Upload
anggra-satria
View
18
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS MANDIRI
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA DALAM SITA
JAMINAN (STUDI KASUS NO. 214/Pdt.G/2000/PN.JKT.PST)
Mata Kuliah : Hukum Acara Perdata
Dosen : Rizki Tri Anugrah Bhakti, SH, MH
Disusun Oleh
Bayu Septiyan
120710032
Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Putera Batam
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberi nikmat dan kasih sayang – Nya kepada kami karena hanya dengan
izin – Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen mata
kuliah Hukum Acara Perdata ini dengan baik.
Seperti kata pepatah “ Tak ada gading yang tak retak “ kami pun
menyadari bahwa makalah yang telah kami susun ini masih banyak kekurangan
baik secara sistematika penulisan, bahasa, dan penyusunannya. Oleh karena itu,
kami memohon saran serta pendapat yang dapat membuat kami menjadi lebih
baik dalam melaksanakan tugas di lain waktu. Mudah – mudahan karya tulis yang
kami buat menjadi bermanfaat bagi kami khususnya dan umumnya bagi
pembacanya.
Batam, Desember 2013
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
1.1. Latar Belakang..........................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................4
BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN UMUM......................................5
2.1. Landasan Teori..........................................................................................5
2.2. Tinjauan Umum.........................................................................................6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial dalam hidupnya mempunyai kepentingan
yang beraneka ragam, antara yang satu dengan yang lain tidaklah sama. Manusia
dalam memenuhi kepentingannya pada kenyataannya melakukan hubungan satu
dengan yang lainnya. Hubungan tersebut menimbulkan hak dan kewajiban yang
harus dipenuhi masing-masing pihak secara timbal balik. Hubungan yang
menimbulkan hak dan kewajiban semacam ini diatur dalam peraturan hukum.
Hukum juga melindungi kepentingan para subjek hukum, oleh karena itu
hubungan semacam ini disebut hubungan hukum. Hubungan hukum disini ialah
hubungan yang diatur oleh hukum dan mendapat perlindungan hukum apabila
terjadi pelanggaran terhadapnya.
Dalam melakukan hubungan hukum mungkin timbul suatu keadaan dimana
pihak yang satu tidak memenuhi kewajibannya terhadap pihak yang lain, sehingga
pihak yang lain tersebut merasa dirugikan. Keadaan demikian itu akan
menimbulkan sengketa hukum, yaitu sengketa atau perselisihan mengenai segala
sesuatu yang diatur hukum.
Bentuk pelanggaran tidak hanya terbatas pada pelanggaran pidana saja akan
tetapi juga mencakup perdata dan tata usaha Negara. Didalam pelanggaran
tersebut sudah barangtentu diharapkan adanya penyelesaian yang menjamin
terpenuhinya hak dan kewajiban yang dilanggar.
Sebagai salah satu bentuk tahapan guna menjamin terpenuhinya hak dan
kewajiban tersebut dilakukanlah penyitaan pihak – pihak yang merasa dirugikan
oleh perbuatan seseorang atau badan hukum. Akan tetapi tentang apa dan
bagaimana serta kepada siapa penyitaan tersebut dapat dilakukan tentu saja tidak
semua unsur masyarakat memahaminya. Penyitaan yang akan dibahas dalam
tugas mandiri ini lebih mengarah ke ranah perdata.
3
Salah satu bentuk penyitaan tersebut adalah sita jaminan. Pada dasarnya
penyitaan berfungsi membekukan harta benda baik bergerak maupun tidak
bergerak guna menjamin tidak beralihnya hak kepemilikan atas harta benda
tersebut dikarenakan adanya gugatan terhadap pihak yang disengketakan.
Didalam makalah ini penulis mengangkat judul perlindungan hukum terhadap
pihak ketiga dalam sita jaminan (studi kasus putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat No. 214/Pdt.G/2000/PN.JKT.PST). dimana didalam putusan tersebut
melibatkan pihak ketiga yang tidak terlibat dalam kasus perdata antara PT. Citra
Van Titipan Kilat dengan PT. Asuransi Tafakul Umum Jakarta.
Berkaitan dengan adanya unsur pihak ketiga yang tidak terlibat dalam
permasalahan perdata tersebut yang mengakibatkan pihak ketiga tersebut
dirugikan maka penulis mengangkat mengenai permasalahan ini.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakangan diatas dapat disimpulkan yang
menjadi permasalahan adalah :
1. Apakah Putusan No. 214/Pdt.G/2000/PN.JKT.PST Mengenai Sita Jaminan
Telah sesuai hukum yang berlaku ?
2. Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Pihak ketiga Dalam Sita Jaminan
Tersebut ?
4
BAB II
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN UMUM
1.3. Landasan Teori
Adapun landasan teori yang digunakan adalah teori kepastian hukum dan
teori perlindungan hukum.
Teori Kepastian Hukum Menurut Sudikno Mertokusumo adalah jaminan
bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh
haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Walaupun kepastian hukum erat
kaitannya dengan keadilan, namun hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum
bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan, sedangkan
keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan1.
Kepastian hukum merupakan pelaksanaan hukum sesuai dengan bunyinya
sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa hukum dilaksanakan. Dalam
memahami nilai kepastian hukum yang harus diperhatikan adalah bahwa nilai itu
mempunyai relasi yang erat dengan instrumen hukum yang positif dan peranan
negara dalam mengaktualisasikannya pada hukum positif2
Menurut Fitzgerald, dia menjelaskan teori pelindungan hukum Salmond
bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai
kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan,
perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara
membatasi berbagai kepentingan di lain pihak3. Kepentingan hukum adalah
mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas
tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan
dilindungi4.
1 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 2007) Hal 160.
2 E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan, (Jakarta : Kompas, 2007) Hal. 953 Satijipto Raharjo, “Ilmu Hukum’, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), Hal. 53.4 Ibid, hal. 69
5
Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan
perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-
hak yang diberikan oleh hukum5.
Pemikiran yang lebih eksplisit tentang hukum sebagai pelindung hak-hak
asasi dan kebebasan warganya, dikemukakan oleh Immanuel Kant. Bagi Kant,
manusia merupakan makhluk berakal dan berkehendak bebas. Negara bertugas
menegakkan hak-hak dan kebebasan warganya. Kemakmuran dan kebahagian
rakyat merupakan tujuan negara dan hukum, oleh karena itu, hak-hak dasar itu,
tidak boleh dihalangi oleh negara.
Menurut pendapat Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi
rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif6.
Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya
sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah berikap hati-hati dalam
pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan yang represif
bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penangananya di
lembaga peradilan.
Patut dicatat bahwa upaya untuk mendapatkan perlindungan hukum tentunya
yang diinginkan oleh manusia adalah ketertiban dan keteraturan antara nilai dasar
dari hukum yakni adanya kepastian hukum, kegunaan hukum serta keadilan
hukum, meskipun pada umumnya dalam praktek ketiga nilai dasar tersebut
bersitegang, namun haruslah diusahakan untuk ketiga nilai dasar tersebut
bersamaan7.
1.4. Tinjauan Umum
Penyitaan berasal dari terminologi Beslag (Belanda), dan didalam istilah bahasa
indonesia “beslag” namun istilah bakunya ialah kata sita atau penyitaan. Beberapa
pengertian penyitaan yaitu: 5 Ibid., Hal. 546 Phillipus M. Hadjon, “perlindungan hukum Bagi Rakyat Indonesia”, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1987), Hal. 27 Maria Alfons, “Implementasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-produk Masyarakat
Lokal Dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual”, Ringkasan Disertasi Doktor, (Malang: Universitas Brawijaya, 2010), hal. 18.
6
1. Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat selama paksa berada ke
dalam keadaan penjagaan.
2. Tindakan paksa penjagaan custody) itu ditahukan secara resmi (official)
berdasarkan permintaan pengadilan atau hakim.
3. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang
disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat
pembayaran atas keputusan hutang debitur atau tergugat dengan jalan menjual
lelang (exsekutorial verkoop) barang yang disita tersebut.1 Dengan
mempertahankan pengertian tersebut, dapat dikemukakan beberapa esensi
fundamental sebagai landasan penerapan Penyitaan yang perlu diperhatikan.
a. Sita merupakan tindakan hukum eksepsional
Sita merupakan tindakan hukum yang diambil pengadilan mendahului
pemeriksaan pokok perkara atau mendahului putusan. Sering sita itu dilakukan
pada saat proses pemeriksaan perkara sedang berjalan. Dalam penyitaan ini
seolah-olah pengadilan telah menghukum tergugat lebih dulu. Sebelum
pengadilan sendiri menjatuhkan putusan. Bila kita analisis, penyitaan
membenarkan putusan yang belum dijatuhkan. Tegasnya, sebelum pengadilan
menyatakan pihak tergugat bersalah berdasarkan putusan. Tergugat sudah dijatuhi
hukuman berupa penyitaan harta sengketa atau harta kekayaan tergugat. Itu
sebabnya, tindakan penyitaan merupakan tindakan hukum yang sangat
ekspensional. Pengabulan penyitaan merupakan tindakan hukum pengecualian,
yang penerapannya mesti dilakukan pengadilan dengan segala pertimbangan yang
hati-hati sekali. Tidak boleh diterapkan secara serampangan tanpa alasan yang
kuat, yang tidak didukung oleh fakta yang mendasar. Jangan sampai terjadi sita
telah diletakkan atas harta kekayaan tergugat, tetapi gugatan ternyata ditolak oleh
pengadilan. Kebijakan mengabulkan sita jaminan, sejak semula sebaiknya sudah
dilandasi oleh bukti-bukti yang kuat tentang akan dikabulkan gugatan penggugat.
Oleh karena penjatuhan sita seolah-olah merupakan pernyataan kesalahan
tergugat sebelum putusan dijatuhkan, dengan sendirinya tindakan penyitaan
7
menimbulkan berbagai dampak yang harus dipikul tergugat. Antara lain dari segi
kejiwaan.
Dengan adanya penyitaan tentunya telah menempatkan tergugat dalam
suasana dalam posisi keresahan dan kehilangan harga diri. Karena di dalam proses
persidangan berlangsung, sedang putusan yang akan dijatuhkan belum tentu akan
menghukum dan menyalahkan tergugat, namun dengan adanya penyitaan,
kepercayaan masyarakat terhadap tergugat sudah mulai hilang dan luntur. Dapat
kita simpulkan bahwa pengadilan berdampak psikologis.
b. Dengan memperhatikan akibat-akibat negative seperti ini, para hakim
harus dituntut untuk teliti di dalam menjalankan permohonan sita. Hakim harus
menyadari bahwa situ atau penyitaan adalah bergerak dapat sangat eksepsional,
sita memaksakan kebenaran gugatan.
c. Dimana sebelum putusan dijatuhkan kepada tergugat atau sebelum putusan
untuk menghukumnya belum mempunyai kekuatan hukum tetap, tetapi tergugat
telah dihukum dan dinyatakan bersalah dengan jalan menyita harta kekayaannya.
8