29
1 [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK) --Kurikulum Perguruan Tinggi Adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya, yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di Perguruan Tinggi. --Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat, dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. DENGAN DEMIKIAN Mahasiswa dapat dinyatakan lulus Mata Kuliah Hukum Acara PERATUN, apabila dia telah mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, sehingga akan dianggap mampu ketika diminta oleh masyarakat untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan yang berkaitan dengan PERATUN.

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

1

[TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum

Acara Peradilan Tata Usaha Negara

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)

--Kurikulum Perguruan Tinggi Adalah seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta

cara penyampaian dan penilaiannya, yang digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di Perguruan

Tinggi.

--Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung

jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap

mampu oleh masyarakat, dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang

pekerjaan tertentu.

DENGAN DEMIKIAN

Mahasiswa dapat dinyatakan lulus Mata Kuliah Hukum Acara

PERATUN, apabila dia telah mampu mengetahui, memahami, dan

menjelaskan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, sehingga

akan dianggap mampu ketika diminta oleh masyarakat untuk

menyelesaikan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan yang berkaitan

dengan PERATUN.

Page 2: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

2

DAFTAR PUSTAKA

1. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia

Karangan Philipus M. Hadjon dkk.

Penerbit Gajah Mada University Press, Yogayakarta, 1993

2. Usaha Memahami UU Tentang Peradilan Tata Usaha Negara ( Buku I dan II)

Karangan Indoharto

Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005

4. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara;

Karangan Riawan W. Tjandra.

Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2005.

5. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

Karangan R. Wiyono.

Penerbit Sinar Grafika, Jakartaa, 2008.

6. Hukum Acara Peradillan Tata Usaha Negara

Karangan Zairin Harahap

Penerbit P.T. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2001

7. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia

Karangan R. Soegijanto Tjakranegara

Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2002

8. Karakteristik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

Karangan Suparto Wijoyo

UNAIR Press, Yogyakarta, 2005

9. Peradilan Administrasi dan Upaya Administrasi di Indonesia

Karangan S.F. Marbun

Penerbit UII Press, Yogyakarta, 2003

10. Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi

Karangan Ridwan

Penerbit FH UII Press

11. Hukum Administrasi Negara

Karangan Ridwan, H.R.

Penerbit UII Press, Yogyakarta, 2006

12. Strategi Menangani Perkara Tata Usaha Negara

Karangan Darwan

Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1995

13. Hukum Acara Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Administrasi

Karangan Sjachran Basah

Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 1992

Page 3: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

3

MATERI UJIAN SISIPAN

Hukum Acara PERATUN

1. Hubungan antara Negara Kesejahteraan ( Welfare State) dengan PERATUN.

2. Dasar Hukum PERATUN

3. Asas Hukum Acara PERATUN

4. Susunan Organisasi PERATUN

5. Kompetensi Absolut ( Kewenangan Mutlak mengadili secara Materiil) PERATUN

6. Jalur / Alur berperkara di PERATUN

7. Alasan-alasan menggugat di PERATUN

8. Hak Gugat

9. Tenggang Waktu menggugat.

10. Tambahan: a. Kesimpulan dari materi Mata Kuliah

b. Diskusi, pembuatan Makalah, dan Presentasi Makalah

PERHATIAN BROER n MPOK-MPOK.....!!!

Kamu-kamu HARUS punya :

1. UU tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang terdiri dari:

-- 1. UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

-- 2. UU No 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas U.U. No. 5 Tahun 1986 tntang

Peradilan Tata Usaha Negara

-- 3. UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 5 Tahun

1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

2. Foto Copy Materi Kuliah (hard n soft nya....)

3. Syuskur-syukur punya bukunya

PETUAH......!!! :

1. Mandi, pake wangi-wangi, baju rapi, rambut disisir, G Bole ngantuk (AWAS YAW....!).

Tetap Semangat, ceria, positif thinking.......

2. Penuhi absensi, alias G bolos kuliah, n G PAKE TERLAMBAT MASUK!

3. Perhatikan penjelasan DOSENS, JANGAN BICARA SENDIRI, JANGAN MAIN SMS,

FB.... TANGAN G BOLE DIMASUKIN TAS... (emangnya GW G TW pa..?!)

4. Aktif terlibat diskusi ma DOSENS, tanya yg G TW, jangan manyun ajah....

5. Tanya kisi-kisi soal yang akan keluar ujian, COZ PENTING NEH...!

6. Jangan blajar model SKS (Sistem Kebut Semalam/sejam).

7. Jangan banyak alasan n mengeluh.... ( EGP......!)

Page 4: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

4

KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN (WELFARE STATE)

DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERATUN

Dalam Negara Kesejahteraan, negara tidak hanya bertugas menjaga

ketertiban semata-mata, tetapi negara ikut aktif campur tangan mengusahakan

dan menyelenggarakan warga negaranya untuk mencapai kesejahteraan dan

kebahagiaan

Dalam ikut aktif menyelenggarakan kesejahteraan tersebut, negara ikut

campur tangan secara intens (terus menerus) mengurusi kehidupan pribadi

masing-masing individu. Campur tangan negara dalam berhubungan dengan

individu warganegara meliputi hampir seluruh aspek kehidupan.

Karena tugas, pekerjaan, fungsi, dan kewenangan negara ( negara diwakili

oleh Aparatur Pemerintah, dalam hal ini disebut “Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara) sedemikian luas dan besar, serta karena hubungan yang intens dengan

masyarakat; maka sangat terbuka kemungkinan yang besar terjadinya perbedaan

pendapat, perbenturan kepentingan, serta sengketa antara Pemerintah (

Badan/Pejabat TUN ) dengan orang atau Badan Hukum Perdata ( individu

warganegara ). Untuk memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan sengketa

tersebut, maka diperlukan lembaga peradilan yang bertugas dan berwenang

mengadili sengketa tersebut, lembaga peradilan tersebut yakni Peradilan Tata

Usaha Negara (PERATUN)

DASAR HUKUM PERATUN

Page 5: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

5

Pembukaan UUD 1945 Alinea IV + Cita-cita Negara Hukum Materiil

Pasal 24 dan 25 UUD 1945

TAP MPR No. IV / MPR / Tahun 1978 Bab IV Tentang GBHN

Pasal 10 U.U. No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

UU No. 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung

1. UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Jo.

2. UU No. 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas U.U. No. 5 Tahun 1986

Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

3. UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 5 Rahun

1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

UU No. 10 Tahun 1990 Tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Tata Usaha

Negara (PT TUN) : Jakarta, Medan, dan Ujung Pandang

--KEPRES No. 52 Tahun 1990 Tentang Pembentukan Pengadilan Tata Usaha

Negara (PTUN) Jakarta, Medan, Palembang, Ujung Pandang.

--KEPRES No. 21 Tahun 2004 Tentang Pengalihan Organisasi, Administrasi, dan

Finannsial di Lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan

Peradilan Agama dari Departemen Kehakiman dan HAM

ke Mahkamaah Agung.

--Peratuaran Presiden No. 13 Tahun 2005 Tentang Sekretariat

Mahkamah Agung

Page 6: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

6

SKEMA ORGANISASI PERATUN

(Pasal 18 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman)

UU No 5 Th 2004

MAHKAMAH AGUNG

PERADILAN PERADILAN PERADILAN PERATUN UMUM AGAMA MILITER

UU 8 Th 2004 UU No 7 Th 1989 UU 9 Th 2004

CATATAN: Berdasarkan ketentuan Pasal 18 UU No 48 Tahun 2009, SEOLAH-OLAH PERATUN dipandang merupakan “sistem umum” dari suatu peradilan, maksudnya seolah-olah berwenang mengadili semua sengketa dalam bidang TUN. Padahal sesungguhnya menurut ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang tentang PERATUN, PERATUN sebenarnya hanyalah merupakan ”sistem khusus”, maksudnya hanya berwenang mengadili sengketa dalam bidang TUN yang diakibatkan oleh keluarnya KTUN. Jadi tidak semua sengketa dalam bidang TUN menjadi kewenangan PERATUN untuk mengadilinya.

SUSUNAN PERATUN

MAHKAMAAH AGUNG Ps. 2 UU No 5 Th 2004

PTTUN Ps 8 (2) UU No 9 Th 2004

PTUN Ps. 8 (1) UU No 9 Th 2004

PTUN = Pengadilan Tingkat I (Pertama) dalam lingkungan PERATUN PTTUN = Pengadilan tingkat Banding dalam lingkungan PERATUN PERATUN merupakan nama dari salah satu lingkungan peradilan pada Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, yang berwenang memeriksa dan mengadili sengketa TUN Singkatan yang benar: PTUN singkatan dari Pengadilan Tata Usaha Negara PERATUN singkatan dari Peradilan Tata Usaha Negara

Page 7: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

7

Unsur-unsur Peradilan Tata Usaha Negara / Peradilan Administrasi (Administratieve Rechtspraak), yaitu:

1. Adanya hukum, yakni Hukum Administrasi Negara/Hukum Tata

Usaha Negara yang dapat diterapkan terhadap suatu perkara;

2. Adanya sengketa hukum yang konkrit, yang pada dasarnya

disebabkan oleh keluarnya KTUN;

3. Adanya minimal 2 (dua) pihak, dan sekurang-kurangnya salah pihak

harus administrasi negara;

4. Adanya badan peradilan yang berdiri sendiri dan

terpisah, yang berwenang memutuskan perkara

secara netral atau tidak memihak;

5. Adanya hukum formal dalam rangka menerapkan hukum,

menemukan ”hukum in concreto” untuk ditaatinya hukum materiil.

BEDANYA DENGAN:

Unsur-unsur Upaya Administratif (Administratief Beroep),

yaitu :

1. Adanya suatu perselisihan yang diajukan oleg seseorang atau

badan hukum perdata, sebagai akibat dikeluarkannya KTUN atau

tidak dikeluarkannya KTUN.

2. Penyelesaian sengketa/perselisihan dilakukan di

lingkungan pemerintahan sendiri, baik melalui

prosedur keberatan maupun melalui banding

administrasi;

3. Adanya hukum, yakni Hukum Administrasi Negara yang dapat

diterapkan terhadap suatu perkara;

4. Minimal dua pihak dan salah satu pihak adalah badan/pejabat

administrasi;

5. Adanya hukum formal dalam rangka menerapkan hukum

inconcreto untuk menjamin ditaatinya hukum material.

Page 8: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

8

ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERATUN

1. Asas Praduga Rechtsmatig ( vermoeden van rechtmatigheid =

praesumptio iustae causa ).

Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa

harus selalu dianggap rechtmatig ( benar menurut hukum), sampai

kemudian ada pembatalannya oleh yang berwenang. Dengan asas

ini, gugatan tidak menunda pelaksanaan Keputusan Tata Usaha

Negara (KTUN) yang sedang digugat. ( Lihat Pasal 67 Ayat (1) UU

No 5 Tahun 1986).

2. Asas Pembuktian Bebas

Hakim yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda

dengan ketentuan Pasal 1865 BW (KUH Perdt). Asas ini dianut

dalam Pasal 107 UU No. 5 Tahun 1986, dan dibatasi oleh Pasal 100.

3. Asas Keaktifan Hakim (Dominus Litis)

Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan

para pihak, karena Tergugat adalah Pejabat atau Badan Tata Usaha

Negara, sedangkan Penggugat adalah orang atau Badaan Hukum

Perdata. Penerapan asas ini terhadapat dalam ketentuan Pasal 58,

63, Ayat (1), (2), Pasal 80 dan 85 UU No 5 Tahun 1986.

4. Asas Putusan Pengadilan mempunyai Kekuataan mengikkat “Erga

Omnes”.

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa hukum publik,

dengan demikian putusan Pengadilan TUN berlaku bagi siapa saja,

tidak hanya berlaku bagi pihak yang berperkara saja.

Page 9: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

9

KONSEKUENSI ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERATUN

I. Asas Praduga Rechtmatig (Vermoeden Van Rechtmatigheid = Praesumtio Iustae Causa):

1. Gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang sedang digugat;

2. Diperlukan adanya suatu “Acara Singkat”; 3. Tidak dikenal adanya “provisionele vonnis”. Sehingga tidak

terdapat adanya “uitvoerbaar bij vooraad” 4. KTUN yang digugat hanya “dapat dibatalkan” dan bukan “batal

demi hukum”

II. Asas Pembuktian Bebas (Vrij Bewijs): 1. Dalam melakukan pembuktian, hakim tidak tergantung pada fakta

yang dikemukakan para piahak (aspek luas pembuktian) 2. Hakim yang menetapkan beban pembuktian (aspek pembagian

beban pembuktian) 3. Tidak dikehendaki adanya ketentuan yang mengikat hakim dalam

memilih alat-alat bukti (aspek alat-alat bukti) 4. Penilaian pembuktian sepenuhnya diserahkan kepada hakim

(aspek penilaian penghargaan pembuktian) III. Asas Keaktifan Hakim (Actieve Rachter = Dominus Litis)

1. Keaktifan selama proses pemeriksaan sengketa sepenuhnya terletak pada hakim;

2. Hakim berwenang mengadakan Pemeriksaan Persiapan untuk mengetahui kelengkapan gugatan, sehingga pemeriksaan di persidangan harus dianggap bahwa gugatan telah sempurna;

3. “Ultra petita” tidak dilarang, sehingga adanya “reformatio in peius” menjadi dimungkinkan;

4. Dalam melakukan pengujian keabsahan, hakim tidak terikat pada alasan mengajukan gugatan yang diajukan oleh Penggugat.

IV. Asas “erga omnes”

1. Tidak perlu adanya diktum putusan hakim yang menyatakan agar pihak-pihak tertentu untuk mentaati Putusan Pengadilan yang bersangkutan;

2. Intervensi tidak mutlak adanya, pihak ketiga yang sangat berkepentingan cukup didengar sebagai saksi;

3. dihapuskannya Pasal 118 UU Nomor 5 Tahun 1986

Page 10: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

10

BAGAN ALUR / JALUR BERSENGKETA MELALUI PERATUN MAHKAMAH AGUNG

PT TUN PT TUN ( Banding) Tingkat I Ps 51 (1) Ps 51 (3) PTUN Upaya Ps. 50 Administratif Ps 48 Orang / Badan Hukum Perdata menggugat Ps 53 (1) PENJELASAN GAMBAR BAGAN: Orang atau Badan Hukum Perdata (BHP) yang mengajukan gugatan ke PERATUN,

jalurnya tidak selalu melalui jalur biasa yaitu dari : PTUN PT TUN MA

seperti jalur berperkara di Peradilan Umum ( PN PT MA).

Terhadap suatu SENGKETA TUN TERTENTU yang memenuhi rumusan Ps 48 UU

No 5 Thn 1986, maka jalur berperkaranya harus melalui Upaya Administratif

terlebih dahulu, dan apabila belum puas terhadap Keputusan Upaya Administratif,

orang atau BHP langsung menggugatnya ke Pengadilan Tinggi TUN (PT TUN).

Kapan dapat diketahui bahwa terhadap suatu sengketa TUN tertentu harus

ditempuh Upaya Administratif ?!

Yaitu: “ Dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi

dasaar dikeluarkannya KTUN ybs, dapat dilihat apakah terhadap suatu KTUN itu

terbuka atau tidak terbuka kemungkinan untuk ditempuh suatu Upaya

Administratif. (Lihat Penjelasan Ps 48 Ayat (1) Alinea terakhir ).

Page 11: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

11

UPAYA ADMINISTRATIF (UA)

Adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh orang atau Badan

Hukum Perdata apabila dia tidak puas terhadap suatu KTUN. Prosedur

itu dilaksanakan di lingkungan Pemerintah sendiri.

Upaya Administratif terdiri dari dua bentuk, yaitu:

1. KEBERATAN, yakni dalam hal penyelesaian KTUN tersebut harus

dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat TUN yang mengeluarkan

Keputusan itu. Contoh : Ps 25 UU No 6 Th 1983 Tentang Ketentuan

Umum Perpajakan.

2. BANDING ADMINISTRATIF, yakni dalam penyelesaiannya harus

dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang

mengeluarkan keputusan yang bersangkutan.

Contoh Banding Administratif:

Keputusan Majelis Pertimbangan Pajak ( MPP )

Keputusan Badan Pertimbangan Kepegawaian, berdasarkan PP

No 30 Th 1980 Tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Keputusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat

( P4P )

Keputusan Gubernur berdasarkan Ps 10 Ayat (2) UU Gangguan.

BERBEDA dengan prosedur di PERATUN, maka pada Banding

Administratif atau Prosedur Keberatan dilakukan penilaian secara

lengkap, baik dari segi penerapan hukum maupun dari segi

kebijaksanaan oleh instansi yang memutus.

Pasal 48 UU No 9 Th 2004: (1). Dalam hal suatu Badan atau Pejabat TUN diberi wewenang oleh

atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa TUN tertentu, maka sengketas TUN tersebut harus diselesaikan melalui Upaya Administratif yang tersedia;

(2). Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan mnyelesaikan sengketa TUN sebagaimana dimaksud dlm Ayat (1), jika seluruh Upaya Administratif ybs telah digunakaan.

LIHAT DAN BACA JUGA PENJELASAN PASAL 48.

Page 12: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

12

SKEMA KOMMPETENSI ABSOLUT PERATUN ( Kewenangan Mutlak dari segi Materiil )

L Limitasi Ps 48

Keterangan Gambar Skema Kompetensi Absolut :

Pasal 47 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara mengatur bahwa pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,

dan menyelesaian sengketa Tata Usaha Negara.

Sengketa Tata Usaha Negara diatur dalam Pasal 1 angka 4 Undang- undang

Nomor 5 Tahun 1986 (sekarang Pasal 1 angka 10 UU Nomor 51 Tahun 2009) yaitu

sebagai sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara,antara orang atau

badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat

maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara,

termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang

berlaku.

Unsur-unsur sengketa TUN :

1. Sengketa yang timbul dalam bidang TUN

2. Antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat T U N;

3. Sebagai akibat dikeluarkannya KTUN, termasuk sengketa kepegawaian,

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ps 47 :Sengketa TUN

Ps1.10:Timbul dari KTUN

KTUN ialah :

- Ps 1. 9 UU 51/2009

- Pengecualian (-) Ps. 2

- Pengecualian (+) P. 3

Limitasi Ps 49

Page 13: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

13

Sengketa Tata Usaha Negara itu ditimbulkan oleh adanya atau dikeluarkannya

suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), oleh karena itu Keputusan Tata Usaha

Negara menjadi dasar lahirnya Sengketa Tata Usaha Negara

Keputusan Tata Usaha Negara, menurut Pasal 1 angka 3 (sekarang Pasal 1

angka 9 UU Nomor 51 Tahun 2009) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986,

dimaksudkan sebagai suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau

Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN yang berdasarkan Peraturan Perundang-

undangan yang berlaku, yang bersifat kongkrit, individual, dan final, yang menimbulkan

akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.

Unsur-unsur Keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan Pasal 1 angka 3 dan

Penjelasannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, adalah sebagai berikut:

a. Penetapan Tertulis

Istilah penetapan tertulis terutama menujukan kepada isi dan bukan kepada

bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

Keputusan itu memang diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan tertulis bukan

bentuk formalnya seperti Surat Keputusan Pengangkatan dan sebagainya. Persyaratan

tertulis itu diharuskan untuk kemudaham segi pembuktian, sebuah memo atau nota

dapat memenuhi syarat tertulis tersebut dan akan merupakan suatu Keputusan Tata

Usaha Negara menurut Undang-undang ini apabila sudah jelas:

- Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara mana yang mengeluarkannya;

- Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan itu;

- Kepada siapa tulisan itu ditunjukan dan apa yang ditetapkan didalamnya.

b. Dikeluarakan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat di pusat

dan daerah yang melakukan kegiatan yang bersifat eksekutif.

c. Berisi Tindakan Hukum Tata Usaha Negara

Tindakan Hukum Tata Usaha Negara yaitu tindakan hukum yang bersumber

pada suatu ketentuan Hukun Tata Usaha Negara yang dapat menimbulkan hak atau

kewajiban pada orang lain.

Page 14: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

14

d. Bersifat kongkrit, individual dan final

Bersifat kongret artinya objek yang diputuskan dalam KTUN itu tidak abstrak

tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan, umpamanya Keputusan mengenai

rumah si ”A”, ijin usaha bagi Si “ B’, pemberhentian Si “A’ sebagai Pegawai Negeri.

Bersifat Individual artinya keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan

untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Kalau yang dituju lebih

dari seorang maka tiap-tiap nama orang yang terkena Keputusan itu, disebutkan.

Umpamanya keputusan tentang pembongkaran atau pelebaran jalan dengan lampiran

yang menyebutkan nama-nama orang yang terkena Keputusan tersebut.

Bersifat Final artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat

hukum. Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi lain belum bersifat final

karenanya belum dapat menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada pihak yang

bersangkutan. Umpamanya, keputusan penangkapan seorang pegawai negeri

memerlukan persetujuan dari Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

Unsur-unsur K T U N sebagi mana tercantum dalam Pasal 1 angka 3 Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1986 ternyata belum tuntas, ternyata terdapat pengecualian

berupa pengurangan untuk hal-hal yang tercantum dalam Pasal 2 dan pengecualian

yang berupa tambahan pada hal-hal yang tercantum dalam Pasal 3.

Menurut Pasal 2, yang tidak termasuk dalam pengertian keputusan Tata Usaha

Negara menurut Undang-Undang ini :

a. Keputusaan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;

b. Keputusan Tata Usaha Negara merupakan pengaturan yang bersifat umum;

c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;

d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;

e. Keputusan TUN yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

f. Keputusan TUN mengenai tata usaha negara Tentara Nasional Indonesia;

g. Keputusan KPU baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum.

Page 15: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

15

Pasal 3 yang merupakan pengecualian yang berupa tambahan, mengatur sbb:

(1) Jika suatu Badan atau Pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara

(2) Jika suatu Badan atau Pejabata TUN tdk mengeluarkan keputusan yg dimohon, sedangkan jangka waktu sebagai mana ditentukan dlm peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat TUN tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.

(3) Dalam hal peraturan peundang-undangan yang bersangkutan rtidak menentukan jangka waktu sebagai mana dimaksud dalam ayat (2); maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohobnan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan kepurtusan penolakan.

Isi ketentuan yang tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986, dapat ditarik pengertian bahwa yang tercantum dalam Pasal 2

sebenarnya merupakan suatu KTUN, akan tetapi menurut sifatnya oleh undang-

undang ini dianggap bukan sebagai KTUN, sedangkan hal-hal yang tercantum

dalam Pasal 3 UU Nomor 5 Tahun 1986 sebenarnya bukan merupakan KTUN, tetapi

menurut sifatnya oleh Undang-undang ini dianggap sebagai KTUN.

Kompetensi Absolut tersebut di atas masih dilimitasi oleh suatu keadaan

sebagaimana tercantum dalam pasal 49, yaitu bahwa :

“Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan

sengketa TUN tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan: dalam waktu perang keadaan bahaya,keadaan bencana alam atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan”

KESIMPULAN KOMPETENSI ABSOLUT PERATUN : Kompetensi absolut PERATUN dapat diterangkan sebagai berikut:

menurut Pasal 47 wewenang PERATUN mengadili sengketa Tata Usaha Negara,

Sengketa Tata Usaha Negara menurut Pasal 1 Angka 4 ditimbulkan sebagai akibat

dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, sedangkan pengertian Keputusan

Tata Usaha Negara tercantum dalam Pasal 1 Angka 3. Isi rumusan Keputusan Tata

Usaha Negara tersebut, ternyata tidak tuntas. Terhadap rumusan tersebut masih

terdapat pengecualiannya yaitu berupa pengurangan pada hal-hal yang tercantum

dalam Pasal 2, dan penambahan pada hal-hal yang terdapat dalam Pasal 3, serta

masih lagi dilimitasi oleh keadaan yang tercantum dalam Pasal 48 dan 49.

Page 16: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

16

TINDAKAN PEMERINTAHAN ( Bestuurshandeling)

Tindakan Materiil Tindakan Hukum (Feitelijke Handelingen) (Rechtshandelingen) Tindakan Hukum Privat Tindakan Hukum Publik Berbagai Pihak Sepihak Umum Individual

Page 17: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

17

HAK GUGAT DALAM PERATUN ( Pasal 53 Ayat (1) UU No 9 Th 2004)

“Orang atau Badan Hukum Perdata (BHP) yang merasa kepentingannya dirugikan

oleh suatu KTUN, dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang

berwenang, yg berisi tuntutan agar KTUN yg disengketakan itu dinyatakan batal

atau tidak sah, dgn atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi”

1. Yang mempunyai hak gugat adalah orang atau badan hukum perdata yang

merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu KTUN. Berarti harus ada

hubungan hukum antara orang/BHP dengan suatu KTUN. Hubungan hukum

disini yakni berupa suatu “kerugian” yg diakibatkan keluarnya suatu KTUN.

Orang/BHP yang tidak dirugikan oleh suatu KTUN tidak dapat menggugat.

Apabila orang/BHP yang tidak dirugikan tetapi menggugat, berarti ybs dapat

dianggap mengada-ada/tidak berdasar.

2. Gugatan harus dalam bentuk tertulis, dan berisi tuntutan (petitum) pokok agar

KTUN yang disengketakan dinyatakan batal atau tidak sah, sedangkan

tuntutan (petitum) tambahan berupa tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi.

PENJELASAN PASAL 53 AYAT (1): Sesuai dengan ketentuan Ps 1 angka 4, maka hanya orang / BHP yang

berkedudukan sebagai subyek hukum saja yang dapat mengajukan gugatan ke

PERATUN untuk menggugat KTUN. Badan atau Pejabat TUN tdk dapat

mengajukan gugatan ke PTUN untuk menggugat KTUN. Selanjutnya hanya

orang/BHP yg kepentingannya terkena oleh akibat hukum KTUN yang dikeluarkan

dan karenanya yg bersangkutan merasa dirugikan, dibolehkan menggugat KTUN.

Gugatan disyaratkan dlm bentuk tertulis, krn gugatan itu akan menjadi pegangan

Pengadilan dan para pihak selama pemeriksaan. Mereka yang tidak pandai baca

tulis dapat mengutarakan keinginan untuk menggugat kepada Panitera

Pengadilan yang akan membantu merumuskan gugatannya dalam bentuk tertulis.

Berbeda dengan gugatan di muka Pengadilan Perdata, maka apa yang dapat

dituntut di muka PTUN terbatas pada satu macam tuntutan pokok yang berupa

tuntutan agar KTUN yang telah merugikan kepentingan Penggugat itu dinyatakan

batal atau tiidak sah. Tuntutan tambahan dibolehkan hanya berupa tuntutan ganti

rugi dan hanya dalam sengketa kepegawaian saja adanya tuntutan tambahan

lainnya yang berupa tuntutan rehabilitasi.

CATATAN: PASAL 1 ANGKA 6 UU Nomor 5 Tahun 1986 Tentang PERATUN :

Penggugat adalah selalu Orang atau B.H.P., sedangkan Tergugatnya

adalah Badan atau Pajabat TUN.

Page 18: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

18

ALASAN-ALASAN MENGGUGAT

A. DALAM PASAL 53 Ayat (2) UU NO. 5 TAHUN 1986:

Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan, adalah :

a. KTUN yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku;

Dalam Penjelasan, yg dimaksud bertentangan dgn peraturan per U-U an:

1. Bertentangan dengan ketentuan –ketentuan dalam peraturan perundang-

undangan yang bersifat prosedural/formal

2. Bertentangan dalam ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan

yang bersifat material/subtansial

3. Dikeluarkan oleh Badan atau Pajabat TUN yang tidak berwenang.

b. Badan/Pejabat pada waktu mengeluarkan KTUN, telah menggunakan

wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang

tersebut.

Dalam Penjelasan:

Dasar pembatalan ini sering disebut penyalahgunaan wewenang. Setiap

penentuan norma-norma hukum di dalam tiap peraturan itu tentu dengan

tujuan dan maksud tertentu. Oleh karena itu penentuan maksud tersebut harus

selalu sesuai dengan tujuan dan maksud khusus diadakannya peraturan yang

bersangkutan. Dengan demikian peraturan yang bersangkutan tidak

dibenarkan untuk diterapkan guna mencapai hal-hal yang di luar maksud

tersebut. Dengan begitu wewenang materiil Badan Atau Pejabat TUN yang

bersangkutan dalam mengeluarkan KTUN juga terbatas pada ruang lingkup

maksud bidang khusus yang telah ditentukan dalam peraturan dasarnya.

Contoh: KTUN memberi ijin bangunan atas sebidang tanah, padahal dalam

peraturan dasarnya tanah tersebut diperuntukan untuk jalur hijau.

KESIMPULAN : Badan atau Pejabat TUN pada waktu mengeluarkan atau tidak

mengeluarkan KTUN, telah melakukan penyalahgunaan wewenang

(Detournement de pouvoir)

c. Badan/Pejabat TUN pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan KTUN,

setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan

keputusannya itu, seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak

pengambilan keputusan tersebut.

Page 19: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

19

DALAM PENJELASAN:

Dasar pembatalan yang terdapat dalam Pasal 53 Ayat (2) Huruf c sering

disebut sebagai larangan berbuat sewenang-wenang (willekeur). Suatu peraturan

yang memberikan wewenang kepada Badan atau Pejabat TUN ada kalanya

mengatur secara sangat terinci dan ketat apa yang harus dilaksanakan dan mengikat

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam melakukan urusan pemerintahan.

Pengaturan yg demikian mengikat Badan atau Pejabat TUN, shg Badan

atau Pejabat TUN yg bersangkutan itu tinggal malaksanakannya secara harfiah.

Dlm Pemerintahan yg terikat Badan atau Pejabat TUN yang bersangkutan bertugas:

1. Mengumpulkan fakta yang relevan;

2. Menerapkan ketentuan perundang-undangan yg bersangkutan secara otomatis.

Dalam hal sedemikian itu pengadilan dalam menguji dari segi hukum

keputusan yang dikeluarkan juga lebih mudah karena hanya:

1. Melihat fakta yang releven yang telah dikumpulkan

2. Mencocokanya dengan rumusan dalam peraturan dasarnya.

Jarang sekali ketetapan penerapan ketentuan dalam peraturan itu dilihat

dan segi asas-asas tidak tertulis. Dalam hal ketentuan tentang tugas dan wewenang

yang harus dilaksanakan itu dirumuskan sedemikian rupa dalam peraturan dasarnya,

sehingga dapat ditafsirkan diartikan bahwa dalam melaksanakannya Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara memiliki kelonggaran untuk menentukan kebijaksanaan,

maka wewenang pengadilan pada waktu menguji dari segi hukum Keputusan Tata

Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar ketentuan-ketentuan tersebut dilakukan

secara marginal, artinya sampai batas tertentu.

Apapun yang diputuskan dalam KTUN itu harus dianggap sesuai dengan

hukum (tidak bersifat melawan hukum), asal tidak sampai merupakan merupakan

keputusan yang bersifat sewenang-wenang. Sekalipun Pengadilan tidak sependapat

dengan kebijaksanaan yang diputuskan dalam keputusan itu, kalau keputusan itu

tidak dapat dinilai sebagai keputusan yang bersifat sewenang-wenang, maka

Pengadilan harus menerimanya dan menganggapnya sah menurut hukum.

Page 20: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

20

Dalam pemerintahan yang bebas Badan atau Pejabat TUN ybs bertugas:

1. Mengumpulkan fakta yang relevan;

2. Mempersiapkan, mengambil dan melaksanakan keputusan yang

bersangkutan dengan memperhatikan asas-asas hukum yang tidak tertulis.

Dengan penuh kelonggaran menentukan sendiri isi, cara menyusun dan

saat mengeluarkan keputusan itu. Pengujian dan segi hukum yang dilakukan

pengadilan terhadap KTUN demikian itu terbatas pada penelitian; apakah semua

fakta yg relevan itu telah dikumpulkan untuk ikut dipertimbangkan dalam KTUN ybs;

Contoh :

Dlm hal keputusan yg digugat itu dikeluarkan atas dasar fakta yg kurang lengkap,

maka keputusan yang demikian itu telah terjadi atas kemauan sendiri, bukan atas

dasar hukum, sehingga merupakan keputusan yg bersifat sewenang-wenang.

Apakah Badan itu Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan

Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan pada waktu mempersiapkan,

memutuskan dan melaksanakannya, telah memperhatikan asas-asas yang berlaku.

Contoh :

Keputusan pensiun seorang pegawai negri dgn alasan kesehatan, yg tidak

dilengkapi dengan pendapat Dewan Pertimbangan Kesehatan Pegawai.

Apakah keputusan yang diambil juga akan sama dengan keputusan yang

sedang digugat kalau hal-hal tersebut pada angka 1 dan 2 telah diperhatikan.

Contoh :

Mnrt Psl 7 ayat (2), U-U No 22 Thn 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan

Perbuatan; Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) wajib

memberikan perantaraan ke arah penyelesaian secara damai dalam suatu

perselisihan perburuhan dgn jalan mengadakan perundingan dengan kedua

belah pihak yang berselisih. Kemudian, barulah ia dapat mengambil keputusan

yang bersifat mengikat kedua belah pihak. Apabila perantaraan P4D itu dilakukan

dgn cara berat sebelah atau tidak jujur, maka keputusan yang diambilnya

mengenai perselisihan itu dapat dianggap sbg keputusan sewenang-wenang.

Page 21: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

21

Alasan lain yang dapat dijadikan dasar untuk mengajukan gugatan. Alasan

itu yaitu bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat bertentangan dengan

Asas-asas Umum Pemerintah yang Baik., yang merupakan norma-norma tidak

tertulis. Beberapa diantara norma-norma tersebut seperti larangan willekuer dan

larangan de’tourmenent de pourvoir kemudian dimuat dalam Undang-Undang No. 5

Tahun 1986 (lihat Pasal 53 Ayat (2) b dan c) sebagai dasar-dasar pembatalan bagi

hakim Tata Usaha Negara. Norma- norma tersebut di Indonesia dan di Belanda

hanya dapat diterapkan pada tindakan pemerintahan yang bersifat individual dan

peraturan kebijaksanaan, tetapi tidak diterapkan atas peraturan-peraturan umum

yang bersifat mengikat yang berasal dari pemerintah.

KESIMPULAN PASAL 53 Ayat (2) Huruf c :

Badan atau Pejabat TUN pada waktu mengeluarkan KTUN atau pada waktu

tidak mengeluarkan KTUN, telah berbuat sewenang-wenang.

ALASAN-ALASAN MENGGUGAT (Ps 53 (2) Huruf a,b,c UU No 5 Th 1986:

Kegunaannya:

1. Memberi petunjuk kepada Penggugat dalam menyusun gugatannya, agar dasar

gugatan mengarah kepada alasan yang dimaksudkan pada huruf a, b, c.

2. Merupakan dasar pengujian dan dasar pembatalan bagi pengadilan dalam

menilai apakah KTUN yang digugat itu bersifat melawan hukum atau tidak,

untuk kemudian keputusan yang digugat itu perlu dinyatakan batal atau tidak.

B. DALAM PASAL 53 AYAT (2) UU Nomor 9 Tahun 2004

Alasan-alasan yang dapat digunakan sebagai dasar gugatan

dirumuskan dalam Pasal 53 Ayat (2) UU No 9 Tahun 2004 yaitu:

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan

peraturan perundang-undanagan yang berlaku;

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan Asas-

Asas Umum Pemerintahan Yang Baik.

PERHATIAN: Pasal 53 Ayat (2) Huruf a dalam UU No 5 Th 1986 dan UU No 9 Th

2004, isinya sama.

Page 22: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

22

Penjelasan Pasal 53 Ayat (2) Huruf b UU No 9 Tahun 2002 menjelaskan

bahwa yang dimaksud dengan “Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik”

adalah sebagaimana dimaksud dalam U.U. No 28 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN, yang meliputi:

Asas Kepastian Hukum; Asas Tertib Penyelenggara Negara; Asas

Keterbukaan; Asas Proporsionalitas; Asas Profesionalitas; dan Asas

Akuntabilitas.

Penjelasan Pasal 3 UU No 28 Tahun 1999 menjelaskan maksud dari masing-

masing Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, sebagai berikut:

1. Asas Kepastian Hukum adalah Asas dalam negara hukum yang mengutamakan

landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap

kebijakan penyelenggaraan negara;

2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara adalah asas yang menjadi landasan

keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian

penyelenggaraan negara;

3. Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan

umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif;

4. Asas Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang

penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak

asasi pribadi, golongan,dan rahasia negara;

5. Asas Proporsional adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak

dan kewajiban penyelenggaraan negara;

6. Asas profesional adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan

kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

7. Asas Akuntabilitas adalah asas yg menentukan bhw setiap kegiatan dan hasil

akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara hrs dapat dipertanggung jawabkan

kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 23: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

23

ANALISIS MAKSUD PASAL 53 AYAT (2) HURUF b UU Nomor 9 Tahun 2004:

Menurut Pasal 53 Ayat (2) Huruf b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004,

salah satu alasan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menggugat di

Peradilan Tata Usaha Negara adalah karena Keputusan Tata Usaha Negara yang

digugat bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB)

Hukum yang tidak tertulis dalam HAN lazim disebut dengan “Asas-Asas

Umum Pemerintahan yang Baik“ (Algemene beginselen van behoorlijk bestuur).

Sebagian dari AUPB sudah menjadi kaidah hukum tertulis dan terpencar

dalam berbagai peraturan hukum positif, tetapi walaupun sebagian dari asas itu

sudah berubah menjadi kaidah hukum, namun sifatnya tetap sebagai asas hukum.

Dicantumkannya AUPB dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004

menunjukan bahwa AUPB yang dahulunya merupakan hukum tidak tertulis, yang

bersifat nilai-nilai kesusilaan, sekarang sudah diformalkan dan dipertegas

eksistensinya ke dalam suatu undang-undang (hukum tertulis). AUPB dikenal

sebagai suatu norma yang nilai-nilainya berasal dari nilai-nilai hukum dan keadilan

masyarakat.

Pada waktu masih berlaku Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, rumusan

AUPB belum dicantumkan secara tegas dalam rumusan pasalnya, namun hal ini

tidak menutup kemungkinan beberapa asas hukum yang tidak tertulis digunakan

untuk menjadi salah satu dasar pembatalan suatu Keputusan Tata Usaha Negara.

Kemungkinan ini dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 53 Ayat (2) huruf ( c )

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 yang menjelaskan bahwa : “dalam

“pemerintahan yang bebas”, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara bertugas

antara lain mempersiapkan, mengambil, dan melaksanakan suatu keputusan

dengan memperhatikan asas-asas hukum yang tidak tertulis. “

Keputusan Tata Usaha Negara yang dihasilkan dari suatu “pemerintahan

yang bebas” dinamakan Keputusan Tata Usaha Negara yang bebas, sedangkan

Keputusan Tata Usaha Negara yang dihasilkan dari suatu “pemerintahan yang

terikat” dinamakan Keputusan Tata Usaha Negara yang terikat.

Page 24: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

24

Penjelasan Pasal 53 Ayat (2) huruf (c) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986

tersebut mengisyaratkan dipakainya AUPB sebagai salah satu “tolok ukur” untuk

menilai (sebagai alat uji) apakah dalam suatu KTUN mempunyai sifat melawan

hukum atau tidak. Dengan kata lain Penjelasan tersebut mengamanatkan, bahwa

hakim akan membatalkan suatu KTUN yang bertentangan AUPB.

AUPB pada saat berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986,

disamping tersirat dalam Penjelasannya, juga dapat dilihat dalam Surat Mahkamah

Agung Nomor 52/Td.TUN/III/1992 tertanggal 24 Maret 1992, pada Bagian Tentang

Diktum Putusan yang merumuskan bahwa dalam hal hakim mempertimbangkan

adanya Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik sebagai alasan pembatalan

Keputusan Tata Usaha Negara, maka hal tersebut tidak perlu dimasukan dalam

Diktum Putusannya, melainkan cukup dalam Pertimbangan Putusan dengan

menyebut asas mana dari Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik yang

dilanggar, dan akhirnya harus mengacu pada Pasal 53 Ayat (2).

Menurut Surat Mahkamah Agung tersebut berarti AUPB tidak dapat dijadikan

sebagai tolok ukur (dasar menguji ) secara tersendiri untuk menilai batalnya suatu

Keputusan Tata Usaha Negara, tetapi hakim harus mengkategorikaan AUPB yang

dipakai sebagai alasan putusannya, dimasukan ke dalam salah satu dari ketiga

alasan yang terdapat dalam Pasal 53 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1986. Dan dalam Putusannya, hakim tidak diperkenankan memasukan AUPB

menjadi salah satu Diktum Putusan.

Salah satu tujuan pembangunan hukum di Indonesia adalah menciptakan

produk hukum yang dapat mempercepat tercapainya suatu “Good and Clean

Governance” dengan cara meletakan asas-asas pemerintahan sebagai dasar

penyelenggaraan negara dan menjadikannya sebagai spirit moralitas dalam

pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan yang dimiliki.

PERATUN, di samping ditujukan sbg saluran para pencari keadilan yang

dirugikan oleh tindakan melanggar hukum Badan atau PejabatTUN, juga ditujukan

guna mempercepat terciptanya “Good Governance”. Dgn adanya AUPB, Badan

atau Pejabat TUN akan mjd lebih hati-hati dlm melaksanakan tugas dan fungsinya.

Page 25: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

25

FUNGSI DAN ARTI PENTING AUPB, antara lain:

a. Bagi Administrasi Negara, bermanfaat sbg pedoman dlm melakukan penafsiran

dan penerapan terhadap ketentuan2 yg bersifat sumir, samar atau tidak jelas.

Kecuali itu sekaligus membatasi dan menghindari kemungkinan administrasi

negara mempergunakan freies ermessen / melakukan kebijaksanaan (beleid) yg

jauh menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. Dengan demikian

administrrasi negara diharapkan terhindar dari perbuataan onrechtmatigedaad,

detournement de pouvoir dan abus de droit, serta ultra vires;

b. Bagi warga masyarakat pencari keadilaan, AUPB dapat digunakan sebagai

dasar gugatan, dalam bersengketa di Peradilan Tataa Usaha Negara;

c. Bagi Hakim PERATUN, dpt digunakan sbg alat untuk menguji dan membatalkan

keputusan yang dikeluarkan Badan atau Pejabat TUN;

d. Bagi Badan Legislatif, AUPB digunakan utk merancang suatu Undang-undang.

Arti pentingnya memasukan AUPB sebagai salah satu alasan gugatan dalam

rumusan pasal 53 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 adalah karena

Indonesia termasuk negara kesejahteraan/welfare state, yaitu suatu negara yang

ikut serta campur tangan dalam semua aspek perikehidupan rakyatnya dalam

usahanya mencapai kesejahteraan hidup. Dalam suatu negara welfare state,

Pemerintah mengemban servis publik/bestuurzorg, dalam rangka servis publik ini,

aparatur pemerintah ( baca: Badan atau Pejabat TUN) mempunyai kebebasan

bertindak (freies ermessen) berdasarkan asas discretionaire de pouvoir yaitu suatu

wewenang bertindak bebas dlm menyelenggarakan pemerintahan, sekalipun tdk ada

dasar peraturan atau karena dasar peraturannya mengenai sesuatu hal tidak jelas.

Salah satu wujud tindakan aparatur pemerintah yg bebas yaitu perbuatan aparatur

pemerintah menerbitkan KTUN yang bebas (vrije bechikking).

Dasar alasan untuk menguji Keputusan Tata Usaha Negara yang terikat

(gebonden beschikking) adalah dengan menggunakan tolok ukur peraturan

perundang-undangan (sebagai hukum tertulis), sedangkan terhadap Keputusan Tata

Usaha Negara yang bebas (vrije beschikking) tolok ukurnya adalah AUPB.

Page 26: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

26

APAKAH PERATUN BERWENANG MENILAI KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH?!

AUPB ditujukan kepada pengujian hanya terhadap keabsahan secara

hukumnya (rechmatige) saja, tidak untuk melakukan penilaian terhadap

kebijaksanaan/kemanfaatan (doelmatige) suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Hal

ini dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 53 Ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun

1986 menjelaskan hal ini dalam kalimat yang berbunyi: “… sekalipun Pengadilan

tidak sependapat dengan kebijaksanaan yang diputuskan dalam keputusan itu,

kalau keputusan itu tidak dapat dinilai sebagai keputusan yang berisi sewenang-

wenang, maka Pengadilan harus menerima dan menganggapnya sah menurut

hukum”. Serta dalam Penjelasan Pasal 48 Ayat (1) Undang-undang Nomor 9 Tahun

2004 secara tersirat hal tersebut dijelaskan dalam kalimat yang berbunyi:

“…Berbeda dengan prosedur di Peradilan Tata Usaha Negara, maka dalam

prosedur Banding Administrasi ( Administrative Beroep) atau dalam Prosedur

Keberatan dilakukan penilaiaan yang lengkap, baik dari segi penerapan hukumnya

maupun dari segi kebijaksanaan oleh instansi yang memutus”.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 48 Ayat (1) Undang-undang Nomor 9 Tahun

2004 tersebut, ternyata bahwa Peradilan Tata Usaha Negara berwenang menguji

sah tidaknya Keputusan Tata Usaha Negara hanya terhadap penilaian dari segi

hukumnya (rechtmatige) saja, sedangkan untuk menilai segi kebijaksanaannya/

manfaatnya (doelmatige) diserahkan kepada Pejabat Tata Usaha Negara atau

instansi atasannya atau instansi lain yang berwenang, yang masih dalam lingkungan

kekuasaan eksekutif.

Page 27: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

27

ALASAN MENGGUGAT

MERUNURUT Ps 53 Ayat (2) UU No 9 Th 2004

KTUN DARI BADAN ATAU PEJABAT TUN

DIGUGAT ORANG ATAU B.H.P. DI PERATUN (SENGKETA TUN)

DINILAI OLEH HAKIM

KTUN TERIKAT DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KTUN BEBAS DENGAN AUPB

KTUN OLEH PENGADILAN DINYHATAKAN BATAL ATAU TIDAK SAH

Page 28: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

28

TUGAS DAN WEWENANG PERATUN

MENILAI APAKAH SUATU KTUN

MEMPUNYAI SIFAT MELAWAN HUKUM ATAU TIDAK

YANG DINILAI MELIPUTI:

. WEWENANG

.PROSSEDUR

.MATERI/SUBTANSI

TOLOK UKUR UNTUK MENILAI:

1. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

2. AUPB

KTUN DINYATAKAN BATAL ATAU TIDAK SAH

Page 29: TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM · [TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan Hukum Acara Peradilan

29

TENGGANG WAKTU MENGGGUGAT

Ps 55 : Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat TUN.

Bagi pihak yang namanya tersebut dalam KTUN yang digugat, maka tenggang

waktu 90 hari dihitung sejak hari diterimanya KTUN yang digugat.

Dalam hal peraturan dasarnya menentukan bahwa suatu keputusan itu harus

diumumkan, maka tenggang waktu 90 hari dihitung sejak hari pengumuman tsb.

Dalam hal yang hendak digugat itu merupakan keputusan menurut ketentuan :

a. Ps 3 Ayat (2), maka tenggang waktu 90 hari itu dihitung setellah lewatnya tenggang waktu yang ditentukan dalam peraturan dasarnya, yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan. Contoh:

Permohonan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) seseorang diterima oleh Pejabat

TUN pada tanggal 2 Januari 2006, apabila ada peraturan yang menentukan bahwa

pembuatan IMB harus sudah selesai umpamanya dua bulan, maka apabila sampai

pada tanggal 2 Maret 2006 IMB tidak keluar, maka Pajabat tersebut dianggap telah

menolak mengeluarkan IMB. Tenggang waktu menggugat 90 hari dihitung sejak

tanggal 2 Maret 2006. Apabila dalam 1 bulan ada 30 hari, maka batas waktu

menggugat berakhir pada tanggal 2 Juni 2006.

2 – 1- 2006 2 – 3 – 2006 2 – 6 - 2006

(misalnya) mengajukan Hrs Selesai Menggugat Daluwarsa IMB (90 Hari)

b. Ps 3 Ayat (3), maka tenggang waktu 90 hari itu dihitung setelah lewatnya batas waktu 4 bulan, yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan ybs.

Contoh:

Permohonan IMB seseorang diterima oleh Pejabat TUN pada tanggal 2 Januari

2006, apabila tidak ada ketentuan yang mengatur tentang berapa lama waktu IMB

harus sudah jadi/terbit, maka apabila 4 bulan setelah tanggal 2 Januari yaitu

tanggal 2 Mei 2006 IMB belum jadi, maka Pejabat TUN tersebut dianggap telah

menolak mengeluarkan IMB. Maka tenggang waktu 90 hari dihitung sejak tanggal

2 Mei 2006, berarti batas waktu menggugat dimulai 2 Mei 2006 dan akan berakhir

pada tanggal 2 September 2006 ( catatan: dengan asumsi dalam 1 bulan terdiri

dari 30 hari).

2- 1 – 2006 (4 bln) 2-5- 2006 2 Agustus 2006

tdk diatur

Mengajukan Hrs selesai waktu Daluwarsa IMB menggugat (90 hari)