Upload
ali-zaenal-abidin-assegaf
View
818
Download
165
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sdada
Citation preview
TUGAS RINGKASAN BUKU KADEHAM BAB I – IV
OLEH :
NAMA : Ali Zaenal Abidin Assegaf
NIM : 07312022
FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
BAB I
MEMAHAMI PENDIDIKAN KEBANGSAAN, DEMOKRASI,
DAN HAK ASASI MANUSIA (KADEHAM)
A. LANDASAN PENDIDIKAN KADEHAM
Sebuah bangsa selalu dipahami sebagai sebuah solidaritas yang mendalam dan
komprehensif. Solidaritas dan persaudaraan sebuah bangsa dapat berupa kesamaan etnis,
kepercayaan, agama, sejarah, kepentingan, dan hubungan darah. Perasaan senasib dan
sepenanggungan juga dapat melahirkan sebuah komitmen kebersamaan, sebagaimana
yang terjadi di Indonesia pada masa awal sebelum dan sesudah kemerdekaan. Meskipun
pembentukan negara bangsa didasarkan pada rasa kesetiakawanan dan persaudaraan,
namun banyak orang yang bersedia mempertaruhkan orang lain demi komitmen
kebersamaan tersebut.
Bila diteliti secara teoritik, sedikitnya ada faktor yang mempengaruhi dan
membentuk ikatan kebangsaan, yaitu: 1. sejarah; 2. ideologi; 3. budaya etnik; 4. agama;
5. ekonomi; 6. politik-birokrasi; 7. hukum; dan 8. militer. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap ikatan kebangsaan di atas dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni: faktor
pertama hingga keempat termasuk dalam kategori faktor-faktor kultural, sedangkan
komponen kelima hingga kedelapan termasuk dalam kategori faktor rasional-instrumen-
struktural. Misalnya, melalui kekuatan militer yang kuat dan otoritarian, sekelompok
suku bangsa dapat diperstukan dalam sebuah negara bangsa (nation state), meskipun hal
ini tidak akan bertahan lama(Demmy Antoh, 2007).
Kedelapan faktor tersebut diatas secara tumpang tindih telah mengikat
keanekaragaman suku bangsa Indonesia, terutama yang berkaitan dengan faktor sejarah
dan pengalamannya dijajah Hindia Belanda. Inilah yang disebut ikatan kebangsaan yang
mempersatukan komunitas mausia Indonesia yang memiliki: 1. nama/identitas bersama,
2. keyakinan, 3. komitmen dan sejarah bersama, 4. budaya bersama, 5. sistem
perekonomian bersama, 6. hak dan kewajiban yang sama bagi anggotanya, dan 7.
menguasai tanah air bersama yaitu Indonesia.
1. Landasan Hukum
Pendidikan Kadeham bertujuan membentuk peserta didik menjadi manusia yang
memiiki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Apresiasi ini diwujudkan dalam bentuk bela
negara, seperti yang tercantum dalam UUD 1945 hasil Amandemen, yaitu Pasal 27 Ayat
3, Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Ditegaskan kembali pada Pasal 30 Ayat 1, bahwa Tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan keamanan negara.
1) Pendidikan Kewiraan berdasarkan SK Bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan,
dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1973 merupakan realisasi pembelaan
negara melalui jalur pengajaran di Perguruan Tinggi sebagai Pendidikan Kewiraan
dan Pendidikan Perwira Cadangan.
2) Undang-Undang Nomor: 20/1982 tentang Pokok-Pokok Penyelenggaraan Pertahanan
Keamanan Negara menentukan Pendidikan Kewiraan adalah Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara (PPBN) di Perguruan Tinggi yang tidak terpisahkan dari
sistem Pendidikan Nasional dan wajib dikuti oleh setiap warga negara(mahasiswa).
3) Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 1994; menyatakan bahwa
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah umum bersama dengan
Pendidikan Agama dan Pendidikan Pancasila.
4) SK Dirjen Dikti Nomor: 151/2000 menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
dan PPBN termasuk MPK yang merupakan kurikulum inti di PT serta wajib diikuti
oleh setiap mahasiswa.
5) Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departeman Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor: 38/DIKTI/Kep/2002 tentang Rambu-Rambu
Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan
Tinggi yang mencantumkan Mata Kuliah Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahsa Indonesia.
2. Landasan Konseptual
Fokus utama Pendidikan Kadeham terletak pada pemahaman dan upaya untuk
hidup dalam konteks perbedaan, baik secara perseorangan maupun kelompok, tanpa harus
terperangkap oleh nilai primordialisme budaya lokal yang sempit. Pemahaman dan
penghayatan terhadap nilai-nilai bersama diharapkan mampu membuahakan sikap dan
upaya sinergi-kolaboratif dalam mengatasi berbagai persoalan bersama. Singkat kata,
Pendidikan Kadeham tidak sekedar untuk mengantar peserta didik untuk memahami
keragaman budaya, tetapi sekaligus mengantarkan mereka untuk menghayati nilai-nilai
bersama yang bisa di-sharing sebagai dasar dan pandangan hidup bersama.
Motivasi pendidikan yang menempatkan pelajaran muatan lokal sebagai isu
sentral secara umum adalah untuk mencari dan akhirnya, jika dikehendaki, menetapkan
identitas budaya bangsa, yang mungkin hilang karena proses persilangan dialektis, atau
karena pertemuan dengan budaya asing yang telah, sedang, dan akan terus terjadi sebagai
sesuatu yang tak terelakkan. Bagi kita, upaya menemukan dan menguatkan identitas
budaya bangsa yang baru atas dasar identitas lokal merupakan hal yang penting demi
penyatuan budaya bangsa di atas dasar indentitas kedaerahan. Orientasi pada tumbuh-
kembangnya kesadaran budaya hendaknya dimaknai sebagai situasi biophily, yakni
perasaan cinta kepada segala sesuatu yang memberikan kepuasan batin dan mengandung
nilai spiritualitas, bukannya situasi necrophily, yakni perasaan cinta kepada materi atau
kebendaan belaka. Dengan dekimian, pengkajian muatan lokal dalam Pendidikan
Kadeham akan menjadi subversive-force, yang mengubah dan memperbaharui keadaan,
sekaligus menyadarkan dan memberdayakan manusia Indonesia.
B. PENDIDIKAN KADEHAM DAN VISI INDONESIA 2030
Setiap bangsa memerlukan sebuah pernyataan visi yang jelas dengan perpaduan
antara fakta dan kemampuan yang ada dengan imajinasi di masa yang akan datang guna
mendorong seluruh lapisan masyarakat untuk bekerja dan berusaha lebih keras lagi saat
ini. Hal ini sangatlah penting dalam membangun konsensus politik dalam satu strategi
pengembangan nasional, yang meliputi, interdependensi, peranan dan tanggung jawab
dari berbagai institusi terkait dengan perekonomian, seperti Pemerintah Pusat dan
pemerintah daerah, korporasi di sektor privat, sektor usaha menengah dan kecil,
organisasi masyarakat, dan lain sebagainya. Sebuah visi juga harus dapat
mengidentifikasi potensi kerugian dan kegagalan rencana serta solusi yang paling
memungkinkan dalam rangka memobilisasikan usaha disertai dengan fokus utama.
C. HAKIKAT VISI, DAN MISI, PENDIDIKAN KADEHAM
1. Hakikat Pendidikan Kadeham
Hakikat Pendidikan Kadeham bertujuan membekali dan memantapkan peserta
didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan warga negara Indonesia yang
Pancasilais dengan negara dan sesama warga negara. Dengan kemampuan dasar,
diharapakn mahasiswa mampu menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-
hari, memiliki kepribadian yang mantap, berpikir kritis, bersikap rasional, etis, estetis dan
dinamis; berpandangan luas; bersikap demokratis dan berkeadaban.
2. Visi, Misi, Tujuan Pendidikan Kadeham
Visinya yaitu menjadi sumber nilai dan pedoman penyelenggaraan dan
pengembangan program studi dalam mengantarkan peserta didik memantapkan
kepribadiannya sebagai manusia Indonesia.
Misinya yaitu membantu peserta didik memantapkan kepribadiannya agar secara
konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan, dan cinta
tanah air sepanjang hayat dalam menguasai, menerapkan, dan mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni dengan rasa tanggung jawab.
Secara umum tujuan Pendidikan Kadeham adalah agar peserta didik memiliki
motivasi bahwa Pendidikan Kadeham yang diberikan kepada mereka berkaitan erat
dengan peranan dan kedudukan individu, anggotaa keluarga, anggota masyarakat dan
sebagai warganegara Indonesia yang terdidik, serta bertekad dan bersedia untuk
mewujudkannya.
Secara khusus Pendidikan Kadeham bertujuan, sebagai berikut :
1. Membentuk kecakapan partisipatif yang bermutu dan bertanggungjawab
2. Memberdayakan warga masyarakat yang baik dan mampu menjaga persatuan
3. Menghasilkan peserta didik yang berpikir komprehensif, analitis, kritis, serta
bangga terhadap bangsa dan negara
4. Mengembangkan budaya dan perilaku demokratis
5. Mampu membentuk peserta didik menjadi good and responsible citizen
D. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KADEHAM
Sebagaimana diketahui, bahwa ancaman yang dihadapi oleh bangsa Indonesia
dalam mewujudkan visi dan misi sebenarnya lebih mengarah pada tantangan nonfisik dan
gejolak sosial. Kondisi menuntut bentuk bela negara dalam berbagai aspek kehidupan
yang tidak terlepas dari pengaruh lingkungan strategis dari luar maupun dalam serta
langsung maupun tidak langsung. Untuk itulah bangsa Indonesia harus menyusun
rumusan/konsep bela negara yang dikaitkan dengan lingkungan strategi yaitu pemahaman
tentang wilayah negara yang berada dalam kesatuan dan persatuan, pemahaman tentang
ketahanan nasional dalam mempertahankan keutuhan bangsa dan negara Indonesia.
Konsep bela negara sebenarnya telah diperkenalkan sejak 1973, pada Ketetapan MPR
Nomor: IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis besar Haluan Negara (GBHN), yaitu
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
Sasaran Pendidikan Kadeham bagi arganegara yang demokratis adalah
mengajarkan secara komprehensif apakah makna kebangsaan, demokrasi, dan Hak Asasi
Manusia itu sesungguhnya, dan pada akhirnya melalui pemahaman tersebut akan
menumbuhkan rasa kebangsaan atau harga diri bangsa. Melalui Pendidikan Kadeham,
para mahasiswa dituntut untuk dapat mengembangkan kriteria bagi terwujudnya
nasionalisme, demokrasi, dan HAM secara kritis dan ilmiah, di samping sebagai alat
untuk mengevaluasi pemerintah apakah telah melaksanakan fungsinya sebagai pengayom
masyarakat atau tidak.
BAB II
KEBANGSAAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu permasalahan pokok yang belum terpecahkan di dalam proses
“menjadi” negara bangsa (nation-state) Indonesia setelah berusia lebih dari setengah abad
adalah terbentuknya sebuah sistem politik demokratis yang berlandaskan pada nilai
persatuan dan kesatuan, kebangsaan, dan integrasi sosial yang mampu beradaptasi dengan
proses perubahan global. Mengingat dasar utama negara Indonesia adalah kebangsaan
(nationhood), maka nasionalisme harus dipelihara agar tetap relevan menghadapi
tantangan jaman. Oleh karena itu, merosotnya nasionalisme pada dasarnya akan
membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia. Lebih lanjut gagalnya
usaha menanamkan rasa kebangsaan dalam praksis penyelenggaraan negara itu membuka
peluang bagi tumbuhnya kecemburuan, ketidakpuasan, konflik sosial, disintegrasi bangsa,
separatisme, dan lain sebagainya. Gejala-gejala sosial itu lebih merupakan manifestasi
atau akibatnya dari terpuruknya rasa kebangsaan dan bukanlah penyebab ataupun
pendorong terjadinya keretakan solidaritas bangsa atau kesatuan dan persatuan bangsa.
Nasionalisme atau kebangsaan Indonesia sebagai landasan ideologis bagi
keberadaan sebuah komunitas politik (political community) mengalami pasang surut di
sepanjang sejarah Indonesia. Menarik perhatian bahwa tututan separatisme dan
disintegrasi bangsa sebagai manifestasi dari rapuhnya kebangsaan Indonesia datang dari
daerah, terutama luar Jawa seperti Aceh, Papua, Ambon dan lain sebagainya. Adapun
pertanyaan sentral yang perlu diajukan adalah : “Berhasilkah selama ini Indonesia
menjalankan transfomasi untuk mewujudkan nasionalisme sebagaimana diamanatkan
dalam Sumpah Pemuda 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan 1945? Jawabannya, secara
kategoris jelas “belum”. Realitasnya bukan semangat kebangsaan yang terwujud secara
praksis, tetapi justru pemusatan kekuasaan oleh satu kelompok, monopoli, korupsi,
kolusi, nepotisme, feodalisme birokrasi, tindakan represi, dan primordialisme, yang pada
gilirannya membawa semangat kebangsaan dan solidaritas bangsa menjadi rapuh dan
terkoyak. Nation and character building yang diupayakan sejak awal keberadaan bangsa
dan negara Indonesai akhirnya menemui kegagalan yag tragis. Kegagalan meng-
Indonesia-kan masyarakat Timor-Timur selama hampir seperempat abad berintegrasi
dengan Negara Kesatuan RI merupakan contoh tragis pembangunan kebangsaan
Indonesia di masa lalu.
B. HAKIKAT NASIONALISME
1. Pengertian Nasionalisme
Dalam beberapa literatur ilmu-ilmu sosial, istilah nasionalisme berasal dari bahasa
latin, yaitu natio yang berarti bangsa yang dipersatukan karena kelahiran, dan dari kata
nasci yang berarti dilahirkan. Nasionalisme berarti bangsa yang bersatu karena faktor
kelahiran yang sama. Pengertian nasionalisme mengalami perkembangan beragam, yang
secara keseluruhan dapat diklasifikasikan menjadi tiga pengertian. Pertama, nasionalisme
adalah sebuah ideologi sekaligus merupakan satu bentuk dari perilaku (behaviour).
Kedua, nasionalisme adalah sebuah cita-cita yang ingin memberi batas antara kita yang
sebangsa dengan mereka dari bangsa lain, antara negara kita dengan negara lain. Ketiga,
nasionalisme adalah ibarat satu koin yang mempunyai dua sisi, yaitu sisi pertama adalah
politik, dan sisi lainnya adalah etnisitas politi, sedangkan substansinya tidak bisa lain
kecuali sentimen etnik (Nodia, 1998).
2. Perkembangan Konsep Nasionalisme
Nasionalisme bangsa tumbuh dan berkembang sebagai jawaban atas kondisi
struktur sosial yang ada. Nasionalisme bangsa Indonesia lahir di bawah tekanan
penjajahan. Oleh karena itu, nasionalisme Indonesia bersifat anti penjajahan, anti
kolonialisme dan imperialisme. Nasionalisme Indonesia lahir untuk menghilangkan
diskriminasi yang diciptakan oleh penjajah dengan berbagai peraturan untuk memberikan
kesempatan dan keuntungan yang berbeda menurut rasa suka dan tingkat sosial dalam
masyarakat. Nasionalisme Indonesia lahir untuk memerangi kemiskinan dan kebodohan
sebagai akibat penjajahan. Karena lahir untuk menentang dan mengusir penjajah maka
nasionalisme Indonesia bersifat integratif.
C. HAKIKAT BANGSA
1. Memahami Konsep Bangsa
Konsep bangsa memiliki pengertian yang sangat luas dan beragam. Secara umum
pengertian bangsa (nation atau natie) adalah sekumpulan manusia yang merupakan suatu
kesatuan karena mempunyai kesatuan politik yang sama. Istilah bangsa atau Nation
berasal dari bahasa Perancis dan natie berasal dari bahasa Belanda sedangkan dalam
bahasa Jerman disebut volk. Di sini istilah bangsa diartikan sebagai sekumpulan manusia
yang merupakan suatu kesatuan karena mempunyai persamaan kebudayaan, seperti
bahasa, adat istiadat, agama dan sebagainya (KOHN, 1976). Karena bangsa diartikan
demikian, maka bangsa Indonesia dipersamakan dengan bangsa-bangsa Eropa, bangsa-
bangsa Asia Tenggara dan sebagainya. Dalam pengertian modern, bangsa sesungguhnya
adalah sebuah konstruksi yang dihasilkan oleh sebuah visi yang diperjuangkan, bukan
oleh nasib yang telah ditentukan oleh takdir. Bangsa Indonesia, misalnya, tidak muncul
begitu saja sebagai sebuah keharusan ilmiah, tetapi merupakan hasil perjuangan dan
akibat dari sebuah pergolakan sejarah. Demikian pula dengan bangsa Filipina, Vietnam,
Kamboja, dan lain sebagainya.
2. Perkembangan Konsep Bangsa
Kebangsaan (nationhood) adalah suatu bentuk loyalitas yang sifatnya fluktuatif,
dapat turun dan naik. Bedasarkan pemikiran ini, adalah menarik untuk mempertanyakan
orang-orang yang masih berdomisili, lahir dan bekerja di Indonesia umpanya, tidak
memiliki kesadaran, kesetiaan dan kemauan untuk membangun Indonesia.
Para pakar membedakan antara karakteristik obyektif dan karakteristik subyektif
kebangsaan (nationhood). Karakteristik obyektif ialah wilayah, teritorial, sejarah, dan
struktur ekonomi. Sedangkan karakteristik subyektif adalah kesadaran, kesetiaan, dan
kemauan. Karakteristik subyektif biasanya sangat tepat untuk definisi bangsa, sedangkan
karakteristik obyektif untuk penjelasan.
3. Proses Pembentukan Negara-Bangsa
Suatu negara yang memiliki berbagai suku bangsa dan ras berupaya keras
membentuk suatu bangsa baru dengan identitas kultural yang baru pula. Hal itu
dimaksudkan agar dapat bertahan lama dan mampu mencapai tujuan. Proses terbentuknya
suatu negara terpusat modern yang penduduknya meliputi satu nasionalitas (suatu bangsa)
merupakan proses pembentukan bangsa-negara. Pengertian bangsa dalam istilah satu
banga berbeda dengan pengertian bangsa dalam istilah negara-bangsa (nation-state).
Bangsa dalam bangsa-negara mencakup jumlah kelompok msayrakat (berbgaia suku
bangsa dan ras) yang lebih luas daripada bangsa dalam suatu bangsa. Kesamaan identitas
kultural dalam suku bangsa lebih sempit cakupannya daripada identitas kultural bangsa-
negara.
Benedict Anderson (2001), merumuskan proses pembentukan bangsa pada
hakikatnya berlangsung secara unik. Bangsa merupakan komunitas politik yang
dibayangkan (imagined political community) dalam wilayah yang jelas batasnya dan
berdaulat. Dikatakan sebagai komunitas politik yang dibayangkan karena bangsa yang
paling kecil sekalipun para anggotanya tidak kenal satu sama lain. Dibayangkan secara
terbatas karena bangsa yang paling besar sekalipun, dengan penduduknya ratusan juta
jiwa, mempunyai batas wilayah yang relatif jelas. Dibayangkan sebagai berdaulat karena
bangsa ini berada dibawah suatu negara mempunyai kekuasaan atas seluruh wilayah dan
bangsa tersebut. Akhirnya disebut sebagai komunitas yang dibayangkan karena terlepas
dari adanya kesenjangan dan penindasan, para anggota bangsa itu selalu memandang satu
sama lain sebagai saudara sebangsa dan setanah air. Perasaan sebangsa inilah yang
menyebabkan berjuta-juta orang bersedia mati bagi komunitas yang dibayangkan itu.
Sementara itu, secara umum dikenal adanya dua model proses pembentukan
bangsa-negara. Pertama, model ortodoks yang bermula dari adanya suatu bangsa terlebih
dahulu untuk kemudian bangsa itu membentuk satu negara tersendiri. Setelah bangsa-
bangsa ini terbentuk, kemudian suatu rezim politik (konstitusi) dirumuskan dan
ditetapkan, dan sesuai dengan pilihan rezim politik itu, dikembangkan sejumlah bentuk
partisipasi politik warga masyarakat dalam kehidupan bangsa-negara. Kedua, model
mutakhir yang berawal dari adanya negara terlebih dahulu, yang terbentuk melalui proses
tersendiri, sedangkan penduduknya merupakan kumpulan proses tersendiri, sedangkan
penduduknya merupakan kumpulan sejumlah kelompok suku bangsa dan ras.
BAB III
DEMOKRASI
A. LATAR BELAKANG
Hampir semua negara menyatakan dirinya demokratis. Setiap orang tak terkecuali
senatiasa menyatakan bahwa dirinya demokatis. Semua pihak yang menyelenggarakan
pemerintahan juga menyatakan pihaknya sangat demokratis. Semua rezim pemerintah
menyebut demokrasi, padahal dalam praktiknya seringkali menangkap lawan-lawan
politiknya tanpa proses hukum. Istilah demokrasi nampaknya merupakan pernyataan
emosional bagi setiap orang, pemimpin nasional dan lokal, elit partai, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi massa dan lain sebagainya sesuai dengan hasrat dan seleranya.
Selanjutnya timbul pertanyaan kira-kira apa kriteria dan ukuran yang bisa dipergunakan
untuk menilai demokrasi yang berlaku secara obyektif dan tidak berdasarkan pada selera
politik tertentu.
Demokrasi masih menjadi sebuah agenda penting sistem politik di seluruh dunia.
Manusia dari berbagai bangsa atau negara, dengan berbagai latar belakang agama,
peradaban, dan sejarah umumya mengakui demokrasi sebagai sesuatu yang harus
diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat. Demokrasi diagungkan banyak orang
terutama dalam bidang politik (walaupun saat ini nilai demokrasi mulai dikembangkan di
bidang-bidang lain).
B. HAKIKAT DEMOKRASI
Ditinjau dari asal-usul katanya, sitilah demokrasi berasal dari kata Yunani
“demos” yang berarti rakyat, dan “kratia” berati kewenangan untuk mengatur. Kata
“demokrasi” dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih dikenal
sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Konsep demokrasi
menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar,
sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu
negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam
suatu negara (umumya berdasarkan konsep dan prinsip-pinsip trias politica) dengan
kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemeritahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara
untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah
prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaa politik negara (eksekutif, yudikatif,
dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas dan
berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran jenis lembaga negara ini
diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol
berdasarkan prinsip checks and balances.
C. PERKEMBANGAN PRAKTIK DEMOKRASI
Dalam perkembangannya dewasa ini, sistem demokrasi tidak bisa kiat identifikasi
sebagai sebuah sistem politik belaka. Demokrasi tidak hanya dapat diidentifikasi dengan
kebebasan berpolitik. Di masa depan demokrasi harus mampu masuk ke dalam bidang,
misalnya ekonomi, sosial, dan budaya.
Walaupun Barat berusaha memaksakan warna demokrasi pada bangsa-bangsa
lain, tampaknya demokrasi liberal tidak bisa diterima secara utuh oleh setiap bangsa.
Seperti yang dikemukakan oleh Presiden RI, Soeharto ; “Demokrasi bisa diperjuangkan
tanpa perlu mengikuti bentuk yang diperagakan di Barat dan lebih mencerminkan nilai-
nilai setempat. Yang terpenting adalah bahwa setiap anggota masyarakat berhak
berpartisipasi dan memiliki keterbilatan bebas dalam proses pengambilan kebijakan yang
menyangkut dirinya. Karena itu landasan hukumnya tetap keharusan mempraktekkan
pemilihan umum yang bebas dan adil untuk menyeleksi pemimpin-peminpin politik”.
D. INDIKATOR PELAKSANAAN SISTEM DEMOKRASI
Dalam tataran politik, demokrasi dapat diukur dengan menggunakan dua dimensi,
yaitu : 1. seberapa tinggi tingkat konstelasi kompetisi, atau oposisi yang dimungkinkan,
dan 2. seberapa banyak warga negara memperoleh kesempatan berpartisipasi dalam
kompetisi politik itu. Bertolak dari gagasan ini, demokrasi didefinisikan sebagai suatu
sistem pemerintahan yang memenuhi tiga syarat pokok: Pertama, kompetisi yang
sungguh-sungguh dan meluas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok
organisasi (terutama partai politik) untuk memperebutkan jabatan-jabatan dalam
pemerintahan. Kedua, partisipasi politik yang melibatkan sebanyak mungkin warga
negara dalam pemilihan pemimpin atau kebijakan, paling tidak melalui Pemilu yang
diselenggarakan secara regular dan adil. Ketiga, setiap warga negara dewasa memiliki
kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan untuk membentuk dan bergabung ke
dalam organisasi yang cukup menjamin integritas kompetisi dan partisipasi politik.
E. PENYELENGGARAAN PEMILU SEBAGAI PRAKTEK DEMOKRASI
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses diaman para pemilih memilih
orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan yang diisi
beraneka-ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat diberbagi tingkat Pemerintahan,
sampai kepala desa.
Para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para
kandidat Pemilu menawarkan visi program-programnya pada masa kampanye.
Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan
suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang
Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya
telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta dan disosialisasikan ke para pemilih.
F. DEMOKRASI INDONESIA DI MASA DEPAN
Seperti yang telah disinggung pada bagian sebelumnya, denga gagalnya
pelaksanaan demokrasi konstitusional yang prematur, Demokrasu Terpimpin dan
Demokrasi Pancasila, maka masyarakat Indonesia perlu mengkaji ulang pengalaman-
pengalaman tersebut untuk menumbukankembangkan demokrasi yang sesungguhnya.
Pada masa mendatang, UUD 1945 cukup strategis menjadi landasan demokrasi asalkan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan jiwa yang terdapat dalam UUD 1945. Selama
ini UUD 1945 hanya dijadikan konstitusi yang semantik(formal). Ketentuan yang
mengatur demokrasi sengaja tidak dilaksanakan atau dikesampingkan, tetapi yang
mengutungkan penguasa dikedepannya.
UUD 1945 menurut ketentuan dan jiwa yang dianutnya dapat dikatakan umunya
mengakomodasikan semua pilar-pilar demokrasi tersebut di atas, karena itu masih
mampu dijadikan dasar dalam pengembangan demokrasi Indonesia menuju Indonesia
yang lebih baik.
Upaya untuk menerapkan pilar-pilar demokrasi tersebut di atas dalam
menumbuhkembangkan demokrasi di Indonesia bukanlah suatu impian. Perlu diketahui
bahwa pilar-pilar tersebut telah dijadikan pedoman untuk menerapkan sistem demokrasi,
bukan hanya bagi negara-negara maju, tetapi juga bagi negara-negara dunia ketiga yang
tidak mau lagi menerapkan negara ototarian modern, seperti Filipina, India, dan Afrika
Selatan dan beberapa negara Eropa Timur bekas dalam mewujudkan penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih (good governance).
Pilar-Pilar demokrasi :
1. Kedaulatan rakyat
2. Pemerintah yang mewujudkan good governance
3. Kekuasaan mayoritas
4. Terjaminnya hak minoritas
5. Jaminan terhadap hak asasi manusia
6. Pemilihan umum yang bebas, jujur, dan adil
7. Persamaan hak di depan hukum(supremasi hukum)
8. Peradilan yang bebas dan tidak memihak
9. Pembatasan kekuasaan pemerintah secara konstitusional
10. Nilai-niali toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat
11. Terwujudnya masyrakat adab
12. Kemajemukan sosial, ekonomi, dan politik
BAB IV
HAK ASASI MANUSIA
A. LATAR BELAKANG
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan landasan bagi kebebasan, keadilan, dan
kedamaian. HAM menyangkut semua aspek yang dibutuhkan manusia untuk tetap
menjadi manusia, baik dari segi kehidupan sipil, politik, ekonomi, sosial, maupun
budaya.
Keberadaan HAM dalam perkembangan dan implementasinya dapat dikaji dari
berbagai perspektif. Dari segi etika dan moral, misalnya, HAM mempertajam
pemahaman kia tentang martabat manusia, sehingga keberadaan Deklarasi Universal
HAM dapat dipandang sebgai batu pijakan bagi kerangka implemantasi HAM. Deklarasi
ini adalah sebuah pernyataan tentang tatanan niali atau norma-norma etika yang
seharusnya dijunjung tinggi oleh umat manusia.
B. PENGERTIAN DAN DEFINISI HAK ASASI MANUSIA
Istilah Hak Asasi Manusia pada hakikatnya memiliki pengertian yang hampir
sama, meskipun masing-masing negara menggunakan bahasa yang berbeda-beda.
Misalnya, HAM dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Human Rights, sedangkan bahasa
Perancis disebut sebagai des droits de l’homme. Definisi Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang dei kehormatan serta
pelindungan harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang
dimiliki oleh manusia sesuai dengan kodratnya. Hak asasi manusia meliputi hak hidup,
hak kemerdekaan atau kebebasan, hak milik dan hak-hak dasar lain yang melekat pada
diri manusia dan tidak dapat diganggu gugat oleh orang lain. Dengan demikian hak asasi
manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat
universal dan langgeng. Oleh karena itu, HAM harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
C. SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA
Sebelum terbentuknya Universal Declaration of Human Rights, secara historis
sebenarnya terdapat beberapa ketentuan yang mengatur mengenai Hak Asasi Manusia.
Adapun ketentuan-ketentuan yang dimaksud yaitu :
Magna Charta : ini dikeluarkan pada tahun 1215 di Inggris, dan sering disebut
sebagai cikal bakal Hak Asasi Manusia, walaupun sebenarnya kurang tepat. Magna
Charta hanya berisi “kompromi” antara Raja John dengan para bangsawan tentang
pembagian kekuasaan, khususnya dalam rangka mengurangi kekuasaan raja.
Bill of Rights : lahir akibat dari “Glorious Revolution” (revolusi tanpa
pertumpahan darah) pada tahun 1688, yang merupakan hasil perjuangan parlemen
melawan pemerintahan raja-raja dari Dinasti Stuart dan menundukan monarki dibawah
kekuasaan parlemen Inggris.
Declaration of Independence : merupakan alasan masyarakat Amerika untuk
melepaskan diri dari kekuasaan Inggris yang terjadi pada tahun 1776. Isi dari deklarasi ini
sebenarnya diambil dari ajaran John Locke (1632-1704).
D. HAM DALAM PERSPEKTIF ISLAM (DEKLARASI KAIRO)
Dalam perspektif Islam, HAM diletakkan sebagai hurumat (kemuliaan,
kelapangan, penghormatan). Dengan pengertian ini, pada hakikatnya manusia sebagai
makhluk yang dimuliakan Tuhan, dan kemuliaa manusia itu tampak pula pada anasir
penciptaannya yang sempurna. Manusia dalam kemuliaannya ditandai dengan kewajiban
untuk mengabdi kepada Tuhan dan berhubungan baik dengan sesamanya serta memilhara
kewajiban dan tanggung jawab secara vertikal dan horizontal. Dengan demikian manusia
dalam Islam bukanlah pemilik hak asasi manusia melainkan yang dititpi hak asasi untuk
ditegakkan bersama-sama manusia lainnya (Shoelhi, ed., 2003).
Dewasa ini pelaksanaan HAM tidak lepas dari perhatian umat Islam. Apalagi
mayoritas negara-negara muslim adalah tergolong ke dalam barisan negara-negara dunia
ketiga yang banyak merasakan perlakuan ketidakadilan negara-negara Islam, HAM Barat
tidak sesuai dengan pandangan ajaran Islam yang telah ditetapkan Allah SWT. Berakitan
dengan itu, negara-negara Islam yang tergabung dalam Organization of Islamic
Confrence (OIC/OKI) pada tanggal 5 Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi tentang
kemanusiaan sesuai syariat Islam di Kairo (Salim, et al, 2000).
E. PENGATURAN DAN KATEGORISASI HAK ASASI MANUSIA
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa HAM telah diatur melalui
mekanisme hukum internasional. Adapun mekanisme tersebut, antara lain meliputi
instrumen hukum HAM internasional berupa perjanjian internasional yang dihasilkan
PBB, termasuk pula di dalamnya sarana kelembagaan untuk mengawasi pelaksanaan
HAM, antara lain, seperti Komisi HAM PBB (United Nations High Commission on
Human Rights), maupun komisi-komisi khusu yang diciptakan dalam rangka pengawasan
terhadap pelaksanaan suatu perjanjian (covenant) HAM Internasional tertentu
(Burguental, 1995)
Dewasa ini yang dianggap sebagai instrumen HAM Internasional yang utama
(major instruments) adalah Deklarasi Universal HAM, serta dua perjanjian internasional
yang terdiri dari Perjanjian Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, serta
Perjanjian Internasonal tentang Hak-Hak ekonomi, sosial dan budaya.
Indonesia sampai saat ini belums seluruhnya meratifikasi Instrumen Pokok Hak
Asasi Manusia di atas. Namun kondisi Hak Asasi Manusia Nasional (Komnas HAM)
sedang megajukan beberapa perjanjian tersebut untuk diratifikasi (Idjehar, 2003). Akann
tetapi, untuk diketahui bahwa samapi sekarang Indonesia sudah meratifikasi delapan
Instrumen internasional yang berkaitan dengan HAM, yaitu :
1. Konvensi Hak-hak Politik Perempuan (UU No.68 Tahun 1958) berisi 3 pasal
2. Konvensi Hak-hak Anak (Keppres No.36 Tahun 1990) berisi 45 pasal
3. Konvensi Anti-Apartheid dalam Olahraga (Keppres No.48 Tahun 1993)
4. Konvenan Internsional Hak Sipil dn Politik (UU No.12 Tahun 2005)
Ketiga generasi HAM diatas memperlihatkan HAM tidak bersifat statis melainkan
dinamis, sesuai dengan dinamika yang terjadi di masyarakat. Jika pada awal mulanya
pemahaman HAM semata-mata memberikan perlindungan kepada individu terhadap
absolutisme negara, maka selanjutnya dengan HAM akan tercipta kondisi sosial, dan
ekonomi yang akan memungkinkan individu mengembangkan potensinya.
Hak yang terdapat dalam Bab X Undang- Undang Dasar 1945 :
1. Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya
2. Hak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
3. Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
4. Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
5. Hak untuk mendapatkan pendidikan
6. Hak untuk memperjuangkan haknya
7. Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan
8. Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan
9. Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama denga pemerintah
10. Hak atas status kewarganegaraan
11. Hak bebas memeluk agama
12. Hak memilih pekerjaan
13. Hak memilih kewarganegaraan
14. Hak memilih tempat tinggal
15. Hak untuk kebebasan berserikat
16. Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan
17. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
18. Hak atas perlindunga diri
19. Hak atas rasa aman
20. Hak untuk bebas dari penyiksaan
21. Hak atas jaminan sosial
22. Hak atas milik pribadi
23. Hak untuk bebas dari diskriminasi
24. Hak atas identitas budaya
25. Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin
Hak asasi yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia teridri atas:
1. Hak untuk hidup
2. Hak mengembangkan diri
3. Hak memperoleh keadilan
4. Hak atas kebebasan pribadi
5. Hak atas rasa aman
6. Hak atas kesejahteraan
7. Hak turut serta dalam pemilaharaan
8. Hak wanita
9. Hak anak