Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    1/28

    EMPAT MODEL PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR

    DAN PULAU-PULAU KECIL

    DISUSUN OLEH:

    AZRINA DARWIS (B111 07 034)

    MUH. RISWAN AMIR (B111 07 160)

    MUH. NUR UDPA (B111 07 173)

    ANDI NUR AULIYAH (B111 07 184)

    SARAH MAHARDHIKA (B111 07 185)

    AYU AMALIA (B111 07 187)

    WINDA DEVI MUNTU (B111 07 202)

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    2010

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    2/28

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlahpulau, menurut data Departemen Dalam

    Negeri Republik Indonesia tahun 2004, adalah sebanyak 17.504 buah. 7.870 di antaranya telah

    mempunyai nama, sedangkan 9.634 belum memiliki nama. Jumlah pulau yang tidak sedikit

    inilah yang menjadi salah satu faktor banyaknya jumlah nelayan yang tersebar di bumi Nusantara

    Indonesia, yang berjumlah sekitar dua juta nelayan. Indonesia juga akrab dikenal sebagai negara

    maritime yang memiliki wilayah laut 2/3 dari seluruh luas wilayah Negar dan memiliki kekayaan

    bahari yang begitu melimpah, layaknya menjadi surga setiap pelaut dan nelayan yang hidup di

    bumi ini.

    Wilayah pesisir yang merupakan sumber daya potensial di Indonesia adalah suatu wilayah

    peralihan antara daratan dan lautan. Sumber daya ini sangat besar yang didukung oleh adanya

    garis pantai sepajang sekitar 81.000 km (Dahuri et al. 2001). Garis pantai yang panjang ini

    menyimpan potensi kekayaan sumber alam yang besar. Potensi itu diantaranya potensi hayati

    dan non hayati. Potensi hayati misalnya: perikanan, hutan mangrove, dan terumbu karang,

    sedangkan potensi nonhayati misalnya: mineral dan bahan tambang serta pariwisata. Di daerah

    ini juga berdiam para nelayan yang sebagian besar masih prasejahtera. Keadaan pantai di

    Indonesia sangat bervariasi, yaitu mulai dari pantai pasir putih-berbatu, landai-terjal, bervegetasi-

    berlumpur, teduh, bergelombang yang semua ini sangat cocok dengan berbagai peruntukannya,

    seperti perikanan pantai, budidaya perikanan, industri perhotelan, turisme, dan lain-lain.

    Sumber daya pesisir merupakan modal dasar pembangunan yang penting bagi pembangunan

    ekonomi Indonesia pada masa mendatang. Ekosistem Pesisir dan keanekaragaman hayatinya

    berperan dalam menyangga dan merespon perubahan iklim nasional dan global terutama di pulau

    yang sangat kecil (< 100 ha) yang rawan tenggelam. Dalam kondisi yang demikian, upaya

    pengelolaan pesisir untuk memanfaatkan sumber dayanya secara lestari belum memadai.

    Pemanfaatan yang berlebih (over exploitation) telah mengakibatkan degradasi sumber daya

    http://id.wikipedia.org/wiki/Pulauhttp://id.wikipedia.org/wiki/Departemen_Dalam_Negeri_Republik_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Departemen_Dalam_Negeri_Republik_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/2004http://id.wikipedia.org/wiki/Pulauhttp://id.wikipedia.org/wiki/Departemen_Dalam_Negeri_Republik_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Departemen_Dalam_Negeri_Republik_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/2004
  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    3/28

    pesisir. Tekanan pemanfaatan sumber daya pesisir semakin parah dengan adanya krisis ekonomi,

    sehingga mendorong banyak pihak bersaing mendapatkan sumber daya yang masih tersisa

    dengan berbagai cara. Situasi ini mempengaruhi kehidupan masyarakat dan menimbulkan

    marginalisasi masyarakat pesisir. Permasalahan ini disebabkan banyak faktor, antara lain belum

    diadopsi pendekatan Pengelolaan Pesisir terpadu.

    Suatu hal yang wajarlah ketika pemerintah mengatasnamakan negara berjuang mati matian untuk

    memberikan kesejahteraan masyarakat di daerah pesisir. Salah satu pembuktian akan keseriusan

    pemerintah dalam menunjang kesejahteraan daerah pesisir yaitu dengan disahkannya Undang

    Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dimana dalam salah satu pasalnya,

    Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan kewenangan daerah di wilayah laut

    adalah: Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut

    tersebut, Pengaturan kepentingan administratif, Pengaturan tata ruang, Penegakan hukum

    terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh

    Pemerintah, dan Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara. Undang Undang ini

    dengan jelas memberikan kewenangan akan pemanfaatan sebesar-besarnya daerah pesisir dengan

    tetap memerhatikan keseimbangan di daerah tersebut.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan untuk memfokuskan penulisan ini, masalah yang

    terumuskan yaitu:

    1. Bagaimana model pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara sentralistik,

    desentralistik, co-management, dan pengelolaan terpadu?

    2. Diatara model pengelolaan yang ada, manakah yang menjadi model pengelolan yang

    tepat untuk diterapkan di Indonesia?

    BAB II

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    4/28

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    5/28

    Robert Kay, 1999 mengelompokkan pengertian wilayah pesisir dari dua sudut pandang

    yaitu dari sudut akademik keilmuan dan dari sudut kebijakan pengelolaan. Dari sisi keilmuan

    Ketchum, 1972 dalam Kay 1999 mendefinisikan wilayah pesisir sebagai sabuk daratan yang

    berbatasan dengan lautan dimana proses dan penggunaan lahan di darat secara langsung

    dipengaruhi oleh proses lautan dan sebaliknya. Definisi wilayah pesisir dari sudut pandang

    kebijakan pengelolaan meliputi jarak tertentu dari garis pantai ke arah daratan dan jarak tertentu

    ke arah lautan. Definisi ini tergantung dari issue yang diangkat dan faktor geografis yang relevan

    dengan karakteristik bentang alam pantai (Hildebrand and Norrena, 1992 dalam Kay,1999).

    Pengelolaan wilayah pesisir menyangkut pengelolaan yang terus menerus mengenai penggunaan

    wilayah pesisir dan sumberdaya didalamnya dari area yang telah ditentukan, dimana batas-batas

    secara politik biasanya dihasilkan melalui keputusan legislatif atau eksekutif (Jones and

    Westmacott, 1993 dalam Kay 1999).

    2.2 Isu Perencanaan Wilayah Pesisir

    Terjadinya konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang :

    Antar wilayah otonom yang saling berbatasan

    Antar sektor (pertambangan, pariwisata, permukiman, infrastruktur, perikanan, dsb)

    Antaraprivate denganpublic domain

    Antara pembangunan ekonomi (development forces) dengan lingkungan (conservation

    forces)

    Antara daerah hulu (upstream) dan daerah hilir (downstream)

    Antara urban culture dengan local culture

    Antara visi dan misi Pusat dengan Daerah

    2.4 PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR

    Keterpaduan perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu ini mencakup 4

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    6/28

    (empat) aspek, yaitu: (1) keterpaduan wilayah/ekologis; (2) keterpaduan sektor; (3) keterpaduan

    disiplin ilmu; dan (4) keterpaduanstakeholder.

    a. Keterpaduan Wilayah/Ekologis

    Secara keruangan dan ekologis wilayah pesisir memiliki keterkaitan antara lahan atas (daratan)

    dan laut lepas. Hal ini disebabkan karena wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara

    daratan dan laut. Dengan keterkaitan kawasan tersebut, maka pengelolaan kawasan pesisir dan

    laut tidak terlepas dari pengelolaan lingkungan yang dilakukan di kedua kawasan tersebut.

    Berbagai dampak lingkungan yang mengenai kawasan pesisir dan laut adalah akibat dari dampak

    yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan yang dilakukan di lahan atas, seperti pertanian,

    perkebunan, kehutanan, industri, pemukiman dan sebagainya, demikian juga dengan kegiatan

    yang dilakukan di laut lepas, seperti kegiatan pengeboran minyak lepas pantai dan perhubungan

    laut.

    Penanggulangan pencemaran yang diakibatkan oleh industri dan limbah rumah tangga,

    sedimentasi akibat erosi dari kegiatan perkebunan dan kehutanan, dan limbah pertanian tidak

    dapat hanya dilakukan di kawasan pesisir saja, melainkan harus dilakukan mulai dari sumber

    dampaknya. Oleh karena itu, pengelolaan di wilayah ini harus diintegrasikan dengan wilayah

    daratan dan laut serta Daerah Aliran Sungai (DAS).

    Menjadi satu kesatuan dan keterpaduan pengelolaan. Pengelolaan yang baik di wilayah pesisir

    akan hancur dalam sekejap jika tidak diimbangi dengan perencanaan DAS yang baik pula.

    Keterkaitan antar ekosistem yang ada di wilayah pesisir harus selalu diperhatikan.

    b. Keterpaduan Sektor

    Sebagai konsekuensi dari besar dan beragamnya sumberdaya alam di kawasan pesisir dan laut

    adalah banyaknya instansi atau sektor-sektor pelaku pembangunan yang bergerak dalam

    pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut.

    Akibatnya, sering kali terjadi tumpang tindih pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut antar satu

    sektor dengan sektor lainnya. Agar pengelolaan sumberdaya alam di kawasan pesisir dapat

    dilakukan secara optimal dan berkesinambungan, maka dalam perencanaan pengelolaan harus

    mengintegrasikan semua kepentingan sektoral.

    Kegiatan suatu sektor tidak dibenarkan mengganggu, apalagi sampai mematikan kegiatan sektor

    lain. Keterpaduan sektoral ini, meliputi keterpaduan secara horizontal (antar sektor) dan

    keterpaduan secara vertikal (dalam satu sektor). Oleh karena itu, penyusunan tata ruang dan

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    7/28

    panduan pembangunan di kawasan pesisir sangat perlu dilakukan untuk menghindari benturan

    antara satu kegiatan dengan kegiatan pembangunan lainnya.

    c. Keterpaduan Displin llmu

    Wilayah pesisir dan laut memiliki sifat dan karakteristik yang unik, baik sifat dan karakteristik

    ekosistem pesisir maupun sifat dan karakteristik sosial budaya masyarakat pesisir. Sehingga

    dalam mengkaji wilayah pesisir dan laut tidak hanya diperlukan satu disiplin ilmu saja, tetapi

    dibutuhkan berbagai disiplin ilmu yang menunjang sesuai dengan karakteristik pesisir dan lautan

    tersebut. Dengan system dinamika perairan pesisir yang khas, dibutuhkan disiplin ilmu khusus

    pula seperti hidrooseanografi, dinamika oseanografi dan sebagainya. Selain itu, kebutuhan akan

    disiplin ilmu lainnya juga sangat penting. Secara umum, keterpaduan disiplin ilmu dalam

    pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut adalah ilmu-ilmu ekologi, oseanografi, keteknikan,

    ekonomi, hukum dan sosiologi.

    d. Keterpaduan Stakeholder

    Segenap keterpaduan di atas, akan berhasil diterapkan apabila ditunjang oleh keterpaduan dari

    pelaku dan pengelola pembangunan di kawasan pesisir dan laut (Stakeholder). Seperti diketahui

    bahwa pelaku pembangunan dan pengelola sumberdaya alam wilayah pesisir antara lain terdiri

    dari pemerintah (pusat dan daerah), masyarakat pesisir, swasta/investor dan juga lembaga

    swadaya masyarakat (LSM) yang masing-masing memiliki kepentingan terhadap pemanfaatan

    sumberdaya alam di kawasan pesisir. Penyusunan perencanaan pengelolaan terpadu harus

    mampu mengakomodir segenap kepentingan pelaku pembangunan sumberdaya pesisir dan laut.

    Oleh karena itu, perencanaan pengelolaan pembangunan harus menggunakan pendekatan dua

    arah, yaitu pendekatan "top down" danpendekatan "bottom up".

    BAB III

    PEMBAHASAN

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    8/28

    3.1 Sentralistik Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

    Sebagaimana kebijakan pengelolaan lingkungan di Indonesia lainnya bahwa pengelolaan

    lingkungan dengan pendekatan stated-based didasarkan pada pendekatan top down, dimana

    dilaksanakan karena ada anggapan bahwa penduduk yang berpenghasilan rendah tidak memiliki

    pengetahuan teknis yang dibutuhkan untuk memberikan kontribusi efektif dalam proses

    perencanaan (William,1997). Pendekatan state-based mengandung arti bahwa komitmen

    pemerintah terhadap partisipasi masyarakat sangat terbatas yang ditunjukkan dengan rendahnya

    alokasi budget yang digunakan untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dalam hal ini

    tanggung jawab untuk membentuk partisipasi masyarakat seringkali dibebankan secara tumpang

    tindih, sehingga akan memperlemah fisibilitas dan efektifitas upaya suatu badan pemerintah

    (Gilbert dan Ward,1984). Pendekatan State-basedtersebut juga kurang memberikan kesempatan/

    kekuasaan kepada masyarakat untuk memiliki bagaimana mereka harus terlibat, bagaimana

    sumber daya dialokasikan/ bagaimana keputusan kunci harus dibuat (Gilbert dan Ward,1984),

    sehingga dalam pelaksanaan seringkali mengalami kegagalan/ hambatan yang disebabkan oleh

    pendekatan yang tidak fleksibel, lemahnya kapasitas kelembagaan, kurang tepatnya design dan

    implikasi serta kurangnya partisipasi mayarakat (Davidson dan Pelternburg,1993; utomo,1997

    dan Slingsby,1986). Strategi yang berdasarkan pada state-basedbukan suatu alternatif, terlebih

    bila ditujukan pada suatu kasus dengan kompleksitas permasalahan yang tinggi, maka kurang

    tepat dan relatif tidak memenuhi sasaran dalam implementasinya (Hamel,1996).

    Sebagaimana dinyatakan oleh Ueta (1994) dalam laporannya menyebutkan tentang beberapa

    hambatan yang terkait dengan penerapan kebijakan yang bersifat state-based/top down sebagai

    berikut:

    a. Bahwa kebijakan top down akan lebih efisien diterapkan untuk program jangka pendek.

    b. Bahwa kebijakan tersebut belum mampu memulihkan kualitas hidup yang rusak, sehingga

    sulit untuk memperolah strategis perlindungan lingkungan yang bersifat ekonomis dan efektif.c. Bahwa kebijakan tersebut pada umumnya mengabaikan prinsippolluters pays principle dan

    sebaiknya dana negara yang digunakan untuk mengatasi polusi.

    d. Bahwa kebijakan tersebut ditujukan untuk media lingkungan tertentu dengan tidak

    mempertimbangkan koordinasi aksi, sehingga kebijakan ini tidak mengatasi masalah dasar akan

    tetapi hanya mengatasi gejalanya, yang pada akhirnya masalah lingkungan hanya bergeser tanpa

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    9/28

    ada penyelesaiannya.

    Kelamahan top down dan bottom up

    Model pengelolaan wilayah PPPK top-down lebih cendrung digunakan pada negara berkembang

    karena kuatnya pemerintah dalam mengelola aset strategisnya (1). Model top-down bertumpu

    pada format perencanaan, metode pelaksanaan dan manfaatnya di pusatkan ke pemerintah

    nasional dan pemerintah daerah melaksanakan program tersebut. Pemerintah nasional membagi

    rata manfaat pengelolaan sumberdaya wilayah PPPK ke pemerintah daerah, walau daerha tidak

    memiliki wilayah pesisir.

    Kelemehan model top-down adalah minimnya muatan karakter lokal (kearifan lokal) di dalam

    pelaksanaanya sehingga seringkali berbenturan dengan realita dan masalah yang ada. Benturan

    tersebut berakibat terjadi dualisme pengelolaan yaitu pengelolaan berbasis masyarakat yang telah

    berlangsung sejak dulu dengan konsep top-down. Sedangkan hal positif model ini yaitu besarnya

    persediaan pendanaan dan efektifnya instrumen pengelolaan, seperti pengawasan dan penegakan

    hukum.

    Model bottom-up adalah model pengelolaan yang telah lama digunakan oleh sebagian besar

    masyarakat PPPK yang memiliki hak tradisional dan begitu kuat diakui. Saat sekarang model

    pengelolaan berbasis masyarakat ini masih ada, seperti sistem pengelolaan sasi, ondoapi, lebak

    bulung, panglima laot atau sistem ponggawa-sawi di Sulawesi Selatan (2).

    Kelemahan model bottom-up adalah mengenai pertanyaan tentang kesejahteraan masyarakat

    PPPK, instrumen yang tersedia makin sulit melakukan penegakan hukum yang disepakati (3),

    legalitasnya masih sulit dipenuhi landasannya, hanya sedikit masyarakat yang memahami prinsip

    pengelolaan model ini. Kelebihan model ini adalah dibentuk oleh masyarakat PPTK sendiri

    dimana pelaksanaannya berdasarkan sistem norma, kepatuhan dan loyalitas.

    3.2 Desentralisasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

    Di masa lalu, paradigma pembangunan lebih memprioritaskan masyarakat perkotaan dan

    pertanian pedalaman, sedangkan masyarakat pesisir kurang diperhatikan sudah saatnya memang

    paradigm tersebut diubah dengan memberikan perhatian yang sama terhadap masyarakat pesisir

    mereka juga adalah warga negara Indonesia. Konsekuensinya justru masyarakat pesisir perlu

    mendapatkan perhatian khusus karena ketertinggalan mereka akibat paradigm masa lampau,

    http://leader-street.blogspot.com/2009/06/cincin-pensiunan-untuk-wakil-rakyat.htmlhttp://leader-street.blogspot.com/2009/06/cincin-pensiunan-untuk-wakil-rakyat.html
  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    10/28

    yang perlu dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat pesisir. Karena arah kebijakan sekarang

    ini untuk pemberdayaan masyarakat, umumnya bukan lagi ditekankan pada pembangunan

    (depelopment) dalam arti memberikan barang atau uang kepada masyarakat, tetapi dengan

    pelatihan dan pendampingan selama beberapa waktu akan tetapi perlu waktu bertahun-tahun agar

    masyarakat mempunyai kemampuan manajemen (pengelolaan), jadi kebijakan pembangunan

    pesisir dan pulau-pulau kecil harus dikaji lebih menekankan pada kebijakan pembangunan

    pesisir dan pulau-pulau kecil lengkap dengan segala visi dan misinya.

    Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan

    yang luas kepada Daerah Kabupaten dan Kota untuk mengatur dan mengurus kepentingan

    masyarakatnya sendiri berdasarkan aspirasi msyarakat setempat sesuai dengan peraturan

    perundang-undangan. Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan kewenangandaerah di wilayah laut adalah :

    Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut

    tersebut.

    Pengaturan kepentingan administratif.

    Pengaturan tata ruang.

    Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang

    dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah.

    Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.

    Yang termasuk wilayah laut Daerah Propinsi adalah sejauh dua belas mil laut yang diukur dari

    garis pantai arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan. Sedangkan wilayah laut Daerah

    Kabupaten dan Kota adalah sepertiga dari wilayah laut Daerah Propinsi. Dengan memperhatikan

    ketentuan tersebut maka daerah pesisir merupakan kewenangan dari Daerah Kabupaten dan

    Kota.

    Daerah pesisir sebagai transisi dari ekosistem darat dengan ekosistem laut berada dalam

    kewenangan Daerah di bidang kelautan. Sesuai dengan UU 22/1999 yang menyatakan bahwa

    wilayah laut dari Kabupaten/Kota adalah sepertiga dari wilayah laut Propinsi berarti sepanjang 4

    (empat) mil laut dari garis pantai, maka wilayah pesisir berada dalam kewenangan Daerah

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    11/28

    Kabupaten atau Kota setempat.

    Sejalan dengan kewenangan Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya,

    maka Daerah akan mengelola dan memanfaatkan daerah pesisir untuk digunakan bagi

    peningkatan kesejahteraan masyarakat Daerah. Untuk memenuhi kewajiban dan tanggung jawab

    Pemerintah Daerah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat di Daerah maka seluruh potensi

    sumber daya yang tersedia di Daerah akan dimanfaatkan seoptimal mungkin. Salah satu potensi

    sumber daya yang dimiliki Sebagian Daerah adalah potensi daerah pesisir.

    Secara alamiah potensi pesisir di daerah dimanfaatkan langsung oleh masyarakat yang bertempat

    tinggal di kawasan tersebut yang pada umumnya terdiri dari nelayan. Nelayan di pesisir

    memanfaatkan kekayaan laut mulai dari ikan, rumput laut, terumbu karang dan sebagainya untuk

    memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada umumnya potensi pesisir dan kelautan yang dimanfaatkan

    oleh para nelayan baru terbatas pada upaya pemenuhan kebutuhan hidup.

    Pemanfaatan potensi daerah pesisir secara besar-besaran untuk mendapatkan keuntungan secara

    ekonomis dalam rangka peningkatan pertumbuhan perekonomian rakyat belum banyak

    dilakukan. Pemanfaatan pesisir untuk usaha ekonomi dalam skala besar baru dilakukan pada

    sebagian Kabupaten dan Kota yang berada di daerah pesisir. Pada umumnya usaha ekonomi

    pemanfaatan daerah pesisir ini bergerak di sektor pariwisata.

    Sejalan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah berupaya untuk memanfaatkan

    potensi daerah pesisir ini untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Disamping itu

    Pemerintah Daerah juga memanfaatkan potensi daerah pesisir ini untuk meningkatkan

    pertumbuhan dan perekonomian masyarakat di Daerah.

    Mengingat kewenangan Daerah untuk melakukan pengelolaan bidang kelautan yang termasuk

    juga daerah pesisir masih merupakan kewenangan baru bagi Daerah maka pemanfaatan potensi

    daerah pesisir ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten atau Kota yang berada

    di pesisir. Jadi belum semua Kabupaten dan Kota yang memanfaatkan potensi daerah pesisir.

    Prinsip-prinsip penataan ruang laut pesisir dan pulau-pulau kecil:

    1. Peran serta Masyarakat dan Pelaku Pembangunan

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    12/28

    Penataan ruang dapat dilihat sebagai kebijakan publik yang mengoptimalisasikan kepentingan

    antar pelaku pembangunnan (pemerintah, swasta dan masyarakat) dalam pemanfaatan ruang laut

    pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga di dalam proses perencanaan tata ruang yang demokratis

    dan akomodatif terhadap semua kepentingan pelaku pembangunan. Pengalaman-pengalaman

    masa lalu banyak menunjukkan bahwa perencanaan yang prosedural, normatif dan kurang

    mengakomodasikan kepentingan para pelaku pembangunan yang ada di dalam proses

    penyusunannya, menjadi kurang dapat diimplentasikan karena menghadapi berbagai kendala di

    lapangan. Rencana-rencana seperti itu selain kurang aspiratif juga cenderung tidak diakui, tidak

    diterima dan tidak ditaati didalam pelaksanaannya.

    2. Kompensasi

    Masyarakat selama ini tidak mengetahui ataupun diberi hak untuk menegosiasikan penyelesaian

    konflik, ataupun aspek kompensasi terhadap konsekuensi-konsekuensi biaya dampak yang

    ditimbulkan oleh akibat diberlakukannya rencana tata ruang pada suatu kawasan, baik terhadap

    timbulnya dampak lingkungan fisik ataupun sosial-ekonomi.

    3. Otonomi Daerah dan Desentralisasi

    Undang-Undang No.22/1999 tentang pemerintah daerah memberi peluang kepada daerah agar

    leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangan atas dasar prakarsa sendiri sesuai dengan

    kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah. Kewenangan daerah tersebutdilaksanakan secara luas, utuh dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,

    pengendalian dan evaluasi pada semua bidang. Dalam kerangka negara kesatuan, meskipun

    daerah diberikan otonomi secara luas, tetapi tetap diperlukan adanya konsistensi baik hal

    keterpaduan substansi maupun kesamaan visi-misi secara nasional. Oleh karena itu sesuai

    dengan kewenangannya, pemerintah pusat berkepentingan dalam merumuskan kebijakan-

    kebijakan strategis dan pedoman-pedoman teknis yang berlaku secara umum.

    4. Penentuan Zona Preservasi, Konservasi dan Pemanfaatan Intensif

    Prinsip pembangunan berkelanjutan diterapkan pada penataan ruang dengan terlebih dahulu

    membagi ruang kedalam zona preservasi, konservasi dan pemanfaatan intensif. Clark (1976)

    mendefinisikan daerah preservasi, pemanfaatan intensif dan konservasi sebagai berikut :

    - Zona preservasi adalah zona yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik baik itu

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    13/28

    rekreasi, ekonomi, estetika maupun daerah proteksi banjir, namun daerah ini

    direkomendasikan untuk dilindungi dari kegiatan pembangunan yang dapat merusak

    ekosistem. Termasuk didalamnya mangrove, rawa yang produktif dan bernilai bagi

    masyarakat pesisir.

    - Zona pemanfaatan intensif adalah zona yang secara fisik dapat dibangun, daerah ini

    dapat dibangun langsung atau dengan syarat hanya perubahan yang kecil.

    - Zona konservasi meliputi kawasan lindung yang secara ekologis sangat kritis untuk

    dibangun, zona ini berfungsi sebagai penyanggah antara zona preservasi dan daerah

    pemanfaatan intensif.

    5. Penentuan Sektor Unggulan

    Sektor unggulan merupakan sektor potensial untuk dikembangkang pada zona konservasi dan

    zona pemanfaatan intensif. Sektor tersebut memiliki kriteria, yaitu: penghasil devisa, menyerap

    tenaga kerja banyak dll.

    6. Penentuan Struktur Tata Ruang

    Struktur tata ruang wilayah yang meliputi sistem jaringan dan pusat-pusat kegiatan yang

    membentuk ruang fisik wilayah harus mendukung dan kondusif bagi pengembangan sektor

    unggulan yang telah ditentukan, khususnya dalam hal kegiatan pemanfaatan ruang atau kegiatan

    pembangunan yang menggunakan faktor-faktor produksi ( seperti tenaga kerja, kapital, teknologidll.) dan memiliki eksternalitas negatif baik dampak yang berupa bahan pencemar, sedimen,

    maupun terhadap perubahan bentang alam, dll.

    7. Tata Ruang Sistem Wilayah Aliran Sungai

    Perlunya keterpaduan dengan kegiatan penataan ruang dalam sistem wilayah aliran sungai di

    lahan atasnya. Kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah aliran sungai tersebut harus mengikuti

    persyaratan lingkungan bagi pengembangan sektor unggulan serta persyaratan yang berlaku pada

    zona preservasi di wilayah pesisir.

    8. Jarak antar Zona Preservasi dengan Eksternalitas Negatif

    Jarak minimal antar Zona preservasi dengan kegiatan penataan ruang yang mengeluarkan

    eksternalitas negative (pencemaran, sedimen, dlll) ditentukan berdasarkan daya sebar

    eksternalitas tersebut dari sumbernya, yaitu :

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    14/28

    St = Vt x t

    St = Jarak tempuh pencemardari sumbernya

    Vt = Kecepatan sebar pencemar

    t = Waktu tempuh, yang bergantung pada tipe pasang surut

    9. Musyawarah dan Hak Adat/ Tradisional

    Keputusan terhadap konflik kepentingan dalam kegiatan pemanfaatan ruang yang terjadi antara

    para pelaku pembangunan diselesaikan melalui pendekatan musyawarah, dan media partisipatif

    lainnya. Penataan ruang juga memperhatikan dan mengadopsi akan adanya hak adat/tradisional

    dan hak-hak lainnya yang sudah hidup dan berlaku dalam sistem tatanan sosial setempat.

    Penataan ruang merupakan kebijakan publik yang bermaksud mengoptimalisasikan kepentingan

    antar pelaku pembangunan dalam kegiatan pemanfaatan ruang. Penataan ruang juga

    menterpadukan secara spatial fungsi-fungsi kegiatan pemanfaatan ruang, baik antar sektor

    maupun antar wilayah administrasi pemerintahan agar bersinergi positif dan tidak mengganggu.

    Penataan ruang meliputi proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian

    pemanfaatan ruang.

    Dalam perencanaan tata ruang perlu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan terjadinya

    produk rencana, yaitu :

    - Konsensus, adanya peran serta aktif dan kesepakatan-kesepakatan antar pelaku

    pembangunnan di dalam penyusunan rencana

    - Konsistensi, secara teknis ada kesamaan materi dengan rencana-rencana pada tingkat

    makro

    - Legitimasi, produk rencana diakui, dapat diterima dan ditaati oleh semua pelaku

    pembangunan (karena

    memperhatikan faktor konsensus di atas)

    - Legal aspek, produk rencana mempunyai kekuatan dan kepastian hukum

    - Kompensasi, memperhatikan konsekuensi-konsekuensi biaya dampak yang ditimbulkan

    oleh akibat rencana tata ruang dilaksanakan, baik terhadap biaya dampak lingkungan fisik

    maupun sosial-ekonomi.

    Pemerintah, dalam hal ini termasuk sebagai pelaku pembangunan, sebaiknya bukan hanya

    sebagai pengambil keputusan kebijakan tata ruang, tetapi dituntut peranannya sebagai fasilitator

    dalam kegiatan penataan ruang, sehingga perencanaan dapat lebih didekatkan kepada masyarakat

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    15/28

    ataupun pelaku pembangunan.***

    sumber: jchkumaat.wordpress.com

    3.3 Co-management ( Kemitraan Antara 2 pihak yang bekepentingan terhadap wilayah

    PPPK

    UU PWP3K meberi kepastian dan perlindungan hukum untuk memperbaiki kemakmuran,

    menjalin akses dan hak-hak masyarakat pesisir termasuk dunia pengusaha. Asas peranserta

    masyarakat mengandung makna membuka peluang bagi masyarakat berperan dalam

    perencanaan, pelaksanaan, bahkan sampai pengawasan dan pengendalianya (community based

    management). Ini ditunjang dengan adanya peluang masyarakat memiliki kesempatan untuk tahu

    kebijakan pemerintah; selain itu terbukanya Representasi suara masyarakat ikut menentukan

    putusan kebijakan sebenarnya cukup strategis didalam pengelolaan sumberdaya pesisir secara

    rasional dan berkelanjutan; ujung-ujungnya melindungi masyarakat pesisir

    Ketentuan menetabkan bahwa pemberian HP-3 wajib mempertimbangkan kepentingan

    kelestarian ekosistem pesisir, masyarkat adat maupun kepentingan nasional. Rambu-rambu

    semacam ini menunjukan bahwa arah pengelolaannya bermuara pada upaya penyelamatan

    masyarakat pesisir dari dampak kesewenangan-wenangan penetapan HP3. Apabila penetapan

    HP3 dibuat rancu untuk maksud tertentu, maka pada gilirannya secar sadar atau tidak, sertifikat

    yang terbitkan jelas merugikan keberadaan nelayan disepanjang pantai.

    Dalam Pasal 41 mengisyaratkan a danya Forum Mitra Bahari yang dibentuk sebagai upaya

    peningkatan kapasitas pemangku kepentingan pengelolaan wilayah pesisir. Mitra Bahari

    merupakan forum kerja sama pemerintah, pemerintah daerah, perguruan tinggi, lembaga suadaya

    masyarakat, organisasi profesi , dan tokoh masyarakat termasuk dunia usaha. Kegiatannya

    difokuskan pada bentuk pendampingan/penyuluhan, pendidikan/pelatihan, penelitian terapan,

    termasuk rekomendasi kebijakan. Artinya forum mempunyai beban moral dan harus

    bertanggung jawab mengeliminasi dampak negative kehadiran HP3 bagi masyarakat

    pesisir/nelayan dikawasan tertentu. Sekarang tinggal kemauan dan niat baik semua pihak yang

    terkait penetapan HP3 maupaun para pemangku kepentingan, karena aturan main sudah ada;

    berupa rambu-rambu hukum; dan ini bias dipakai sebagai pedoman. Apabila objektifitas tetap

    digunakan sebagai iming-iming yang ujungnya berdampak menyesatkan dalam menentukan

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    16/28

    ketetapan sertifikat HP3, niscaya masyarakat pesisir/nelayan masih bisa terselamatkan dari

    dampak negatifnya. 1

    Alternatif Pendekatan Co-Management

    Pendekatan Co-management adalah merupakan alternatif yang potensial untuk mengisi

    kelemahan dari pendekatan State-baseddan Community-baseddalam pengelolaan RTH di pesisir

    pantai utara Surabaya, dimana pendekatan Comanagement didasarkan pada kebersamaan dan

    kemitraan yang diyakini tepat untuk mengarah pada pembangunan berkelanjutan.

    Co-Management atau pengelolaan bersama merupakan paradigma yang sedang berkembang

    dengan pesat dalam pengelolaan sumber daya alam dimana Ruang terbuka hijau merupakan

    lahan konservasi yang perlu pengelolaan bersama (kemitraan) antara pemerintah, masyarakat dan

    stake holder. Co-management juga dinamakan pengelolaan kolaboratif, pengelolaan partisipatif

    atau pengelolaan berbasis masyarakat. Pengelolaan partisipatif didasarkan pada tiga bagian

    utama (Wells, etal.,1992):

    - Semua pemangku kepentingan (stakeholder) diberi kesempatan untuk terlibat aktif dalam

    pengelolaan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin komitmen dan partisipasi mereka dan untuk

    menampung pengetahuan, aspirasi dan pengalaman mereka dalam pengelolaan.

    - Pembagian peran dan tanggung jawab di dalam pengelolaan berbeda-beda tergantung kondisi

    khusus dari tiap kawasan. Dalam beberapa kasus, kewenangan lebih banyak pada lembaga

    masyarakat, pada kasus yang lain kewenangan lebih banyak pada instansi pemerintah.

    - Kerangka kerja pengelolaan tidak hanya untuk tujuan ekologis konservasi, melainkan juga

    mencakup tujuan-tujuan ekonomi, social dan budaya. Perhatian khusus perlu diberikan terhadap

    kebutuhan mereka yang tergantung terhadap sumberdaya, keseimbangan dan partisipasi.

    Manfaat adanya co-management

    Manfaat adanya co-managementmenurut Wiyanto (pada Workshop Pemberdayaan Masyarakat

    Pasca Proyek,2004) akan terwujud bila selaras dengan proses dan tujuannya,yaitu:

    - Untuk pengembangan ekonomi dan sosial yang bertumpu pada prakarsa dan kemampuanmasyarakat.

    - Untuk mengalihkan kewenangan dalam menetapkan keputusan pengelolaan sumber daya/ruang

    terbuka hijau.

    - Sebagai cara untuk mengurangi terjadinya perselisihan melalui keikutsertaan seluruh pihak

    1Diakses pada tanggal 6 Oktober 2010. http://mukhtar-api.blogspot.com. Pukul 13.00 WITA

    http://mukhtar-api.blogspot.com/http://mukhtar-api.blogspot.com/
  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    17/28

    yang terlibat secara demokratis.

    Pemanfaat sumber daya menerima manfaat dengan ikut serta dalam menetapkan keputusan

    dalam pengelolaan yang mempengaruhi kesejahteraan mereka, sedangkan pemerintah menerima

    manfaat dari berkurangnya kewenangan. Pemerintah juga akan menetapkan hak dan kewenangan

    atas hukum yang setara dan mengalihkan sebagian kewenangannya.

    Ciri-ciri Co-management

    Menurut Wiyanto (Pemberdayaan Masyarakat Pasca Proyek,2004) bahwa cirri-ciri dari Co-

    Managementadalah:

    - Sebagai jalan tengah antara pengelolaan tanaman pantai secara terpusat sepenuhnya oleh

    pemerintah dengan tujuan efisiensi dan pemerataan serta pengelolaan sepenuhnya oleh

    masyarakat setempat dengan tujuan untuk mengelola dan mengatur diri sendiri dan ikut serta

    secara aktif.

    - Sebagai proses pengelolaan sumber daya, dengan melakukan penyesuaian/ perubahan dari

    waktu ke waktu, yang mencakup segi pemberdayaan masyarakat, pengalihan kewenangan,

    pembagian kekuasaan dan kesetaraan (demikratisasi).

    - Sebagai strategi pengelolaan yang luwes, yang merupakan wahana untuk ikut serta, membuat

    aturan, mengatasi perselisihan, membagi kewenangan, kepemimpinan, dialog, membuat

    keputusan, menambah dan membagi pengetahuan, belajar serta pembinaan diantara para

    pemanfaat sumber daya pemangku kepentingan dan pemerintah.

    Peran Pemerintah dalam Co-management

    Peran Pemerintah dalam co-management sangat besar sekali menurut Wiyanto (Pemberdayaan

    Masyarakat Pasca Proyek,2004), bahwa peran tersebut antara lain:

    - menyediakan peraturan/kebijakan seperti desentralisasi kekuasaan/ kewenangan,

    - Mendorong keikutsertaan dan melakukan dialog dengan masyarakat;

    - Mengakui/mengesahkan hak-hak masyarakat;

    - Melakukan prakarsa;

    - Melakukan penegakan hukum;

    - Mengatasi masalah yang berada di luar kewenangan masyarakat;

    - Memadukan kegiatan pada berbagai tingkatan pemerintah;

    - Menyediakan bantuan dan layanan teknis, adminstrasi dan keuangan untuk menunjang lembaga

    kemasyarakatan setempat.

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    18/28

    Pengelolaan co-Managementmensyaratkan adanya dua kelompok besar pemangku kepentingan

    untuk bersama-sama berbagi peran dalam pengelolaan. Kedua kelompok pemangku kepentingan

    tersebut adalah kelompok masyarakat dan kelompok instansi pemerintah. Masyarakat pantai

    merupakan kelompok pemangku kepentingan yang merasakan langsung dampak dari

    pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di pantai Surabaya. Sedangkan kelompok instansi pemerintah

    merupakan pemegang mandate dari undang-undang untuk melakukan pengelolaan terhadap

    sumber daya yang ada berupa tanaman pantai/mangruf dan lain-lain, agar dapat bermanfaat

    secara lestari (sustainable). Pada dasarnya kedua kelompok tersebut dapat bekerja secara sinergi,

    karena mempunyai kepentingan yang sama. Tetapi kekurangpahaman dan kurang komunikasi

    antar keduanya bisa menimbulkan perbedaan peran yang saling bertentangan.

    Sehingga perlu adanya pengaturan kelembagaan dalam pengelolaan Sumber daya berupa

    Tanaman pelindung pantai, mitra kolaborasi yang berupa sebuah lembaga yang dapat mewakili

    dan diakui oleh masyarakat. Badan Perwakilan Pantai bisa merupakan lembaga yang mewakili

    dan diakui oleh masyarakat. Setelah terbentuk lembaga pengelola, maka pemerintah daerah perlu

    membuat jalinan kerjasama dengan lembaga pengelola tersebut. Karena jalinan kerjasama ini

    dibatasi dalam hal pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di kawasan pantai, maka pemerintah

    daerah yang di wakili oleh Dinas Pertamanan dan Dinas Pemantapan pangan. Jalinan tersebut

    harus dibuat dalam SK Kepala Dinas tersebut yang mengesahkan keberadaan lembaga pengelola

    tanaman pantai tersebut dan menjelaskan kewenangan yang diberikankepada mereka. Dinas juga

    perlu mengambil inisiatif untuk memungkinkan terjadinya pengelolaan partisipatif. White (1994)

    telah merinci dukungan instansi pemerintah daerah yang sangat diperlukan untuk membangun

    pengelolaan kolaboratifsebagai berikut:

    a. Menciptakan ruang politik yang cukup untuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan.

    Pemerintah perlu menyediakan forum dialog yang setara antara wakil pemerintah dengan wakil

    masyarakat dalam mendiskusikan pengelolaan kolaboratif.

    b. Menentukan arah kebijakan pengelolaan sumberdaya yang bias mengakomodasi aspirasi

    masyarakat.

    c. Melakukan koordinasi dengan instansi lain yang terkait agar kegiatan-kegiatan yang dilakukan

    oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder) dari banyak instansi bisa berjalan dengan

    harmonis.

    d. Memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap kegiatan kelompok masyarakat yang

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    19/28

    berhasil.

    e. Menegakkan hukum dalam kaitannya dengan penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan

    lokal, maka pemerintah perlu mendelegasikan kepada kelompok masyarakat. Tetapi pemerintah

    harus siap memberikan bantuan dalam penegakan hukum, jika masyarakat membutuhkannya.

    Hal ini berarti bahwa instansi pemerintah perlu selalu memantau efektifitas pengelolaan

    partisipatif oleh masyarakat.

    f. Menyelesaikan konflik dan masalah yang muncul antara pemangku kepentingan.

    g. Memberikan bantuan kepada masyarakat berupa pelatihan, penyuluhan, keuangan, sarana dan

    perlengkapan, serta peningkatan kesadaran masyarakat.

    Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, partisipasi muncul dalam siklus perencanaan

    pembangunan meliputi beberapa tahap, yaitu:

    Kemitraan

    Merupakan suatu kegiatan awal, mengenai penjajakan dan pendekatan kepada masyarakat

    sasaran. Melalui penjajakan dan pendekatan yang ada, dibangun kesadaran masyarakat terhadap

    masalah dan kondisi yang ada terhadap lingkungannya. Kesadaran tersebut akan menghasilkan

    visi komunitas, yang merupakan perumusan pandangan masyarakat yang menggambarkan masa

    depan masyarakat yang ideal.

    Isu Analisis Berdasarkan Komunitas

    Visi komunitas yang tercipta diikuti dengan usaha mengidentifikasi masalah-masalah yang ada

    dan prioritas yang harus ditangani. Penyelesaian masalah tentumemerlukan bantuan dari pihak

    luar, baik dukungan pemerintah maupun pihak-pihak yang menguasai dan berpengalaman

    terhadap suatu masalah.

    Rencana Tindak

    Merupakan tahap perencaan aksi, meliputi penetapan target, tujuan dan strategi atau cara

    pelaksanaan. Semuanya merupakan hasil kesepakatan bersama.

    Pelaksanaan dan Kontrol

    Tahap pelaksanaan program dengan pemantauan masyarakat pada setiap pelaksanaan.

    Evaluasi dan timbal balik

    Hasil monitoring berguna untuk mengevaluasi pelaksanaan terhadap target yang telah disepakati.

    Informasi evaluasi juga sebagai bahan untuk melanjutkan rencana-rencana program selanjutnya.

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    20/28

    3.4 pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil terpadu berbasis masyarakat

    Dalam rangka mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir terpadu yang berbasis masyarakat

    diperlukan beberapa proses pengelolaan yang sesuai dengan tahapan manajemen yaitu mulai

    dari perencanan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Tahapan proses perencanaan

    pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat tetap mengacu kepada proses perencanaan

    pembangunan berkelanjutan wilayah pesisir dan lautan (Gambar1).

    Gambar 1. Proses Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat

    (Sumber: Dahuri et al(2001) yang telah dimodifikasi

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    21/28

    - Tahap Perencanaan

    Tahap awal dari proses perencanaan adalah dengan cara mengidentifikasi dan mendefinisikan

    isu dan permasalahan yang ada, yang menyangkut kerusakan sumber daya alam, konflik

    penggunaan, pencemaran, dimana perlu dilihat penyebab dan sumber permasalahan tersebut.

    Selanjutnya juga perlu diperhatikan sumber daya alam dan ekosistem yang ada yang

    menyangkut potensi, daya dukung, status, tingkat pemanfaatan, kondisi sosial ekonomi dan

    budaya setempat seperti jumlah dan kepadatan penduduk, keragaman suku, jenis mata

    pencaharian masyarakat lokal, sarana dan prasarana ekonomi dan lain-lain. Berdasarkan

    pendefinisian masalah yang dipadukan dengan informasi tentang sumber daya alam dan

    ekosistem serta aspirasi masyarakat selanjutnya disusun tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.

    Berdasarkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai serta melihat peluang dan kendala yang ada

    selanjutnya mulai dibuat perencanaan berupa kegiatan pembangunan dalam bentuk program

    dan proyek. Perencanaan yang telah disusun perlu disosialisasikan kembali kepada

    masyarakat luas untuk mendapat persetujuan, setelah mendapat pesetujuan rencana ini baru

    dimasukkan dalam agenda pembangunan baik daerah maupun nasional.

    Dalam penyusunan rencana pengelolaan ini, perlu juga diperhatikan bahwa konsep

    pengelolaan sumber daya pesisir terpadu berbasis masyarakat diharapkan akan mampu untuk

    (1) meningkatkan kesadaran masyarakat, akan pentingnya SDA dalam menunjang kehidupan

    mereka (2) meningkatkan kemampuan masyarakat, sehingga mampu berperan serta dalam

    setiap tahapan pengelolaan dan (3) meningkatkan pendapatan masyarakat, dengan bentuk-

    bentuk pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan serta berwawasan lingkungan (Zamani dan

    Darmawan, 2000).

    - Tahap Pelaksanaan (Implementasi) Rencana

    Pada tahap implementasi perencanaan, diperlukan kesiapan dari semua pihak yang terlibat

    didalamnya, seperti masyarakat itu sendiri, tenaga pendamping lapangan dan pihak

    lainnya. Selain itu juga diperlukan koordinasi dan keterpaduan antar sektor

    danstakeholderyang ada sehingga tidak terjadi tumpang tindih kepentingan dan ego

    sektoral. Dalam hal ini diperlukan adanya lembaga pelaksana yang melibatkan semua pihak

    yang berkepentingan seperti Pemerintah Daerah, masyarakat lokal, Investor/swasta, instansi

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    22/28

    sektoral, Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

    Pada tahap implementasi ini juga diperlukan kesamaan persepsi antara masyarakat lokal

    dengan lembaga atau orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini sehingga

    masyarakat benar-benar memahami rencana yang akan dilaksanakan. Menurut Zamani dan

    Darmawan (2000) kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan pada tahap implementasi ini

    adalah: (1) integrasi ke dalam masyarakat, dengan melakukan pertemuan dengan masyarakat

    untuk menjawab seluruh pertanyaan yang berhubungan dengan penerapan konsep dan

    mengidentifikasi pemimpin potensial yang terdapat di lembaga masyarakat lokal. (2)

    pendidikan dan pelatihan masyarakat, metoda pendidikan dapat dilakukan secara non formal

    menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan cara tatap muka sehingga dapat diperoleh

    informasi dua arah dan pengetahuan masyarakat lokal (indigenous knowledge) dapat

    dikumpulkan untuk dimasukkan dalam konsep penerapan (3) memfasilitasi arah kebijakan,

    dalam hal ini segenap kebijakan yang berasal dari masyarakat dan telah disetujui oleh

    koordinator pelaksana hendaknya dapat didukung oleh pemerintah daerah, sehingga kebijakan

    bersama tersebut mempunyai kekuatan hukum yang jelas, dan (4) penegakan hukum dan

    peraturan, yang dimaksudkan agar seluruh pihak yang terlibat akan dapat menyesuaikan

    tindakannya dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

    - Tahap Monitoring dan Evaluasi

    Monitoring yang dilakukan sejak dimulainya proses implementasi perencanaan dimaksudkan

    untuk mengetahui efektivitas kegiatan, permasalahan yang timbul dalam implementasi

    kegiatan. Monitoring dilakukan dengan melibatkan seluruh pihak yang ada. Setelah

    monitoring selanjutnya dilakukan evaluasi bersama secara terpadu dengan melibatkan seluruh

    pihak yang berkepentingan. Melalui evaluasi ini akan diketahui kelemahan dan kelebihan dari

    perencanaan yang ada guna perbaikan untuk pelaksanaan tahap berikutnya.

    Pengelolaan wilayah pesisir terpadu berbasis masyarakat sesuai dengan prinsip Ko-manajemen

    perikanan yaitu pembagian atau pendistribusian tanggung jawab dan wewenang antara

    pemerintah dan masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya perikanan. Oleh sebab itu

    keberhasilan pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat dapat mengacu kepada indikator

    keberhasilan Ko-manajemen perikanan. Menurut Dahuri et al(1998) Indikator keberhasilan

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    23/28

    Ko-manajemen adalah seperti pada Tabel Lampiran 1.2

    3.5 Model yang Dapat Diterapkan Di Indonesia

    Secara umum model-model pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

    (PPPK) yang digunakan di beberapa wilayah pesisir yaitu model top-down (inisiasi dan kontrol

    di pihak pemerintah) atau sentralistik, bottom-up (inisiasi dan kontrol di pihak masyarakat

    pesisir) atau desentralistik, co-management (kemitraan antara dua pihak berkepentingan terhadap

    wilayah PPPK, misalnya antara masyarakat dan pemerintah), dan pengelolaan terpadu yang

    melibatkan unsur-unsur yang memiliki kepentingan terhadap sumberdaya wilayah PPPK.

    Model pengelolaan wilayah PPPK top-down lebih cendrung digunakan pada negara berkembang

    karena kuatnya pemerintah dalam mengelola aset strategisnya. Model top-down bertumpu pada

    format perencanaan, metode pelaksanaan dan manfaatnya di pusatkan ke pemerintah nasional

    dan pemerintah daerah melaksanakan program tersebut. Pemerintah nasional membagi rata

    manfaat pengelolaan sumberdaya wilayah PPPK ke pemerintah daerah, walau daerha tidak

    memiliki wilayah pesisir.

    Kelemahan model top-down adalah minimnya muatan karakter lokal (kearifan lokal) di dalam

    pelaksanaanya sehingga seringkali berbenturan dengan realita dan masalah yang ada. Benturan

    tersebut berakibat terjadi dualisme pengelolaan yaitu pengelolaan berbasis masyarakat yang telah

    berlangsung sejak dulu dengan konsep top-down. Sedangkan hal positif model ini yaitu besarnya

    persediaan pendanaan dan efektifnya instrumen pengelolaan, seperti pengawasan dan penegakan

    hukum.

    Model bottom-up adalah model pengelolaan yang telah lama digunakan oleh sebagian besar

    masyarakat PPPK yang memiliki hak tradisional dan begitu kuat diakui. Saat sekarang model

    pengelolaan berbasis masyarakat ini masih ada, seperti sistem pengelolaan sasi, ondoapi, lebakbulung, panglima laot atau sistem ponggawa-sawi di Sulawesi Selatan.

    Kelemahan model bottom-up adalah mengenai pertanyaan tentang kesejahteraan masyarakat

    PPPK, instrumen yang tersedia makin sulit melakukan penegakan hukum yang disepakati,

    2 Diakses pada tanggal 7 Oktober 2010. http://rudyct.com/PPS702-ipb/05123/group2_123.htm. Pukul 05.53 WITA

    http://greenblue-phinisi.blogspot.com/2009/06/masih-haruskah-kita-peduli-pada.htmlhttp://leader-street.blogspot.com/2009/06/cincin-pensiunan-untuk-wakil-rakyat.htmlhttp://rudyct.com/PPS702-ipb/05123/group2_123.htm.%20Pukul%2005.53http://rudyct.com/PPS702-ipb/05123/group2_123.htm.%20Pukul%2005.53http://rudyct.com/PPS702-ipb/05123/group2_123.htm.%20Pukul%2005.53http://rudyct.com/PPS702-ipb/05123/group2_123.htm.%20Pukul%2005.53http://rudyct.com/PPS702-ipb/05123/group2_123.htm.%20Pukul%2005.53http://greenblue-phinisi.blogspot.com/2009/06/masih-haruskah-kita-peduli-pada.htmlhttp://leader-street.blogspot.com/2009/06/cincin-pensiunan-untuk-wakil-rakyat.html
  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    24/28

    legalitasnya masih sulit dipenuhi landasannya, hanya sedikit masyarakat yang memahami prinsip

    pengelolaan model ini. Kelebihan model ini adalah dibentuk oleh masyarakat PPTK sendiri

    dimana pelaksanaannya berdasarkan sistem norma, kepatuhan dan loyalitas.

    Model pengelolaan Co-management yang berpola kemitraan, menganggap masyarakat PPPK dan

    pemerintah memiliki pengetahuan dan pemahaman yang sama tentang sumberdaya wilayah

    PPPK. Model ini menitikberatkan bahwa masyarakat harus berkelompok sehingga koordinasi,

    pemilihan prioritas dan pengambilan keputusan lebih akomodatif dalam meminimalkan bias

    dalam pencapaian tujuan. Proses dalam model ini biasa lebih menyita banyak waktu untuk tawar-

    menawar antara pihak pemerintah dan kelompoktentang hal-hal penting yang akan disepakati,

    sehingga kedua pihak ini seringkali sulit disinergikan.

    Model yang terakhir adalah model pengelolaan terpadu. Model ini adalah suatu mekanisme

    dimana setiap elemen mempunyai peran yang saling mendukung agar terlaksananya tujuan

    pengelolaan. Multi disiplin ilmu bersinergis dalam suatu wadah tim kerja (teamwork) sehingga

    alokasi waktu untuk menciptakan kesamaan persepsi, prinsip dan tujuan nampak lebih lama.

    Model terintegrasi (terpadu) ini memerlukan dukungan kelembagaan, baik dari pemerintah

    maupun dari masyarakat pesisir itu sendiri, disamping validasi daya dukung sumberdaya bagi

    terselenggaranya tujuan ini.3

    3 Diakses pada tanggal 5 Oktober.http://www.abdulmuthalib.co.cc/2009/08/4-model-pengelolaan-pesisir-dan-pulau.html. Pukul 14.30 WITA

    http://greenblue-phinisi.blogspot.com/2009/07/participatory-rural-appraisal-pra.htmlhttp://greenblue-phinisi.blogspot.com/2009/07/participatory-rural-appraisal-pra.htmlhttp://greenblue-phinisi.blogspot.com/2009/07/organisasi-petani-pemakai-air.htmlhttp://leader-street.blogspot.com/2009/05/ekonomi-kerakyatan-menjadi-jargon-lagi.htmlhttp://www.abdulmuthalib.co.cc/2009/08/4-model-pengelolaan-pesisir-dan-pulau.html.%20Pukul%2014.30http://www.abdulmuthalib.co.cc/2009/08/4-model-pengelolaan-pesisir-dan-pulau.html.%20Pukul%2014.30http://www.abdulmuthalib.co.cc/2009/08/4-model-pengelolaan-pesisir-dan-pulau.html.%20Pukul%2014.30http://greenblue-phinisi.blogspot.com/2009/07/participatory-rural-appraisal-pra.htmlhttp://greenblue-phinisi.blogspot.com/2009/07/participatory-rural-appraisal-pra.htmlhttp://greenblue-phinisi.blogspot.com/2009/07/organisasi-petani-pemakai-air.htmlhttp://www.abdulmuthalib.co.cc/2009/08/4-model-pengelolaan-pesisir-dan-pulau.html.%20Pukul%2014.30http://www.abdulmuthalib.co.cc/2009/08/4-model-pengelolaan-pesisir-dan-pulau.html.%20Pukul%2014.30http://leader-street.blogspot.com/2009/05/ekonomi-kerakyatan-menjadi-jargon-lagi.html
  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    25/28

    BAB IV

    PENUTUP

    4.1 Simpulan

    1. Sumber daya pesisir menjadi modal dasar pembangunan yang penting bagi pembangunan

    ekonomi Indonesia pada masa mendatang. Ekositem pesisir dan keanekaragaman

    hayatinya berperan dalam merespon perubahan iklim nasional dan global terutama di

    pulau yang sangat kecil (< 100 ha) yang rawan tenggelam. Dalam kondisi yang demikian,

    upaya pengelolaan wilayah pesisir untuk memanfaatkan sumber dayanya secara lestari

    belum memadai.

    Pemanfaatan yang berlebih (over exploitation) telah mengakibatkan degradasi sumber

    daya pesisir. Tekanan pemanfaatan sumber daya pesisir semakin parah dengan adanya

    krisis ekonomi, sehingga mendorong banyak pihak bersaing mendapatkan sumber daya

    yang masih tersisa dengan berbagai cara. Situasi ini mempengaruhi kehidupan masyarakat

    dan menimbulkan marginalisasi masyarakat pesisir. Permasalahan ini disebabkan banyak

    faktor, antara lain belum diadopsi pendekatan Pengelolaan Pesisir terpadu.

    -Sentralistik. Sebagaimana kebijakan pengelolaan lingkungan di Indonesia lainnya bahwa

    pengelolaan lingkungan dengan pendekatan stated-based didasarkan pada pendekatan

    top down, dimana dilaksanakan karena ada anggapan bahwa penduduk yang

    berpenghasilan rendah tidak memiliki pengetahuan teknis yang dibutuhkan untuk

    memberikan kontribusi efektif dalam proses perencanaan (William,1997). Pendekatan

    state-basedmengandung arti bahwa komitmen pemerintah terhadap partisipasi masyarakat

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    26/28

    sangat terbatas yang ditunjukkan dengan rendahnya alokasi budget yang digunakan untuk

    menggerakkan partisipasi masyarakat dalam hal ini tanggung jawab untuk membentuk

    partisipasi masyarakat seringkali dibebankan secara tumpang tindih, sehingga akan

    memperlemah fisibilitas dan efektifitas upaya suatu badan pemerintah (Gilbert dan

    Ward,1984).

    -Desentralisasi.

    Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberikan

    kewenangan yang luas kepada Daerah Kabupaten dan Kota untuk mengatur dan mengurus

    kepentingan masyarakatnya sendiri berdasarkan aspirasi msyarakat setempat sesuai

    dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 1999

    menyatakan kewenangan daerah di wilayah laut adalah :

    Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas

    wilayah laut tersebut.

    Pengaturan kepentingan administratif.

    Pengaturan tata ruang.

    Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau

    yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah.

    -Co management,

    Dalam Pasal 41 mengisyaratkan a danya Forum Mitra Bahari yang dibentuk sebagai upaya

    peningkatan kapasitas pemangku kepentingan pengelolaan wilayah pesisir. Mitra Bahari

    merupakan forum kerja sama pemerintah, pemerintah daerah, perguruan tinggi, lembaga

    suadaya masyarakat, organisasi profesi , dan tokoh masyarakat termasuk dunia usaha.

    Kegiatannya difokuskan pada bentuk pendampingan/penyuluhan, pendidikan/pelatihan,

    penelitian terapan, termasuk rekomendasi kebijakan. Artinya forum mempunyai bebanmoral dan harus bertanggung jawab mengeliminasi dampak negative kehadiran HP3 bagi

    masyarakat pesisir/nelayan dikawasan tertentu.

    -pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil terpadu berbasis masyarakat.

    Dalam rangka mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir terpadu yang berbasis masyarakat

  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    27/28

    diperlukan beberapa proses pengelolaan yang sesuai dengan tahapan manajemen yaitu

    mulai dari perencanan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Tahapan proses

    perencanaan pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat tetap mengacu kepada

    proses perencanaan pembangunan berkelanjutan wilayah pesisir dan lautan.

    2. Model pengelolaan wilayah PPPK top-down lebih cendrung digunakan pada negara

    berkembang karena kuatnya pemerintah dalam mengelola aset strategisnya. Model

    bottom-up adalah model pengelolaan yang telah lama digunakan oleh sebagian besar

    masyarakat PPPK yang memiliki hak tradisional dan begitu kuat diakui. Model

    pengelolaan Co-management yang berpola kemitraan, menganggap masyarakat PPPK

    dan pemerintah memiliki pengetahuan dan pemahaman yang sama tentang sumberdaya

    wilayah PPPK. Model ini menitikberatkan bahwa masyarakat harus berkelompok

    sehingga koordinasi, pemilihan prioritas dan pengambilan keputusan lebih akomodatif

    dalam meminimalkan bias dalam pencapaian tujuan. Model yang terakhir adalah model

    pengelolaan terpadu. Model ini adalah suatu mekanisme dimana setiap elemen

    mempunyai peran yang saling mendukung agar terlaksananya tujuan pengelolaan.

    http://greenblue-phinisi.blogspot.com/2009/07/participatory-rural-appraisal-pra.htmlhttp://greenblue-phinisi.blogspot.com/2009/07/participatory-rural-appraisal-pra.html
  • 8/8/2019 Tugas Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

    28/28

    DAFTAR PUSTAKA

    http://www.beritamaritim.com/berita/01/11.shtml

    www.indoprogress.com

    www.makassarkota.go.id/index.php?option=com_content.

    www.depkominfo.go.id/.../hak-pengusahaan-perairan-pesisir-dapat-ditolak-jika-

    ancam-kelestarian/

    www.dkp-banten.go.id/berita/02/08-liput.rtf

    www.wikipedia.com/jumlahpulau

    http://mukhtar-api.blogspot.com

    http://rudyct.com/PPS702-ipb/05123/group2_123.htm .

    http://www.abdulmuthalib.co.cc/2009/08/4-model-pengelolaan-pesisir-dan-pulau.html .

    http://www.beritamaritim.com/berita/01/11.shtmlhttp://www.indoprogress.com/http://www.makassarkota.go.id/index.php?option=com_contenthttp://www.makassarkota.go.id/index.php?option=com_contenthttp://www.makassarkota.go.id/index.php?option=com_contenthttp://www.makassarkota.go.id/index.php?option=com_contenthttp://www.makassarkota.go.id/index.php?option=com_contenthttp://www.depkominfo.go.id/.../hak-pengusahaan-perairan-pesisir-dapat-ditolak-jika-ancam-kelestarian/http://www.depkominfo.go.id/.../hak-pengusahaan-perairan-pesisir-dapat-ditolak-jika-ancam-kelestarian/http://www.depkominfo.go.id/.../hak-pengusahaan-perairan-pesisir-dapat-ditolak-jika-ancam-kelestarian/http://www.depkominfo.go.id/.../hak-pengusahaan-perairan-pesisir-dapat-ditolak-jika-ancam-kelestarian/http://www.depkominfo.go.id/.../hak-pengusahaan-perairan-pesisir-dapat-ditolak-jika-ancam-kelestarian/http://www.depkominfo.go.id/.../hak-pengusahaan-perairan-pesisir-dapat-ditolak-jika-ancam-kelestarian/http://www.depkominfo.go.id/.../hak-pengusahaan-perairan-pesisir-dapat-ditolak-jika-ancam-kelestarian/http://www.depkominfo.go.id/.../hak-pengusahaan-perairan-pesisir-dapat-ditolak-jika-ancam-kelestarian/http://www.depkominfo.go.id/.../hak-pengusahaan-perairan-pesisir-dapat-ditolak-jika-ancam-kelestarian/http://www.depkominfo.go.id/.../hak-pengusahaan-perairan-pesisir-dapat-ditolak-jika-ancam-kelestarian/http://www.depkominfo.go.id/.../hak-pengusahaan-perairan-pesisir-dapat-ditolak-jika-ancam-kelestarian/http://www.dkp-banten.go.id/berita/02/08-liput.rtfhttp://www.wikipedia.com/jumlahpulauhttp://mukhtar-api.blogspot.com/http://rudyct.com/PPS702-ipb/05123/group2_123.htmhttp://www.abdulmuthalib.co.cc/2009/08/4-model-pengelolaan-pesisir-dan-pulau.htmlhttp://www.beritamaritim.com/berita/01/11.shtmlhttp://www.indoprogress.com/http://www.makassarkota.go.id/index.php?option=com_contenthttp://www.depkominfo.go.id/.../hak-pengusahaan-perairan-pesisir-dapat-ditolak-jika-ancam-kelestarian/http://www.depkominfo.go.id/.../hak-pengusahaan-perairan-pesisir-dapat-ditolak-jika-ancam-kelestarian/http://www.dkp-banten.go.id/berita/02/08-liput.rtfhttp://www.wikipedia.com/jumlahpulauhttp://mukhtar-api.blogspot.com/http://rudyct.com/PPS702-ipb/05123/group2_123.htmhttp://www.abdulmuthalib.co.cc/2009/08/4-model-pengelolaan-pesisir-dan-pulau.html