Upload
agung-ling
View
181
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
1
TUGAS
FISIKA DASAR II
JUDUL
CAHAYA
Disusun Oleh:
7101080003 AGUNG PERMANA PUTRA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS BUNG KARNO
2
DAFTAR ISI :
CAHAYA…………………………………………………… 3
PEMBESARAN CAHAYA……………………………. 4
SUMBER CAHAYA……………………………………. 5
KECEPATAN CAHAYA……………………………….. 6
RUMUS KECEPATAN CAHAYA………………….. 9
PEMBIASAN CAHAYA………………………………. 10
3
CAHAYA
Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang kasat mata dengan panjang gelombang sekitar 380–750 nm. Pada bidang fisika, cahaya adalah radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang gelombang kasat mata maupun yang tidak. Cahaya adalah paket partikel yang disebut foton.
Kedua definisi di atas adalah sifat yang ditunjukkan cahaya secara bersamaan sehingga disebut "dualisme gelombang-partikel". Paket cahaya yang disebut spektrum kemudian dipersepsikan secara visual oleh indera penglihatan sebagai warna. Bidang studi cahaya dikenal dengan sebutan optika, merupakan area riset yang
penting pada fisika modern.
Studi mengenai cahaya dimulai dengan munculnya era optika klasik yang mempelajari besaran optik seperti: intensitas, frekuensi atau panjang gelombang, polarisasi dan fasa cahaya. Sifat-sifat cahaya dan interaksinya terhadap sekitar dilakukan dengan pendekatan paraksial geometris seperti refleksi dan refraksi, dan pendekatan sifat optik fisisnya yaitu: interferensi, difraksi, dispersi, polarisasi. Masing-masing studi optika klasik ini disebut dengan optika geometris (en:geometrical optics) dan optika fisis (en:physical optics).
Pada puncak optika klasik, cahaya didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik dan memicu serangkaian penemuan dan pemikiran, sejak tahun 1838 oleh Michael Faraday dengan penemuan sinar katoda, tahun 1859 dengan teori radiasi massa hitam oleh Gustav Kirchhoff, tahun 1877 Ludwig Boltzmann mengatakan bahwa status energi sistem fisik dapat menjadi diskrit, teori kuantum sebagai model dari teori radiasi massa hitam oleh Max Planck pada tahun 1899 dengan hipotesa bahwa energi yang teradiasi dan terserap dapat terbagi menjadi jumlahan diskrit yang disebut elemen energi, E. Pada tahun 1905, Albert Einstein membuat percobaan efek fotoelektrik, cahaya yang menyinari atom mengeksitasi elektron untuk melejit keluar dari orbitnya. Pada pada tahun 1924 percobaan oleh Louis de Broglie menunjukkan elektron mempunyai sifat dualitas partikel-gelombang, hingga tercetus teori dualitas partikel-gelombang. Albert Einstein kemudian pada tahun 1926 membuat postulat berdasarkan efek fotolistrik, bahwa cahaya tersusun dari kuanta yang disebut foton yang
4
mempunyai sifat dualitas yang sama. Karya Albert Einstein dan Max Planck mendapatkan penghargaan Nobel masing-masing pada tahun 1921 dan 1918 dan menjadi dasar teori kuantum mekanik yang dikembangkan oleh banyak ilmuwan, termasuk Werner Heisenberg, Niels Bohr, Erwin Schrödinger, Max Born, John von Neumann, Paul Dirac, Wolfgang Pauli, David Hilbert, Roy J. Glauber dan lain-lain.
Era ini kemudian disebut era optika modern dan cahaya didefinisikan sebagai dualisme gelombang transversal elektromagnetik dan aliran partikel yang disebut foton. Pengembangan lebih lanjut terjadi pada tahun 1953 dengan ditemukannya sinar maser, dan sinar laser pada tahun 1960.
Era optika modern tidak serta merta mengakhiri era optika klasik, tetapi memperkenalkan sifat-sifat cahaya yang lain yaitu difusi dan hamburan.
PERBESARAN CAHAYA
5
SUMBER CAHAYA
o Radiasi panas (radiasi benda hitam) o bola lampu o matahari o partikel padat bercahaya dalam suhu tinggi(lihat api)
o emisi spektral atomik o laser dan maser o light emitting diode o lampu gas(lampu neon, lampu air raksa lamps dsb) o api dari gas
o percepatan dari partikal bebas bermuatan(biasanya sebuah elektron) o radiasi siklotron o Radiasi Bremsstrahlung o Radiasi Cherenkov
o kemoluminesens o floresens o fosforescence
o tabung sinar katoda o bioluminesens o sonoluminesens o triboluminesens o peluruhan radioaktif o anihilasi partikel-antipartikel
6
KECEPATAN CAHAYA
Kecepatan cahaya merupakan sebuah konstanta yang disimbolkan dengan huruf c, singkatan dari celeritas (yang dirujuk dari dari bahasa Latin) yang berarti "kecepatan".
Kecepatan cahaya dalam sebuah ruang hampa udara didefinisikan saat ini pada 299.792.458 meter per detik (m/s) atau 1.079.252.848,8 kilometer per jam (km/h) atau 186.282.4 mil per detik (mil/s) atau 670.616.629,38 mil per jam (mil/h), yang ditetapkan pada tahun 1975 dengan toleransi kesalahan sebesar 4×10−9. Pada tahun 1983, satuan meter didefinisikan kembali dalam Sistem Satuan Internasional (SI) kemudian ditetapkan pada 17th Conférence Générale des Poids et Mesures sebagai ... the length of the path travelled by light in vacuum during a time interval of 1⁄299.792.458 of a second, sehingga nilai konstanta c dalam meter per detik sekarang tetap tepat dalam definisi meter, sebagai jarak yang ditempuh oleh cahaya dalam ruang hampa pada 1⁄299.792.458 detik.
KRONOLOGIS
Beragam ilmuwan sepanjang sejarah telah mencoba untuk mengukur kecepatan cahaya.
o Pada tahun 1629, Isaac Beeckman melakukan pengamatan sinar flash yang dipantulkan oleh cermin dari jarak 1 mil (1,6 kilometer).
o Pada tahun 1638, Galileo Galilei berusaha untuk mengukur kecepatan cahaya dari waktu tunda antara sebuah cahaya lentera dengan persepsi dari jarak cukup jauh.
o Pada tahun 1667, percobaan Galileo Galilei diteliti oleh Accademia del Cimento of Florence, dengan rentang 1 mil, tetapi tidak terdapat waktu tunda yang dapat diamati. Berdasarkan perhitungan modern, waktu tunda pada percobaan itu seharusnya adalah 11 mikrodetik. Dan Galileo Galilei mengatakan bahwa pengamatan itu tidak menunjukkan bahwa cahaya mempunyai kecepatan yang tidak terhingga, tetapi hanya menunjukkan bahwa cahaya mempunyai kecepatan yang sangat tinggi.
7
o Pada tahun 1676, sebuah percobaan awal untuk mengukur kecepatan cahaya dilakukan oleh Ole Christensen Rømer, seorang ahli fisika Denmark dan anggota grup astronomi dari French Royal Academy of Sciences. Dengan menggunakan teleskop, Ole Christensen Rømer mengamati gerakan planet Jupiter dan salah satu bulan satelitnya, bernama Io. Dengan menghitung pergeseran periode orbit Io, Rømer memperkirakan jarak tempuh cahaya pada diameter orbit bumi sekitar 22 menit. Jika pada saat itu Rømer mengetahui angka diameter orbit bumi, kalkulasi kecepatan cahaya yang dibuatnya akan mendapatkan angka 227×106 meter/detik. Dengan data Rømer ini, Christiaan Huygens mendapatkan estimasi kecepatan cahaya pada sekitar 220×106 meter/detik. Penemuan awal penemuan grup ini diumumkan oleh Giovanni
Domenico Cassini pada tahun 1675, periode Io, bulan satelit planet Jupiter dengan orbit terpendek, nampak lebih pendek pada saat Bumi bergerak mendekati Jupiter daripada pada saat menjauhinya. Rømer mengatakan hal ini terjadi karena cahaya bergerak pada kecepatan yang konstan. Pada bulan September 1676, berdasarkan asumsi ini, Rømer memperkirakan bahwa pada tanggal 9 November 1676, Io akan muncul dari bayang-bayang Jupiter 10 menit lebih lambat daripada kalkulasi berdasarkan rata-rata kecepatannya yang diamati pada bulan Agustus 1676. Setelah perkiraan Rømer terbukti, dia diundang oleh French Academy of Sciences untuk menjelaskan metode yang digunakan untuk hal tersebut. Diagram di samping adalah replika diagram yang digunakan Rømer dalam penjelasan tersebut. Pada tahun 1704, Isaac Newton juga menyatakan bahwa cahaya
8
bergerak pada kecepatan yang konstan. Dalam bukunya berjudul Opticks, Newton menyatakan besaran kecepatan cahaya senilai 16,6 x diamater Bumi per
detik (210.000 kilometer/detik).
Pada tahun 1725, James Bradley mengatakan, cahaya bintang yang tiba di Bumi akan nampak seakan-akan berasal dari sudut yang kecil, dan dapat dikalkulasi dengan membandingkan kecepatan Bumi pada orbitnya dengan kecepatan cahaya. Kalkulasi kecepatan cahaya oleh Bradley adalah sekitar 298.000 kilometer/detik (186.000 mil/detik). Teori Bradley dikenal sebagai stellar aberration. Sinar cahaya yang datang bintang 1 membutuhkan waktu untuk mencapai bumi, dan pada saat sinar tersebut tiba, bumi telah bergeser pada orbitnya, sehingga seolah-olah kita melihat sinar cahaya tersebut datang dari bintang di lokasi 2.
Pada tahun 1849, pengukuran kecepatan cahaya, yang lebih akurat, dilakukan di Eropa oleh Hippolyte Fizeau. Fizeau menggunakan roda sprocket yang berputar untuk meneruskan cahaya dari sumbernya ke sebuah cermin yang diletakkan sejauh beberapa kilometer. Pada kecepatan rotasi tertentu, cahaya sumber akan melalui
sebuah kisi, menempuh jarak menuju cermin, memantul kembali dan tiba pada kisi berikutnya. Dengan mengetahui jarak cermin, jumlah kisi, kecepatan putar roda, Fizeau mendapatkan kalkulasi kecepatan cahaya pada 313×106 meter/detik.
Pada tahun 1862, Léon Foucault bereksperimen dengan penggunaan cermin rotasi dan mendapatkan angka 298×106 meter/detik.
Albert Abraham Michelson melakukan percobaan-percobaan dari tahun 1877 hingga tahun 1926 untuk menyempurnakan metode yang digunakan Foucault dengan penggunaan cermin rotasi untuk mengukur waktu yang dibutuhkan cahaya pada 2 x jarak tempuh antara Gunung Wilson dan Gunung San Antonio, di California. Hasil pengukuran menunjukkan 299.796.000 meter/detik. Beliau wafat lima tahun kemudian pada tahun 1931.
Pada tahun 1946, saat pengembangan cavity resonance wavemeter untuk penggunaan pada radar, Louis Essen dan A. C. Gordon-Smith menggunakan gelombang mikro dan teori elektromagnetik untuk menghitung kecepatan cahaya. Angka yang didapat adalah 299.792±3 kilometer/detik.
Pada tahun 1950, Essen mengulangi pengukuran tersebut dan mendapatkan angka 299.792.5±1 kilometer/detik, yang menjadi acuan bagi 12th General Assembly of the Radio-Scientific Union pada tahun 1957.
Angka yang paling akurat ditemukan di Cambridge pada pengukuran melalui kondensat Bose-Einstein dengan elemen Rubidium. Tim pertama dipimpin oleh Dr. Lene Vestergaard Hau dari Harvard University and the Rowland Institute for Science. Tim yang kedua dipimpin oleh Dr. Ronald L. Walsworth, dan, Dr. Mikhail D. Lukin dari the Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics.
9
Notasi kecepatan cahaya (c) mempunyai makna "konstan" atau tetap yang digunakan sebagai notasi kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara, namun terdapat juga penggunaan notasi c untuk kecepatan cahaya dalam medium material sedangkan c0 untuk kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara. Notasi subskrip ini dimaklumkan karena dalam literatur SI sebagai bentuk standar notasi pada suatu konstanta, ada juga berbentuk seperti: konstanta magnetik µ0, konstanta elektrik e0, impedansi ruang kamar Z0.
Menurut Albert Einstein dalam teori relativitas, c adalah konstanta penting yang menghubungkan ruang dan waktu dalam satu kesatuan struktur dimensi ruang waktu. Di dalamnya, c mendefinisikan konversi antara materi dan energi E=mc2, dan batas tercepat waktu tempuh materi dan energi tersebut. c juga merupakan kecepatan tempuh semua radiasi elektromagnetik dalam ruang kamar dan diduga juga merupakan kecepatan gelombang gravitasi. Dalam teori ini, sering digunakan satuan natural units di mana c=1, sehingga notasi c tidak lagi digunakan.
10
PEMBIASAN CAHAYA
A. Apakah Pembiasan Cahaya Itu?
Pembiasan cahaya berarti pembelokan arah rambat cahaya saat melewati bidang batas dua
medium bening yang berbeda indeks biasnya.
B. Hukum Snellius Pada Pembiasan
Misalkan cahaya merambat dari medium 1 dengan kecepatan v1 dan sudut datang i menuju
ke medium 2. Saat di medium 2 kecepatan cahaya berubah menjadi v2 dan cahaya dibiaskan
dengan sudut bias r seperti diperlihatkan pada Gambar di bawah :
Pada contoh di atas terlihat sinar datang (i) > sinar bias (r) atau dengan kata lain sinar
bias mendekati garis nornal....terjadi ketika sinar menembus batas bidang dari medium yang
renggang ke medium yang lebih rapat. bila sinar berasal dari sebaliknya yakni dari medium
rapat ke medium yang lebih rengang maka sinar menjauhi garis normal (i < r)
11
Contoh:
Seberkas sinar datang dari udara ke
lapisan minyak yang terapung di air
dengan sudut datang 30°. Bila indeks
bias minyak 1,45 dan indeks bias air
1,33, berapakah besar sudut sinar
tersebut di dalam air?
Penyelesaian:
Pada kasus ini mula-mula berkas sinar merambat di udara lalu masuk ke lapisan minyak yang
terapung di permukaan air, baru kemudian sinar masuk ke dalam air. Jadi, sebelum sampai
ke dalam air sinar mengalami dua kali pembiasan seperti diperlihatkan gambar di bawah.
pada pengerjaan soal di atas besar sudut r1 tidak dicari karena tidak dibutuhkan....yang
dibutuhkan adalah sin r1 untuk mecari sin i2 karena sin r1 = sin i2.
12
C. Pemendekan Semu Akibat Pembiasan
pemendekan semu ini terjadi karena pembiasan di mana cahaya merambat dari medium
optik yang lebih rapat ke medium optik yang kurang rapat, misalnya dari air ke udara.
Pada gambar di atas ada dua orang pengamat yang berbeda posisi yakni pengamat A
membentuk sudut tertentu terhadap benda yang diamati sedangkan pengamat B tepat
tegak lurus terhadap benda yang diamati, keduanya penganmat ada di medium udara dan
benda yang mereka amati ada dalam air.
Untuk pengamat A (yang membentuk sudut tertentu dengan benda) berlaku hubungan :
h' = tinggi bayangan semu yang dilihat oleh pengamat pada
posisi A
h = tinggi benda sesungguhnya
n1 = indeks bias medium tempat benda berada
n2 = indeks bias medium tempat pengamat berada
i = sudut datang
r = sudut bias
13
sedangkan unutuk pengamat B(yang tegak lurus dengan benda yang diamati) berlaku
hubungan :
Rumus di atas juga berlaku untuk peristiwa pemanjangan jarak benda yang terjadi saat
pengamat berada di medium yang lebih rapat dari benda yang diamati...misal pengamat
berada di dalam air sedang memperhatikan suatu benda yang berada di udara...sehingga
jarak benda terlihat lebih panjang dari jarak sebenarnya.
D. Pemantulan Total
saat cahaya merambat dari medium optik lebih rapat ke medium optik kurang rapat dengan
sudut datang tertentu, cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal. Bila sudut datang
terus diperbesar, maka suatu saat sinar bias akan sejajar dengan bidang yang berarti besar
sudut biasnya 90°.Sekali lagi apabila sudut datang diperbesar, maka tidak ada lagi cahaya
yang dibiaskan, sebab seluruhnya akan dipantulkan. Sudut datang pada saat sudut biasnya
mencapai 90° ini disebut sudut kritis (saat sin r = sin 90 = 1).
Persamaan sudut kritis :
E. Pembiasan Pada Kaca Plan Paralel
Kaca plan paralel atau balok kaca adalah keping kaca tiga dimensi yang kedua sisinya dibuat
sejajar
14
Persamaan pergeseran sinar pada balok kaca :
Keterangan :
d = tebal balok kaca, (cm)
i = sudut datang, (°)
r = sudut bias, (°)
t = pergeseran cahaya, (cm)
F. Pembiasan Pada Prisma, Sudut Deviasi dan deviasi minimum
Kita dapatkan persamaan sudut puncak prisma,
β = sudut puncak atau sudut pembias prisma
r1 = sudut bias saat berkas sinar memasuki bidang batas udara-prisma
i2 = sudut datang saat berkas sinar memasuki bidang batas prisma-udara
secara otomatis persamaan di atas dapat digunakan untuk mencari besarnya i2 bila besar
sudut pembias prisma diketahui....
15
Persamaan sudut deviasi prisma :
Keterangan :
D = sudut deviasi
i1 = sudut datang pada bidang batas pertama
r2 = sudut bias pada bidang batas kedua berkas sinar keluar dari prisma
β = sudut puncak atau sudut pembias prisma
Hasilnya disajikan dalam bentuk grafik hubungan antara sudut deviasi (D) dan sudut datang
pertama i1 :
dalam grafik terlihat devisiasi minimum terjadi saat i1 = r2
Persamaan deviasi minimum :
a. Bila sudut pembias lebih dari 15°
Keterangan :
n1 = indeks bias medium
n2 = indeks bias prisma
Dm = deviasi minimum
16
β = sudut pembias prisma
b. Bila sudut pembias kurang dari 15°
Keterangan
δ = deviasi minimum untuk b = 15°.
n2-1 = indeks bias relatif prisma terhadap medium
δ = sudut pembias prisma
G. Pembiasan Pada Bidang Lengkung/Sferis
Keterangan :
n1 = indeks bias medium di sekitar permukaan lengkung
n2 = indeks bias permukaan lengkung
s = jarak benda
s' = jarak bayangan
R = jari-jari kelengkungan permukaan lengkung
Seperti pada pemantulan cahaya, pada pembiasan cahaya juga ada perjanjian tanda
berkaitan dengan persamaan-persamaan pada permukaan lengkung seperti dijelaskan
dalam tabel berikut ini :
Untuk lebih jelasnya kita perhatikan contoh berikut ini :
17
Seekor ikan berada di dalam akuarium berbentuk bola dengan jari-jari 30 cm. Posisi ikan itu
20 cm dari dinding akuarium dan diamati oleh seseorang dari luar akuarium pada jarak 45
cm dari dinding akuarium. Bila indeks bias air akuarium 4/3 tentukanlah jarak orang
terhadap ikan menurut
a) orang itu
b) menurut ikan
a. Menurut orang (Orang melihat ikan, berarti Sinar datang dari ikan ke mata orang)
Diketahui :
n1 = nair = 4/3
n2 = nu = 1
s = 20 cm
R = -30
(R bertanda negatif karena sinar datang dari ikan menembus permukaan cekung akuarium
ke mata orang)
Ditanya : s’
Jawab :
18
Jadi, jarak bayangan ikan atau jarak ikan ke dinding akuarium menurut orang hanya 18 cm
(bukan 20 cm!). Tanda negatif pada jarak s’ menyatakan bahwa bayangan ikan yang dilihat
orang bersifat maya. Sedangkan jarak orang ke ikan menurut orang adalah 45 cm ditambah
18 cm, yaitu 63 cm (bukan 65 cm!).
b. Menurut Ikan (Ikan melihat orang, berarti Sinar datang dari orang ke mata ikan)
Diketahui :
n1 = nu = 1
n2 = nair = 4/3
s = 45 cm
R = +30
(R bertanda positif karena sinar datang dari orang menembus permukaan cekung akuarium
ke mata ikan)
Ditanya : s’
Jawab :
19
Jadi, jarak bayangan orang atau jarak orang ke dinding akuarium menurut ikan bukan 45 cm
melainkan 120 cm. Tanda minus pada jarak bayangan menyatakan bahwa bayangan bersifat
maya. Jarak orang ke ikan menurut ikan sama dengan 20 cm ditambah 120 cm, yakni 140
cm.
disebabkan jarak benda dengan bayangan yang dibentuk berbeda maka bayangan juga
mengalami perbesaran (M) sebesar :
Fokus Permukaan Lengkung
Permukaan lengkung mempunyai dua titik api atau fokus. Fokus pertama (F1) adalah suatu
titik asal sinar yang mengakibatkan sinar-sinar dibiaskan sejajar. Artinya bayangan akan
terbentuk di jauh tak terhingga
(s’ = ~ ) dan jarak benda s sama dengan jarak fokus pertama F1.
Fokus kedua (F2) permukaan lengkung adalah titik pertemuan sinar-sinar bias apa bila sinar-
sinar yang datang pada bidang lengkung adalah sinar-sinar sejajar. Artinya benda berada
jauh di tak terhingga (s = ~ )