13
HUBUNGAN ANTARA OBJEK, PROSES DAN SASARAN PADA DOMESTIKASI SATWA LIAR I. PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hayatinya. Diperkirakan terdapat 38.000 spesies tumbuhan (55% endemik) di Indonesia, sedangkan untuk keanekaragaman hewannya, diantaranya 515 spesies hewan menyusui (39% endemik), 511 spesies reptilia (30% endemik), 1531 spesies burung (20% endemik), dan 270 spesies amphibi (40% endemik) (Indrawan Mochamad, dkk, 2007). Tingginya keanekaragaman hayati dan tingkat endemisitasnya menempatkan Indonesia sebagai negara kedua terkaya keanekaragaman hayatinya setelah Brasil. Kekayaan tersebut ternyata belum memberikan dampak yang positif terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Jumlah tumbuhan, hewan maupun mikroba yang sudah diketahui potensi dan kegunaannya serta dimanfaatkan oleh masyarakat masih sedikit. Pemanfaatan sumberdaya hayati tersebut sebagian besar masih mengandalkan pasokan dari alam secara langsung (misal: perburuan satwa, dan penebangan liar.) tanpa melalui proses budidaya, sehingga mengancam kelestarian sumberdaya hayati di habitat alaminya. Satwa liar mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi komoditi domestik. Upaya ini mempunyai alasan yang kuat khususnya bagi Indonesia, pertama domestikasi akan dapat menjamin kelestarian sumber genetic spesies bersangkutan, kedua, dalam upaya pelestarian, kita juga bisa

Tugas Pelestarian Satwa Final

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tugas Pelestarian Satwa Final

HUBUNGAN ANTARA OBJEK, PROSES DAN SASARAN

PADA DOMESTIKASI SATWA LIAR

I. PENDAHULUAN

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hayatinya.

Diperkirakan terdapat 38.000 spesies tumbuhan (55% endemik) di Indonesia, sedangkan untuk

keanekaragaman hewannya, diantaranya 515 spesies hewan menyusui (39% endemik), 511

spesies reptilia (30% endemik), 1531 spesies burung (20% endemik), dan 270 spesies amphibi

(40% endemik) (Indrawan Mochamad, dkk, 2007). Tingginya keanekaragaman hayati dan tingkat

endemisitasnya menempatkan Indonesia sebagai negara kedua terkaya keanekaragaman hayatinya

setelah Brasil.

Kekayaan tersebut ternyata belum memberikan dampak yang positif terhadap

kesejahteraan masyarakatnya. Jumlah tumbuhan, hewan maupun mikroba yang sudah diketahui

potensi dan kegunaannya serta dimanfaatkan oleh masyarakat masih sedikit. Pemanfaatan

sumberdaya hayati tersebut sebagian besar masih mengandalkan pasokan dari alam secara

langsung (misal: perburuan satwa, dan penebangan liar.) tanpa melalui proses budidaya, sehingga

mengancam kelestarian sumberdaya hayati di habitat alaminya. Satwa liar mempunyai potensi

yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi komoditi domestik. Upaya ini mempunyai alasan

yang kuat khususnya bagi Indonesia, pertama domestikasi akan dapat menjamin kelestarian

sumber genetic spesies bersangkutan, kedua, dalam upaya pelestarian, kita juga bisa

memanfaatkanya baik secara langsung maupun tidak langsung, ketiga, telah ada banyak upaya

yang merintis usaha budidaya satwa liar, meskipun dengan hasil yang belum memuaskan

misalnya burung (ayam hutan, merak, puyuh,dll), reptile (ular dan buaya), ungulata ( anoa, rusa,

banteng) dan ikan (arwana dan berbagai jenis ikan hias) (Alikodra, 2010).

Ironisnya, banyak penelitian untuk mengembangkan sumberdaya hayati khususnya sumber

pangan di daerah tropika justru dilakukan di negara-negara maju di daerah subtropis. Hal tersebut

merupakan tantangan bagi kita untuk secara terus menerus melakukan upaya domestikasi

tumbuhan dan hewan Indonesia untuk dijadikan tanaman dan ternak budidaya yang bernilai

ekonomis. Keberhasilan program domestikasi sangat menguntungkan karena sumber daya genetik

satwa liar akan lebih terjamin kelestariannya, keanekaragaman satwa liar dapat tetap

dipertahankan, menambah keanekaragaman hewan domestik sebagai sumber protein hewani,

Page 2: Tugas Pelestarian Satwa Final

membuka peluang bagi masyarakat  untuk mengembangkan peternakan satwa liar dan

meningkatkan pendapatan asli daerah. Sejarah membuktikan bahwa hewan domestik seperti

kambing, domba, sapi dan kerbau jauh lebih besar manfaatnya dan lebih lestari di alam dibanding

ketika hewan-hewan tersebut  masih liar.

II. TUJUAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

- Mengetahui hubungan antara objek, proses dan sasaran dalam domestikasi satwa liar

III. TINJAUAN PUSTAKA

Pada umunnya alasan utama manusia melakukan budidaya satwa liar ialah karena alasan

ekonomi. Nilai ekonomi satwa liar ini berasal dari bermacam-macam produk, misalnya: daging,

minyak, gading, tanduk, kulit ataupun bulunya, dan nilai keindahan, kekhasan atau kelangkaanya.

Pengembangan domestikasi satwa liar diharapkan mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas

komoditi, dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya dialam. Dari segi peningkatan

kuantitas, dapat segera dipakai secara langsung karena keberhasilan domestikasi satwa liar akan

meningkatkan keanekaragaman jenis-jenis hewan domestic. Sedangkan dari segi kualitas,

diharapkan mampu menyediakan bahan untuk perbaikan bahan yang langsung dikonsumsi.

Potensi ini dimiliki oleh satwa liar, karena keanekaragaman yang dimilikinya, sehingga

mempunyai potensi yang besar untuk mendapatkan bibit yang unggul.

Sesuai dengan kondisi geografis kepulauan Indonesia yang terletak diantara dua benua

besar Asia dan Australia, maka keadaan fauna Indonesia sangat dipengaruhi oleh fauna Asia dan

fauna Australia. Sejarah geologi, evolusi, sejarah fauna, dan keadaan letak geografis Indonesia

termasuk terbentuknya paparan Sunda dan paparan Sahul dimasa silam, telah menyebabkan

potensi kekayaan satwa liar Indonesia cukup beraneka ragam. Beberapa diantaranya termasuk

khas dan langka, sehingga perlu untuk dilindungi, dan beberapa diantaranya dapat dikembangkan

sebagai komoditi domestic. Garis Wallace yang ditarik dari sebelah timur Filipina melalui selat

Makasar dan selat Lombok, merupakan garis pembatas penyebaran fauna Asia dan fauna

Australia dikepulauan Indonesia.

Banyak diantara satwa liar Indonesia yang memenuhi persyaratan untuk dikembangakan

menjadi komoditi domestik. Masalahnya adalah sampai sejauh mana persiapan kita menuju

Page 3: Tugas Pelestarian Satwa Final

kearah pengembangan tersebut. Ada beberapa persyaratan yang perlu dipersiapkan, diantaranya:

(1) peraturan perundangan, (2) pengetahuan ekologi satwaliar target, (3) teknologi domestikasi,

(4) tenaga terampil, dan (5) kesiapan masyarakat.

Program domestikasi satwa liar mempunyai tujuan ganda, yang disamping untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat (orientasi social, ekonomi, budaya, rekreasi) juga bertujuan

untuk menjamin kelestarian spesies bersangkutan. Kaidah-kaidah ekologi seperti biogeografi

fauna perlu dipertahankan dalam mengembangkan domestikasi satwa liar. Disamping itu

pandangan kebanyakan manusia yang sangat sempit terhadap satwa liar perlu diperluas, yaitu

disamping melihat segi manfaatnya secara langsung juga harus dipahami, bahwa satwa liar

mempunyai manfaat yang sangat penting bagi keseimbangan lingkungan (Alikodra, 2010).

Salah satu alasan yang sangat penting agar peternakan satwa liar dapat dikembangkan

adalah karena satwa liar mempunyai daya adaptasi yang lebih tinggi dari pada ternak. Proses

pengelolaannya jauh lebih mudah dan hasilnya sangat memuaskan. Satwa liar lebih efisien dalam

penggunaan lingkungannya, sehingga konversi vegetasi menjadi daging akan lebih evisien jika

dibandingan dengan ternak. (Alikodra, 2010)

Definisi

Domestikasi satwa liar adalah urutan proses pembentukan jenis (Speciation) dalam suatu

populasi yang semakin lama semakin disesuaikan dengan keadaan tidak liar, melalui mekanisme-

mekanisme genetika populasi, untuk mendekati/mencapai tuntutan kebutuhan manusia (Helvoort,

1986 dalam Alikodra, 2010).

Domestikasi sebagai proses perkembangan organisme yang dikontrol manusia, oleh Evans

(1996) dinyatakan mencakup perubahan genetik (tumbuhan) yang berlangsung berkesinambungan

semenjak dibudidayakan. Dengan demikian, domestikasi berkaitan dengan seleksi dan manajemen

oleh manusia, dan tidak hanya sekedar pemeliharaan saja. Spesies eksotik – organisme yang

dipindahkan dari habitat aslinya ke wadah budidaya, karakteristik genetiknya terubah dengan

maksud tertentu, atau sebaliknya, melalui pemeliharaan, seleksi dan manajemen genetik (Pullin,

1994). Dalam hal ini, mendomestikasi adalah menaturalisasikan biota ke kondisi manusia dengan

segala kebutuhan dan kapasitasnya.

Domestikasi hewan adalah sebuah proses panjang, yang memerlukan waktu lama serta

dana dan daya yang besar. Di dalamnya terlibat berbagai kegiatan penelitian yaitu : inventarisasi,

karakterisasi, kajian potensi, seleksi, penangkaran, dan pemuliaan untuk pemanfaatan

berkelanjutan.

Page 4: Tugas Pelestarian Satwa Final

Sejarah Domestikasi

Asal usul domestikasi sekurang kurangnya berlangsung sejak akhir abad Es (lebih kurang

12000 tahun yang lalu). Perkembangan domestikasi bertepatan saatnya dengan perubahan kondisi

ekonomi masyarakat dari kehidupan sebagai pemburu pengumpul menjadi cara-cara kehidupan

pertanian yang lebih menetap (maden) (Alikodra, 2010).

Perkembangan domestikasi yang begitu cepat dipengaruhi oleh pertambahan populasi

manusia yang dengan sendirinya mengakibatkan permintaan pemenuhan pangan menjadi lebih

meningkat. Selain domestikasi tumbuhan, manusia mulai mendomestikasi satwa untuk berbagai

keperluan seperti sumber daging, kulit, minyak tanduk dan juga untuk teman berburu serta ternak

pekerja. Sebagai contohnya, anjing adalah mamalia yang telah mengalami domestikasi dari

serigala sejak 15.000 tahun yang lalu atau mungkin sudah sejak 100.000 tahun yang lalu

berdasarkan bukti genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA.

Menurut sejarahnya, ada tiga wilayah utama didunia yang berkaitan dengan domestikasi

yaitu:

1. Daerah Timur Tengah; terutama lembah Tigris/Eufrat di Mesopotamia

2. Timur Jauh

3. Daerah Amerika Tengah dan Selatan: pusatnya dimeksiko dan peru, yang menjadi pusat

kebudayaan besar dunia ketiga.

Tingkatan Domestikasi

Menurut Zairin (2003), ada beberapa tingkatan yang dapat dicapai manusia dalam upaya

penjinakan hewan ke dalam suatu sistem budidaya.  Tingkatan dimaksud, sebagaimana

berlangsung contohnya pada ikan, adalah sebagai berikut.

1. Domestikasi sempurna, yaitu apabila seluruh daur hidup ikan sudah dapat berlangsung

dalam sistem budidaya.  Ikan asli Indonesia yang demikian dicontohkan oleh gurami

(Osphroneus gouramy), tawes (Puntius javanicus), kerapu, bandeng, dan kakap putih.

2. Domestikasi hampir sempurna, yaitu apabila seluruh daur hidupnya dapat berlangsung

dalam sistem budidaya, tapi keberhasilannya masih rendah.  Ikan asli Indonesia yang

terjinakkan sedemikian dicontohkan oleh betutu, balashark, dan arowana.

3. Domestikasi belum sempurna, yaitu apabila baru sebagian daur hidupnya dapat

berlangsung dalam sistem budidaya.  Contohnya antara lain : ikan Napoleon (Cheilinus

undulatus), dan tuna.

Page 5: Tugas Pelestarian Satwa Final

Tingkatan kesempurnaan domestikasi hewan umumnya, sangat ditentukan oleh

pemahaman tentang keseluruhan aspek biologi dan ekologi hewan tersebut.  Perilaku satwa liar

di habitat alaminya, daur hidup dan dinamika pertumbuhannya merupakan aspek biologi yang

antara lain menunjang keberhasilan domestikasi.

IV. METODE

Metode yang digunakan dalam pembahasan makalah ini adalah secara deskriptif dengan

melakukan studi leteratur.

V. PEMBAHASAN

Dalam ruang lingkup domestikasi, dapat dibedakaan adanya tiga unsure pokok yang saling

berkaitan yaitu obejek, proses dan sasaran. Satwa liar merupakan suberdaya alam, sebagai objek

yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai sasaran pengembangan yaitu meningkatkan kualitas dan

kuantitas komoditi domestic. Agar objek satwa liar dapat dimanfaatkan sebagai komoditi

domestic, diperlukan suatu proses domestikasi (Alikodra, 2010).

a. Objek

Objek dalam kegiatan domestikasi ini adalah satwa liar yang merupakan salah satu

sumberdaya alam yang dapat diperbaharui.

Menurut Alikodra (2010), terdapat beberapa persyaratan suatu satwa liar layak dijadikan

komoditi domestikasi diantaranya adalah:

1. Spesies yang hidup dengan kawanan yang besar yang terdiri atas betina dan jantan dari

segala umur, yang hidup bersama dalam system hirarki.

2. Memiliki daya cerna makanan yang baik dan evisien.

3. Memiliki kemampuan adaptasi yang baik dengan lingkungan sekitar.

4. Memiliki tingakat reproduksi yang tinggi, dengan perbandingan dialam, angka natalitas

lebih tinggi dari mortalitas. Ukuran untuk tingkat reproduksi juga sangat diperhatikan

dalam domestikasi satwa liar.

5. Memiliki struktur morfologi dan fisiologi yang baik, dalam artian untuk produksi daging,

kulit dan minyak misalnya, suatu satwa liar yang menjadi sasaran domestikasi harus

Page 6: Tugas Pelestarian Satwa Final

dipastikan memiliki struktur morfologi yang menguntungkan, seperti memiliki bobot

badan yang besar.

Terdapat empat criteria yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan komoditi satwa

liar, (Alikodra, 2010) yaitu:

1. Objek (satwa liar): populasinya di alam masih mencukupi; keadaan spesies (ukuran badan,

prilaku) dan proses pemeliharaan serta pemanfaatannya tidak berbeda dengan ternak-

ternak yang ada; diperlukan untuk mencukupi kebutuhan eksport (kulit, tanduk, dan

sebagainya), dan mencukupi kebutuhan untuk kegemaran/hobi (berburu, binatang

kesayangan dan lain sebagainya).

2. Penguasaan ilmu dan teknologi: meliputi pengetahuan tentang ekologi satwa liar serta

teknologi yang dikuasai sesuai dengan perkembangan dunia.

3. Tenaga terampil: terutama untuk menggali data dasar ekologi, ataupun cara pengelolaan

pada proses domestikasi.

4. Masyarakat: social, budaya masyarakat untuk menerima produk/komoditi yang baru.

b. Proses

Gambar 1. Diagram hubungan antara objek, proses, dan sasaran dalam rangka domestikasi satwa

liar (Alikodra, 2010).

Game ranching

Game ranching mempunyai dua arti yang berbeda (Robinson dan Bolen, 1984 dalam

Alokodra 2010). Pertama, suatu kegiatan penangkaran yang menghasilkan satwa liar (pada

umumnya jenis-jenis eksotik) untuk kepentingan olah raga berburu. Pengertian kedua adalah

Satwa liar

Game Farming

Game Ranching

Komoditi Domestik

Page 7: Tugas Pelestarian Satwa Final

kegiatan penangkaran satwa liar terutama untuk menghasilkan daging, kulit, atau pun binatang

kesayangan. Pola ini telah berkembang di Afrika, Amerika serikat, dan Australia.

Game ranching juga merupakan pengelolaan satwa liar secara ex situ. Hewan dilepas

dalam suatu habitat yang telah ditentukan. Tempat tersebut biasanya daerah yang tidak dapat

digunakan untuk pertanian tanaman pangan ataupun untuk peternakan (misalnya di daerah yang

curah hujannya rendah, berbukuit-bukit dsb). Dapat diusahakan oleh Pemerintah maupun swasta

(Israil, I dkk, 1998).

Game farming

Game farming adalah kegiatan penangkaran satwa liar untuk menghasilkan produk-

produk tertentu seperti tanduk, kulit bulu minyak, ataupun taring. Dalam proses ini, satwa liar

juga dijinakan sebagai ternak kerja seperti gajah di Burma yang digunakan tenaganya untuk

pengangkutan kayu dari hutan. Game farming telah diterapkan dibeberapa Negara seperti Ethopia

dan Taiwan (Alikodra, 2010).

Cara pengelolaan inilah yang menedekati ataupun menyerupai  apa yang disebut

“peternakan”. Kalau kata  “game” diganti dengan salah satu komoditi hewan (misalnya kancil)

maka pengelolaan tersebut akan menjadi “ Mouse deer Farming” atau “Peternakan kancil”.

Hewan dengan cara pengelolaan ini, dipelihara relatif lebih intensif. Produksinya diperjual

belikan dalam keadaan hidup atau dalam bentuk karkas (sudah dipotong) (Israil, I dkk, 1998)

Selain kegiatan penangkaran, proses domestikasi dapat dilakukan dengan rekayasa

genetika dan pemuliaan satwa liar (persilangan genetik). Ternak-ternak dengan variasi genetik

besar dapat diarahkan untuk tujuan tertentu dengan seleksi genetik yang didukung bioteknologi.

Studi genom ternak menggunakan genetika molekuler meningkatkan pemahaman variasi genetik

pada tingkat gen-gen individual.

c. Sasaran

Sasaran utama dalam proses domestikasi adalah memperoleh sumberdaya alternative bagi

pemenuhan kebutuhan manusia yang tersedia dari satwa liar sebagai salah satu sumberdaya alam

yang belum dikelola dengan maksimal.

Sasaran domestikasi ini ditujukan terhadap jenis-jenis satwa liar yang memenuhi syarat-

syarat dan criteria dalam proses domestikasi hewan.

Beberapa tujuan yang diharapkan dari proses domestikasi adalah:

1. Domestikasi akan dapat menjamin kelestarian sumber genetic spesies bersangkutan,

2. Keanekaragaman satwa liar dapat tetap dipertahankan

Page 8: Tugas Pelestarian Satwa Final

3. Membuka peluang bagi masyarakat  untuk mengembangkan peternakan satwa liar dan

meningkatkan pendapatan asli daerah

4. Menambah keanekaragaman hewan domestik sebagai sumber protein hewani

5. Mendorong usaha-usaha budidaya satwa liar yang telah ada agar lebih maju dan dapat

menghasilkan produk satwa harapan yang lebih evisien.

6. Menghasilkan satwa liar yang lebih evisien dalam penggunaan lingkungannya.

Tujuan tersebut diatas dapat tercapai jika hubungan antara objek, proses dan sasaran

domestikasi satwa liar dapat berjalan secara terintegrasi dan sinergis. Karena keberhasilan

domestikasi satwa liar di tentukan dari awal memilih objeknya kemudian proses yang akan

ditempuh serta sasaran yang diharapkan.

Page 9: Tugas Pelestarian Satwa Final

VI. DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S. 2010. Tehnik Pengelolaan Satwa Liar; Dalam Rangka Mempertahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Andersson, L., A.L. Archibald, M. Ashbuner, S. Audum, S. Bancodse, J. Bitguard dan J. Warwick. 1996. Comparative genome organisation of vertebate. The First International Workshop on Comparative Genome Organization. Mammalian Genome 7: 717-734.

Evans, L.T.  1996.  Crops Evolution, Adaptation, and Yield.  Combridge Univ. Press.

Hammond, W. 1993. Why conserve genetic resources. Diversity 9: 30-33.

Israil, I; Rosyidi, D. dan Kusmartono, 1998. Upaya Penangkaran Kancil (Tragulus javanicus) dengan Cara Pendayagunaan sebagai Hewan Ternak Penghasil Daging dan Kemungkinan Pelestariannya dengan Metode Nucleus Flock dan Multiplier Flock. Laporan dan Kertas Kerja Riset Unggulan Terpadu. Universitas Brawijaya Malang.

Pullin, R.S.V.  1994.  Exotic Species and Genetically Modified Organisms in Aquaculture and Enchanced Fisheries : ICLARM’s Position.  NAGA, the ICLARM Quarterly. 17(4): 19 – 24.

Zairin, M.Jr.  2003.  Endokrinologi dan Perannya Bagi Masa Depan Perikanan Indonesia.  Orasi Ilmiah Gurubesar FPIK IPB.