Upload
yonodong
View
215
Download
19
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Definisi dan Karakteristik Timbal
Timbal atau yang kita kenal sehari-hari dengan timah hitam dan dalam bahasa
ilmiahnya dikenal dengan kata Plumbum dan logam ini disimpulkan dengan timbal (Pb).
Dalam bahasa Anglo-saxon disebut dengan lead. Unsur ini telah lama diketahui dan
disebutkan di kitab Exodus. Para alkemi mempercayai bahwa timbal merupakan unsur
tertua dan diasosiasikan dengan planet Saturn.
Timbal didapatkan dari galena (PbS) dengan proses pemanggangan Anglesite,
cerussite, dan timbal alami, walau ada jarang ditemukan di bumi. Logam ini termasuk
kedalam kelompok logam-logam golongan IV–A pada tabel periodik unsur kimia.
Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat (BA) 207,2. Timbal
merupakan suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh
327°C dan titik didih 1.620°C pada suhu 550-600°C. Timbal (Pb) menguap dan
membentuk oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Bentuk oksidasi yang paling
umum adalah timbal (II). Walaupun bersifat lunak dan lentur, timbal (Pb) sangat rapuh
dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam.
Timbal (Pb) dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat.
Timbal (Pb) banyak digunakan untuk berbagai keperluan karena sifatnya sebagai
berikut :
1. Timbal mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam bentuk cair
dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal.
2. Timbal merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai
bentuk.
3. Sifat kimia timbal (Pb) menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai lapisan
pelindung jika kontak dengan udara lembab.
4. Timbal dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang terbentuk
mempunyai sifat berbeda dengan timbal (Pb) yang murni.
5. Densitas timbal (Pb) lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali emas
dan merkuri.
Unsur Timbal mudah melarut dalam asam nitrat yang sedang kepekatannya (8
M), dan terbentuk juga nitrogen oksida :
3Pb + 8HNO3 (pekat) ——> 3Pb(NO3)2(aq) + 2NO(g) + 4H2O(l)
1
Gas nitrogen(II) oksida yang tak berwarna itu, bila bercampur dengan udara, akan
teroksidasi menjadi nitrogen dioksida yang merah:
2NO(g) (tidak berwarna) + O2(g) ——> 2NO2(g) (merah)
Dengan asam nitrat pekat terbentuk lapisan pelindung berupa timbal nitrat pada
permukaan logam, yang mencegah pelarutan lebih lanjut. Asam klorida encer atau asam
sulfat encer mempunyai pengaruh yang hanya sedikit, karena terbentuknya timbal
klorida atau timbal sulfat yang tak larut pada permukaan logam itu.
Endapan timbal sulfida terurai bila ditambahkan asam nitrat pekat, dan unsur
belerang yang berbutir halus dan berwarna putih akan mengendap :
3PbS (s) + 8HNO3(pekat) ——-> 3Pb(NO3)2(aq) + 3S(s) + 2NO(g) +
4H2O(l)
Timbal adalah sebuah elemen beracun, secara prinsip terdispersi di alam dan
lingkungan pertanian melalui aktivitas manusia seperti pembuangan kotoran dan asap
kendaraan bermotor serta melalui emisi atmosfir dari aktivitas industri dan pemukiman
kota seperti limbah baterai. Walaupun unsur Timbal tidak essensial untuk pertumbuhan
tanaman, namun dapat diambil oleh kebanyakkan spesies tanaman dalam jumlah yang
relatif sedikit.
1.2 Penggunaan Timbal (Pb)
Menurut Fardiaz (1992) Penggunaan timbal (Pb) terbesar adalah dalam produksi
baterei penyimpan untuk mobil, dimana digunakan timbal (Pb) metalik dan komponen-
komponennya. Penggunaan lainnya dari timbal (Pb) adalah untuk produk-produk logam
seperti amunisi, pelapis kabel, pipa, dan solder. Beberapa produk logam dibuat dari
timbal (Pb) murni yang diubah menjadi berbagai bentuk, dan sebahagian besar terbuat
dari alloy timbal (Pb). Solder mengandung 50–95% timbal (Pb), sedangkan sisanya
adalah timah.
Logam pencetak yang digunakan dalam percetakan terdiri dari timbal (Pb), timah
dan antimony, dimana komposisinya pada umumnya terdiri dari 85% timbal (Pb), 12%
antimony, dan 3% timah. Peluru timbal (Pb) mengandung 0,1–0,2 % arsenik untuk
menambah kekerasannya. Penggunaan timbal (Pb) yang bukan alloy terutama terbatas
pada produk-produk yang harus tahan karat. Sebagai contoh pipa timbal (Pb) digunakan
untuk pipa-pipa yang akan mengalirkan bahan-bahan kimia yang korosif, lapisan timbal
(Pb) digunakan untuk melapisi tempat-tempat cucian yang sering mengalami kontak
2
dengan bahan-bahan korosif, dan timbal (Pb) juga digunakan sebagai pelapis kabel listrik
yang akan digunakan di dalam tanah atau di bawah permukaan air.
Komponen timbal (Pb) juga digunakan sebagai pewarna cat karena kelarutannya
di dalam air rendah, dapat berfungsi sebagai pelindung, dan terdapat dalam berbagai
warna. Timbal putih dengan rumus Pb(OH)2.2PbCO3 adalah yang paling banyak
digunakan. Timbal merah atau Pb3O4 merupakan bubuk berwarna merah cerah yang
digunakan sebagai pewarna cat yang tahan karat. Cat berwarna kuning dapat dibuat
dengan menambahkan kuning khrom atau PbCrO4. Timbal (Pb) juga digunakan sebagai
campuran dalam pembuatan pelapis keramik yang disebut Glaze. Glaze adalah lapisan
tipis gelas yang menyerap ke dalam permukaan tanah liat yang digunakan untuk
membuat keramik. Komponen utama dari keramik adalah silika yang bergabung dengan
okside lainnya membentuk silikat kompleks atau gelas. Komponen timbal (Pb) yaitu PbO
ditambahkan ke dalam glaze untuk membentuk sifat mengkilap yang tidak dapat
dibentuk dengan okside lainnya.
Gambar 1.1 Unsur Timbal
3
BAB II
PENYELIDIKAN UMUM
2. 1 Studi Pustaka
a. Keadaan Geologi Regional
Daerah Pasaman secara geologi didasari oleh batuan metasedimen Permo-
Karbon Formasi Kuantan yang disusun oleh batusabak, kuarsit, arenit, metakuarsit,
metawake, batugamping, filit dan sedikit batuan metagunungapi intermediate-basa
yang diintrusi oleh Batolit Granitoid Mesozoik. Batuan tersebut dikelompokan
menjadi beberapa group batuan sedimen dan meta sedimen, batuan gunungapi dan
batuan intrusi serta dapat di uraikan sebagai berikut dengan urutan tua ke muda.
1) Batuan Sedimen Metasedimen
Tapanuli Group berumur Permo Karbon terdiri dari :
Formasi Kuantan (Puku) : metasedimen.
Peusangan Group berumur Permo – Trias terdiri dari :
Formasi Silungkang (Pps) : batugamping, metagunungapi, metatufa, batupasir
gunungapi klastika.
Formasi Cubadak (Mtc) : batulumpur, batulanau, batupasir gunungapi klastika.
Formasi Telukkido (Mlt) : argilit dan arenit felspatik piritik; batubara tipis dan
sisa tumbuhan.
Woyla Group berumur Jura Dan Kapur terdiri dari :
Kelompok Woyla (Muw) : tak terbedakan, metagunungapi, metatufa,
metabatugamping, metawake, batuhijau, filit, batusabak.
Melange kelompok woyla (Muwn) : batuhijau, metawake, metatufa,
metagunungapi, dipisahkan oleh serpentin; beberapa rijangan beranekawarna;
Formasi Sikubu (Musk) : wake metagunungapi klastika, batuan gunungapi
andesit dan peperit.
Formasi Belok Gadang (Mubg) : selangseling tipis arenit dan argilit berubah
menjadi argilit kersik merah, rijang radiolarian merah dan lava spilit.
Formasi Muarasoma (Mums) : argilit, metabatugamping, arenit, seperti pasir
arenit, batusabak, metagunungapi, metatufa, metakonglomerat dan mungkin
metawake.
Kampar Group berumur Tersier terdiri :
Formasi Pematang (Tlpe) : batulempung, serpih berkarbon, batupasir dan
konglomerat.
4
Formasi Telisa (Tmt) : bataulanau berkarbon sampai gampingan, batupasir
lanauan dan serpih, konglomerat, sedikit gampingan dan serpih glukonit;
Formasi Sihapas (Tms) : batupasir kuarsa, serpih berkarbon batulanau,
konglomerat.
2) Batuan Intrusi
Berumur Permo-Trias, Jura Dan Kapur, Tersier (Oligosen – Eosen – Miosen –
Pliosen) terdiri dari batuan : granodiorit, granit, diorit.
3) Batuan Gunungapi (Tersier)
Terdiri dari batuan gunungapi tak terpisahkan, terutama lapisan batuan
gunungapi, tidak menunjukan bekas pusat gunungapi.
b. Keadaan Tektonik
Secara tektonik Pulau Sumatera terbentuk sebagai akibat adanya interaksi
subduksi antara Lempeng Samudera Hindia atau Indian-Australia Oceanic Crust
dengan Lempeng Benua Asia Asia Continental Crust.
Secara umum daerah penyelidikan dan sekitarnya termasuk dalam Zona
Busur Muka dan Busur Magmatik dari Tatanan Tektonik Sumatera.
Gambar 2.1 Proses Subduksi Antar Lempeng
5
c. Batasan Luas Daerah Kerja
Secara administratif, wilayah kegiatan eksplorasi terletak di Kabupaten
Pasaman dan secara geografis wilayah ini terletak pada : 100° 05’ dan 100° 10’
Bujur Timur dan 0° 15’ dan 0° 21’ Lintang Utara dengan luas wilayah sekitar 104
km persegi.
Kegiatan eksplorasi ini dimaksudkan untuk mencari data primer maupun data
sekunder tentang potensi sumber daya mineral yang terdapat di daerah ini untuk
melengkapi bank data yang telah dimiliki oleh Pusat Sumber Daya Geologi.
Tujuannya adalah untuk pembuatan Bank Data Sumber Daya Mineral
Nasional dengan data terbaru dan akurat. Data tersebut dapat membantu untuk
memudahkan pemerintah daerah setempat dalam rangka pengembangan wilayah
guna menggali pendapatan asli daerah di bidang pertambangan.
Daerah Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu
daerah yang mempunyai sebaran endapan timbal (Pb) yang cukup potensial, baik
yang telah diketahui potensinya maupun yang masih indikasi. Untuk mengetahui
lebih jauh potensi dan indikasi tersebut sejak tahun 2005, Pusat Sumber Daya
Geologi telah melakukan kegiatan inventarisasi endapan mineral logam, khususnya
timbal di Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat.
2.2 Mengambil Conto Batuan
Pemerconto dilakukan pada urat yang diperkirakan mengandung Timbal, batuan
samping, tailling hasil pengolahan timbal, kaolin dan sedimen sungai aktif dengan
jumlah 23 conto serta lokasi pemerconto diukur koordinatnya dengan menggunakan
GPS. Dalam kegiatan ini peta kerja mempergunakan peta dasar sekala 1 : 40.000 seri
1043 AMS Hind, lembar no. 82 untuk daerah Kinandam, lembar no. 77 untuk daerah
Balimbing. Disebabkan peta AMS Hind yang diperoleh tidak jelas koordinatnya, maka
lokasi conto hanya dapat digambarkan seperti gambar 2.2
6
Gambar 2.2 Lokasi Kegiatan Pengambilan Conto
7
BAB III
PENYELIDIKAN PENDAHULUAN
3. 1 Geologi Daerah Balimbing
Morfologi daerah Balimbing termasuk satuan morfologi perbukitan terjal,
yang merupakan morfologi umum pada daerah pertambangan di daerah Kabupaten
Pasaman.
Batuan yang terdapat di daerah ini adalah rangkaian batuan gunungapi
asam terdiri dari riolit – riodasit, tufa (welded tuff) fragment terdiri dari kuarsa –
biotit feldspar, breksi piroklastik dan sejumlah kecil andesit porpiritik – andesit
basaltik.Secara tidak selaras di atas rangkaian batuan gunungapi ini pada kaki bukit
diendapkan konglomerat polimiktik dan kerikil. Diperkirakan ini merupakan hasil
dari sedimentasi muda di dalam Graben Sumpur yang diikuti oleh adanya patahan
naik.
Gambar 3.1 Geologi daerah Balimbing
8
3.2 Geologi Daerah Kinandam
Secara morfologi daerah Kinandam termasuk dalam satuan morfologi perbukitan
terjal dicirikan dengan perbedaan relief yang besar, kemiringan lereng lebih besar dari
30%.
Secara umum batuan yang ditemukan di daerah ini dari muda ke tua adalah :
Batuan hasil letusan gunungapi atau agglomerat dengan material andesit basaltik dan
bongkah andesit (10 – 40 cm) yang terpilah buruk dengan matriks tuffaan; Stockwork,
breksi dimana rekahan-rekahan diisi dan dikontrol oleh urat kuarsa. Riolit dengan kuarsa
± fenokris biotit dalam suatu leukokratik matrik berbutir halus kuarsa-plagioklas-
potasium feldspar. Mineral tersebut umumnya memperlihatkan lapisan berarah dan
tekstur autobreksiasi; Tuffa asam dan epiklastik yang berhubungan dengan aliran riolit;
Batuan gunungapi intermediate terdiri dari tuffa andesitik homogen, tuff lapili;
agglomerate, aliran bersifat andesitik dan intrusi-intrusi kecil.
Umur relatif dari unit-untit litologi tersebut diinterpretasikan Tersier Tengah
untuk rangkaian batuan gunungapi intermediate basal, Tersier Atas sampai Kuarter
Tengah untuk batuan gunungapi asam dan Tersier Atas untuk agglomerat. Waktu dan
pengikisan ketidak selarasan diinterpretasi terjadi diantara batuan gunugapi basal,
rangkaian batuan gunungapi asam dan agglomerat muda.
Gambar 3.2 Geologi Daerah Kinandam
9
3.3 Mineralisasi dan Jalur Metalogen
Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat memiliki potensi bahan galian
mineral logam seperti : emas, besi, timah hitam. Emas umumnya ditemukan pada Group
Woyla dan batuan gunungapi, kromit pada batuan ultramafik terdiri dari Harzburgit,
dunit, piroksenit, serpentinit, timah hitam pada batuan gunungapi. Selain bahan galian
logam di daerah ini juga dapat ditemukan batubara pada Formasi Sihapas dengan
ketebalan 1 – 3 m dan bahan galian industri serta bahan bangunan yang umumnya telah
diusahakan oleh penduduk setempat. Bahan galian penting di daerah ini adalah emas dan
perak yang telah di temukan sejak tahun 1907. Pada umumnya mineralisasi logam mulia
tersebut berasosiasi dengan urat kuarsa (vein type epithermal) dengan ketebalan yang
sangat bervariasi.
Dari litologi yang dijumpai mulai dari aluvial, koluvium, metasedimen dan
batuan terobosan yang terdiri dari granit dan granodiorit, maka dapat diharapkan zona
mineralisasi terjadi pada kontak batuan sedimen dengan batuan terobosan yang ada
terutama batuan intrusi granit. Mineralisasi pada batuan metasedimen Formasi Kuantan
diperkirakan sebagai akibat kontak hidrothermal dengan intrusi batholit Tadung
Kumbang. Mineralisasi tipe kontak hidrothermal biasanya banyak mengandung oksida-
oksida dan atau sulfida-sulfida dari logam Au, Ag, Pb, Zn, Sb, Hg dan Fe.
Bentuk cebakan hidrothermal sering mengikuti bentuk rongga/replacement.
Bentuk urat dan impregnasi dapat digolongkan pada proses “cavity filling”. Pada
cebakan yang mengisi rongga (cavity filling) bisa terjadi dua proses yaitu pembentukan
rongga dan pengisian larutan oleh mineral.
Kontak hidrothermal antara batuan metasedimen Formasi Kuantan dengan intrusi
batholit Tadung Kumbang dijumpai sepanjang anak air Tambangan Sanik mulai dari
jalan desa sampai kurang lebih 60 meter ke arah hulu dengan lebar mencapai 40 meter.
Mineralisasi dijumpai baik berupa urat-urat halus larutan silika berukuran
beberapa cm sampai 10 cm maupun penggantian pada batuan samping. Kenampakan
megaskopis batuan berwarna abu-abu terang, berbutir sedang sampai halus, agak kompak
mengandung mineral-mineral sulfida seperti galena, pirit dan kalkopirit dengan oksida
besi sebagai pengotor dalam massa dasar silika.
Arah umum penyebaran logam dasar yang tersingkap di permukaan berkisar
antara barat laut– tenggara yang dikontrol oleh struktur patahan orde kedua dan
seterusnya dari sesar besar Sumatera.
10
Jalur metalogen adalah jalur barisan : dari Aceh, Pegunungan Bukit Barisan,
Lampung, Bobaris (Meratus). Kandungan mineralnya di Sumatera (batuan asam
intermediet) Ag, Au, Pb, & Zn. Di Kalimantan (batuan ultra basa) Au, Ag, & Pt. Di
pulau Sebuku pada batuan basa adalah U, Th, Ra dan pada batuan ultra basa adalah
Su, Ni & Fe.
Gambar 3.3 timbal (lead) terdapat pada bagian fore-arc basin
a. Kinandam
Mineralisasi yang terbentuk berasosiasi setempat dengan batuan riolit. Zona breksiasi
dengan lebar 5 – 40 m terjadi sepanjang kontak batuan riolit dan rangkaian batuan
gunungapi asam. Zona ini mengandung stocwork, “hydraulic breccia” dan rekahan
yang diisi urat kuarsa mikrokristalin sampai kristalin (kuarsa 5 – 80%) dikenal
sebagai Urat Kinandam dan dikontrol oleh struktur berarah baratlaut-tenggara. Urat
yang terdapat pada batuan riolit, dikenal ada tiga urat utama, yaitu : urat Kring dengan
arah 135°, urat Kasai dengan arah 135° dan urat Tungang dengan arah 25°.
Alterasi yang berkembang di daerah ini, adalah : filik (terdiri dari kumpulan kuarsa,
lempung dan pirit) dan silisifikasi (kuarsa-pirit, ± kalsit). Kedua alterasi ini
menunjukan proses hidrotermal temperatur rendah.
11
Gambar 3.4 Peta Zona Mineralisasi Daerah Kinandam
Hasil conto bor dengan kandungan logam dasar rendah (15 ppm Cu, 4 ppm Pb, 6 ppm
Zn). Tabel 1, 2 dan 3 di bawah ini menjelaskan ringkasan hasil bor KND 001, KND
002 dan KND 003.
12
b. Balimbing
Mineralisasi terbentuk pada batuan andesit, dasit dan riodasit. Hasil penyelidikan
terdahulu di daerah ini dapat diindentifikasi terdapat 2 tipe mineralisasi, yaitu : Urat
kuarsa sulfida rendah : yang ekonomis terdapat setempat-setempat, conto yang
diperoleh dari Lobang Gunjo terdiri dari lapisan halus kalsedonik – kuarsa
mikrokristalin, “cockade” dan tekstur breksi.
Gambar 3.5 penampang bor KND 001
13
Gambar 3.6 Daerah yang dianggap prospek pada daerah Tambang Balimbing
3. 2 Interpretasi Keadaan Geologi
a. Stratigrafi Kedudukan
Berdasarkan data-data yang diambil di lapangan, stratigrafi daerah penyelidikan
dari yang muda ke yang tua adalah alluvial, metabatugamping, batutanduk,
kuarsit, filit dan granit.
Alluvial
Satuan ini menempati sebagian kecil daerah penyelidikan, terendapkan pada
daerah aliran Sungai Tambangan dan daerah limbah banjirnya berupa material
lepas yang terdiri dari filit, granodiorit, granit, kuarsit dalam bentuk bongkah
sampai pasir halus, satuan alluvial ini berumur Kuarter dan pengendapan masih
berlangsung hingga saat ini.
Meta batu gamping
Satuan ini tersingkap berupa lensa-lensa dalam batuan kuarsit, di bagian sebelah
barat daerah penyelidikan, kontak dengan batuan granit dan menunjukkan
indikasi adanya “skarn” dari hasil pengamatan PIMA. Dari hasil analisis
petrografi pada beberapa conto batuan yang diambil untuk kontrol litologi di
14
lapangan dapat diuraikan disini bahwa batuan sedimen-metasedimen yang ada
di daerah ini berupa batugamping organik (PP.09/10/R) yang dalam
fotomikrograf terlihat disusun oleh fragmen-fragmen fosil, kuarsa dan mineral
opak di dalam masa dasar mikrokristalin karbonat, yang di dalam sayatan tipis
batuan ini menunjukkan tekstur klastik, berbutir halus hingga berukuran 1 mm,
kemas terbuka, terpilah buruk, menyudut tanggung - membundar, berongga/
sarang, terdiri dari fragmen–fragmen fosil di dalam masadasar mikrokristalin
karbonat.
Batutanduk (Hornsfel)
Satuan ini tersingkap di sebelah timur dan tenggara daerah penyelidikan, kontak
dengan batuan terobosan granit, mineralisasi di daerah ini berupa pirit dan
pirhotit. Batuan kuarsa-biotit-epidot Hornsfel (conto PP.09/08/R), yang diskripsi
petrografinya di dalam sayatan tipis batuan ini bersifat holokristalin,
menunjukkan tekstur granoblastik dan mosaik, berbutir halus hingga berukuran
0,25 mm, bentuk butir xenoblast, disusun oleh mineral-mineral kuarsa, biotit,
epidot dengan sedikit plagioklas. Tampak urat halus karbonat memotong massa
batuan. Pada conto PP.09/14/RA batuan kuarsa-aktinolit-epidot hornsfel juga
teridentifikasi dalam sayatan tipis batuan ini holokristalin, menunjukkan tekstur
granoblastik dan mosaik, berbutir halus hingga berukuran 1 mm, bentuk butir
xenoblast, disusun oleh mineral-mineral kuarsa, aktinolit, epidot dengan sedikit
plagioklas dan karbonat.
Kuarsit
Satuan ini tersingkap di bagian tengah utara dan tengah daerah penyelidikan
kontak dengan batuan granit di Sungai Tambangan Sanik, membawa
mineralisasi silisifikasi yang kuat menghasilkan urat-urat kuarsa halus. Batuan
kuarsit (PP.09/15/R), yang dalam sayatan tipis batuan ini tampak holokristalin,
menunjukkan tekstur granoblastik dan foliasi terutama pada mineral pipih,
berbutir halus hingga berukuran 0,5 mm, bentuk butir xenoblast, disusun oleh
kuarsa dengan sedikit plagioklas, serisit dan mineral opak.
Satuan batuan filit
Satuan ini menempati sebagian besar wilayah penyelidikan, karena hampir
seluruh wilayah eksplorasi batuan yang tersingkap merupakan batuan dari
Formasi Kuantan (filit) yang telah mengalami proses diagenesa yang
15
disebabkan oleh proses mineralisasi (pembentukan logam) ekonomis serta
proses pelapukan pada batuan.
Granit
Satuan batuan ini tersingkap pada daerah-daerah lembah yang dijumpai pada
wilayah penyelidikan atau bagian bawah dari Formasi Kuantan, granit ini
tersingkap pada aliran sungai-sungai Tambangan pada daerah hulu dan pada
aliran anak-anak sungai yang bermuara ke Sungai Tambangan. Hasil
pengamatan petrografis, conto batuan intrusi granit (PP.09/12/R), menunjukkan
sifat holokristalin, tekstur hipidiomorfik granular dan mikro pertit berbutir halus
hingga berukuran 7 mm, bentuk anhedral – subhedral, dan disusun oleh mineral-
mineral plagioklas, ortoklas, kuarsa, biotit dan hornblende, serta mineral-
mineral sekunder, sedangkan mineral asesorinya adalah zirkon.
b. Struktur Geologi
Struktur geologi yang berkembang di daerah penyelidikan berupa sesar,
antiklin dan sinklin. Gejala sesar sangat terlihat di Sungai Tambangan berupa
pembelokan sungai yang sangat tajam dan jejak pada batuan filit dengan arah
umum baratlaut – tenggara dan sesar-sesar minor yang memotong arah ini.
Pada batuan filit dan granodiorit yang tersingkap di permukaan sangat
banyak dijumpai rekahan-rekahan akibat pengaruh sesar yang terjadi yang terisi
oleh mineral-mineral alterasi. Struktur yang berkembang pada wilayah
eksplorasi sangat dikontrol oleh struktur sesar regional yang dikenal dengan
Sesar Semangko.
16
Gambar 3.7 Sesar Semangko
3. 1 Analisis Korelasi
Analisis korelasi dilakukan setelah data ditransformasi dengan pembakuan distribusi
normal (Ztransfomasi) untuk mengurangi efek outlier. Hasil disajikan berupa diagram
matrik korelasi (gambar 3.8), tiga korelasi kuat terdiri atas:
1. Li-K
2. Ni-Co-Cr
3. Cu-Pb-Zn-Mn-Fe-Ag
Korelasi Li-K berasosiasi dengan batuan berkomposisi asam berupa granitoid di mandala
magmatik Sulawesi barat dan utara. Kelompok Ni-Co-Cr berasosiasi dengan litologi
berkomposisi basa dan ultrabasa. Kelompok Cu-Pb-Zn-Mn-Fe-Ag mempunyai asosiasi
dengan batuan gunung api.
17
Gambar 3.8 diagram matriks korelasi
3.3 Analisis Pemetaan Non-linear (R-MODE)
Pemetaan non linier R-mode merupakan salah satu cara untuk menafsirkan hubungan
antar variabel(Henley, 1976). Unsur-unsur yang berdekatan dapat dianggap berkerabat
satu sama lain. Pengelompokan dengan metode ini memperoleh juga kekerabatan yang
sama antara Ni-Co-Cr, Cu-Pb-Zn-Ag-Mn-Fe, dan kelompok Li-K.
3.4 Analisis Faktor
Analisis faktor menggunakan proses transformasi oblique menghasilkan tiga
populasi eigen factor. Populasi nilai faktor yang diperoleh yaitu:
1. Faktor 1 : Ni-Co-Cr
2. Faktor 2 : Cu-Pb-Zn-Ag
3. Faktor 3 : Li-K
Kelompok Li-K dan Ni-Co-Cr merupakan populasi percontoh akibat kontrol litologi.
Faktor 1 menunjukkan daerah basa dan ultrabasa. Faktor 2 merupakan kelompok unsur
yang terkait dengan potensi daerah mineralisasi sulfida. Sedangkan Faktor 3, Li-K
merupakan populasi penentuan lokasi dan sebaran batuan granitik.
18
BAB IV
PENYELIDIKAN DETAIL
4.1 Anomali Geologi
Dari litologi yang dijumpai di lapangan mulai dari endapan aluvium sungai,
batuan metasedimen serta batuan terobosan granit, serta pengamatan secara kasat mata
dengan memakai loupe, maka dapat diharapkan zona mineralisasi terjadi pada kontak
batuan metasedimen dengan batuan terobosan yang ada terutama batuan intrusi granit.
Mineralisasi pada batuan metasedimen Formasi Kuantan diperkirakan sebagai akibat
kontak hidrothermal dengan intrusi batholit Tadung Kumbang. Mineralisasi tipe ini
biasanya banyak mengandung oksida-oksida dan atau sulfida-sulfida dari logam Au, Ag,
Pb, Zn, Sb, Hg dan Fe.
Dari asosiasi mineral-mineral yang ditemukan di daerah ini dapat dijelaskan
bahwa mineralisasi di daerah ini, bertipe epitermal “low sulfidation” (Buchanan), yang
merupakan zona mineralisasi bagian bawah, dan tidak ada kaitannya dengan
adanya/hadirnya logam mulia yang berada di zona mineralisasi bagian atas (di daerah ini
mungkin telah mengalami proses erosi/juga oleh kondisi morfologi yang cukup terjal
hingga zona yang berisi logam dasar disini bisa tersingkap), yang dicirikan oleh bau gas
belerang yang kuat di dekat singkapan bijih galena.
Untuk mencari pola atau sebaran dari zona mineralisasinya yang diperlukan di
dalam mendukung kualitas dan kuantitas bijih serta untuk menghitung besarnya
perkiraan sumber daya bijih digunakan data hasil penyelidikan geofisika polarisasi
terinduksi (IP) yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan ini.
Nilai anomali chargeability di daerah penyelidikan ini berkisar antara 0.0 – 210
mV/V dan dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok anomali (anomali < 10 mV/V
tidak digambarkan disini/warna putih) yaitu:
a) Daerah yang didominasi oleh anomali chargeability dengan nilai lebih kecil
dari 10 mV/V, ditafsirkan sebagai defleksi batuan bawah permukaan yang bukan daerah
mineralisasi atau tidak mengandung mineral logam.
b) Daerah yang didominasi oleh anomali chargeability dengan nilai 10 – 25
mV/V, ditafsirkan sebagai defleksi batuan bawah permukaan yang merupakan daerah
mineralisasi (mengandung) mineral logam.
c) Daerah yang didominasi oleh anomali chargeability dengan nilai 25 – 50
mV/V, ditafsirkan sebagai defleksi batuan bawah permukaan yang mengandung mineral
logam yang cukup besar secara kuantitas.
19
d) Daerah yang didominasi oleh anomali chargeability dengan nilai > 50 mV/V,
ditafsirkan sebagai defleksi dari batuan bawah permukaan yang mengandung paling
besar kandungan mineral logam secara kuantitas.
Berdasarkan analisis hasil pengamatan IP (chargeability) yang dikompilasikan
dengan hasil penyelidikan geologi permukaan, dapat diinterpretasikan, bahwa daerah
yang dianggap prospek untuk ditindaklanjuti adalah di sekitar bagian tengah dan bagian
sebelah barat daerah penyelidikan, atau lebih khusus lagi pada daerah dengan batuan
granit. Harga chargeability yang tinggi ini dapat juga diartikan bahwa cebakan tersebut
mengandung logam yang relatif banyak. Daerah tersebut ditafsirkan merupakan daerah
batuan bawah permukaan yang mengandung mineral logam bila nilai chageability pada
daerah tersebut lebih besar dari 10 mV/V, sehingga dianggap merupakan daerah yang
kaya akan mineral logam, dengan kata lain sebagai daerah yang prospek untuk
ditindaklanjuti.
Pemanfaatan bahan galian logam tidak terlepas dari kualitas, kuantitas dan
aksesibilitas serta faktor lain seperti kondisi lingkungan. Hal ini menjadi perhatian
penting apabila bahan galian tersebut nantinya akan dieksploitasi. Selain itu kendala dari
pemanfaatan bahan galian ini adalah masih banyaknya penambangan yang dilakukan
tidak berwawasan lingkungan, sehingga tidak memperdulikan keselamatan penambang
sendiri dan faktor kelestarian wilayah.
4.2 Analisa Laboratorium
Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan metode analisis geokimia ruah
batuan dan mineral (XRF dan ICP-MS) serta analisis komposisi kimia mineral bijih
(dengan metode SEM-EDX). Analisis geokimia ruah (bulk/whole geochemistry) pada
studi petrologi dan geokimia batuan di bidang geologi umumnya menerapkan metode
analisis XRF (X-ray fluorescence spectrometry) untuk mengetahui komposisi kimia
batuan. Metode ini umum diterapkan karena mampu mengukur komposisi kimia hingga
ke level konsentrasi yang sangat kecil, yaitu hingga level ppm (part per million). Pada
penelitian ini metode analisis tersebut dikembangkan, tidak hanya dengan metode XRF,
tetapi juga dengan metode ICP-MS (Inductively Coupled Plasma - Mass Spectrometry).
Dibandingkan dengan metode XRF, metode ICP-MS memiliki kelebihan dari segi limit
deteksi, akurasi dan presisi, sehingga mampu melakukan pengukuran secara simultan
semua unsur dalam tabel periodik dan mendeterminasi konsentrasi hingga ke level ppt
(part-per trillion). Sehingga dengan penerapan metode ini, komposisi kimia batuan dan
20
mineral yang dapat ditentukan mencapai 54 komponen (11 major elements dan 43 trace
elements), termasuk rare earth elements (REE).
Dengan komposisi kimia selengkap ini, pengolahan dan interpretasi data akan
mampu dilakukan secara lebih maksimal, karena pada studi petrologi, magmatisme dan
volkano-tektonik, di samping data komposisi major elements, data trace elements
(terutama REE) sangat dibutuhkan.
Pada studi mineralogi bijih, analisis yang rutin dilakukan di bidang geologi
adalah observasi mikroskopis menggunakan mikroskop refleksi (ore microscopy).
Metode/instrumen ini hanya mampu mengidentifikasi jenis mineral bijih yang dapat
diamati tergantung pada perbesaran mikroskop. Mineral-mineral yang berukuran sangat
kecil dan di luar jangkauan perbesaran mikroskop, tidak dapat diidentifikasi. Olehnya itu,
pada penelitian ini studi identifikasi mineral bijih dikembangkan dengan menerapkan
metode SEM-EDX (scanning electron microscope - energy dispersive X-ray micro
analysis), yang instrumennya merupakan kombinasi antara X-ray fluorescence
spectrometer (XRF) dan scanning electron microscope (SEM).
Melalui penerapan metode ini, mineral-mineral yang berukuran sangat kecil
(hingga ke ukuran spot 1 Ilm = 10-3mm) dapat diamati dengan scanning electron
microscope, dan komposisi kimianya dapat diidentifikasi dan diukur dengan perangkat
X-ray fluorescence spectrometer.
Pada penelitian ini, studi mengenai perubahan-perubahan komposisi kimia batuan
wadah (host rock) mineralisasi akibat alterasi hidrotermal tidak hanya dilakukan secara
kualitatif, seperti yang rutin dilakukan, tetapi juga secara kuantatif. Komposisi kimia
batuan, baik major- maupun trace elements, tidak hanya diidentifikasi oksida atau unsur
mana yang terkayakan (enriched) dan terdeplesi (depleted), tetapi juga dikalkulasi
besaran dan persentasi perubahannya. Metode kalkulasi yang digunakan adalah metode
mass change calculation atau mass balance (Gresens, 1967) dan isocon diagram (Grant,
1986), dengan dukungan software GEOISO (Coelho, 2005).
Data lapangan yang didapat berupa conto batuan alterasi dan termineralisasi,
terutama mineralisasi timbal (Pb) maupun mineralisasi logam lainnya yang dianalisis
kimia unsur, yang dari hasil analisisnya terlihat ada beberapa conto yang memiliki
kandungan unsur logam mulia dan logam dasar yang cukup tinggi, seperti pada conto
batuan PP.09/01/R yang memiliki kandungan Pb 28,99% dan Zn 15,71%, Ag 360 ppm,
Au 50 ppb dan Sb 180 ppm ; Conto batu nomor PP.09/02/R yang memiliki kandungan
Pb 32,07%, Zn 7400 ppm, Ag 40 ppm, Au 140 ppm serta Sb 20 ppm, conto PP.09/04/R
21
dengan kandungan unsur-unsur Cu 600 ppm, Pb 4839 ppm, Zn 7,56%, Ag 11 ppm, Au
14 ppb, serta Sb 2 ppm ; conto PP.09/14/R dengan kandungan unsur Cu 583 ppm, Pb
6607 ppm, Zn 7,29%, Ag 21 ppm, Au 15 ppb ; conto PP.09/16/R dengan kandungan Cu
209 ppm, Pb 8842 ppm, Zn 1,72%, Ag 46 ppm, Au 12 ppb, As 8 ppm dan Sb 40 ppm ;
conto batuan PP.09/11/R dengan kandungan unsur Cu 460 ppm, Pb 138 ppm, Zn 438
ppm, Ag 20 ppm, Au 53 ppb; conto batu PP.09/36/R dengan kandungan unsur Cu 697
ppm, Pb 5349 ppm, Zn 10,56%, Ag 8 ppm dan Au 4 ppb; conto batu nomor PP.09/33/R
dengan kandungan unsur Cu 1267 ppm, Pb 3767 ppm, Zn 636 ppm, Ag 11 ppm dan Au
172 ppb; dan juga conto batuan nomor PP.09/26/F yang berupa conto bongkahan dengan
kandungan unsur Cu 242 ppm, Pb 173 ppm, Zn 145 ppm, Ag 4 ppm serta Au 41 ppb;
serta 3 conto aluran/“chanelling’ seperti conto nomor PP.09/29/CH1 dengan kandungan
unsur Cu 233 ppm, Pb 7484 ppm, Zn 5228 ppm, Ag 26 ppm, Au 14 ppb serta As 12
ppm; conto nomor PP.09/30/CH2 dengan kandungan unsur Cu 717 ppm, Pb 8635 ppm,
Zn 9,46%, Ag 30 ppm, Au 96 ppb, As 2 ppm serta Sb 22 ppm; serta conto nomor
PP.09/31/CH3 dengan kandungan unsur Cu 180 ppm, Pb 2,27%, Zn 6917%, Ag 4 ppm
dan Au 13 ppb, yang ketiga conto ini diambil pada satu singkapan bijih galena yang
berlokasi di pinggir jalan daerah Kampung Tongah, Petok, dengan interval/selang
pemercontoan alur 1 m ke kiri dan ke kanan dan panjang alur sekitar 1,5 m – 2,5 m dari
bagian atas ke bawah.
Dari beberapa conto batuan yang dianalisis mineragrafi, teramati mineral-mineral
logam pirit, kalkopirit, kalkosit, sfalerit , kalkopirit, galena.
Hasil analisis PIMA beberapa conto batuan menunjukkan jenis alterasi yang
berbeda, tetapi umumnya didominasi oleh propilitik (PP.0904R, PP.0905R, PP.0917F,
PP.0918R, PP.0923F, PP.0925F, PP.0929CH1, PP.0929CH3, PP.0936R) yang dicirikan
oleh mineral-mineral khlorit, epidot, monmorilonit, ilit dan kalsit. Beberapa conto
memperlihatkan jenis ubahan yang menarik yaitu skarn (PP.0907R) dan greissen
(PP.0920F), meskipun tingkat kesalahan interpretasi jenis mineralnya cukup tinggi, yaitu
1992 untuk turmalin.
4.3 Penentuan Metode Penambangan
Metode penambangan saat ini di daerah Kinandam dan Balimbing, panambangan
dilakukan oleh penambang tanpa izin (PETI) dengan sistem tambang dalam dan
menggunakan alat sederhana : linggis, balincong, palu, pacul dan lain-lain. Pembuatan
lobang tambang dimulai dari bagian lereng-lereng bukit ke arah mendatar menyerupai
22
terowongan. Tinggi terowongan ½ m – 1m dengan panjang bervariasi sesuai dengan
panjang urat yang diambil, ada juga lobang mendatar ke arah lain (seperti “cross cut”)
dan lobang tegak (seperti “shaft”) yang mengikuti arah urat. Dalam pembuatan lobang-
lobang ini pengambilan urat/bijih dilakukan bersamaan dan untuk mengeluarkan bijih
apabila lobang cukup panjang dilakukan dengan menggunakan kereta dorong sederhana
dan lobang arah tegak menggunakan timba (ember yang diikat dengan tali).
Karena letak cadangan yang umumnya berada jauh dibawah tanah, jalan masuk
perlu dibuat untuk mencapai lokasi cadangan. Jalan masuk dapat dibedakan menjadi
beberapa:
Ramp, jalan masuk ini berbentuk spiral atau melingkar mulai dari permukaan tanah
menuju kedalaman yang dimaksud. Ramp biasanya digunakan untuk jalan kendaraan
atau alat-alat berat menuju dan dari bawah tanah.
Shaft, yang berupa lubang tegak (vertikal) yang digali dari permukaan menuju
cadangan mineral. Shaft ini kemudian dipasangi semacam lift yang dapat difungsikan
mengangkut orang, alat, atau bijih.
Adit, yaitu terowongan mendatar (horisontal) yang umumnya dibuat disisi bukit atau
pegunungan menuju ke lokasi bijih.
Ada dua tahap utama dalam metode tambang bawah tanah timbal ini yaitu :
development (pengembangan) dan production (produksi). Pada tahap development,
semua yang digali adalah batuan tak berharga. Tahap development termasuk pembuatan
jalan masuk dan penggalian fasilitas-fasilitas bawah tanah lain.
Sedang tahap production adalah pekerjaan menggali sumber bijih itu sendiri.
Tempat bijih digali disebut stope (lombong).
Dengan semua pekerjaan yang dilakukan di bawah tanah dengan panjang
terowongan yang mencapai ribuan meter, maka diperlukan usaha khusus untuk
mengalirkan udara ke semua sudut terowongan. Pekerjaan ini menjadi tugas tim ventilasi
tambang.
Selain mensuplai jumlah oksigen yang cukup, ventilasi juga mesti memastikan
agar semua udara kotor hasil pembuangan alat-alat diesel dan gas beracun yang
ditimbulkan oleh peledakan bisa segera dibuang keluar. Untuk memaksa agar udara
mengalir ke terowongan, digunakanlah fan (kipas) raksasa dengan berbagai ukuran dan
teknik pemasangan.
23
Untuk menjaga kestabilan terowongan diperlukan pula penyangga-penyangga
terowongan. Berbagai metode penyanggaan (ground support) telah dikembangkan.
Penyanggaan yang optimal akan mendukung kelangsungan kinerja dan juga keselamatan
semua pekerja.
gambar 4.1 Bekas lubang galian tambang tradisional dalam upaya penambangan bijih timbal
(Pb) pada urat kuarsa
gambar 4.5 kiri: Urat-urat kuarsa tipis mengandung sulfida (galena, chalkopirit dan sfalerit)
pada breksi vulkanik dan kanan: Bijih sulfida dalam urat kuarsa
24
BAB V
PENUTUP
5.1 Proses Pemurnian Timbel/ Timah Hitam (Pb)
Bijih-bijih timbel harus dipanggang terlebih dahulu untuk menghilangkan sulfida-
sulfida, sedang timbel dengan campurannya yang lain berubah menjadi oksida timah
hitam (PbO) dan sebagian lagi menjadi timbel sulfat (PbSO4). Dengan menambah
kwarsa (SiO2) pada sulfat di atas suhu yang tinggi akan mengubah timbel sulfat menjadi
silikat. Campuran silikat timbel dengan oksida timbel yang dipijarkan pakai kokas
kemudian dicampur dengan batu kapur, akan menghasilkan timbel.
5.2 Kesimpulan
Timbal sebagai salah satu komoditi jenis logam keberadaannya sangat diperlukan
terutama sebagai bahan baku pencampur bahan bakar, amunisi, pembungkus kabel,
solder, lempengan baterai dan lain-lain yang pada tahun-tahun terakhir ini permintaannya
meningkat secara tajam di pasaran internasional, untuk itu perlu digalakkan kegiatan
eksplorasi lebih lanjut sebagai upaya untuk mendapatkan cebakan baru.
Berdasarkan pemetaan geologi permukaan dan didukung oleh data dari pemercotnoan
batuan termineralisasi logam dasar, pengukuran induksi polarisasi, maka keterdapatan
bahan galian logam di daerah penyelidikan ini tersebar pada intrusi granit Formasi
Tadung Kumbang yang menerobos batuan metasedimen dari Formasi Sihapas seluas ±
2.138.032 m2. Dengan mengambil asumsi tebal lapisan limapuluh (50) meter (dari hasil
pendugaan polarisasi induksi), maka diperoleh volume endapan batuan yang
mengandung logam dasar/bijih adalah 106.901.600 m3. Jika kekayaan logam dasar rata-
rata 2,5693% (rata-rata data hasil analisis Pb dalam batuan) dan berat jenisnya 2,7 maka
perkiraan sumberdaya tereka logam Pb di daerah penyelidikan ini adalah 7.389.038 ton .
25
TUGAS
EKSPLORASI TIMBAL DI KABUPATEN PASAMAN
PROVINSI SUMATERA BARAT
OLEH:
1. DELFINA M. KASTONO (1006102003)
2. JENITA UDJU WANJI (0806103323)
3. MARIA L.M.R ANAWATU (10061022)
4. MARIO R. M. KURNIAWAN (1006101037)
5. OCTAVIAN E. A. RABA (1006101035)
6. YERMIAS KOBY (1006102009)
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
KUPANG
2012
26
27