Upload
frans-ponglapik
View
3.368
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 1David Tindas – 03 0211 5 147
TUGAS A
Merencanakan pelabuhan laut baru, lokasi pelabuhan sesuai dengan peta tugas
yaitu: Pelabuhan Laut KALONGAN yang terletak di Pantai Barat Salebabu.
Pembangunan pelabuhan memerlukan biaya yang sangat besar. Karena itu
diperlukan perhitungan dan pertimbangan yang masak untuk memutuskan
pembangunan suatu pelabuhan.
Keputusan pembangunan suatu pelabuhan biasanya didasarkan pada
pertimbangan:
Pertimbangan ekonomi.
Pertimbangan politik.
Pertimbangan teknis.
Ketiga dasar itu saling berkaitan, tetapi yang paling menentukan adalah
Pertimbangan ekonomi.
Pembangunan pelabuhan secara ekonomis harus layak, artinya: penghasilan yang
diperoleh pelabuhan harus bisa menutup biaya investasi dan operasional, maupun
biaya pemeliharaan pelabuhan untuk jangka waktu tertentu; serta untuk mendapatkan
keuntungan.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan di dalam pembangunan suatu pelabuhan
adalah:
Kebutuhan akan pelabuhan dan pertimbangan ekonomi.
Volume perdagangan melalui laut.
Adanya hubungan dengan daerah pedalaman baik melalui darat maupun
air.
Kebutuhan akan pelabuhan timbul untuk memenuhi beberapa hal berikut:
a. Pembangunan pelabuhan yang didasarkan pada pertimbangan politik.
Sebagai contoh adalah pelabuhan militer yang diperlukan untuk
mendukung keamanan suatu negara. Pelabuhan sebagai pangkalan militer
angkatan laut, misalnya pelabuhan Ujung di Surabaya.
Demikian juga dengan pelabuhan perintis yang dibangun untuk membuka
hubungan ekonomi dan sosial daerah yang terpencil.
b. Pembangunan suatu pelabuhan diperlukan untuk melayani atau
meningkatkan kegiatan ekonomi daerah di belakangnya dan untuk
menunjang kelancaran perdagangan antar pulau maupun negara (eksport
dan import). Pelabuhan ini banyak mendukung perkembangan kota di
dekatnya dan daerah belakang.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 2David Tindas – 03 0211 5 147
c. Pelabuhan dibangun untuk mendukung kelancaran produksi suatu
perusahaan/pabrik. Pelabuhan ini melayani pemasaran/pengiriman hasil
produksi ataupun mendatangkan bahan baku pabrik tersebut.
Contohnya:
Pelabuhan Kuala Tanjung milik PT Inalum (Indonesia Asahan
Aluminium) di Sumatera Utara, sebagai prasarana untuk mengimpor biji
bauksit dan pemasaran/pengiriman aluminium hasil produksi perusahaan
tersebut.
Pelabuhan LNG Arun di Lhokseumawe Aceh.
Pelabuhan Pupuk Iskandar Muda dan ASEAN di Lhokseumawe Aceh.
Mengingat sifatnya sebagai pendukung dari proyek utama, maka
pertimbangan ekonomis tidak seketat seperti dalam pelabuhan umum.
Sebelum memulai pembangunan pelabuhan umum harus dilakukan survei dan
studi untuk mengetahui volume perdagangan baik pada saat pembangunan maupun
di masa mendatang yang dapat diantisipasi dari daerah sekitar.
Volume perdagangan ini penting untuk menentukan layak tidaknya pelabuhan
tersebut dibangun, disamping juga untuk menentukan ukuran pelabuhan.
Pada pelabuhan khusus, produksi dari suatu perusahaan biasanya telah diketahui,
sehinga pelabuhan dapat direncanakan untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Ketersediaan hubungan dengan daerah pedalaman merupakan pendukung
utama di dalam menentukan lokasi pelabuhan. Kemajuan pelabuhan tersebut akan
didukung oleh adanya jalan raya yang baik, jalan kereta api, maupun jalan air yang
menuju kota pedalaman. Tanpa prasarana tersebut keberadaan pelabuhan tidak akan
berarti bagi perkembangan daerah.
Setelah beberapa studi di atas dilakukan, selanjutnya ditetapkan lokasi pelabuhan
secara umum, fungsi utama pelabuhan, dan jenis serta volume barang yang dilayani.
Langkah berikutnya adalah membuat studi pendahuluan dan layout pelabuhan dalam
persiapan untuk membuat penyelidikan lapangan yang lebih lengkap guna
mengumpulkan semua informasi yang diperlukan di dalam pembuatan perencanaan
akhir pelabuhan.
Beberapa penyelidikan yang perlu dilakukan adalah: survei hidrografi dan
topografi; penyelidikan tanah di rencana lokasi pemecah gelombang, dermaga, dan
bangunan-bangunan pelabuhan lainnya; angin, arus, pasang surut dan gelombang.1
1 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 25-27.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 3David Tindas – 03 0211 5 147
1. Pemilihan Lokasi Pelabuhan
Pemilihan lokasi untuk membangun pelabuhan meliputi daerah pantai dan
daratan.
Pemilihan lokasi tergantung pada beberapa faktor seperti:
Kondisi tanah dan geologi.
Keadaan topografi daratan dan bawah laut harus memungkinkan
untuk membangun suatu pelabuhan dan kemungkinan untuk
pengembangan di masa mendatang.
Daerah daratan harus cukup luas untuk membangun suatu fasilitas
seperti dermaga, jalan, gudang dan juga daerah industri. Apabila
daerah daratan sempit maka pantai harus cukup luas dan dangkal
untuk memungkinkan perluasan daratan dengan melakukan
penimbunan/reklamasi pantai tersebut.
Daerah yang digunakan untuk perairan pelabuhan harus
mempunyai kedalaman yang cukup sehingga kapal-kapal bisa
masuk ke pelabuhan.
Kondisi geologi juga perlu diteliti mengenai sulit tidaknya
melakukan pengerukan daerah perairan dan kemunkinan
menggunakan hasil pengerukan tersebut untuk menimbun tempat
lain.
Kedalaman dan luas daerah perairan.
Tinjauan daerah perairan menyangkut luas perairan yang
diperlukan untuk alur pelayaran, kolam putar (turning basin),
penambatan dan tempat berlabuh, dan kemungkinan
pengembangan pelabuhan di masa mendatang.
Perlindungan pelabuhan terhadap gelombang, arus dan
sedimentasi.
Daerah daratan yang cukup luas untuk menampung barang yang
akan dibongkar muat.
Jalan-jalan untuk transportasi.
Daerah industri yang ada di belakangnya.
Tetapi biasanya faktor-faktor tersebut tidak bisa semuanya terpenuhi,
sehingga diperlukan suatu kompromi untuk mendapatkan hasil optimal. Selain
faktor di atas penentuan lokasi pelabuhan juga dipengaruhi oleh:
1) Biaya pembangunan dan perawatan bangunan-bangunan pelabuhan,
termasuk pengerukan pertama yang harus dilakukan.
2) Biaya operasi dan pemeliharaan, terutama pengerukan endapan di alur dan
kolam pelabuhan.2
2 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 30.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 4David Tindas – 03 0211 5 147
Pengerukan untuk mendapatkan kedalaman yang cukup bagi pelayaran di
daerah perairan pelabuhan memerlukan biaya yang cukup besar. Pengerukan
selama perawatan harus sesedikit mungkin. Karena itu pelabuhan harus dibuat
sedemikian rupa sehingga sedimentasi yang terjadi harus sedikit mungkin dan
kalau bisa tidak ada sedimentasi.3
Pelabuhan yang dibangun harus mudah dilalui kapal-kapal yang akan
menggunakannya.
Kapal yang berlayar dipengaruhi oleh faktor-faktor alam seperti angin,
gelombang dan arus yang dapat menimbulkan gaya-gaya yang bekerja pada
badan kapal. Faktor tersebut semakin besar apabila pelabuhan terletak di
pantai yang terbuka ke laut, sebaliknya pengaruhnya berkurang pada
pelabuhan yang terletak di daerah yang terlindung secara alam.
Pada umumnya angin dan arus mempunyai arah yang dominan.
Diharapkan bahwa kapal-kapal yang sedang memasuki pelabuhan tidak
mengalami dorongan arus pada arah tegak lurus sisi kapal. Demikian juga,
sedapat mungkin kapal-kapal harus memasuki pelabuhan pada arah sejajar
dengan arah angin dominan
Perhitungan pasang surut penting dalam menentukan dimensi
bangunan seperti pemecah gelombang, dermaga, pelampung penambat,
kedalaman alur pelayaran dan perairan pelabuhan dan sebagainya.
Elevasi puncak bangunan didasarkan pada elevasi muka air pasang.
Kedalaman alur dan perairan pelabuhan berdasar pada muka air surut.
Elevasi muka air rencana ditetapkan berdasar pengukuran pasang surut
dalam periode waktu yang panjang.
Gelombang yang menyerang bangunan pantai akan menimbulkan gaya-
gaya yang bekerja pada bangunan tersebut. Selain itu gelombang juga akan
berpengaruh pada ketenangan di perairan pelabuhan.4
1.1. Perhitungan Angin
Angin adalah sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan
permukaan bumi. Gerakan udara inidisebabkan oleh perubahan temperatur 3 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 32-33.4 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 43.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 5David Tindas – 03 0211 5 147
atmosfer. Pada waktu udara dipanasi, rapat massanya berkurang, yang
berakibat naiknya udara tersebut yang kemudian diganti oleh udara yang
lebih dingin disekitarnya.
Perubahan temperatur di atmosfer disebabkan oleh perbedaan
penyerapan panas oleh tanah dan air, atau perbedaan panas di gunung dan
lembah, atau perbedaan yang disebabkan oleh siang dan malam, atau
perbedaan suhu pada belahan bumi bagian utara dan slatan karena adanya
perbedaan musim dingin dan panas.
Daratan lebih cepat menerima panas daripada air (laut) dan
sebaliknya daratan lebih cepat melepaskan panas. Oleh karena itu pada
waktu siang hari daratan lebih panas daripada laut. Udara di atas daratan
akan naik dan diganti oleh udara dari laut, sehingga terjadi angin laut.
Sebaliknya, pada malam hari daratan lebih dingin daripada laut, udara di
atas laut akan diganti oleh udara dari daratan sehingga terjadi angin darat.
Indonesia mengalami angin musim, yaitu angin yang berhembus
secara mantap dalam satu arah dalam periode dalam satu tahun. Pada
periode yang lain angin berlawanan dengan angin pada periode
sebelumnya.5
Seperti yang kita ketahui bahwa perencanaan pelabuhan harus
memperhatikan berbagai faktor yang akan berpengaruh pada bangunan-
bangunan pelabuhan dan kapal-kapal yang berlabuh. Tiga faktor yang
harus diperhitungkan yaitu angin, pasang surut dan gelombang.
Pengetahuan tentang angin sangat penting karena angin
menimbulkan arus dan gelombang; dan angin menimbulkan tekanan pada
kapal dan bangunan pelabuhan.6
Kecepatan angin di ukur dengan anemometer.
Apabila tidak tersedia anemometer, kecepatan angin dapat
diperkirakan berdasar keadaan lingkungan dengan menggunakkan skala
Beaufort.7
Tabel 1.1 Skala Beaufort
5 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 44.6 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 43.7 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 46.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 6David Tindas – 03 0211 5 147
Kecepatan angin biasanya dinyatakan dalam knot.
1 knot adalah panjang 1 menit garis bujur melalui khatulistiwa yang
ditempuh dalam 1 jam.
1 knot = 1,825 km/jam.8
Arah angin diukur terhadap arah utara (0o)9
Di dalam peramalan gelombang diperlukan kecepatan angin
dan durasinya.10
Dalam tugas ini data angin tidak diberikan, sehingga untuk
mempermudah perhitungan-perhitungan selanjutnya, maka data
angin diasumsikan sebagai berikut:
Arah = 270O
Durasi = 4 jam
Kecepatan = 60 Km/ jam = 32, 397 Knots
2. Perhitungan Gelombang
Gelombang yang sangat sering terjadi di laut dan yang cukup penting
adalah gelombang yang dibangkitkan oleh angin.
8 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 46.9 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 48.10 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 48.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 7David Tindas – 03 0211 5 147
Contoh suatu hasil pencatatan gelombang angin pada suatu lokasi dapat di
ihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2.1. Hubungan antara kecepatan angin di laut dan darat.11
Pencatatan gelombang di dekat lokasi tersebut di atas dalam waktu yang
sama, mungkin kelihatan jauh berbeda, akan tetapi gelombang tersebut
mempunyai sifat-sifat statistik yang sama. Tinggi gelombang rata-rata yang
ditimbulkan oleh angin merupakan fungsi dari kecepatan angin, fetch (jarak
tempuh gelombang) Gelombang merupakan faktor penting di dalam dan
lamanya angin berhembus (durasi). Pada suatu daerah dengan fetch tak
terbatas (misalnya laut) mendapat hembusan angin dengan kecepatan tertentu
dan lama hembus tak terbatas akan memberikan/menghasilkan gelombang
dengan periode dan tinggi rata-rata yang tertentu. Keadaan ini disebut ‘Fully
Developed Sea’ (F.D.S).
Tinggi gelombang tersebut tidak dapat bertambah terus dan mencapai
maksimum pada saat energi yang didapat dari angin seimbang dengan energi
yang hilang karena adanya turbulensi maupun pecahnya gelombang. Jika
gelombang meninggalkan daerah pembangkit (generating area) maka profil
gelombang akan makin halus (smooth) dan tinggi gelombang rata-rata akan
berkurang karena gesekan/tahanan oleh udara, turbulensi penyebaran ke arah
lateral dan penyebaran frequensi (‘frequncy dispersion’).
Karena kecepatan rambat gelombang tergantung pada periode gelombang,
maka penyebaran frequency menyebabkan group gelombang tersebar yaitu
gelombang dengan periode yang lama akan bergerak di depan dan gelombang
dengan periode pendek akan tertinggal. Dengan memperhatikan pencatatan
gelombang pada gambar 2.1. timbul pertanyaan bagaimana menentukan tinggi
dan periode gelombang dari data tersebut. Jelas bahwa gelombang tersebut
merupakan superposisi dari beberapa gelombang sinusiodal. Pendekatan yang
dipergunakan untuk menganalisa gelombang tersebut haruslah beralasan
(reasonable) dan konsisten. Pendekatan yang biasa dipakai adalah ‘zero
upcrossing method’ (Pierson; 1954). Eevasi permukaan air rata-rat
11 Ir. Nur Yuwono. 1982. Teknik Pantai. Yogyakarta: Biro Penerbit Keluarga Mahasiswa Teknik sipil Fakultas Teknik UGM. Hal 39.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 8David Tindas – 03 0211 5 147
digambarkan pada hasil pencatatan dan seiap titik yang diptong oleh muka air
pada arah ke atas (upward direction) diberi tanda misalnya lingkaran. Dari
titik ini dapat ditentukan periode dan tinggi gelombang. Sering diinginkan
untuk memilih suatu tinggi dan periode gelombang untuk mewakili spektrum
gelombang tersebut untuk berbagai keperluan, misalnya: peramalan
gelombang, analisa gelombang (wave climate analysis), perencanaan
bangunan pantaidan sebagainya. Tinggi gelombang tersebut di atas sering
diberi notasi Hn (tinggi rata-rata gelombang dari n persen gelombang
tertinggi).
Misalnya:
H10 = tinggi gelombang rata-rata dari 10% gelombang tertinggi.
H33 = tinggi gelombang rata-rata dari 33% gelombang tertinggi.
Tinggi gelombang ini biasa disebut Tinggi gelombang signifikan
(significan wave height).
Sedangkan untuk menentukan periode gelombangnya ditempuh jalan yang
sama. Khusus untuk tinggi gelombang signifikan periode gelombangnya dapat
ditempuh dua cara yaitu:
T33 = Periode gelombang rata-rata dari 33% gelombang tertiggi atau
periode gelombang rata-rata dari seluruh pencatatan (tidak begitu berbeda)
kecuali apabila spektrum energi (energi spectrum) merupakan bimodal yang
disebabkan adanya dua jenis gelombang, yaitu: Sea dan Swell.
Sea : adalah gelombang yang terbentuk di daerah pembangkit. Kondisi
gelombang di sini adalah curam (steep) yaitu panjang gelombang berkisar
antara 10 sampai 20 kali lebih tinggi gelombang.
Swell : adalah gelombang yang sudah terbentuk di daerah pembangkit.
Kondisi gelombang di sini adalah landai yaitu panjang gelombang berkisar
antara 30 sampai 500 kali tinggi gelombang.
Karakteristik dari spektrum gelombang angin teutama tergantung pada
panjang fetch (F), kecepatan angin (U), lama tiup/hembus (td). akan etapi ada
faktor-faktor lain kadang sangat berpengaruh misalnya: lebar fetch,
kedalaman air, kekasaran dasar, stabilitas atmosphir dan sebagainya.
Gambar 2.2. menunjukkan secara skematis hubungan antara Tinggi
gelombang (Hs), periode gelombang (Ts), panjang fetch (F) pada suatu
kecepatan angin tertentu.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 9David Tindas – 03 0211 5 147
Gambar 2.2. Hubungan antara kecepatan angin di laut dan darat.12
Jika td >
Fcg , gelombang akan mengikuti lengkung OAB dan
sifat-sifat gelombang pada kahir fetch akan tergantung pada F dan
U.
Jika td dan F mempunyai nilai cukup besar, lengkung OAB akan
menjadi datar dan keadaan ini disebut ‘Fully Developed Sea’
(F.D.S).
Jika td <
Fcg , gelombang tidak dapat tumbuh mengkuti lengkung
OAB melainkan OAC. Dalam hal ini td =
F mincg dan disebut
‘duration limited’.
Untuk menentukan tinggi ataupun periode gelombang dengan cara
ini sudah dibuatkan grafik:
Lampiran 12.13
12 Ir. Nur Yuwono. 1982. Teknik Pantai. Yogyakarta: Biro Penerbit Keluarga Mahasiswa Teknik sipil Fakultas Teknik UGM. Hal 40.13 Ir. Nur Yuwono. 1982. Teknik Pantai. Yogyakarta: Biro Penerbit Keluarga Mahasiswa Teknik sipil Fakultas Teknik UGM. Hal 71.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 10David Tindas – 03 0211 5 147
Lampiran 13.14
14 Ir. Nur Yuwono. 1982. Teknik Pantai. Yogyakarta: Biro Penerbit Keluarga Mahasiswa Teknik sipil Fakultas Teknik UGM. Hal 72.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 11David Tindas – 03 0211 5 147
2.1. Tinggi gelombang
2.1.a. Pembangkitan gelombang15
Angin yang berhembus di atas permukaan air yang semula
tenang. Akan menyebabkan gangguan pada permukaan tersebut, dengan
timbulnya riak gelombang kecil di atas permukaan air. Apabila
15 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 98-99.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 12David Tindas – 03 0211 5 147
kecepatan angin bertambah, riak tersebut semakin besar, dan apabila
angin berhembus terus akhirnya akan terbentuk gelombang. Semakin
lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar gelombang
yang terbentuk. Tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan
dipengaruhi oleh kecepatan angin U, lama hembus angin D, dan fetch F
yaitu jarak pada mana angin berhembus.
Di dalam peramalan gelombang, perlu diketahui beberapa
parameter berikut:
1. Kecepatan rata-rata angin U di permukaan air.
2. Arah angin.
3. Panjang daerah pembangkitan gelombang di mana angin mempunyai
kecepatan dan arah konstan (fetch).
4. Lama hembus angin pada fetch.
2.1.b. Kecepatan angin16
Biasanya pengukuran angin dilakukan di daratan, padahal di
dalam rumus-rumus pembangkitan gelombang data angin yang
digunakan adalah yang ada di atas permukaan laut. Oleh karena itu
diperlukan transformasi dari data angin di atas daratan yang terdekat
dengan lokasi studi ke data angin di atas permukaan laut. Hubungan
antara angin di atas laut dan angin di atas daratan terdekat diberikan oleh
R 1=UW
UL seperti terlihat di dalam gambar 2.3:
Gambar 2.3. Hubungan antara kecepatan angin di laut dan darat.17
gambar 2.3. merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Great Lake,
Amerika Serikat. Grafik tersebut dapat digunakan untuk daerah lain
kecuali apabila karakteristik daerah sangat berlainan. Lama hembus
(durasi) angin dapat diperoleh dari data angin jam-jaman.
Rumus-rumus dan grafik-grafik pembangkitan gelombang
mengandung variabel UA, yaitu faktor tegangan angin yang dapat 16 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 99.17 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 100.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 13David Tindas – 03 0211 5 147
dihitung dari kecepatan angin. Setelah dilakukan berbagai konversi
kecepatan angin seperti yang telah dijelaskan di atas, kecepatan angin
dikonversikan pada faktor tegangan angin dengan menggunakan rumus:
U A=0 ,71U 1,23
di mana U adalah kecepatan angin dalam m/d
2.1.c. Fetch
18
Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch
dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Di daerah
pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam
arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut
terhadap arah angin. Gambar 2.4. menunjukkan cara untuk mendapatkan
fetch efektif. Fetch rerata efektif diberikan oleh persamaan berikut:
Feff =Σ Xicos α
Σ cosα
Dengan :
Feff = fetch rerata efektif
Xi = panjang segmen fetch yang diukur dari titik obesrvasi
gelombang ke ujung akhir fetch.
α = deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan
menggunakan pertambahan 6o sampai sudut sebesar
42o pada kedua sisi dari arah angin.
18 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 99 -100.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 14David Tindas – 03 0211 5 147
Gambar 2.4. Fetch.19
Cara perhitungan fetch efektif yaitu :
a) Dari lokasi yang akan direncanakan dibuat pelabuhan, ditarik
garis lurus yang sejajar arah angin yang ada.
b) Dari garis tersebut, dapat dilihat 2 kemungkinan :
Garis tersebut akan mengenai daratan
Garis tersebut tidak akan mengenai daratan
c) Selanjutnya buat garis lurus yang membentuk sudut 45˚
dengan garis sejajar arah angin tersebut, ke arah kiri dan
kanan.
d) Sudut 45˚ tersebut kemudian dibagi dalam beberapa segmen
yang sudutnya 5˚ sehingga terdapat beberapa garis lurus.
19 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 101.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 15David Tindas – 03 0211 5 147
e) Ukur panjang garis dari lokasi pelabuhan sampai ke ujung
seberang yang berpotongan tegak lurus dari arah angin.
f) Hitung cosinus sudut tersebut.
g) Buat dalam bentuk tabel.
Jika diketahui:
Arah Angin = 20O
Durasi = 4 jam
Kecepatan = 60 km/jam = 32,397 knots
→1 knot = 0,514 m/det = 1 mil/jam = 1852 m/jam
= 60 km/jam = 32,397 mil/jam
Ditanya:
FETCH =?
Penyelesaian:
Karena Lokasi Pelabuhan Kalongan berhadapan dengan laut lepas, maka
digunakan grafik lampiran 12 (Ir. Nur Yuwono. 1982. Teknik Pantai.
Yogyakarta: Biro Penerbit Keluarga Mahasiswa Teknik sipil Fakultas
Teknik UGM. Hal 71).
Grafik hubungan antara Durasi, Kecepatan dan Fetch.
Dari grafik tersebut di dapat:
F = 31 miles →1 mil = 1,609 km
= 49,879 km
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 16David Tindas – 03 0211 5 147
Lampiran 12.20
20 Ir. Nur Yuwono. 1982. Teknik Pantai. Yogyakarta: Biro Penerbit Keluarga Mahasiswa Teknik sipil Fakultas Teknik UGM. Hal 71.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 17David Tindas – 03 0211 5 147
2.2. Tinggi gelombang pecah21
Jika gelombang menjalar dari tempat yang dalam menuju ke tempat
yang makin lama makin dangkal, pada suatu lokasi tertentu gelombang
tersebut akan pecah. Kondisi gelombang pecah tergantung pada
kemiringan dasar pantai dan kecuraman gelombang. Tinggi gelombang
pecah dapat dihitung dengan rumus:
HbH ' 0
= 1
3,3 (H ' 0 /Lo )1/3
Kedalaman air di mana gelombang pecah dihitung dengan rumus:
dbHb
= 1
b−( aHb /gT 2 )
Di mana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai m dan
diberikan oleh persamaan:
a=43 , 75(1−e−19 m)
b= 1,56
(1+e−19 , 5m)
Dengan:
Hb = tinggi gelombang pecah
H’0 = tinggi gelombang laut dalam ekivalen
L0 = panjang gelombang di laut dalam
db = kedalaman air pada saat gelombang pecah21 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 90-91.
o
p
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 18David Tindas – 03 0211 5 147
m = kemiringan dasar laut
g = percepatan gravitasi
T = periode gelombang
Sudut datang gelombang pecah diukur berdasakan gambar refraksi pada
kedalaman di mana terjadi gelombang pecah.
Jika diketahui:
Tinggi Gelombang (Ho) = 5 m
Periode (T) = 10 second
Analisis refraksi memberikan nilai koefisien refraksi Kr = 1,05 pada titik
di mana gelombang pecah diharapkan terjadi.
Koefisien difraksi dianggap 1.
Kemiringan dasar laut di dapat secara grafis dari :
Gambar 2.5. Menghitung kemiringan dasar laut (m) secara grafis
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 19David Tindas – 03 0211 5 147
O = 20 m
P=2,2 cm×skalapeta=2,2 cm×25000 cm=55 .000 cm=550 m
sehingga m =
OP
=20550 = 0,0364 ≈ 0,04
Ditanya:
Hitung tinggi dan kedalaman gelombang pecah!
Penyelesaian:
Tinggi gelombang laut dalam ekivalen dihitung dengan persamaan
berikut (koefisien difraksi dianggap satu):
H '0=KrHo=1 , 05×5=5 ,25 m
H '0
gT 2= 5 ,25
9 , 81×102=0 , 00535
Dari Gambar 2.6. Tinggi gelombang pecah22 untuk nilai m = 0,04 dan
H '0
gT 2=0 ,00535
, didapat:
HbH'o
=1 , 1875≈1 ,19⇒Hb=1, 19×5=5 ,95m
Menghitung kedalaman gelombang pecah.
Dihitung nilai berikut:
Hb
gT 2= 5 , 95
9 , 81×2102=0 , 006
Dengan menggunakan grafik dari Gambar 2.7. Kedalaman gelombang
pecah23 untuk nilai m = 0,04 dan
Hb
gT 2=0 , 006
, didapat:
22 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 92.23 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 93.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 20David Tindas – 03 0211 5 147
dbHb
=1 ,08⇒db=1 , 08×5 , 95=6 , 426m
Jadi tinggi dan kedalaman gelombang pecah adalah:
Hb=5 , 95 m
db=6 ,426 m
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 21David Tindas – 03 0211 5 147
Gambar 2.6. Tinggi gelombang pecah.24
24 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 92.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 22David Tindas – 03 0211 5 147
Gambar 2.7. Kedalaman gelombang pecah.25
2.3. Energi gelombang26
Energi total gelombang adalah jumlah dari energi kinetik dan energi
potensial gelombang.energi kinetik adalah energi yang disebabkan oleh
kecepatan partikel air karena adanya gerak gelombang. Energi potensial
adalah energi yang dihasilkan oleh perpindahan muka air karena adanya
gelombang. Tenaga gelombang adalah energi gelombang tiap satu satuan
waktu yang menjalar dalam arah penjalaran gelombang.
25 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 93.26 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 67.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 23David Tindas – 03 0211 5 147
Jika diketahui:
Tinggi Gelombang (Ho) = 5cm
Periode (T) = 10 second
Energi kinetik gelombang:
Ek= ρ gH 2 L16
⇒ L=1 , 56T 2=1 ,56×102=156det2
Ek=1000( kg/m3 )×9 ,81(m /det2 )×52(m)×156(det2 )16
Ek=2 . 391.187 ,5kg
Energi potensial gelombang:
Ep= ρ gH2 L16
Ep=1000 (kg /m3 )×9 ,81 (m /det2)×52(m)×156(det2)16
Ep=2. 391. 187 , 5 kg
Energi total gelombang:
Et=Ek+ Ep=4 .782 .375 kg
Tenaga gelombang:
P=nET
dengan:
n=12(1+ 2kd
sinh 2kd)⇒ k=2 π
L= 2 π
156=0 , 0403
n=12(1+ 2×0 ,0403×5
sinh 2×0 ,0403×5)=1
2(1+ 0 ,403
0 ,007)
n=29 , 286
P=nET
=29 ,286×4 .782 .375 (kg )10 (det )
P=14 .005 .663 ,43( kg /det )
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 24David Tindas – 03 0211 5 147
Dimana :
E = Energi rata-rata (
Kgdet2
)
ρ = kerapatan massa air laut = 1000 (Kg
m3)
g = percepatan gravitasi (m
det2 )
Ho = Tinggi Gelombang (m)
L = Panjang gelombang.
d = kedalaman air
3. Breakwater
Menurut Bambang Triatmodjo: Break Water adalah bangunan yang
digunakan untuk melindungi daerah perairan pelabuhan dari gangguan
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 25David Tindas – 03 0211 5 147
gelombang. Bangunan ini memisahkan daerah perairan pelabuhan dari laut
bebas, sehingga pelabuhan tidak banyak dipengaruhi oleh gelombang besar di
laut. Dengan adanya pemecah gelombang daerah pelabuhan menjadi tenang
dan kapal bias melakukan bongkar muat barang dengan mudah.27
Menurut Soedjono Kramadibrata: pemecah gelombang merupakan
pelindung utama bagi pelabuhan buatan. Maksud dari pemecah gelombang
adalah melidungi daerah
pedalaman perairan
pelabuhan, yaitu
memperkecil tinggi
gelombang laut,
sehingga kapal dapat
berlabuh dengan tenang
dan melakukan bongkar
muat.
Untuk memperkecil
gelombang pada perairan dalam, tergantung pada tinggi gelombang (H), lebar
muara (b), lebar perairan pelabuhan (B) dan panjang perairan pelabuhan (L),
mengikuti rumus empiris THOMAS STEVENSON. 28
Hdl = tinggi gelombang pada perairan
pelabuhan.
Hlr = tinggi gelombang laut.
b = lebar muara.
B = lebar perairan pelabuhan.
L = panjang perairan pelabuhan.
Gambar di atas memberikan gambaran dasar dalam menentukan bentuk-
bentuk pemecah gelombang.
Hdl
H lr
=√ bB
−0 .0269 (ℓ+√ bB )4√L
Pemecah gelombang bisa dibuat dari tumpukan batu, blok beton, beton
massa, turap dan sebagainya.29
Pemecah gelombang sendiri mempunyai beberapa bentuk dasar dan
syarat-syarat teknis sebagai berikut:30
27 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 125.28 Soedjono Kramadibrata. 1985. Perencanaan Pelabuhan. Bandung: Ganeca Exact. Hal 181.29 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 126..30 Soedjono Kramadibrata. 1985. Perencanaan Pelabuhan. Bandung: Ganeca Exact. Hal 182.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 26David Tindas – 03 0211 5 147
a. Gelombang disalurkan melalui suatu dinding batu miring atau
memecah gelombang batu (Rubble mounds), sehingga energy
gelombang dihilangkan secara gravitasi, karena gelombang pecah baik
dipermukaan batu atau melalui celah-celahnya.
b. Batu-batu tersebut dapat pula dibuat dalam bentuk-bentuk secara
buatan misalnya dari beton bertulang sebagai: tetrapods, quadripods,
hexapods, tribars, modified cubes atau dolos. Pemakaian batu-batu
buatan (artificial stones) ini digunakan bila pada lokasi yang
diinginkan sukar didapatkan batu alam yang sesuai beratnya dengan
kebutuhan untuk memecahkan gelombang atau pertimbangan-
petimbangan teknis lainnya.
c. Dengan membuat suatu dinding tegak wall (wall type) yang cukup
ketinggian dan kekuatannya sedemikian sehingga gelombang tersebut
dapat didifraksikan dan dihapuskan karena pecahnya gelombang.
Dinding vertikal ini dapat berbentuk macam-macam, misalnya kaison
(caissons) silindris, kotak (box) dan lain sebagainya.
d. Dinding pemecah gelombang dengan diberi ‘penyerap gelombang’
(wave absorber). Bentuk dan dimensi ini bermacam-macam.
Menurut bentuknya pemecah gelombang terdiri atas tiga tipe, yaitu31 :
a. Pemecah gelombang sisi miring
Termasuk dalam elompok ini adalah pemecah gelombang dari
tumpukan batu alam, blok beton, batu buatan dari beton dengan
bentuk khusus seperti tetrapod, quadripods, tribars, dolos dan
sebagainya. Di bagian atas pemecah gelombang tipe ini biasanya juga
dilengkapi dengan dinding beton yang berfungsi menahan limpasan air
di atas bangunan.
Gambar 3.1. Pemecah gelombang sisi mring dari tumpukan batu.32
b. Pemecah gelombang sisi tegak
31 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 127 - 128.32 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 127.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 27David Tindas – 03 0211 5 147
Yang termasuk dalam tipe ini adalah dinding blok beton massa yang
disusun secara vertical, kaison beton, sel turap baja yang didalamnya
diisi batu, dinding turap baja atau beton dan sebagainya.
Gambar 3.2. Pemecah gelombang sisi tegak dari kaison.33
c. Pemecah gelombang campuran
Pada kedalaman air yang besar, di mana pembuatan pemecah
gelombang sisi miring atau vertical tidak ekonomis, dibuat pemecah
gelombang tipe campuran yang merupakan gabungan dari kedua tipe
di atas.
Gambar 3.3. Pemecah gelombang campuran.34
Tipe pemecah gelombang yang digunakan biasanya ditentukan oleh
ketersediaan material di atau di dekat lokasi pekerjaan, kondisi dasar laut,
kedalaman air, fungsi pelabuhan, dan ketersediaan peralatan untuk
pelaksanaan pekerjaan.
Batu adlah salah satu bahan utama yang digunakan untuk membangun
pemecah gelombang. Mengingat jumlah yang diperlukan sangat besar maka
ketersediaan batu di sekitar lokasi pekerjaan harus diperhatikan. Ketersediaan
batu dalam jumlah besar dan biaya angkutan dari lokasi batu ke proyek yang
ekonomis akan mengarahkan pada pemilihan pemecah gelombang tipe
tumpukan batu.35
33 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 128.34 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 128.35 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 128.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 28David Tindas – 03 0211 5 147
Gambar 3.4. Batu buatan36
a. Tetrapod, mempunyai empat kaki yang berbentuk kerucut terpancung,
Berat satu butir tetrapo adalah 25 ton. Tetrapod hanya diletakkan pada
sisi bangunan yang banyak enerima serangan gelombang besar.
b. Tribar, mempunyai tiga kaki yang saling dihubungkan dengan lengan.
c. Quadripod, mempunyai bentuk mirip tetrapod tetapi sumbu-sumbu
dari ketiga kakinya berada pada bidang datar.
d. Dolos, terdiri dari dua kaki saling silang menyilang yang dihubungkan
dengan lengan.37
36 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 132.37 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 131.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 29David Tindas – 03 0211 5 147
Gambar 3.5. Bentuk pemecah gelombang dengan arah perambatan gelombang
yang menentukan didasari dengan beberapa bentuk lengkung pantai.38
Tabel 3.1. Keuntungan dan kerugian ketiga tipe pemecah gelombang.39
Pemecah gelombang tipe sisi miring banyak digunakan di Indonesia,
mengingat dasar laut di pantai perairan Indonesia kebanyakan dari tanah
lunak. Selain itu batu alam sebgai bahan utama banyak tersedia. Pemecah
gelombang sisi miring biasanya dibuat dari tumpukan batu alam yang
38 Soedjono Kramadibrata. 1985. Perencanaan Pelabuhan. Bandung: Ganeca Exact. Hal 184.39 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 130.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 30David Tindas – 03 0211 5 147
dilindungi oleh lapis pelindung berupa batu besar atau beton dengan bentuk
tertentu.40
Perancanaan break water dengan sisi miring mempunyai keuntungan :
a. Elevasi puncak bangunan rendah
b. Gelombang refleksi kecil
c. Kerusakan berangsur-angsur
d. Perbaikan murah
e. Harga murah
Selain itu pemecah gelombang sisi miring mempunyai sifat fleksibel.
Kerusakan yeng terjadi karena serangan gelombang tidak secara tiba-tiba
(tidak fatal). Meskipun beberapa butir batu longsor, tetapi bangunan masih
bias berfungsi. Kerusakan yang terjadi mudah diperbaiki dengan menambah
batu pelindung pada bagian yang longsor.
Biasanya butir batu pemecah sisi miring disusun dalam beberapa lapis,
dengan lapis terluar (lapis pelindung) terdiri dari batu dengan ukuran besar
dan semakin ke dalam ukurannya semakin kecil. Stabilitas batu lapis
pelindung tergantung pada berat dan bentuk butiran serta kemiringan sisi
bangunan. Bentuk butiran akan mempengaruhi kaitan antara butir batu yang
ditumpuk.butir batu dengan sisi tajam akan mengait (mengunci) satu sama
lain dengan lebih baik sehingga lebih stabil. Batu-batu pada lapisan pelindung
dapat diatur peletakkannya untuk mendapatkan kaitan yang cukup baik atau
diletakkan secara sembarang. Semakin besar kemiringan memerlukan batu
yang lebih berat. Berat tiap butir batu dapat mencapai beberapa ton. Kadang-
kadang sulit untuk mendapatkan batu seberat itu dalam jumlah yang sangat
besar. Untuk mengatasinya maka dibuat batu buatan dari beton dengan bentuk
tertentu. 41
Desain Pemecah Ombak ‘Breakwater’
Dalam tugas perencanaan pelabuhan ini untuk break water, dipilih model
pemecah gelombang sisi miring “Rubble mounds”.
40 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 130.41 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 131.
Batu Alam
Batu Alam
Tetrapods
LWSmax
LWSmin
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 31David Tindas – 03 0211 5 147
Menentukan Berat Dari Unit Armour.
Rumus Hudson : W =
γ r . H3
K D (Sr−1 )3 .Ctg α
Dimana :
W = Berat Unit Armour
γr = Specific Weight dari Unit Armour
H = Tinggi Gelombang (ft)
KD = Damage Cooficient
Sr = Specific Grafity dari Unit Armour
Α = Sudut kemiringan Break Water
γw = Specifik Weight Air laut (Lbs/cuft)
Diketahui : Syarat pembuatan Break Water terpenuhi, yaitu :
Ho < H iijin.
Ho = 5 m = 0,3048 * 0,5 m = 16,45 ft
H ijin = 0,65 m = 0,3048 * 0,65 m = 0,19812 ft
γr batu alam = 165 lbs/cuft
γr tetrapod = 140 lbs/cuft
γw = 64 lbs/cuft
Sr = 165/64 = 2,19
θ = 1,5 dan KA (lapis lindung)
= 1,04 (tetrapod) dan 1,15 (batu alam)
KD = 7,0
Berat Unit Armour (Lapis Pelindung)
Lapisan I (Tetrapods) :
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 32David Tindas – 03 0211 5 147
W =
140 .15243
7,0×(2, 19−1)3×1,5 = 28,006 lbs
W1 = 28,006.Fk = 28,006.1,5 = 42,009 lbs
W1 = 19,055 Kg
Lapisan II :
W2 =
W 110 =
42 , 00910 = 4,201 lbs
W2 = 1,9055 Kg
Lapisan III :
W3 =
W 1600 =
42 , 009600 = 0,07 lbs
W3 = 0,032 Kg
Menentukan Lebar Crest.
B = n . KA . ( W/ γr ) 1/3
n = jumlah unit armour (diketahui 3 lapis)
Lapis I : B1 = 3 . 1,04 . (42,009 / 140)1/3 = 2,089 ft = 0,636 m
Lapis II : B2 = 3 . 1.15 . (4,201 / 165)1/3 = 1,015 ft = 0,3091 m
Lapis III : B3 = 3 . 1,15 . (0,07 / 165)1/3 = 0,259 ft = 0,079 m
Menentukan Tebal Lapisan Armour.
T = m . KA ( W/ γr ) 1/3
m = Jumlah armour -1 = n – 1 = 2
Lapis I : T1 = 2 . 1,04 (42,009 / 140)1/3 = 1,392 ft = 0,425 m
Lapis II : T2 = 2 . 1,04 (4,201 / 165)1/3 = 0,612 ft = 0,186 m
Menentukan Elevasi dari Crest.
Tinggi gelombang (H) = 5 m = 16,45 ft
Panjang Gelombang (L) = 156 m = 513,16 ft
Beda pasang surut (Zo) = 2,5 m
Panjang gelombang dihitung dengan rumus:
H / L = 16,45 / 513,16 = 0,0320 & tg θ = 0,5
Bilangan Irribaren:Ir= tg θ
( H / L0 )0,5
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 33David Tindas – 03 0211 5 147
Ir= 1/2
(0 ,0320)0,5=2 ,795
Dari Grafik Runup gelombang (Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan.
Yogyakarta: Beta Offset. Hal 141).
Diperoleh RU/H = 0,76
R = 0,76 .H = 0,76 . 5 = 3,8 m
Elevasi crest min. harus berada pada:
R + 2 . Zo = 3,8 + 2 .(2,5) = 8,8 m
Free board (jagaan) = ½ . tinggi gelombang = ½ . 5 = 2,5 m
Elevasi crest sesudah ditambah freeboard : 8,8 + 2,5 = 11,3 m
Kedalaman Break Water:
Untuk perencanaan tinggi break water diambil untuk kapal dengan
tonnage terbesar : 150.000 DWT
- Max draft = 18,5 m
- Clearance = 1 m ( syarat 0.8 m - 1 m )
Kedalaman Break Water (h):
h = max draft + clearance + 1/3 . tinggi gelombang
= 18,5 + 1 + 1/3 . 5 = 221,166 m ≈ 22 m
Tinggi Break Water:
x = Kedalaman Break Water + elevasi crest
= 22 m + 11,3 m
= 33,3 m ≈ 34 m
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 34David Tindas – 03 0211 5 147
Gambar 3.6. Grafik Runup Gelombang.42
Menghitung Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Break Water.
42 Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. Hal 141.
B
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 35David Tindas – 03 0211 5 147
Cotg θ = 1,5
1tg(θ ) = 1,5
tg θ = 0,6667 maka θ = 33,69˚
Lebar dasar breakwater (B):
B =
(2) . T . BreakWater
tg .(33 , 69)o + Lebar Crest Lapis I
=
(2) .(34 )tg(33 ,69 )o
+ 0,636 m
= 102,64 m
a = Tinggi Break Water - t1 – t2
= 34 – 0,425 – 0,186
= 33,389 m
b =
33 , 389tg(θ) =
33 , 389tg(33 ,69 ) = 50,084 m
c = √(33 ,389)2+(50 , 084 )2 = 60,193 m
d =
0 ,3091−0 , 0792 = 0,115 m
e = √(0 , 115 )2+(0 ,186 )2 = 0,219 m
f =
0 , 636−0 , 30912 = 0,163 m
g = √(0 , 163 )2+(0 , 425)2 = 0,455 m
h =
(1,5×0,5)+(11 ,3 )sin(33 ,69 )o
=
12 , 05
sin(33 ,69 )o = 21,723 m
I = f + (
0 ,425tg(θ ) ) = 0,163 +
0 , 425tg(33 ,69 ) = 0,8 m
J =
(12 , 05−0 ,425 )sin(33 ,69 ) =
11 , 625sin(33 ,69 ) = 20,957 m
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 36David Tindas – 03 0211 5 147
k = d + (
0 ,186tg(θ ) ) = 0,115 + (
0 ,151tg(33 ,69 ) ) = 0,394 m
l = (
B−0 , 0642 ) – b = (
102 , 64−0 , 0792 ) – 50,084 = 1,1965 m
m =
11 , 3+H−0 ,425sin θ =
11 , 3+5−0 , 425sin(33 ,69 ) = 28,619 m
n =
11 , 3+Hsin ϑ =
11, 3+5sin(33 ,69 )
= 29,385 m
o = (
34sin 33 , 69 ) – n = (
34sin 33 , 69 ) – 29,385
= 31,909 m
Gaya-gaya yang bekerja pada break water adalah :
a. Akibat Beban Sendiri Break Water.
Menghitung Berat Sendiri Break Water :
Lapisan I Tetrapod
Luas = A1 + A2 + A3
= [(0,636 + 0,3091 + (2 .0,8)) x
0 , 4252 ] + [20,957 x (0,8 .
sin33,69)] + [28,619 x (0,8 . sin33,69)]
= 0,541 m² + 9,299 m² + 12,699 m²
= 22,539 m²
Berat = 22,539 m² x (140 . 0,016) ton/m³
= 50,4836 t/m
Lapisan II Batu Alam
Luas = B1 + B2 + B3 + B4 + B5
= [(0,3091 + 0,079 + (2 . 0,394)) x
0 ,1862 ] + [((11,3 – 0,186 –
0,425) + 0,636) (
1sin 33 , 69 )) x 0,219] + [(0,219 x
(11 , 3+5 )−(0 , 425+0 , 186)sin 33 , 69 )] + [(1,1965 x (sin33,69 x 33,389))]
+ [(1,1965 x (sin33,69 x 31,909))]
= 0,1093 m² + 4,471 m² + 6,194 m² + 22,160 m² + 21,178 m²
= 54,112 m²
X1
X2
0,636
α
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 37David Tindas – 03 0211 5 147
Berat = 54,112 m² x (165 . 0,016) ton/m³
= 142,856 t/m
Lapisan III Batu Alam
Luas = C
= [((102,64-(2 x 1,1965)) + 0,079] x
33 , 3892
= 1674,892 m²
Berat = 1674,892 m² x (165 . 0,016) ton/m³
= 4421,715 t/m
Jadi, Gaya Akibat Berat Sendiri Break Water :
Σ W = W1 + W2 + W3
= 50,487 t/m + 142,856 t/m + 4421,715 t/m
= 4615,058 t/m
Untuk jalur selebar 1 m , Total Berat Break Water :
Σ W = 4615058 Kg
b. Akibat Beban Gempa
Koofisien gempa diambil koofisien terkecil dari koofisien gempa = 0,3
Jadi, Beban gempa = 0,3 x 4615,058 t/m = 1384,5174 ton/m
= 1384517 Kg/m
Jadi, sepanjang 1 m = 1384517 Kg
c. Akibat Angin
Fw = W . A . K dimana: W = tekanan angin = c.v2
c = koef. Angin = 0,00256
v = kec. Angin = 30 Knots
A = luas penampang Break Water
K = 1,3 (factor keamanan)
Tekanan Angin (W) = cv² = (0,00256) x (30)² = 2,304
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 38David Tindas – 03 0211 5 147
x1 = 11,3 – 1,25 = 10,05 m
x2 =
x1tgα =
10 , 05tg33 ,69 = 15,07 m
A =
12 (0,636 + (0,636 + 2 . x2)). x1
=
12 (0,636 + (0,636 + 2 . 15 . 15,05)). 10,05 = 315,791 m²
Fw = 2,304 x 315,791 x 1,3
= 945,857 t/m
Jadi,
Total Gaya Vertikal :
Σ V = Akibat Berat Sendiri Break Water
= 4615,058 t/m
Total Gaya Horizontal :
Σ H = Akibat Beban Gempa + Beban Angin
= 1384,517 ton/m + 945,857 t/m
= 2330,374 t/m
Kontrol Stabilitas Break Water .
a. Terhadap Geser
Syarat :
∑ V . tan φ
∑ H ≥ 1,5
4615 ,058× tan33 ,692330 ,734 ≥ 1,5
1,5333 ≥ 1,5 . . . . . OK !!
b. Terhadap Guling
Syarat :
Mlawan guling
M guling > 2
Gaya Gempa + Angin dianggap bekerja pada tengah break water.
M guling = ΣH . (34/2) = 2330,374 x 17 = 39616,358 ton m
M lawan guling = ΣV . (102,64/2) = 4615,058 x 51,32 = 236844,777 ton m
42,31 m
13,931 mΣH
ΣV
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 39David Tindas – 03 0211 5 147
»
236844,77739616,358 = 5,978 > 2 . . . . . OK!!
c. Terhadap Eksentrisitas
Syarat |e| < ē
ē = 1/6 . B = 1/6 . (102,64) = 17,107 m
|e| = B/2 - x
x−=
M netto
∑V=
M lawan guling − M guling
∑V= 236844 , 777−39616 , 358
4615 ,058=42 ,736m
|e| = (
102 , 642 ) - 42,736 = 8,584 m
|e| = 8,584 m < ē = 17,107 m ….. OK!!
d. Terhadap Daya Dukung Tanah
σ12 =
∑ V
F±
MW ≤ σtanah
F = B x 1 m = 102,64 m2
M = ΣV . e = 4615,058 x 8,584 = 39615,658 ton/m²
W = 1/6 . 1 . B2 = 1/6 x 1 x (102,64)²= 1755,828 m3
σ12 =
4615,058102 , 64
± 39615 , 6581755 , 828 ≤ σ pasir
σ12 = 44,963 + 22,562 ≤ σ pasir
σ1 = 67,525 ton/m2 = 6,75 kg/cm2 ≤ σ pasir . . . . .. OK !!
σ2 = 22,401 ton/m2 = 2,24 kg/cm2 ≤ σ pasir . . . . .. OK !!
Kesimpulan : Dari kontrol stabilitas break water terhadap geser , guling
, eksentrisitas dan daya dukung tanah, ternyata break water tersebut
aman !!
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 40David Tindas – 03 0211 5 147
3.1. Refraksi
Refraksi terjadi karena adanya pengaruh penambahan kedalaman laut.
Didaerah dimana kedalaman air lebih besar dari setengah panjang
gelombang, yaitu di laut dalam. Gelombang menjalar tanpa dipengaruhi
dasar laut. Tetapi di laut transisi dan dangkal, dasar laut mempengaruhi
gelombang. Di daerah ini apabila ditinjau suatu garis puncak gelombang
yang berada di air yang lebih dangkal akan menjalar dengan kecepatan
yang lebih kecil dari pada bagian air yang lebih dalam. Akibatnya garis
puncak gelombang akan membelok dan berusaha sejajar dengan garis
kedalaman laut. Garis orthogonal gelombang yaitu gais yang tegak lurus
dengan garis puncak gelombang dan menunjukan arah penjalaran
gelombang, juga akan membelok dan berusaha untuk menuju tegak
lurus dengan garis kontur dasar laut.
3.2. Difraksi
Apabila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan, seperti
pemecah gelombang atau pulau maka gelombang tersebut akan
membelok disekitar ujung rintangan dan masuk di daerah terlindung
dibelakangnya. Dalam difraksi gelombang ini terjadi transfer energi
dalam arah tegak lurus penjalaran gelombang menuju daerh terlindung.
Apabila tidak terjadi difraksi daerah belakang rintangan akan tenang.
Tetapi karena proses difraksi maka daerah tersebut terpengaruh oleh
gelombang datang, transfer energi ke daerah belakang rintangan
menyebabkan terbentuknya gelombang di daerah tersebut. Meskipun
tidak sebesar diluar daerah terlindung.
3.3 Refleksi Ombak
Gelombang yang membentur atau mengenai suatu bangunan akan
dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Refleksi gelombang di dalam
pelabuhan akan menyebabkan ketidaktenangan di dalam perairan
pelabuhan. Fluktuasi muka air ini akan menyebabkan gerakan kapal
yang dihambat dan dapat menimbulkan tegangan yang besar pada tali
penambat. Untuk mendapatkan ketenangan di kolam maka bangunan-
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 41David Tindas – 03 0211 5 147
bangunan yang ada di pelabuhan harus bias menyerap / menghancurkan
gelombang. Suatu bangunan yang mempunyai sisi miring dan terbuat
dari kumpulan batu akan bisa menyerap energi gelombang lebih banyak
dibanding bangunan tegak.
Perhitungan Difraksi, Refraksi, dan Refleksi
Refraksi Gelombang
Diketahui :
Tinggi gelombang = 5 m
Periode Gelombang = 10 detik
Arah Gelombang = 45˚
Arah datang gelombang pada salah satu titik misalnya : 3 m
Lo = 1,56 . (10)² = 156 m
Co =
LoT =
15610 = 15,6
ms
dLo =
315 ,6 = 0,192
Untuk nilai
dLo diatas dari tabel A-1 (Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan.
Yogyakarta: Beta Offset. Hal 272).
didapat :
dLo = 0,192 L =
30 ,21839 = 13,737 m
C1 =
LT =
13 , 73710 = 1,734
ms
sin a1 = (
C 1Co ) sin ao =
1,73415 ,6 x sin 45˚
a1 = 3,57˚
Jadi, koofisien refraksi :
Kr = √ Cos (ao )Cos(a1 ) = √ Cos 450
Cos 3 , 570 = 0,842
Difraksi Gelombang
Jarak Break Water ke titik yang ditinjau, misalnya = 150 m
Lo = 1,56 T²
= 1,56 (10)² = 156
dLo =
150156 = 0,962 m
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 42David Tindas – 03 0211 5 147
Misalnya : kedalaman air dibelakang break water = 20 m
Maka dari table A-1 (Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta
Offset. Hal 287).
diperoleh :
dL = 0,96001 L =
200 ,96001 = 20,833 m
Jarak ke titik A ke ujung rintangan : r = 150 m
rL =
15020 , 833 = 7,20 ≈ 5
Dengan menggunakan tabel 3.5 (Bambang Triatmodjo. 1996. Pelabuhan.
Yogyakarta: Beta Offset. Hal 78).
untuk nilai
rL = 5
θ = 45˚ dan β = 15˚ , sehingga koofisien refraksi k’ = 0,20
Refleksi Gelombang
x =
H r
H i dimana : Hr = Tinggi Gelombang refleksi
Hi = Tinggi Gelombang datang = 0,38 m
x = koofisien refleksi = 0,5
Hr = x. Hi
= 0,5 . 5 m
= 2,5 m
Tipe Bangunan x
Dinding vertical dengan puncak diatas air
Dinding vertical dengan puncak terendam
0,7 – 1,0
0,5 – 0,7
Tumpukan batu sisi miring 0,3 – 0,6
Tumpukan blok beton
Bangunan vertical dengan peredam energi
0,3 – 0,6
0,05 – 0,2
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 43David Tindas – 03 0211 5 147
4. Dimensi tambatan (Berthing) dan konstruksi lainnya
Dari data diketahui bahwa kapal yang akan menggunakan fasilitas pelabuhan
adalah :
a. Cargo : Volume = 150.000 DWT
b. Container : Volume = 150.000 DWT
c. Tanker : Volume = 100.000 DWT
d. Ore Carrier : Volume = 100.000 DWT
Rencana Kedalaman Perairan
Disesuaikan dengan kapal yang akan menggunakan pelabuhan tersebut.
Kedalaman pelabuhan ditetapkan berdasarkan Full Load Draft (max draft) dari
kapal yang tertambat dengan jarak aman / ruang bebas sebesar 0,8 m sampai 1
m dibawah luas kapal. Taraf dermaga ditatapkan antara 0,5 – 1,5 diatas muka
air pasang sesuai dengan besarnya kapal.
1. Cargo 150.000 DWT
Panjang = 313 m
Lebar = 44,5 m
Sarat = 18,0 m
Kedalaman perairan : h = tinggi kapal (sarat) + clearance + pasang
surut + 1/3 ombak
= 18,0 + 1,0 + 2,5 + 1/3.(5)
= 23,17 m
Tinggi Taraf Kapal :H = h + 1,5 m
= 23,17 + 1,5 m
= 24,67 m
2. Container 150.000 DWT
Panjang = 313 m
Lebar = 44,5 m
Sarat = 18,0 m
Kedalaman perairan : h = tinggi kapal (sarat) + clearance + pasang
surut + 1/3 ombak
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 44David Tindas – 03 0211 5 147
= 18,0 + 1,0 + 2,5 + 1/3.(5)
= 23,17 m
Tinggi Taraf Kapal :H = h + 1,5 m
= 23,17 + 1,5 m
= 24,67 m
3. Tanker 100.000 DWT
Panjang = 275 m
Lebar = 42 m
Sarat = 16,1 m
Kedalaman perairan : h = tinggi kapal (sarat) + clearance + pasang
surut + 1/3 ombak
= 16,1 + 1,0 + 2,5 + 1/3.(5)
= 21,27 m
Tinggi Taraf Kapal :H = h + 1,5 m
= 21,27 + 1,5 m
= 22,77 m
4. Ore Carrier 100.000 DWT
Panjang = 275 m
Lebar = 42 m
Sarat = 16,1 m
Kedalaman perairan : h = tinggi kapal (sarat) + clearance + pasang
surut + 1/3 ombak
= 16,1 + 1,0 + 2,5 + 1/3.(5)
= 21,27 m
Tinggi Taraf Kapal :H = h + 1,5 m
= 21,27 + 1,5 m
= 22,77 m
Keterangan :
Untuk kedalaman perairan bagi Cargo Ship, Container Ship, Tanker Ship,
dan Ore Carrier Ship diambil yang terbesar yaitu 23,17 m dengan tinggi
taraf kapal sebesar 24,67 m.
DRAFTMLW
MHW
SARAT KAPAL
0,5 – 1,5
0,8 – 1,0 (CLARENCE)
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 45David Tindas – 03 0211 5 147
Rencana Tambatan / Panjang Dermaga
Dari data diketahui bahwa kapal yang akan menggunakan fasilitas pelabuhan adalah :
a. Cargo : Volume = 150.000 DWT
b. Container : Volume = 150.000 DWT
c. Tanker : Volume = 100.000 DWT
d. Ore Carrier : Volume = 100.000 DWT
Rumus untuk menghitung panjang dermaga adalah sbb :
Dimana : n = jumlah tambatan
L = panjang kapal
1. Tambatan CARGO.
Tonage kapal yang diramalkan adalah :
General cargo : 80.000 ton /tahun
Domestic : 60.000 ton /tahun
140.000 ton /tahun
a. jumlah kapal yang berkunjung pertahun =
140 . 0007 .000 =20 buah
b. jumlah kapal perhari =
20365 = 0,055 ≈ 1 kapal /hari
Dari hasil tersebut, diperlukan 1 buah tambatan.
Uk Panjang Dermaga : d = n . L + ( n – 1 ) . 15 + 2 . 25
d = 1 x 126 + ( 1 - 1 ) . 15 + 50 = 176 m
d = n x L + (n-1) x 15 + 2 x 25
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 46David Tindas – 03 0211 5 147
2. Tambatan CONTAINER.
Tonnage yang diramalkan :
Oceangoing : 60.000 TEUs
a. jumlah kapal yang berkunjung pertahun =
60 . 00020 . 000 =3 buah
b. jumlah kapal perhari =
3365 = 0,0082 ≈ 1 kapal /hari
Dari hasil tersebut, diperlukan 1 buah tambatan.
Uk Panjang Dermaga : d = n . L + ( n – 1 ) . 15 + 2 . 25
d = 1 x 201 + ( 1 - 1 ) . 15 + 50 = 251 m
3. Tambatan TANKER
Tonnage yang diramalkan :
Liquid Cargo : 100.000 ton /tahun
a. jumlah kapal yang berkunjung pertahun =
100 . 0004 . 000 =25 buah
b. jumlah kapal perhari =
25365 = 0,068 ≈ 1 kapal /hari
Dari hasil tersebut, diperlukan 1 buah tambatan.
Uk Panjang Dermaga : d = n . L + ( n – 1 ) . 15 + 2 . 25
d = 1 x 92,0 + ( 1 - 1 ) . 15 + 50 = 142 m
4. Tambatan ORE CARRIER
Tonnage yang diramalkan :
General cargo : 80.000 ton /tahun
Domestic : 60.000 ton /tahun
140.000 ton /tahun
a. jumlah kapal yang berkunjung pertahun =
140 . 0007 .000 =20 buah
b. jumlah kapal perhari =
20365 = 0,055 ≈ 1 kapal /hari
Dari hasil tersebut, diperlukan 1 buah tambatan.
Uk Panjang Dermaga : d = n . L + ( n – 1 ) . 15 + 2 . 25
d = 1 x 126 + ( 1 - 1 ) . 15 + 50 = 176 m
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 47David Tindas – 03 0211 5 147
Kesimpulan :
Untuk dermaga bagi cargo ship, container ship, dan Ore Carrier boat akan
digabung menjadi satu dermaga yang memanjang searah garis pantai
sehingga panjang total dermaga yang akan dibangun adalah :
= 176 m + 251 m + 176 m = 603 m
Sedangkan dermaga untuk Tanker dibuat terpisah dari dermaga utama
= 142 m
5. Dredging / Borrow / Dumping Area : Approach Entrance Channel
Dredging, Borrow, dan Dumping Area adalah alur pelayaran yang dalam hal ini
menggunakan dua jalur untuk melayani kapal yang akan masuk ke kolam
pelabuhan.
Direncanakan kapal akan memutar dengan buritan menghadap laut lepas ke dalam
kolam dekat Break Water dengan bantuan arus dan angin, kemudian kapal ditarik
dengan kapal tunda untuk merapat ke dermaga.
o Untuk lebar arus pelayaran dipakai rumus :
L = 1,5 B + (1,2s
d 1,5 ) B + 30,00 + (1,2s
d 1,5 ) B + 1,2 B
L = 1,5 (27,1) + 1,2 (27,1) + 30,00 + 1,5 (27,1) + 1,2 (27,1)
L = 176,34 m
(Perencanaan Pelabuhan S.Kramadibrata Hal 208)
o Untuk memutar kapal dipakai rumus :
d = 1,5 L = 1,5 ( 201) = 301,5 m
R = 0,75 L = 0,75 (201) = 150,75 m
o Buang Sauh (Waiting Cargo HeadLine)
Singgle = L + 6 Draft = 134,5 + 6 (10,6) = 198,1 m
Double = L + 4,5 Draft = 134,5 + 4,5 (10,6) = 182,2 m
o Menghitung lebar alur untuk 2 jalur
1,5 B + 1,2 B 1,5 B + 1,2 B30,00
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 48David Tindas – 03 0211 5 147
B = Lebar Kapal Draft = 10,6 m
L = Panjang Kapal
Diambil B yang terbesar diantara semua jenis kapal yang ada yakni Kapal
Container dengan B = 27,1 m & L = 201 m.
Pengerukan
Pengerukan diperlukan bila kedalaman perairan dilokasi perairan lebih kecil atau
kurang dari kedalaman perairan rencana sesuai dengan ukuran kapal yang akan
berlabuh. Dari data/peta, lokasi pelabuhan yang direncanakan memiliki
kedalaman 0-7 m, sedangkan kedalaman perairan yang dibutuhkan/ direncanakan
untuk jenis kapal terbesar = 14,227 m.
Jadi perlu diadakan pengerukan.
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 49David Tindas – 03 0211 5 147
6. Warehouse / Transit Shed / Open Storage.
Ware House/Transit Shed/Open Storage
Ware House :
Gudang yang digunakan untuk menyimpan barang dalam jangka waktu yang
lama.
Transit Shed :
Gudang yang digunakan untuk manampung barang-barang yang sifatnya
sementara, karena nantinya barang tersebut masih akan diteruskan ketempat yang
lain.
Open Storage :
Gudang untuk menampung barang-barang yang dianggap tidak berbahaya dan
cukup aman untuk hujan dan terik matahari.
Akan direncanakan gudang yang menampung jenis barang umum dan container
(Peti Kemas).
1. General Cargo = 140.000 ton /tahun
Dianggap 50 % dari barang tersebut disimpan dalam gudang tertutup dan 50 %
pada gudang terbuka.
Volume gudang tertutup = 50 % x 140.000 = 70.000 ton /tahun
Asumsi : - lama transit = 10 hari
a. kepadatan cargo = 0,6 ton/m²
b. tinggi penysunan cargo = 3 m
c. factor keamanan = 50 %
Dari grafik, diperoleh luas gudang = 3050 m²
Jadi, Luas Ware House = 3050 + (75% . 3050) = 5337,5 m²
Volume Gudang terbuka = 55 % x 140.000 =77.000 ton /tahun = 210,96
ton/hari
Gambar Peti KemasL
W
A
B
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 50David Tindas – 03 0211 5 147
Jadi, Luas Open Storage =
210 , 96 x103 = 703,2 m²
Total Luas = 703,2 + (75% x 703,2) = 1230,6 m²
2. Container = 60.000 ton / tahun
Barang /muatan kapal dalam bentuk container dapat ditampung sebelumnya
dalam Open Storage (Container Yard).
Volume Barang =
60 . 000365 = 164,38 ton /hari
Luas Lapangan Penimbunan Container =
164 , 38 x103 = 547,95 m² ≈ 550 m²
Jadi, Ukuran (p x l) adalah (50 x 10) m²
Bentuk dan ukuran Peti Kemas menurut ISO adalah sebagai berikut :
Penyebutan L W H A BKapasitas
(ton)
40 ft
30 ft
20 ft
10 ft
40’0’’
29’11¾”
19’10½”
9’9¼”
8’0”
8’0”
8’0”
8’0”
39’41
8 ”
8’0”
8’0”
9’411
8 ”
8’0”
29’3¾”
19’2½”
8’0”
7’5”
7’5”
7’5”
7’5”
35
25
20
10
Ukuran Palet dan Peti Kemas :
URAIANPalet Peti Kemas
Kekuatan (Ukuran)
Palet Kelas 5 1-(0,9x0,75) -
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 51David Tindas – 03 0211 5 147
Kelas 4
Kelas 3
Kelas 2
Kelas 1
1,5-(1,12x0,91)
2-(1,37x1,12)
2,5-(2,24x1,37)
3-(2,75x2,24)
-
-
-
-
Peti
Kemas
PK uk.5 feet
PK uk.7 feet
PK uk.10 feet
PK uk.20 feet
PK uk.30 feet
PK uk.40 feet
-
-
-
-
-
-
5-(2,24x1,46x2,44)
7-(2,44x1,97x2,44)
10-(2,44x2,99x2,44)
20-(2,24x6,06x2,44)
25-(2,24x9,13x2,44)
30-(2,44x12,19x2,44)
Rencana Jalan
Pada perencanaan penempatan jalan, intersection dari setiap jalur jalan dibuat
minimal, baik untuk jenis kendaraan yang sama maupun yang berbeda, misalnya
untuk tipe II dan Forklit.
Jalan untuk masuk kepelabuhan dibuat 2 jalur agar arus lalu lintas tetap lancer
dalam pelayanan penumpang maupun pengangkutan barang-barang yang keluar
masuk pelabuhan. Apabila dalam pelabuhan terdapat rencana jalan kereta api,
diusahakan tidak mangganggu jalur lalu-lintas yang lain.
Perlangkapan Dermaga
Untuk seluruh pelabuhan, baik pelabuhan umum, pelabuhan cargo, container
maupun pelabuhan lainnya, diperlukan perlengkapan, baik untuk usaha pengawasan
maupun pemeliharaaan. Guna keperluan itu, maka perlu adanya :
A. Kantor- kantor yang meliputi :
a. Kantor Syahbandar
b. Kantor Bea Cukai
c. Kantor Kesehatan
d. Kantor Imigrasi
e. Kantor Buruh Pelabuhan
f. Kantor Pelabuhan
B. Fasilitas-fasilitas pendukung, yang meliputi :
a. Suplai Air Bersih
b. Suplai Listrik
c. Jaringan Telekomunikasi
d. Suplai Bahan Bakar Minyak
e. Fasilitas Pemadam Kebakaran
f. Drainase dan Pembuangan Sampah
C. Prasarana pendukung lainnya :
a. Jaringan Jalan Raya dan Jalan Kereta Api
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 52David Tindas – 03 0211 5 147
b. Kapal-kapal Kerja
c. Fasilitas Perbaikan Kapal
d. Dll
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 53David Tindas – 03 0211 5 147
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 54David Tindas – 03 0211 5 147
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 55David Tindas – 03 0211 5 147
REKAPITULASI TUGAS A
I. Lokasi Pelabuhan : “PELABUHAN KALONGAN”
- Kecepatan Angin = 32,397 knots
- Tinggi gelombang ijin = 0,2 m
- Beda Pasang Surut = 2,5 m
- Lebar kolam kapal = 301,5 m
II. Perhitungan Gelombang.
- Tinggi Gelombang = 5 m
- Tinggi Gelombang Pecah = 5,95 m
- Energi Gelombang = 177,07 Kg/det2
III. Perencanaan Break Water.
- Berat Armour W1 = 19,055 kg
W2 = 1,9055 kg
W3 = 0,032 kg
- Lebar Crest : B1 = 0,636 m ; B2 = 0,309 m ; B3 = 0,079 m
- Tebal Lapisan Armour : t1 = 0,425 m ; t2 = 0,186 m
- Elevasi Crest : 11,3 m
- Tinggi Break Water : 34 m
IV. Perhitungan Sarana Lainnya.
- Panjang Dermaga / Tambatan :
o Untuk Cargo Ship, Container Ship dan Ore Carrier Ship adalah = 603 m.
o Untuk Tanker adalah 142 m
- Kedalaman Perairan :
o Untuk Cargo Ship, Container Ship dan Ore Carrier Ship adalah 14,227 m
o Untuk Tanker adalah 11,027 m
T u g a s P e r e n c a n a a n P e l a b u h a n | 56David Tindas – 03 0211 5 147
- Lebar Alur Pelayaran = 176,34 m
- Gudang :
Luas Ware House = 5337,5 m2
Luas Open Storage = 703,2 m2
Luas Lapangan Penimbunan Container = 547,95 m2