34
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Tumor ganas laring merupakan tumor yang terbanyak menyerang saluran pernapasan bagian atas. Tumor ganas laring cukup sering ditemukan di bagian Telinga Hidung Tenggorokan (THT). Sebagai gambaran, di luar negeri tumor ganas laring menempati urutan pertama dalam urutan keganasan di bidang THT, sedangkan di RSCM menempati urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring, tumor ganas hidung dan sinus paranasal. 1,2 Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring, yaitu rokok, alkohol, sinar radioaktif, polusi udara radiasi leher dan asbestosis. Insiden tumor laring sangat berhubungan erat dengan kebiasaan merokok, seperti juga meningkatnya kejadian tumor leher dan kepala 6 kali lebih sering pada perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok. Resiko kematian pada tumor ganas laring berbanding lurus dengan meningkatnya konsumsi rokok, terlebih lagi bila disertai dengan konsumsi alkohol. 3 1

Tumor Ganas Laring

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tumor ganas laring

Citation preview

Page 1: Tumor Ganas Laring

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Tumor ganas laring merupakan tumor yang terbanyak menyerang saluran

pernapasan bagian atas. Tumor ganas laring cukup sering ditemukan di bagian

Telinga Hidung Tenggorokan (THT). Sebagai gambaran, di luar negeri tumor ganas

laring menempati urutan pertama dalam urutan keganasan di bidang THT, sedangkan

di RSCM menempati urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring, tumor ganas hidung

dan sinus paranasal.1,2

Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa

hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring, yaitu rokok, alkohol,

sinar radioaktif, polusi udara radiasi leher dan asbestosis. Insiden tumor laring sangat

berhubungan erat dengan kebiasaan merokok, seperti juga meningkatnya kejadian

tumor leher dan kepala 6 kali lebih sering pada perokok dibandingkan dengan yang

tidak merokok. Resiko kematian pada tumor ganas laring berbanding lurus dengan

meningkatnya konsumsi rokok, terlebih lagi bila disertai dengan konsumsi alkohol.3

Salah satu akibat yang ditimbulkan dari tumor laring adalah terjadinya

sumbatan laring yang dapat berakibat kematian. Untuk itu diperlukan diagnosis dan

penatalaksanaan yang tepat dan sesuai dengan prinsip penanggulangan sumbatan

laring, yaitu menghilangkan penyebab sumbatan dengan cepat atau membuat jalan

napas baru yang dapat menjamin ventilasi.1,4

Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan,

hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga

dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang

sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang

terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini. 1,5

1

Page 2: Tumor Ganas Laring

I.2. BATASAN MASALAH

Referat ini dibatasi pada pembahasan diagnosis dan penatalaksanaan tumor

ganas laring serta penatalaksanaan sumbatan laring.

I.3. METODE PENULISAN

Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang dirujuk dari berbagai

kepustakaan dari berbagai literatur

I.4. MANFAAT PENULISAN

Penulisan referat ini untuk menambah pengetahuan penulis tentang diagnosis

dan penatalaksanaan tumor ganas laring serta penatalaksanaan sumbatan laring.

2

Page 3: Tumor Ganas Laring

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING

II.1.1. KERANGKA LARING

Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Batas atas

laring adalah aditus laring, batas bawah adalah batas kaudal kartilago krikoid.

Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang yaitu tulang hyoid, dan beberapa

buah tulang rawan. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis,

kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago tiroid. Kartilago

krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid. Terdapat

sepasang kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan belakang laring dan

membentuk sendi dengan kartilago krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid.

Sepasang kartilago kornikulata melekat pada kartilago aritenoid di daerah apex,

sedangkan sepasang kartilago kuneiformis terdapat di dalam lipatan ariepiglotik. Pada

laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi

krikoaritenoid.1,5

Gambar 1. Anatomi Laring

3

Page 4: Tumor Ganas Laring

II.1.2. OTOT-OTOT LARING

Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot

intrinsik : 1,5

Otot-otot ekstrinsik laring :

1. Suprahyoid :

- m. digastrikus

- m. geniohyoid

- m. stilohyoid

- m. milohyoid

Otot-otot ini berfungsi menarik laring ke bawah.

2. Infrahyoid :

- m. sternohyoid

- m. omohyoid

- m. tirohyoid

Otot-otot ini berfungsi menarik laring ke atas.

Otot-otot intrinsik laring :

1. Terletak di bagian lateral laring :

- m. krikoaritenoid lateral laring

- m. tiroepiglotika

- m. vokalis

- m. tiroaritenoid

- m. ariepiglotika

- m. krikotiroid

2. Terletak di bagian posterior laring :

- m. aritenoid transversum

- m. aritenoid oblik

- m. krikoaritenoid posterior

4

Page 5: Tumor Ganas Laring

Gambar 2. Otot - otot Laring

II.1.3. RONGGA LARING

Batas atas rongga laring ialah aditus laring, batas bawahnya ialah bidang yang

melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah permukaan belakang

epiglotis, tuberkulum epiglotis, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah

lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid, batas belakangnya ialah m.

aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid.1,5

Pada laring terdapat pita suara asli (plika vokalis) dan pita suara palsu (plika

ventrikularis). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima glotis, dan

bidang antara plika ventrikularis kiri dan kanan disebut rima vestibuli. Plika vokalis

dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum

laring/supraglotik (di atas plika ventrikularis), glotik, dan subglotik (di bawah plika

vokalis).1,5

5

Page 6: Tumor Ganas Laring

Gambar 3. Plika Vokalis

II.1.4. PERSARAFAN LARING

Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n. laringis superior

dan n. laringis inferior. Nervus laringis superior mempersarafi m. krikotiroid. Nervus

laringis inferior bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus posterior. Ramus

anterior mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian lateral, ramus posterior

mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian superior.1,5

II.1.5. PERDARAHAN LARING

Pendarahan laring terdiri dari 2 cabang, yaitu :1,5

1. Arteri laringis superior, merupakan cabang dari arteri tiroid superior.

Berjalan melewati bagian belakang membran tirohioid dan menembus membran ini

untuk berjalan di submukosa dari dinding lateral dan lantai sinus piriformis untuk

mendarahi mukosa dan otot-otot laring.

2. Arteri laringis inferior, merupakan cabang arteri tiroid inferior. Berjalan ke

belakang sendi krikotiroid, lalu masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.

konstriktor faring inferior dan mendarahi mukosa dan otot laring. Vena laringis

superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a. laringis superior dan

inferior.

6

Page 7: Tumor Ganas Laring

II.1.6. PEMBULUH LIMFE

Pembuluh limfe eferen dari golongan superior bergabung dengan kelenjar

bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior

bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa menjalar sampai sejauh

kelenjar supraklavikula.1,5

Gambar 5. Pembuluh Limfe Laring

II.1.7. FISIOLOGI LARING

Laring berfungsi untuk :1,5

1. Proteksi

Yaitu mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea

dengan cara menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan.

Terjadinya penutupan aditus laring karena pengangkatan laring ke atas akibat

7

Page 8: Tumor Ganas Laring

kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Penutupan rima glotis terjadi karena

adduksi plika vokalis.

2. Refleks batuk

Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan

keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru

dapat dikeluarkan.

3. Respirasi

Yaitu dengan mengatur besar kecilnya rima glotis. Bila m.

krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosessus vokalis

kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka.

4. Sirkulasi

Dengan terjadi perubahan tekanan udara di dalam traktus

trakeobronkial akan mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga

mempengaruhi sirkulasi dalam tubuh.

5. Menelan

Laring membantu menelan melalui 3 mekanisme, yaitu gerakan laring

bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis dan mendorong bolus makanan

turun ke hipofaring dan tidak masuk lagi ke dalam laring.

6. Emosi

Laring berfungsi mengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh,

menangis, dan lain-lain.

7. Fonasi

Yaitu dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada

tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis

dalam adduksi, maka m. krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke

bawah dan ke depan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan

m. krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke

belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan efektif untuk berkontraksi.

Sebaliknya kontraksi m. krikoaritenoid akan mendorong kartilago

8

Page 9: Tumor Ganas Laring

krikoaritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi

serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.

II.2. KLASIFIKASI TUMOR GANAS LARING

Tumor laring terbagi atas 3 bagian, yaitu : 1

a. Tumor supraglotis : terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglotis sampai

batas atas glotis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.

b. Tumor glotis : mengenai pita suara asli.

c. Tumor subglotis : tumbuh lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas pita suara asli

sampai batas inferior krikoid.

9

Page 10: Tumor Ganas Laring

II.3. EPIDEMIOLOGI

Kekerapan tumor ganas laring di beberapa tempat di dunia ini berbeda-beda.

Di Amerika Serikat pada tahun 1973 – 1976 dilaporkan 8,5 kasus karsinoma laring

per 100.000 penduduk laki-laki dan 1,3 kasus karsinoma laring per 100.000 penduduk

perempuan. Tumor ganas laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan

dengan perbandingan 5:1 dan terbanyak pada usia 56-69 tahun.2,3

Di RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 – Juni 2003 dijumpai 97

kasus karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8:1. Usia penderita

berkisar antara 30 sampai 79 tahun. Dari Februari 1995 – Februari 2000, 28 orang

diantaranya telah dilakukan operasi laringektomi total.2

II.4. FAKTOR RESIKO DAN ETIOLOGI

Belum diketahui pasti penyebabnya, namun beberapa penelitian epidemiologi

menggambarkan beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya tumor

laring, beberapa diantaranya yaitu :1,6,7

1. Umur

Insiden tumor ganas laring meningkat pada usia diatas 55 tahun.

2. Jenis kelamin

Tumor laring empat kali lebih sering mengenai laki-laki dibandingkan

perempuan.

10

Page 11: Tumor Ganas Laring

3. Ras

Meningkat pada ras kulit hitam dibandingkan kulit putih.

4. Merokok

Kebiasaan merokok meningkatkan resiko terjadinya tumor ganas laring.

5. Alkohol

Orang yang mengkonsumsi alkohol berkemungkinan lebih besar terkena

tumor laring dibandingkan orang yang tidak mengkonsumsi alkohol.

6. Riwayat keganasan pada kepala dan leher

Satu dari empat orang yang pernah menderita tumor pada kepala dan leher

beresiko tinggi terkena untuk kedua kalinya.

7. Pekerjaan

Pekerja-pekerja yang terpapar uap asam sulfat, nikel, dan asbes akan

beresiko tinggi menderita tumor laring.

8. Faktor-faktor lain seperti virus, makanan rendah vitamin A dan

gastroesophageal reflux disease (GERD).

II.5. HISTOPATOLOGI

Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor ganas laring,

dengan derajat differensiasi yang berbeda-beda. Jenis lain yang jarang kita jumpai

adalah karsinoma anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarkoma.1,2

Karsinoma verukosa adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya

jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 – 2% dari seluruh tumor ganas laring,

lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3 : 1. Tumor tumbuh

lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang

luas. Tidak terjadi metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi,

radioterapi tidak efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik.1,2

Adenokarsinoma angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring.

Sering dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glotis.

Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar. Tingkat bertahan hidup hingga 2 tahun

11

Page 12: Tumor Ganas Laring

sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar

limfe regional dan radiasi pasca operasi.1,2

Kondrosarkoma adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid

70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering pada laki-laki 40 – 60 tahun. Terapi yang

dianjurkan adalah laringektomi total.1,2

II.6. GEJALA KLINIS DAN GEJALA SUMBATAN LARING

II.6.1. GEJALA KLINIS

Gejala klinis tumor laring, yaitu :

1. Serak

Merupakan gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala dini

tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring.

Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara,

ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran, dan ketegangan pita suara.

Pada karsinoma laring, pita suara gagal berfungsi secara baik

disebabkan oleh ketidakaturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah

glotik, teserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid, dan

kadang-kadang menyerang saraf. Adanya tumor di pita suara akan

mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak

menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, mengganggu, sumbang dan

nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri,

sumbatan jalan napas, atau paralisis komplit.

Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak

tumor. Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala

dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, di bagian

bawah plika ventrikularis atau di batas inferior pita suara, serak akan timbul

kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan

gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama

12

Page 13: Tumor Ganas Laring

tidak khas dan subjektif, seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang

mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak,

kecuali tumor eksentif. Fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam (hot

potato voice).

2. Dispnea dan stridor

Merupakan gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan napas dan

dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan

jalan napas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau sekret, maupun oleh

fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik atau transglotik terdapat kedua

gejala tersebut. Sumbatan yang terjadi secara perlahan-lahan dapat

dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya dispnea dan stridor adalah tanda

prognosis yang kurang baik.

3. Nyeri tenggorok

Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang

tajam.

4. Disfagia

Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring, dan

sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada

tumor ganas post krikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagi)

menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra

laring.

5. Batuk dan hemoptisis

Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul

dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring.

Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik.

13

Page 14: Tumor Ganas Laring

6. Gejala lain

Berupa nyeri alih di telinga ipsilateral, halitosis, batuk, hemoptisis dan

penurunan berat badan menandakan perluasan tumor ke luar laring atau

metastasis jauh. Pembesaran kelenjar getah bening dipertimbangkan sebagai

metastasis tumor ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut. Nyeri

tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi

tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.

II.6.2. GEJALA SUMBATAN LARING

Gejala dan tanda sumbatan laring yang tampak adalah:4

1. Sesak napas (dispnea).

2. Stridor (napas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi.

3. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal,

epigastrium, supraklavikula, interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai

upaya dari otot-otot pernafasan untuk mendapatkan oksigen yang

adekuat.

4. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger).

5. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.

Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium

dengan tanda dan gejala :4

Stadium 1 : cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal,

stridor pada waktu inspirasi dan pasien masih tenang.

Stadium 2 : cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal

makin dalam, ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah

epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar pada waktu

inspirasi.

14

Page 15: Tumor Ganas Laring

Stadium 3 : cekungan selain didaerah suprasternal, epigastrium juga

terdapat di infraklavikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan

dispnea. Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi.

Stadium 4 : cekungan- cekungan diatas bertambah jelas, pasien sangat

gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini

berlangsung terus maka pasien akan kehabisan tenaga, pusat

pernapasan paralitik karena hiperkapnia. Pasien lemah dan tertidur,

akhirnya meninggal karena asfiksia.

II.7. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :1,2

1. Anamnesis.

Didapatkan keluhan berupa suara serak, nafas berbunyi, sulit bernafas,

nyeri tenggorokkan, batuk berdarah, sulit menelan dan kadang-kadang

ditemukan bau mulut, penurunan berat badan.

2. Pemeriksaan THT rutin.

3. Laringoskopi direk.

Pemeriksaan ini untuk memastikan lokasi tumor dan menilai

penyebaran tumor.

4. Radiologi foto polos leher dan thorak.

Foto toraks diperlukan unuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya

proses spesifik dan metastasis di paru.

5. Pemeriksaan radiologi khusus, seperti CT-Scan dan MRI.

CT-Scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih

seksama, misalnya penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-

epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher.

6. Pemeriksaan hispatologi dari biopsi laring sebagai diagnosa pasti.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomik

dari bahan biopsi laring dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar

15

Page 16: Tumor Ganas Laring

getah bening di leher. Dari hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah

karsinoma sel skuamosa.

Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC 1988 :

1. Tumor primer (T)

Supraglotis :

Tis : tumor in situ

T1 : tumor terdapat pada satu sisi suara atau pita suara palsu (gerakan

masih baik).

T2 : tumor telah meluas ke satu dan dua sisi daerah supraglotis dan

glotis masih bisa bergerak (tidak terfiksir).

T3 : tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke

daerah krikoid bagian belakang, dinding medial dari sinus piriformis,

dan kearah rongga pre-epiglotis.

T4 : tumor sudah meluas ke luar laring, menginfiltrasi orofaring

jaringan lunak pada leher atau sudah merusak tulang rawan

tiroid.

Glotis :

Tis : tumor in situ.

T1 : tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita

suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior

atau posterior.

T2 : tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara

masih dapat bergerak atau sudah terfiksasi (impaired mobility).

T3 : tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.

T4 : tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau

sudah keluar dari laring.

Subglotis :

16

Page 17: Tumor Ganas Laring

Tis : tumor in situ.

T1 : tumor terbatas pada subglotis.

T2 : tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau

sudah terfiksasi.

T3 : tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksasi.

T4 : tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan

keluar laring atau dua-duanya.

2. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)

Nx : kelenjar tidak teraba.

N0 : secara klinis tidak teraba kelenjar.

N1 : klinis teraba kelenjar homolateral dengan diameter = 3 cm.

N2 : klinis teraba kelenjar tunggal, ipsilateral dengan diameter 3 – 6

cm.

N2a : klinis terdapat satu kelenjar ipsilateral dengan diameter > 3 cm

dan tidak >6 cm.

N2b : klinis terdapat kelenjar ipsilateral multipel dengan diameter

tidak lebih dari 6 cm.

N2c : metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6

cm.

N3 : metastase kelenjar limfe lebih dari 6 cm.

3. Metastase jauh (M)

Mx : tidak terdapat atau terdeteksi.

M0 : tidak ada metastase jauh.

M1 : terdapat metastase jauh.

4. Stadium

17

Page 18: Tumor Ganas Laring

Stadium I : T1 N0 M0

Stadium II : T2 N0 M0

Stadium III : T3 N0 M0

T1/T2/T3 N1 M0

Stadium IV : T4 N0/N1 M0

T1/T2/T3/T4 N2/N3

T1/T2/T3/T4 N1/N2/N3 M1

II.8. DIAGNOSIS BANDING

Tumor ganas faring dapat dibanding dengan :

1. TBC laring

2. Sifilis laring

3. Tumor jinak laring

4. Penyakit kronis laring

II.9. PENATALAKSANAAN

II.9.1. PENATALAKSANAAN TUMOR LARING

Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring, yaitu :1,2,8

1. Pembedahan

Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :

a. Laringektomi :

-Laringektomi parsial

Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I

yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.

-Laringektomi total

Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas

atas (epiglotis dan os. hioid) sampai batas bawah cincin trakea.

-Diseksi leher radikal

18

Page 19: Tumor Ganas Laring

Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena

kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah.

Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium

lanjut sering kali mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher

sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak

disarankan bila telah terdapat metastase jauh.

2. Radioterapi

Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis

T1 dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%).

Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara

masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad

perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad.

Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh

Ogura, Som, Wang, dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya

adalah untuk memperoleh kerusakan maksimal dari tumor tanpa

kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada jaringan yang

melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 4500–5000 rad selama 4-

6 minggu diikuti dengan laringektomi total.

3. Kemoterapi

Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvan ataupun

paliatif. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5

FU 800-1000 mg/m2.

4. Rehabilitasi suara

Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui

bahwa tumor ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki

prognosis yang baik. Setelah laringektomi dilakukan rehabilitasi suara

19

Page 20: Tumor Ganas Laring

dengan pertolongan alat bantu suara yakni vibrator yang ditempelkan

didaerah submandibula atau menggunakan esophageal speech dimana

suara dihasilkan dari esofagus melalui proses belajar.1,2

II.9.2. PENATALAKSANAAN SUMBATAN LARING

Dalam penanggulangan sumbatan laring prinsipnya diusahakan supaya jalan

nafas lancar kembali. Tindakan konservatif dengan medikamentosa dilakukan pada

sumbatan laring stadium 1. Tindakan operatif atau resusitasi yang dilakukan pada

stadium 2 dan 3 yaitu intubasi endotrakea dan trakeostomi sedangkan krikotirotomi

dilakukan pada stadium 4.4

Intubasi Endotrakea

Indikasi intubasi endotrakea yaitu 4:

1. Untuk mengatasi sumbatan saluran nafas atas

2. Membantu ventilasi

3. Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeobronkial

4. Mencegah aspirasi sekret di rongga mulut atau yang berasal dari lambung

Ukuran pipa endotrakea harus sesuai dengan ukuran trakea pasien dan

umumnya untuk dewasa dipakai yang diameter dalamnya 7 – 8,5 mm. Pipa

endotrakea tidak boleh lebih dari 6 hari dan selanjutnya dilakukan trakeostomi.

Trakeostomi

Merupakan tindakan membuat lubang pada dinding depan atau anterior trakea

untuk bernafas. Menurut letak stroma, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan

letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Indikasi

trakeostomi yaitu 4:

1. Mengatasi obstruksi laring

2. Mengurangi ruang rugi di saluran nafas atas

3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus

20

Page 21: Tumor Ganas Laring

4. Untuk memasang respirator

5. Untuk mengambil benda asing dari subglotis

Krikotirotomi

Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pasien dalam keadaan gawat

nafas dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus dikerjakan

cepat walaupun persiapannya darurat. Kontraindikasi krikotirotomi pada anak

dibawah 12 tahun, tumor laring yang sudah meluas ke subglotis dan terdapat

laringitis.4

II.10. PROGNOSIS

Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan

kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma

laring stadium I adalah 90 – 98%, stadium II adalah 75 – 85%, stadium III adalah 60

– 70% dan stadium IV adalah 40 – 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional

akan menurunkan five years survival rate sebesar 50%.1,2

\

21

Page 22: Tumor Ganas Laring

BAB III

PENUTUP

III.1. KESIMPULAN

1. Tumor ganas laring merupakan tumor yang terbanyak menyerang saluran

pernapasan bagian atas.

2. Karsinoma sel skuamosa secara histopatologi merupakan jenis terbanyak dari

tumor ganas laring.

3. Tumor laring dapat menyebabkan terjadinya sumbatan laring yang dapat

berakibat kematian.

4. Penatalaksanaan tumor ganas laring tergantung dari stadium tumor saat

didiagnosis.

5. Prinsip penanggulangan sumbatan laring, yaitu menghilangkan penyebab

sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin

ventilasi.

III.2. SARAN

1. Diperlukan diagnosis tumor ganas laring yang tepat dan dini sehingga

penatalaksanaan segera dapat dilakukan.

2. Penatalaksanaan sumbatan laring harus dilakukan secara tepat dan cepat untuk

menghindari risiko kematian.

22

Page 23: Tumor Ganas Laring

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Hermani B. Abdurrahman H. Tumor laring. Dalam Soepardi EA, Iskandar N Ed. Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Edisi ke-5. Jakarta.

Balai Penerbit FKUI. 2001. h. 156-62.

2. Spector, Ogura JH. Tumor Laring dan Laringofaring. Dalam. Ballenger JJ, Ed. Penyakit

Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid I. Edisi ke-13. Jakarta : Binarupa Aksara.

1997. h. 621-77.

3. Ramalingam KK, Sreeramamoorthy B. A. Short Practice of Otolaryngylogy India : All

Publisher & Disatributor, 1993. h. 335-43.

4. Basyiruddin H. Penanggulangan Karsinoma Laring di Bagian THT RSAPD Gatot Subroto.

Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati. Ujung Pandang, 1986. h. 185-93.

5. Mulyarjo. Hasil Pembedahan pada Karsinoma Laring di UPF THT RSUD DR. Sutomo

Surabaya. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati, Batu Malang, 27-29 Oktober 1996.

h. 1075-9.

6. Adam GL., IR, Paparella MW. Fundamental of Otolaryngology. Edisi ke-5 ed.

Philadelphia WB. Saunders, 1978. h. 446-7.

7. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear Nose and Throat diseases, A. Pocket Reference.

Edisi ke-2. New York. Thieme Med. 1994. h. 423-32.

8. Bailey BJ. Early Glottic Carcinoma. Dalam : Bailey BJ. Ed. Head and Neck Surgery

Otolaringology. Vol. 2. ed Philadelphia. JB Lippincot. h. 1313-60.

9. Lawson W, Biller HFM, Suen JY. Cancer of the Larynx. Dalam Myers EN, Suem JY. Ed.

Cancer of the Head and Neck. Churchill Livingstone. h. 533-60.

23

Page 24: Tumor Ganas Laring

10. Hanna E, Suen JY. Larynx. Dalam : Closel G, Larson DL, Shah JP, Essential of Head and

Neck Oncology. New York Thieme, 1998. h. 223-39.

11. Robin PE, Oloffosn J. Tumors of the Laring. Dalam : Hibbert J. Ed. Scott-Browns.

Otolaryngology. Laryngology and Head and Neck Surgery. Vol. 3. Edisi ke-6. Great

Brittain : Butterworth-Heinemann, 1997. h. 5/11/1-43.

24