37

Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

  • Upload
    lydan

  • View
    228

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah
Page 2: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang

pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur

pulau Dewata dan menarik benang merah sinerginya

dengan pendekatan ilmiah di Barat. Sebagaimana

pula buku saya yang lain di Bali Wisdom, semua

catatan tersebut terus saya perbaharui, kembangkan

dan sempurnakan seiring proses pembelajaran saya.

Harapan saya, semoga catatan kecil ini bisa menjadi

sebuah ketukan ke pintu hati anda tentang betapa

kaya leluhur kita dengan berbagai kebijakan yang

sudah kuno umurnya namun masih sangat tinggi

relevansinya di jaman modern ini.

Dan semoga melalui ketukan itu lebih banyak sahabat

tertarik mempelajari kebijakan leluhur Pulau Dewata,

dan bagi sahabat yang sudah terlebih dahulu

melakukan penggalian semoga terpanggil untuk

Page 3: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

berbagi pemahaman pada pembelajar yang seperti

saya ini. Semoga ke depan catatan ini bisa saya

kembangkan lagi menjadi lebih kaya sehingga

mendatangkan lebih banyak manfaat untuk anda.

Selamat membaca edisi pertama ini, dan semoga

catatan-catatan edisi lain segera bisa saya

publikasikan.

Denpasar, Bali. Rahina Saraswati, 21 Januari, 2017

Putu Yudiantara www.baliwisdom.com www.putuyudiantara.com

Page 4: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Setiap orang ingin bahagia, ingin merasakan

kedamaian dan ketenteraman dalam hidupnya. Bukankah

anda pun demikian? Namun sayangnya, banyak orang yang

menjalani kehidupannya justru dengan kondisi-kondisi

kebalikan dari kedamaian dan kebahagiaan; mulai dari

bangun pagi sampai menjelang tidur lagi malamnya,

keseharian banyak orang dipenuhi oleh berbagai tekanan

yang menghimpit, berbagai masalah yang meminta

penyelesaian, berbagai macam tantangan yang perlu

dihadapi, penuh oleh gejolak emosional yang tidak

menyamankan seperti kemarahan, kekawatiran, ketakutan,

rasa tidak percaya diri, kebingungan, stress dan bahkan

depresi.

Page 5: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Lalu, apakah hidup tenang dan damai selalu berarti

ketiadaan berbagai tekanan dan masalah tersebut? Bisakah

anda tetap tenang dan bahagia meski berbagai macam

tekanan sedang menghimpit?

Belum lagi, tantangan keseharian yang sifatnya sangat

"paradoks". Misalkan sebuah masalah sedang datang

menghimpit, reaksi normal kebanyakan manusia dalam

kondisi seperti itu adalah stress, marah, sedih dan

seterusnya yang membuat pikiran menjadi semakin keruh

dan melemahkan secara mental maupun fisik. Namun

sayangnya untuk masalah yang sedang terjadi itu justru

anda dituntut untuk tenang sehingga pikiran anda menjadi

jernih dan dapat merumuskan pemecahahan terbaik untuk

masalah tersebut, anda dituntut agar tetap memiliki emosi

yang stabil agar secara mental dan fisik anda lebih kuat

dalam menghadapi situasi bersangkutan. Jika dalam situasi

penuh tekanan tersebut anda jadi "kalap" maka hampir bisa

dipastikan masalah yang anda hadapi menjadi semakin

runyam.

Tapi, bisakah anda tetap tenang, damai dan jernih

meski dalam kondisi yang penuh tekanan seperti itu?

Page 6: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Satu hal yang ironis dalam kehidupan manusia

adalah, kita ingin hidup damai dan bahagia namun tidak

mengenali berbagai penghalang dalam diri yang justru

membuat kita berada dalam kondisi kebalikan dari tenang

dan bahagia tersebut, tidak mengenali bagian dalam diri

yang mensabotase upaya kita untuk mendapatkan

kebahagiaan tersebut. Seolah kita ingin menuju ke arah

utara namun tidak sadar kalau supir yang mengantarkan

kita justru sedang mengarah ke selatan. Terlalu banyak

orang yang demikian "asing" dengan dirinya sendiri, dan

karena tidak mengenali diri sendiri maka kita pun

memperlakukan diri dengan seenaknya saja, lalu karena

terbiasa memperlakukan diri dengan seenaknya maka

kita pun memperlakukan orang lain dengan cara yang

sama seperti cara kita memperlakukan diri itu.

Salah satu defisit yang paling menyedihkan dalam

kehidupan manusia modern sepertinya adalah defisit

permakluman—kita seolah telah lupa bagaimana

caranya memaklumi diri sendiri, orang lain dan

kehidupan—dan alih-alih hidup dalam permakluman, kita

malah menjadi demikian kaku dengan berbagai tuntutan

Page 7: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

dan keharusan yang baik secara internal maupun eksternal

kita paksakan pada diri sendiri, orang lain dan kehidupan.

Misalkan, saat kita merasa sedih entah karena apa,

maka alih-alih mencoba memahami kesedihan tersebut,

menjadikan kesedihan tersebut sebagai "saudara" yang

perlu diperlakukan dengan welas asih, kita malah

mengabaikan atau menekan kesedihan tersebut karena

terlampau "mengharuskan diri" untuk selalu bahagia. Saat

kita marah, kita mengabaikan atau menekan kemarahan

tersebut karena mengharuskan diri untuk menjadi

penyabar dan demikian seterusnya—kita senantiasa

memperlakukan diri penuh dengan berbagai pengharusan

dan keharusan—dan (sekali lagi) karena cara kita

memperlakukan diri adalah dengan menuntut,

mengharuskan, menekan dan mengabaikan, maka kita pun

memperlakukan orang lain dengan cara yang sama; saat

ada orang sedih, bukannya belajar berempati terhadap

kesedihan orang tersebut, kita menyuruhnya mengabaikan

kesedihan itu, baik secara implisit maupun eksplisit. Saat

ada orang yang sedang merasa marah, bukannya

Page 8: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

mendengarkan dengan sabar kita malah bereaksi dengan

kemarahan yang sama.

Manusia selalu hidup dalam dualitas, dan baik dalam

ajaran Kanda Pat maupun Psikologi (terutamanya Depth

Psychology dari Carl G. Jung), saat anda mengharuskan diri

menjadi seorang yang rajin maka di saat yang sama anda

juga akan mengharuskan diri untuk tidak menjadi pemalas,

dan bahkan lebih jauh lagi, saat anda mendapati diri sedang

berlaku atau berpikir layaknya seorang pemalas, maka

anda pun kemudian akan membenci dan menghujat diri.

Semakin anda mengharuskan diri untuk menjadi rajin

maka semakin benci anda pula pada kemalasan. Demikian

pula dalam hal-hal lain polanya masih serupa; semakin

anda mengharuskan diri menjadi cerdas maka semakin

tidak bisa anda mentoleransi kebodohan, semakin anda

mengharuskan diri menjadi orang baik maka semakin anda

akan membenci hal-hal yang anda anggap buruk. Cara anda

memperlakukan kebalikan dari diri ideal yang anda ingin

bentuk ini disebut dengan coping, dan coping strategy

anda akan sangat menentukan apakah anda akan menjadi

Page 9: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

orang yang semakin damai dan bahagia atau malah

sebaliknya.

Bukan hal yang berlebihan jika dikatakan bahwa kita

sudah terbiasa memperlakukan diri dengan semena-mena,

lalu cara yang sama kita gunakan dalam memperlakukan

orang lain. Kemudian bukan hanya secara individual kita

menjadi pribadi yang jauh dari kedamaian dan

kebahagiaan karena memperlakukan diri dengan penuh

kebencian, secara interpersonal (hubungan antara kita

dengan orang lain) pun kita mewarnai hidup dengan

penuh kebencian, lalu satu orang dengan yang lain seolah

saling menularkan kondisi ini terus menerus dan

membuatnya semakin parah.

Bagaimana kemudian kondisi ini bisa mengantarkan

kita pada kebahagiaan?

Sebagaimana saya bahas di awal bab ini, manusia

menjalani kehidupan diantara berbagai tekanan dan

tantangan, yang mana secara sepintas hal ini

berseberangan dari tujuan kita untuk merasa damai dan

bahagia. Lalu, dalam menghadapi berbagai tekanan dan

Page 10: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

tantangan itu pun cara-cara yang kita gunakan adalah

dengan menekan, mengabaikan, membenci, mengutuk dan

seterusnya yang kembali semakin menjauhkan kita dari

tujuan kita untuk merasa damai dan bahagia itu. Celakanya

lagi, kita tidak sadar dengan lingkaran setan ini dan terus

berkubang di dalamnya.

Coping strategy merupakan sebuah faktor signifikan

yang menentukan kualitas kehidupan kita. Menekan atau

mengabaikan emosi kita sendiri tidak akan pernah menjadi

coping strategy yang memberdayakan, malah sebaliknya

akan menjerumuskan kita dalam berbagai kondisi yang

semakin runyam dan kalut. Alasannya, sebab hukum

mental manusia mengatakan, "what you resist, persist" apa

yang anda tolak akan bertahan. Anda tentu pernah

mengalami bagaimana saat anda berusaha menahan

amarah lalu tau-atau amarah yang anda tahan-tahan itu

meledak tidak terkendali. Atau anda mungkin pernah

mengalami saat anda mencoba mengabaikan kesedihan

yang sedang anda rasakan, yang bukannya membuat

kesedihan itu menghilang malah membuatnya semakin

menjadi-jadi.

Page 11: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Anda tidak akan pernah menemukan kedamaian dan

kebahagiaan—sampai kapan pun, dalam bidang kehidupan

mana pun—selama anda masih mewarnai diri anda dengan

kebencian, selama anda masih memandang bagian-bagian

tertentu dalam diri anda sebagai musuh, dan bukannya

saudara. Bahkan lebih buruk dari itu, sebenarnya anda

sedang mendidik "setan" dalam diri anda, yang akan selalu

menghantui anda sampai anda melakukan prosesi yang

membuatnya somya atau bertransformasinya iblis menjadi

dewa.

Misalkan, jika anda terus memendam amarah,

menekan dan mengabaikan emosi anda sendiri, maka anda

sedang menimbun bom waktu—sebagaimana para

psikologis menyebutnya—yang siap meledak kapan saja.

Atau anda terus memaksa diri bekerja dan bekerja dengan

mengabaikan kesehatan fisik dan mental anda, maka akan

ada titik dimana tubuh anda kewalahan dan down sebagai

sinyal untuk beristirahat, dan lagi dalam kondisi seperti

inipun banyak orang kemudian melakukan coping dengan

cara yang malah semakin merusak keadaan. Hal yang juga

anda perlu perhatikan berkaitan dengan coping strategy

Page 12: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

yaitu sekali anda mengatasi berbagai elemen diri

(pemikiran, perasaan dan perilaku) dengan cara tertentu,

maka cara tersebut akan terekam dalam neurotransmitter

anda (samskara) dan akan muncul kecenderungan kuat

untuk anda melakukannya lagi dan lagi sampai menjadi

sebuah kebiasaan (habit) yang pada gilirannya justru susah

anda lepaskan (vasana).

Tentu satu hal yang wajar jika anda menginginkan

kedamaian dan kebahagiaan, namun anda tidak akan bisa

mencapai semua itu dengan terus-menerus memusuhi

berbagai masalah dalam kehidupan anda—karena yang

justru anda alami saat memusuhi kondisi atau orang

tertentu dalam kehidupan anda malah adalah semakin

banyak kebencian dan keluhan yang melemahkan dan

membuat anda semakin jauh dari kedamaian dan

kebahagiaan yang anda inginkan itu. Hal yang wajar jika

anda ingin menjadikan diri orang yang sabar, namun

berusaha menjadi orang sabar dengan membenci

kemarahan dalam diri anda hanya akan membuat anda

menjadi semakin pemarah. Wajar jika anda ingin menjadi

lebih tenang dalam menjalani kehidupan, namun

Page 13: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

ketenangan itu tidak datang saat semua kondisi lain

menghilang, sebaliknya saat anda mampu menerima

kondisi-kondisi lain (marah, sedih, stress, kawatir, dan lain

sebagainya) sebagaimana adanya.

Ketidakmampuan kita memaklumi diri sendiri,

orang lain dan berbagai kondisi keadaan sangat sering

mengantarkan pada berbagai hal yang menjerumuskan,

membuat sebuah kondisi menjadi lebih parah dari

seharusnya. Atau jika memakai istilah yang lebih ilmiah,

kita tidak mengembangkan coping strategy yang

memberdayakan. Karena tidak bisa menerima berbagai

"sisi gelap" dalam diri dan ekspresinya sebagai emosi

negatif, perilaku buruk dan sabotase diri tidak jarang

kemudian kita malah mengalami emosi yang semakin

negatif, perilaku yang semakin buruk dan sabotase diri

yang semakin parah.

Page 14: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Dalam hal ini Ilmu Kanda Pat sebagaimana

diwariskan oleh para leluhur bisa menjadi solusi sebab

Kanda Pat merupakan ilmu untuk mengembangkan

permakluman kita terhadap diri sendiri, orang lain dan

kehidupan. Kanda Pat mengajarkan bahwa baik bhuta kala

atau "iblis" maupun dewa ada dalam diri, semuanya adalah

saudara. Kata "saudara" atau kanda atau sanak merupakan

kunci untuk mengembangkan sikap penuh permakluman

ini. Kita mungkin dengan mudah memeluk dengan penuh

rasa persaudaraan berbagai kondisi ideal—emosi yang

serba nyaman dan enak, perilaku yang sesuai harapan dan

pemikiran-pemikiran yang baik—namun bisakah kita

memperlakukan emosi negatif dan tidak menyamankan

dalam diri dengan cara yang sama?

Page 15: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Misalkan saat anda merasa sedih, apakah anda bisa

menerima rasa sedih tersebut dalam diri sebagai sebuah

keberadaan alami anda? Atau anda malah berusaha sekuat

mungkin mengusirnya dengan berbagai cara, mengabaikan

dan berpura-pura bahwa kesedihan itu tidak ada atau

mencari pelarian-pelarian yang membuat anda bisa

melupakan rasa sedih tersebut? Sekali lagi, apa yang anda

tolak akan tetap bertahan dan bahkan menjadi semakin

parah. Saya tau anda tidak ingin merasa sedih—atau rasa-

rasa lain yang tidak menyamankan—namun berusaha

mengusir dan mengabaikannya justru hanya akan

membuat anda terjebak dalam mood yang semakin tidak

menentu dan bahkan menyiksa.

Dalam Kanda Pat diajarkan bahwa saudara-saudara

gaib kita (Sanghyang Catur Sanak) bisa menimbulkan

penyakit atau bisa menjadi sumber kekuatan anda,

tergantung apakah anda "mengingat" beliau sebagai

saudara atau malah melupakannya. Kanda Pat Bhuta

menyebutkan bahwa berbagai bhuta kala merupakan

saudara kita, berstana dalam diri kita, lahir bersama kita

dan akan terus menemani kita sampai kematian.

Page 16: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Disebutkan nama-nama beliau saat berwujud Bhuta Kala

yaitu Anggapati, Mrajapati, Banaspati dan Banaspati

Raja dengan wujud menyeramkan. Hal ini bisa dimaknai

secara filosofis sebagai simbol-simbol dari berbagai naluri,

kecenderungan dan kondisi mental "negatif" dalam diri.

Namun, keempat saudara "gaib" tersebut tidak

berwujud bhuta kala dari awal—sebagaimana lontar-lontar

Kanda Pat menyebutkannya—namun baru berubah

menjadi bhuta kala saat kita sudah beranjak dewasa dan

melupakan beliau sebagai saudara yang telah mengiringi

dan membantu kelahiran kita di dunia, mulai dari saat kita

masih berupa benih dalam kandungan sampai mewujud

manusia dan lahir. Dan keempat saudara atau Sanghyang

Catur Sanak yang berwujud Bhuta Kala tersebut kemudian

akan bertransformasi menjadi dewa saat kita

"memprosesnya". Dan "proses" yang dimaksud disini tentu

adalah sebuah proses pengenalan dan penerimaan beliau

sebagai saudara kita—yang mana hal ini diwujudkan dalam

ritual Kanda Pat sebagai pengeregepan atau

menginternalisasi kembali Sanghyang Catur Sanak ke

dalam diri—dan mengenali hakikat sejatinya.

Page 17: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Saya cenderung memaknai prosesi maupun

penjabaran Ilmu Kanda Pat sebagai sebuah penjelasan

filosofis mengenai hakikat keberadaan manusia dan

perkembangannya. Mulai dari Kanda Pat Rare, Kanda Pat

Bhuta, Kanda Pat Dewa dan Kanda Pat Sari. Proses

tersebut serupa dengan proses psikologis dalam Jungian

Psychology yang dikenal sebagai Individuation, yaitu

sebuah proses menjadikan diri yang terbelah-belah agar

menjadi utuh kembali, sebab tugas utama manusia—

sebagaimana diajarkan Carl G. Jung—adalah mengalami

keutuhan (wholeness) dan keutuhan ini adalah syarat kunci

untuk mencapai kedamaian dan kebahagiaan (wellness).

Kita hidup di lingkungan sosial dengan nilai moral

yang sangat tinggi, yang dengan menggebu-gebu memuja

sifat ke-dewa-an sekaligus secara bringas membenci sifat

ke-bhuta-an. Masyarakat kita demikian memuliakan orang

yang dianggap suci sekaligus sangat membenci manusia

yang dianggap hina atau pendosa. Kemudian, karena kita

memiliki kebutuhan psikologi dasar untuk diterima oleh

lingkungan sosial kita, maka kita pun menyesuaikan diri

dengan mengabaikan dan ikut membenci sisi dalam diri

Page 18: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

yang kita anggap "iblis" dan hanya mengedepankan sisi

yang akan menampilkan kita sebagai sosok "dewa".

Tentu saja, sebagaimana dikatakan Jung,

menampilkan persona (topeng sosial; sisi dalam diri yang

kita tampilkan pada orang lain) merupakan hal yang wajar

sebagai mahluk sosial, namun jika kita melakukan itu

dengan cara membenci sisi buruk dalam diri, maka kita

sejatinya sedang membenci sebagian diri kita, membuat sisi

yang tadinya adalah bagian natural atau bagian manusiawi

kemudian berubah menjadi sisi demonic dalam diri.

Singkatnya, cara ini membuat kita menciptakan iblis

yang menghantui kehidupan kita sendiri.

Kemarahan, keserakahan, iri hati, kesedihan,

ketakutan, dan emosi lain yang kita beri label "negatif"

merupakan bagian alami yang lahir sebagai bagian alami

kita sebagai manusia. Semua kecenderungan tersebut tidak

bersifat negatif dari sananya sebab semua memiliki

peranan sendiri-sendiri dalam kehidupan kita.

Misalkan saja keserakahan adalah dorongan yang

membuat kita selalu "ingin lebih"; ingin hidup yang lebih

Page 19: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

baik, ingin bisnis yang lebih maju, ingin menjadi lebih

pintar dari sebelumnya, ingin jadi lebih terhubung dengan

Tuhan, ingin lebih bijaksana dalam menjalani kehidupan

dan seterusnya. Bukankah tidak ada yang salah dengan

"ingin lebih" ini? Tentu saja, selama kita serakah dalam

koridor "kebaikan". Demikian pula dengan kondisi-kondisi

dan kecenderungan lainnya, semua tidak "baik" atau

"buruk" dari sananya, namun menjadi baik atau buruk

tergantung dari bagaimana kita menyalurkannya dalam

konteks lingkungan sosial kita masing-masing (sebab hal

baik dalam satu kelompok bisa menjadi hina di kelompok

lain).

Sekali lagi, adalah wajar kita mengembangkan

persona atau "topeng sosial", dan inipun adalah bagian dari

sisi kemanusiaan kita yang sangat alami. Namun hal yang

perlu kita waspadai adalah jangan sampai upaya kita

mengembangkan persona tersebut malah membuat kita

memiliki shadows atau sisi gelap yang terlalu kental. Saat

kita ingin menampilkan diri sebagai seorang yang sabar

(persona) kita pun akan mengabaikan sisi pemarah kita

(shadows), dan jika sisi pemarah tersebut terus diabaikan

Page 20: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

dan tidak pernah mendapat cahaya kesadaran (anda

melupakan keberadaanya dan membiarkannya menjadi

"hantu" di kegelapan, tidak pernah belajar menerima

keberadaanya dan mengakuinya sebagai "saudara") maka

kita pun akan kaget saat sisi tersebut menjadi sisi yang

menguasai kita (misalkan kemarahan tersebut tiba-tiba

meledak dan membuat kita buta sehingga melakukan hal-

hal yang kita sesali). Hal semacam inilah yang oleh Leluhur

Bali diistilahkan sebagai bhutane memurti di dewek,

artinya diri yang dikuasai sisi ke-bhuta-an, kerasukan atau

kesurupan oleh sisi gelap kita sendiri.

Page 21: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Ilmu Kanda Pat merupakan salah satu ilmu warisan

leluhur Bali yang tidak asing lagi di telinga kebanyakan

masyarakat Bali. Namun demikian, sebagaimana halnya

dengan Ilmu Pengiwa (Pengeleakan), Ilmu Kanda Pat

masih diliputi berbagai macam mitos, mistik dan bahkan

tidak jarang berbagai macam kekeliruan. Sebagaimana

ilmu khas Bali lain yang kental dengan nuansa ajaran

Tantra, Ilmu Kanda Pat pun dianggap sebagai ilmu rahasia,

penuh mantra, penuh ritual dan hal-hal sejenis. Dalam

pembahasan kali ini kita tidak akan membahas Ilmu Kanda

Pat dari perspektif tersebut, namun lebih pada

membacanya sebagai pesan filosofis yang mengandung

berbagai macam petuah yang sangat berguna untuk kita

jadikan pedoman dalam kehidupan. Kita akan membahas

Ilmu Kanda Pat dari perspektif psikologi, lebih spesifiknya

lagi Jungian Psychology atau Depth Psychology.

Page 22: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Secara sederhana Kanda Pat bisa diterjemahkan

sebagai saudara empat (kanda; saudara, pat; empat),

karena itu sering pula disebut dengan catur sanak (empat

saudara). Kanda Pat biasanya dibagi menjadi beberapa

bidang, mulai dari yang paling populer dikenal sampai yang

bersifat eksklusif. Beberapa bidang keilmuan dalam Kanda

Pat misalkan; Kanda Pat Rare, Kanda Pat Bhuta, Kanda

Pat Dewa, Kanda Pat Sari dan Kanda Pat Kalepasan.

Secara umum, poin pembahasan dari masing-masing

bidang Ilmu Kanda Pat tersebut sebenarnya sama, meski

ada titik berat tertentu yang ada dalam satu bidang namun

tidak dibahas dalam bidang lain.

Kanda Pat Rare (rare; anak kecil) membahas awal

keberadaan kita, mulai dari pertemuan ayah dan ibu (dari

mereka berkenalan, saling bertegur sapa sampai pada

pernikahan) yang titik berat pembahasannya biasanya

adalah proses perkembangan janin sampai menjadi

seorang anak manusia. Kemudian Kanda Pat Bhuta banyak

membahas mengenai saudara-saudara kita yang kembali

bertransformasi menjadi Bhuta Kala yang bernama

Anggapati, Mrajapati, Banaspati dan Banaspati Raja,

Page 23: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

berbagai daya gaib yang dimilikinya dan bagaimana kita

bisa memanfaatkan daya gaib tersebut untuk berbagai

keperluan (baik yang bersifat pengiwa maupun penengen).

Lalu Kanda Pat Dewa banyak membahas mengenai dewa-

dewa di dalam diri, letak spesifik dan Aksara sucinya.

Kemudian Kanda Pat Sari (sari; akhir, intisari) yang

pembahasannya secara umum sama dengan Kanda Pat

lain, namun dengan penekanan tertentu kaitan antara kita

(manusia), para dewa, para bhuta-kala dan alam (pohon,

jurang, jalan, sawah) semua adalah satu saudara.

Secara ringkas, ada beberapa poin penting dari ajaran

Kanda Pat yang sesuai dengan konteks pembahasan kita;

Page 24: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Kita sudah ada bahkan saat ayah

dan ibu kita baru saling bertatap

mata (dan akan terus ada).

Lontar Kanda Pat Bhuta menyebutkan, saat ayah dan

ibu kita masih jejaka, lalu mereka bertemu dan saling

bertatap mata, pada saat tersebut pun rupanya kita

sudah "ada" dan bernama Sang Hyang Asmara

Pandeleng. Lalu saat ayah dan ibu kita mulai saling

bertegur sapa untuk pertama kalinya, nama kita

berubah menjadi Sang Hyang Panuntun

Iswaramadu. Demikian seterusnya keberadaan kita

mengalami perubahan nama seiring perkembangan

pertemuan ayah dan ibu kita, dari perkenalan awal

sampai pertama kali bersenggama, sampai pertemuan

antara sperma (kama petak) dengan sel telur (kama

bang), lalu kita mewujud menjadi manusia di dalam

kandungan dan kemudian lahir dan berkembang. Di

Page 25: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

setiap fase tersebut disebutkan kita memiliki nama-

nama yang diawali "Sang Hyang".

Hal ini merupakan sebuah pesan yang

mengisyaratkan kalau keberadaan kita di dunia tidak

dimulai dari awal kelahiran, namun dari awal

pertemuan kedua orang tua kita pun kita sudah ada

sebagai "potensi", dan potensi tersebut merupakan

energi murni yang pada gilirannya akan mewujud

menjadi materi (menjadi nyata secara empiris).

Dimanakah keberadaan kita pada waktu itu?

Bagaimana wujudnya? Tentu pada saat tersebut kita

masih "berwujud" sebagai energi murni yang ada

dimana-mana, di Medan Quantum (Quantum Field).

Namun, sebagaimana diisyaratkan perkembangan

tersebut, bahkan setelah kita telah mengambil wujud

fisik seperti sekarang kita sejatinya masih memiliki

"sisi illahi" tersebut, hanya saja kita melupakannya.

Karena lupa, kita cenderung menganggap bahwa kita

ini tidak lebih dari seonggok darah, daging dan tulang,

lupa dengan "esensi" sejati kita sendiri. Kita

Page 26: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

membiarkan tubuh fisik dan keterbatasan mental kita

sendiri sebagai batasan personal, lupa kalau potensi

tak terbatas sudah, sedang dan akan selalu ada

sebagai esensi sejati kita. Kita pun kemudian hidup

sebagai "manusia lemah yang penuh keterbatasan"

karena tidak pernah terhubung dengan "saudara" kita

yang memiliki potensi lebih besar tersebut.

Karena merasa lemah dan penuh keterbatasan inilah

kemudian kita mudah mengalami stress, cepat putus

asa, terjebak dalam kekawatiran terus menerus dan

banyak kondisi memprihatinkan lainnya.

Mentransformasikan berbagai penjara mental ini

merupakan salah satu tujuan Kanda Pat; kita

dikenalkan dengan potensi-potensi besar dalam diri

kita yang akan membimbing, melindungi, menjaga

dan memberi kita rasa aman dan nyaman, memberi

kita jalan, jika saja kita menghubungkan diri

dengannya. Dan dalam kondisi keterhubungan ini

tentu berbagai "gangguan psikologis" seperti

kekawatiran, stress dan frustasi, rasa rendah diri dan

seterusnya tidak akan lagi menggerogoti kita.

Page 27: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Anda tidak akan takut menghadapi badai jika anda tau

kalau anda memiliki perahu layar yang lebih kuat dari

badai tersebut. Ketakutan hanya muncul jika badai

besar datang sedangkan anda sedang berada di

perahu kecil tanpa gayung.

Leluhur kita di Bali sering mengingatkan kalau

manusia itu dewaning dewa, bhutaning bhuta atau

manusia bisa menjadi dewanya para dewa pun bisa

menjadi yang paling mengerikan diantara Bhuta Kala.

Kalimat sederhana ini merupakan pengingat untuk

kita tentang esensi sejati kita (bahwa kita adalah Siwa;

kesadaran murni), bahwa ada potensi luar biasa di

dalam diri kita yang bisa kita manfaatkan dalam

kehidupan. Sebagai orang yang bergerak dalam

bidang pemberdayaan diri (psikoterapi) saya

menemui banyak orang yang jatuh dalam

keterpurukan dan depresi, seolah kehilangan arah

dan kekuatan dalam kehidupannya. Satu hal yang

menjadi persamaan mereka adalah; mereka

membiarkan diri dikungkung oleh batasan mental

dan fisik, menutup diri terhadap kemungkinan-

Page 28: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

kemungkinan lain, menutup diri terhadap sumber-

sumber kuasa dalam diri yang masih laten dan tidak

terdayagunakan, daya yang sudah ada bahkan saat

ayah dan ibu kita baru saling bertatap mata, yang kita

lupakan karena terbuai oleh berbagai drama mental

kita sendiri.

Ajaran Kanda Pat menyiratkan kalau dewa di dewek

(kalau dewa ada di dalam diri) kalimat ini pun

menyiratkan kalau potensi luar biasa ada dalam diri

manusia. Mengenali dan memanfaatkan potensi

tersebut adalah sebuah proses transformasi diri yang

sangat signifikan pengaruhnya, karena saat kita

belajar menggunakan potensi yang melampaui

batasan yang dibuat oleh pikiran kita, maka saat itu

pula kita tidak akan lagi dibatasi oleh pikiran kita, kita

akan terbuka terhadap "samudera kemungkinan tak

bertepi" bukan terkungkung dalam ceruk sumur

kering. Pengalaman ini bersifat transpersonal atau

melampaui diri anda sendiri.

Page 29: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Semua Manusia Bersaudara, Seluruh

Alam Semesta Bersaudara

Ajaran Kanda Pat menyatakan secara tersurat dalam

berbagai lontar bahwa selain memiliki tubuh fisik

yang bersifat "personal" kita pun memiliki sisi yang

bersifat "universal". Di Bali, selain dipengaruhi oleh

ajaran Tantra, ajaran Siwa merupakan ajaran lain

yang mengakar kuat, dan dalam ajaran ini Dewa Siwa

dinyatakan sebagai dewa tertinggi (mahadewa), dan

kita (masing-masing dari kita) merupakan Siwa

tersebut. Tentu siwa yang dimaksud disini bukan serta

merta sebuah "wujud" sebagaimana yang

digambarkan dalam berbagai tayangan televisi,

namun lebih pada "kesadaran murni" yang menjadi

fondasi keberadaan semesta ini.

Namun bukan hanya saya dan bukan hanya anda yang

secara esensial merupakan Siwa, semua manusia dan

seluruh mahluk pun sejatinya adalah Siwa. Ada Siwa

Page 30: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

dalam diri anda, ada Siwa dalam diri saya dan ada

Siwa dalam diri semua manusia, inilah kenapa ajaran

Kanda Pat tidak hanya menyiratkan kalau kita

"bersaudara" dengan para dewa, namun semua

manusia adalah satu saudara (vasudaiwah

kutumbakam).

Masyarakat kita adalah masyarakat yang jauh dari hal

anggapan ini, alih-alih bersaudara bahkan satu orang

dengan orang lain merasa saling bermusuhan,

menyimpan kecurigaan dan kebencian. Akibatnya

kehidupan jadi tidak nyaman, penuh prasangka dan

penuh kekawatiran. Bisa anda bayangkan sendiri

bagaimana rasanya tinggal bersama dalam satu

kekeluargaan dan tinggal bersama sebagai musuh?

Pandangan semacam ini tidak sedikit sumbangannya

terhadap berbagai gangguan psikologis yang dialami

manusia; kita selalu merasa terancam, kawatir,

waswas, takut, hidup dengan saling menjatuhkan

bukannya co-exist sebagai saudara dengan sesama

manusia. Bagaimana dengan kondisi seperti ini kita

bisa merasakan kedamaian dan kebahagiaan? Bahkan

Page 31: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

tidak jarang dengan saudara sedarah pun saling

bermusuhan.

Proses transformasi psikologis dalam Kanda Pat

dimulai secara personal, artinya anda merangkul

seluruh elemen dalam diri anda sebagai saudara dulu,

sehingga kemudian anda bisa memproyeksikan

kondisi ini secara eksternal. Cara kerja kehidupan

adalah inside-out, apa yang anda di dalam diri akan

terproyeksikan ke luar (pada orang lain dan alam).

Bagaimana cara anda memperlakukan diri sendiri

akan menentukan bagaimana cara anda

memperlakukan orang lain, jika dengan beberapa

bagian dalam diri anda saja masih saling bermusuhan

maka akan sulit untuk menganggap manusia lain

sebagai saudara, jika dalam diri anda masih ada sisi-

sisi yang saling membenci, maka akan sulit bagi anda

memproyeksikan cinta kasih.

Berikutnya, dalam Kanda Pat Sari disebutkan secara

tersirat bahwa bukan hanya Para Dewa dan Bhuta

yang menjadi "saudara" kita, bahkan alam sekala

(alam nyata) dan alam niskala (alam tidak kasat

Page 32: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

mata) pun adalah saudara kita. Bukan hanya dengan

sesama manusia kita mengembangkan sikap

persaudaraan, namun dengan tumbuhan dan hewan

pun agar diperlakukan sebagai saudara.

Page 33: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Utuh di Dalam, Utuh di Luar

Kita sudah bicara tentang berbagai dinamika individu

yang dialami tiap-tiap orang, mulai dari konflik dalam

diri sampai berbagai gangguan mental dan emosional.

Kita pun telah membahas mengenai hukum inside-

out yaitu bagaimana kondisi mental kita akan

mempengaruhi bagaimana perlakukan kita pada

orang lain dan kehidupan; jika di dalam diri kita

terjadi konflik maka kita akan menularkan konflik

tersebut ke luar, jika di dalam diri kita bisa mengalami

apa yang Carl G. Jung sebut sebagai wholeness

(keutuhan) atau sebagaimana disiratkan Ajaran

Kanda Pat merangkul baik dewa dan bhuta kala

sebagai saudara, maka keharmonisan tersebut akan

terpancar pula ke luar diri—harmonis dengan orang

lain dan berbagai kondisi kehidupan.

Menjadi kuat berarti menjadi utuh, bukan menjadi

terbelah-belah. Bahkan pepatah yang ditempel di

dinding sekolah SD pun mendeskripsikannya dengan

Page 34: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

baik, "bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh".

Namun keutuhan tersebut harus dimulai dari dalam

diri, keutuhan berbagai elemen di dalam diri, baik

yang sekilas nampak sebagai bhuta kala maupun

dewa.

Page 35: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Kedamaian dan kebahagiaan adalah kondisi alamiah

dan esensi sejati kita, karena sebagaimana diajarkan

dalam lontar-lontar Kanda Pat, kita ini sejatinya

Siwa—di dalam diri kita tersimpan berbagai potensi,

berbagai kuasa, kebijaksanaan dan sumber daya yang

sudah, sedang dan akan selalu ada—namun kita

melupakannya, dan saat kita melupakannya

bagaimana kita bisa memanfaatkannya?

Bukan hal yang memalukan jika kita merasa lemah,

tidak berdaya, putuh asa, sedih dan tenggelam dalam

keterpurukan, sebab memang semua itu pun adalaj

"saudara" yang perlu kita rangkul dengan penuh cinta

kasih dan penerimaan.

Merangkul semua kondisi—bahkan yang nampak

sangat tidak menyamankan—sebagai saudara

merupakan awal untuk mengalami kedamaian dan

kebahagiaan, mengalami keutuhan (wholeness) yang

Page 36: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

juga akan mengantarkan pada wellness. Justru

membelah diri menjadi bagian yang "dipeluk" dan

bagian yang "ditolak" yang akan membuat kita

semakin lepas dari akar kesejatian kita, yang akan

memperkeruh berbagai kondisi yang sedang kita

alami dan bahkan menciptakan berbagai

permasalahan baru.

Sebagaimana saya bahas panjang lebar dalam Buku

"Sakti Sidhi Ngucap", menjadi utuh akan menjadikan

kita sebagai anak lingsir mesaput poleng (orang tua

yang memakai kain poleng). Orang tua adalah simbol

kedewasaan dan kebijaksanaan, dan saput poleng

adalah simbol menyatunya dualita dan sebuah

tatanan.

Terimakasih.

Page 37: Tulisan sederhana ini hanya sebuah catatan seorang sederhana ini hanya sebuah catatan seorang pembelajar yang mencoba menggali kebijakan leluhur pulau Dewata dan menarik benang merah

Catatan:

Tahun 2017 ini saya merencanakan menulis rangkaian ebook Bali

Wisdom secara berkala, mengupas berbagai aspek kebijakan leluhur

Bali dan aplikasinya dalam kehidupan modern.

Berbagai jenis support untuk menjaga project ini terus berjalan sangat

kami apresiasi, terutama dalam pengumpulan dan pengetikan ulang

berbagai naskah lontar kuno.

Support berupa donasi bisa anda salurkan melalui Rek. BCA

6115072912 an. Putu Yudiantara.