Upload
alfiyan-mardiansyah
View
4.122
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Alam sekitar merupakan anugrah yang indah yang diberikan oleh Tuhan
Yang Maha Esa kepada kita selaku manusia, termasuk juga dengan lingkungan
hidup dengan beraneka ragam keindahan yang ada disana. Lingkungan hidup yang
baik dan sehat merupakan karunia Tuhan yang diberikan kepada seluruh umat
manusia tanpa terkecuali. Karenanya hak untuk mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat adalah sama bagi semua manusia bahkan mahluk hidup yang
ada didunia. Dibalik kesamaan hak tersebut,tentunya adalah kewajiban semua
manusia juga untuk menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan hidup ini.
Kewajiban disini menjurus kepada semua tindakan,usaha,dan kegiatan yang
dilakukan oleh manusia baik secara individu maupun secara berkelompok guna
menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Hal ini perlu dan wajib untuk
dilaksanakan karena kondisi lingkungan hidup dari hari ke hari semakin
menunjukkan penurunan kualitas yang cukup signifikan.1
Kondisi lingkungan hidup terutama di negara industri (maju) dapat
digambarkan dengan kemajuan teknologi yang berarti kemajuan ekonominya
sendiri menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan, baik pencemaran di
darat, laut maupun udara. Hal ini akan mengganggu kelestarian alam sekitarnya
dan membawa pengaruh negatif terhadap lingkungan sosial. Berlainan halnya
1 Otto Soemarwoto,Analisis Dampak Lingkungan,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1998, hal 34
1
2
mengenai masalah lingkungan hidup di negara-negara yang sedang berkembang
dimana latar belakang yang mempengaruhinya adalah sebagai akibat
keterbelakangan, kemiskinan di satu sisi, sedang di sisi lain yaitu pertambahan
penduduk relatif tinggi, persediaan pangan terbatas dan sebagainya. Oleh sebab
itu jelaslah kita bahwa dasar pemikiran pentingnya lingkungan hidup adalah sbb :2
-. Besarnya maupun jumlah bumi atau alam tempat kita tinggal tidak bertambah,
sementara jumlah penduduk dunia semakin bertambah banyak, bahkan laju
pertumbuhan penduduk relatif masih tinggi.
-. Manusia ingin hidup lebih lama, sejahtera lahir dan batin dimana
kebutuhannya dapat terpenuhi oleh kekayaan sumber-sumber alam, sementara
banyak terjadi perusakan lingkungan dan pencemaran yang berakibat fatal bagi
kehidupan manusia.
-. Untuk memperoleh hidup yang lebih baik serta berkesinambungan perlu
diciptakan keseimbangan dan keserasian hidup, sementara terjadi perusakan,
pencemaran dan pengurasan sumber-sumber alam, yang dapat merusak atau
terputusnya siklus kehidupan di dunia ini.
Adapun timbulnya berbagai kasus mengenai lingkungan hidup di berbagai
negara di belahan bumi ini, cenderung disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri.
Padahal secara konsepsional atas dasar Konferensi PBB di Stockholm telah
digariskan agar manusia secara keseluruhan melindungi dan meningkatkan
lingkungan hidup dunia untuk generasi umat manusia sekarang dan untuk generasi
umat manusia yang akan datang. Itulah sebabnya betapa pentingnya dasar
2 Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Pekanbaru,2008, hal 86
3
pemikiran mengenai lingkungan hidup, dari penjelasan diatas dapat disimpulkan
bahwa manusia itu dapat bertindak sebagai subyek juga dapat pula sebagai obyek
lingkungan hidup. Sehingga dengan demikian diperlukan pula adanya aturan
hukum yang mengatur pengelolaan serta segala sesuatu yang berkaitan dengan
lingkungan hidup tersebut, adapun aturan hukum yang terkait dengan lingkungan
hidup yang mengatur tentang perlindungan, pengelolaan, pencegahan dan
penyelesaian atas pencemaran/perusakan lingkungan hidup tersebut yang telah
dibentuk oleh Pemerintah adalah UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan sekarang telah diubah menjadi UU No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.3
Sementara itu dalam rangka melaksanakan pembangunan lingkungan yang
berkelanjutan maka lingkungan itu sendiri perlu dijaga keserasian hubungannya
dengan berbagai usaha dan atau kegiatan. Sebagai salah satu instrumen
pencegahan pencemaran lingkungan, analisis mengenai dampak lingkungan
(AMDAL) yang dimaksud adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.4
Kegiatan pembangunan dalam hal adanya suatu usaha atau kegiatan selalu
menimbulkan dampak negatif dan dampak positif, sehingga sejak dini perlu
dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan
dampak positifnya. Tidak semua rencana kegiatan wajib dilengkapi dengan
analisis mengenai dampak lingkungan, karena hanya beberapa kegiatan tertentu
3 Ibid4 Pasal 1 angka 11 undang-undang nomor 32 tahun 2009
4
saja yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. Dampak penting
adalah perubahan lingkungan yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu
kegiatan. Analisis mengenai dampak lingkungan merupakan bagian dari proses
perencanaan kegiatan yang menjadi pangkal tolak pengaturan dalam prosedur
perizinan lingkungan. Dalam upaya melestarikan lingkungan, analisis mengenai
dampak lingkungan bertujuan untuk menjaga agar kondisi lingkungan tetap
berada pada suatu derajat mutu tertentu demi menjamin kesinambungan
pembangunan. Namun ternyata tidak semua kegiatan atau usaha diwajibkan untuk
menyusun atau membuat AMDAL, bagi kegiatan atau usaha yang tidak
diwajibkan untuk menyusun atau membuat AMDAL maka tetap diwajibkan untuk
menyusun UKL dan UPL yaitu Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup, hal ini sesuai dengan ketentuan Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010. Adapun kegiatan atau
usaha yang diwajibkan untuk menyusun UKL dan UPL ialah kegiatan atau usaha
yang dampaknya mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia. UKL dan UPL
tersebut juga sama seperti AMDAL yaitu sebagai instrumen dalam hukum
lingkungan atau dalam pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan
keputusan dan menjadi dasar untuk menerbitkan izin mendirikan kegiatan atau
usaha.5
Sedangkan penegakan hukum lingkungan itu sendiri berkaitan erat
dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan
5 Rangkuti,Siti Sundari.Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional.Airlangga University Press,Surabaya,1996,hal 88
5
yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum, yaitu administratif, perdata dan
pidana. Penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan
terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara
umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan sanksi administrasi,
keperdataan dan kepidanaan.6
Tetapi lingkungan yang sehat dan baik kadang-kadang susah diwujudkan
karena perbuatan satu atau lebih pihak yang menyebabkan rusaknya atau
terganggunya pelaksanaan hal tersebut. Pihak yang melakukan perusakan atau
yang menyebabkan terganggunya lingkungan menyebabkan timbulnya sengketa
dalam bidang lingkungan, yang perlu diselesaikan.
Karena atas dasar tersebut maka penulis merasa ingin membahas
permasalahan sengketa lingkungan dengan judul,”Penyelesaian Sengketa
Lingkungan Berdasarkan Undang-Undang No.32 Tahun 2009 melalui
Pengadilan dan Luar Pengadilan”.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
6 Ibid
6
1. Bagaimana Penyelesaian Sengketa Lingkungan diluar Pengadilan Menurut
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009?
2. Bagaimana Penyelesaian Sengketa Lingkungan melalui Pengadilan Menurut
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009?
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dalam makalah ini adalah:
1. Penyelesaian Sengketa Lingkungan diluar Pengadilan Menurut UU.No.32
Tahun 2009.
2. Penyelesaian Sengketa Lingkungan melalui Pengadilan Menurut UU.No.32
Tahun 2009.
D. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan Penyelesaian Sengketa Lingkungan diluar Pengadilan
Menurut UU.No.32 Tahun 2009.
2. Bagaimana Penyelesaian Sengketa Lingkungan melalui Pengadilan Menurut
UU.No.32 Tahun 2009.
BAB III
PEMBAHASAN
7
A. PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP DI LUAR
PENGADILAN MENURUT UU NO 32 TAHUN 2009.
Pengertian Sengketa Lingkungan menurut UU No.32 Tahun 2009 adalah
Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan
hidup.7
Sengketa lingkungan hidup di Indonesia dapat dikategorikan menjadi 3,
yaitu:8
1) sengketa yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan;
2) sengketa yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam; dan
3) sengketa yang muncul akibat pencemaran atau perusakan lingkungan.
Sengketa yang berkaitan dengan upaya perlindungan lingkungan pada
umumnya terjadi antara pihak yang ingin memanfaatkan sumber daya alam
untuk memenuhi kepentingan ekonomi di satu sisi dan pihak yang
berkepentingan atau berkewajiban untuk melindungi lingkungan dan suber
daya alam di sisi lain. Sengketa yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber
daya alam pada umumnya terjadi karena ada pihak yang merasa akses mereka
terhadap sumber daya tersebut terhalangi, sedangkan sengketa akibat
pencemaran atau perusakan lingungan pada umumnya terjadi antara pihak
pencemar/perusak dengan pihak yang menjadi korban pencemaran/perusakan.
7 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 20098 http:www. http://rizca-sugi.blogspot.com diakses tanggal 5 Februari 2013
8
Penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup pada UU No 32 Tahun 2009
melengkapi dari undang-undang sebelumnya,sebagaimana yang tercantum pada
Bab XIII UU No 32 Tahun 2009 dikatakan bahwa Penyelesaian Sengketa
Lingkungan Hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan. 9
Pada bagian kedua tentang penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup
diluar pengadilan,dikatakan bahwa :10
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dilakukan untuk
mencapai kesepakatan mengenai :
1. Bentuk dan besar nya ganti rugi;
2. Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau peruskan;
3. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau
perusakan; dan/atau
4. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan
hidup.
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan ini tidak berlaku terhadap tindak
pidana yang diatur dalam UU.No32 Tahun 2009 tersebut11. Dalam penyelesaian
sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa mediator dan
atau arbitrer yang berfungsi untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan
hidup itu sendiri.12
Bentuk-bentuk penyelesaian lingkungan hidup diluar pengadilan ini
menganut konsep Alternative Dispute Resolution (ADR),yang dilakukan dalam
9 Pasal 84 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 200910 Pasal 85 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 200911 Pasal 85 ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 12 Pasal 85 ayat 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
9
wujud mediasi ataupun arbritasi. Dan pada bagian inilah peran Polri dapat masuk
dan ikut serta menjadi seorang mediator dalam pelaksanaan mediasi.Bentuk-
bentuk penyelesaian sengketa ini memang memperkenankan untuk hadirnya orang
ketiga sebagai penengah dan bukan penentu kebijakan.13
Masyarakat pun dapat turut campur dalam upaya penyelesaian sengketa
lingkungan ini dengan membentuk lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa
lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak, dalam hal tersebut
pemerintah dan pemerintah daerah dapat memfasilitasi pembentukan lembaga
tersebut yang ketentuan lebih lanjutnya akan diatur dalam sebuah Peraturan
Pemerintah.
B. PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP MELALUI
PENGADILAN MENURUT UU.NO.32 TAHUN 2009.
Penyelesaian sengketa melalui peradilan merupakan ultimum remedium
atau upaya hukum terakhir karena tujuannya adalah untuk menghukum pelaku
dengan hukuman. Jadi, hal ini tidak berfungsi untuk memperbaiki lingkungan
yang tercemar. Akan tetapi, hal ini dapat menimbulkan faktor penjera (deterant
factor) yang sangat efektif. Oleh karena itu dalam praktiknya penegakan hukum
selalu diterapkan secara efektif.14
Penyelesaian sengketa melalui peradilan diatur pada bagian ketiga UU No
32 Tahun 2009 dan terdiri dari :
13 Abdurrahman,Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,Citra Aditya Bakti,Bandung,1990, hal 4414 Hatrik,Hamzah, Azas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia (Strict Liability dan Vicarious Liability), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hal 46
10
1. Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan
Ganti kerugian dikenakan terhadap setiap penanggung jawab usaha dan
atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran
atau perusakan lingkungan yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau
lingkungan hidup, setiap orang yang melakukan pemindahtanganan, pengubahan
sifat dan bentuk usaha, dan/atau kegiatan dari suatu badan usaha yang melanggar
hukum tidak melepaskan tanggung jawab hukum/dan atau kewajiban badan usaha
tersebut.15 Dalam hal ini pengadilan dapat mengenakan uang paksa terhadap
keterlambatan atas pelaksanaan putusan pengadilan, dimana uang paksa ini
didasarkan pada peraturan peraturan perundang-undangan.
2. Tanggung Jawab Mutlak
Terhadap setiap orang yang tindakannya atau usahanya dan kegiatannya
yang menggunakan B3( Bahan Berbahaya Beracun), menghasilkan dan/atau
mengelola limbah B3 dan/atau menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan
hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu
pembuktian unsur kesalahan.
3. Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah daerah
Dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung
jawab di bidang lingkungan hidup, berwenang untuk mengajukan gugatan ganti
15 Pasal 87 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
11
rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan atau kegiatan yang menyebabkan
kerusakan lingkungan hidup dan atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran
dan atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan
hidup.16
4. Hak Gugat Masyarakat
Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk
kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila
mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Gugatan dapat diajukan apabila terjadi kesamaan fakta atau peristiwa, dasar
hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota
kelompoknya.Ketentuan mengenai hak gugat ini masyarakat dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
5. Hak gugat Organisasi Lingkungan Hidup
Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk
kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Hak mengajukan gugatan
terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan
ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memnuhi
persyaratan sebagai berikut:17
a. Berbentuk badan hukum
16 Pasal 90 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 200917 Muladi dan Barda Nawawi, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1984, hal 89
12
b. Menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan
untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
c. Telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling
singkat 2 tahun.
6. Gugatan Administratif
Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha
Negara apabila:18
a. Badan atau pejabat tata usaha Negara menerbitkan izin lingkungan kepada
usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan
dokumen amdal.
b. Badan atau pejabat tata usaha Negara menerbitkan izin lingkungan kepada
kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen UKL-
UPL
c. Badan atau pejabat tata usaha Negara yang menerbitkan izin usaha dan/atau
kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan.
Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan tata usaha Negara
mengacu pada Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
Kegiatan Penyidikan dilakukan oleh penyidik baik dari POLRI juga dari Pejabat
PNS yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.19
Pembuktian berupa alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana
lingkungan terdiri atas:
18 Ibid19 Koewadji,Hermien Hadiati, Hukum Pidana Lingkungan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal 75
13
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
f. Alat bukti lain termasuk alat bukti yang diatur dengan peraturan perundang-
undangan.
Dalam rangka penegakan hukum terpadu pelaku tindak pidana lingkungan
hidup, dapat dilakukan antara penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian dan
kejaksaan di bawah Koordinasi Menteri.
Akan tetapi dibalik ini semua,UU No 32 Tahun 2009 mengenal apa yang
dinamakan asas Ultimum Remedium,yakni mewajibkan penerapan penegakan
hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penegakan hukum administrasi
dianggap tidak berhasil.Yang mana penerapan asas ini,hanya berlaku bagi tindak
pidana formil tertentu,yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air
limbah,emisi,dan gangguan.
Jika dilihat dari penerapan hukum secara perdata,Hak gugat pemerintah
dan pemerintah daerah,hak gugat masyarakat dan hak gugat organisasi lingkungan
hidup merupakan bentuk-bentuk pengamalan konsep axio popularis,class action
dan legal standing.Konsep-konsep ini merupakan terobosan hukum yang sangat
baik dalam penerapannya.Penerapan hukum perdata ini juga diikuti engan
berbagai persyaratan seperti pelaksanaan hak gugat oleh pemerintah bisa
dilakukan oleh Kejaksaan,pelaksanaan clas action yang dapat dilakukan oleh
14
orang atau sekelompok orang dan pelaksanaan hak gugat oleh organisasi
Lingkungan yang harus memenuhi persyaratan organisasi sesuai dengan apa yang
diatur dalam UU No 32 Tahun 2009 ini.Ancaman hukuman yang ditawarkan oleh
UU No 32 Tahun 2009 ini juga cukup komprehensif,misalkan mengenai pasal-
pasal yang mengatur tentang ketentuan pidana dan perdata yang mengancam
setiap pelanggaran peraturan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup,baik perseorangan, korporasi, maupun pejabat. Contoh yang paling konkret
adalah porsi yang diberikan pada masalah AMDAL. Sekurangnya terdapat 23
pasal yang mengatur mengenai AMDAL,tetapi pengertian dari AMDAL itu
sendiri berbeda antara UU No 32/2009 dengan UU No 23/1997, yakni hilangnya
”dampak besar”.Hal-hal baru mengenai AMDAL yang termuat pada undang-
undang terbaru ini antara lain:20
1. AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
2. Penyusunan dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun
dokumen AMDAL;
3. Komisi penilai AMDAL pusat,Provinsi,maupun Kab/Kota wajib memiliki
lisensi AMDAL;
4. AMDAL dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penertiban izin
lingkungan;
5. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri,Gubenur,Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya.
20Soemarwoto,Otto. Analisis Dampak Lingkungan. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.1998, hal 20
15
Selain hal-hal yang disebutkan diatas,ada pengaturan yang tegas dan
tercantum dalam UU No 32 Tahun 2009 ini ,yaitu dikenakannya sanksi pidana
dan sanksi perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL. Hal-hal yang terkait
dengan sanksi tersebut berupa :21
- Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin
lingkungan;
- Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki
sertifikat kompetensi;
- Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa
dilengkapi dengan dokumen AMDAL atau UPL/UK
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup pada UU No 32 Tahun 2009
melengkapi dari undang-undang sebelumnya,sebagaimana yang tercantum
pada Bab XIII UU No 32 Tahun 2009 dikatakan bahwa Penyelesaian Sengketa
Lingkungan Hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan
21 Hardjasoemantri,Koesnadi.Hukum Tata Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta,1989, hal 96
16
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dilakukan untuk
mencapai kesepakatan mengenai :
a. Bentuk dan besar nya ganti rugi;
b. Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau peruskan;
c. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran
dan/atau perusakan; dan/atau
d. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan
hidup.
2. Sedangkan penyelesaian sengketa melalui peradilan diatur pada bagian ketiga
UU No 32 Tahun 2009 dan terdiri dari :
a. Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan
b. Tanggung Jawab Mutlak
c. Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah daerah
d. Hak Gugat Masyarakat
e. Hak gugat Organisasi Lingkungan Hidup
f. Gugatan Administratif
B. SARAN
1. Kepada pemerintah sebaiknya menerapkan peraturan yang tertuang dalam
UU.No.32 Tahun 2009 dalam hal Penyelesaian Sengketa lingkungan untuk
menyelesaikan masalah sengketa lingkungan. Pemerintah juga harus
menegakkan peraturan tersebut dalam menanganinya.
17
2. Kepada masyarakat harus memanfaatkan hak gugatnya apabila merasa
dirugikan oleh tindakan pihak-pihak yang menimbulkan kerusakan yang
berujung pada sengketa lingkungan
3. Kepada pihak yang harus bertanggung jawab terhadap kerusakan atau
pencemaran lingkungan yang berujung pada sengketa lingkungan harus
bertanggung jawab sesuai dengan peraturan yang ada pada UU. No.32 Tahun
2009 tentang Penyelesaian Sengketa baik melalui pengadilan atau di luar
pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,Citra Aditya
Bakti,Bandung,1990
Hatrik,Hamzah, Azas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana
Indonesia (Strict Liability dan Vicarious Liability), Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1996
18
Hardjasoemantri,Koesnadi.Hukum Tata Lingkungan. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta,1989
Koewadji,Hermien Hadiati, Hukum Pidana Lingkungan, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1993
Muladi dan Barda Nawawi, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung,
1984
Otto Soemarwoto,Analisis Dampak Lingkungan,Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1998
Rangkuti,Siti Sundari.Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan
Nasional.Airlangga University Press,Surabaya,1996
Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika,
Pekanbaru,2008