Upload
muhamad-novran-chalik
View
237
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
FK Unsri
Citation preview
TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT
Oleh :
Muhammad Novran Chalik, S.Ked
04054811416049
Pembimbing :
Drg. Billy Sujatmiko, Sp.Kg
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT MOHAMMAD HOESIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
1. Karies D1-D6
ICDAS mengklasifikasikan karies berdasarkan tingkat keparahan karies. Klasifikasi
dibuat dalam bentuk angka, dan diawali dengan huruf D. Menurut ICDAS
(International Caries Detection and Assessment System), karies terbagi menjadi 6,
yaitu:
1. D1 : Dalam keadaan gigi kering, terlihat lesi putih pada permukaan gigi.
2. D2 : Dalam keadaan gigi basah, sudah terlihat adanya lesi putih pada
permukaan gigi.
3. D3 : Terdapat lesi minimal pada permukaan email gigi.
4. D4 : Lesi email lebih dalam. tampak bayangan gelap dentin atau lesi sudah
mencapai bagian dentinoenamel junction (DEJ).
5. D5 : Lesi telah mencapai dentin.
6. D6 : Lesi telah mencapai pulpa.
2. Progresivitas karies
Lesi email awal di dapat saat level PH pada permukaan gigi lebih rendah
sehingga tidak dapat diimbangi dengan remineralisasi, tetapi tidak cukup rendah untuk
menghambat proses remineralisasi pada daerah permukaan email. Ion asam berpenetrasi
dalam menuju porus lapisan prisma yang dapat menyebabkan demineralisasi
subpermukaan. Permukaan gigi dapat tetap utuh karena adanya remineralisasi di
permukaan yang disebabkan peningkatan level ion fluoride, ion Ca2+ dan HPO 42+,
dan juga saliva.
Yang termasuk karakteristik klinis lesi email awal adalah kehilangan
translusensi normal dari email yang memberikan penampakan putih kapur, terlebih lagi
pada saat dehidrasi, selain itu juga terdapat lapisan permukaan yang rentan rusak pada
saat probing, khusunya pada pit dan fissura. Termasuk pula didalamnya, adanya
peningkatan porusitas, khususnya pada subpermukaan sehingga terdapatpeningkatan
potensial terjadinya noda dan adanya penurunan densitas pada bagian sub permukaan,
yang dapat di deteksi dengan radiograf atau dengan transluminasi. Ukuran lesi sub
permukaan dapat berkembang sehingga dentin dibawahnya terlibat dan
terdemineralisasi lalu kemudian lesi interproksimal dapat terdeteksi oleh radiograf.
Walau begitu, selagi permukaan gigi menyatu, lesi masih dapat dikatakan reversible.
Dalam mengatasi lesi email dini, secara idealnya adalah berusaha
mengembalikan densitas email, tetapi pada realitanya hanya terdapat sebagian perbaikan
pada densitas permukaan. Walaupun demikian, remineralisasi sebagian pada lesi awal
menjadikan email tersebut lebih resisten terhadap demineralisasi asam daripada email
normal dan secara fisik lebih kuat. Sehingga lebih bauk bagi pasien untuk tetap menjada
oral hygiene daripada langsung memperbaiki gigi dan mengabaikan usaha
remineralisasi. Jika ketidakseimbangan remineralisasi atau demineralisasi berlanjut,
maka permukaan lesi awal akan runtuh dengan adanya pelarutan apatit atau fraktur
kristal yang lemah, sehingga menghasilkan kavitas. Bakteri plak akan memenuhi kavitas
dan membuat proses remineralisasi semakin sulit dan kurang efektif sehingga kompleks
dentin-pulpa akan menjadi aktif. Pulpa akan menghasilkan respon segera terhadap
invasi asam pada tubuli paling luar. Akan terdapat mineralisasi pada kanal lateral yang
menggabungan tubuli dentin sehingga menghasilkan lapisan translusen.
Hal ini tidak terlihat secara klinis tetapi dapat diungkapkan secara radiograf
dan dapat dilihat apabila seluruh dentin yang terdemineralisasi diangkat pada saat
preparasi kavitas. Hal ini sebenarnya adalah suatu reaksi pertahanan dari pulpa yang
membuktikan pulpa dan dentin merupakan satu kesatuan organ dan memiliki
kemampuan yang sama dalam proses penyembuhan. Sekali demineralisasi berlanjut dari
email menuju dentin dan bakteri menjadi permanen didalam kavitas, mereka akan
menerobos ke dalam dentin yang lebih dalam dengan sendirinya. Demineralisasi masih
dapat dikontrol dengan diet substrat tetapi bakteri juga akan memproduksi asam untuk
melarutkan hidroksapatit pada dentin yang lebih dalam. Tekstur dan warna dentin akan
berubah seiring perkembangan lesi. Tekstur akan berubah karena demineralisasi dan
warna akan bertambah gelap akibat produk bakteri atau noda dari makanan dan
minuman. Pada lesi kronik, perubahan warna akan lebih terlihat dan tekstur dasar
kavitas akan lebih lunak.
Proses karies akan terus berlanjut, mencapai pulpa dan menimbulkan infeksi
pulpa sehingga terjadi kematian pulpa atau nekrosis dan selanjutnya menjadi abses.
Secara radiografis, gambaran abses gigi permanen akan tampak disekitar periapikal
sedangkan pada gigi susu, abses kronik berupa kerusakan inter-radikular, terutama
terlihat di daerah bifurkasi. Secara klinis infeksi telah menyebar ke jaringan lunak
didaerah bukal berupa parulis atau abses ginggival berupa eksudat, yang akan pecah dan
meninggalkan saluran fistel. Infeksi kronis yang terjadi pada gigi susu pada saat
pembentukan aktif dari mahkota gigi permanen erupsi dengan efek hipoplasia atau
hipokalsifikasi email. Hal ini sering dijumpai pada gigi premolar.
Kesimpulan Tahapan Proses Karies
1. Small Pit
Mikroorganisme mulai menyerang bagian gigi yang rentan, yaitu pit.
2. Bluish WhiteArea
Dentin lebih lunak email sehingga mikroorganisme akan menyerang dentino
enamel junction yang akan menimbulkan warna keputihan pada email.
3. Open Cavity
Jika pennyerangan mikroorganisme terus berlanjut, maka akan terlihat kavitas
besar warna coklat muda.
4. Pulpitis
Pulpa mulai diserang sehingga menimbulakn infeksi.
5. Apical abscess
Pulpa sudah mati dan pulpitis mulai merambah ke ligament periodontal.
3. Inervasi gigi atas dan bawah
Nervus sensori pada rahang dan gigi berasal dari cabang nervus cranial ke-V
atau nervus trigeminal pada maksila dan mandibula. Persarafan pada daerah orofacial,
selain saraf trigeminal meliputi saraf cranial lainnya, seperti saraf cranial ke-VII, ke-XI,
ke-XII.
NERVUS MAKSILA
Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila,
palatum, dan gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus ini akan
bercabang lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris superior ini
kemudian akan bercabang lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris superior anterior,
nervus alveolaris superior medii, dan nervus alveolaris superior posterior. Nervus
alveolaris superior anterior mempersarafi gingiva dan gigi anterior, nervus alveolaris
superior medii mempersarafi gingiva dan gigi premolar serta gigi molar I bagian mesial,
nervus alveolaris superior posterior mempersarafi gingiva dan gigi molar I bagian distal
serta molar II dan molar III.
NERVUS MANDIBULA
Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior.
Nervus alveolaris inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah akar
gigi molar sampai ke tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah merupakan
sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga cabang yang lebih besar yang
membentuk plexus dimana cabang pada inferior ini memasuki tiap akar gigi.
Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada
persarafan mandibula. Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada mukosa pipi,
saraf ini juga memiliki cabang yang biasanya di distribusikan ke area kecil pada gingiva
buccal di area molar pertama. Namun, dalam beberapa kasus, distribusi ini memanjang
dari caninus sampai ke molar ketiga. Nervus lingualis, karena terletak di dasar mulut,
dan memiliki cabang mukosa pada beberapa area mukosa lidah dan gingiva. Nervus
mylohyoid, terkadang dapat melanjutkan perjalanannya pada permukaan bawah otot
mylohyoid dan memasuki mandibula melalui foramen kecila pada kedua sisi midline.
Pada beberapa individu, nervus ini berkontribusi pada persarafan dari insisivus sentral
dan ligament periodontal.
Serabut saraf yang terapat pada gigi baik rahang atas dan rahang bawah juga
pada mata terhubung melalui saraf trigeminus ( nervus V/ganglion gasseri).
1. N.V1 Cabang Opthalmicus
2. N.V2 Cabang Maxillaris
3. N.V3 Cabang Mandibula
Cabang maxillaris (rahang atas) dan mandibularis (rahang bawah) penting pada
kedokteran gigi.
Cabang maxillaris memberikan inervasi sensorik ke gigi maxillaris, palatum, dan
gingiva.
Cabang mandibularis memberikan persarafan sensorik ke gigi mandibularis, lidah,
dan gingiva. Variasi nervus yang memberikan persarafan ke gigi diteruskan ke
alveolaris, ke soket di mana gigi tersebut berasal.
Nervus alveolaris superior ke gigi maxillaris berasal dari cabang maxillaris nervus
trigeminus.
Nervus alveolaris inferior ke gigi mandibularis berasal dari cabang mandibularis
nervus trigeminus.
CABANG MAXILLARIS MEMPERSARAFI :
PALATUM
Membentuk atap mulut dan lantai cavum nasi
Terdiri dari :
Palatum durum (langit keras)
Palatum mole (langit lunak)
PALATUM DURUM
Terdapat tiga foramen :
foramen incisivum pada bidang median ke arah anterior
foramina palatina major di bagian posterior dan
foramina palatina minor ke arah posterior
Bagian depan palatum : N. Nasopalatinus (keluar dari foramen incisivum),
mempersarafi gigi anterior rahang atas
Bagian belakang palatum : N. Palatinus Majus (keluar dari foramen palatina
mayor), mempersarafi gigi premolar dan molar rahang atas.
PALATUM MOLAE
N. Palatinus Minus (keluardari foramen palatina minus), mempersarafi seluruh palatina
mole.
PERSARAFAN DENTIS DAN GINGIVA RAHANG ATAS
Permukaan labia dan buccal :
N. alveolaris superior posterior, medius dan anterior
Nervus alveolaris superior anterior, mempersarfi gingiva dan gigi anterior
Nervus alveolaris superior media, mempersarafi gingiva dan gigi premolar dan
molar I bagian mesial
Nervus alveolaris superior posterior, mempersarafi gingiva dan gigi molar I
bagian distal, molar II dan molar III
Permukaan palatal :
N. palatinus major dan nasopalatinus
Bagian depan palatum: N. Nasopalatinus (keluar dari foramen incisivum),
mempersarafi gingiva dan gigi anterior rahang atas
Bagian belakang palatum: N. Palatinus Majus (keluar dari foramen palatina
mayor), mempersarafi gingiva dan gigi premolar dan molar rahang atas.
CABANG MANDIBULARIS :
PERSARAFAN DENTIS
Dipersyarafi oleh Nervus Alveolaris Inferior, mempersarafi gigi anterior dan posterior
gigi rahang bawah.
PERSARAFAN GINGIVA
Permukaan labia dan buccal :
N. Buccalis, mempersarafi bagian buccal gigi posterior rahang bawah
N. Mentalis, merupakan N.Alveolaris Inferior yang keluar dari foramen Mental
Permukaan lingual :
N. Lingualis, mempersarafi 2/3 anterior lidah, gingiva dan gigi anterior dan
posterior rahang bawah
4. WHITE SPOT
White Spot atau yang dikenal dengan lesi karies dini pada email adalah bercak putih
buram pada permukaan email yang disebabkan oleh proses demineralisasi email. White
spot/lesi putih adalah proses awal terjadinya lubang gigi yang timbul akibat pelepasan
ion kalsium dan fosfat dari email gigi yang disebut dengan demineralisasi namun pada
fase ini permukaan gigi masih utuh. Bercak putih (White spot) timbul akibat pelepasan
ion kalsium dan fosfat dari email gigi yang disebut dengan demineralisasi.
warnanya putih seperti kapur
tidak terasa sakit atau ngilu
terjadi karena adanya demineralisasi struktur gigi
bersifat reversibel atau bisa mengalami mineralisasi kembali treatment
menggunakan tooth mouse dan rajin menggunakan pasta gigi berfluoride
tidak diperlukan penambalan akan tetapi jika mengganggu penampilan maka bisa
dilakukan perbaikan oleh dokter gigi
5. KARIES EMAIL
Karies email merupakan karies yang terjadi pada permukaan email gigi
(lapisan terluar dan terkaras dari gigi), dan belum terasa sakit hanya ada pewarnaan
hitam atau cokelat pada email. Apabila keseimbangan antara laju proses demineralisasi
dengan remineralisasi berlanjut maka permukaan lesi awal akan runtuh akibat dari
pelarutan apatie yang sudah melemah sehingga menghasilkan kavitas.
6. KARIES DENTIN
Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi) atau bagian
pertengahan antara permukaan gigi dan kamar pulpa. Gigi biasanya terasa sakit bila
terkena rangsangan dingin, makanan asam dan manis.
PULPITIS
7. Iritasi Pulpa
Suatu keadaan, dimana lapisan enamel gigi mengalamii kerusakan sampai batas
dentinoenamel junction, kondisi ini belum menimbulkan keadaan patologis dan
perubahan kondisi histologis.
8. Hiperemia Pulpa
Hiperemi pulpa adalah penumpukan darah secara berlebihan pada pulpa, yang
disebabkan oleh kongesti vaskular. Terdapat dua tipe hiperemia pulpa, yaitu: (1) Arteri
(aktif), jika terjadi peningkatan peredaran darah arteri; (2) Vena (pasif), jika terjadi
pengurangan peredaran darah vena.Jadi, hiperemi pulpa merupakan penanda bahwa
pulpa tidak dapat dibebani iritasi lagiuntuk dapat bertahan sebagai suatu pulpa yang
tetap sehat.
9. Pulpitis Reversible
Pulpitis reversible merupakan proses inflamasi ringan yang apabila penyebabnya
dihilangkan maka inflamasi menghilang dan pulpa akan kembali normal. Faktor-faktor
yang menyebabkan pulpitis reversible, antara lain stimulus ringan atau sebentar seperti
karies insipient, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif,
kuretase periodontium yang dalam dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin
terbuka.
Gejala
Pulpitis reversible bersifat asimtomatik dapat disebabkan karena karies yang
baru muncul dan akan kembali normal bila karies dihilangkan dan gigi direstorasi
dengan baik, apabila ada gejala (bersifat simtomatik) biasanya berbentuk pola khusus.
Aplikasi stimulus dingin atau panas, dapat menyebabkan rasa sakit yang tajam. Jika
stimulus ini dihilangkan, nyeri akan segera reda. Stimulus panas dan dingin
menimbulkan nyeri yang berbeda pada pulpa normal. Ketika panas diaplikasikan pada
gigi dengan pulpa yang tidak terinflamasi, respon awal yang langsung terjadi (tertunda),
namun jika stimulus panas ditingkatkan maka intensitas nyeri akan meningkat.
Sebaliknya, jika stimulus dingin diberikan, pulpa normal akan segera terasa nyeri dan
menurun jika stimulus dingin dipertahankan. Berdasarkan observasi hal ini, respon dari
pulpa sehat maupun terinflamasi tampaknya sebagian besar disebabkan oleh perubahan
dalam tekanan intrapulpa.
10. Pulpitis Irreversible
Pulpitis irreversible merupakan inflamasi parah yang tidak akan bisa pulih walaupun
penyebabnya dihilangkan dan lambat atau cepat pulpa akan menjadi nekrosis. Pulpa
irreversible ini seringkali merupakan akibat atau perkembangan dari pulpa reversible.
Dapat pula disebabkan oleh kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin
yang luas selama prosedur operatif, trauma atau pergerakan gigi dalam perawatan
ortodontic yang menyebabkan terganggunya aliran darah pulpa.
Gejala
Pada awal pemeriksaan klinik pulpitis irreversibel ditandai dengan suatu
paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan oleh hal berikut: perubahan
temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin bahan makanan manis ke dalam kavitas atau
pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi dan sikap berbaring yang menyebabkan
bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika penyebab
telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang
jelas. Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk, tajam atau
menyentak-nyentak, dan umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa sebentar-sebentar atau
terus-menerus tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa dan tergantung pada
hubungannya dengan ada tidaknya suatu stimulus eksternal. Terkadang pasien juga
merasakan rasa sakit yang menyebar ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bila
bawah belakang yang terkena. Menentukan lokasi nyeri pulpa lebih sulit dibandingkan
nyeri pada periapikal/periradikuler dan menjadi lebih sulit jika nyerinya semakin
intens.Stimulus eksternal, seperti dingin atau panas dapat menyebabkan nyeri
berkepanjangan.
Nyeri pada pulpitis irreversible berbeda dengan pulpa yang normal atau sehat.
Sebagai contoh, aplikasi panas pada inflamasi ini dapat menghasilkan respon yang cepat
dan aplikasi dingin, responnya tidak hilang dan berkepanjangan. Walaupun telah
diklaim bahwa gigi dengan pulpitis irreversible mempunyai ambang rangsang yang
rendah terhadap stimulasi elektrik, menurut Mumford ambang rangsang persepsi nyeri
pada pulpa yang terinflamasi dan tidak terinflamasi adalah sama.
11. NEKROSIS PULPA
Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang dapat diakibatkan oleh pulpitis
ireversibel yang tidak dirawat atau terjadi trauma yang dapat mengganggu suplai darah
ke pulpa. Jaringan pulpa tertutup oleh email dan dentin yang kaku sehingga tidak
memiliki sirkulasi darah kolateral. Bila terjadi peningkatan jaringan dalam ruang pulpa
menyebabkan kolapsnya pembuluh darah sehingga akhirnya terjadi nekrosis likuifaksi.
Jika eksudat yang dihasilkan selama pulpitis ireversibel di drainase melalui kavitas
karies atau daerah pulpa yang terbuka, proses nekrosis akan tertunda dan jaringan pulpa
di daerah sekitar akar tetap vital dalam jangka waktu yang lebih lama. Jika terjadi hal
sebaliknya, mengakibatkanproses nekrosis pulpa cepat dan total.
Morfologi dan Anatomi Pulpa
Pulpa adalah jaringan ikat lunak yang menempati pertengahan gigi. Bentuk
pulpa menyerupai bentuk anatomi luar gigi. Pulpa dibentuk oleh kamar pulpa di bagian
mahkota gigi dan saluran akar yang memanjang sepanjang gigi. Bentuk dan jumlah
saluran akar dapat bervariasi. Pada bagian apeks masing-masing akar terdapat foramen
apikal yang dilalui pembuluh darah, saraf dan pembuluh limfe. Tonjolan pulpa yang
disebut tanduk pulpa atau korona terletak di bagian bawah masing-masing tonjol (cups)
gigi.
Struktur Seluler
Konsistensi pulpa seperti gelatin, terdiri atas komponen sel dan substansi
interseluler. Odontoblas dapat ditemukan di bagian perifer pulpa. Pada waktu gigi
erupsi, terdapat suatu area bebas sel yang disebut lapisan basal Weil, yang terletak di
bawah lapisan sel Odontoblas. Jauh di bawah area tersebut dapat ditemukan suatu area
pada sel yang mengandung pleksus kapiler dan saraf. Di dalam pulpa, terdapat banyak
sel fibroblas yang berfungsi membentuk serat kolagen. Histiosit atau makrofag adalah
sel pertahanan utama yang ditemukan di dalam pulpa. Ketika pulpa mengalami
inflamasi, sel histiosit berubah menjadi makrofag bebas. Leukosit polimorfonuklear
juga ditemukan sebagai respon terhadap inflamasi.
Substansi Interseluler
Terdiri atas serat-serat dan substansi dasar yang amorf, pembuluh darah, dan
saraf. Serat-serat kolagen ditemukan tersebar di setiap bagian pulpa dan mendukung
jaringan pulpa. Substansi dasar yang amorf merupakan substansi gelatinosa yang
memberi bentuk pada pulpa. Pulpa di suplai oleh banyak pembuluh darah arteriol masuk
ke dalam pulpa melalui foramen apikalis dan berjalan ke arah mahkota, yang kemudian
bercabang-cabang dan beranastomosis (berjalinan) dengan arteriol lainnya. Arterio-
arteriol tersebut berakhir pada suatu pleksus kapiler yang padat ke bawah Odontoblas
dan darah kemudian mengalir ke venula yang keluar dari pulpa juga melalui foramen
apikalis.
Saraf yang bermielin dan tak bermielin masuk melalui foramen apikalis dan
biasanya mengikuti jalannya pembuluh darah. Ketika pembuluh darah naik dan
mengarah ke mahkota, pembuluh tersebut bercabang menuju perifer pulpa dan membagi
diri, membentuk suatu jaringan serat-serat saraf yang disebut Pleksus Raschow persis di
bawah lapisan basal sel Weil. Beberapa serat melintasi lapisan Weil, masuk melalui
Odontoblas dan lapisan predentin, dan memasuki tubulus derntin.
Saluran Akar
Saluran akar terdiri dari saluran akar utama dan saluran akar tambahan
(accessory canal) saluran akar utama adalah sepanjang akar gigi yang berisi jaringan
pulpa, saraf pembuluh darah. Saluran akar utama ini berhubungan langsung dengan
kamar pulpa dan normalnya diameter yang terbesar terletak pada orifis 1/3 garis servikal
dan berakhir pada foramen apikal yang berjarak 3 mm dari ujung akar dan merupakan
pusat apeks akar.
Benuk Saluran akar mencerminkan outline permukaan mahkota dan akar.
Dengan kata lain, bentuk saluran akar ditentukan oleh bentuk akar (dalam potongan
melintang). Walaupun bentuk akar pada penampang sangat bervariasi, Richard E.
Walton dan Frank J. Vertucci menyatakan bahwa secara umum terdapat 7 konfigurasi
yaitu :
- bulat
- oval
- oval panjang (long oval)
- bowling pin (seperti pin bowling)
- kidney bean (ssperti ginjal)
- ribbon (seperti pita)
- hourglass (seperti jam pasir)
Bentuk saluran akar pada penampang melintang sangat dipengaruhi oleh benuk
dan ukuran akar, derajat kelengkungan akar serta usia dan kondisi gigi. Seringkali pada
satu akar terdapat dua saluran akar. Diantara dua saluran akar ini sering terdapat
isthmus. Isthmus adalah suatu celah penghubung antara dua saluran akar yang biasanya
juga berisi saluran pulpa. Pada jarak 3 mm pada apek, isthmus tampak menggabungkan
dua saluran akar dalam satu akar. Isthmus merupakan bagian dari sistem saluran akar
sehingga isthmus juga harus dipreparasi, diirigasi dan diisi dengan bahan pengisi
saluran akar.
Mekanisme Terjadinya Inflamasi pada Pulpa.
Derajat inflamasi pulpa sangat berhubungan dengan intensitas dan keparahan
jaringan pulpa yang rusak. Iritasi ringan seperti pada karies dan preparasi kavitas yang
dangkal mengakibatkan inflamasi yang sedikit atau tidak sama sekali pada pulpa
sehingga tidak mengakibatkan perubahan yang signifikan. Sebaliknya, iritan seperti
pada karies yang dalam dan prosedur operatif yang luas biasanya mengakibatkan
perubahan inflamasi yang lebih parah.
Iritasi sedang sampai parah akan mengakibatkan inflamasi lokal dan lepasnya
sel-selinflamasi dalam konsentrasi tinggi. Iritasi ini mengakibatka pengaktifan
bermacam-macam sistem biologis seperti reaksi inflamasi nonspesifik seperti histamin,
bradikinin, metabolit asam arakhidonat, leukosit PMN, inhibitor protease, dan
neuropeptida. Selain itu, respon imun juga dapat menganisiasi dan memperparah
penyakit pula. Pada jaringan pulpa normal dan tidak terinflamasi mengandung sel
imunokompeten seperti limfosit T, limfosit B, makrofag, dan sel dendrittik. Konsentrasi
sel-sel tersebut meningkatk ketika pulpa terinflamasi sebagai bentuk mekanisme
pertahanan untuk melindungi jaringan pulpa dari invasi mikroorganisme dimana
polimorfonukulear merupakan sel yang dominan pada inflamasi pulpa.
Sel-sel inflamasi dalam jumlah besar ini akan mengakibatkan peningkatan
permeabilitas vaskular, statis vaskular, dan migrasi leukosit ke tempat iritasi tersebut.
Akibatnya, terjadi pergerakan cairan dari pembuluh ke jaringan sekitarnya. Jika
pergerakan cairan oleh venula dan limfatik tidak dapat mengimbangi filtrasi dairan
kapiler, eksudat pun terbentuk. Peningkatan tekanan jaringan dari eksudat ini akan
menimbulkan tekanan pasif dan kolapsnya venula secara total di area iritasi pulpa oleh
karena jaringan pulpa dikelilingi oleh dinding yang kaku. Selain itu, pelepasan sel-sel
inflamasi menyebabkan nyeri langsung dan tidak langsung dengan meningkatnya
vasodiltasi arteriol dan permeabilitas venula sehingga akan terjadi edema dan
peningkatan tekanan jaringan. Tekanan ini bereaksi langsung pada sistem saraf sensorik.
Meningkatnya tekanan jaringan dan tidak adanya sirkulasi kolateral ini yang dapat
mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa.
12. PERIDONTITIS
Periodontitis adalah seperangkat peradangan penyakit yang mempengaruhi
periodontium, yaitu jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi. Periodontitis
melibatkan hilangnya progresif dari tulang alveolar di sekitar gigi, dan jika tidak diobati
dapat menyebabkan melonggarnya kemudian kehilangan gigi.
Merupakan suatu penyakit jaringan penyangga gigi yaitu yang melibatkan
ginggiva, ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar karena suatu proses
inflmasi. Inflmasi berasal dari ginggiva (ginggivitis) yang tidak dirawat, dan bila proses
berlanjut maka menginvasi struktur dibawahnya sehingga akan terbentuk poket yang
menyebabkan peradangan berlanjut dan merusak tulang serta jaringan penyangga gigi,
akibatnya gigi menjadi goyang dan akhirnya harus dicabut.
Karakteristik periodontitis dapat dilihat dengan adanya inflmasi ginggiva,
pembentukan poket periodontal, kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar
sampai hilangnya sebagian atau seluruh gigi. Periodontitis adalah penyakit atau
peradangan pada periodontium (jaringan penyangga gigi / periodontal), merupakan
peradangan berlanjut akibat ginggivitis yang tidak dirawat.
Etiologi :
Periodontitis disebabkan oleh mikroorganisme bahwa mematuhi dan tumbuh
pada permukaan gigi, bersama dengan terlalu agresif kekebalan respon terhadap
mikroorganisme tersebut. Periodontitis secara umum disebabkan oleh mikroorganisme
dan produk-produk yaitu : plak supra dan sub gingiva, faktor sistemik juga dapat
berpengaruh pada terjadinya periodontitis, meskipun tidak didahului oleh proses
inflamasi. Tekanan oklusal yang berlebihan juga dapat memainkan peranan penting
pada progresivitas penyakit periodontitis dan terjadinya kerusakan tulang (contohnya :
pada pemakaian alat ortondonsi dengan tekanan yang berlebihan).
Patofisiologi
Periodontitis dimulai dengan gingivitis dan bila kemungkinan terjadi proses
inflamasi, maka pada kebanyakan pasien tetapi tidak semua pasien inflamasi secara
bertahap akan memasuki jaringan periodontal yang lebih dalam. Bersama dengan proses
inflamasi akan timbul potensi untuk menstimulasi resorpsi jaringan periodontal dan
pembentukan pake periodontal. Dengan terbentuknya poket, penyakit inflmasi
periodontal menjadi dengan sendirinya mengekalkan faktor etiologi prinsipal, yaitu plak
yang pada saat ini terbentuk di dalam lingkungan poket yang lebih anaerob, yang
mendorong pertumbuhan organisme patologis periodontal dan lebih sulit diakses untuk
dibuang sendiri oleh pasien. Bila urutan kejadian ini bertahan dalam waktu lama, infeksi
kronis bisa menyebabkan kerusakan periodontium yang parah dan hilangnya gigi-gigi.
Penelitian terbaru menunjukkan bhwa kemungkinan ada periode aktif resorbsi tulang
diikuti dengan waktu tidak aktif dimana ada poket periodontal tetapi tidak menyebabkan
attachment loss lebih lanjut.
Gejala Klinis
- Gusi merah atau berdarah saat menyikat gigi atau menggigit makanan keras
- Gusi sering membengkak
- Halitosis atau bau mulut, dan rasa getir terus menerus
- Resesi ginggiva, sehingga gigi tampak memanjang
- Lubang dalam di antara gigi dan gusi
- Gigi longgar, pada tahap lanjut
13. TREPANASI
Trepanasi adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk menciptakan drainase melalui
saluran akar atau melalui tulang untuk mengalirkan sekret luka serta untuk mengurangi
rasa sakit. Jika timbul abses alveolar akut, berarti infeksi telah meluas dari saluran akar
melalui periodontal apikalis sampai ke dalam tulang periapeks. Nanah dikelilingi oleh
tulang pada apeks gigi dan tidak dapat mengalir ke luar. Pada stadium ini belum tampak
suatu pembengkakan. Perasaan sangat nyeri terutama bila ditekan sehingga untuk
menghilangkannya perlu segera dilakukan drainase. Dapat dipakai dua cara, yaitu:
trepanasi melalui saluran akar dan trepanasi di daerah apeks akar.
14. OBAT SARIAWAN
Terdapat beberapa jenis obat untuk mengobati sariawan. Obat berbentuk salep dengan
kandungan kortikosteroid yang dioleskan pada luka sariawan. Obat tetes yang
digunakan untuk meredakan sariawan ini dengan gentien violet, perak nitrat, atau obat
kumur yang dapat membantu mengurangi rasa sakit pada penderita sariawan. Dan juga
pemberian vitamin C atau zat besi dalam dosis tinggi pada penderita sariawan yang
kekurangan zat-zat tersebut sering dapat menolong. Untuk memenuhi kebutuhan tubuh
akan vitamin, akan lebih baik bila diperoleh dari sayuran dan buah-buahan yang
merupakan vitamin natural. Mengonsumsi vitamin natural lebih efetif dibandingkan
dengan mengonsumsi suplemen. Bila dikonsumsi berlebihan tidak akan merusak tubuh,
karena kelebihannya akan dikeluarkan oleh tubuh. Selain itu juga lebih mudah diserap
oleh tubuh. Pada penderita sariawan kambuhan yang disertai kecemasan obat (faktor
psikologis), pemberian obat dapat disertai dengan obat anticemas untuk mengatasi
masalah psikologisnya. Dan jika sariawan sudah terlalu parah, bisa digunakan
antibiotika dan obat penurun panas (bila sudah kronis disertai dengan demam)
15. ANTIBIOTIK IBU HAMIL
Klasifkasi FDA tentang obat yang mempunyai efek terhadap janin. Pada tahun
1979, FDA merekomendasikan 5 kategori obat yang memerlukan perhatian khusus
terhadap kemungkinan efek terhadap janin.
A. Obat yang sudah pernah diujikan pada manusia hamil dan terbukti tidak ada
risiko terhadap janin dalam rahim. Obat golongan ini aman untuk dikonsumsi
oleh ibu hamil (vitamin)
B. Obat yang sudah diujikan pada binatang dan terbukti ada atau tidak ada efek
terhadap janin dalam rahim akan tetapi belum pernah terbukti pada manusia.
Obat golongan ini bila diperlukan dapat diberikan pada ibu hamil (Penicillin).
C. Obat yang pernah diujikan pada binatang atau manusia akan tetapi dengan hasil
yang kurang memadai. Meskipun sudah dujikan pada binatang terbukti ada efek
terhadap janin akan tetapi pada manusia belum ada bukti yang kuat. Obat
golongan ini boleh diberikan pada ibu hamil apabila keuntungannya lebih besar
disbanding efeknya terhadap janin (Kloramfenicol, Rifampisin, PAS, INH).
D. Obat yang sudah dibuktikan mempunyai risiko terhadap janin manusia. Obat
golongan ini tidak dianjurkan untuk dikonsumsi ibu hamil. Terpaksa diberikan
apabila dipertimbangkan untuk menyelamatkan jiwa ibu (Streptomisin,
Tetrasiklin, Kanamisin).
X. Obat yang sudah jelas terbukti ada risiko pada janin manusia dan kerugian dari
obat ini jauh lebih besar daripada manfaatnya bila diberikan pada ibu hamil,
sehingga tidak dibenarkan untuk diberikan pada ibu hamil atau yang tersangka
hamil.
Klasifikasi (FDA) untuk antibiotika dan risikonya terhadap janin
16. ANALGETIK IBU HAMIL Pada umumnya anestetikum lokal tidak bersifat teratogenik terhadap manusia
dan dianggap relatif aman untuk digunakan selama kehamilan. Anestetikum lokal yang
paling aman digunakan pada masa kehamilan adalah lidokain tanpa epinefrin (kategori
B). Sebagian besar anestetikum lokal yang digunakan di kedokteran gigi tergolong
dalam FDA kategori B seperti lidokain, prilokain,etidokain. Mepivikain dan bupivikain
(kategori C) tidak direkomendasikan sebabtidak terdapat data yang mendukung
keamanannya dan terdapat kemungkinan timbulnya efek teratogenik pada fetus. Berikut
ini tabel anestetikum lokal yang aman dan tidak aman digunakan pada masa kehamilan.
Tabel 1. DAFTAR ANESTETIKUM LOKAL BESERTA KATEGORI FDA
Nama Obat1. 2% lidokain (Xylokain) dengan 1:100000
epinefrin2. 4% prilokain HCl dengan 1:200000
epinefrin (Citanest Forte) 3. 4% prilokain HCl tanpa epinefrin
Kategori FDAB
B B
(Citanest Plain)4. Etidokain (Duranest)5. 0.5% bupivikain (Markain)6. 4% septokain (Artikain) dengan 1:100000
atau 1:200000 epinefrin7. 2% mepivikain (Karbokain) dengan
1:20000 levonordefrin (NeoCobefrin)8. 3% mepivikain HCl (Karbokain,
Polokain)9. Prokain (Novokain, Ester)
B CC
C
C
C
Berikut ini analgesik yang aman dan tidak aman diresepkan selama masa kehamilan
berdasarkan FDA.
Tabel 2. DAFTAR ANALGESIK BESERTA KATEGORI BERDASARKAN FDA
Nama ObatAsetaminofenAsetaminofen dengan kodeinKodeinHidrokodonMeperidinMorfinOksikodon Propoksifen Setelah trimester pertama (24-72 jam) Ibuprofen NaprosinAspirin
Kategori FDABCC/³DC/³DBBB/³DC
B/³DB/³DB/³D
Ket: 3D = kontraindikasi pada trimester ketiga
Banyak prosedur dental yang memerlukan obat antibiotik untuk mencegah
infeksi. Penggunaan bahan - bahan antibiotik sangat terbatas indikasinya di bidang
kedokteran gigi. Dokter gigi harus memberikan perawatan khusus bagi pasien hamil
khususnya jika ada infeksi akut. Pemilihan bahan yang paling aman, pembatasan durasi
pemberian obat dan meminimalkan dosis merupakan prinsip yang mendasar untuk
terapi yang aman. Antibiotik derivat beta-laktam (penisilin dan sefalosporin) merupakan
pilihan pertama pada kasus infeksi orofasial. Obat-obatan ini tergolong kategori B dan
aman digunakan pada masa kehamilan. Antibotik golongan makrolida seperti
eritromisin, klindamisin, azitromisin, metronidazol (kategori B) diyakini mempunyai
risiko kecil dan diberikan pada pasien hamil yang alergi terhadap penisilin.
Aminoglikosida seperti streptomisin, gentamisin (kategori C) dan klorheksidin (kategori
B) aman digunakan pada masa kehamilan, tetapi bila digunakan pada akhir kehamilan
akan menyebabkan toksisitas pada janin. Tetrasiklin termasuk doksisikolin hiklat yang
berdampak diskolorasi gigi, kerusakan pada hati dan pankreas, malformasi serta
menghambat pertumbuhan tulang pada janin, sehingga tetrasiklin dikontraindikasikan
pada pasien wanita hamil. Kloramfenikol juga dikontraindikasikan karena akan
menyebabkan toksisitas pada ibu dan kegagalan sirkulasi pada janin yang disebut gray
sindrom.
Berikut ini antibiotik yang aman dan tidak aman diresepkan selama masa kehamilan.
Tabel 3. DAFTAR ANTIBIOTIK BESERTA KATEGORI FDA
Nama Obat Antibiotik
Penisilin
Amoksisilin
Sefalosporin
Klindamisin
Metronidazol
Klorheksidin
Gentamisin
Tetrasiklin
Kuinolon
Klaritromisin
Kloramfenikol
Doksisiklin
Kategori FDA
B
B
B
B
B
B
C
D
C
C
X
D
Obat-obatan lain seperti klorheksidin kumur, antifungi nistatin (kategori B) dan
klotrimazol (kategori C) aman diresepkan pada masa kehamilan. Klotrimazol,
ketoconazol, fluconazol (kategori C) sebaiknya dihindari pemakaiannya. Kortikosteroid
tergolong dalam FDAkategori C. Umumnya digunakan untuk mengobati berbagai
kondisi oral yang terinflamasi, untuk pasien wanita hamil biasanya diresepkan
kortikosteroid topikal misalnya obat kumur.