Tugas PKN Duta.rtfasdffdddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddd

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asdasdasdasdsdfssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssss ds fsd fsdf sdfsd fsssssssssssssssssssssssssssssssssssssssss

Citation preview

IMAM A FARIS Kelas XI IPA 4SMA Negeri 2 Tanjungpinang

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAANDUTA- DUTA BESAR INDONESIA DI NEGARA LAIN

Dino Patti Djalal - Duta besar untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal (lahir di Beograd, Yugoslavia, 10 September 1965; umur 46 tahun) adalah Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat,[1] yang bertugas sejak tahun 2010 hingga saat ini. Asal usul Dino lahir dari pasangan Hasyim Djalal (ayah) dan Jurni (ibu). Orang tuanya berasal dari Ampek Angkek, Agam, Sumatera Barat. Ayahnya, Hasyim Djalal, juga merupakan seorang diplomat Indonesia ternama. Karier Kariernya dimulai tahun 1987 ketika masuk Departemen Luar Negeri. Berbagai penugasan penting pernah diemban, antara lain sebagai Jubir Satgas P3TT (Pelaksana Penentuan Pendapat di Timor Timur), Kepala Departemen Politik KBRI Washington dan Direktur Amerika Utara dan Tengah Departemen Luar Negeri. Ia sempat menjabat sebagai Direktur Urusan Amerika Utara dan Amerika Tengah di Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, sebelum akhirnya bersama Andi Mallarangeng kemudian ditunjuk sebagai juru bicara Presiden ketika Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden Indonesia. Pendidikan Pendidikannya bermula dari SD dan SMP Al Azhar, kemudian dia melanjutkan pendidikan ke McLean High School, Amerika Serikat, kemudian ke Universitas Carleton, Kanada (S1); gelar MA dari Universitas Simon Frazer, Kanada hingga kemudian meraih gelar doktor bidang hubungan internasional di London School for Economic and Political Science, Inggris. Keluarga Istrinya, Rosa Raj Djalal, saat ini berprofesi sebagai dokter gigi. Dari hasil pernikahannya dengan Rosa, Dino dikaruniai tiga orang anak : Alexa, Keanu, dan Chloe Saudara laki-lakinya, Iwan Djalal, saat ini bekerja sebagai eksekutif perusahaan swasta. Sedangkan saudara perempuannya, Dini Djalal, bekerja sebagai wartawan di Amerika Serikat.

Duta besar untuk Jepang - Jusuf Anwar Jusuf Anwar (lahir di Tasikmalaya, 2 Januari 1941; umur 71 tahun) adalah Duta Besar RI Untuk Jepang. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Ia menjabat dari 21 Oktober 2004 hingga 6 Desember 2005. Ia kemudian digantikan oleh Sri Mulyani Indrawati. Pendidikan Sarjana Hukum (SH), dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Master of Art (MA), dari Vanderbilt University, Amerika Serikat Pengalaman Kerja Ketua Satuan Tugas (Satgas) Prakarsa Jakarta Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK), Departemen Keuangan, 17 Nov 1995 s.d. 18 Juni 1998 19982000: Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Sekjen Departemen Keuangan dan Direktur Utama, PT Danareksa. 2000?: Direktur Eksekutif, Bank Pembangunan Asia (ADB) di Filipina

2006sekarang: Duta Besar Republik Indonesia Tokyo

Duta besar untuk Malaysia ~ Da'i Bachtiar Jenderal Pol (Purn.) Da'i Bachtiar (lahir di Indramayu, Jawa Barat, 25 April 1951; umur 60 tahun) adalah Duta Besar Indonesia untuk Malaysia sejak 8 April 2008[1], serta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dari 29 November 2001 hingga 7 Juli 2005. Saat menjabat sebagai Kapolri, ada rumor yang menyebutnya bersaing dengan Kepala Badan Intelijen Negara, Hendropriyono. Bom Bali 2002 Pada 15 Oktober 2002, ia mengumumkan bahwa hasil penyelidikan para penyelidik Indonesia pada lokasi kejadian Bom Bali 2002 telah berhasil menemukan bekas bahan peledak plastik C-4. Setelah salah satu tersangka pengebom, Amrozi, ditangkap, ia mengadakan pertemuan dengannya. Pada kesempatan itu, Bachtiar tampak gembira, berjabatan tangan dan berfoto dengan Amrozi.

Duta besar untuk mesir ~ Abdurrahman Mohammad Fachir Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa Abdurrahman Mohammad Fachir Abdurrahman Mohammad Fachir, disingkat A.M. Fachir, ditulis dalam bahasa Arab ( lahir di Banjarmasin, 26 November 1957; umur 54 tahun) adalah seorang diplomat. Fachir pernah menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia di Republik Arab Mesir, sejak September 2007 sampai dengan Juni 2011. Saat ini ia menjabat Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Nama Abdurrahman Mohammad Fachir berasal dari bahasa Arab. Abdurrahman berarti hamba Allah Yang Maha Rahman (Pengasih), Mohammad berarti yang terpuji atau mendapat pujian, dan Fachir berarti yang hebat (excellent dan superior). Dengan demikian, nama Abdurrahman Mohammad Fachir artinya hamba Allah yang terpuji dan hebat Pendidikan Fachir menyelesaikan pendidikan dasarnya di Banjarmasin, lalu pada tahun 1972 ia berangkat ke Pulau Jawa untuk mengenyam pendidikan tingkat menengah di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar dan Pondok Modern Darussalam Gontor. Tahun 1978, ia bertolak menuju ibukota guna melanjutkan kuliah di Fakultas Sastra dan Bahasa Arab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Selama kuliah di "Kampus Pembaharu" yang beralamat di Ciputat, ia pernah mengikuti pertukaran pemuda ASEAN-Jepang (Nippon Maru) 1978. Fachir termasuk salah satu pemain band kampus. Ia dikenal sebagai seniman. Ia juga aktif berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ia pernah menjabat Ketua LSMI (Lembaga Seni Mahasiswa Islam) ketika Azyumardi Azra menjadi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat periode 1981-1982. Fachir diwisuda sebagai sarjana bergelar doctorandus (Drs) pada bulan Agustus 1983, setelah dinyatakan lulus dalam ujian skripsi. Judul skripsinya adalah Taatstsur alNatsr al-Hadits bi al-Harakat al-Wathoniyyah fi Mishra (Terpengaruhnya Prosa Modern oleh

Gerakan Nasionalisme di Mesir), yang disusun dalam bahasa Arab. Perkawinan Fachir menikah pada tanggal 7 Januari 1983 dengan Yasmin Sukmawira (lahir di Samarinda, 13 November 1958) dan telah dikaruniai tiga anak, yaitu: Rif'at Syauqi Rahman Fachir (Ifa), lahir bulan Oktober 1983, mantan pemain keyboard Band Maliq & D'Essentials Nabila Fauzia Rahman Fachir (Ila), lahir tahun 1988 Faris Karami Rahman Fachir (Ais), lahir tahun 1994 Duta Besar di Mesir Presiden SBY menyampaikan selamat kepada Fachir usai dilantik menjadi duta besar Fachir dilantik sebagai duta besar di Mesir pada tanggal 5 September 2007 bersama dengan enam duta besar lainnya, seperti Marty Natalegawa untuk posisi duta besar di PBB. [5] Ia tiba di negeri Piramida tanggal 30 Oktober 2007 dan tercatat sebagai duta besar ke-18 menggantikan Prof. Dr. Bachtiar Aly, MA yang habis masa tugasnya 30 November 2005. [sunting] Bidang Pendidikan Ini duta besar baru dan ini baru duta besar, demikian puji Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsuddin kepada Duta Besar Fachir atas keberhasilannya menyelenggarakan lokakarya bertemakan Dukungan Terhadap Peningkatan Prestasi Mahasiswa Indonesia di Mesir. Fachir dipuji di hadapan Menteri Agama Maftuch Basyuni, Ketua Komisi X DPR Irwan Prayitno, Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, Presidium ICMI Marwah Daud Ibrahim dan lebih dari 1.500 mahasiswa yang memadati Azhar Conference Centre (ACC), tempat diselenggarakannya lokakarya, 12-13 April 2008. Mahasiswa kita itu 'kan aset bangsa. Sementara yang namanya Al-Azhar itu warisan keilmuannya luar biasa. Namun mengapa banyak mahasiswa Indonesia di Mesir yang mengalami hambatan dalam belajar, sehingga lebih dari separoh terlambat menyelesaikan studinya dan tidak dapat mengoptimalkan kebesaran Al-Azhar, jelas Fachir mengenai alasan diselenggarakannya lokakarya. Berkat lokakarya tersebut, kini tingkat keberhasilan studi mahasiswa Indonesia di Mesir telah meningkat secara menggembirakan. Pada awal kedatangan Fachir tahun 2007, 59 % dari sekitar 6.000 mahasiswa gagal dalam studinya. Angka tersebut membaik pada tahun 2008 dengan 67 % mahasiswa berhasil dalam studinya. Angka terakhir pada tahun 2010 menunjukkan 75 % berhasil dalam pembelajarannya di Mesir. Syeikh Al-Azhar Ahmed Tayeb saat menerima kunjungan pamitan Fachir, sempat berkelakar bahwa jika 75 % kelulusan mahasiswa Indonesia dapat dicapai selama kepemimpinan Fachir yang hanya 3,5 tahun, maka jika Fachir bertugas selama 5 tahun Insyaallah kelulusan bisa mencapai 100 %. Selain berhasil meningkatkan angka kelulusan mahasiswa, Fachir telah menggagas berdirinya asrama untuk mahasiswa. Tentu ini merupakan peninggalan yang baik yang akan selalu dikenang oleh mahasiswa generasi selanjutnya. Ia telah menghimpun dana sebesar 14 miliar yang berasal dari Pemerintah Indonesia baik pusat maupun propinsi, dan telah diserahkan ke pihak Al-Azhar. Diharapkan keberadaan asrama itu mampu mendukung kesuksesan studi mahasiswa Indonesia di Mesir. Masih di bidang pendidikan, Fachir juga meninggalkan kenang-kenangan kepada AlAzhar berupa sistem pendataan mahasiswa Indonesia yang diberi nama SIMADU Sistem Informasi Terpadu dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa arab. Sistem ini bisa digunakan oleh Al-Azhar untuk mengecek data mahasiswa Indonesia di Mesir. Bidang Politik Hubungan Indonesia dan Mesir di bidang politik selama Fachir menjadi duta besar, tampak mesra dan harmonis. Di berbagai kesempatan, Fachir yang fasih berbahasa Arab dan Inggris selalu mengatakan bahwa Mesir adalah saudara dan sahabat Indonesia, karena Mesir adalah negara pertama di dunia yang mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. Di samping karena pengakuan Mesir itu, faktor lain yang memicu keakraban Indonesia dan Mesir adalah Gerakan Non Blok yang didirikan oleh Presiden Soekarno dan

Presiden Gamal Abdel Nasser bersama Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito. Oleh karena itu, ketika terjadi krisis politik di Mesir JanuariFebruari 2011, Indonesia tidak berada dalam posisi melakukan intervensi, kecuali mendorong agar ada solusi yang tepat dan bijak sesuai dengan kepentingan atau manfaat bangsa Mesir sendiri. Begitu Presiden Mubarak mengundurkan diri, Indonesia berada di samping Mesir untuk membangun negara demokasi. Indonesia pernah diminta Mesir untuk berbagi pengalaman dalam melewati masa transisi demokrasi, karena Indonesia dipandang memiliki pengalaman sukses. Pada tanggal 5-6 Juni 2011, Prof Dr. Ing. B.J. Habibie, (Presiden Indonesia 1998-1999) dan Prof. Dr. Amien Rais (Ketua MPR 1999-2004) diundang ke Kairo untuk berbicara pada Forum Internasional bertajuk "Pathways on Democratic Transitions International Experiences and Lessons Learned, yang disponsori United Nations National Development. Bidang Perdagangan Selama Fachir menjadi duta besar di Mesir, kerja sama perdagangan Indonesia dan Mesir mengalami peningkatan yang pesat. Pada tahun 2006, angka perdagangan kedua negara masih tercatat pada kisaran US$ 500 juta. Angka tersebut naik menjadi dua kali lipatnya hanya dalam tempo dua tahun, yaitu pada 2008 menjadi US$ 1 miliar, menjadikan Mesir sebagai pasar non-tradisional terbesar Indonesia. Pada tahun 2010 ketika perdagangan kedua negara terpengaruh krisis ekonomi global, angka perdagangan masih berada pada posisi US$ 1 miliar, di mana 80% merupakan surplus bagi Indonesia. Investasi Indonesia di Mesir akan terus berlanjut karena pasar Mesir merupakan pasar penarik investasi terpenting mengingat banyaknya potensi dan kesempatan. Investasi Indonesia di Mesir terfokuskan di 3 sektor utama: yaitu industri tenun, gelas dan produksi pangan. Saat ini, Indonesia memiliki tiga perusahaan yang beroperasi di Mesir dengan nilai investasi tidak kurang dari US$ 250 juta. Bidang Sosial Budaya Di bidang sosial budaya, Pusat Kebudayaan dan Informasi Indonesia (PUSKIN) berhasil meningkatkan jumlah peserta kursus bahasa Indonesia bagi warga Mesir, dari tahun ke tahun. Fachir melihat peran penting warga Mesir yang bisa berbahasa Indonesia dalam merevitaliasai hubungan Indonesia dan Mesir, khususnya dari kalangan pemuda yang akan menjadi penentu masa depan Mesir. Semakin luasnya penguasaan bahasa Indonesia di kalangan pemuda Mesir akan sangat menunjang aktualisasi potensi kerja sama Indonesia dan Mesir yang bersifat komplementer. Siswa-siswi PUSKIN yang berlatar belakang beragam profesi, seperti pengacara, usahawan, agen perjalanan, mahasiswa dan lain-lain dengan kemampuan bahasa Indonesianya dapat didayagunakan oleh pemangku kepentingan di Mesir dan di Indonesia untuk menopang upaya revitalisasi hubungan bilateral kedua negara, di bidang ekonomi dan perdagangan, sosial-bidaya serta berbagai bidang lainnya. Selain bidang-bidang tersebut di atas, Fachir berhasil menerbitkan buku Potret Hubungan Indonesia-Mesir yang sangat fenomenal dalam bahasa Indonesia dan Arab. Buku itu memotret hubungan Indonesia-Mesir sejak dahulu kala sebelum kemerdekaan sampai tahun 2009. Buku versi bahasa Indonesia diberi kata pengantar Menteri Luar Negeri (saat itu) Hassan Wirajuda, dan versi bahasa Arab diberi kata pengantar Menteri Luar Negeri Mesir Ahmed Aboul Gheit. Secara simbolis, buku versi bahasa Arab tersebut diluncurkan pada peringatan 63 hubungan diplomatik yang dikemas dalam perayaan Malam Indonesia-Mesir di tempat pertunjukan termegah di Mesir, Cairo Opera House, tanggal 11 Juni 2010, yang dihadiri lebih dari 1.000 friends of Indonesia yang terdiri dari unsur pemerintahan, akademisi, budayawan dan berbagai kalangan lainnya. Hadir juga, Menteri Kebudayaan Mesir Farouk Hosny dan Menteri Pendidikan Tinggi Mesir Hany Hilal mewakili Pemerintah Mesir, Ketua Lembaga Persahabatan Mesir-Indonesia Said Imarah, Ketua EgyptianIndonesian Business Council, Mohamed Baraka serta wakil keluarga mantan Sekretaris Jenderal Liga Arab, Azzam Pasha yang berperan dalam upaya perolehan pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Mesir dan negara-negara Timur Tengah. Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik

Fachir dilantik oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa sebagai Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi pada 25 Oktober 2011. Ia menggantikan Andri Hadi yang sekarang menempati tugas baru sebagai duta besar di Singapura.[18] Ia bertugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang informasi dan diplomasi publik, yang membawahi 4 (empat) direktorat, yaitu Direktorat Informasi dan Media, Direktorat Diplomasi Publik, Direktorat Keamanan Diplomatik dan Direktorat Kerjasama Teknik.

Duta besar untuk India ~ Letnan Jenderal TNI Andi M. Ghalib, SH Letnan Jenderal TNI Andi M. Ghalib, SH (lahir di Bone, Sulawesi Selatan, 3 Juni 1946; umur 65 tahun) adalah Duta besar Republik Indonesia untuk India sejak 8 April 2008 [1], serta Jaksa Agung Republik Indonesia (1998-1999). Letjen TNI H.Andi Muhammad Ghalib, SH, MH adalah salah satu tokoh nasionalis yang sekarang menjabat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh di negara India untuk RI, dan diangkat atau ditunjuk oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Kontribusi Beliau memiliki sebuah yayasan yang terletak di daerah Bogor, yaitu Yayasan Ibnu Hadjar yang mana bergerak di bidang pendidikan dan menaungi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Dharma Andigha, SMP, SMA, SMK Taruna Andigha yang konon nama Yayasan Ibnu Hadjar diambil dari nama almarhum ayahnya. Kasus politik Dia ditunjuk Presiden BJ Habibie untuk menggantikan Soedjono C. Atmonegoro SH. Andi Ghalib memegang jabatan Jaksa Agung, saat ketegangan politik meningkat sehubungan dengan penyidikan kasus korupsi termasuk kasus mantan Presiden Soeharto. Puncaknya adalah tersebarnya rekaman pembicaraan telepon Jaksa Agung Andi Ghalib dengan Presiden Habibie yang membicarakan negosiasi untuk kasus-kasus tersebut. Kemudian akhir Mei 1999, kantor Indonesian Corruption Watch (ICW) di Jalan Diponegoro, Jakarta, memperoleh kiriman paket dokumen penting dari orang tak dikenal. Isinya adalah bukti transfer uang senilai Rp 1,8 miliar dari sejumlah pengusaha ke beberapa rekening di Bank Lippo Jakarta atas nama A. Muh. Ghalib, S.H., Jaksa Agung RI. Prajogo Pangestu, bos Grup Barito Pasifik, dan The Ning King, bos Grup Argo Manunggal, adalah dua dari sejumlah nama yang mengirimkan uang itu. Kedua pengusaha ini diketahui tengah "berurusan" dengan Kejaksaan Agung menyangkut soal kredit. Karena itu, ICW curiga bahwa dana yang dialirkan ke rekening Ghalib itu tergolong suap. Pihak ICW lalu melaporkan temuan itu ke Pusat Polisi Militer (Puspom). Riwayat kerja Wakil Gubernur Sulsel Pejabat Walikota Makassar Pejabat Bupati Jeneponto Oditur Jenderal ABRI Kepala Badan Binkum ABRI Jaksa Agung RI Duta Besar LBBP RI untuk India

Duta besar untuk Rusia ~ Hamid Awaluddin, Ph.D. Hamid Awaluddin, Ph.D. (lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, 5 Oktober 1960; umur 51 tahun) adalah Duta Besar Republik Indonesia untuk Federasi Rusia sejak 8 April 2008[1]. Ia pernah menjadi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu dari 20 Oktober 2004-8 Mei 2007. Pada 7 Mei 2007, ia digantikan Andi Mattalata lewat sebuah perombakan kabinet tahap kedua yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Presiden, Jakarta.

Ia menempuh pendidikan sarjana hukumnya di Universitas Hasanuddin dan meraih gelar doktor pada tahun 1998 di American University, Amerika Serikat. Sebelum menjadi menteri, Awaluddian pernah menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum. Saat masih berstatus mahasiswa, ia aktif di Himpunan Mahasiswa Islam Makassar, Sulawesi Selatan. Hamid juga menjadi wakil Indonesia dalam penandatanganan MOU perdamaian dengan Gerakan Aceh Merdeka. Salim Said, (lahir di Pare-pare, Sulawesi Selatan, 1943), adalah seorang penulis Indonesia. Salim mengikuti pendidikan di Akademi Teater Nasional Indonesia (1964-1965), Fakultas Psikologi UI (1966-1967), tamat Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (1977), dan meraih Ph.D. dari Ohio State University, Columbus, Amerika Serikat (1985). Ia pernah menjadi redaktur Pelopor Baru, Angkatan Bersenjata, dan redaktur majalah Tempo (1971-1987). Salim kini mengajar di Sekolah Ilmu Sosial dan menjadi anggota Dewan Film Nasional. [1] Sebagai anggota dari Dewan Film Nasional dan Dewan Kesenian Jakarta, ia sering berpartisipasi dalam diskusi tentang film, sejarah, sosial dan politik Indonesia dalam tingkat nasional maupun internasional. Hasil karya buku yang ia tulis ialah Militer Indonesia dan Politik: Dulu, Kini, dan Kelak, Profil Dunia Film Indonesia dan masih banyak lagi. Tulisan-tulisannya mengenai sastra dimuat dalam Mimbar Indonesia, Bahasa dan Budaya, Horison, Budaya Jaya, dan lain-lain. Selain itu, ia juga banyak menulis tentang film. Bukunya yang tentang film berjudul Profil Dunia Perfilman Indonesia (1982) Konsulat Jenderal Indonesia di Houston, Amerika Serikat Gedung Konsulat Jenderal Indonesia di Houston. Konsulat Jenderal Indonesia di Houston adalah fasilitas diplomatik yang dimiliki Indonesia di Houston, Texas, Amerika Serikat. Bangunan ini terletak di jalan Richmond Avenue, nomor 10900, distrik Westchase.[1] Fasilitas diplomatik ini melayani negara bagian di wilayah Arkansas, Alabama, Florida, Georgia, Louisiana, Mississippi, New Mexico, Oklahoma, Tennessee dan Texas. Selain itu konsulat Houston juga melayani hubungan diplomatik dengan Puerto Rico dan US Virgin Islands. Disamping berfungsi sebagai fasilitas diplomatik, konsulat ini juga mencakup pameran budaya Indonesia. Pada tahun 2004 jumlah warga negara Indonesia yang tinggal di Houston menempati urutan terbesar kelima di Amerika Serikat. Hal ini cukup membantu mempertahankan eksistensi konsulat Indonesia di wilayah tersebut. Sejarah Sejak tahun 1982 hingga 1988 Konsulat Jenderal Indonesia berkantor di Three Post Oak Central, salah satu dari tiga bangunan bergaris-garis dalam gambar. Sejak tahun 1982 hingga 1988 konsulat tersebut berkantor di Three Post Oak Central, salah satu dari tiga bangunan bergaris-garis dalam gambar. Konsulat ini dibuka pada tanggal 25 Mei 1982 dengan Rachadi Iskandar sebagai konsul umum pertama. Sejak berdiri tahun 1988 sampai dengan Maret 1988 konsulat ini berada di lantai 19 Three Post Oak Central, sebuah gedung pencakar langit Uptown Houston yang merupakan bagian dari Post Oak Central. Pada bulan April 1988 konsulat ini pindah ke Jalan Richmond Avenue, nomor 5633.[3] Pada tahun 1993, Konsul Jenderal Achmad Surjadi membeli 44.815 kaki persegi (4,163.4 m2) bangunan yang terletak di jalan Richmond Avenue, nomor 10900. Konsulat Jendral Houston telah melakukan berbagai koordinasi dan berupaya memberikan bantuan untuk korban tsunami di Banda Aceh yang diakibatkan oleh gempa bumi di Samudra Hindia pada tahun 2004, kemudian pada tahun 2005 juga memberikan bantuan untuk korban Badai Katrina. Bagi para tsunami tersebut, sejumlah hampir 500 paket pakaian dan perlengkapan lainnya dikirim ke Kota Medan dan lebih dari US$ 50.000 dana disumbangan secara tunai.Sementara dalam acara penggalangan dana untuk korban Badai Katrina, konsulat ini berhasil mengumpulkan dana sebesar US$ 7.500.