Upload
firda-female
View
1.596
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
PERSPEKTIF KAJIAN ILMU KOMUNIKASI ; PERSPEKTIF POST POSITIVISME
(PERTEMUAN KE –2)
Oleh:
Nama / NPM : Firda Aulia / Jurusan : Komunikasi Mata Kuliah : Teori dan Perspektif Komunikasi Dosen : Dr. Umaimah Wahid
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SAHID JAKARTA
2010
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Isi 2
1. PENDAHULUAN 3
1.1. LATAR BELAKANG 3
1.2. MASALAH 3
1.3. TUJUAN 4
2. KERANGKA TEORI 5
3. STUDI KASUS 13
4. ANALISIS KRITIS TERHADAP PERSPEKTIF POST-POSITIVISME 15
Kesimpulan 16
Daftar Pustaka 17
Surat Pernyataan Orisinalitas 18
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
2
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tiap penelitian berpegang pada paradigma / Persepsi tertentu. Paradigma
menjadi tidak dominan lagi dengan timbulnya paradigma baru. Pada mulanya
orang memandang bahwa apa yang terjadi bersifat alamiah. Peneliti bersifat pasif
sehingga tinggal memberi makna dari apa yang terjadi dan tanpa ingin berusaha
untuk merubah. Masa ini disebut masa pra-positivisme.
Setelah itu timbul pandangan baru, yakni bahwa peneliti dapat dengan
sengaja mengadakan perubahan dalam dunia sekitar dengan melakukan berbagai
eksperimen, maka timbullah metode ilmiah. Masa ini disebut masa positivisme.
Pandangan positivisme dalam perkembangannya dibantah oleh pendirian
baru yang disebut post-positivisme. Pendirian post-positivisme ini bertolak
belakang dergan positivisme. Dapat dikatakan bahwa post-positivisme sebagai
reaksi terhadap positivisme. Menurut pandangan post-positivisme, kebenaran
tidak hanya satu tetapi lebih kompleks, sehingga tidak dapat diikat oleh satu teori
tertentu saja.
Dalam penelitian, dikenal tiga metode yang secara kronologis berurutan
yakni metode pra-positivisme, positivisme, dan post-positivisme.
1.2. Masalah
Menurut Leon (1994) paradigma positivis yang hanya berkutat pada
angka-angka tidak lagi mampu meng-cover fenomena dan problem sosial.
Bahkan,menurut Lincoln dan Guba (1990), gugus post-positivisme mampu
mengantarkan pada pemahaman mendalam atas proses-proses sosial yang
komplek yang akan menggantikan pendekatan eksperimental dalam gugus
pemikiran positivisme.
Pemikiran Mazhab Frankfrut muncul karena kekecewaan terhadap
pengaruh paradigma positivis yang menyamaratakan ilmu manusia dengan ilmu
alam. Manusia bukan lah benda mati yang gampang diukur. Kalau suatu benda
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
3
diukur, maka akan ditemukan dengan mudah dari benda itu. Lalu ukuran itu akan
terus berlaku bagi benda tersebut sampai kapan pun.Tapi manusia tidaklah
demikian. Fisik manusia seperti tinggi dan berat mungkin bisa diukur, itupun
akan terus berubah. Ilmu sosial yang mencoba memahami tindak tanduk manusia
akan mengalami kesulitan ketika hendak membuat ukuran yang pasti dan tetap.
Manusia selalu berubah, tindakannya tak bisa diprediksi dengan penjelasan yang
mutlak dan pasti
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk menganalisis perspektif post-positivis
2. Melakukan studi kasus perspektif post-positivis.
3. Sedangkan manfaat untuk penulis adalah untuk memenuhi tugas
perkuliahan perspektif dan teori komunikasi
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
4
2. KERANGKA TEORI
Perspektif/Paradigma Kajian Ilmu Komunikasi
Pemahaman atas komunikasi manusia, merupakan masalah perspektif
yang dipakai untuk memahaminya (Fisher, 1990:86).
Perspektif adalah sudut pandang dan cara pandang kita terhadap sesuatu.
Cara kita memandang, atau pendekatan yang digunakan dalam mengamati
kenyataan akan menentukan pengetahuan yang kita peroleh
Perspektif yang kita gunakan dalam menghampiri suatu peristiwa
komunikasi akan menghasilkan perbedaan yang besar dalam jawaban dan makna
yang kita deduksi
Sedangkan menurut Guba, paradigma dalam ilmu pengetahuan
mempunyai definisi bahwa seperangkat keyakinan mendasar yang memandu
tindakan-tindakan manusia dalam keseharian maupun dalam penyelidikan ilmiah.
Secara umum pengertian paradigma/perspektif adalah seperangkat
kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak
dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Guba, paradigma dalam ilmu
pengetahuan mempunyai definisi bahwa seperangkat keyakinan mendasar yang
memandu tindakan-tindakan manusia dalam keseharian maupun dalam
penyelidikan ilmiah
Perspektif Post-Positivisme
Pada tahun 1970/1980 muncullah gugatan-gugatan mengenai kebenaran
positivisme, pemikirannya dinamai post-positivisme (teori Falsifikasi-nya Karl
Popper, Scientific Revolution-nya Thomas Khun, Farewell to Reason-nya
Feyerabend). Post positivisme merupakan pemikiran yang menggugat asumsi dan
kebenaran positivisme.
Dapat dikatakan bahwa post-positivisme sebagai reaksi terhadap
positivisme. Menurut pandangan post-positivisme, kebenaran tidak hanya satu
tetapi lebih kompleks, sehingga tidak dapat diikat oleh satu teori tertentu saja.
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
5
“Karakteristik utama paradigma postpositivisme adalah pencarian makna di balik
data” (Noeng Muhadjir. 2000:79).
Aliran post-positivime tidak menerima adanya hanya satu kebenaran,.
Rich (1979) mengemukakan “There is no the truth nor a truth – truth is not one
thing, – or even a system. It is an increasing completely” Pengalaman manusia
begitu kompleks sehingga tidak mungkin untuk diikat oleh sebuah teori. Freire
(1973) mengemukakan bahwa tidak ada pendidikan netral, maka tidak ada pula
penelitian yang netral.
Pemikiran ini muncul dengan sejumlah tokoh seperti Karl R. Popper,
Thomas Khun dan para filusf frankfrut school (Mazhab frankfrut). Pemikiran
tokoh-tokoh ini banyak dipengaruhi penemuan Neils Bohr, Werner Heisenberg,
dan Einstein yang menyatakan Fisika Newton yang menjadi dasar positivisme
tidak berlaku.
Thomas Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolutions
(1962) bahwa perkembangan filsafat ilmu, terutama sejak tahun 1960 hingga
sekarang ini sedang dan telah mengalami pergeseran dari paradigma positivisme-
empirik,–yang dianggap telah mengalami titik jenuh dan banyak mengandung
kelemahan–, menuju paradigma baru ke arah post-positivisme yang lebih etik.
Berikut ini dikemukakan beberapa asumsi dasar post-positivisme.
Pertama, fakta tidak bebas melainkan bermuatan teori. Kedua, Falibilitas teori.
Tidak satu teori pun yang dapat sepenuhnya dijelaskan dengan bukti-bukti
empiris. Ketiga, fakta tidak bebas melainkan penuh dengan nilai. Keempat,
interaksi antara subjek dan objek penelitian. Hasil penelitian bukanlah reportase
objektif melainkan hasil interaksi manusia dan semesta yang penuh dengan
persoalan dan senantiasa berubah.
Salah satu tokoh yang dapat dikategorikan sebagai pemikir post-
positivisme adalah popper. Ia disebut Post-Positivisme karena pemikirannya pada
satu sisi mencoba melepaskan diri dari kecenderungan positivisme, Popper
misalnya mengkritk objektivisme yang diantu Comte
Empat macam paradigma post-positivisme :
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
6
1. Post-positivisme rasional yang menggunakan paradigma kuantitatif dan
metodologi kuantitatif statistik : empirik analitik tetapi membuat payung
berupa grand concept agar data empirik sensual dapat dimaknai dalam
cakupannya yang lebih luas.
2. Post-positivisme fenomenologi – interpretif adalah teori post postivisme
kritis yang menggunakan paradigma kualitatif, membuat telaah holistik,
mencari esensi dan mengimplisitkan nilai moral dalam observasi, analisis
dan pembuatan kesimpulan.
3. Post-postivisme teori kritis dengan weltan schauung yang berangkat dari
gugatan atas ketidakadilan kemudian pandangan dunia dapat
dikembangkan dengan weltan schauung tertentu.
4. Post-positivisme konstruksivisme, kostruksivis menolak objektivitas ala
positivisme yang mengakui adanya fakta dan adanya empirik sedangkan
konstruktivis berpendapat bahwa ada pemaknaan tentang kenyataan diluar
diri yang dikonstruksi.
Ontologi Perspektif Post-PositivismePerspektif post-positivisme merupakan aliran yang ingin memperbaiki
kelemahan-kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan
pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologis, post-
positivisme bersifat critical realism. critical realism menyatakan bahwa realitas
memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, oetapi suatu hal yang
mustahil bila manusia dapat melihat realitas tersebut secara pasti (Apa adanya
seperti keyakinan positivisme)
Ada tiga bentuk ontologi yang berkembang meliputi realisme,
nominalisme, dan konstruksionisme sosial. Kalangan realis meyakini bahwa
realitasyang dapat diamati adalah realitas sebenarnya, yang mutlak benar.
Sementara kalangan nominalis mengajukan gagasan bahwa keberadaan fenomena
sosial hanya terwujud dalam batas nama dan label yang subjek berikan pada
realitas tersebut. Sedangkan kalangan konstruksionis sosial menekankan bahwa
realitas itu dianggap ada atau tidak bergantung pada pengaruh makna sosial yang
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
7
memiliki subjek- Makna sosial ini dibentuk melalui interaksi historis yang
dialami subjek.
Epistemologi dan Aksiologi Perspektif Post-PositivismeSeperti pada basis ontologi, sementara positivisme menekankan pada
ralisme mutlak, post-posiitivisme melilih realisme kritis. Demikian pula dalam
hal epistemologi dan aksiologinya. Asumsi-asumsi kalangan post-positivis
tentang landasan ilmu-ilmu sosial dan aturan nilai dalam produksi pengetahuan
sosial didasarkan pada prinsip-prinsip objektivisme.
Secara epistemologis, Denzin dan Guba (2001) menyatakan, hubungan
antara peneliti atau pengamat dengan objek atau realitas yang diteliti tidaklah
bisa dipisahkan. Aliran post-positivis ini meyakini bahwa subjek tidak mungkin
dapat mencapai atau melihat kebenaran, apabila pengamat berdiri dibelakang
layar tanpa ikut terlibat dengan objek secara langsung. Oleh karena itu hubungan
antara pengamat dengan objek harus bersifat interaktif, dengan catatan bahwa
pengamat harus bersifat sesentral mungkin, sehingga tingkat subjektifitas dapat
dikurangi secara minimal
Struktur Teori Perspektif Post-PositivismeTeori pada dasarnya merupakan sebuah abstraksi. Kualitas abstrak sebuah
teori secara partikular berhubungan eret, dalam pendekatan post-positivisme,
dengan keberadaan teori itu sendiri. Kalangan sarjana post-positivis percaya
bahwa teori-teori yersebut mesti menyediakan penjelasan umum yang melandasai
penyelidikan peristiwa-peristiwa individual. Seorang sarjana post-positivis juga
menghendaki agar pernyataan umum dalam sebuah teori harus tertata logis dan
memiliki keterhubungan yang tak dapat dipungkiri dengan realitas yang akan
diteliti.
Jadi, teori yang digunakan dalam penelitian adalah teori yang
dikonstruksi sedemikian rupa, bukan diterima begitu saja. Untuk dapat
memahami proses konstruksi teori ini, kita akan mengamati karya klasik Robert
Dubin (1978) tentang theory building. Meski buku ini ditulis oleh seorang
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
8
sosiolog, namun ia cukup representatif untuk menggambarkan proses konstruksi
sebuah teori dalam tradisi post-positivis – termasuk dalam bidang komunikasi.
Dubin menyatakan bahwa sebuah teori terdiri dari satuan-satuan
pembentuk, karena itu sebelum digunakan dalam penelitian suatu teori harus
dibagi dalam unit-uniat (bagian-bagian) tertentu. Unit utamanya adalah konsep
yang menjadi inti dari teori tersebut. Tentu saja dalam suatu teori akan terdapat
banyak konsep. Setelah menetapkan unit-unit yang diinginkan, teori harus dapat
menspesifikasikan hukum-hukum interaksi antar unit-unit yang dimiikinya dan
juga harus menspesifikasikan batas-batas konseptual, penerapan suatu teori. Bila
kita telah menemukan unit (satuan pembentuk) , hukum-hukum, batas-batas
konseptual dan proporsi dari suatu teori, itu berarti kita telah merumuskan bagian
abstrak dari sebuah teori
Disamping itu, seorang peneliti juga harus membuat detil bagaimana
sebuah teori bisa terhubung dengan dunia penelitian empirik. Ini berarti, sebuah
teori harus mencakup indikator empirik. Ini berarti, sebuah teori harus mencakup
indikator empirik dalam setiap term teoritisnya. Jadi setiap teori harus diubah ke
dalam definisi operasional. Melalui definisi operasional ini peneliti dapat
menetapkan cara-cara pengukuran unit teoritis dengan realitas empirik.
Indikator-indikator empirik itu pada akhirnya bisa menjadi pengganti akan
menghasilkan hipotesis yang dapat diuji secara empirik melalui suatu proses
verifikasi dan falsifikasi sebuah teori.
Setelah unit-unit dasar ini ditetapkan definisinya, peneliti post
positivisme akan membuat detail hukum-hukum interaksi antar unit dan
menurunkan proporsi berdasarkan hukum-hukum tersebut.
Dengan demikian, struktur teori dalam tradisi post-positivisme
mensyaratkan bahwa teori-teori yang ada mesi menyediakan penjelasan abstrak
fenomena empiris dalam bentuk konsep-konsep spesifik ataupun definisi-definisi,
relasi-relasi spesifik (Yang seringkali bersifat kausal) antara konsep-konsep
tersebut, serta hubungan eksplisit antara konsep-konsep abstrak dan observasi
empirik suatu fenomena. Struktur seperti ini menekankan pendekatan deduktid
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
9
dalam teori dimana abstraksi tentang dunia diolah untuk kemudian diuji melalui
observasi dalam dunia sosial.
Fungsi Perspektif Post-PositivismeFungsi teori dalam kebanyakan pemikiran kalangan post – positivisme
adalah untuk menentukan beberapa keteraturan atas pengalaman yang tak teratur.
(Dubin, 1978).
Pada level yang lebih spesifik, ada tiga fungsi yang paling sering diyakini
kaum post-positivisme, yakni Fungsi yang saling terkait antara penjelasan
(explanation), Prediksi ( prediction) Kontrol ( control )
Fungsi penjelasan (explanation)berarti bahwa teori-teori harus dapat
menjelaskan bagaimana sesuatu itu terjadi. Hal itu berarti bahwa dalam
memindahkan dunia empirik kedalam dunia pemikiran abstrak, sebuah teori
melalui observasi berusaha menjelaskan mekanisme yang terjadi di balik suatu
fenomena.
Fungsi kedua yakni Prediksi ( prediction). Prediksi berarti upaya teori
dalam menyediakan penjelasan abstrak mengenai fenomena tertentu, kemudian
melalui penjelasan abstrak tersebut teori dapat digunakan untuk memprediksi apa
yang akan terjadi dalam situasi yang serupa.
Fungsi ketiga atau terakhir adalah Kontrol ( control ). Fungsi kontrol
berarti bila seseorang bisa menjelaskan dan memprediksi fenomena, maka ia juga
kadang kala dapat menggunakan informasi tersebut untuk mengontrol berita yang
akan terjadi
Proses perkembangan teori
Penolakan atau kritik post-positivisme terhadap perspektif positivisme
melahirkan satu pertanyaan lagi, yaitu apa metode ilmiah yang digunakan oleh
post-positivisme? Pertanyaan ini didasarkan asumsi, bahwa bila post positivisme
menolak positivisme, pastilah mengembangkan metode ilmiah baru yang lebih
khas. Kemudian bila positivisme meyakini bahwa teori dapat terbentuk ketika
subjek menemukan hukum-hukum dari realitas, maka post-positivisme (yang
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
10
menolak adanya pemastian hukm pada realitas teramati) pastilah memiliki pola
pembentukan suatu teori.
Faktor utama dalam pengembangan teori dan pertumbuhan ilmu
pengetahuan dalam tradisi post-positivisme mengembangkan teori dan
mengakumulasi pengetahuan tentang dunia lewat proses pengujian teori secara
empirik.Ketika suatu teori yang abstrak tentang komunikasi dikembangkan, ia
mesti diuji lewat observasi atas tindakan komunikatif. Tegasnya, pada setiap
proses pengujiandan pengembangan teori, kita harus merangkai observasi dengan
metode ilmiah tertentu. Untuk dapat memahami metode ilmiah dan penelitian
perspektif post-positivisme dapat kita lihat pada tabel berikut.
Seleksi konsep-konsep abstrak untuk mempresentasikan fenomena-fenomena
yang diselidiki
Pendefinisian konsep-konsep baik secara konseptual maupun operasional
Menghubungkan konsep-konsep tersebut lewat proporsi
Pengujian teori dengan bukti penyelidikan
Mengontrol penjelasan alternatif lewat desain studi
Pengolahan definisi dan prosedur-prosedur umum untuk penelitian oleh
komunitas ilmiah
Penggunaan bukti-bukti yang tidak bersifat bias dalam membut klaim
kebenaran
Rekonsiliasi teori dan observasi secara objektif
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
11
Post positivisme dalam ilmu sosial dan komunikasi
Perspektif post positivisme membawa pengaruh yang besar pada ilmu
sosial termasuk ilmu komunikasi.
Melalui kritik yang mendasar terhadap positivisme yang terlalu realis,
bebas nilai, dan memisahkan subyek dan objek penelitian, post positivisme
memberikan penelitian dengan sudut pandang ilmu sosial.
Manusia bukanlah benda yang ketika diteliti hanya menghasilkan efek
yang sama, manusia itu hidup dan dapatmengonstruksi tanggapan tertentu
ketika diteliti. Maka keobjektifan tak bisa ditemukan sebagaimana kita
menmukannya ketika meneliti benda-benda.
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
12
4. STUDI KASUS
Sudi kasus yang akan dibahas pada kelompok kami adalah maraknya
wanita-wanita melakukan upaya-upaya agar terlihat “cantik” seperti operasi
plastik merubah wajah, sedot lemak (liposuction), ataupun munculnya penyakit
bulemia dan anorexia hanya karena wanita ingin terlihat langsing.
Kabar terbaru dari peristiwa “Mempercantik diri” tersebut adalah kasus
meninggalnya Dr.dr. Atie W. Soekandar, SpFK., yang disebabkan oleh operasi
sedot lemak (liposuction).
Awalnya, Atie menjalani operasi pada Jumat (7/3) di Rumah Sakit Mitra
Kemayoran, Jakarta. Seminggu kemudian Atie dipindahkan ke Rumah Sakit
Hasan Sadikin (RSHS),Bandung. Kondisinya terus menurun, bahkan sempat
mengalami koma hingga akhirnya mengembuskan nafas terakhirnya disana pada
Rabu (19/3).
Hal ini mengindikasikan terjadinya penyeragaman secara mutlak makna
cantik bagi wanita yang pada awalnya diperlihatkan berbagai media, hingga
berimbas kepada masyarakat.
Makna cantik menjadi seragam saat ini, bahwa wanita cantik haruslah
bertubuh langsing, berkulit putih, berhidung mancung, titik!, Saat para wanita
merasa tidak sesuai dengan kriteria tersebut, berlomba-lomba lah mereka untuk
merubahnya, melangsingkan, memutihkan dsb hingga mengakibatkan sakit dan
meninggal dunia.
Dari sisi post-positivis. Pengertian cantik seharusnya bukanlah kriteria
mutlak yang selama ini dianut beberapa wanita. Dalam perspektif post-positifis
dalam menilai makhluk sosial, Manusia bukan lah benda mati yang mudah
diukur dengan sesuatu yang pasti dan mutlak melainkan lebih kompleks dan
beragam serta fleksibel.
Sehingga seharusnya tidak ada ketetapan mutlak dalam kriteria cantik.
Setiap manusia yang dilahirkan memiliki sisi kecantikan masing-masing. Seperti
dalam perspektif post-positivis, setiap manusia berbeda, tidak ada yang sama,
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
13
wanitapun memiliki kecantikan yang berbeda, kecantikan hati, kecantikan
pikiran, kecantikan prilaku, dsb.
Sehingga seharusnya ditiadakan kriteria cantik yang mutlak tersebut.
Biarkan wanita memiliki cantiknya sendiri. Karena manusia adalah makhluk
yang kompleks.
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
14
5. ANALISIS KRITIS TERHADAP PERSPEKTIF
POST-POSITIVISME
Analisis kritis penulis terhadap perspektif post-positivisme adalah
pemikirannya yang terlalu luas, kompleks dan abstrak. Sehingga terkadang
menyulitkan pencarian pemahaman. Dan membuat sesuatu terlihat bias.
Selain itu, pada perspektif post-positivis.. Karena sifat pemikirannya
abstrak dan kompleks. Bila peneliti tidak mampu membatasi ruang lingkup
analisa, maka analisanya akan sangat mudah menjadi melebar, hal itu dapat
menyebabkan hilangnya esensi dari penelitian tersebut. Penelitian dengan
perspektif post-positivis ini juga sangat bergantung kepada kemampuan personal
peneliti dalam mengungkapkan dan mengabstraksikan fenomena yang
sebenarnya karena bukan penelitiannya berupa hitungan yang pasti.
Walaupun pandangan positivisme yang melihat sebuah ilmu adalah
sesuatu yang mutlak ini memang tidak sesuai bila diterapkan dalam ilmu ke-
manusia-an. Namun, pandangan positivisme ini tidak sepenuhnya salah. Ada
waktunya, dimana pandangan positivisme di perlukan untuk menjadi perspektif
penelitian dalam beberapa keadaan. Seperti mengaitkan masalah sosial dari sudut
pandang ekonomi.
Itulah sebabnya dalam penelitian ada dua pilihan sudut pandang yaitu
kuantitatif yang berasal dari perspektif positivisme, dan kualitatif yang berasal
dari perspektif post-positivisme.
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
15
KESIMPULAN
Kesimpulan terhadap persepsi post-positivis ini bahwa Pemikiran yang muncul
dari tokoh-tokoh seperti Karl R. Popper, Thomas Khun dan para filusf frankfrut
school (Mazhab frankfrut) ini merupakan pemikiran yang menggugat asumsi dan
kebenaran positivisme yang beranggapan bahwa makhluk hidup dapat
dihiperhitungkan dengan angka dan nilainya mutlak/pasti. Post-positivisme
berpandangan kebenaran tidak hanya satu tetapi lebih kompleks, sehingga tidak
dapat diikat oleh satu teori tertentu saja. Manusia bukan lah benda mati yang
gampang diukur.
Menurut Lincoln dan Guba (1990), gugus post-positivisme mampu
mengantarkan pada pemahaman mendalam atas proses-proses sosial yang komplek
yang akan menggantikan pendekatan eksperimental dalam gugus pemikiran
positivisme.
Secara ontologis, post-positivisme bersifat critical realism. Yang menyatakan
bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, oetapi
suatu hal yang mustahil bila manusia dapat melihat realitas tersebut secara pasti (Apa
adanya seperti keyakinan positivisme) Sedangkan dalam hal epistemologi dan
aksiologinya didasarkan pada prinsip-prinsip objektivisme. Secara epistemologis,
Denzin dan Guba (2001) menyatakan, hubungan antara peneliti atau pengamat
dengan objek atau realitas yang diteliti tidaklah bisa dipisahkan.
Tiga fungsi yang paling sering diyakini kaum post-positivisme, yakni Fungsi
yang saling terkait antara penjelasan (explanation) yang berarti bahwa teori-teori
harus dapat menjelaskan bagaimana sesuatu itu terjadi, Prediksi ( prediction) yakni
upaya teori dalam menyediakan penjelasan abstrak mengenai fenomena tertentu,
kemudian melalui penjelasan abstrak tersebut teori dapat digunakan untuk
memprediksi apa yang akan terjadi dalam situasi yang serupa. Dan yang terakhir
Kontrol ( control ) yang berarti bila seseorang bisa menjelaskan dan memprediksi
fenomena, maka ia juga kadang kala dapat menggunakan informasi tersebut untuk
mengontrol berita yang akan terjadi.
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
16
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
West, Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar teori komunikasi:Analisis dan Aplikasi. Buku 1 edisi ke-3. Terjemahan. Maria Natalia Damayanti Maer. Jakarta: Salemba Humanika.
LittleJhon, Stephen W dan Karenn A. Foss. 2009. Teori Komunikasi. Edisi 9. Terjemahan. Mohammad Yusuf Hamdan. Jakarta: Salemba Humanika.
Miller, Katherine, 2005, Communication Theories, Perspectives, Processes, and Contexts, Second Edition. New York: McGraw Hill
Sumber Internet :
http://massofa.wordpress.com/2008/01/14/kupas-tuntas-metode-penelitian-kualitatif-bag-1/
http://journal.uii.ac.id/index.php/JAAI/article/viewFile/850/776
http://www.freelists.org/post/nasional_list/ppiindia-OPINI-Achmad-Gunawan,1
http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg15939.html
http://denikusdiansyah.wordpress.com/category/sosiologi/
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=1&ved=0CAcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.bielens.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FSQa95woKCGwAADCmDnQ1%2FPerspektif%2520Teori-Teori%2520Komunikasi.ppt%3Fnmid%3D126072651&rct=j&q=macam+post-positivisme+komunikasi&ei=X1xJS9yqIYHY7APMqZjXCw&usg=AFQjCNGYLjegA3ihwgb3n3tvZqWfOsPiiw&sig2=5r-zPGDoKEbYJdrOJdwPlQ
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/metodologi-penelitian/paradigma-ilmu-pengetahuan
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/13/perkembangan-filsafat-ilmu/
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
17
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Firda Aulia
NIM :
Program Studi : Magister Ilmu Komunikasi
Konsentrasi : Manajemen Public Relation
Semester : I (Satu)
Judul karya : Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif
Post-Positivisme
Dengan penuh kesadaran menyatakan bahwa :
1. Karya tulis / Makalah / Paper yang saya serahkan adalah benar-
benar merupakan hasil karya intelektual yang orisinil.
2. Karya tulis / Makalah / Paper yang dihasilkan ini telah
mempergunakan sumber ilmiah dengan tata cara pengutipan
sumber yang benar sebagaimana berlaku dikalangan ilmiah
3. Jika dikemudian hari terdapat kekeliruan, kesalahan, dan
ditemukan praktek penjiplakan disengaja ataupun tidak, maka
karya ilmiah tersebut dapat dibatalkan sepihak oleh pihak program
dan segala konsekuensinya sepenuhnya menjadi tanggung jawab
siswa yang bersangkutan.
Jakarta, 12 Januari 2010
Yang membuat karya ilmiah,
(Firda Aulia)
Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme
18