Upload
aghnos
View
6
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas pengmin
Citation preview
Regulasi Pelarangan Ekspor Bijih Mineral
Oleh Aghni Ulma Saudi
1206237694
Salah satu isi yang terdapat dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 yakni tentang larangan
ekspor bahan tambang mentah secara total 100% yang hingga 2014. Namun amanat UU
tersebut hingga saat ini belum dilaksanakan oleh pemagang Izin Usaha Pertambangan (IUP)
Mineral. Belum ada satupun pelaku usaha dibidang tambang tersebut yang melakukan
pembangunan fasilitas atau pabrik untuk mengolah atau memurnikan mineral bijih yang
diambil dari lahan tambang termasuk perusahan-perusahaan asing. Pada kenyataannya dari
berbagai sumber yang saya dapatkan pelaku usaha tambang malah melakukan ekspor secara
besar-besaran.
Untuk menanggulangi hal tersebut, Pemerintah dalam hal ini melalui Kementrian
ESDM (Energi dan Sumber Daya Alam) menerbitkan Peraturan Pemerintah atau yang biasa
disingkat Permen Nomor 7 Tahun 2012. Tujuan lain dikeluarkannya Permen No. 7 Tahun
2012 itu 2009 adalah untuk menjamin ketersediaan bahan baku (bijih tambang) agar diolah di
dalam negeri serta mencegah kerusakan lingkungan akibat dari adanya eksploitasi secara
berlebihan.
Oleh karena para pelaku tambang merasa bahwa pembatasan ekspor yang terdapat
dalam Permen No. 7 Tahun 2012 itu diterbitkan pada waktu yang tidak tepat, hal ini bisa
menyebabkan adanya penurunan pendapatan bagi perusahaan juga berdampak ke pemerintah
karena hal pajak pun akan berkurang. Pemerintah kemudian merespon hal ini dengan
mengizinkan ekspor barang mentah tambang sampai tahun 2014 hingga terdapat pabrik atau
fasilitas pengolahan barang tambang setengah jadi ataupun produk jadi. Namun demikian,
pemerintah tetap menentukan terdapat bea keluar bagi barang tambang mentah yang akan
diekspor sebesar 20 % dari total barang tambang mentah yang diekspor terhadap jenis
komoditas mineral mentah. Barang tambang mentah yang dikenakan bea keluar tersebut
berjumlah 14 jenis komoditas yakni tembaga, timah, timbal, kromium, molybdenum,
platinum, bauksit, biji besi, pasir besi, nikel, mangan, antimon, emas, perak. Bagi pengusaha
pertambangan kecil dan menengah hal ini mungkin membuat mereka merasa keberatan
karena kebanyakan alat tambang yang mereka gunakan adalah barang sewaan sehingga
keuntungan yang didapatkan akan berkurang mengingat pajakyang harus mereka bayarkan
jumlah nominalnya bertambah akan tetapi operational cost tambangnya tetap.
Selanjutnya, Pemerintah menambahkan jenis komoditas tambang yang akan diekspor
menjadi 65 komoditas dari awalnya 14 jenis komoditas juga dengan tariff rata-rata 20 % dari
total jenis barang tambang mentah yang diekspor. Komoditas yang 65 tersebut terdiri dari 21
mineral logam, 10 mineral bukan logam, dan 34 batuan. Kebijakan bea keluar ini hanya
berlaku untuk ekspor barang mentah atau biji-bijian, sedangkan untuk batu bara tidak
termasuk. Saya pun setuju dengan hal ini karena juga bertujuan untuk mengendalikan jumlah
barang tambang mentah yang diekspor sebelum tahun.
Tujuan utama memberlakukan bea keluar untuk tambang agar ekspor lebih terkontrol,
baik dari sisi ekstraksi ataupun sistem pelaporan ekspor. Mengapa dilakukan penambahan
jenis komoditas supaya tidak adanya barang tambang mentah yang lolos untuk ekspor tetapi
tidak dikenai pajak. kerana ada kesamaan bentuk ore dan raw material.
Realita dunia pengolahan tambang Indonesia banyak terdapat missing link pada salah
satu alir pengolahan mineral. Kita ambil contoh pada alir pengolahan alumunium dari hulu ke
hilir, bauksit yang ore atau bijih dari alumunium di ekspor ke luar negeri tanpa diolah terlebih
dahulu menjadi barang setengah jadi atau produk jadi. Secara umum, aliran pengolahan dari
bijih ke produk jadi logam alumunium adalah sebagai berikut.
Bauksit Alumina Alumunium
Bijih mineral bauksit Alumunium bar (produk jadi)
Teknologi yang dapat mengolah bauksit menjadi alumina belum ada di Indonesia,
padahal Indonesia mampu untuk membangun fasilitas tersebut. Indonesia memiliki fasilitas
pemurnian logam alumunium yang bisa mengolah alumina menjadi logam alumunium yakni
oleh Inalum. Akan tetapi untuk mendapatkan sumber alumina, mereka harus mengimpor dari
negara yang bisa mengolah bauksit menjadi alumina, hal ini menjadi ironis karena
sebenernya bauksit itu sendiri berasal dari Indonesia. Untungnya dengan kehadiran adanya
UU No. 4 Tahun 2009 ada sekitar 19 smelter yang akan dibangun dan pelaksanaan produksi
akan dimulai pada tahun 2014 termasuk didalamnya terdapat pabrik pengolah bauksit
menjadi alumina (pengolahan bijih menjadi produk setengah jadi).
Pelarangan ekspor mineral mentah sebenarnya sangat penting dilakukan karena
untung yang didapatkan pun jauh berbeda ketika mengekspor produk jadi atau setengah jadi
disbanding hanya mengekspor ‘tanah’. Hanya cukup disayangkan mengapa para pejabat
negara baru menyadari hal itu, padahal jika pelarangan ekspor bijih mineral mentah
dilakukan beberapa tahun sebelum ini bukan tidak mungkin negara ini bisa mendapatkan
banyak keuntungan yang juga akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat Indonesia.