21
Nama : Abia Nebula 1102011002 TUGAS MANDIRI SKENARIO 1 LI 1 Eritropoiesis LO 1.1 Definisi eritropoiesis LO 1.2 Mekanisme eritropoiesis LO 1.3 Morfologi eritropoiesis LI 2 Hemoglobin LO 2.1 Definisi hemaglobin LO 2.2 Fungsi hemaglobin LO 2.3 biosintesis hemoglobin LI 3 Anemia L0 3.1 Definisi anemia LO 3.2 Klasifikasi anemia LO 3.3 Etiologi anemia LO 3.4 Patofisiologi LI 4 Anemia defisiensi besi LO 4.1 Definisi LO 4.2 Etiologi LO 4.3 Klasifikasi LO 4.4 Patogenesis

TUGAS MANDIRI SKEN1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TUGAS MANDIRI SKEN1

Nama : Abia Nebula

1102011002

TUGAS MANDIRI SKENARIO 1

LI 1 Eritropoiesis

LO 1.1 Definisi eritropoiesis

LO 1.2 Mekanisme eritropoiesis

LO 1.3 Morfologi eritropoiesis

LI 2 Hemoglobin

LO 2.1 Definisi hemaglobin

LO 2.2 Fungsi hemaglobin

LO 2.3 biosintesis hemoglobin

LI 3 Anemia

L0 3.1 Definisi anemia

LO 3.2 Klasifikasi anemia

LO 3.3 Etiologi anemia

LO 3.4 Patofisiologi

LI 4 Anemia defisiensi besi

LO 4.1 Definisi

LO 4.2 Etiologi

LO 4.3 Klasifikasi

LO 4.4 Patogenesis

LO 4.5 Manifestasi

Page 2: TUGAS MANDIRI SKEN1

LO 4.6 Pemeriksaan

LO 4.7 Diagnosis dan Diagnosis banding

LO 4.8 Tatalaksana

LO 4.9 Pencegahan

LO 4.10 Prognosis

Page 3: TUGAS MANDIRI SKEN1

LI 1 Eritropoiesis

LO 1.1 Definisi eritropoiesis

-Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit (sel darah merah), pada janin dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang. (Dorland edisi 31)

LO 1.2 Mekanisme eritropoiesis

1. RubriblastRubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.

2. ProrubrisitProrubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.

3. RubrisitRubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.

4. MetarubrisitSel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Ini sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%

5. RetikulositPada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang

Page 4: TUGAS MANDIRI SKEN1

sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5 – 2,5% retikulosit.

6. EritrositEritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengan sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa.

Proses pembentukan eritrosit (eritropoiesis) memerlukan

1. Sel induk : CFU-E, BFU-E, Normoblast2. Bahan pembentuk eritrosit : besi, vitamin b12,asam folat, protein, dan lain-lain3. Mekanisme regulasi: faktor peryumbuhan hemapoietik dan hormon eritropotein

Eritrosit hidup dan beredar dalam dadah tepi (life span) rata-rata selama 120 hari. Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan kemudian dikeluarkan dari sirkulasi oleh sistem RES. Apabila destruksi eritrosit terjadi sebelumnya maka proses ini disebut sebagai Hemolisis.

LO 1.3 Morfologi eritropoiesis

Morfologi dapat dilihat dari

1. Ukuran eritrosit (size)2. Warna eritrosit (stain)3. Bentuk ertirosit (shape)

Berdasarkan ukuran eritrosit

Eritrosit normal

1. Normositik

Ukuran eritrosit abnormal

1. MakrositikDiameter eritrosit ini >9 dan volumenya >100fl. Hal ini dapat terjadi karena berbagai hal berikut ini:-Akibat gangguan sintesis normal

Page 5: TUGAS MANDIRI SKEN1

-Peningkatan eritropoiesis-Peningkatan jumlah kolestrol dan lesitin pada membran eritrosit

2. MikrositikDiameter eritrosit <7 dan volumenya <80 flEritrosit dengan ukuran kecil ini terjadi karena-Gangguan pada absorbsi-Gangguan pada sintesis rantai globlin seperti pada thalassemia

3. AnistitositUkuran eritrosit tidak sama besar dalam 1 sediaan apus. Namun kelainan ini tidak menunjukkan suatu kelainan hematologi yang spesifik

Berdasarkan warna eritrosit

1. Normokrom2. Hipokrom

Pada keadaan ini luas daerah pucat pada bagian tengah eritrosit lebih dari setengah diameter eritrosit. Eritrosit ini dapat didapatkan pada keadaan-anemia defisiensi besi-Talasemia-Anemia sideroblastik

3. PolikromasiSuatu keadaan dimana pada sediaan pulas pus darah tepi dengan pewarnaan wright ditemukan eritrosit polikrom (eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar daripada eritrosit matang dan warnanya kebiruan) yang sebenarnya adalah retikulosit. Ditemukan pada keadaan-hemolisis-pendarahan akut maupun kronik

Berdasarkan bentuk eritrosit

Bentuk abnormal eritrosit

1. Sel target (target cell)

Berbentuk seperti lonceng, akan tampak seperti sasaran (target) kecil bewarna gelap di bagian tengah eritrosit. Dapat terjadi akibat

-Talasemia

-Anemia sel sabit

Page 6: TUGAS MANDIRI SKEN1

2. SferositBerbentuk seperti bola dan pada sediaan apus darah tepi akan tampak seperti eritrosit yg lebih kecil daripada eritrosit normal lainnya dan tidak terdapat bagian pucat ditengahnya, sehingga tampak bewarna gelap. Dapat terjadi pada keadaan:-luka bakar yang berat-hiperplenisme

3.Ovalosit/sel pensilBentuk eritrosit lonjong seperti telur, kadang-kadang terlihat gepeng. ditemukan pada keadaan-anemia defisiensi besi-anemia megaloblastik-anemia bulan sabit

4.akantositEritrosit ini memiliki 3-12 duri yang tidaj sana panjang pada permukaaan membrannya. Ujung duri ini tumpul. Ditemukan pada keadaan-penyakit hati-hipertiroidisme

5.burr cellEritrosit ini mempunyai 10-30 duri kecil pada permukaannya. Duri ini berjarak berdekaran, ditemukaan pada keadaan-uremia-dehidrasi-keganasan lambung

6. Sel sabit (sickle cell)Sel ini adalah eritrosit yang berbentuk seperti sel sabit akibat kekurangan o2. Dtemukan pada keadaan-hemoglobin S

7. sel helmetBerbentuk seperti helm. Ditemukan pada -emboli paru-metaplasia myleoid

8. tear drop cell Berbentuk seperti buah pir/tetesan air mata. Ditemukaan pada keadaan-mielofibrosis dengan metaplasia myeloid

Page 7: TUGAS MANDIRI SKEN1

(sumber: Bambang. 2005. Kelainan jumlah dan morfologi.Jakarta,Fakultas kedokteran universitas yarsi)

LI 2 Hemoglobin

LO 2.1 Definisi hemaglobin

Hemoglobin adalah molekul protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh dan karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru. Hemoglobin terdiri dari empat molekul protein (globulin rantai) yang terhubung bersama-sama. Setiap rantai globulin berisi struktur pusat penting yang disebut molekul heme. Tertanam dalam molekul heme adalah besi yang mengangkut oksigen dan karbon dioksida dalam darah kami. Besi yang terkandung dalam hemoglobin juga bertanggung jawab untuk warna merah darah.

Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/nutrition/2016228-apa-itu-hemoglobin/#ixzz2AxvZxUB4

LO 2.2 Fungsi hemaglobin

Hemoglobin berperan dalam memelihara fungsi transport oksigen dari paru-paru ke jaringan-jaringan. Sel darah merah dalam darah arteri sistemik mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan kembali dalam darah vena dengan karbon dioksida (CO2) ke paru-paru. Ketika molekul hemoglobin memuat dan melepas O2, masing-masing rantai globin dalam molekul hemoglobin mendorong satu sama lain. Ketika O2 dilepas, rantai-rantai tertarik-pisah, memudahkan masuknya metabolit 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) yang mengakibatkan rendahnya afinitas molekul untuk O2. Pergerakan ini bertanggung jawab terhadap bentuk sigmoid kurve disosiasi O2 hemoglobin. P 50 (tekanan parsial O2 pada hemoglobin setengah jenuh dengan O2)

Page 8: TUGAS MANDIRI SKEN1

darah normal adalah 26,6 mmHg. Dengan peningkatan afinitas untuk O2, kurve bergeser ke kiri (P 50 turun) sementara dengan penurunan afinitas untuk O2, kurve bergeser ke kanan (P 50 naik). Normal di dalam tubuh, pertukaran O2 bekerja diantara kejenuhan 95% (darah arteri) dengan tekanan O2 arteri rata-rata 95 mmHg dan kejenuhan 70% (darah vena) dengan tekanan O2 vena rata-rata 40 mmHg. Posisi kurve normal tergantung pada konsentrasi 2,3-DPG, ion H+ dan CO2 dalam sel darah merah dan pada struktur molekul hemoglobin. Konsentrasi tinggi 2,3-DPG, H+ atau CO2, dan adanya hemoglobin tertentu, misalnya hemoglobin sabit (Hb S) menggeser kurve ke kanan sedangkan hemoglobin janin (Hb F) yang tidak dapat mengikat 2,3-DPG dan hemoglobin abnormal tertentu yang langka berhubungan dengan polisitemia menggeser kurve ke kiri karena hemoglobin ini kurang mudah melepas O2 daripada normal. Jadi oksigen binding/dissosiasi dipengaruhi oleh pO2, pCO2, pH, suhu tubuh dan konsentrasi 2,3-DPG.

LO 2.3 biosintesis hemoglobin

Sintesis heme tSintesis heme terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimia yang bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam aminolevulinat sintase membentuk asam aminolevulinat/ALA. Dalam reaksi ini glisin mengalami dekarboksilasi. Piridoksal fosfat adalah koenzim untuk reaksi ini yang dirangsang oleh eritropoietin. Dalam reaksi kedua pada pembentukan hem yang dikatalisis oleh ALA dehidratase, 2 molekul ALA menyatu membentuk pirol porfobilinogen. Empat dari cincin-cincin pirol ini berkondensasi membentuk sebuah rantai linear dan mengandung gugus asetil (A) dan propionil (P). Gugus asetil mengalami dekarboksilasi untuk membentuk gugus metil. Kemudian dua rantai sisi propionil yang pertama mengalami dekarboksilasi dan teroksidasi ke gugus vinil, membentuk protoporfirinogen Akhirnya, Jembatan metilen mengalami oksidasi untuk membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin bergabung dengan Fe2+ untuk membentuk heme. Masing- masing molekul heme bergabung dengan satu rantai globin yang dibuat pada poliribosom, lalu bergabunglah tetramer yang terdiri dari empat rantai globin dan heme nya membentuk hemoglobin. Pada saat sel darah merah tua dihancurkan, bagian globin dari hemoglobin akan dipisahkan, dan hemenya diubah menjadi biliverdin. Lalu sebagian besar biliverdin diubah menjadi bilirubin dan diekskresikan ke dalam empedu. Sedangkan besi dari heme digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin. Pada langkah terakhir jalur ini, besi (sebagai Fe 2+) digabungkan ke dalam protoporfirin IX dalam reaksi yang dikatalisis oleh ferokelatase (dikenal sebagai heme sintase).

Page 9: TUGAS MANDIRI SKEN1

LI 3 Anemia

L0 3.1 Definisi anemia

Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai .Anemia ialah keadaan dimana masa eritrosit tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik dibajarkan sebagai penurunan dibawah normal kadar hemoglobin, eritrosit dan hematokrit

LO 3.2 Klasifikasi anemia

-Klasifikasi morfologikYang berdasarkan morfologi eritrosit pada pemeriksaan apusan darag tepi atau dengan melihat indeks eritrosit

A. ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITER(MCV,80 fl:MCH<27pg)1. anemia defisiensi besi2. thalassemia3. anemia akibat penyakit kronik4. anemia sideroblast

B. ANEMIA NORMOKROMIK NORMOSITER(MCV=80-95 fl : MCH=27-34pg)1. anemia pasca pendarahan akut

Page 10: TUGAS MANDIRI SKEN1

2. anemia aplastik-hipoplastik3. anemia hemolitik4. anemia akibat penyakit kronik5. anemia mieloplastik6. anemia pada gagal ginjal kronik7. anemia pada mielofibrosis8. anemia pada sindrom mielodisplastik9. anemia pada leukimia akut

C. ANEMIA MAKROSITER(MCV >95)1.megaloblastik a. anemia defisiensi folat b. anemia defisiensi vitamin B123.Non megaloblastik a. anemia pada penyakit kronik b. hipertiroid c. sindroma meilodisplastik

-Klasifiksi eriopatogenesis Berdasarkan etiologi dan patogenesis terjadinya anemiaA. PRODUKSI ERITROSIT MENURUN

1.kekurangan bahan untukeritrosit2.gangguan utilisasi besi3.kerusakan jaringan sumsum tulang4.fungsi sumsum tulang kurang baik

B. KEHILANGAN ERITROSIT DARI TUBUH1. Anemia pasca pendarahan akut2. Anemia pendarahan kronik

C. PENINGKATAN PENGHANCURAN ERITROSIT DALAM TUBUH1. Faktor ekstrapuskoler

-antibodi terhadap eritrosit-hiperplanisme-kerusakan mekanik

2. Faktor intropuskapuler-gangguan membran-gangguan enzim-gangguan hemoglobin

D. BENTUK CAMPURANE. BENTUK YANG PATOGENESIS NYA BELUM JELAS

(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)

Page 11: TUGAS MANDIRI SKEN1

LO 3.3 Etiologi anemia

Pada dasarnya anemia disebabkan oleh gangguan pembentukan eritrosit di sumsum tulang (produksi eritrosit menurun), kehilangan eritrosit dari tubuh (perdarahan), proses peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).

(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)

LO 3.4 Patofisiologi

1.Anoksia sel target

Berkurangngnya jumlah oksigen yg dapat dibawa darah ke dalam jaringan

2.mekanisme kompensaisi tubuh terhadap anemia

-Penurunan afinitas Hb terhadap oksigen dengan meningkatkan enzim 2,3 DPG

-Meningkatkan curah jantung

-Redistribusi aliran darah

-menurunkan tekanan oksigen vena

Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkangejala yang disebut sebagai sindrom anemia. gejala anemia niasanya timbul apabila hemoglobin menurun kurang dari 7 atau 8g/dl.

(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)

LI 4 Anemia defisiensi besi

LO 4.1 Definisi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya vadangan besi dalam tubuh sehingga penyediaan eritropoiesis berkurang yang pada akhirnya pembentukan HB berkurang. Kelainan ini ditandai oleh

- anemia hipokromik mikrositer,

-besi serum menurun

-TIBC (Total serum binding capacity) meningkat

-saturasi transferin menurun

Page 12: TUGAS MANDIRI SKEN1

-feritin serum menurun

Anemia jenis ini merupakan anemia yang paling sering digunakan di negara tropik atau negara dunia ketiga karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi

(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)

LO 4.2 Etiologi

1.Kehilangan besi sebagai akibat pendarahan menahun, yang dapat berasal dari

-saluran cerna

-saluran genitalia wanita

-saluran kemih

-saluran nafas

2.Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, kualitas besi yang tidak baik (makanan berserat, rendah vitamin c dan rendah daging)

3. Kebutuhan besi meningkat

-prematuritas

-wanita hamil dan menyusui

-anak dalam masa perkembangan

4. gangguan absorbsi besi

-gastrekotomi

-tropical sprue

Penyebab pendaragab paling sering pada laki-laki ialah pendaraan gstrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Pada wanita paling sering karena menormetrorhagia.

LO 4.3 Klasifikasi

1.Deplesi besi

Cadangan besi menurun, tetapi penyediaan untuk eritropoiesis tidak terganggu

Page 13: TUGAS MANDIRI SKEN1

2.Eritropoiesis defisiensi besi

Penyediaan besi untuk eritropoiesus terganggu tapi belum menimbulkan anemia secara laboratori

3.anemia defisiensi besi

Cadangan besi kosong disertai dengan anemia defisiensi besi

(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)

LO 4.4 Patogenesis

Pendarahan menahun menyebabkan kehilangan besi maka cadagan besi menurun, jika cadangan besi kosong maka keadaan ini disebut iron deplated state, apabila kekurangan besi berlanjut trus maka penyediaan besi untuk eritropoiesis verkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut iron deficient eritropoiesis

Selanjutnya timbuk anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut sebagai iron deficiensy anemia. pada saat ini juga dapat menimbulkan kekurangan besi pada epitel serta pada enzim yang dapat menimbulkan gejala seperti epitel mulut danfaring

(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)

LO 4.5 Manifestasi

Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:1) Gejala umum anemia

Disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa pucat, badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat.

2) Gejala khas akibat defisiensi besi7. Koilonychia: kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.8. Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang9. Stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan10. Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring11. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.

Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly: kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.

3) Gejala penyakit dasar

Page 14: TUGAS MANDIRI SKEN1

Dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya, pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning, seperti jerami.

LO 4.6 Pemeriksaan

a) Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit: didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCV < 70fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-lahan.i. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mirkositer, anisositosis,

poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia.

ii. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia

b) Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat > 350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.

c) Kadar serum feritin < 20 μg/dl (ada yang memakai < 15 μg/dl, ada juga < 12 μg/dl). Jika terdapat inflamasi maka feritin serum sampai dengan 60 μg/dl masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi.

d) Protoporfirin eritrosit meningkat (> 100μg/dl)e) Sumsum tulang: menunjukkan hyperplasia normoblastik dengan normoblast kecil-

kecil (micronormoblast) dominan.f) Pada lab yang maju dapat diperiksa reseptor transferin: kadar reseptor transferin

meningkat pada defisiensi besi, normal pada anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia.

g) Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi yang negative (butir hemosiderin negatif)

h) Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi: antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato-Katz), pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.

LO 4.7 Diagnosis dan Diagnosis banding

diagnosis

1.harus ada 2 dari 3 parameter dibawah ini

-besi serum ,50 mg/dl

Page 15: TUGAS MANDIRI SKEN1

-TIBC >350 mg/dl

-Saturasi transferin <15%

2.feritin serum <20

3.pengecetan sumsum tulang dengan biru prusia menunjukkan kadar negatif

4. dengan pemberian sulfas ferosus 3x200 mg/hari selama 4minggu disertau kenaikan kadar HB lebih dari 2g/dl

Diagnosis banding

1.anemia akibat penyakit kronik

2.thalassemia

3.anemia sideroblastik

(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)

LO 4.8 Tatalaksana

Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral maupun parenteral.Setelah diagnosis ditegakkan maka akan dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia defisiensi besi adalah :

12. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan, misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh lagi.

13. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement therapy) :

a. Terapi besi oral, merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphate (preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif). Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg. Preparat lain : ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous succinate.

b. Terapi besi parenteral, sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral hanya diberikan atas indikasi tertentu, seperti: Intoleransi terhadap pemberian besi oral, kepatuhan terhadap obat rendah, penyerapan besi terganggu, keadaan dimana kehilangan darah banyak, kebutuhan besi besar dalam waktu pendek, defisiensi besi fungsional relatif.

Kebutuhan besi (mg) = (15 – Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

Page 16: TUGAS MANDIRI SKEN1

3. Pengobatan lain1) Diet, sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama

berasal dari protein hewani.2) Vitamin C, diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorposi besi3) Transfusi darah, ADB jarang memerlukan transfusi darah. Diberikan hanya

pada keadaan anemia yang sangat berat atau disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi. Jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk mengurangi bahaya overload.

Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:*pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum, dosis besi kurang, masih ada perdarahan cukup berat, ada penyakit lain seperti peny.kronik, ada defisiensi asam folat. Serta kemungkinan salah mendiagnosis ADB. Jika dijumpai keadaan tersebut, lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang tepat.

(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)

LO 4.9 Pencegahan

1. Meningkatkan konsumsi Fe dari sumber alami terutama sumber hewani yang mudah diserap. Juga perlu peningkatan konsumsi makanan yang mengandung vitamin C dan A.

2. Pendidikan kesehatan, yaitu: Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, dan perbaikan

lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki. Penyuluhan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi

besi. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik

paling sering di daerah tropic.3. Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil

dan anak balita cara paling tepat untuk menanggulangi ADB di daerah yang prevalensinya tinggi.

4. Fortifikasi bahan makanan dengan cara menambah masukan besi dengan mencampurkan senyawa besi kedalam makanan sehari-hari.

(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)