23
TUNTUTAN KEMBALI / GUGAT DIGUGAT / GUGAT BALASAN ( GUGAT REKONVENSI ) 1. Gugat Konvensi adalah gugatan yang mula mula diajukan , yang berisikan tuntutan pihak penggugat agar pihak lawan ( pihak tergugat ) melaksanakan suatu prestasi atau jasa kepada pihak penggugat . 2. Dalam hal ini pihak penggugat dinamakan penggugat in konvensi dan pihak tergugat dinamakan pihak tergugat in konvensi . 3. Gugat Rekonvensi adalah gugatan balasan atau gugat balik , contoh : dalam hal ini diantara kedua belah pihak yang sama ada kalanya ada suatu urusan lain , yang berisikan juga kewajiban salah satu pihak untuk berprestasi kepada pihak yang lain ., dan dimana kita ketahui apabila akan mengajukan gugatan lagi harus mmeklalui proses awal kembali , tetapi disini hukum memberikan jalan kepada pihak yang sedang berperkara untuk tidak usah mengajukan gugatan baru tersebut . , melainkan cukup dengan mengajukan tuntutan baliknya di dalam jawabannya terhadap gugatan semula . 4. Dalam gugatan balasan , terdapat ketentuan – ketentuan yaitu : - Penggugat asal (Penggugat konvensi) menjadi Tergugat in rekonvensi - Tergugat asal ( tergugat konvensi )menjadi Penggugat in rekonvensi 5. Persyaratan untuk kemungkinan mengajukan gugatan rekonvensi : 1. Pihak penggugat rekonvensi adalah pihak yang berwenang untuk bertindak dalam dalam hukum 2. Para pihaknya samassssss 6. Batasan batasan atau larangan – larangan dalam mengajukan rekonvensi atau gugatan balik : 1. Jika Penggugat dalam gugat asal mengenai sifat , sedangkan gugat balasan itu mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya 2. Dalam perkara perselisihan yang berhubungan dengan pelaksanaan putusan ( eksepsi )

TUNTUTAN KEMBALI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TUNTUTAN KEMBALI

TUNTUTAN KEMBALI / GUGAT DIGUGAT / GUGAT BALASAN ( GUGAT REKONVENSI )

1. Gugat Konvensi adalah gugatan yang mula mula diajukan , yang berisikan tuntutan pihak penggugat agar

pihak lawan ( pihak tergugat ) melaksanakan suatu prestasi atau jasa kepada pihak penggugat .

2. Dalam hal ini pihak penggugat dinamakan penggugat in konvensi dan pihak tergugat dinamakan pihak tergugat in konvensi .

3. Gugat Rekonvensi adalah gugatan balasan atau gugat balik , contoh : dalam hal ini diantara kedua belah pihak

yang sama ada kalanya ada suatu urusan lain , yang berisikan juga kewajiban salah satu pihak untuk

berprestasi kepada pihak yang lain ., dan dimana kita ketahui apabila akan mengajukan gugatan lagi harus

mmeklalui proses awal kembali , tetapi disini hukum memberikan jalan kepada pihak yang sedang

berperkara untuk tidak usah mengajukan gugatan baru tersebut . , melainkan cukup dengan mengajukan

tuntutan baliknya di dalam jawabannya terhadap gugatan semula .

4. Dalam gugatan balasan , terdapat ketentuan – ketentuan yaitu : - Penggugat asal (Penggugat konvensi) menjadi Tergugat in rekonvensi - Tergugat asal ( tergugat konvensi )menjadi Penggugat in rekonvensi 5. Persyaratan untuk kemungkinan mengajukan gugatan rekonvensi : 1. Pihak penggugat rekonvensi adalah pihak yang berwenang untuk bertindak dalam dalam hukum 2. Para pihaknya samassssss 6. Batasan batasan atau larangan – larangan dalam mengajukan rekonvensi atau gugatan balik :

1. Jika Penggugat dalam gugat asal mengenai sifat , sedangkan gugat balasan itu mengenai dirinya sendiri dan

sebaliknya

2. Dalam perkara perselisihan yang berhubungan dengan pelaksanaan putusan ( eksepsi )

3. Jika dalam pemeriksaan tingkat 1 tidak dimasukkan gugat balasan , maka dalam tingkat banding maupun

kasasi

tidak boleh mengajukan gugat balasan . 7. Pembatasan waktu mengajukan syarat gugat rekonveksi : Peraturan HIR psl 132 ( b) : harus diajukan bersama- sama dengan surat jawaban 1 • Praktek Pengadilan : bahwa sebelum surat pembuktian

Page 2: TUNTUTAN KEMBALI

masih dimungkinkan mengajukan gugat rekonpensi selama belum diadakan pembuktian . • Menurut Yahya adiwinata : hal itu diserahkan kepada hakimnya saja .

8. Keuntungan gugat rekonpensi :

1. Menghemat ongkos perkara

2. Mempermudah pemeriksaan

3. Mempercepat penyelesaian sengketa

4. Menghindarkan putusan yang saling bertentangan

9. Mengapa perlu adanya gugat balik , mengenai pokok persoalan yang sama: Karena jangkauan isi putusan hanyalah untuk pihak tergugat pribadi

- sebab di dalam haper dalilnya “ siapa yang mengemukakan dalil , maka dia yang berkewajiban

membuktian dalilnya , tersebut apabila dalil tersebut disangkal olehnya.

10. Gugat Rekonvensi , ada hal- hal yang tidak membenarkan untuk mengajukan gugat rekonvensi , yaitu tidak

boleh menarik orang yang tidak bersangkut paut dengan gugatan rekonvensinya

11. Batasan waktu gugatan rekonveksi : - hanya boleh dalam tingkat 1 - harus bersama sama dengan gugat asal

Hukam Acara Peradilan Agama

1.Konvensi dan Rekonvensi

Rekonvensi adalah gugatan balasan yang diajukan oleh Tergugat asli (penggugat dalam rekonvensi) yang digugat adalah Penggugat asli (Tergugat dalam rekonvensi) dalam sengketa yang sedang berjalan antara mereka.

Gugat rekonvensi diatur dalam pasal 132a dan 132b HIR yang disisipkan dalam HIR dengan Stb. 1927-300 yang diambil alih dalam pasal 244-247 B. Rv. sedangkan dalam R.Bg tentang rekonvensi ini diatur dalam pasal 157 dan 158. dalam hukum Acara Perdata, gugat rekonvensi ini dikenal dengan “gugat balik” berhubung Tergugat juga melakukan wanprestasi pada Tergugat. Tergugat baru dapat melakukan gugat rekonvensi apabila secara kebetulan berkaitan dengan hokum kebendaan yang sedang diperiksa dalam sidang Pengadilan, gugat rekonvensi tidak boleh dilaksanakan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan hukum perorangan atau yang menyangkut dengan status orang. Jadi tidak semua gugatan Penggugat dibalas dengan gugat rekonvensi. Tuhuan gugat rekonvensi ini adalah untuk mengimbangi gugatan Penggugat, agar sama-sama dapat diperiksa sekaligus.Di samping itu, tujuan daripada gugat rekonvensi ini adalah:

a) Menggabungkan dua tuntutan yang berhubungan untuk diperiksa dalam persidangan sekaligus,

Page 3: TUNTUTAN KEMBALI

b) Mempermudah prosedur pemeriksaan,c) Menghindarkan putusan yang saling bertentangan satu sama lain,d) Menetralisir tuntutan konvensi,e) Memudahkan acara pembuktian dan menghemat biaya.

Dengan dimungkinkannya pihak Tergugat mengajukan gugat rekonvensi kepada Penggugat, maka Tergugat tidak perlu mengajukan gugat baru, gugatan rekonvensi ini cukup diajukan bersama-sama dengan jawaban terhadap gugatan Penggugat. Jadi dalam gugatan itu ada gugatan yang saling berlawanan yaitu gugatan konvensi (gugat asal) dan gugatan rekonvensi (gugat balik).

Dalam gugatan konvensi Penggugatnya adalah Penggugat asal, dan Tergugatnya adalah Tergugat asal, sedangkan dalam gugat rekonvensi Penggugatnya adalah Tergugat atau salah seorang dari Tergugat asal yang disebut Penggugat dalam rekonvensi.

Beberapa syarat gugat rekonvensi diajukan di muka persidangan Pengadilan Agama, yakni:

a) Gugatan rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban pertama oleh Tergugat baik tertulis maupun dengan lisan. Namun menurut Wiryono Projodikoro, gugatan rekonvensi masih dapat diajukan dalam acara jawab menjawab dan sebelum acara pembuktian.b) Tidak dapat diajukan dalam tingkat banding, bila dalam tingkat pertama tidak diajukan.c) Penyusunan gugatan rekonvensi sama dengan gugatan konvensi.

Menurut ketentuan Pasal 132 (a) HIR dan Pasal 157 R.Bg dalam setiap gugatan, tergugat dapat mengajukan rekonvensi terhadap penggugat, kecuali dalam tiga hal, yaitu:

a) Penggugat dalam Kualitas yang BerbedaRekonvensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam suatu kualitas (sebagai kuasa hukum), sedangkan rekonvensinya ditujukan kepada diri pribadi penggugat (pribadi kuasa hukum tersebut).b) Pengadilan yang Memeriksa Konvensi tidak Berwenang memeriksa Gugatan rekonvensigugatan rekonvensi tidak diperbolehkan terhadap perkara yang tidak menjadi wewenang Pengadilan Agama, seperti suami menceraikan isteri, isteri mengajukan rekonvensi, mau cerai dengan syarat suami membayar hutangnya kepada orang tua isteri tersebut. Masalah sengketa utang-piutang bukan kewenangan Pengadilan Agama.c)Perkara mengenai Pelaksanaan Putusan.Gugatan rekonvensi tidak boleh dilakukan dalam hal pelaksanaan putusan hakim. Seperti hakim memerintahkan tergugat untuk pelaksanaan putusan, yaitu menyerahkan satu unit mobil Daihatsu Taruna kepada penggugat, kemudian tergugat mengajukan rekonvensi supaya penggugat membayar hutangnya yang dijamin dengan mobil tersebut pada pihak ketiga. Rekonvensi seperti ini harus ditolak.

2.Macam-macam Intervensi dan Dasar Hukumnya

Intervensi adalah suatu aksi hukum oleh pihak yang berkepentingan dengan jalan melibatkan diri dalam suatu perkara Perdata yang sedang berlangsung antara dua pihak yang berperkara.

Dasar hukum intervensi adalah pasal 279 sampai dengan pasal 282 B.Rv dan pasal 70-76 Rv. Tidak ada ketentuan tersebut diatur dalam HIR dan RBg.Dalam Reglement Op de Burgerlijke Rechtsvordering (RV) terdapat dua bentuk intervensi, yaitu Intervensi yang bersifat menengahi (Tussenkomst) dan intervensi yang bersifat menyertai (Voeging). Kecuali dua bentuk intervensi tersebut dijumpai juga dalam praktik Intervensi Vrijwaring.

PERMOHONAN CERAI TALAK DENGAN REKONVENSI

Page 4: TUNTUTAN KEMBALI

Diposkan oleh viee_kristina Perkara Permohonan Cerai talak sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal

66 sampai dengan Pasal 72 UU N0. 7 Tahun 1989 yang direvisi menjadi U U No 3 Tahun

2006 “ Cerai Talak adalah Permohonan Cerai yang diajukan oleh Suami terhadap

Isterinya di wilayah Pengadilan Agama dimana Isterinya menetap dan bertempat tinggal,

dan setelah perkara diperiksa dan tidak bisa di damaikan maka apabila perkara cukup

alasan untuk cerai maka di putus dengan mengabulkan permohonan tersebut ( penetapan

penyaksian Pengadilan menentukan hari sidang penetapan penyaksian ikrar talak dengan

memanggil Para Pihak untuk hadir di persidangan , dan jika Isteri tidak hadir tanpa alasan

yang sah maka Suami dapat mengucapkan Ikrar Talak. Namun jika Suami tidak hadir dan

tidak mengirimkan wakil nya dalam jangka waktu 6 ( enam ) bulan maka gugurlah

kekuatan Penetapan Ikrar Talak dimaksud.

Sedangkan Pengertian Rekonvensi adalah sebagaimana yang tercantum dalam

Pasal 132 ayat ( 1 ) HIR ,Pasal 157 R B G memberikan pengertian “ Gugatan Rekonvensi

adalah gugatan Tergugat sebagai gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan

Penggugat kepadanya, yang tentunya dalam kaitannya dengan perceraian adalah

Rekonpensi tentang Nafkah, Asuhan Anak, Gono Gini / harta bersama dan seterusnya .

PERMASALAHAN

Pada dasarnya Pengadilan ( dalam hal ini Pengadilan Agama ) bertugas menerima

memutus dan menyelesaikan suatu perkara yang diajukan kepadanya Pasal 63 (1) UU

No. 1 Tahun 1974, sesuai dengan kewenangan nya seperti yang tercantum dalam Pasal 49

( 1 ) UU No 7 Tahun 1989 yang direvisi menjadi UU No 3 Tahun 2006 , termasuk

didalam nya adalah perkara Cerai Talak atau lazim disebut permohonan Izin Talak

( dalam praktek ) yang termaktub dalam Pasal 66 UU no 7 Tahun 1989 , Yaitu perceraian

yang diajukan oleh Pemohon dalam hal ini adalah Suami sebagai Pemohon sedangkan

Isteri sebagai Termohon, namun kemudian berkembang setelah permohonan / gugatan

tersebut diajukan oleh Pemohon dan dijawab oleh Termohon dengan mengajukan gugat

balasan / balik ( rekonpensi ) tentang nafkah, asuhan anak, harta gono gini / harta

bersama disertai permohonan sita jaminan (conservatoir beslag ) dan seterus nya

misalnya, sebagai maksud dan perkembangan dari Pasal 86 UU No. 7 Tahun1989

Page 5: TUNTUTAN KEMBALI

sebagaimana yang ditulis oleh M.Yahya Harahap, S H, dalam buku nya” Kedudukan

kewenangan dan acara Peradilan Agama ‘

Bahwa yang dimaksud Gugat rekonpensi adalah gugat yang didalam nya benar benar

memuat semacam :

• mempunyai “ jalinan hubungan yang erat “ atau innerlijke samenhangen antara gugat

konpensi dengan rekonpensi.

• sekaligus dapat menyelesaikan seluruh sengketa yang timbul dari akibat gugat cerai

talak apabila permohonan cerai talak dikabulkan .

• mempersingkat pemeriksaan perkara, karena dalam satu proses yang sama dapat

dislesaikan seluruh sengketa .

• juga memperingan biaya perkara sebab dengan gugat rekonpensi isteri tidak di beban

imembayar biaya perkara .

• serta sekaligus menghemat waktu sebab gugat harta bersama tidak perlu lagi diajukan

nanti setelah penetapan cerai talak berkekuatan hokum tetap.

Maksud dan tujuan adanya penggabungan Konpensi dengan rekonvensi di gabung

menjadi satu perkara adalah untuk memenuhi tuntutan penyelesaian, dengan sederhana ,

cepat, dan biaya ringan ( Pasal 57 (3) U U No 7 / 1989 ), walaupun dalam perkara

perceraian dengan Gono Gini misalnya ada perbedaan antara Hukum orang dan Hukum

Benda , yang dilaksanakan dalam sidang secara terbuka dan sidang tertutup ( Pasal 59

UU Nomor : 7 / 1989 ) , namun itu semua di kesampingkan , karena UU memang

memberi pengecualian / eksepsional yang biasa di sebut termasuk dalam azas “ LEX

SPESIALIS DEROGRAT LEX GENERALIS “ .

Maka perkara permohonan cerai talak berrupa konpensi dan gono gini menjadi

rekonpensi nya akan diperiksa sesuai dengan tahapan yang ada , setelah pembacaan surat

gugatan kemudian jawaban ( yang didalamnya ada permintaan Sita Jaminan yang

diajukan oleh Tergugat ( Penggugat Rekonpensi ) dengan mengabulkan, sita tersebut

dilanjutkan dengan replik, duplik, serta bukti bukti dari Para Pihak maka barulah di

bacakan lah putusan dengan menagabulkan cerai talak ( ijin talak ) dan sekaligus

mengabulkan gugatan gono gininya misalnya , kemudian pihak Pemohon mengajukan

Banding ,dan setelah diputus ia mengajukan Kasasi misalnya , namun ternayata setelah

putusan Kasasi diberitahukan pada Para pihak dan punya kekuatan hukum tetap

Page 6: TUNTUTAN KEMBALI

( ingkracht ), dipanggillah Para Pihak untuk mengucapkan IKRAR TALAK dan ternyata

Pemohon tidak memenuhi panggilan tersebut ( tidak hadir dalam persidangan tanpa alas

an yang sah dan tidak mewakilkan ), maka sia sia lah pemeriksaan perkara yang cukup

lama bahkan bertahun tahun, , cukup melelahkan dengan menghabiskan biaya yang

banyak tersebut. Dan hal yang demikian ini pernah terjadi / sering dialami pada

Pengadilan Agama yang menerima / menyelesaikan perkara carai talak dengan

Rekonpensi seperti tersebut diatas.

Maka timbul pertanyaan apakah demikian itu akhir dari putusan Pengadilan

Agama yang saat ini menjadi Pengadilan yang baik, sempurna dan putusan nya dapat

dlaksanakan dengan baik pula ( setelah berkekuatan hukum tetap ) , tentu jawaban nya “

tidak demikian itu “ agar supaya Pengadilan Agama tidak dikatakan sebagai Pengadilan

Quasi ( Semu) seperti sebelum di undangkan nya uu no 7 / 1989.

PENYELESAIA

1. Pertama Pengadilan menyarankan pada Pihak Termohon agar tidak mengajukan

gugatan Rekonvensi karena sangat beresiko jika Pemohon tidak bersedia

mengucapkan Ikrar Talak ( sebagaimana kasus tersebut diatas )

2. Kedua Pengadilan mengabulkan gugatan / Permohonan Konpensinya / Cerai Talak dan

menyatakan tidak dapat menerima ( N O ) terhadap gugatan balik / Rekonpensi

Termohon ( Rekonpensi tersebut ) misalnya , yang tentunya harus beralasan berdasar

bahwa gugatan balik tidak beralasan hak.

3. Ketiga Pengadilan ( Majlis Hakim ) memutus , mengadili perkara Konpensi lebih

dahulu , kemudian baru memutus perkara Rekonpensi nya ( tentunya putusan tersebut

oleh Majlis Hakim yang sama dan Nomor perkara yang sama pula .

Bahwa dalam solusi yang pertama mungkin dapat dilakukan dengan Penasehatan

– Penasehatan dan anjuran pada Termohon untuk mengurungkan gugatan Rekonpensinya

( bila hendak mengajukan ) atau mencabut gugat Rekonpensi nya ( bila mana sudah

terlanjur mengajukan ) kemudian ia di sarankan mengajukan gugat tersendiri tentang

Gono Gini tersebut misalnya dengan Nomor dan biaya tersendiri pula , namun hal

tersebut kuncinya adalah terserah Pihak Termohon , bila ia bersedia mengurungkan atau

mencabut gugatan balik nya tersebut , namun tidak menutup kemungkinan ia enggan

mengurungkan atau mencabut nya sehingga perkara tetap berjalan antara Konpensi dan

Page 7: TUNTUTAN KEMBALI

Rekonpensi tersebut , sebab saran tersebut tidak mengikat dan pada azas nya Pengadilan

tidak bolrh menolak perkara dengan alas an tidak ada hokum nya ( Pasal 56 U U No 7

Tahun 1989 ).

Bahwa dalam solusi yang kedua Pengadilan memutus dengan mengabulkan

gugatan/ permohonan Konpensi dan menyatakan tidak dapat menerima gugatan

rekonpensi nya , yang tentunya bila majlis menilai dalam gugatan tersebut tidak beralasan

hak ( tidak bisa direkayasa ) , namun tetap saja bila Para Pihak khusus nya Termohon

tidak bisa menerimanya , ia akan mengajukan upaya hokum berupa banding , Kasasi

itupun dengan catatan Amar Putusan Banding ataupun Kasasi belum pasti seperti Amar

Putusan tingkat Pertama tersebut dan pada akhirnya dari iyu semua juga sama jika

Pemohon tidak mengucapkan Ikrar Talak perkara cerai talak tersebut tetap sia sia.

Padahal anjuran pencabutan gugat rekonpensi tersebut adalah tidak sesuai dg azas :

• Perkara gugat cerai / cerai talak adalah sama persis dengan gugat contentiosa. Pasal 66

ayat ( 2 ) dan Pasal 67 huruf a UU No 7 / 1989

• Kepada Isteri diberikan hak mengajukan upaya hukum banding. Pasal 70 ayat ( 2 ) UU

No. 7 / 1989

• gugat cerai talak dimungkin kan untuk menggabungnya dengan gugat pembagian harta

bersama ( Kumulasi Obyektif ). ( Pasal 66 ayat ( 5 ) UU No. 7 / 1989.

Bahwa dalam Solusi yang ketiga Pengadilan menyelesaikan lebih dahulu

gugatan / Permohonan Konpensi yang berupa Cerai Talak ( mengabulkan / mengijinkan

Pemohon untuk mengucapkan Ikrar Talak di depan sidang Pengadilan Agama dan

kemudian bila mana sudah berkekuatan hokum tetap Pengadilan memanggil Para Pihak

untuk mengucapkan Ikrar Talak

Bahwa setelah itu Pengadilan memeriksa gugatan balik / Rekonpensi yang

diajukan oleh Termohon Tersebut yaitu tahap pembuktian nya sampai dengan tuntas

( mengucapkan putusan nya ) .

Bahwa dalam penyelesaian perkara seperti ini harus diperhatikan pada saat jawab

menjawab artinya masalah perceraian memang mereka kehendaki dan setidaknya telah

terbuk ti memang ada pertengkaran terus menerus yang sulit didamaikan , namun bila

perceraian nya Pihak Termohon keberatan , tidak mungkin perkara Konpensi dan

Page 8: TUNTUTAN KEMBALI

Rekonpensi di putus sendiri sendiri ( perkara Konpensi diputus lebih dahulu kemudian

setelah Ingkrancht perkara Rekonpensi diperiksa dan diputus pula dalam satu Nomor.

Bahwa Solusi yang ketiga ini di dasarkan pada Pasal 132 b ayat ( 2 ) H I R / Pasal

157 , 158 R B G yang berbunyi “ untuk tuntutan balik itu berlaku juga bagian2 dari

tuntutan ini ,. Dalam ayat ( 3 ) nya berbunyi “ kedua perkara ini diseleseaikan sekaligus

dan diputus dalam satu keputusan Hakim kecuali kalau pengadilan negeri berpendapat

bahwa perkara yang satu dapat diselesaikan lebih dulu daripada yang lain, dalam hal ini

kedua perkara itu boleh diperiksa satu persatu tetapi, tuntutan asal dan tuntutan balik

yang belum diputus kan itu tetap diperiksa oleh hakim yang sama sampai dijatuhkan

keputusan yang terakhir ( R V 246 ) .

Bahwa solusi yang ketiga inilah menurut Penyaji Makalah yang dapat

menyelesaikan permasalahan atau setidak nya memecahkan persoalan yang selama ini

menjadi kendala dalam perkara cerai talak yang di rekonpensi sebagaimana tersebut

diatas dan pada akhirnya Putusan Rekonprnsi tidak tergantung perkara konpensi / cerai

talak ( ikrar talak nya Pemohon ) karena mereka telah menyelesaikan perkara perceraian

nya sampai berkekuatan hokum tetap kemudian dil;anjutkan dengan pemeriksaan perkara

Rekonpensinya sampai tuntas selesai,

Kemudian timbul pertanyaan bagaimana jika terjadi banding dan kasasi dalam

perkara tersebut maka jawabannya adalah , perkaraa Rekonpensi tersebut boleh Banding,

Kasasi , sedangkan perkara cerai talak nya adalah sebagai lampirannya , karena telah

Inkrachrt, maksudnya putusan Cerai talak yang sudah berkekuatan hokum tetap tersebut

disertakan sebatas sebagai lampiran

Adapun tentang lain lain ( bagaimana penulisannya dalam Buku Regester pola bin

dal min dan seterusnya ) hal itu bisa ditulis / di tambahkan , tetapi yang jelas tehnis

Yustisial tidak boleh dikalahkan oleh adminitrasi seperti penulisan dan seterus nya.

Demikian antara lain sumbangan pikiran tentang pemecahan dan penyelesaian

perkara cerai talak dengan Rekonpensi yang selama ini menjadi problematika pada

Pengadilan Agama. Semoga makalah singkat ini dapat menambah wawasan kita dan

Allah S W T selalu memberi ilmu dan petunjuk serta meridhoi apa yang kita kerjakan.

amien

Page 9: TUNTUTAN KEMBALI

Gugat Balik / rekonvensi

lanjutan : eksepsi

Gugat balik atau gugat dalam rekonvensi diatur dalam Pasal. 132 (a) dan Pasal 132 (b) HIR. Kedua pasal tersebut memberi kemungkinan bagi tergugat atau para tergugat untuk mengajukan gugatan balik kepada penggugat. Yng disebut dengan gugat rekonvensi adalah gugatan balasan yang diajukan oleh tergugat asli (penggugat dalam rekonvensi) yang digugat adalah penggugat asli (tergugat dalam rekonvensi) dalam sengketa yang sedang berjalan antara mereka. Penggugat rekonvensi dapat juga menempuh jalan lain yakni dengan mengajukan gugatan baru dan tersendiri, lepas dari gugat asal.Gugat balasan diajukan bersama=sama dengan jawaban, baik itu berupa jawaban lisanatau tertulis, dalam praktik gugat balasan dapat diajukan selama belum dimulai dengan pemeriksaan bukti, artinya belumsampai pada pendengaran keterangan saksi. Sedang tujuan diperbolehkan mengajukan gugatan balasan atas gugatan penggugat adalah:1. Bertujuan menggabungkan dua tuntutan yang berhubungan.2. Mempermudah prosedur.3. Menghindarkan putusan-putusan yang saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya.4. Menetralisir tuntutan konvensi.5. Acara pembuktian dapat disederhanakan.6. Menghemat biaya.Gugatan rekonvensi hendaknya berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan hukum kebendaan, bukan yang berhubungan dengan hukum perorangan atau berkaitan dengan status seseorang.237 Sebagai contoh dalam praktek sidang peradilan agama, jika suami selaku pemohon, kemudian pihak istri selaku termohon menuntut kepada pihak suami sebagai pemohon asal perihal nafkah wajib, mut’ah, kiswah, mas kawin dan pemeliharaan anak, Begitu juga bila istri mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya baik dengan jalan pelanggaran ta’lik talak (Sighot ta’lik talak) maupun syiqoq, maka pihak suami sebagai tergugat mengajukan gugat balik (rekonvensi) tentang harta bersama, pemeliharaan anal dan lain-lain.238Beberapa syarat gugat rekonvensi diajukan dimuka persidangan pengadilan agama, yakni :1. Gugatan rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban pertamaoleh tergugat baik tertulis maupun dengan lisan.239. namun menurut Wiryono Projodikoro, gugatan rekonvensi masih dapat diajukan dalam acara jawab menjawabdan sebelum acara pembuktian.2. Tidak dapat diajukan dalam tingkat banding, bila dalam tingkat pertama tidak diajukan.240.3. Penyusunan gugatan rekonvensi sama dengan gugatan konvensi.Baik gugat asal (konvensi) maupun gugatan balik (rekonvensi) pada umumnya diselesaikan secara sekaligus dengan satu putusan, dan pertimbangan hukumnya memuat dua hal, yakni pertimbangan hukum dalam konvensi dan pertimbangan hukum dalam rekonvensi.Menurut ketentuan pasal 132 (a) HIR dan pasal 157 R.Bg dalam setiap gugatan, tergugat

Page 10: TUNTUTAN KEMBALI

dapat mengajukan rekonvensi terhadap penggugat, kecuali dalam tiga hal, yaitu: 241.

1. Penggugat dalam kualitas berbeda.Rekonvensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam suatu kualitas (sebagai kuasa hukum), sedangkan rekonvensinya ditujukan kepada diri sendiri pribadi penggugat (pribadi kuasa hukum tersebut).2. Pengadilan yang memeriksa konvensi tidak berwenang memeriksa gugatan rekonvensi.Gugatan rekonvensi tidak diperbolehkan terhadap perkara yang tidak menjadi wewenang Pengadilan Agama, seperti suami menceraikan istri, istri mengajukan rekonvensi , mau cerai dengan syarat suami membayar hutangnya kepada orang tua istri tersebut. Masalah sengketa hutang piutang bukan kewenangan pengadilan agama.

3. Perkara mengenai pelaksanaan putusan.Gugatan rekonvensi tidak boleh dilakukan dalam hal pelaksanaan putusan hakim. Seperti hakim memerintahkan tergugat untuk melaksanakan putusan, yaitu menyerahkan satu unit mobil Daihatsu Taruna kepada penggugat, kemudian tergugat mengajukan rekonvensi supaya penggugat membayar hutangnya yang dijamin dengan mobil tersebut kepada pihak ketiga, rekonvensi seperti ini harus dittolak.

A. Pencabutan dan Mengubah surat Gugatan.Perihal mengubah bias berarti menambah, mengurangi, bahkan bias jadi berubah sikap untuk mencabut surat gugatan. Secara tegas tidak diatur dalam HIR atau R.Bg, dengan demikian hakim ada keleluasaan untuk menentukan sampai dimana penambahan atau pengurangan surat gugatan itu akan akan diperbolehkan, dengan selalu memperhatikan kepentingan kedua belah pihak, terutama kepentingan pihak tergugat sebagai pihak yang digugat, bagi tergugat berhak membela diri, dengan harapan tidak dirugikan dengan adanya perubahan atau penambahan dalam gugatan tersebut. Disamping itu perubahan atau penambahan yang dilakukan penggugat tidak bertentangan dengan asas-asas hukum acara perdata, disamping tidak mengubahatau menyimpang dari fakta materiil walaupun tidak ada tuntutan subsider.Perubahan gugatan tidak diperbolehkan apabila berdasar atas keadaan hukum yang sama dimohon pelaksanaan suatu hak yang lain atau apabila penggugat mengemukakan keadaan baru sehingga dengan demikian mohon putusan hakim tentang suatu hubungan hukum antara kedua belah pihak yang lain dari pada yang semula telah dikemukakan.Contoh perubahan gugatan, semula gugatan perceraian adalah karena perzinahan, kemudian mohon diubah sehingga dasar gugatan perceraian menjadi keretakan rumah tangga yang tidak dapat diperbaki (Onheel bare tweespact). Sebagai contoh penembahan gugatan , dalam hal permohonan agar gugatan ditambah dengan petitum dimaksudkan agar putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoer bij voorraad).Perihal penembahan atau pengurangan atau perubahan gugatan yang dimohon oleh pihak penggugatsetelah tergugat menyampaikan jawaban, hal itu harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari tergugat, apabila pihak tergugat menyatakan kewberatan, maka permohonan mengenai perubahan tau penambahan atau pengurangan gugatan tersebut harus ditolak.Sebagai contoh dalam permohonan cerai talak, bila pemohon melakukan perubahan atau tidak jadimenjatuhkan talak, maka hal ini akan menguntungkan bagi termohon untuk

Page 11: TUNTUTAN KEMBALI

bersatu kembali, tetapi apabila termohon ternyata menginginkan untuk dicerai, maka hal tersebut akan merugikan termohon, sehingga termohon harus mengajukan gugatan sendiri. Artinya si istri harus mengajukan gugatan cerai kepada pengadilan.Mengubah gugatan diperbolehkan sepanjang masih dalam tahap pemeriksaan perkara, dengan catatan tidak sampai pada mengubah atau menambah (“onderwerp van geschil”) petitum atau pokok tuntutan. Dalam arti lain perubahan gugatan dapat dikabulkan asal tidak melampaui batas-batas materi pokok pertama yang dapat dikabulkan kerugian pada hak-hak pembelaan tergugat. Dan perubahan gugatan tidak dibenarkan apabila pemeriksaan perkara sudah hamper selesai, pada saat mana dalil-dalil tangkisan sudah disampaikan.Sehubungan dengan asas kedudukan majlis hakim memimpin persidangan adalah aktif dan dibebani fungsi memberi bantuan dalam hal-hal yang bertujuan memperlancar perkara dan tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.Hakim secara bijaksana harus menawarkan bahkan menyarankan kepada penggugat apabila terdapat hal-hal dalam suratgugatan untuk diubah, ditambah atau dikurangi, apabila hal tersebut sangat diperlukan untuk mempercepat penyelesaian perkara. Berkaitan dengan pencabutan gugatan atau permohonan oleh penggugat adalah tidak diatur dalah HIR atau R.Bg, namun dalam praktek gugatan dapat saja dicabut oleh penggugat secara sepihak dengan catatan apabila perkara belum diperiksa, apabila perkara sudah diperiksa dan tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan itu maka pencabutan perkara tersebut haruys mendapat persetujuan dari pihak tergugat.Apabila gugatan dicabut sebelum perkara diperiksa maka dianggap seperti belum pernah diajukan. Akan tetapi bila gugatannya dicabut setelah perkara sudah mulai diperiksa dan tergugat tidak menyetujui pencabutan ini, maka hakim akan memberikan keputusannya terhadap perkara itu berupa penetapan.B. Intervensi.Pembahasan mengenai intervensi adalah tidak diatur dalam HIR dan RBg, dan juga dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama , hal itu diatur dalam RV pasal 279 sampai dengan pasal 282, namundemikian pasal dalam RV tersebut berlaku juga dalam proses persidangan di Pengadilan Agama. Yang dimaksud dengan intervensi adalah suatu aksi hukum oleh pihak yang berkepentingan dengan jalan melibatkan diri dalam suatu perkara perdata yang sedang berlangsung antara kedua pihak yang berperkara.Dalam Reglement op de burgerlijke rechtsvordering (RV) terdapat dua bentuk intervensi, yaitu intervensi yang bersifat menengahi (tussenkomst) dan intervensi yang bersifat menyertai (voeging). Kecuali dua bentuk intervensi tersebut dijumpai juga dalam praktek intervensi vrijwaring.a. Tussenkomst (menengahi)Yang disebut dengan menengahi (tussenkomst) adalah aksi hukum pihak ketiga dalam perkara perdata yang sedang berlangsung dan membela kepentingannya sendiri untuk melawan kedua pihak yang sedang berperkara.Dengan keterlibatannya pihak ketiga sebagai pihak yang berdiri sendiri dan membela kepentingannya, maka pihak ketiga ini melawan kepentingan penggugat dan tergugat yang sedang berperkara, pihak ketiga tersebut disebut intervenent. Apabila intervensi dikabulkan maka perdebatan menjadi perdebatan segi tiga. Intervensi dalam bentuk tussenkomst bias terkabulkan dan bias juga ditolak, pengabulan atau penolakan tersebut

Page 12: TUNTUTAN KEMBALI

dalam bentuk putusan sela, dalam hal ini putusan insidentil.Dikabulkannya intervensi tusskomst, putusannya dijatuhkan sekaligus dalam satu putusan, apakah penggugat atau tergugat yang menang atau ataukah intervenent yang menang, yang pasti adalah bahwa salah satu dari kedua gugatan itu yang dikabulkan atau mungkin juga kedua-duanya ditolak.

Ciri-ciri tussenkomst:Sebagai pihak ketiga yang berkepentingan dan berdiri sendiri.Adanya kepentingan untuk mencegah timbulnya kerugian, atau kehilangan haknya yang mungkin terancam.Melawan kepentingan kedua belah pihak yang berperkara.Dengan memasukkan tuntutan terhadap pihak-pihak yang berperkara (Penggabungan tuntutan).Syarat-syarat mengajukan tussenkomst adalah :Merupakan tuntutan hak.Adanya kepentingan hukum dalam sengketa yang sedang berlangsung.Kepentingan tersebut harus ada hubungannya dengan pokok perkara yang sedang berlangsung.Kepentingan mana untuk mencegah kerugian atau mempertahankan hak puihak ketiga.Keuntungan tussenkomst:Prosedur beracara dipermudah dan disederhanakan.Proses berperkara dipersingkat.Terjadi penggabungan tuntutan.Mencegah timbulnya putusan yang saling bertentangan.Mengenai prosedur acaranya adalah pihak ketiga yang berkepentingan mengajukan gugatan kepada Ketua Pengadilan Agama dengan melawan pihak yang sedang bersengketa (Penggugat dan tergugat) dengan menunjuk nomor dan tanggal perkara yang dilawan tersebut. Suarat gugatan disusun seperti gugatan biasa dengan memuat identitas, posita dan potitum. Surat gugatan tersebut diserahkan ke meja I yang selanjutnya diproses seperti gugatan biasa , dengan membayar biaya tambahan panjar perkara tetapi tidak diberi nomor perkara baru melainkan memakai nomor perkara yang dilawan tersebut dan dicatat dalam regester, nomor dan kolom yang sama.Yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Agama adalah mendisposisikan kepada majlis hakim yang menangani perkara itu. Kemudian ketua majlis mempelajari gugatan intervensi tersebut dan membuat “penetapan” yang isinya memerintahkan kepada juru sita agar pihak ketiga tersebut dipanggil dalam sidang yang akan dating untuk pemeriksaan gugatan intervensi tersebut bersama pihak lawan. Terhadap intervensi tersebut hakim akan menjatuhkan putusan “sela” untuk mengabulkan atau menolak intervensi tersebut. Apabila dikabulkan maka intervenient ditarik sebagai pihak dalam sengketa yang sedang berlangsung.b. Voeging (menengahi).Yang disebut dengan voeging yaitu suatu aksi hukum oleh pihak yang berkepentingandengan jalan memasuki perkara perdata yang sedang berlangsung antara penggugat dan tergugat untuk bersama-sama tergugat untuk menghadapi penggugat. Perbedaannya dengan tussenkomst adalah keberpihakannya ditujukan langsung kepada pihak tergugat.

Page 13: TUNTUTAN KEMBALI

Ciri-ciri voeging:Sebagai pihak yang berkepentingan dan berpihak kepada salah satu pihak dari penggugat atau tergugat.Adanya kepentingan hukum untuk melindungi dirinya sendiri dengan jalan membela salah satu yang bersengketa.Memasukkan tuntutan terhadap pihak-pihak yang berperkara.Syarat-syarat untuk mengajukan voeging adalah :1. Merupakan tuntutan hak2. Adanya kepentingan hukum untuk melindungi dirinya dengan jalan berpihak kepada tergugat.3. Kepentingan tersebut haruslah ada hubungannya dengan pokok perkara yang sedang berlangsung.Keuntungan voeging adalah :Prosedur beracara dipermudah dan disederhanakan.Proses berperkara dipersingkat.terjadinya penggabunga tuntutanMencegah timbulnya putusan yang saling bertentangan.Prosedur acaranya adalah pihak ketiga yang berkepentingan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Agama dengan mencampuri yang sedang bersengketa, yaitu penggugat dan tergugat untuk bersama-sama salah satu pihak menghadapi pihak lain guna kepentingan hukumnya. Permohonan dibuat seperti gugatan biasa dengan menunjuk nomor dan tanggal perkara yang akan diikutinya itu.Permohonan voeging dimasukkan pada meja pertama dan diproses oleh kasir dan meja II sampai pada ketua, kemudian ketua Pengadilan Agama menyerahkan berkas tuntutan itu lewat panitera kepada majlis hakim yang menangani perkara itu, kemudian majlis hakim memberikan penetapan , dengan isi penetapan menolak atau menerima pihak ketiga untuk turut campur dalam sengketa tersebut, apabila dikabulkan maka permohonan ditarik sebagai pihak dalam sengketa yang sedang berlangsung.

A. Vrijwaring (penarikan)Vrijwaring atau penarikan pihak ketiga dalamperkara adalah suatu aksi hukum yang dilakukan oleh tergugat untuk menarik pihak ketiga dalam perkara guna menjamin kepentingan tergugat menghadapi gugatan penggugat.Adapun cirri-ciri Vrijwaring adalah :255Merupakan penggabungan tuntutan.Salah satu pihak yang bersengketa menarik pihak ketiga didalam sengketa.Keikut sertaan pihak ketiga timbul karena dipaksa dan bukan karena kehendaknya.Tujuan salah satu pihak (tergugat) menarik pihak ketiga adalah agar pihak ketiga yang ditarik dalam sengketa yang sedang berlangsung akan membebaskan pihak yang memanggilnya (tergugat) dari kemungkinan akibat putusan tentang pokok perkara.Prosedur Vrijwaring tergugat dalam jawabannya atau dupliknya memohon kepada majlis hakim yang memeriksa perkaranya agar pihak ketiga yang dimaksudkan oleh tergugat sebagai penjamin ditarik masuk kedalam proses perkara untuk menjamin tergugat.Majlis hakim dengan penetapan yang dimuat dalam berita acara persidangan memerintahkan memanggil pihak ketiga tersebut dalam persidangan yang akan datanguntuk pemeriksaan vrijwaring bersama-sama penggugat dan tergugat .

Page 14: TUNTUTAN KEMBALI

Dari hasil pemeriksaan itu hakim menjatuhkan “putusan sela” untuk menolak atau mengabulkan permohonan vrijwaring tersebut. Apabila dikabulkan maka pihak pihak ketiga ditarik masuk dalam proses perkara tersebut.

C. Komulasi Gugatan.Komulasi gugatan tidak diatur dalam HIR atau BW, bahwa yang disebut dengan gugatan adalah diajukan oleh seorang, karena ia merasa haknya dilanggar. Jadi dalam hal ini ada kepentingan dari yang bersangkutan sehubungan dengan pe3ngajuan gugatan tersebut, yaitu adanya suatu fakta hukum yang menjadi dasar gugatan. Komulasi yang tidak ada hubungannya sama sekali adalah tidak benar.Pada umumnya gugatan harus berdiri sendiri , penggabungan gugatan yang diperkenankan sepanjang masih dalam batas-batas tertentu, yaitu apabila pihak penggugat atau pihak tergugat adalah mereka yang secara nyata telah bersengketa yang diajukan dimuka persidangan dan dalam penggabungan gugatan itu memang sudah diatur dalam undang-undang, sebagai contoh gugatan perceraian, didalamnya terdapat masalah lain yang melekat pada gugatan perceraian tersebut, seperti pembagian harta bersama, nafkah anak, nafkah istri dan penguasaan anak.Contoh lain dalam hal gugatan hak waris, apabila suatu warisan diperebutkan oleh beberapa ahli waris, maka hal tersebut adalah diperbolehkan karena yang menjadi persengketaan pada hakekatnya adalah satu persoalan tentang kewarisan, bahkan hal ini sudah menjadi yurisprodensi Mahkamah Agung, bahwa dalam hal gugatan mengenai warisan, penggugat harus menggugat semua ahli waris sebagai pihak dalam perkara waris tersebut.Permohonan penggabungan gugatan itu apabila diajukan oleh penggugat harus diajukan dalam surat gugatan kedua atau gugatan yang berikutnya, sedangkan apabila diajukan oleh pihak tergugat, maka hal itu harus diajukan bersama-sama dengan jawaban pertama, apabila permohonan dikabulkan , maka perkara yang baru itu akan diserahkan kepada majlis hakim yang memeriksa perkara yang pertama untuk digabungkan, penggabungan dan komulasi gugatan diatur dalam pasal 134 dan 135 RV. Dalam bahasa Belanda disebut dengan voeging van zaken, untuk menggabungkan perkara tersebut dijatuhkan dengan putusan sela yang disebut dengan putusan insidentil.Komulasi gugatan kemungkinan terjadi dalam 3 (tiga) bentuk yakni :

1. Objective comulatie (Penggabungan obyektif).Pengertian obyective comulatie (penggabungan obyektif) adalah apabila pihak penggugat mengajukan beberapa obyek gugatan dalam satu perkara sekaligus. Meskipun penggabungan obyektif gugatan secara khusus tidak ditemukan dalam Undang-undang, namun penggabungan obyektif seperti ini diperbolehkan dalam praktik acara peradilan Agama selama permasalahannya terkait erat dengan perkara pokoknya, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan proses berperkara dan tidak berseberangan dengan prinsip-prinsip keadilan.Beberapa hal tidak diperbolehkan dalam komulasi obyektif yaitu :Penggabungan antara gugatan yang diperiksa dengan acara khusus seperti perceraian digabung dengan perkara perdata biasa (misalkan mengenai pelaksanaan perjanjian)Penggabungan anatara dua atau lebih tuntutan yang salah satu diantaranya pengadilan tidak berwenang secara absolut untuk memeriksanya.

Page 15: TUNTUTAN KEMBALI

Penggabaungan antara tuntutan mengenai bezit dengan tuntutan mengenai eigendom.260.Komulasi obyektif dalam praktik di Pengadilan Agama kemungkinan terjadi dalam perkara perceraian yang digabungkan dengan tuntutan nafkah madhiyah, nafkah anak, pemeliharaan anak , dan nafkah iddah, Hal ini dimungkinkan karena masih terkait dengan kewenangan absolut Pengadilan Agama.

2. Subyective Comulatie (penggabungan subyektif).Bentuk penggabungan subyektif bias terjadi apabila penggugat lebih dari satu orang melawantergugat yang lebih dari satu orang juga, Hal ini diperbolehkan menurut hukumacara perdata, dengan catatan tuntutan penggugat tersebut harus ada hubungan erat satu sama lain.261

3. Concursus (kebersamaan)Komulasi kebersamaan yang dimaksud adalah apabila seseorang penggugat mempunyai beberapa tuntutan yang meneju pada suatu akibat hukum saja. Dimana apabila satu tuntutan sudah terpenuhi, maka tuntutan yang lain dengan sendirinya terpenuhi juga. Contoh permonan pemohon dalam hal terlaksanya pernikahan yang terhambat karena masalah wali adhal, dispensasi nikah, dan ijin kawin. Ketiga hal tersebut hamper serupa dalam persoalannya dan memiliki tujuan yang sama pula yakni terlaksanya pernikahan, maka ketiga hal tersebitdapat digabung menjadi satu, sehingga apabila ijin kawin dikabulkan maka dengan sendirinya kedua hal yang lain tersebut mengikutinya.