25
1 Model Demokrasi Pendahuluan Demokrasi, tak dapat disangkal telah menjadi issu sentral pada abad ini. Banyak yang telah terjadi mengenai kecenderungan global perkembangan demokrasi (Diamond, 2003) satu diantaranya adalah adanya stabilitas demokrasi sebagai sebagai sistem pemerintahan di seluruh dunia. Bagi orang-orang di seluruh dunia, demokrasi semakin menjadi pusat dan tumpuan harapan akan masa depan yang lebih cerah dan dan cita-cita menuju suatu kehidupan yang penuh kebebasan dan bermartabat. Gagasan tentang demokrasi ini telah memberikan pengaruh yang kuat di Afrika, Asia, Eropa Tengah dan Timur, serta Amerika Latin, di mana banyak negara di kawasan-kawasan tersebut sedang berupaya keras menjawab tantangan-tantangan sulit yang ada dalam proses belajar menumbuhkembangkan iklim kebebasan. Secara literal makna kata demokrasi berasal dari dua kata yaitu, demos (rakyat) dan kratos (pemerintahan), Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana rakya berkuasa istlah ini

Tugas perbandingan politik 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas mata kuliah Perbandingan Politik

Citation preview

17

Model DemokrasiPendahuluan

Demokrasi, tak dapat disangkal telah menjadi issu sentral pada abad ini. Banyak yang telah terjadi mengenai kecenderungan global perkembangan demokrasi (Diamond, 2003) satu diantaranya adalah adanya stabilitas demokrasi sebagai sebagai sistem pemerintahan di seluruh dunia. Bagi orang-orang di seluruh dunia, demokrasi semakin menjadi pusat dan tumpuan harapan akan masa depan yang lebih cerah dan dan cita-cita menuju suatu kehidupan yang penuh kebebasan dan bermartabat. Gagasan tentang demokrasi ini telah memberikan pengaruh yang kuat di Afrika, Asia, Eropa Tengah dan Timur, serta Amerika Latin, di mana banyak negara di kawasan-kawasan tersebut sedang berupaya keras menjawab tantangan-tantangan sulit yang ada dalam proses belajar menumbuhkembangkan iklim kebebasan. Secara literal makna kata demokrasi berasal dari dua kata yaitu, demos (rakyat) dan kratos (pemerintahan), Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana rakya berkuasa istlah ini muncul di Athena bentuk-bentuk rezim yang kekuasaannya dibedakan berdasarkan satu orang (monarki), beberapa orang (aristokrasi), dan banyak orang (demokrasi).

Namun demikian, konsensus yang semakin berkembang dalam rangka menerima demokrasi bersandar pada banyak pertanyaan yang belum terjawab. Yang paling utama menyangkut hakikat atau arti-arti yang sesungguhnya, yang harus kita lekatkan pada istilah demokrasi itu sendiri. Persoalan lain yang berkaitan dengan iniadalah masalah dapat diterapkannya konsep demokrasi pada situasi-situasi sosio-ekonomis dan cultural yang begitu luas dan yang ada di dunia masa kini (Baechler, 2001). Dari sudut kepraktisannya, bamyak ketidakpastian tentang pendekatan mana yang terbaik, yang harus dipakai untuk menanamkan atau memperbarui tradisi dan praktek demokrasi. Pendekatan KlasikZaman kuno dan Demokrasi

Konsep paling awal tentang demokrasi biasanya diasosiasikan ke bangsa Yunani kuno. Sejumlah faktor member kontribusi pada perkembangan demokrasi di Athena. Polis, atau Negara kota bertindak sebagai unit dasar operasi Yunani kuno dan dibangun berdasarkan nilai-nilai egalitarian. Nilai-nilai ini didukung oleh tiga faktor.

Pertama, koneksi warga kelas rendah dengan militer memungkinkan mereka untuk mendapatkan status sosioekonomi yang lebih baik, dan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan komunal. Kedua, setelah polis Athena bergerak menjadi kekuatan dunia yang baru, institusi tata pemerintahan lama dan distribusi kekuasaan lama menjadi dipertanyakan. Ini menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang bertugas di polis dan apa peran yang harus dimainkan rakyat dalam keputusan yang berpengaruh langsung atas keamanan dan masa depan mereka (Boedeker & Raaflaub dalam Ishiyama & Breuning, 2013).

Ketiga, kerajaan yang mendapatkan banyak kekayaan, yang dikumpulkan dan memungkinkan untuk pengeluaran ekstra untuk program domestik ketimbang hanya pada militer. Karena memiliki sumber pendapatan yang stabil untuk mendukung pengeluaran itu, maka bangsa Athena memutuskan untuk menggaji para juri dan akhirnya menggaji pula pejabat politik lainnya (Boedeker & Raaflub dalam Ishiyama & Breuning, 2013). dan ini adalah perkembangan yang tak terduga. Namun, demokrasi Yunani terbatas pada warga pria yang bukan budak dan memiliki kekayaan (Thiele,dalam Ishiyama & Breuning, 2013).

Sarjana klasik seperti Plato dan Aristoteles memperdebatkan kegunaan dan kebaikan demokrasi murni. Terkadang demokrasi itu dianggap sebagai bentuk konvensional dan terkadang sebagai bentuk kekuasaan popular yang korup dalamklasifikasi yang juga mencakup tirani sebagai bentuk monarki yang korup, oligarki sebagai bentuk aristokrasi yang korup, dan oklokrasi sebagai bentuk pemerintahan oleh rakyat yang korup (Miller,dalam Ishiyama & Breuning, 2013).

Plato dipandang sebagai oponen (lawan) demokrasi, meski dia adalah penganut pemikiran politik Socrates, yang yakin dirinya adalah sahabat demokrasi dan pejuang masyarakat yang terbuka (Ober,dalam Ishiyama & Breuning, 2013). Alasan untuk gagasan ini ada dalam ide Plato bahwa demokrasi menaikkan pencarian kebebasan setinggi mungkin, yang pada akhirnya menimbulkan banyak kerusakan dalam tatanan masyarakat. Jadi, dia memilih kekuasaan monarki yang dipimpin oleh raja-filsuf (Thiele,dalam Ishiyama & Breuning, 2013). Aristoteles, muridnya Plato, sepakat dengan Plato bahwa monarki, yang dipimpin para raja-filsuf, adalah rezim yang terbaik. Namun dia menyadari bahwa rezim seperti itu sulit dipertahankan.

Menurut Aristoteles, politik demokratis adalah soal menguasai dan dikuasai pada saat yang sama. Aristoteles menyebut tiga tipe rezim ideal: monarki,, aristokrasi, dan polity. Versi korup dari rezim ideal itu adalah, secara berurutan, tirani, oligarki, dan demokrasi. Aristoteles memandang monarki sebagai rezim yang tidak stabil yang akan lekas berubah menjadi tirani, dan karena itu, meski merupakan tipe yang sangat diinginkan, ia tidak praktis. Arristokrasi adalah kekuasaan oleh orang elite, dan ia akan mudah menjadi oligarki jika tidak dijaga dengan benar. Polity adalah rezim yang paling baik dari segi praktis, dan merupakan perpaduan dari prinsip aristokrasi dan demokrasi (Thiele,dalam Ishiyama & Breuning, 2013). Demokrasi Partisipatoris (Demokrasi Langsung) dan Republik (Demokrasi Representatif) Adalah Yunani dan Romawi sekitar tahun 500 sebelu Masehi, pertama-tama diciptakan suatu sistem pemerintahan yang memberi tempat bagi partisipasi rakyat melalui sejumlah besar warga Negara. Ide demokrasi partisipatoris dan demokrasi langsung berakar di Athena, Yunani kuno (460 SM). Pemerintahan Athena itu pada intinya adalah sebuah majelis di mana seluruh warga negara berhak ikut serta (Dahl, 2001). Majelis itu memilih beberapa orang pejabat utama. Melalui warga dapat secara langsung menentukan dan memvoting kebijakan publik yang (akan) mengatur perilaku mereka (Mezey dalam Ishiyama dan Marijke Breuning, Ed.,2013). Cara utama dalam memilih warga Negara untuk jabatan publik yang lain adalah dengan mengadakan undian di mana warga negara yang memenuhi syarat memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih.(Dahl, 2001). Menurut beberapa perkiraan, seorang warga Negara biasa memiliki kesempatan yang cukup besar untuk memenangkan undiansekali seumur hidup guna memegang jabatan tinggi yang paling penting dalam pemerintahan.

Namun demikian sistem Athena dalam memilih warga negara untuk jabatan publik melalui undian tidak pernah menjadi alternative yang dapat diterima sebagai suatu cara untuk memilih wakil-wakil.

Beberapa pihak berpendapat bahwa meskipun demokrasi partisipatoris atau demokrasi langsung memungkinkan warga untuk mengatur dirinya sendiri, model ini mungkin rumit dan memperlambat proses pembuatan keputusan (Mezey dalam Ishiyama dan Marijke Breuning, 2013). Banyak pengkritik juga menunjukkan bahwa dalam demokrasi langsung, warga tidak bisa mendapatkan semua informasi tentang semua isu sehingga tidak bisa mengimplementasikan berbagai macam kebijakan dengan tepat. Karenanya mereka mungkin lebih mempertimbangkan kepentingan diri sendiri dalam membuat keputusan keputusan (Mezey dalam Ishiyama dan Marijke Breuning, 2013). Diantara banyak bentuk demokrasi yang telah berkembang sejak peradaban Yunani kuno dan Romawi kuno, demokrasi partisipatoris atau demokrasi langsung dipandang sebagai tipe yang paling dekat dengan bentuk demokrasi ideal yang memberi kesempatan pada warga untuk berpartisipasi langsung secara penuh dalam proses pengambilan keputusan dari pemerintah mereka (Mezey dalam Ishiyama dan Marijke Breuning, 2013).

Bentuk demokrasi lainnya yaitu republik atau demokrasi repsentatif (perwakilan), juga berakar pada karya bangsa kuno. Dimulai pada abad ke-5 SM, bangsa Romawi kuno yang diilhami oleh sistem pemerrintahan Yunani, mengengbangkan bentuk pemerintahan baru yang disebut republikanisme (juga disebut demokrasi perwakilan) untuk mengakomodasi penduduknya yang terus bertambah (Foot, dalam Ishiyama dan Marijke Breuning, 2013).

Perbedaan antara bentuk demokrasi Romawi dan Yunani terletak pada pemilihan perwakilan. Secara spesifik, dalam bentuk demokrasi Romawi,keputusan pemerintah dibuat oleh kelompokperwakilan yang dipilih (Mezey dalam Ishiyama dan Marijke Breuning, 2013). Wakil-wakil yang dipilih ini membahas alternatif kebijakan, dan memutuskan berdasarkan pemungutan suara antarmereka sendiri sesuai dengan pandangan konstituennya (Mezey dalam Ishiyama dan Marijke Breuning, 2013). Denan kata lain, dalam bentuk pemerintahan ini, (a) kebijakan publik dibuat oleh wakil rakyat dan bukan oleh rakyat itu sendiri; (b) perwakilan itu dipilih oleh warga dari kelompok yang disebut konstituen; (c) warga dewasa bisa memberikan suara,, setiap orang punya satu suara; dan (d) perwkilan mempertanggungjawabkan tindakannya kepada orang-orang yang memilihnya dan dapat diganti pada pemilu berikutnya (Mezey dalam Ishiyama dan Marijke Breuning, 2013). Jadi, warga secara tak langsung memengaruhi keputusan politik dengan memilih dan memengaruhi perilaku wakilnya yang membuat kebijakan politik dan mengawasi implementasinya (Mezey dalam Ishiyama dan Marijke Breuning, 2013). James Madison, salah satu pendiri Amerika Serikat, dan filsuf seperti John Locke dan Alexis de Tocqueville, lebih memilih bentuk pemerintahan repsentatif ini, di mana keputusan tidak dibuat langsung oleh warga melainkan oleh perwakilan yang lebih berpengetahuan dan dipilih rakyat. Para filsuf ini yakin bahwa sistem perwakilan ini akan mencegah warga menggunakan kepentingan diri selama proses pembuatan keputusan (Yarbrough, dalam Ishiyama dan Marijke Breuning, 2013). Adalah penting untuk menyebutkan bahwa Madison mempertemukan Republikanisme dengan representasi (Yarbrough, dalam Ishiyama dan Breuning,2013). Madison mendefinisikan pemerintahan republik sebagai pemerintahan yang harus demokratis tetapi tidak sampai pada poin bahwa persoalan publik harus dilakukan oleh warga sendiri (Yarbrough, dalam Ishiyama dan Marijke Breuning, 2013). Secara umum, perwakilan yang dipilih itu akan melidungi hak rakyat secara lebih baik ketimbang jika rakyat melakukannya sendiri (Yarbrough, dalam Ishiyama dan Breuning, 2013). Sistem pemerintahan Amerika Serikat sekarang mirip dengan bentuk demokrasi ini. Belakangan Negara-negara seperti Inggris, Jerman, Kanada, Belanda dan Belgia juga menggunakan bentuk demokrasi ini sebagai sistem tata pemerintahannya.

Model demokrasi kontemporerPoliarki

Ide poliarki diasosiasikan dengan ilmuwan politik Amerika, Robert Dahl, yang berusaha mencari cara empiris untuk mengukur konsep ini. Dahl mendefinisikan poliarki sebagai sistem kekuasaan minoritas yang terbuka, kompetitif dan pluralistis (dikutip dalam Krouse, dalam Ishiyama & Breuning, 2013). Dahl berpendapat bahwa poliarki adalah kondisi yang diperlukan dan dasar dari demokrasi.

Dalam bukunya, After Revolution Authoritative Good Society, Dahl membahas tujuan dan fungsi poliarki sebagai metode pengambilan keputusan. Secara spesifik, dia menekankan bahwa poliarki memberikan kesetaraan politik lebih besar dan kedaulatan popular dan sebagai model demokratis terbaik dalam merefleksikan partisipasi di era modern atau masyarakat pluralistis. Poliarki mirip dengan republikanisme, atau bentuk demokrasi perwakilan.

Satu ciri penting dari poliarki adalah ia mempromosikan kompetisi dan toleransi. Secara spesifik poliarki menerima dan menoleransi berbagai macam pendapat dan member kesempatan kepada warga untuk mengekspresikan penentangan. Partai oposisi dan asosiasi dari segala jenis adalah baik dan natural dalam poliarki (Bailey & Braybrooke, dalam Ishiyama dan Breuning, 2013). Oleh sebab itu, poliarki mengakui dan mendorong kebebasan berserikat dan kemampuan kelompok kepentingan untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan pemerintah.Demokrasi Mayoritas, atau Westminster

Demokrasi mayoritas atau Westminster adalah bentuk demokrasi modern. Istilah Westminster digunakan oleh ilmuwan politik Arent Lijphart untuk merujuk istana Westminster di London, di mana parlemen Inggris bertemu. Lijphart menyebut United Kingdom sebagai contoh terbaik dari model ini.

Lijphart memberikan 10 ciri khas dari bentuk demokrasi modern ini:

1. . Konsentrasi kekuasaan eksekutif ada di satu partai dan mayoritas; kabinet penguasa terdiri dari satu partai mayoritas dan tidak memasukkan partai minoritas.

2. Dominasi kabinet; kabinet, yang terdiri dari pemimpin partai mayoritas yang kohesif, dapat dengan percaya diri mengesahkan legislasi.3. Sistem dua partai; Pemerintah didominasi oleh dua partai besar.4. Sistem pemilih disproporsional dan mayoritarian: sistem pemilu berfungsi sesuai dengan pluralitas distrik anggota, atau first past the post sistem.5. Pluralitas kelompok kepentingan: Persaingan dan konflik menjadi cirri sistem kelompok kepentingan.6. .Pemerintahan uniter dan tersentralisasi; Pemerintah lokal adalah bagian dari pemerintah pusat, kekuasaan mereka tidak dijamin secara konstitusional, dan mereka secara finansial bergantung pada pemerintah pusat.7. Konsentrasi kekuasaan legislative ada di badan legislatif satu kamar (unikameral).8. Fleksibilitas konstitusi: Misalnya, di United Kingdom, tidak ada konstitusi tertulis, dan parlemen dapat dengan bebas mengubah kebijakan atau undang-undang melalui mayoritas reguler dan bukan melalui super mayoritas.9. Tidak ada judicial review: karena tidak ada konstitusi tertulis, tidak ada dokumen tertulis yang dengannya pengadilan dapat memutuskan konstitusional legislasi.

10. Bank sentral dikendalikan oleh eksekutif: dalam model ini, bank dikontrol oleh kabinet dan tidak independen.

Negara-negara dengan model pemerintahan ini cenderung memiliki masyarakat yang homogen. Bentuk pemerintahan ini dapat dilihat di Negara seperti Kanada, Australia, Selandia Baru, dan kebanyakan bekas jajahan Inggris di Asia, Afrika, dan Karibia pasca-kemerdekaan mereka.

Demokrasi Konsensual

Demokrasi konsensual dipandang sebagai demokrasi yang lebih baik di dalam masyarakat yang secara kultural heterogen (atau yang disebut oleh Lijphart, sebagai masyarakat plural).

Lijphart memberikan 10 ciri khas dari bentuk demokrasi modern ini:

1. Kekuasaan eksekutif dibagi dalam kabinet koalisi yang luas. Dalam model ini, semua atau sebagian besar partai penting berbagi kekuasaan eksekutif dalam koalisii besar.2. Penyeimbangan kekuasaan legislatif terhadap eksekutif: ada pemisahan kekuasaan antara eksekutif dengan legislatif, memungkinkan interdependensi lebih besar antara kedua cabang pemerintahan tersebut. Selain itu, badan legislative bisa melakukan pemungutan suara dengan tegas.3. Sistem multipartai: Dalam masyarakat pluralis, seperti di Swiss, partai-partai terbagi dalam beberapa garis tujuan.

4. Representasi proporsional: sistem elektoral ini membagi kursi parlemen diantara partai-partai sesuai proporsi suara yang mereka terima.

5. Korporatisme kelompok kepentingan.

6. Pemerintahan federal dan terdesentralisasi

7. Bikameralisme yang kuat.

8. Kekakuan konstitusional: Ada konstitusi tertulis dan dapat diubah hanya oleh mayoritas legislatif khusus.

9. Judicial review.

10. Bank sentral: Ada independensi sampai batas tertentu untuk bank dalam hal membuat keputusan kebijakan moneter.

Demokrasi Konsosiasional

Demokrasi konsosiasional (consociational) adalah bentuk spesifik dari demokrasi konsensual yang dikemukakan oleh Lijphart dalam bukunya, The Politics of Accommodation, sebagai solusi untuk masyarakat yang sangat terpecah berdasarkan garis etnis, agama, atau kultural. Secara spesifik, dia mengatakan bahwa solusi untuk masyarakat yang sangat terpecah seperti di Belanda adalah sistem pemerintahan di mana kelompok berbagi kekuasaan di dalam institusi. Gagasan representasi kelompok adalah kunci dalam pandangan Lijphart tentang cara mencapai demokrasi, dan model demokrasi konsosiasional akan memberikan lebih banyak ruang partisipasi kelompok dan suara untuk minoritas. Negara seperti Belanda dan Swiss adalah contoh terbaik dari tipe demokrasi ini.

Demokrasi Delegatif

Ide demokrasi delegatif diperkenalkan oleh Gullermo ODonnel pada 1990-an, yang dideskripsikannya sebagai berikut:

(Demokrasi delegatif) didasarkan pada premis bahwa siapa pun yang memenangkan pemilu presiden akan berhak untuk memerintah berdasarkan apa yang dianggapnya cocok, dan dia dibatasi oleh fakta adanya relasi kekuasaan dan oleh masa jabatan yang ditetapkan oleh konstitusi. Presiden adalah perwujudan dari bangsa dan penjaga utama Negara dan pihak yang mendefinisikan kepentingan bangsa.

Kebijakan dari demokrasi ini mungkin tidak merefleksikan janji-janji yang dibuat selama kampanye kandidat, karena kandidat, setelah terpilih, adalah orang yang akan menentukan apa yang tepat bagi suatu Negara.

Demokrasi delegatif dijalankan di bekas negara otoriter (Argentina, Brazil, Peru, Ekuador, dan lain-lain) dan Negara-negara post-komunis. Mereka memnuhi persyaratan dasar sebagai masyarakat demokratis namun tidak seliberal demokrasi perwakilan. Negara-negara ini tidak terkonsolidasi atau diinstitusionalisasikan, namun mereka menolak kembali ke otoritarianisme.Demokrasi Deliberatif

Demokrasi deliberatif adalah ide bahwa hokum yang sah berasal dari pertimbangan publik dari warga negara. Demokrasi deliberatif menghadirkan cita-cita otonomi politik berdasarkan penalaran praktis warga negaranya (Bohman & Rehg, dalam I shiyama & Breuning, 2013). Demokrasi deliberative sering dipandang sebagai tandingan teori liberalism dan pilihan rasional. Banyak tindakan politik dibuat dari berbagai konflik moral yang tidak bisa diselesaikan dengan tepat hanya melalui tawar-menawar kelompok kepentingan(Macedo, dalam Ishiyama & Breuning, 2013). Isu-isu tertentu, seperti aksi affirmatif, perlindungan lingkungan, atau bunuh diri dengan bantuan, tidak dapat dipecahkan melalui argument pilihan rasional.

Demokrasi deliberatif mempromosikan legitimasi keputusan kolektif. Penciptaan pengakuan legitimasi dan niat baik demokrasi, bersama dengan proses yang jujur, akan menciptakan stabilitas dalam jangka panjang. Karakteristik positif Demokrasi ini memungkinkan publik mempertimbangkan dan memikirkan tentang kebaikan bersama.Otonomi Demokratis

Model otonomi demokratis berkaitan dengan pertanyaan penting yakni apa yang dimaksud dengan demokratis, demokrasi sebagai ide menawarkan suatu kerangka yang mengklaim bahwa ada cara yang fair dan adil dalam menegosiasikan nilai-nilai dan memperdebatkan nilai-nilai (Held, dalam Ishiyama & Breuning, 2013). Ini adalah satu-satunya narasi besar yang dapat secara sah membentuk kerangka dan membatasi narasi-narasi yang saling berkompetisi di era kontemporer (Held, dalam Ishiyama & Breuning, 2013).

Konsep otonomi mengimplikasikan kemampuan manusia untuk bernalar secara sadar, self-reflective, dan menentukan diri sendiri seiring dengan perkembangan masyarakat, konsep otonomi mulai makin popular. Masyarakat liberal modern mengaitkan tujuan kebebasan dan kesetaraan ke doktrin etika, ekonomi, dan politik individualis. Koneksi ini mengharuskan Negara untuk memberikan kondisi yang dibutuhkan agar warga bisa mengejar kepentingannya sendiri. Opini ini sebagian besar dipengaruhi oleh Locke, yang percaya bahwa Negara eksis untuk melindungi hak dan kebebasan individu dan sekaligus beban yang harus ditanggung individu untuk mengamankan dirinya sendiri.

Otonomi demokratis,karena itu, mengharuskan orang untuk menunaikan hak dan kewajiban di dalam spesifikasi kerangka politik, yang menciptakan dan membatasi kesempatan yang tersedia bagi mereka. Orang harus bebas dan setara dalam menentukan kondisi hidupnya masing-masing selama mereka tidak melanggar hak orang lain. Dalam sistem ini, prinsip otonomi diringkas dalam konstitusi dan undang-undang hak asasi manusia. Otonomi demokrasi mengharuskan ketersediaan informasi yang terbuka, untuk menjamin keputusan tentang publik terus diinformasikan kepada khalayak. Otonomi demokratis memperkenalkan mekanisme baru untuk menjamin partisipasi yang mencerahkan, seperti umpan balik voter dan juri warga Negara, peningkatan akuntabilitas dalam kehidupan publik dan privatdan kerangka institusional yang reseptif terhadap eksperimen bentuk-bentuk organisasi (Held, dalam Ishiyama & Breuning, 2013).

Dalam otonomi demokratis, warga Negara harus menerima keputusan yang demokratis dalam berbagai situasi kecuali situasi itu melanggar hak asasi mereka.

Kesimpulan

Banyak model demokrasi muncul dalam literatur ilmu politik kontemporer. Banyak dari model ini, seperti poliarki dan demokrasi delegatif, cenderung merupakan model deskriptif atas realitas, sedangkan model lainnya seperti demokrasi deliberative dan konsosiasionalisme cenderung merupakan rumusan solusi untuk mempromosikan demokrasi dalam kondisi sosial tertentu. Meskipun masing masing dari model itu mengasumsikan cirri-ciri dasar demokrasi (seperti level partisipasi yang tinggi, persaingan, dan hak-hak sipil dan politik), mereka mengilustrasikan berbagai macam cara untuk mengekspresikan demokrasi. Demokrasi dan konseptualisasinya akan tetap menjadi isu penting dalam ilmu politik abad ke-21 ini.DAFTAR BACAAAN

Dahl, Robert, A. (2001). Perihal Demokrasi; Menjelajahi Teori dan Praktek Demokrasi

Secara Singkat. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Diamond, Larry. (2003). Developing Democracy; Toward Consolidation. IRE Press

Yogyakarta.

Ishiyama, John, T. dan Marijke Breuning, Ed. (2013). Ilmu Politik Dalam Paradigma Abad ke-21; Sebuah Referensi Panduan Tematis. Kencana Prenada Media group, Jakarta.

Substansi-substansi Demokrasi .