis strongyloides siklus
hidup lebih kompleks dibandingkan dengan nematoda yang paling dengan alternasi yang
antara siklus hidup bebas dan parasit, dan potensinya untuk autoinfection dan multiplikasi
dalam host. dua jenis ada siklus: siklus hidup bebas: larva rhabditiform lewat di bangku (lihat
siklus parasit di bawah) dapat ganti kulit dua kali dan menjadi larva infektif filariform
(pengembangan langsung) atau empat kali ganti kulit dan menjadi hidup bebas laki-laki
dewasa dan perempuan yang mate dan memproduksi telur yang menetas larva rhabditiform.
yang terakhir pada gilirannya dapat berkembang menjadi generasi baru dari orang dewasa
yang hidup bebas (yang diwakili dalam), atau menjadi larva infektif filariform. filariform
larva menembus kulit manusia tuan rumah untuk memulai siklus parasit (lihat di bawah).
siklus parasit: larva filariform dalam tanah yang terkontaminasi menembus kulit manusia, dan
diangkut ke paru-paru mereka menembus ruang alveolar, mereka dibawa melalui pohon
bronkial ke kerongkongan.
Gejala
Gejala yang paling khas adalah sakit perut, umumnya sakit pada ulu hati seperti gejala
ulcus ventriculi, diare dan urticaria; kadang-kadang timbul nausea, berat badan turun, lemah
dan konstipasi. Timbulnya dermatitis yang sangat gatal karena gerakan larva menyebar dari
arah dubur; dapat juga timbul peninggian kulit yang stationer yang hilang dalam 1-2 hari atau
ruam yang menjalar dengan kecepatan beberapa sentimeter per jam pada tubuh. Walaupun
jarang terjadi, autoinfeksi dengan beban jumlah cacing yang meningkat terutama pada
penderita dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah dapat menyebabkan
terjadinyastrongyloidiasis diseminata, terjadi penurunan berat badan yang drastic, timbul
kelainan pada paru-paru dan berakhir dengan kematian. Pada keadaan seperti ini sering
terjadi sepsis yang disebabkan oleh bakteri gram negatif. Pada stadium kronis dan pada
penderita infeksi berulang serta pada penderita infeksi human T-cell lymphotrophic virus
(HTLV-1)ditemukan eosinofilin ringan (10%-25%). Eosinofilia ringan juga dijumpai pada
penderita yang mendapatkan kemterapi kanker, sedangkan pada strongyloidiasis
disseminata jumlah sel eosinofil mungkin normal atau menurun.
Cara-cara Penularan
Larva infektif (filaform) yang berkembang dalam tinja atau tanah lembab yang
terkontaminasi oleh tinja, menembus kulit masuk ke dalam darah vena di bawah paru-paru.
Di paru-paru larva menembus dinding kapiler masuk kedalam alveoli, bergerak naik menuju
ketrachea kemudian mencapai epiglottis. Selanjutnya larva turun masuk kedalam saluran
pencernaan mencapai bagian atas dari intestinum, disini cacing betina menjadi
dewasa. Cacing dewasa yaitu cacing betina yang berkembang biak dengan cara partogenesis
hidup menempel pada sel-sel epitelum mukosa intestinum terutama pada duodenum, di
tempat ini cacing dewasa meletakkan telornya. Telor kemudian menetas melepaskan larva
non infektifrhabditiform. Larva rhabditiform ini bergerak masuk kedalam lumen usus, keluar
dari hospes melalui tinja dan berkembang menjadi larva infektif filariform yang dapat
menginfeksi hospes yang sama atau orang lain. Atau larva rhabditiform ini dapat
berkembang menjadi cacing dewasa jantan dan betina setelah mencapai tanah. Cacing dewasa
betina bebas yang telah dibuahi dapat mengeluarkan telur yang segera mentas dan
melepaskan larva non infektifrhabditiform yang kemudian dalam 24-36 jam berubah
menjadi larva infektiffilariform.Kadangkala pada orang-orang tertentu,
larva rhabditiform dapat langsung berubah menjadi larva filariform sebelum meninggalkan
tubuh orang itu dan menembus dinding usus atau menembus kulit di daerah perianal yang
menyebabkan auotinfeksi dan dapat berlangsung bertahuntahun.
Masa Inkubasi
Waktu yang diperlukan mulai saat larva infektif filariform menembus kulit sampai
ditemukan larva non infektif rhabiditform dalam tinja penderita adalah 2-4 minggu.
Sedangkan waktu dari masuknya larva infeksi sampai timbul gejala tidak pasti, bervariasi
dari orang ke orang.
Masa penularan:
Selama cacing dewasa ada dalam usus dan dapat berlangsung hingga 35 tahun jika
terjadi autoinfeksi.
Kerentanan dan kekebalan
Setiap orang rentan terhadap penularan cacing ini. Imunitas setelah infeksi cacing
tidak terbentuk dalam tubuh manusia, imunitas hanya terbentuk pada percobaan laboratorium.
Penderita AIDS dan penderita tumor ganas atau mereka yang mendapatkan pengobatan yang
menekan sistem kekebalan tubuh dapat rentan terhadap infeksi cacing ini.
Cara-cara pemberantasan
1. Tindakan pencegahan
Buanglah tinja di jamban yang saniter. Lakukan penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat untuk benar-benar memperhatikan kebersihan perorangan dan kebersihan
lingkungan. Gunakan alas kaki di daerah endemis. Sebelum memberikan terapi
imunosupresif kepada seseorang, Pastikan bahwa orang tersebut tidak menderita
strongyloidiasis. Periksa semua najing, kucing, kera yang kontak dekat dengan manusia, obati
binatang yang terinfeksi cacing ini.
2. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar
Laporan ke Dinas Kesehatan setempat: Penyakit ini tidak wajib dilaporkan, Kelas 5 (lihat
tentang laporan penyakit menular).
1. Isolasi: Tidak ada.
2. Tindakan disinfeksi: Membuang feces secara saniter.
3. Karantina: Tidak ada.
4. Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Terhadap anggota keluarga penderita
dan penghuni asrama dimana ada penderita dilakukan pemeriksaan Kalau-kalau ada
yang terinfeksi.
5. Pengobatan spesifik: Karena adanya potensi untuk autoinfeksi dan penularan kepada
orang lain, semua penderita tanpa melihat jumlah cacing yang dikandungnya harus
dilakukan pengobatan dengan ivermectin (Mectizan®), Thiabendazole (Mintezol®)
atau albendazole (Zentel®). Perlu diberikan pengobatan ulang.
Diagnosa Laboratorium
Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan ditemukannya larva pada daerah perianal
yang diperiksa dengan metoda graham scoth.
Diagnosa lain
Dibuat dengan menemukan larva cacing pada spesimen tinja segar atau dengan
metode pelat agar, pada aspirat duodenum atau kadang-kadang larva ditemukan pada sputum.
Pemeriksaan ulang perlu dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa lin. Tinja yang disimpan
dalam suhu kamar 24 jam atau lebih, ditemukan parasit yang berkembang dalam berbagai
stadium, larva stadium rhabditiform (non infeksius), larva filaform (infektif).
Larva filaformini harus dibedakan dengan larva cacing tambang dan dengan cacing dewasa.
Diagnosa dapat juga ditegakkan dengan pemeriksaan serologis seperti EIA, dengan
menggunakan antigen berbagai stadium, biasanya memberikan hasil positif sekitar 80%-85%.
Perawatan
Tujuan pengobatan adalah untuk menghilangkan cacing dengan obat anti cacing
seperti ivermectin. Dalam beberapa kasus, misalnya di dalam orang-orang yang akan
mengambil obat imunosupresif, orang-orang tanpa gejala yang diobatin
Daur Hidup Strongyloides stercoralis
TRANSMITTED HELMITHS
Soil Transmitted Helminths adalah cacing golongan nematoda yang memerlukan tanah untuk
perkembangan bentuk infektifnya. Di Indonesia golongan cacing ini dapat menyebabkan
masalah kesehatan bagi masyarakat indonesia. Diantara nematoda tersebut terdapat sejumlah
spesies yang ditularkan melalui tanah dan disebut “Soil Transmitted Helminths” adalah
Ascaris lumbricoides, Necator Americanus, Ancylostoma Duodenale, Trichuris Trichiura,
Stongyloides stercoralis. Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit yang dapat
dicegah dan disembuhkan. Penyakit kecacingan ini ditularkan terutama melalui tanah (Soil
Transmitted Helminths) adalah cacing dalam usus yang daur hidupnya memerlukan hidup di
tanah untuk berkembang dan menjadi infektif pada manusia. Metode yang di gunakan dalam
penelitian ini adalah metode flotasi NaCL jenuh dengan sampel faeces, dan tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya infeksi cacing Soil Transmitted
Helminths, mengetahui perilaku hidup sehat yang berhubungan dengan penyakit kecacingan
serta untuk mengetahui hubungan antara perilaku hidup sehat dengan infeksi kecacingan pada
pekerja genteng di Desa Ngembal Kulon Kecamatan Jati, Kudus. Dari hasil penelitian yang
diperiksa di Laboratorium Parasitologi DIII Analis Kesehatan FIKKES Universitas
Muhammadiyah Semarang, dapat diperoleh pekerja genteng di Desa Ngembal Kulon
Kecamatan Jati, Kudus yang dinyatakan positif terinfeksi Soil Transmitted Helminths adalah
44,68 % dan yang negatif 55,52 % yang diambil secara keseluruhan dari total populasi dan
yang di dapat hanya 47 sampel. Berdasarkan hasil uji statistik Chi-square ada hubungan yang
signifikasi antara kejadian kecacingan Soil Transmitted Helminths berdasarkan perilaku
hidup sehat pada pekerja genteng di Desa Ngembal Kulon Kecamatan Jati Kabupaten Kudus.
br /