tugas imun FIKS

  • Upload
    680089

  • View
    19

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

monggo

Citation preview

TUGAS TERSTRUKTUR IMUNOLOGIINFLAMASI KRONIS DAN SITOKIN DALAM LINGKUNGAN MIKROTUMOR Disusun oleh Nama : ABDUL KHALIM NIM : G1F012041 Kelas : AKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN FARMASIPURWOKERTO2014PENDAHULUANTujuanMemberi gambaran tentang penyakit kanker yang terkait dengan sistem imun. Yaitu melibatkan sitokin-sitokin tertentu, dimana sitokin ini berperan besar untuk menimbulkan penyakit kanker seperti kanker kolorektal yang sebelumnya terkena paparan inflamasi kronis. Latar Belakang Secara umum inflamasi dibagi menjadi dua yaitu inflamasi akut yang merupakan respon terhadap adanya perubahan yang diinduksi oleh patogen atau substansi fisika maupun kimia dan berfungsi untuk menghilangkan sumber kerusakan dan mengembalikan sistem homeostasis jaringan yang terkena serta yang kedua adalah inflamasi kronik yang berperan untuk memicu kegiatan sel yang dapat mendorong transformasi/ perubahan sel yang berbahaya dan karsinogenesis. Inflamasi sangat bermanfaat untuk mengembalikan jaringan yang terluka dan agen pembuang patogen, namun ketika tidak dapat dikendalikan akan menjadi inflamasi kronik yang dapat menyebabkan kanker seperti kanker kolitis terkait kolorektal dan cholangiocarcinoma (Glauben dkk, 2013). Peran inflamasi dalam perkembangan kanker telah lama diteliti seperti postulat Virchow (1863) yang menyatakan bahwa kanker bersumber dari inflamasi, ini dibuktikan dengan banyaknya sumber yang menyebutkan bahwa kanker di picu oleh infeksi dan inflamasi kronis. Inflamasi dapat meningkatkan risiko kanker dengan menyediakan molekul bioaktif dari sel infiltrasi lingkungan mikro tumor termasuk sitokin, faktor pertumbuhan, kemokin (mempertahankan laju proliferasi berkelanjutan), sinyal sel untuk mencegah apoptosis, faktor pro-angiogenik, memfasilitasi program karsinogenesis lainnya, seperti ketidakstabilan genom, pemrograman ulang metabolisme energi, dan blok sistem imun dan modifikasi matrix ekstraseluler-enzim seperti metaloproteinase yang mempromosikan Transisi mesenchymal epitel (EMT) yaitu proses penting dari pemrograman ulang sel selama embriogenesis dan patologis seperti peradangan, penyembuhan luka, dan kanker. Selama EMT, sel-sel epitel menunjukkan perubahan morfologi, kemudian akan terbentuk karakteristik fibroblast (Glauben dkk, 2013). Gambar 1. Peran inflamasi kronis dalam pertumbuhan tumor. (Lidija, 2011) Sitokin adalah protein BM rendah yang berfungsi untuk komunikasi antar sel. Biasanya dihasilkan oleh sistem imun dan sel stroma seperti fibroblas dan endotel untuk pengaturan proliferasi, keberlangsungan hidup sel, diferensiasi, aktivasi sel imun, migrasi sel dan kematian sel. Sedangkan untuk lingkungan mikro tumor digunakan sebagai anti tumor, tetapi dapat memicu perubahan dan keganasan sel ketika terjadi inflamasi kronik. Inflamasi kronis penting dalam menghasilkan keganasan melalui paparan sitokin proinflamasi dan aktivasi berkelanjutan jalur sinyal seperti NF-kB dan STAT3. Sitokin juga terlibat dalam tumor pertumbuhan, dengan merangsang proliferasi sel tumor dan dengan menghindari imunosurveilans. Sitokin yang terlibat dalam infalamasi kronik antaralain TNF-a, TGF-, IL-6, IL-10 (Glauben dkk, 2013). TNF-a (Tumor Necrosis Factor) TNF-aadalah salah satu mediator inflamasi yang berpartisipasi dalam penyakit inflamasi kronik. TNF-a merupakan bentuk dari sitokin pro-inflamasi yang dapat menyebabkan proses karsiogenesis termasuk angiogenesis, invasi dan lain-lain. Aktivasi TNF-a pada reseptornya menyebabkan empat proses:Pro-apoptosis yang diinduksi oleh interaksi Caspase-8 dengan FADD (Fas-associated death domain).Aktivasi anti apoptosis oleh cIAp-1 (cellular inhibitor of apoptosis protein-1) dan interaksi dengan TRAF2 (TNF-aR-associated Factor 2).Jalur sinyal TRAF2 dan JNK yang termediasi AP-1.Aktivasi RIP (reseptor interacting protein) yang diinduksi NF-kB. Pada konsentrasi tinggi TNF-a dapat menimbulkan respon antitumor tetapi sebaliknya pada konsentrasi rendah dapat memicu fenotip tumor. TNF-amempromosikan Reactive Oxygen (ROS) dan reactve nitrogen spesies (RNS) yang dapat menyebabkan kerusakan DNA karenanya menjadi fasilitas untuk proses tumor. Respon pro dan anti-tumor yang tergantung pada lingkungan mikro tumor tidak hanya pada konsentrasi lokal tetapi juga pada situs ekspresi dalam tumor. Ada juga bukti bahwa paparan TNF-aberkepanjangan dapat meningkatkan proporsi fenotipe sel kanker batang pada kanker rongga mulut. Beberapa sitokin memiliki aktivitas faktor pertumbuhan, seperti TNF-a. Dalam sebuah studi oleh Zhu et al, menunjukkan bahwa penghentian TNF-a dalam garis sel kandung empedu menurunkan proliferasi sel dan invasi oleh efek autokrin, kemudian mempengaruhi aktivasi TNF-a/NF-?B/AKT/Bcl-2 jalur dalam sel-sel ini. Hal ini sama dengan pernyataan sebelumnya yang mengungkapkan bahwa persinyalan NF-kB diperlukan untuk mempromosikan proliferasi sel tumor dalam menanggapi stimulus inflamasi dan dengan menghambat faktor transkripsi ini, anti-tumor sinyal dipimpin oleh TNF-a/TRAIL dipicu (Glauben dkk, 2013).2. Interleukin 6 (IL-6) IL-6 adalah sitokin pro-inflamasi lain yang mempunyai efek pro-tumor. Pasien dengan kanker sistemik di duga terjadi pengangkatan serum (cairan) IL-6 jika dibandingkan pada orang sehat atau pada pasien kanker jinak. IL-6 mempunyai proporsi yang banyak sekitar 60-70% dan 58-90% menyebabkan kanker ganas. IL-6 berperan penting untuk mempromosikan proliferasi dan inhibisi apoptosis, yaitu dengan adanya ikatan dengan reseptornya (IL-6Ra) dan ko-reseptor gp130 (glikoprotein 130). Proses ini akan mengakibatkan teraktivasinya JAK-STAT pada jalur Janus Kinase (JAK) dan sinyal tranduksi serta proses transkripsi STATs khususnya STAT1 dan STAT3. STAT adalah faktor transkripsi untuk proses inisisasi dan perkembangan tumor dengan mekanisme yaitu terjadi hipermetilasi gen penekan tumor maupun hipometilasi transposon LINE-1 (Long Interspersed Nuclear Elemen-1) pada kanker rongga mulut atau kanker lainnya. IL-6 banyak berperan perkembangan myeloma, dengan kemampuannya menginduksi apoptosis dengan cara mengeblok reseptor IL-6/STAT3 secara invitro dan resistensi IL-6 pada induksi plasmocytoma. Seperti TNF-a, IL-6 juga memfasilitasi perkembangan kanker dengan cara promosi konversi sel non kanker ke dalam stem sel. Sitokin inflamasi bertanggungjawab pada induksi tumor, sedangkan sitokin antiinflamasi membatasi resiko terjadinya kanker dan mengurangi aktivasi jalur sinyal kanker. Tetapi ada bukti yang menunjukkan bahwa sitokin antiinflamasi seperti TGF- dan IL-10 mengakibatkan perkembangan tumor yang kompleks (Glauben dkk, 2013).Tumor Growth Factor (TGF- )TGF- adalah sitokin pleiotropic yang kuat dengan efek penekan imun dan antiinflamasi yang khas. Pada keadaan fisiologi yang menurun TGF- berperan pada proses embriogenesis, pertumbuhan sel, diferensiasi, apoptosis, adesi dan invasi. Peran TGF- pada kanker sangat kompleks dan paradoksal, bervariasi tergantung pada tipe sel dan tahapan tumorigenesis. Pada tahap awal, TGF- menekan tumor dengan mencegah penambahan siklus sel dan promosi apoptosis. Pada tahap akhir, TGF- meningkatkan invasi dan metastasis dengan menginduksi EMT (Epithelial mesenchymal transition). Pada induksi kanker, TGF- menjadi penekan tumor dengan cara meningkatkan CKI (Cyclin-dependent Kinase Inhibitor) P21 dan menurunkan c-MYc. Proliferasi epitel yang tinggi juga menyebabkan kanker sel rongga mulut dan secara berkepanjangan akan mempercepat perkembangan karsinoma, mutasi Ras dan mengurangi reduksi. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan TGF- berkontribusi pada tumorigenesis. Selain itu proses mutasi ataupun delesi reseptor TGF- dapat menyebabkan kanker kolon, kanker prostat, kanker payudara, dan kanker kandung kemih (Glauben dkk, 2013).Interleukin 10 (IL-10) IL-10 telah diketahui sebagai sitokin antiinflamasi yang poten. Kebanyakan sel imun seperti sel T, sel B, monosit, makrofag, sel mast, granulosit, sel dendritik dan keratinosit memproduksi IL-10. Sel Tumor juga dapat mensekresi IL-10. Ketika IL-10 berikatan dengan reseptornya maka akan terjadi fosforilasi Jak1 dan Tyk2 kinase dan berinteraksi dengan STAT1, STAT3 dan STAT5 yang kemudian terjadi translokasi ke dalam nukleus dan menginduksi ekspresi gen. IL-10 mempunyai efek pro dan antitumor. IL-10 bekerja dengan menghambat sinyal NF-KB, lalu menurunkan produksi sitokin proinflamasi yang berperan sebagai sitokin anti tumor. Penurunan IL-10 pada bakteri dapat menginduksi karsinogenesis sedangkan pada tikus dapat mencegah inflamasi kolorktal dan karsinoma dimana terjadi transfer IL-10 yang mengekspresi CD4+ dan CD25+ dari sel T ke Rag2-/-(lymphocyte deficient) (Glauben dkk, 2013). Selain itu IL-10 mempunyai aktivitas antitumor pada glioma, melanoma, dan payudara dengan melibatkan penurunan MHC-I dengan menginduksi sel NK untuk menghancurkan sel tumor. IL-10 dapat mengaktivasi STAT3, yang mana aktivasi STAT3 mengakibatkan IL-10 juga berefek pada pro-tumor yang dimediasi oleh autokrin-parakrine loop dan melibatkan peningkatan Bcl-2 dan aktivasi resistensi apoptosis (Glauben dkk, 2013).ISI Mekanisme umum terjadinya kanker yang diinduksi oleh inflamasi kronis yait pada respon inflamasi, aktivasi sel epitel dan sel imun memicu generasi ROS dan RNS yang menginduksi sintesis NOS(Nitric Oksidase) dan NADPH oksidase (merupakan protein kompleks yang terdiri dari beberapa membran yang berkaitan dengan subunit katalis anion superoksida (O2-). NADPH oksidase mengekspresikan sel fagosit dan non fagosit. AKtivasi sel fagosit secara langsung dapat menginduksi RONS (reactive oxygen and nitrogen species), aktivasi NOX2 (makrofag dan neutrofil), NADPH Oksidase, dan iNOS (Inducible NOS). Sedangkan pada aktivasi non fagosit TNF-a, IL-6 dan TGF- memicu generasi RONS. Peningkatan NADPH Oksidase dan NOS serta produk dari keduanya yaitu RONS telah terdeteksi pada beberapa kanker, yang dianggap sebagai radikal bebas yang berperan dalam tumor. Sedangkan pada penyakit inflamasi kronik seperti gastritis yang disebabkan H.pylori dan penyakit radang usus (IBD), kadar RONS yang tinggi dianggap berperan besar untuk beresiko kanker. Rons dihasilkan oleh stres seluler dan modifikasi makromolekul, meskipun mereka juga terlibat dalam regulasi jalur sinyal, seperti kelangsungan hidup dan proliferasi sel melalui Akt, Erk1 / 2, dan aktivasi hypoxia-inducible factor-1 (Glauben dkk, 2013). Mekanisme yang berbeda telah diusulkan untuk menjelaskan partisipasi Rons di perkembangan kanker. Rons menginduksi stres oksidatif sel dan kerusakan lipid, protein, dan DNA, serta produksi 8-oxo-7, 8-dihidro-2'-deoxyguanosine (8-oxodG), yang sebenarnya digunakan sebagai penanda kerusakan DNA. Selanjutnya, 8 -oxodG dapat berikatan dengan adenin, yang mengarah ke transversi G: C ke T: A (G ? T transversi). Demikian pula, ONOO- dapat memodifikasi deoxyguanosine 8-nitrodeoxyguanosine, yang secara spontan dapat menghasilkan situs apurinic, mendukung G ? T transversi. Identifikasi tanda tersebut sebagai kerusakan DNA pada proses inflamasi kronis, seperti H. pylori terkait gastritis, hepatitis, dan ulcerative colitis, menekankan relevansi Rons di patologi dengan peningkatan risiko kanker (Gambar I dan II). Selain itu, 8-oxodG dan 8 - nitrodeoxyguanine reaktif terhadap sistem imun meningkat dalam hati dari virus hepatitis C yang berasal pasien hepatitis kronis (Glauben dkk, 2013).Gambar 2. Proses terjadinya tumor yang diinduksi oleh RONS (Glauben dkk, 2013) Pada pembahasan mekanisme khusus, akan dijelaskan mekanisme terjadinya kanker yang di induksi oleh inflamasi kronis seperti radang usus atau IBD (Inflamatory Bowel Disease). Penyakit radang usus (IBD), yang menempati peringkat teratas di antara tiga kondisi berisiko tinggi untuk kanker usus besar, yang erat hubungannya dengan inflamasi. Risiko kanker kolorektal meningkat tergantung durasi atau waktu terpapar dan seberapa luas inflamasi. Pada IBD, banyak sitokin inflamasi yang terlibat dalam karsinogenesis, seperti TNF-a dan IL-6. Pada pasien UC (ulcerative colitis) yang tidak diobati, tingkat TNF-a mukosa berkorelasi dengan tingkat pembengkakan. Selain itu, tinggi IL-6 tingkat telah diamati pada biopsi usus dari pasien aktif IBD, dan model murine telah menunjukkan peran penting untuk dua sitokin pro-inflamasi ini relevan dalam inisiasi dan perkembangan CAC. Seperti disebutkan di atas, sitokin pro-inflamasi dapat mendorong generasi Rons, sebuah proses yang telah diamati pada pasien IBD, dimana dapat meningkatkan risiko karsinogenesis dengan mempromosikan stres oksidatif yang dimediasi kerusakan DNA. Kadar ROS tinggi yang disebabkan oleh peradangan kronis telah dikaitkan dengan mutasi awal p53 pada CAC (colorectal carcinoma), yang membedakannya dari kanker kolorektal sporadis, di mana mutasi ini telah diidentifikasi dalam tahap akhir tumor. Dengan demikian, potensi mutagenik Rons, bersama-sama dengan mutasi awal tumor gen supresor p53, memiliki potensi untuk meningkatkan risiko kumulatif terkait dengan perubahan predisposisi genetik untuk karsinogenesis pada pasien kanker usus (Glauben dkk, 2013). Pada CAC (kanker kolorektal), memuat beberapa mekanisme yang terjadi. Pertama, adalah peran dari COX-2 yang merupakan gen terinduksi, dan sitokin proinflamasi, seperti IL- 1 dan TNF, dan lingkungan hipoksia yang merupakan induser ampuh ekspresi COX-2. Persinyalan NF-kB dan Wnt digunakan untuk mengatur ekspresi COX-2. Peningkatan Ekspresi COX-2 akan menyebabkan pembentukan tumor AOM dan defisiensi signifikan COX-2 akan mengurangi tumorigenesis kanker usus besar pada tikus. Oleh karena itu, selektif COX-2 inhibitor telah dikonfirmasi untuk menjadi agen kemopreventif yang efektif dan efisien untuk mencegah kanker yang diinduksi inflamasi kronis, namun efek samping penggunaan obat ini cukup besar yang dapat mengganggu sistem kardiovaskular, termasuk peningkatan risiko serangan jantung dan stroke (Gonda dkk, 2009). NSAIDs merupakan obat antiinflamasi yang banyak digunakan. NSAIDs mampu mengerahkan aktivitas kemopreventif yang kuat pada pencegahan kanker. Penggunaan rutin obat anti-inflammatory drugs (NSAID) juga menurunkan angka kematian dari kanker usus besar sporadis dan hasil regresi adenoma pada pasien FAP, yang mewarisi mutasi pada gen APC, menunjukkan kontribusi terhadap perkembangan tumor yang tidak diprakarsai oleh inflamasi. Beberapa studi telah mengkonfirmasi bahwa penggunaan rutin aspirin mengurangi risiko relatif terkena kanker usus sebesar 50 %. Temuan baru menunjukkan bahwa aspirin juga meningkatkan kelangsungan hidup pasien kanker kolorektal stadium I, II dan III. Menjadikan NSAID sebagai agen terapeutik, tidak hanya agen kemopreventif. NSAID mengerahkan antiinflamasi (dan aktivitas anti - tumorigenic) dengan menghambat siklooksigenase 2 (COX-2). Ekspresi COX-2 meningkat pada 50 % dari adenoma dan di 85 % dari adenokarsinoma. Dalam tumor usus manusia COX-2 dinyatakan dalam epitel dan stroma sel, menunjukkan bahwa NSAID mengerahkan aktivitas kemopreventif mereka dengan menargetkan keduanya, sel-sel tumor dan sel-sel dalam lingkungan mikro tumor (Gonda dkk, 2009). Kedua adalah peran dari PGE2. Sitokin proinflamasi dan kegiatan protumorigenic COX-2 di CRC dimediasi oleh PGE2, yang merangsang pertumbuhan, angiogenesis dan menghambat apoptosis di CRC melalui aktivasi dari sejumlah jalur sinyal onkogenik, termasuk -catenin/TCF, Ras dan signaling PI3K. Oleh karena itu, inhibitor selektif PGE2 dapat berubah menjadi inhibitor kuat dari CRC, tetapi dengan efek samping yang lebih sedikit daripada NSAID nonselektif atau selektif COX-2 inhibitor seperti celecoxib (Gonda dkk, 2009).KESIMPULANInflamasi kronis merupakan inflamasi berkepanjangan yang dapat menyebabkan kanker, seperti kanker usus besar, kanker kolorektal dan lain-lain. Inflamasi kronis akan memicu sekresi sitokin-sitokin yang mengatur kejadian kanker seperti TNF-a, TGF-, IL-6, IL-10 dan lainnya. Inflamasi dapat meningkatkan risiko kanker dengan menyediakan molekul bioaktif dari sel infiltrasi lingkungan mikro tumor termasuk sitokin, faktor pertumbuhan, kemokin (mempertahankan laju proliferasi berkelanjutan), sinyal sel untuk mencegah apoptosis, faktor pro-angiogenik, memfasilitasi program karsinogenesis lainnya, seperti ketidakstabilan genom, pemrograman ulang metabolisme energi, dan blok sistem imun dan modifikasi matrix ekstraseluler-enzim seperti metaloproteinase yang mempromosikan Transisi mesenchymal epitel (EMT). Pencegahan kanker yang diinduksi oleh inflamasi kronis dapat dilakukan dengan cara pemberian obat-obat NSAIDs atau pun inhibitor selektif COX-2 seperti Celecoxib untuk pengobatan inflamasinya, sehingga resiko kanker dapat teratasi dengan pencegahan terhadap sekresi sitokin-sitokin yang dapat memicu kanker. DAFTAR PUSTAKAGlauben, L dkk, 2013, Chronic inflammation and cytokines in the tumor microenvironment, Disciplinary Program of Immunology, Institute of Biomedical Sciences, School of Medicine, Universidad de Chile, Santiago, CL 8380453, Chile and Department of Immunology, School of Medicine, Siriraj Hospital, Mahidol University, 2 Prannok Road, Bangkok Noi, Bangkok 10700, Thailand.Gonda, T.A. dkk, 2009, Chronic inflammation, the tumor microenvironment and carcinogenesis, Division of Digestive and Liver Diseases; Department of Medicine; Irving Cancer Research Center; Columbia University; New York, USA.Lidija K, 2011, Cytokines, Inflammation and Colon Cancer, Albert Einstein Cancer Center, Montefiore Medical Center, Department of Oncology, Bronx, NY 10467, USA