25
TUGAS Analisis Ali Abdul Raziq (Sekularisme Dalam Islam) (Disusun sebagai Tugas pada Mata Kuliah HUBUNGAN INTERNASIONAL DI TIMUR TENGAH) Dosen : Bpk Ma’mun Murod. Disusun Oleh: Tomy Satria Wardhana NPM : 2011130007

Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

TUGAS

Analisis Ali Abdul Raziq

(Sekularisme Dalam Islam)

(Disusun sebagai Tugas pada Mata Kuliah HUBUNGAN INTERNASIONAL DI TIMUR

TENGAH)

Dosen : Bpk Ma’mun Murod.

Disusun Oleh:

Tomy Satria Wardhana

NPM : 2011130007

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2013

Page 2: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

Abstract

Bahwa sekitar abad ke-19 telah dimulainya sebuah peradaban baru, yang berdampak pada berkembangnya sains dan teknologi. Hal ini membuat manusia mengalami perubahan yang signifikan dalam menjalani kehidupanya. Perubahan yang sangat fundamental yaitu terjadinya transformasi dibidang sosio-kultur, ekonomi, politik, filsaafat dan agama. Mesir adalah negara yang pertama mengalami penetrasi pemikiran Barat Salah satu tujuan ekspansi Prancis dibawah komando Napoleon Bonaparte yaitu menyadarkan umat Islam akan adanya sebuah peradaban Baru, sebab selama itu umat Islam mengalami romantisme sejarah. Perubahan yang dianggap sangat fundamental oleh umat Islam yaitu pemisahan antara agama atau disebut Liberalisme, kebudayaan dan politik, yang berujung pada pembubaran rezim Ustmani oleh Kamal Atatruk. Salah satu tokoh yang mendukung pemisahan agama dan politik yaitu Ali Abd Raziq yang sampai sekarang gaung pemikirannya masih kita rasakan.

Dari latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran Ali Abd Raziq tentang konsep sekularisme pemerintahan serta untuk mengetahui relevansi antara konsep sekularisme pemerintahan prespektif Ali Abd Raziq pada konteks pemerintahan di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan (library research), yakni pembacaan kritis dan mendalam terhadap buku-buku, literatur, majalah, karya-karya para sarjana sepanjang menyangkut dengan permasalahan. Metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Content Analysis, yaitu analisis yang mendalam dari isi-isi literatur, baik itu literartur primer maupun skunder.

Page 3: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

PENDAHULUAN

Islam dan politik, demikian dua kata ini tidak habis-habisnya menjadi perbincangan (discourse) dalam khasanah intelektual muslim sebagai idea Islam. Dan kenyataan sepanjang sejarah. Banyak dari para pemikir Islam klasik (islamisist konvensional), modern dan neo modern, yang mencoba memberikan sebuah penjelasan hubungan antara Islam dan politik, dengan beragam cara pendekatan dan metode yang berbeda-beda.1

Hubungan antara Islam dan politik merupakan objek sebuah perdebatan luas zaman kita, baik dalam negara-negara Islam maupun di Barat. Dengan melihatnya dari dekat, kita mendapatkan kesan bahwa perdebatan ini terjadi dalam dua ruang yang tak terkait satu sama lain, bahkan tidak saling kenal: yang satu adalah negara-negara “utara”, sementara yang lain adalah negara-negara yang terpengaruh Islam. Didalam kedua lingkungan ini, proses pemikiran berlangsung atas dasar konsep-konsep yang berbeda dan merujuk pada data yang berbeda pula. Akibatnya, sering muncul elaborasi dan pengambilan sikap yang secara mendasar bersimpangan, atau bahkan kesimpulan-kesimpulan yang bertentangan secara diametral.2

Pemisahan agama dan negara, menurut Swidler misalnya hanya representasi dari pemikiran Kristen. Sementara dalam Islam berlaku penyatuan agama dan negara. Adapun di kalangan Yahudi lebih cenderung ambigu, meskipun pandangan Swidler ini dapat diperdebatkan, sebab seperti dikatakan Davis, Yahudi lebih menerapkan panyatuan agama dan negara atau politik, sebagaimana mereka menggunakan agama untuk menjustifikasi klaim atas tanah Tepi Barat jalur Gaza sebagai hadiah Tuhan. “ hak (atas tanah) ini diberikan kepada kami oleh Tuhan, ayah Abraham, Isaac dan Jacob”, kata Mencachem Begin.3

Di negara-negara Islam, misalnya, publikasi karya Ali Abd al-Raziq pada tahun 1925 merupakan peristiwa besar.4 Sejak saat itu, guncangan terhadap karya itu tidak dapat lagi diabaikan, dan persoalannya tidak dapat ditangani sebagaimana sebelumnya. Pendekatan yang diambil Ali Abd al-Raziq ini sebenarnya telah merombak asumsi dasar perdebatan. Pendekatan itu merupakan sebuah momen menentukan yang telah amat memengaruhi perkembangan-perkembangan historis dan analisis-analisis teoritis sepanjang beberapa dasawarsa setelah itu. Akan tetapi, di Barat perdebatan terjadi seolah-olah ali Abd al-Raziq berikut evolusi yang dipicu bukunya, yakni seolah-olah keseluruhan pemikiran Arab kontemporer, tidak eksis.

Bagaimana menjelaskan dapat terjadinya pemilahan ini, menyangkut tema yang sedemikian krusial bagi masyarakat kontemporer? Bagaimana menjelaskan bahwa di Barat, mengenai masalah yang sedemikian penting bagi umat Islam, sedangkan pemberitaan gencar di dalam media dan perhatian besar yang ditimbulkan oleh tema hubungan antara Islam dan kekuasaan bukanlah hal yang baru. Tidak berkaitan

1 http://lelakiberuntung.blogspot .com2 Abdou Filali ansary, “Ali ‘Abd Al-Raziq: Kaum Muslim dan Penafsiran-penafsiran Modern”, dalam Pembaharuan Islam: Dari Mana dan Hendak ke Mana? (Bandung: Mizan, 2009), hlm. 112.3 http://blogspot.com/ilc (islamic law community) stain pekalongan ’06: ali abd roziq.4 Abdou Filali ansary, “Ali ‘Abd Al-Raziq: Kaum Muslim dan Penafsiran-penafsiran Modern”, dalam Pembaharuan Islam: Dari Mana dan Hendak ke Mana?,...hlm. 112.

Page 4: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

dengan peristiwa-peristiwa mutakhir, tetapi sebaliknya asal-usulnya harus dicari sejauh tahun 1920-an. Seolah-olah sejak waktu itu telah terjadi sebuah “kekacauan besar” (fitnah kubra) baru yang menyangkut intelektual umat, politisi, dan rakyat bersama-sama dalam permasalahan yang besar.5

Hubungan antara Islam dan kekuasaan, sepanjang abad ke-20, telah menjadi salah satu persoalan terbesar dalam pemikiran politik, menjadi salah satu ilustrasi yang sangat dramatik dari persoalan umum dari hubungan antara agama dan politik. Dimana-mana, kesan yang dominan adalah kesan adanya sebuah kemacetan. Kalangan intelektual merasa berurusan dengan sebuah pertanyaan yang masih menggantung, yang masih belum dipecahkan, yang tidak pernah ditangani dengan ketajaman nalar dan kejelasan yang seperlunya. 6

Jika hubungan antara antara agama dan negara baik dalam Islam maupun lainnya, merupakan salah satu problem yang paling kompleks yang dihadapi pemikiran modern, maka yang merupakan resistensi Islam terhadap solusi-solusi yang didasarkan atas koeksistensi dengan rezim-rezim modern bukan hanya merupakan problema bagi umat Islam, melainkan juga bagi orang non-muslim, karena kita masih dicirikan dengan globalisasi, yakni saling silang masuk antara masyarakat, komunitas dan budaya yang berbeda.

Karya Ali Abd al-Raziq tidak diragukan lagi merupakan keterpurukan dalam cara mengatasi persoalan. Dengan demikian, muncul pertanyaan mendasar mengenai apa, dalam karya ini, yang telah memengaruhi perdebatan hingga memperbaharui keseluruhan asumsi pemikirannya.

Agama Islam merupakan suatu jalan yang berisi tuntunan agar manusia tidak tersesat dalam menjalani hidup. Sebagai acuan tertulis, Al-Qur’an dan Hadist adalah pedoman yang harus dijadikan rujukan, dengan demikian, manusia tidak lagi saling berperang.

Sedemikian sempurnanya, sehingga setiap permasalahan yang dihadapi manusia akan ditemukan jawabannya melalui penafsiran al-Qur’an. Baik urusan agama, fiqhul ikhtilaf, kenegaraan atau khilafah dan lain-lain.7 Dengan demikian, Islam adalah ajaran yang mengatur (menjadi pedoman) dalam seluruh hal, baik lahir maupun batin, baik dunia maupun akhirat. Keterangan yang menjelaskan hal tersebut adalah “Kami telah menurunkan Al-Qur’an itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab 776.…”.8 Ketarangan lain adalah bahwa “… kami memberikan aturan dan jalan yang benar….”9

Sejarah membuktikan, setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. permasalahan yang muncul adalah masalah kekuasaan politik atau juga disebut persoalan khilafah, yakni siapa yang harus

5 Abdou Filali ansary, “Ali ‘Abd Al-Raziq: Kaum Muslim dan Penafsiran-penafsiran Modern”, dalam Pembaharuan Islam: Dari Mana dan Hendak ke Mana?,...hlm. 112-113.6 Abdou Filali ansary, “Ali ‘Abd Al-Raziq: Kaum Muslim dan Penafsiran-penafsiran Modern”, dalam Pembaharuan Islam: Dari Mana dan Hendak ke Mana?,...hlm. 113.

7 http://abussalam.com/?p=405, tanggal 28 April 2013

8 Al-Qur’an Digital Search word-Peraturan, Q.S Ar-Rad : 379 Muslim Esplorer, Islamic Softwere for AL-Qur’an and Al-Hadist Studies v. 7., pencarian ayat versi bahasa melayu. Al-Ma’idah : 48

Page 5: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

menggantikan kedudukan Nabi Saw. sebagai kepala negara.10 Sementara itu, Alquran sebagai acuan dasar di samping sunnah Nabi tidak menyinggung tentang pengganti Nabi Saw. dan menjelaskan tentang bentuk pemerintahan (sistem kenegaraan). Akibatnya, tidak mengherankan kalau persoalan bentuk pemerintahan dalam Islam telah menjadi bahan diskursus menarik di kalangan pemikir Islam.

Problematika kenegaraan dalam Islam telah menjadi bahan diskusi yang panjang, bahkan menjadi sebuah polemik dan perdebatan ketika kaum muslimin memasuki era modern dan bersentuhan langsung dengan dunia Barat. Tema-tema diskusi dan polemik pada garis besarnya berkisar pada wajib tidaknya kaum muslim mendirikan sebuah negara, bagaimana bentuk negara ideal? Siapa yang berhak menduduki jabatan kepala negara? Bahkan lebih mendalam lagi ketika dipertentangkan antara negara dan agama, apakah suatu negara harus berpisah dengan agama ataukah harus bersatu? dan apakah Islam mendidik ke arah terbentuknya negara Islam atau tidak?

Jika diamati perjalanan sejarah umat Islam pasca Nabi Saw. sampai di abad modern ini, umat Islam telah menampilkan berbagai sistem dan bentuk pemerintahan yang saling berbeda, mulai dari bentuk kekhalifahan yang demokratis sampai ke bentuk yang monarkis absolut. Keberagaman tersebut tampaknya disebabkan oleh perbedaan perspektif mereka dan mengepresikan sumber normatif Islam yang ada hubungannya dengan persoalan yang dimaksud. Hal ini dapat dimengerti, mengingat kedudukan Alquran dari segi kehujjahannya memang interpretable (zanny al-dalalah). Oleh karena itu, polemik seputar sistem negara Islam belum sepenuhnya dapat terselesaikan.

Seiring dengan keberagaman bentuk pemerintahan yang diterapkan di negara-negara Islam, tiba-tiba muncul Ali Abd. Raziq dengan bukunya yang berjudul Al-Islam wa Ushul al-Hukm. Buku ini sempat menggoncangkan dunia Islam, karena isinya yang kontroversial. Menurut penulisnya, syariat Islam tidak memberi aturan tentang negara. Pandangan ini memang sangat radikal, sehingga berbagai reaksi terhadap buku tersebut terus menggema sejak dipublikasikannya tahun 1925 sampai sekarang.11 Tidak sedikit orang yang memuji isinya karena dianggap mengandung pemikiran-pemikiran baru. Namun, banyak juga yang mencelanya karena isinya dianggap hanyalah kumpulan kekeliruan.

Biografi Ali Abd al-Raziq

10 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, Jilid. I (Jakarta: UI Press, 1984), h. 92-93. 11 Dhiyauddin al-Rais, al-Islam wa al-Khilafah fi al-‘Ashr al-Hadits, diterjemahkan oleh Afif Muhammad dengan judul, Islam dan Khilafah, Kritik Terhadap Buku Khilafah dan Pemerintahan Dalam Islam, Ali Abdul Raziq, (Bandung: Pustaka, 1985), h. vii.

Page 6: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

1. biografi politik

Ali Abd al-Raziq lahir pada tahun 1888 M di wilayah Al-Mania, Mesir. Ali Abd al-Raziq wafat pada tahun 1966 M. Ayahnya adalah seorang pembesar (gubernur) yang terpandang dan aktivis politik terkenal. Ayahnya juga merupakan tuan tanah di Desa Abû Jirj, Provinsi Al- Minyâ. Hasan Abdurraziq, nama lengkap ayahnya, adalah seorang sahabat Muhammad Abduh. Ia pernah menjadi wakil ketua Partai Rakyat (Hizb al-Ummah), tahun 1907. Saudara-saudara Ali Abdurraziq adalah aktivis politik yang andal. Salah seorang saudaranya, Hasan Abdurraziq Jr., mendirikan partai bernama hizb al-Ahrâr al-Dustûriyah yang mempunyai hubungan dengan Inggris.

2. Pendidikan

Ali Abd al-Raziq menempuh pendidikan formalnya di Al-Azhar sejak masih berusia 10 tahun bersama kakaknya Musthafa Abdurraziq. Ia belajar ilmu hukum kepada Syekh Abu Khatwah, yang merupakan sahabat Muhammad Abduh dan Murid Al-Afghani. Dia juga pernah mengikuti perkuliahan di al-Jâmi’ah al-Mishriyah dan belajar sejarah peradaban Arab pada Prof. Santillana. Seperti saudaranya, ia juga murid Syekh Muhammad Abduh.

Setelah tamat dari Al-Azhar, ia bersama kakaknya melanjutkan studi di Eropa. Musthafa belajar di Paris, sedangkan dia sendiri belajar di Oxford University di Inggris. Di sana ia menekuni ilmu politik dan ekonomi serta hukum. Namun belum sempat menamatkan pendidikannya, ia pulang ke Mesir, karena perang dunia I meletus pada tahun 1914.

Berbeda dengan saudaranya, Musthafa Abdurraziq, yang menjabat rektor Al-Azhar dari tahun 1945 sampai dengan 1947, Ali Abd al-Raziq menjabat sebagai hakim di pengadilan Syariat Al-Mansûra yang juga terletak di Al-Azhar. Dilihat dari riwayat pendidikannya ini, dapat kita pahami bahwa Ali abd al-Raziq adalah seorang ahli agama dan ahli politik.

3. Latar belakang bidang sosial ekonomi

Pada bulan Maret 1924, Kemal Attaturk kepala negara Turki mengumumkan dihapuskannya Khilafah Islamiyah dari negaranya. Gema dari kebijakan tersebut berkumandang ke seluruh penjuru dunia Islam. Pada waktu itu sebagian besar umat Islam dan ulama menganggap dan menyatakan Khilafah Islamiyah wajib hukumnya dan masalah tersebut sudah final serta sudah mengakar di kalangan umat Islam pada umumnya dan dunia Arab khususnya. Tetapi sebaliknya, Ali Adb al-Raziq melihat realita sejarah Islam tidaklah memberikan keharusan bentuk organisasi politiknya bernama khilafah dan pemimpinnya disebut sebagai khalifah. Hal ini dapat dilihat dengan hilangnya peran kedaulatan rakyat dalam proses politik dan terbentuknya sistem khilafah yang berdasarkan keturunan sebagai refleksi hilangnya esensi ajaran Islam dari amaliah di bidang politik.

Page 7: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

Gagasan politik al-Raziq yang demikian itu terlahir sebagai akibat bergolaknya revolusi politik yang telah memisahkan kekuasaan politik keagamaan yang begitu mendominasi di dunia Islam, terutama yang terdekat dengan lingkar kehidupannya seperti revolusi Oktober 1917, revolusi Marxis-Leninisme, dan revolusi Turki 1925 dengan bentuk sekularismenya, serta timbulnya nasionalisme Arab yang telah melahirkan kerajaan. Dengan teorinya ini, ia ingin menemukan konsep politik yang Islami, namun dibahasakan dengan perlunya pemisahan antara agama dan politik yang keduanya tidak mungkin dapat disatukan. Menurutnya agama bersifat sakral, sedangkan politik bersifat lebih duniawi.

4. Karya-karya Ali Abd Al-Raziq

Karya-karya Ali Abd al-Raziq banyak menimbulkan kontroversi bahkan menyebabkan dia dipecat dari jabatannya. Diantara karya-karyanya tersebut adalah sebagai berikut.

a. Al-Islâm wa Ushûl al-Hukm: Ba’ts fî Al-Khilâfah wa Al-Hukûmah fî Al-Islâm (Islam dan Prinsip-prinsip Pemerintahan).

Buku ini diterbitkan di Kairo pada tahun1925. Buku ini merupakan hasil penelitiannya tentang lembaga khalifah, yang dibukukan pada saat ia masih menjabat sebagai hakim di Mahkamah Syariah Al-Azhar.

Buku ini berisi teori politik Islam tentang khilafah dan negara. Ali Abdul raziq berpendapat bahwa agama Islam harus terbebas dari khilafah yang dikenal kaum Muslim selama ini, dan juga terbebas dari apa yang mereka bangun dalam bentuk kejayaan dan kekuatan. Khilafah bukanlah bagian dari rencana atau takdir agama tentang urusan kenegaraan. Tapi ia semata-mata hanyalah rancangan politik murni yang tak ada urusannya dengan agama. Agama tidak pernah mengenalnya, menolaknya, memerintahkannya, atau pun melarangnya. Tapi ia adalah sesuatu yang ditinggalkan kepada kita agar kita menentukannya berdasarkan kaedah rasional, pengalaman, dan aturan-aturan politik. Begitu juga pendirian lembaga militer, pembangunan kota, dan pengaturan administrasi negara, tak ada kaitannya dengan agama. Semua itu diserahkan kepada akal sehat dan pengalaman manusia, untuk memutuskan mana yang terbaik.

Keyakinan Ali Abd al-Raziq yang tak mempercayai pendirian negara Islam adalah, Muhammad diutus kepada bangsa Arab semata untuk memperbaiki moralitas mereka. Tugas utama Nabi adalah menyampaikan sebuah risalah kenabian yang mengandung pesan moral. Nah, saat Nabi membangun sebuah komunitas Madinah, ia tak pernah menyatakan satu bentuk pemerintahan yang harus diterapkan, bahkan ia pun tak meminta penerusnya, para khalifah, untuk membuat satu sistem politik tertentu.

Karena itu Ali yakin, impian sebagian umat Islam untuk membentuk dan mendirikan negara Islam adalah sesuatu yang tidak ditarik dari sejarah Nabi. Ali juga mencatat, jika pun ada warna negara "Islami" tak lebih hanyalah sebuah ijtihad politik para sahabat sepeninggal Nabi.

Page 8: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

Ali melakukan studi dan meyakini hal itu, terlebih setelah dia melihat perbedaan anutan sistem pemilihan khalifah di antara para sahabat. "Bukankah sistem pemerintahan yang dijalankan Abu Bakar berbeda dengan Umar, yang juga berbeda dari Utsman dan Ali? Dan bukankah sistem khilafah model Umayyah dan Abbasiyyah tak lebih dari ijtihad politik sebagian orang-orang dari klan itu? Khilafah, yang oleh sebagian orang dianggap sebagai satu keharusan mutlak, ternyata merupakan bentukan sejarah yang dimulai masa Abu Bakar dan dimatangkan oleh Bani Umayyah dan Abbasiyyah," tulisnya.

Karyanya ini pula yang membuat dia dipecat dari jabatannya sebagai hakim, disebabkan atas desakan para ulama Al-Azhar karena didalam buku tersebut Ali Abd al-Raziq menentang pandangan bahwa Islam sudah menetapkan bentuk otoritas politik khusus, atau bahwa Islam sudah mengesahkan bentuk pemerintahan tertentu.

Bahkan dalam sidang ulama besar Al-Azhar ia tidak lagi diakui sebagai ulama dan namanya dihapus dari daftar ulama Al-Azhar. Berdasarkan keputusan sidang yang dihadiri oleh para anggotanya diputuskan bahwa buku itu mengandung pendapat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Pendapat yang tertuang dalam bukunya itu tidak mungkin keluar dari seorang Islam, apalagi seorang ulama.

Buku yang mengandung reaksi keras ini secara garis besarnya berisi tentang penolakan terhadap sistem khilafah. Sedang masalah khilafah pada saat itu menjadi agenda yang akan dibahas dan dihidupkan oleh Rasyid Ridha dan kawan-kawannya yang bersemangat mempersiapkan muktamar akbar Islam di Kairo. Karena momennya kurang tepat, reaksi negatif atas buku ini pun gencar dilakukan ulama. Oleh karena itu, menurut Munawir Sjadzali, saham Rasyid Ridha cukup besar dalam kampanye yang berakhir dengan pengutukan dan pengucilan Ali Abd al-Raziq oleh ulama Al-Azhar.

b. Min Atsâr Musthâfâ ‘Abd Al-Râziq dan Al-Ijmâ’ fî Al-yarîah Al-Islâmiyah.

Buku ini (Min Atsâr Musthâfâ ‘Abd Al-Râziq) merupakan hasil studi Ali Abd al-Raziq tentang kehidupan dan karya saudaranya Musthafa Abdurraziq. Min Atsâr Musthâfâ ‘Abd Al-Râziq diterbitkan pada tahun 1957 di Kairo dan buku Al-Ijmâ’ fî Al-yarîah Al-Islâmiyah diterbitkan pada tahun 1947 di Kairo.

Bersama karya Thâhâ Husain, Fî Al-Syi’r Al-Jâhilî, yang terbit pada tahun 1926, karya Ali Abd al-Raziq (Al-Islâm wa Ushûl al-Hukm) dianggap oleh ulama dan kalangan Muslim melontarkan tantangan serius terhadap keabsahan Islam sebagai sebuah agama. Peristiwa khusus yang mendorong studi Ali Abd ar-Raziq ini adalah penghapusan sistem khalifah oleh pemerintah Turki yaitu Mustafa Kemal Attaturk pada tahun 1924.

Sebagian ulama tradisional Mesir menyamakan al-Raziq dengan Mustafa Kemal Attaturk, bahkan menganggapnya lebih buruk dan lebih berbahaya dari tokoh sekularisme Turki itu. Kedua tokoh ini memang hidup sezaman dan memiliki ideologi politik yang kurang lebih sama. Kedua tokoh Islam itu mendapat hujatan luar biasa dari mayoritas kaum Muslim. Beruntunglah Ataturk, karena ia seorang kepala negara, ia bisa leluasa menerapkan ideologinya di Turki. Sementara al-Raziq mendapatkan kecaman dan hinaan dari rakyat Mesir.

Page 9: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

Setelah perang dunia I, banyak orang Islam merasa terancam oleh meningkatnya penetrasi kolonial Barat, seperti Inggris, dan Perancis. Terutama setelah jatuhnya Kesultanan Utsmaniah. Dalam pandangan kaum Muslim, keruntuhan itu menunjukkan dengan jelas betapa lemahnya politik Islam.

5. Pemikiran-pemikiran Ali Abd al-Raziq

1. Pemikiran tentang Khilafah

2. Risalah Bukan Pemerintahan, Agama Bukan Negara[50] [50] Charles Kurzman,(ed.), Wacana Islam Liberal, (Jakarta: Paramanina, 2011), hlm. 3

3. Nabi dan Raja.

Pembahasan Tentang Ali Abdul Raziq

Ali Abdul Raziq muncul dan terkenal pada saat dunia Islam dikejutkan oleh tindakan Mustafa Kemal tentang penghapusan pranata khalifah (1924) yang sudah berjalan kurang lebih tiga belas abad. Peran terpenting Ali Abdul Raziq adalah ketika ia mengemukakan teori baru mengenai negara dalam Islam yang berlandaskan sistem khalifah. Pembahasan ini dituangkan dalam bukunya al-Islam wa Usul al-Hukm. Isi buku ini pada dasarnya membenarkan tindakan Mustafa Kemal tentang penghapusan khilafah, digantikan dengan sistem Republik yang berlandaskan sekularisme. Buku ini juga merupakan serangan langsung terhadap pembahasan Rasyid Ridha dalam bukunya al-Khilafah au al-Imamah al-‘Uzma.12

Ali Abdul Raziq adalah seorang ilmuwan Islam yang berasal dari keluarga terkenal di daerah al-Shahid (Mesir), di mana keluarga ini memiliki tanah-tanah pertanian yang sangat luas atau dengan istilah lain disebut keluarga feodal.13 Beliau lahir di Mesir pada tahun 1888 dan wafat tahun 1966 di tempat yang sama.14 Ayahnya, Hasan Abdul Raziq Pasya, seorang pembesar yang terpandang di daerahnya dan terjun dalam kegiatan politik dengan menjadi wakil ketua Hizb al-Ummah (Partai Rakyat) tahun 1907, yaitu sebuah partai yang dibentuk sebagai tandingan Hizb al-Wathani (Partai Kebangsaan).15 Langkah Hasan Abdul Raziq ini dilanjutkan oleh anggota keluarganya dalam memimpin partai tersebut.

12 Abdul Latief Muchtar, Gerakan Kembali ke Islam :Warisan Terakhir A. Latief Muchtar (Cet. I; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), h. 82.13 Dhiyauddin, op. cit., h. 24.

14 Abd. al-Azis Dahlan, et. el., (editor), Ensiklopedi Islam, Jilid I (Cet. I; Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Houve, 1996), h. 84.15 Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Cet. IX; Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 84.

Page 10: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

Pada awalnya, Ali Abdul Raziq memperoleh pendidikan formalnya di al-Azhar dan memperoleh ijazah al-Alimiyah, 1911. Di samping belajar agama di al-Azhar, ia juga pernah mengikuti kuliah di bidang sastra Arab selama dua tahun di Universitas Cairo dari Prof. Mallino (ahli sastra dan syair Arab) dan sejarah filsafat dari Prof. Santilana (sejarawan dan filosof), kemudian ia belajar ilmu kalam dan peradilan dari Syeikh Ahmad Abu Khatwah (sahabat Muhammad Abduh dan murid al-Afghani). Pada tahun 1912, ia sempat mengabdikan diri di al-Azhar sebagai tenaga pengajar dalam bidang retorika selama beberapa bulan.16

Tahun berikutnya, Ali Abdul Raziq berangkat ke Inggris untuk mempelajari politik dan ekonomi. Akan tetapi, ternyata ia tidak sempat belajar di sana dan seiring dengan pecahnya perang dunia I, iapun kembali ke Mesir, 1914. Pada tahun 1915, ia ditunjuk sebagai hakim syari’ah dan di saat ia menduduki jabatan ini di al-Manshuriah setelah sepuluh tahun, terbitlah bukunya yang terkenal al-Islam wa Ushul al-Hukm, tahun 1925.17

Peristiwa paling penting yang terjadi dalam hidupnya sehingga namanya demikian termasyhur adalah penerbitan bukunya tersebut. Buku inilah kemudian yang menimbulkan kontroversi terhadap dirinya, sehingga membuatnya lebih masyhur dari sebelumnya. Dalam pendahuluan buku itu dikemukakan bahwa ia telah menghabiskan waktu beberapa tahun untuk menyusunnya, dan karyanya itu baru rampung pada awal April 925. Begitu buku itu terbit dan dibaca oleh para ulama dan pembaca lainnya, serta-merta mendapat tanggapan dan bantahan keras. Hal ini disebabkan karena buku tersebut berkaitan dengan persoalan yang saat itu menjadi perbincangan masyarakat Mesir, seluruh negeri Arab dan dunia Islam, yakni masalah khilafah (pemerintahan).

Pokok-Pokok Pikirannya

1. Masalah Khilafah

Sepeninggal Nabi pada tahun 632 M., kaum muslimin mencapai konsensus dan memilih Abu Bakar al-Shiddiq menjadi khalifah Rasulullah Saw. Dialah khalifah pertama dalam sejarah Islam yang kemudian diikuti oleh khalifah kedua dan seterusnya bermunculan khalifah-khalifah di sepanjang perjalanan sejarah Islam. Jadi, wajar saja bila kaum muslimin menaruh perhatian yang sangat besar terhadap masalah kekhalifahan.

Dalam pandangan ulama Islam, khilafah adalah kepemimpinan umum untuk urusan agama dan dunia sebagai pengganti Nabi. Keadaan ini didukung oleh kenyataan bahwa semua kekuasaan politik dalam Islam pasca Nabi selalu menisbatkan diri kepada ajaran-ajaran Alquran serta mengklaim bertanggung jawab untuk menjaga ajaran-ajaran tersebut. Semua itu memaksakan suatu pandangan bahwa Islam adalah agama sekaligus negara (dunia), dan di antara keduanya tidak dapat dipisahkan.18

16 Abd. Azis Dahlan, et.el., loc. cit.

17 Dhiyauddin, op. cit.,h. 25.

18 Suadi Putro, Muhammad Arkoun Tentang Islam Modern (Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1998), h. 81.

Page 11: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

Berbeda dengan pandangan mayoritas ulama di atas, Ali Abdul Raziq berpendapat bahwa Islam itu tidak ada kaitannya sedikit pun dengan kekhalifahan, karena kekhalifahan bukanlah suatu sistem yang Islamis atau bercorak keagamaan. Ia hanyalah sistem keduniaan yang sepenuhnya berbeda dengan agama serta memiliki tujuan-tujuan yang bercorak dunia. Ali Abdul Raziq mengutip suatu riwayat yang menceritakan bahwa ketika jabatan khalifah ditawarkan kepada Abu Bakar, diusulkan dengan sebutan Khalifah Allah, tetapi Abu Bakar menolaknya dan berkata: Aku bukan khalifah Allah melainkan khalifah Rasulullah. Dengan demikian, maksud khalifah bagi Abu Bakar adalah mengurus kepentingan rakyat yang berhubungan dengan dunia.

Bagi Ali Abdul Raziq, baik Alquran maupun hadis tidak pernah menyebutkan term khalifah dalam pengertian pemimpin negara. Term ulil amri yang termuat dalam Alquran surat an-Nisa (4) : 59 diartikannya sebagai para tokoh Islam di masa Rasulullah dan masa sesudahnya, termasuk para khalifah, para qadhi, para komandan perang dan bahkan para ulama. Untuk itu, tidak tepat jika ayat tersebut dijadikan dasar yang mewajibkan pengangkatan khalifah, karena ayat tersebut hanya menunjukkan bahwa di kalangan kaum muslimin terdapat sekelompok orang yang menjadi panutan bagi beberapa pesoalan yang muncul.19 Dengan demikian, ayat itu lebih luas daripada memberikan keputusan tentang wajibnya mendirikan khilafah.

Selanjutnya, hadis nabi yang menyatakan قريش من األمة (Imam itu berasal dari suku Quraisy) menurut Ali Abdul Raziq juga tidak sesuai dijadikan kewajiban mendirikan lembaga khilafah.20 Persoalan ijma’ (konsensus ulama) tetap diakuinya, tetapi pengangkatan para khalifah setelah Nabi Saw. tidak pernah dilandasi dengan ijma’ulama.21

Pokok-pokok pikiran Ali Abdul Raziq tentang khilafah dikritik habis-habisan oleh Dhiyauddin al-Rais. Menurut Dhiyauddin, wajibnya menegakkan kekhilafahan merupakan ijma’ (konsensus) para sahabat dan kaum muslimin, pengakuan syara’ terhadap prinsip ijma merupakan pengakuan terhadap aspirasi ummat secara menyeluruh, seperti yang dinyatakan oleh para mujtahid, sepanjang kekhalifahan itu telah ditetapkan dengan prinsip ijma’, maka tidak perlu untuk membicarakannya melalui prinsip lain, sebab prinsip ijma’ itu sendiri berdasarkan Alquran dan hadis serta selamanya berkaitan dengan keduanya. Dengan demikian, menurut Dhiyauddin bahwa Ali Abdul Raziq tidak memahami makna prinsip ijma’ yang telah ditetapkan para ulama Islam.22

Perbedaan pendapat antara Ali Abdul Raziq dan Dhiyauddin disebabkan perbedaan pandangan mereka tentang ijma’. Ali Abdul Raziq memahami bahwa umat Islam sama sekali tidak pernah mencapai konsensus dalam memilih khalifah yang mana pun dan juga pada masa kapan pun. 23 Namun Dhiyauddin

19 Ali Abdul Raziq, op. cit., h. 14-15.

20 Ibid., h. 17.

21 Ibid., h. 22.

22 Dhiyauddin al-Rais, op. cit., h. 172-173.

23 Ali Abdul Raziq, op. cit., h. 35.

Page 12: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

memandang ijma’ yang dimaksud adalah kesepakatan para sahabat dan kaum muslimin terhadap wajibnya menegakkan kekhilafahan.24 Dengan demikian, ijma’nya berhubungan dengan kekhilafahan, bukan atas siapa orang yang akan dipilih. Menurut hemat penulis, meskipun sistem khilafah sebagai salah satu bentuk ijma’ (konsensus) para sahabat ketika itu, namun konsensus ini bukan merupakan suatu konsep yang secara mutlak harus diterapkan pada setiap saat dan tempat. Apabila hal itu dipahami demikian, maka pemahaman semacam ini akan bertentangan dengan tujuan syari’ah Islam yang ingin mewujudkan kemaslahatan umum bagi seluruh masyarakat.

2. Islam dan Pemerintahan

Ali Abdul Raziq dalam bukunya al-Islam wa Ushul al-Hukm menyebutkan bahwa seluruh apa yang dibawa oleh Rasulullah hanyalah semata-mata syariat keagamaan yang murni untuk Allah. Ia tidak memiliki kepentingan apapun dengan masalah yang bersifat keduniaan sama sekali. Akan halnya masalah masyarakat, politik maupun pemerintahan. Semuanya itu adalah persoalan dunia. Oleh karena itu, dalam ajaran Islam tidak terdapat ketentuan tentang corak negara. Nabi Muhammad Saw. menurutnya hanya mengemban tugas dan misi rasul dan tidak membawa misi untuk membentuk negara.

Persoalan kemudian adalah apakah pendirian negara di Madinah oleh Nabi berikut pengawasannya yang dapat diartikan sebagai tugas pemerintahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tugas-tugas kerasulannya? Pertanyaan seperti ini dijawabnya dengan mengemukakan bahwa pemerintahan Nabi bukanlah bagian dari tugas kerasulannya, melainkan tugas yang terpisah dan berada di luar dari misi yang diembannya. Pemerintahan yang pernah dibentuk oleh Nabi, kata Ali Abdul Raziq adalah urusan dunia yang tidak ada kaitannya dengan tugas kerasulannya.25 Untuk memperkuat pendapatnya ini, Ali Abdul Raziq mengutip beberapa ayat Alquran, antara lain sebagai berikut:

1. Surat Ali Imran (3): 144, yang artinya, Muhammad Saw. hanyalah seorang Rasul yang kelak didahului oleh wafatnya rasul-rasul yang lain.

2. Surat al-Ghasyiah (88): 21, yang maksudnya, Rasulullah hanyalah bertugas menyampaikan risalah Allah kepada umat manusia.

Di samping mengutip ayat-ayat Alquran, ia juga menggunakan argumen hadis nabi riwayat Muslim.(Hadis tersebut berbunyi: دنياكم بأمور اعلم انتم (Kamulah yang paling tahu tentang urusan duniamu) Dari ayat-ayat dan hadis, Ali Abdul Raziq memahami bahwa soal negara atau pemerintahan adalah urusan dunia, karena itu terserah kepada manusia dengan cara apa dan bagaimana mengaturnya.

24 Dhiyauddin al-Rais, op. cit., h. 174.

25 Ibid., h. 55.

Page 13: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

Sehubungan dengan pikiran-pikiran Ali Abdul Raziq ini, kembali Dhiyauddin memberikan kritikan yang tajam. Menurutnya, Ali Abdul Raziq memulai pokok-pokok pikiran dan keyakinannya yang keliru, yakni suatu keyakinan atau motivasi yang sepenuhnya menafikan hakikat sistem, syariat dan tujuan Islam. Dengan demikian, maka Islam dipahami hanyalah seruan keagamaan belaka tanpa ada pelaksanaannya.26 Argumentasi yang digunakan Ali Abdul Raziq adalah ayat-ayat Alquran periode Mekah, sedangkan pada periode ini kaum muslimin masih berada di bawah tekanan pemerintah kafir Quraisy, sehingga tidak mungkin bagi mereka untuk melaksanakan syariat dalam kehidupan nyata. Akan halnya periode sesudah itu, negara Islam sudah terbentuk dan syariat pun telah sempurna diturunkan, sehingga Rasulullah Saw. dan kaum muslimin dapat melaksanakan perintah-perintah yang disyariatkan Allah yang dibuktikan oleh sejarah.27 Selanjutnya, Dhiyauddin mengutip beberapa ayat Alquran yang memerintahkan Rasulullah Saw. untuk merealisasikan risalahnya, seperti QS. al-Tahrim (66) : 9, QS. al-Anfal (8) : 57 dan QS. al-Maidah (5) : 58.

Pendirian penulis, kehidupan agama (dalam hal ini Islam) dengan kehidupan negara tidak mungkin dipisahkan. Keduanya mempunyai hubungan yang erat. Salah satu doktrin Alquran yang memperkuat doktrin ini adalah hablun min Allah wa hablun hablun min al-nas (QS. Ali Imran (3): 112), artinya hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia merupakan satu kesatuan. Untuk itu, masalah hubungan agama (Islam) dan negara harus ditempatkan dalam konteks ini. Meskipun Alquran dan sunnah Rasul tidak menentukan bagaimana bentuk pemerintahan Islam, tetapi prinsip-prinsip umumnya sudah digariskan. Karena itu, manusia diberikan kewenangan dan kebebasan untuk memilih dan menentukan sendiri bentuk pemerintahan apa yang paling baik bagi mereka.

Pemikiran Ali Abdul Raziq, tampaknya mendapat kritikan keras dari kalangan ulama Mesir, khususnya al-Azhar. Tantangan dan protes keras itu terjadi dalam rapat Majelis Ulama Besar al-Azhar pada tanggal 12 Agustus 1925, yang dihadiri sebanyak 24 orang ulama al-Azhar. Di sinilah diputuskan bahwa isi buku al-Islam wa Ushul al-Hukm telah bertolak keluar dari seorang muslim, apalagi dari seorang ulama. Ali Abdul Raziq akhirnya dikeluarkan dari jajaran ulama al-Azhar.28

26 Dhiyauddin al-Rais, op. cit., h. 190.

27 Ibid., h. 194-195.

28 Lihat Abd. Azis Dahlan, et. el., op. cit., h. 84-85.

Page 14: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

Kritik Rumusan Masalah

Merujuk pada masalah di atas, maka dapat ditarik suatu inti permasalah, yaitu bagaimana ide Ali

Abdul Razik tentang Khalifah dan Pemerintahan dalam Islam. Menurut Ali Abd Raziq argumen tentang

perlunya dibentuk kembali kekhilafahaan di kalangan para ulama adalah sesuatu yang keliru. Baginya,

bahwa kekhilafahan adalah sesuatu yang merupakan amaliyah duniawiyah yang nyata-nyata terpisah

dari tugas ke-Rasulan, bahkan nash al-Qur’an tidak memberikan aturan yang baku tentang bentuk

pemerintahan Islam. Serta bagaimana pandangan Ali Abdul Raziq terhadap Khilafah dan pemerintahan

dalam Islam?

Bahwa Ali Abdul Raziq merupakan tokoh yang paling kontroversial, terutama dengan terbitnya

buku al-Islam wa Ushul al-Hukm yang berisi tentang penolakannya terhadap adanya hubungan antara

syariah Islam dengan negara. Tugas Nabi Muhammad SAW menurutnya hanya sebagai penyampai

ajaran agama murni dan tidak bermaksud untuk mendirikan negara. Lebih dari itu, Alquran dan hadist

dianggapnya tidak pernah menyinggung sedikitpun tentang masalah khilafah dan negara.

Faktor-faktor yang memperngaruhi dan melatarbelakangi munculannya ide Ali Abdul

Raziq adalah:

1) Kondisi kerapuhan dan kemunduran umat Islam,

2) persentuhan dengan pendidikan Barat yang walau ditekuninya hanya setahun, tetapi

memberi nuansa yang luas kepada pemikirannya,

3) pengaruh ide pembaharuan dan pemikiran Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani.

Akibat dari pemikirannya itu, ia mendapat banyak sorotan dan kritikan dari para ulama di Mesir,

karena pemikirannya itu juga, ada sebagian orang yang menuduhnya sebagai kafir dan zindiq.

Pemikiran sangat bertolak belakang dalam sistem pemerintahan yang di bentuk oleh nabi di

lanjutkan pada massa khalifah ada empat pilar utama negara yang pertama: kekuasan banyak di tangan

banyak orang (demokrasi) kedua: di tangan Allah (syariah) yang ketiga: kekuasaan hanya ada di tangan

satu orang yang keempat: yang berhak dan mengesahkan dan mengadopsi aturan dalam al Qur’an dan

khalifah hanya khalifah.

Page 15: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

Dan kita dapat membandingkan antara Ali Abd al Raziq dengan orang muslin apa yang di cita-

citakan oleh kaum muslimin dalam membangun Daulah Islam Rasulullah yaitu daulah yang memiliki

stuktur masyarakat muslim dan non muslim di dalam satu kekuasaan pemerintahan Islam di mana Allah

yang berdaulat.

Yang menerapkan musyawarah dan menjalankan hukum-hukum Islam dengan adil dalam

naungan daulah Islamiyah Rasulullah dengan undang-undang Madinah, yang berdasarkan akidah Islam

yang mengenal nasionalitas, kebangsaan, kesukuan dan ras dengan tujuan untuk beribadah dan takwa

kepada Allah swt. Dimana dalam undang-undang Madinah telah terjamin dalam hal yang terbaik dengan

hak asasi manusia, persatuan seagama, persatuan segenap warga negara, golongan minoritas, tugas

warga negara melindungi warga negara lain.

menurut Ali Abd al Raziq adalah merupakan sekumpulan manusia atau sekelompok yang di

butuhkan dalam suatu organisasi yang baik untuk mengatur kehidupanya supaya lebih teratur dan

terdapat tentang sifat dan hakekat negara (!) sifatnya memaksa yaitu negara mempunyai kekuasaan

untuk memakai secara fisik secara legal (2) sifat monopoli yaitu negara mempunyai kekuasaan untuk

tujuan bersama (3) sifat mencakup semua yaitu seluruh peraturan perundang-undangan dalam suatu

negara berlaku untuk semua orang yang terlibat di dalanya tampa kecuali.

Terlepas dari kelemahan-kelemahan argumentasi Raziq, gagasan yang dikembangkannya

tentang khilafah merupakan kajian yang sangat menarik dan menantang. Studi historis yang

dilakukannya untuk menolak lembaga khilafah merupakan ajakan kepada umat Islam agar tidak terlalu

mengistimewakan pandangan dan pendapat masa lalu, apalagi menjadikan sebagai bagian dari ajaran

agama. Umat Islam harus bersikap terbuka dan realistis menghadapi kenyataan yang terjadi di dunia

Islam dan mencari terobosan baru yang lebih dapat diterima untuk konteks kekinian.

Terlepas pula dari pandangan para pengkritiknya, secara substansial ada beberapa aspek dari

pemikiran Raziq yang perlu mendapat tempat untuk dielaborasi dan direkonstruksi untuk kepentingan

studi politik Islam kontemporer. Sekularisasi memang berbahaya bagi eksistensi sebuah agama, terlebih

Islam. Tetapi, sisi sekularisasi yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa sekularisasi menjamin sebuah

kekuasaan yang tegak di atas kepentingan agama apapun, dan pada titik inilah pemikiran Raziq

menemukan relevansinya dalam konteks kehidupan politik yang pluralistik.

Page 16: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

Ali Abd al-Raziq bukan tidak memiliki perasaan persatuan dan bukan seperti yang dituduhkan

sebagian orang bahwa ia ingin menerapkan gagasan sekularisme Barat terhadap Islam. Sebagai seorang

‘alim al-Azhar yang luas pengetahuan agamanya dan sebagai seorang intelektual yang pernah mengecap

pendidikan Barat serta berpengalaman melihat negara-negara lain selain Mesir, al-Raziq tentunya

memiliki wawasan dan pertimbangan yang matang hingga ia mengeluarkan ijtihad kontroversial itu.

Pengetahuan sejarahnya yang mendalam membuatnya merasa sangat yakin bahwa sistem

politik yang berlaku sepanjang sejarah Islam bukan cuma satu. Ia sangat bergantung dan dipengaruhi

oleh penguasa yang memegang pemerintahan. Apa yang disebut khilafah oleh setiap penguasa memiliki

makna dan implikasi politisnya masing-masing yang berbeda antara satu khalifah dengan lainnya.

Perbedaan ini hanya bisa dipahami bahwa penerapan sistem pemerintahan yang disebut

khilafah itu berasal dari ijtihad dan pendapat yang terbaik dari para pemegang kekuasaan dalam sistem

tersebut. Karenanya, sistem itu tidak bisa disebut sebagai sistem “islami” dengan pengertian bahwa

model politik dan segala implikasinya yang diterapkan dalam kelembagaan khilafah berasal dari Islam.

Bahkan pernyataan seperti ini, menurut Abd al-Al-Raziq, bisa sangat berbahaya. Khususnya jika sebuah

khilafah berjalan tidak sesuai dengan nilai-nilai dasar Islam, seperti despotisme dan kesewenang-

wenangan yang terjadi pada sebagian pemerintahan dinasti Umayyah, Abbasiyyah, dan Utsmaniyyah.29

Karenanya, pernyataan bahwa Islam tidak memiliki sistem politik tertentu bagi kaum Muslim,

dalam pandangan al-Raziq, menjadi positif, karena hal itu berarti menyelamatkan Islam dari

pengalaman-pengalaman politik negatif yang terjadi sepanjang sejarah Islam. Pendapat itu sekaligus

menempatkan Islam sebagai agama agung yang memberikan ruang bagi manusia untuk berkreasi bagi

urusan dunia mereka. al-Raziq mengkritik sebagian ulama yang mengagung-agungkan khalifah sebagai

penguasa tunggal yang memiliki kekuasaan mutlak, suci, dan dianggap sebagai wakil Tuhan, dan

karenanya, menolak khalifah berarti menolak kesucian dan perintah Tuhan. Padahal, perintah Islam

sesungguhnya, pemimpin haruslah dipilih dari rakyat (ummah), dibai’at oleh rakyat dan diturunkan oleh

rakyat. Tak ada seorang pun yang mengatakan bahwa pemimpin ditunjuk oleh ayat atau hadits Nabi.

Jadi, pemberian kepercayaan dan pengagung-agungan secara berlebihan kepada khalifah seperti yang

dilakukan oleh kaum Muslim masa silam sama sekali bukanlah sikap yang berasal dari ajaran murni

Islam. Tapi berasal dari tradisi Romawi, Persia, atau dinasti-dinasti besar sebelum Islam.

29 http://lelakiberuntung.blogspot .com

Page 17: Tugas Pak MamunAnalisis Ali Abdul Raziq

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Digital Search word-Peraturan, Q.S Ar-Rad : 37

Al-Rais, Dhiyauddin. al-Islam wa al-Khilafah fi al-‘Ashr al-Hadits, diterjemahkan oleh Afif Muhammad dengan judul, Islam dan Khilafah, Kritik Terhadap Buku Khilafah dan Pemerintahan Dalam Islam, Ali Abdul Raziq. Bandung: Pustaka, 1985.

Dahlan, Abd. al-Azis. et. el. (editor). Ensiklopedi Islam. Jilid I. Cet. I; Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Houve, 1996.

Http://Abussalam.Com/?P=405, tanggal 12 Juli 2012

Muslim Esplorer, Islamic Softwere for AL-Qur’an and Al-Hadist Studies v. 7., pencarian ayat versi bahasa melayu. Al-Ma’idah : 48

Muchtar, Abdul Latief. Gerakan Kembali ke Islam :Warisan Terakhir A. Latief Muchtar. Cet. I; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998.

Nasution, Harun. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek. Jilid. I. Jakarta: UI Press, 1984.

Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Cet. IX; Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

Putro, Suadi. Muhammad Arkoun Tentang Islam Modern. Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1998.

Raziq, Ali Abdul. al-Islam wa Ushul al-Hukm. Cet. III; Kairo: Syirkah Mahammiyah Mishriyah, 1344 H./1925 M.

Filal,i ansary. 2009. Abdou “Ali ‘Abd Al-Raziq: Kaum Muslim dan Penafsiran-penafsiran Modern”, dalam Pembaharuan Islam: Dari Mana dan Hendak ke Mana?. Bandung: Mizan.

Gibb, H.A.R. 1996. Aliran-Aliran Moderen dalam Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hourani, Albert. 2004. Pemikiran Liberal Dunia Arab. Bandung: Mizan.

Iqbal, Muhammad dan Amin Husein Nasution. 2010. Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik hingga Indonesia Kontemporer. Jakarta: Kencana.