11
DEFINISI BISING Bising ialah bunyi atau suara yang mengganggu atau tak dikehendaki Denis : Bising ialah suara yang timbul dari getaran-getaran yang tak teratur dan periodik Hirsh dan Ward (1952) : Bising ialah suara yang komplek yang mempunyai sedikit/tak punya periodik, bentuk gelombang tak dapat diikuti atau diprodusir lagi dalam waktu tertentu Spooner : Bising adalah suara yang tidak mengandung kualita musik Burns dan Littler : Bising ialah suara yang tak dikehendaki oleh yang mendengarkannya Wall : Bising ialah suara yang mengganggu JENIS KEBISINGAN Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan : 1.a. Kebisingan yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (Steady state, Wideband noise) misal kipas angin. b. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (Steady state, narrow band noise) misalnya gergaji sirkuler, katup gas. . 2.Kebisingan terputus-putus (intermittent) misalnya suara lalu lintas dan kapal terbang di lapangan udara. 3.a. Kebisingan impulsif (impact impulsive noise) misalnya tembakan bedil atau meriam juga ledakan-ledakan yang lain. b. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan.

tut1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mc

Citation preview

Page 1: tut1

DEFINISI BISING

Bising ialah bunyi atau suara yang mengganggu atau tak dikehendaki

Denis : Bising ialah suara yang timbul dari getaran-getaran yang tak teratur dan periodik

Hirsh dan Ward (1952) : Bising ialah suara yang komplek yang mempunyai sedikit/tak punya

periodik, bentuk gelombang tak dapat diikuti atau diprodusir lagi dalam waktu tertentu

Spooner : Bising adalah suara yang tidak mengandung kualita musik

Burns dan Littler : Bising ialah suara yang tak dikehendaki oleh yang mendengarkannya

Wall : Bising ialah suara yang mengganggu

JENIS KEBISINGAN

Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan :

1.a. Kebisingan yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (Steady state, Wideband

noise) misal kipas angin.

b. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (Steady state, narrow band noise)

misalnya gergaji sirkuler, katup gas. .

2.Kebisingan terputus-putus (intermittent) misalnya suara lalu lintas dan kapal terbang di

lapangan udara.

3.a. Kebisingan impulsif (impact impulsive noise) misalnya tembakan bedil atau meriam juga

ledakan-ledakan yang lain.

b. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan.

Akhir-akhir ini banyak terjadi noise pollution yang disebabkan :perkembangan industri

modern lalu lintas udara, darat dan Taut yang makin ramai. musik-musik pop dengan alat-alat

akustik yang mutakhir.

PENGARUH KEBISINGAN AUDITOIR

· Pengaruh terhadap pendengaran dapat sementara atau menetap. Yang menetap ada 2

pengertian :

a)Trauma akustik

Dulu pengertian ini lama dengan semua ketulian yang disebabkan suara bising. Sekarang

pengertian ini menjadi suatu pengaruh insidentil yang merusak sebagian atau seluruh alat

pendengaran disebabkan oleh letusan senjata api, ledakan-ledakan suara dahsyat.

b)Occupational Deafness

Page 2: tut1

Diartikan sebagai hilangnya sebagian atau seluruhnya pendengaran seseorang yang bersifat

permanen , mengenai satu atau dua telinga yang disebabkan oleh bising atau gaduh suara yang

terus menerus di lingkungan tempat kerja:

Pengaruh rangsangan suara terhadap telinga adalah sebagai berikut

la)Adaptation yang berjalan 0 sampai dengan 3 menit.

b)"Temporary threshold shift" : "Fatigue"

"Temporary stimulation deafness".

"Fatigue" mungkin suatu biochemical effect , yang pasti purely nervous.

"Temporary stimulation deafness" adalah physical effect, disebut pula "Temporary noise-

induced hearing loss". Jangka waktu sampai 6 bulan.

c)"Persistent Threshold". Nilai ambang yang masih ada setelah 40 jam stimulus menyebabkan

suatu "Prolonged noise-induced hearing loss".

d)"Permanent threshold shift" menimbulkan "permanent noise-induced hearing loss". Di sini

sudah terdapat suatu ke-lainan patologis yang permanen pada koklea , sifat ketulian

juga permanen . Ini terjadi pada trauma akustik dan occupa-tional deafness.

· Lokalisasi kelainan pada telinga

Suara yang kuat/keras menyebabkan getaran membrana

timpani yang dilanjutkan melalui ossicula auditiva ke perilimfe

dan endolimfe yang selanjutnya menggetarkan membranbasilaris lebih kuat dari keadaan

normal, hal ini dapat menyebabkan sentuhan outer dan inner hair cells pada membrane tectoria

yang berlebihan, hingga dapat menimbulkan atrofinya hair cells tersebut.

Menurut penyelidikan Guild (1952) ialah, bagian koklea yang terdekat dengan oval window

menerima suara-suara dengan frekuensi tinggi. Ini sesuai dengan bentuk gelombang nada-nada

tinggi yang di sini lebih pendek, sebaliknya nada-nada rendah mempunyai gelombang-

gelombang lebih panjang sesuai dengan bagian koklea yang mendekati apex. Kerusakan

koklea akibat suara/nada tinggi berpusat di sekitar 4000 hz dan ini sesuai dengan getaran

membrana basilaris (wave motion), yang mana kerusakan-kerusakan tersebut dapat menjadi

lebih berat lagi dengan robeknya hair cells akibat menerima suara yang terlalu keras.

· Gambaran audiogramnya

Page 3: tut1

l.Pada audiogram, kelainan pendengaran karena suara keras atau bising yang lama adalah

suatu tuli persepsi. Terdapat dip (penurunan): acoustic dip pada frekuensi 4 khz (menurut teori

lokalisasi), atau pada sekitar 4 khz (menurut teori non lokalisasi).

Kenapa terjadinya acoustic dip pada 4 khz atau sekitarnya ada beberapa teori.

a)Anatomic. Oleh Kelemen (1962) didemonstrasikan, adanya kelemahan pada bony capsul

pada basal turn dari koklea di daerah frekuensi 4 khz.

b)Physiologic. Pada pembuatan audiogram-audiogram karena TTS (Temporary Threshold

Shift) yang berulang-ulang selalu didapati pada 4 khz.

c)Physic. Dengan menggunakan teori resonansi akhirnya kerusakan pada daerah 4 khz juga.

d)Nutritional (vasculair), vaskularisasi pada basal turn dari koklea 4 khz paling sedikit, maka

pemberian makanan juga terkecil maka mudah menjadi kerusakan.

e)Phylogenetic. Pada Chimpanzees. didapatkan natural dari hearing depression pada daerah 4

khz.

Faktor-faktor yang meinpengaruhi terjadinya theshold shift atau

trauma akustik adalah :

a.Intensitas suara.

b.Spektrum frekuensi. Sifat dari bising, kontinu, impulsif atau intermiten.

c.Waktu lamanya exposure, waktu interval di antara exposure.

d.Individual susceptibility.

PROGRAM PENANGGULANGAN BISING

Untuk membatasi bising di perusahaan atau industri beberapa negara menentukan Nilai

Ambang Batas (NAB) yang dikuatkan sebagai undang-undang, sebagian lagi hanya

merupakan rekomendasi. Yang sudah menentukan undang-undang ialah

Amerika Serikat, Rusia, Belgia, Canada dan Yugoslavia.

Dalam menentukan NAB tiap negara juga berbeda misalnya :

Belgia dan Brasilia 80 dB A

Denmark, Finlandia, Italia, Swedia, Switzerland dan Rusia 85 dB A.

Australia (hanya Tasmania), Canada, Germany, Inggrisnggris, Amerika Serikat, Yugoslavia

dan Jepang 90 dB A.

Lokakarya Hiperkes di Cibogo (Bogor) tanggal 18 sampai dengan 22 Februari 1974 telah

memutuskan NAB untuk kebisingan suara di Perusahaan-perusahaan di Indonesia sebesar

Page 4: tut1

85dB A, yang pada waktu itu diusulkan menjadi suatu peraturan Menteri. Yang pada khirnya

dengan surat edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. SE. 01/MEN/

1978 ditetapkan NAB. 85 dB A.

Pencegahan:

1. Primer (Proteksi spesifik & Promosi Kesehatan)

Survei kebisingan

Program perlindungan pendengaran sebaiknya dimulai dengan survei dasar

kebisingan. Survei awal kebisingan diidentifikasi pada daerah lingkungan kerja

dengan pekerja yang terpapar kebisingan. Survei ini hendaknya dapat

memberikan informasi bila problem kebisingan muncul dan besarnya masalah, dan

untuk menentukan daerah yang memerlukan survei kebisingan lebih rinci.

Informasi yang diperoleh selama survei dapat memberikan informasi pekerja

yang terpajan di atas action level dan permissible exposure levels (PELs).

Batasan-batasan terhadap gangguan pendengaran telah disebutkan sebelumnya.

Pengawasan mesin

Pengawasan kebisingan melalui pengawasan mesin yang paling penting sebagai

ukuran pengawasan dalam program perlindungan pendengaran. Pengurangan

kebisingan pada sumbernya (mesin) dapat dilakukan, misalnya dengan

menempatkan peredam pada sumber getaran, tetapi umumnya hal itu dilakukan

dengan penelitian dan perencanaan mesin baru.

Hal ini sangat tergantung pada permintaan para usahawan sebagai pembeli

mesin kepada pabrik pembuatnya dengan mengajukan persyaratan kebisingan

dari mesin sebelumnya. Bukan saja tingkat bahaya yang diperhatikan, tapi juga

intensitas yang dapat diterima sebagai tidak mengganggu daya kerja dan nikmat

kerja.

Pengalaman menekankan bahwa modifikasi mesin atau bangunan untuk maksud

pengurangan kebisingan adalah sangat mahal dan kurang efektif, maka dari

perencanaan sejak semula adalah paling utama. Penempatan jalan penghalang

pada jalan transmisi juga dapat dilakukan dengan isolasi tenaga kerja atau mesin

sebagai upaya mengurangi kebisingan. Dalam perencanaan ini harus sempurna

dan bahan-bahan yang digunakan harus mampu menyerap suara. Bahan –bahan

penutup harus dibuat cukup berat dan lapisan dalam terbuat dari bahan yang

menyerap sinar, agar tidak terjadi getaran yang lebih hebat.

Pengawasan administrasi

Jika pengawasan mesin-mesi tidak mungkin , pengawasan administrasi dapat

ditambahkan untuk mengurangi pajanan pekerja secara individual. Waktu

pajanan yang diperkenankan tergantung permissible exposure level atau dosis

sehari. Jika level pajanan berubah dalam sehari, dosis kebisingan sehari

Page 5: tut1

dikalkulasi untuk memastikan dosis kebisingan sehari tidak lebih dari yang telah

diperkenankan.

Pengawasan adminintrasi dapat dilaksanakan melalui penggantian pekerja pada

daerah kebisingan tinggi dengan daerah yang kebisingannya rendah sesudah

periode waktu tertentu yang dilalui. Ini dapat juga meliputi penjadualan waktu

pelaksanaan sehingga meminimalisasi pajanan pekerja terhadap bats kebisingan

yang tinggi.

Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga.

Tutup telinga biasanya lebih efektif dari penyumbat telinga. Alat demikian harus

diseleksi, sehingga dipilih yang tepat sesuai dengan kebutuhan.

Sumbat telinga plastik yang terkadang tidak mudah diterima pemakai, dan

sumbat telinga dari lilin, dapat mengurangi tingkat kebisingan antara 8 – 30 dB.

Pelindung telinga tipe gumpalan kapas dan headphone lebih efektif

(pengurangan 20 – 40 dB). Pada umumnya alat-alat ini dapat mengurangi

intensitas kebisingan sekitar 20 - 25 dB. Harus diusahakan perbaikan

komunikasi, sebagai akibat pemakaian alat-alat ini. Problematik utama

pemakaian alat proteksi pendengaran adalah mendidik tenaga kerja, agar

kontinu menggunakannya.

Setiap sumbat telinga selalu menyebabkan pemakainya merasakan adanya suatu

benda asing dalam telinganya. Perasaan demikian akan tetap ada, walaupun

sekarang dapat diusahakan sumbat telinga yang halus dan tak begitu terasa.

Maka dari itu, sumbat telinga baru dipakai bila :

- sumbat telinga benar-benar diperlukan, yaitu adanya kebisingan lebih dari 100

dB

- tenaga kerja dapat membiasakan diri untuk memakainya, yang biasanya

dicoba dalam 3 – 4 minggu.

Adalah menyulitkan bila kebisingan tidak kontinu, karena si pemakai selalu

mencabut dan memakainya kembali menurut keperluan. Dalam hal demikian,

tenaga kerja jarang menjadi biasa untuk menggunakannya.

Pendidikan dan latihan

Bising merupakan suatu masalah lama pada negara-negara industri dan pekerja

sadar berisiko terhadap pendengaran. Hal ini tidak demikian pada negara yang

berkembang. Pengetahuan pekerja terhadap kerusakan pendengaran yang dapat

terjadi akibat bising merupakan petunjuk keberhasilan program perlindungan

pendengaran.

2. Sekunder (Diagnosis dini & penatalaksanaan yang sesuai)

Program uji audiometri

Audiometri bukan pengganti pada pengawasan terhadap kebisingan. Meskipun

audiometri merupakan program dasar, periodik dan akhir dalam pemempatan

Page 6: tut1

tenaga kerja dalam upaya perlindungan pendengaran. Diagnosa NIHL dibuat jika

pajanan kebisingan telah ditentukan dan penyebab lain ketulian telah dileluarkan.

Kriteria NIHL umumnya termasuk penyakit akibat kerja yang akan mendapat

kompensasi, nilai kompensasi bervariasi tergantung dari keterbatasan pajanan.

Pemeliharaan catatan

Pencatatan sebaiknya memberi informasi pajanan dan status pendengaran yang

penting dalam upaya pemantauan dan aspek medikolegal.

Table 1 - Treatments for

NIHL Treatment

Theory/Effects Reference(s)

Corticosteroids (synthetic

hormones)

Improve the

microcirculation in the

cochlea after acute noise

trauma.

(Duan, Ulfendahl et al.

2002)

Blood flow promoting drugs

(e.g. epinephrine, dextran

pentoxifylline and

hydroxylethyl starch)

Increase the blood flow

through the cochlea when

administered after acute

noise trauma.

(Duan, Ulfendahl et al.

2002)

(Miller, Laurikainen et al.

1994)

Oxygen Reduces hearing threshold

shifts and hair cell loss

following impulse noise

trauma.

(Duan, Ulfendahl et al.

2002)

Neurotrophins (e.g. nerve

growth factor, brain-

derived nerve growth

factor, neurotrophin-3 and

glial cell line-derived

neurotrophic factor)

Stimulate auditory nerve re-

growth and protect from

sensorineural hearing loss.

(Miller 2004)

(Duan, Ulfendahl et al.

2002)

Anti-oxidants and

scavengers

Remove reactive oxygen

species which might be

involved in noise trauma.

(Duan, Ulfendahl et al.

2002)

Glutamate receptor

antagonists

It is thought that the

glutamate receptors are

over-stimulated during

noise trauma. Antagonists

will reduce this over-

stimulation and also any

negative effects on hearing.

(Duan, Ulfendahl et al.

2002)

Gene therapy Uses viral vectors or

liposomes to deliver nucleic

(Duan, Ulfendahl et al.

2002)

Page 7: tut1

acids (e.g. transgenic

neurotrophin) to the

cochlea.

Pengobatan

Page 8: tut1

3. Tersier ( Rehabilitasi)

Rehabilitasi berupa alat Bantu dengar, yang masih dalam batas-batas

kemampuan perusahaan. Ditekankan, mencegah ketulian adalah lebih tepat dan

lebih mudah serta lebih baik daripada mengobati suatu ketulian akibat bising

yang sudah permanen atau menetap

Dasar Hukum

UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja

UU No. 13 Tahun 2000 tentang Ketenagakerjaan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang

Pelayanan Kesehatan Kerja

Kepmenaker no.51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Asika dl

tempat kerja