Upload
lalameitry
View
2
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dm
Citation preview
LAPORAN TUTORIAL
“Endokrin, Metabolisme, dan Nutrisi”
Skenario 2 (Diabetes Mellitus tipe 2)
Disusun Oleh:
Kelompok 5
Annisa Rusfiana 1318011019 Ni Made Shanti 1318011118
Audya Pratiwi 1318011026 Nabila Luthfiana 1318011114
Claudia Joy HH 1318011043 Putri Adelina Shazari 1318011129
Fuad Iqbal 1318011075 Ulima Mazaya 1318011173
Fidelis Dani 1318011072 Zulfiana Riswanda 1318011183
I Made Afryan 1318011080 Mentari Olivia 1318011104
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
2014
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum wr.wb
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga kami daat menyusun laporan diskusi tutorial
ini.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Blok Endokrine Metabolisme dan
Nutrisi. Kepada para dosen yang terlibat dalam mata kuliah dalamblok ini, kami
mengucapkan terima kasih atas segala pengarahan dan bimbingan yang telah
diberikan sehingga laporan ini dapat selesai disusun.
Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan laporan
ini, baik dari segi isi, bahasa, dan sebagainya. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas
segala kekurangan tersebut. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya
pengetahuan, wawasan, dan keterampilan kami. Selain itu, kritik dan saran dari
pembaca sangat kami harapkan, guna kesempurnaan laporan ini dan perbaikan bagi
kita semua.
Semoga laporan ini dapat memberi manfaat dan dapat menambah
pengetahuan untuk kita semua.
Wassalammu’alaikum wr.wb
Bandar Lampung, 9 September 2014
Penyusun
i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR...................................................................................................2
Daftar Isi........................................................................................................................3
STEP I............................................................................................................................4
Identifikasi Kata Asing..................................................................................................4
STEP II..........................................................................................................................5
Merumuskan Masalah....................................................................................................5
STEP III.........................................................................................................................6
Brainstorming/Gagasan/Ilham.......................................................................................6
STEP IV.......................................................................................................................11
Analisis Masalah..........................................................................................................11
STEP V........................................................................................................................30
Learning Objective......................................................................................................30
STEP VI.......................................................................................................................31
Belajar Mandiri............................................................................................................31
STEP VI.......................................................................................................................32
Belajar Mandiri............................................................................................................32
STEP VII.....................................................................................................................33
Pembahasan.................................................................................................................33
ii
Skenario Diskusi Tutorial 2
Sumber: Google.com
Diabetes Melitus Tipe II
Diabetes Melitus tipe 2 merupakan penyakit yang jumlahnya semakin naik
sehubungan dengan peningkatan obesitas pada populasi. Prevalesinya di Inggris
sekitar 2% dari populasi, meningkat seiring usia dan lebih tinggi pada kelompok
etnik tertentu, termasuk Afrika-Karibia (sekitar 5%) dan Asia Selatan (10%).
Diagnosis diabetes didasarkan pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu lebih dari 11
mmol/L. Jika terdapat keraguan, dilakukan pemeriksaan gula darah puasa. Panduan
diagnosis DM mengacu pada panduan WHO 1999. Gangguan toleransi glukosa
merupakan kondisi penting dengan risiko tinggi menjadi DM tipe 2 dan memiliki
risiko penyakit makrovaskuler lebih tinggi dibandingkan populasi normal.
Terapi diabetes tipe 2 secara umum adalah dengan pengaturan pola makan, perubahan
gaya hidup, dan obat hipoglikemik oral bila diperlukan. Walaupun pasien dengan
diabetes tipe 2 tidak menderita ketosis dan tidak membutuhkan insulin untuk
mengoptimalkan control glikemik.
3
STEP II
Merumuskan Masalah
1. Hormon apa sajakah yang mempengaruhi glukosa darah?
2. Tipe-tipe diabetes?
3. Fisiologi dan patofisiologi diabetes mellitus?
4. Apa saja gejala dari Diabetes Mellitus?
5. Mengapa gangguan toleransi glukosa menjadi penyebab penyakit Diabetes
Mellitus?
6. Apa saja komplikasi dari penyakit Diabetes Mellitus?
7. Pencegahan dan penatalaksanaan penyakit Diabetes Mellitus?
5
STEP III
Brainstorming/Gagasan/Ilham
1. Hormon apa saja yang mempengaruhi glukosa?
a. Insulin
b. Glukagon
c. Epinefrin
d. Growth Hormon
2. Tipe-tipe Diabetes
a. Diabetes tipe I
b. Diabetes tipe II
c. Diabetes tipe lain
d. Diabetes gestasional
3. Fisiologi dan patofisiologi Diabetes Mellitus
Fisiologi
Pancreas terdiri dari 2 tipe jaringan:
a. Asinar
b. Pulau langerhans; terdiri dari 4 sel
-Sel alfa : menghasilkan hormone glucagon
6
-Sel beta : menghasilkan hormone insulin
-Sel delta : menghasilkan hormone somatostatin
-Sel F : menghasilkan polipeptida pancreas
Patofisiologi
a. Diabetes Tipe 1
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
b. Diabetes Tipe II
Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu:
resistensi insulin dan ganggua n sekresi insulin.
c. Diabetes Gestasional
Didefenisikan sebagai permulaan intoleransi glukosa atau pertama
sekali didapat selama kehamilan.
4. Apa saja gejala dari Diabetes Mellitus?
a. Diabetes Melitus tipe I
Sebagian besar penderita DM tipe-1 mempunyai riwayat perjalanan
klinis yang akut. Biasanya gejala-gejala poliuria, polidipsia, polifagia
dan berat badan yang cepat menurun terjadi antara 1 sampai 2 minggu
sebelum diagnosis ditegakkan. Apabila gejala-gejala klinis ini disertai
dengan hiperglikemia maka diagnosis DM tidak diragukan lagi.
7
b. Diabetes Melitus tipe II
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
5. Mengapa gangguan toleransi glukosa menjadi penyebab penyakit Diabetes
Mellitus?
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk
menyatakan adanya disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah
beban 75 gram glukosa pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO)
yaitu antara 140 mg/dl sampai dengan 199 mg/dl. Keadaan ini disebut juga
sebagai prediabetes oleh karena risiko untuk mendapat diabetes melitus tipe 2
dan penyakit kardiovaskuler sangat besar.
Baik obesitas dan toleransi glukosa terganggu merupakan faktor risiko utama
dari penyakit kardiovaskuler sehingga keduanya dimasukkan sebagai
komponen dari sindroma metabolik. Sindroma metabolik terdiri 5 komponen
dimana dikatakan sindroma metabolik bila ditemukan sekurang-kurangnya 3
komponen dari 5 komponen. Kriteria ini didasarkan kriteria National
Cholesterol Education Program (NCEP) – Adult Treatment Program III (ATP
III) yang terdiri dari obese sentral dengan lingkar pinggang lebih atau sama
dengan 80 cm, kadar kolesterol-HDL < 40 mg/dl pada laki-laki dan wanita >
8
50 cm, trigliserid >150 mg/dl, hipertensi lebih atau sama dengan 130/85
mmHg dan Kadar glukosa plasma puasa lebih atau sama dengan 110 mg/dl.
6. Apa saja komplikasi dari penyakit Diabetes Mellitus?
a. Diabetes Melitus tipe I
Komplikasi DM tipe-1 dapat digolongkan sebagai komplikasi akut dan
komplikasi kronik baik reversibel maupun ireversibel. Sebagian besar
komplikasi akut bersifat reversibel sedangkan yang kronik bersifat
ireversibel tetapi perjalanan penyakitnya dapat diperlambat melalui
intervensi. Secara umum, komplikasi kronik disebabkan kelainan
mikrovaskular (retinopati, neuropati dan nefropati) dan
makrovaskular. Berdasarkan hasil DCCT, dapat disimpulkan bahwa
komplikasi kronik pada penderita DM tipe 1 dapat dihambat secara
bermakna dengan kontrol metabolik yang baik. Perbedaan HbA1c
sebesar 1% sudah mengurangi risiko komplikasi sebanyak 25-50%.
b. Diabetes Melitus tipe II
Komplikasi akut
Keadaan yang termasuk dalam komplikasi akut DM adalah
ketoasidosis diabetik (KAD) dan Status Hiperglikemi
Hiperosmolar (SHH). Keadaan hipoglikemia juga termasuk
dalam komplikasi akut DM, di mana terjadi penurunan kadar
glukosa darah sampai < 60 mg/dL. Pasien DM yang tidak
sadarkan diri harus dipikirkan mengalami keadaan
9
hipoglikemia. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
hipoglikemia misalnya pasien meminum obat terlalu banyak
(paling sering golongan sulfonilurea) atau menyuntik insulin
terlalu banyak, atau pasien tidak makan setelah minum obat
atau menyuntik insulin.
Komplikasi kronik
Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu
lama akan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan
saraf. Pembuluh darah yang dapat mengalami kerusakan dibagi
menjadi dua jenis, yakni pembuluh darah besar dan kecil.
7. Pencegahan dan penatalaksanaan penyakit Diabetes Mellitus?
a. Pencegahan
1. Pencegahan primer
2. Pencegahan sekunder
3. Pencegahan tersier
b. Penatalaksanaan
Ada 4 pilar penatalaksanaan diabetes mellitus:
1. Edukasi
2. Terapi Gizi Medis (TGM)
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
10
STEP IV
Analisis Masalah
1. Hormon apa sajakah yang mempengaruhi glukosa darah?
a. Insulin
Setelah mengadakan penelitian yang mendalam, Banting clan Best
pada tahun 1922 memperoleh insulin, suatu hormon yang diproduksi
dalam sel pankreas, yaitu pada sel-sel langerhans atau "pulau-pulau
langerhans". Sebagian besar sel-sel pankreas berfungsi untuk
memproduksi cairan pankreas. Di samping itu ada sekelompok kecil
sel-sel yang letaknya tidak teratur yang ditemukan oleh Langerhans
pada tahun 1867. Sel-sel tersebut selanjutnya disebut sel-sel atau
pulau-pulau langerhans. Fungsi insulin adalah merangsang sintesis
enzim-enzim kinase dalam hati, misalnya kinase piruvat, glukokinase
dan fosfofruktoki¬nase. Di samping itu insulin juga berfungsi sebagai
penghambat atau penekan terbentuknya enzim-enzim glukoneogenik,
misalnya glukosa-6-fosfatase, fruktosa-1,6-difosfatase, dan
karboksilase piruvat. Dengan demikian insulin dapat mengendalikan
proses metabolisms karbohidrat dan karenanya kadar glukosa dalam
darah orang normal relatif konstan. Insulin adalah suatu protein
dengan bobot molekul sebesar 5734 dan mempunyai titik is6listrik
pada pH 5,3 sampai 5,36.
11
Hormon ini dengan alkali dapat bereaksi dan menimbulkan amonia,
dan karenanya menjadi tidak -aktif lagi. Enzim pro¬teolitik yang dapat
memecah protein, juga dapat merusak insulin. Kekurangan hormon
insulin dalam tubuh mengakibatkan pe¬nurunan aktivitas enzim dalam
proses glikolisis dan dengan demikian kadar glukosa menjadi lebih
tinggi daripada keadaan normal.
Di samping peranannya dalam penggunaan glukosa bagi tubuh, insulin
juga mempunyai pengaruh pada metabolisms protein dan asam
nukleat. Sebagai contoh insulin mempermudah masuk¬nya asam
amino ke dalam sel, meningkatkan sintesis protein dalam ribosom, dan
mempengaruhi pembentukan mRNA. Insulin dapat dirusak oleh enzim
insulinase dalam hati. Hal ini terlihat pada t1/2 untuk insulin yaitu 6,5
sampai 9 menit.
b. Glukagon
Hormon ini juga diproduksi oleh sel-sel Langerhans dalam pankreas.
Glukagon mempunyai efek yang berlawanan dengan insulin, yaitu
dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah dengan jalan
meningkatkan proses glikogenolisis dalam hati. Glukagon juga
berfungsi mengaktifkan enzim siklase adenil yang mengubah ATP
menjadi AMP siklik. Adanya AMP siklik dapat meningkatkan
aktivitas enzim fosforilase yang bekeda sebagai katalis dalam proses
penguraian glikogen menjadi glukosa-6-fosfat. Hal ini mengakibatkan
kenaikan kadar glukosa dalam darah.
12
Glukagon adalah suatu protein yang dapat diisolasi dalam bentuk
kristal. Pada pH = 7 kristal glukagon sukar larut dalam air, tetapi pada
pH > 10 dan pada pH di sekitar 4 glukagon lebih mudah larut dalam
air. Molekul glukagon merupakan rantai polipeptida lurus, terdiri atas
29 asam amino dan mempunyai bobot molekul 3482.
c. Epinefrin
Hormon epinefrin berfungsi memicu reaksi terhadap tekanan dan
kecepatan gerak tubuh. Tidak hanya gerak, hormon ini pun memicu
reaksi terhadap efek lingkungan seperti suara derau tinggi atau
intensitas cahaya yang tinggi. Reaksi yang sering dirasakan adalah
frekuensi detak jantung meningkat, keringat dingin dan
keterkejutan/shok.
Fungsi hormon ini mengatur metabolisme glukosa terutama disaat
stres. Hormon epinefrin timbul sebagai stimulasi otak, menjadi
waswas dan siaga. Dan secara tidak langsung akan membuat indra kita
menjadi lebih sensitif untuk bereaksi. Stres dapat meningkatkan
produksi kelenjar atau hormon epinefrin. Sebenarnya, jika tidak
berlebihan, hormon bisa berakibat positif, lebih terpacu untuk bekerja
atau membuat lebih fokus. Tetapi, jika hormon diproduksi berlebihan
akibat stres yang berkepanjangan, akan terjadi kondisi kelelahan
bahkan menimbulkan depresi. Penyakit fisik juga mudah berdatangan,
13
akibat dari darah yang terpompa lebih cepat, sehingga menganggu
fungsi metabolisme dan proses oksidasi di dalam tubuh.
Epinefrin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh
darah arteri dan memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga
menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu
pendek. Hormon epinefrin menyebar di seluruh tubuh, dan
menimbulkan tanggapan yang sangat luas: laju dan kekuatan denyut
jantung meningkat sehingga tekanan darah meningkat, kadar gula
darah dan laju metabolisme meningkat, bronkus membesar sehingga
memungkinkan udara masuk dan keluar paru-paru lebih mudah, pupil
mata membesar, kelopak mata terbuka lebar, dan diikuti dengan
rambut berdiri.
Keadaan stres akan merangsang pengeluaran hormon epinefrin secara
berlebihan sehingga menyebabkan jantung berdebar keras dan cepat.
Hormon epinefrin diproduksi dalam jumlah banyak pada saat sedang
marah. Indikasi stres adalah sulit tidur, cepat lelah, mudah terusik,
kepala pusing, dan sebagainya. Penderita stres umumnya juga
kehilangan nafsu makan.
Hormon epinefrin mempengaruhi otak akan membuat indra perasa
merasa kebal terhadap sakit, kemampuan berpikir dan ingatan
meningkat, paru-paru menyerap oksigen lebih banyak, glukogen
14
diubah menjadi glukosa yang bersama-sama dengan oksigen
merupakan sumber energi. Detak jantung dan tekanan darah juga
meningkat sehingga metabolisme meningkat. Hormon ini berfungsi
untuk mencegah efek penuaan dini seperti melindungi dari Alzheimer,
penyakit jantung, kanker payudara dan ovarium juga osteoporosis.
Semakin tinggi tingkat DHEA (dehidroepiandrosteron) dalam tubuh,
maka makin padat tulang.
Molekul-molekul epinefrin memiliki fungsi khusus dalam pembuluh
vena dan arteri yang memastikan bahwa organ-organ penting
menerima lebih banyak aliran darah di saat bahaya, dan karena itu,
molekul-molekul ini melebarkan pembuluh darah menuju jantung,
otak, dan otot. Sel-sel yang mengelilingi pembuluh merespon epinefrin
dan mengalirkan lebih banyak darah yang dibutuhkan jantung. Dengan
cara ini, darah tambahan yang dibutuhkan oleh otak, otot, dan jantung
dapat dipasok.
Secara garis besar, aksi yang ditimbulkan oleh epinefrin antara lain :
menambah kadar gula darah (hiperglikemik), merangsang
adenohipofisis untuk pelepasan ACTH, meningkatkan konsumsi
oksigen dan laju metabolisme basal, menaikkan frekuensi (efek
kronotropik positif) dan amplitudo kontraksi jantung, dilatasi
pembuluh darah di otot rangka dan hati, keresahan, kecemasan,
15
perasaan lelah, mengurangi kadar eosinofil, meningkatkan kecepatan
tingkat metabolik yang independen terhadap hati.
2. Tipe-tipe diabetes?
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes
melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban
yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu
kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari
sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin.
Istilah diabetes mellitus berasal dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti
“sypon”
menunjukan pembentukan urine yang berlebihan, dan mellitus berasal dari
kata “meli” yang berarti madu.
16
Jenis-jenis diabetes mellitus dibagi menjadi:
3. Fisiologi dan patofisiologi diabetes mellitus?
Patofisiologi
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal malah mungkin lebih
banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu
masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang,
hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang
kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit,
sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam
17
pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada
DM tipe 1. Perbedaannya adalah DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi
juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin.
( Suyono, 2005, hlm 3).
Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dihubungkan dengan efek
utama kekurangan insulin yaitu :
a. Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang
mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi
300 sampai 1200 mg per 100 ml.
b. Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak
sehingga menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun
pengendapan lipid pada dinding vaskuler.
c. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Keadaan patologi tersebut akan berdampak :
1. Hiperglikemia
Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi daripada
rentang kadar puasa normal 80-90 mg/100 ml darah, atau rentang non puasa
sekitar 140-160 mg/100 ml darah. (Corwin, 2001, hlm. 623).
Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa atau produksi glukosa dalam
tubuh akan difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa
itu kemudian diolah untuk menjadi bahan energi. Apabila bahan energi yang
dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati
dan sel-sel otot (sebagai massa sel otot). Proses glikogenesis (pembentukan
18
glikogen dari unsur glukosa ini dapat mencegah hiperglikemia). Pada
penderita diabetes melitus proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik
sehingga glukosa banyak menumpuk di darah (hiperglikemia). (Long, 1996,
hlm. 11).
Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin tergambar
pada perubahan metabolik sebagai berikut :
a. Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang.
b. Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) berkurang dan
tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
c. Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan
glikogen berkurang, dan glukosa “hati” dicurahkan dalam darah secara
terus menerus melebihi kebutuhan.
d. Glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari unsur non
karbohidrat) meningkat dan lebih banyak lagi glukosa “hati” yang
tercurah ke dalam darah hasil pemecahan asam amino dan lemak.
(Long, 1996, hlm.11).
Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme
dengan cepat seperti bakteri dan jamur. Karena mikroorganisme tersebut
sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan
maka akan terjadi mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang cidera.
Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan
nutrisi. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan
19
pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita diabetes melitus
mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur. (Sujono, 2008, hlm. 76).
2. Hiperosmolaritas
Hiperosmolaritas adalah adanya kelebihan tekanan osmotik pada plasma sel
karena adanya peningkatan konsentrasi zat. Sedangkan tekanan osmosis
merupakan tekanan yang dihasilkan karena adanya peningkatan konsentrasi
larutan pada zat cair. Pada penderita diabetes melitus terjadinya
hiperosmolaritas karena peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (yang
notabene komposisi terbanyak adalah zat cair). Peningkatan glukosa dalam
darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk
memfiltrasi dan reabsorbsi glukosa (meningkat kurang lebih 225 mg/ menit).
Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin
(glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis
menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik) dan berakibat
peningkatan volume air (poliuria).
Akibat volume urin yang sangaat besar dan keluarnya air yang menyebabkan
dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air
intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke
plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang
pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus. (Corwin,2001, hlm.636).
Glukosuria dapat mencapai 5-10% dan osmolaritas serum lebih dan 370-380
mosmols/ dl dalam keadaan tidak terdapatnya keton darah. Kondisi ini dapat
20
berakibat koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (KHHN). (Sujono,
2008, hlm. 77).
3. Starvasi Selluler
Starvasi Selluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena
glukosa sulit masuk padahal di sekeliling sel banyak sekali glukosa. Ada
banyak bahan makanan tapi tidak bisa dibawa untuk diolah. Sulitnya glukosa
masuk karena tidak ada yang memfasilitasi untuk masuk sel yaitu insulin.
4. Apa saja gejala dari Diabetes Mellitus?
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane
dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma
meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi
kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal
meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti da n akibatnya aka n
terjadi diuresis osmotic (poliuria)
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah
dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan
sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin
selalu minum.
c. Poliphagia
21
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya
kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan
menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang
akan lebih banyak makan.
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel
kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat
dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama
otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.
5. Mengapa gangguan toleransi glukosa menjadi penyebab penyakit Diabetes
Mellitus?
Dari hasil uji klinis dari beberapa penelitian telah terbukti bahwa toleransi
glukosa terganggu merupakan faktor risiko untuk timbulnya diabetes melitus
tipe 2. Tercatat 1,5 - 4,0 % pertahun toleransi glukosa terganggu menjadi
diabetes melitus. Dasar timbulnya toleransi glukosa terganggu adalah
resistensi insulin. Toleransi glukosa terganggu banyak menarik perhatian
akhir-akhir ini karena disamping mempunyai hubungan dengan diabetes
melitus tipe 2 juga pada toleransi glukosa terganggu kejadian penyakit
kardiovaskuler (PKV) meningkat, bahkan beberapa peneliti menemukan
risiko penyakit kardiovaskuler lebih besar pada subyek toleransi glukosa
terganggu dibanding dengan diabetes melitus tipe 2.
22
Adapun yang mendasari timbulnya toleransi glukosa terganggu dan obesitas
yaitu resistensi insulin. Resistensi insulin ditandai dengan penurunan asupan
glukosa di otot, lipolisis yang tidak terkendali di jaringan adiposit dan
produksi glukosa oleh hati yang meningkat.
Jaringan lemak atau adiposa terdiri dari sel-sel adiposit yang mengandung
trigliserid. Dalam keadaan normal otot menggunakan glukosa untuk
membentuk energi. Bila kadar asam lemak meningkat, maka “Free Fatty Acid
(FFA)” banyak masuk dalam otot.
Pada orang obes atau toleransi glukosa terganggu maka jaringan lemak
banyak mengandung sel adiposit yang mengandung selain lemak juga
trigliserid. Dari trigliserid dengan bantuan enzim lipoprotein lipase akan
diubah menjadi asam lemak bebas, asam lemak tidak jenuh dan gliserol. Asam
lemak masuk dalam otot dan hati menyebabkan siklus dari Rendle yang
akhirnya menyebabkan hiperinsulinemi yang pada tahap lanjut menyebabkan
resistensi insulin.
Jaringan lemak yang sebelumnya hanya dianggap sebagai deposit trigliserid,
ternyata mempunyai fungsi endokrin sitokin dengan menghasilkan hormon
TNF-alpha, leptin interleukin 6, resistin dan adiponektin. TNF-alpha,
interleukin, resistin menyebabkan resistensi insulin sedang adiponektin dan
leptin menghambat resistensi insulin.
Berdasarkan atas kedua hal tersebut yaitu siklus dari Rendle yang
menyebabkan resistensi insulin serta adanya produksi sitokin yang
meningkatkan resistensi insulin maka dapat dikatakan bahwa resistensi insulin
23
dapat dianggap sebagai denominator umum dari sindroma metabolik,
walaupun WHO menetapkan bahwa tidak semua komponen metabolik
dilatarbelakangi oleh resistensi insulin.
6. Apa saja komplikasi dari penyakit Diabetes Mellitus?
Komplikasi akut
Keadaan yang termasuk dalam komplikasi akut DM adalah ketoasidosis
diabetik (KAD) dan Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH). Pada dua
keadaan ini kadar glukosa darah sangat tinggi (pada KAD 300-600 mg/dL,
pada SHH 600-1200 mg/dL), dan pasien biasanya tidak sadarkan diri. Karena
angka kematiannya tinggi, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit untuk
penanganan yang memadai. Keadaan hipoglikemia juga termasuk dalam
komplikasi akut DM, di mana terjadi penurunan kadar glukosa darah sampai <
60 mg/dL. Pasien DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan mengalami
keadaan hipoglikemia. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
hipoglikemia misalnya pasien meminum obat terlalu banyak (paling sering
golongan sulfonilurea) atau menyuntik insulin terlalu banyak, atau pasien
tidak makan setelah minum obat atau menyuntik insulin.
Gejala hipoglikemia antara lain banyak berkeringat, berdebar-debar, gemetar,
rasa lapar, pusing, gelisah, dan jika berat, dapat hilang kesadaran sampai
koma. Jika pasien sadar, dapat segera diberikan minuman manis yang
mengandung glukosa. Jika keadaan pasien tidak membaik atau pasien tidak
24
sadarkan diri harus segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan dan
pemantauan selanjutnya.
Komplikasi kronik
Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu lama akan
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan saraf. Pembuluh darah
yang dapat mengalami kerusakan dibagi menjadi dua jenis, yakni pembuluh
darah besar dan kecil.
Yang termasuk dalam pembuluh darah besar antara lain:
Pembuluh darah jantung, yang jika rusak akan menyebabkan penyakit
jantung koroner dan serangan jantung mendadak
Pembuluh darah tepi, terutama pada tungkai, yang jika rusak akan
menyebabkan luka iskemik pada kaki
Pembuluh darah otak, yang jika rusak akan dapat menyebabkan stroke
Kerusakan pembuluh darah kecil (mikroangiopati) misalnya mengenai
pembuluh darah retina dan dapat menyebabkan kebutaan. Selain itu, dapat
terjadi kerusakan pada pembuluh darah ginjal yang akan menyebabkan
nefropati diabetikum.
Saraf yang paling sering rusak adalah saraf perifer, yang menyebabkan
perasaan kebas atau baal pada ujung-ujung jari. Karena rasa kebas, terutama
pada kakinya, maka pasien DM sering kali tidak menyadari adanya luka pada
kaki, sehingga meningkatkan risiko menjadi luka yang lebih dalam (ulkus
kaki) dan perlunya melakukan tindakan amputasi. Selain kebas, pasien
mungkin juga mengalami kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, lebih
25
terasa sakit di malam hari serta kelemahan pada tangan dan kaki. Pada pasien
yang mengalami kerusakan saraf perifer, maka harus diajarkan mengenai
perawatan kaki yang memadai sehingga mengurangi risiko luka dan amputasi.
7. Pencegahan dan penatalaksanaan penyakit Diabetes Mellitus?
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkankualitas hidup
penyandang diabetes
Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda
DM,mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengen-
dalian glukosa darah.
Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitaspenyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
26
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas danmortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajar-kan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan danlatihan jasmani
selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO)dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu,
OHO dapatsegera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi,
sesuaiindikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya
ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
Terdapat 4 pilar penatalaksanaan penyakit diabetes mellitus:
a. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidupdan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang
diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,keluarga dan masyarakat.
Tim kesehatan mendampingi pasiendalam menuju perubahan perilaku
sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan
edukasi yangkomprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Berbagai
haltentang edukasi dibahas lebih mendalam di bagian promosi perilaku
sehat di halaman 38. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah
mandiri,tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya
27
harusdiberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darahdapat
dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus
b. Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari
penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan
TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota
tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta
pasiendan keluarganya).
Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM se-
suai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes ham-pir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umumyaitu makanan
yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhankalori dan zat gizi masing-
masing individu. Pada penyan-dang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan ma-kan dalam hal jadwal makan, jenis,
dan jumlah makanan,ter utama pada mereka yang menggunakan
obat penurun glu-kosa darah atau insulin
c. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secarateratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), meru-pakan salah satu
pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatansehari-hari seperti
berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,berkebun harus tetap
dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
28
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akanmemperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani
yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kes-
egaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas
latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapatkomplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup
yang kurang gerak atau bermalas-malasan
d. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturanmakan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari
obat oral dan bentuk suntikan.
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilu-rea dan
glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan
tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.
E. DPP-IV inhibitor
29
STEP V
Learning Objective
1. Mengapa gangguan toleransi glukosa menjadi penyebab diabetes mellitus?
2. Penatalaksanaan dari penyakit Diabetes Melitus?
3. Pemeriksaan penunjang pada penyakit Diabetes Mellitus?
4. Ankle Brachial Index ?
5. Ulkus Diabetikum?
6. Algoritma penyakit Diabetes Mellitus?
7. Komplikasi dari penyakit Diabetes Mellitus?
8. Diagnosis Diabetes Melitus pada ibu hamil?
30
STEP VI
Belajar Mandiri
Pada tahapan seven jumps yang ke enam ini seluruh anggota mencari jawaban dari literature masing-masing, Jawaban yang didapat akan didiskusikan pada tahapan selanjutnya.
32
STEP VII
Pembahasan
1. A. Intoleransi Glukosa
Intoleransi glukosa merupakan suatu keadaan yang mendahuluitimbulnya
diabetes.Angka kejadian intoleransi glukosadilaporkan terus mengalami
peningkatan.
Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 olehDepartment of
Health and Human Services (DHHS) dan TheAmerican Diabetes Association
(ADA). Sebelumnya istilahuntuk menggambarkan keadaan intoleransi
glukosa adalahTGT dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang dengan
intoleransiglukosa akan menjadi diabetes.
Intoleransi glukosa mempunyai risiko timbulnya gangguankardiovaskular
sebesar satu setengah kali lebih tinggidibandingkan orang normal.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaanTTGO
setelah puasa 8 jam. Diagnosis intoleransi glukosaditegakkan apabila hasil tes
glukosa darah menunjukkansalah satu dari tersebut di bawah ini :
33
- Glukosa darah puasa antara 100–125 mg/dL Glukosa darah 2 jam
setelah muatan glukosa (TTGO) antara 140-199 mg/dL.
- Pada pasien dengan intoleransi glukosa anamnesis dan
pemeriksaanisik yang dilakukan ditujukan untuk mencari faktorrisiko yang
dapat dimodiikasi.
B. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :
Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain
yang terkait dengan resistensi insulin
Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosaterganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu(GDPT) sebelumnya.Memiliki
riwayat penyakit kardiovaskular,seperti stroke, PJK, atau PAD (Peripheral
Arterial Diseases).
2. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes.
Tujuan penatalaksanaan
Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM,mempertahankan
rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas danmortalitas DM.
34
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan proil lipid,melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkanperawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
selama beberapa waktu (24minggu). Apabilakadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO)dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu,
OHO dapatsegera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai
indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan
cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaanpenyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien,keluarga dan masyarakat.Tim kesehatan mendampingi
pasiendalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapaikeberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
35
komprehensifdan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang
pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara
mengatasinya harusdiberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa
darahdapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus.
. Terapi Nutrisi Medis
1. Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNMadalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain
serta pasien dan keluarganya).
2. Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuaidengan
kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.
3. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampersama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umumyaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhankalori dan zat gizi masingmasing
individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan
makandalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada
mereka yang menggunakan obat penurun glukosadarah atau insulin.
A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 4565% total asupanenergi.
Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
36
Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetesdapat
makan sama dengan makanan keluarga yanglain
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula,asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted-Daily Intake)
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidratdalam
sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makananselingan buah atau makanan
lain sebagai bagian dari kebutuhankalori sehari.
Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 2025%kebutuhan kalori.Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori Lemak tidak jenuh ganda < 10 %
selebihnya dari lemaktidak jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyakmengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: dagingberlemak dan susu penuh (whole
milk).
Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.
Protein
Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susurendah lemak, kacang-kacangan,
tahu, dan tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein
37
menjadi 0,8 g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65%
hendaknya bernilai biologik tinggi.
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebihdari 3000 mg atau sama dengan 6-7
gram (1 sendok teh)garam dapur.
Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400mg.
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin,soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natriumnitrit.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan,buah, dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat,karena mengandung vitamin, mineral,
serat, dan bahanlain yang baik untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.
Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori danpemanis tak
berkalori.Termasuk pemanis berkalori adalahgula alkohol dan fruktosa.
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol,sorbitol dan
xylitol.
Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkankandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhankalori sehari.
38
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek
samping pada lemak darah.
Pemanis tak berkaloriyang masih dapat digunakan antara lain aspartam,
sakarin, acesulfame potassium, sukralose,dan neotame.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batasaman (Accepted
Daily Intake / ADI)
Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan jasmani secarateratur (3-4kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakansalah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2.Kegiatanseharihariseperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga,berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmaniselain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan beratbadan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akanmemperbaiki kendali glukosa
darah. Latihan jasmani yang dianjurkanberupa latihan jasmani yang bersifat
aerobik sepertijalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang.Latihanjasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaranjasmani.Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihanjasmani
bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapatkomplikasi DM dapat
dikurangi.Hindarkan kebiasaan hidupyang kurang gerak atau
bermalasmalasan.
Terapi farmakologis
39
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat).
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tia zolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
E. DPPIV inhibitor
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas, dan merupakan pilihanutama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang.Namun masih boleh diberikan kepada pasien
dengan beratbadan lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan
seperti orang tua, gangguan faal ginjaldan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidakdianjur kan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresiinsulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obatyaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
40
(derivate fenilalanin).Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelahpemberian
secara oral dan diekskresi secara cepat melaluihati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPARg),suatu reseptorinti di sel otot dan sel lemak.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer.Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagaljantung kelas IIVkarena dapat memperberat edema/retensi
cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion perlu dilakukan pemantauanfaal hati secara berkala.
*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya.
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosahati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaikiambilan glukosa
perifer.Terutama dipakai pada penyandangdiabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasiendengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin >1,5 mg/dL)dan hati, serta pasienpasiendengan kecenderungan
hipoksemia(misalnya penyakit serebrovaskular,sepsis, renjatan,gagal jantung).
Metformin dapat memberikan efek sampingmual.Untuk mengurangi keluhan
41
tersebut dapat diberikanpada saat atau sesudah makan. Selain itu harus
diperhatikanbahwa pemberian metformin secara titrasi pada awalpenggunaan
akan memudahkan dokter untuk memantauefek samping obat tersebut.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadarglukosa darah sesudah makan.
Acarbosetidak menimbulkanefek samping hipoglikemia.Efek samping yang
paling seringditemukan ialah kembung dan latulens.
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP1)merupakan suatu hormone peptida yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus.Peptidaini disekresi oleh sel mukosa
usus bila ada makanan yangmasuk ke dalam saluran
pencernaan.GLP1merupakanperangsang kuat penglepasan insulin dan
sekaligus sebagaipenghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secaracepat
GLP1diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase4(DPP4),menjadi metabolit
GLP1(9,36)amideyang tidakaktif.
Sekresi GLP1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upayayang ditujukan untuk
meningkatkan GLP1bentuk aktif merupakanhal rasional dalam pengobatan
DM tipe 2. Peningkatankonsentrasi GLP1dapat dicapai dengan pemberian
obat yang menghambat kinerja enzim DPP4 (penghambatDPP4),atau
memberikan hormon asli atau analognya (analogincretin=GLP1agonis).
Berbagai obat yang masuk golongan DPP4 inhibitor, mampumenghambat
kerja DPP4 sehingga GLP1tetap dalam konsentrasiyang tinggi dalam bentuk
42
aktif dan mampu merangsangpenglepasan insulin serta menghambat
penglepasanglukagon.
Mekanisme kerja OHO, efek samping utama, serta pengaruh obat terhadap
penurunan A1C dapat dilihat pada tabel 5, sedang kannama obat, berat bahan
aktif (mg) per tablet, dosis harian, lamakerja, dan waktu pemberian dapat
dilihat pada lampiran 2.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah, dapat diberikansampai dosis optimal
Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapanpertama
Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
DPPIVinhibitor dapat diberikan bersama makan dan atausebelum makan.
2. Suntikan
1. Insulin
2. Agonis GLP1/ incretin mimetic
1. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
43
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
44
3. Pemeriksaaan Penunjang Pada Diabetes Melitus
3.1 Pemeriksaan Awal
A. Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang
Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam
posisi berdiri untuk mencari kemungkinanadanya hipotensi ortostatik, serta
ankle brachialindex (ABI),untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh
darah arteri tepi
Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
Pemeriksaan jantung
Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan
insulin) dan pemeriksaan neurologis
Tandatandapenyakit lain yang dapat menimbulkan DMtipelain
B. Evaluasi Laboratoris/penunjang lain
Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
A1C
Proil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan
trigliserida)
Kreatinin serum
46
Albuminuria
Keton, sedimen, dan protein dalam urin
Elektrokardiogram
Foto sinarxdada
3.2. Penilaian hasil terapi
Dalam praktek seharihari, hasil pengobatan DM tipe 2 harusdipantau secara
terencana dengan melakukan anamnesis, meriksaan jasmani, dan pemeriksaan
penunjang.
Pemeriksaanyang dapat dilakukan adalah:
A. Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:
Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai
Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran
terapi. Guna mencapai tujuan tersebut perludilakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa, glukosa2 jam post prandial, atau glukosa darah pada
waktu yanglain secara berkala sesuai dengan kebutuhan.
B. Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin,
atau hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagaiA1C), merupakan cara yang
digunakan untuk menilai efekperubahan terapi 8-12
minggusebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil
pengobatan jangka pendek.PemeriksaanA1C dianjurkan dilakukan setiap 3
bulan, minimal 2kali dalam setahun.
47
C. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini
banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosadarah cara reagen kering yang
umumnya sederhana dan mudahdipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah memakaialat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kaliberasi dilakukan
dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang
dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauandengan cara reagen kering perlu
dibandingkan dengancara konvensional.PGDM dianjurkan bagi pasien dengan
pengobataninsulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan
PGDM bervariasi, tergantung pada tujuan pemeriksaan yang pada umumnya
terkait dengan terapi yang diberikan. Waktuyang dianjurkan adalah pada saat
sebelum makan, 2 jam setelahmakan (menilai ekskursi maksimal glukosa),
menjelang waktutidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara
siklustidur(untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadangtanpa
gejala),atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemicspells.
PDGM terutama dianjurkan pada:
Penyandang DM yang direncanakan mendapat terapi insulin
Penyandang DM dengan terapi insulin berikut
Pasien dengan A1C yang tidak mencapai target setelah terapi
Wanita yang merencanakan hamil
Wanita hamil dengan hiperglikemia
Kejadian hipoglikemia berulang
48
D. Pemeriksaan Glukosa Urin
Pengukuran glukosa urin memberikan penilaian yang tidak langsung. Hanya
digunakan pada pasien yang tidak dapat atautidak mau memeriksa kadar
glukosa darah. Batas ekskresi glukosarenal rata-rata sekitar 180 mg/dL, dapat
bervariasi padabeberapa pasien, bahkan pada pasien yang sama dalam jangka
waktu lama.
Hasil pemeriksaan sangat bergantung pada fungsi ginjal dan tidak dapat
dipergunakan untuk menilai keberhasilanterapi.
E. Pemantauan Benda Keton
Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup penting
terutama pada penyandang DM tipe 2 yangterkendali buruk (kadar glukosa
darah >300 mg/dL). Pemeriksaanbenda keton juga diperlukan pada
penyandang diabetesyang sedang hamil. Tes benda keton urin mengukur
kadarasetoasetat, sementara benda keton yang penting adalahasam beta
hidroksibutirat.
Saat ini telah dapat dilakukan pe-*ADA menganjurkan pemeriksaan kadar
glukosa darah malam hari (bed-time) dilakukanpada jam 22.00meriksaan
kadar asam beta hidroksibutirat dalam darah secaralangsung dengan
menggunakan strip khusus. Kadar asam betahidroksibutirat darah <0,6
mmol/L dianggap normal, di atas1,0 mmol/L disebut ketosis dan melebihi 3,0
49
mmol/L indikasiadanya KAD. Pengukuran kadar glukosa darah dan benda
ketonsecara mandiri, dapat mencegah terjadinya penyulit akut
diabetes, khususnya KAD.
4. Ankle Brachial Pressure Index (ABPI) adalah test non invasive untuk
mengukur rasio tekanan darah sistolik kaki (ankle) dengan tekanan darah
sistolik lengan (brachial). Tekanan darah sistolik diukur dengan menggunakan
alat yang disebut simple hand held vascular Doppler ultrasound probe dan
tensimeter (manometer mercuri atau aneroid). Pemeriksaan ABPI sebaiknya
dilakukan pada pasien yang mengalami luka pada kaki untuk mendeteksi
adanya insufisiensi arteri sehingga dapat menentukan jenis luka apakah
arterial ulcer, venous ulcer atau mixed ulcer. Sehingga dapat memberikan
intervensi secara tepat.
Direkomendasikan menggunakan probe dengan frekuensi 8 MHz untuk
ukuran lingkar kaki normal dan 5 MHz untuk lingkar kaki obesitas atau
edema.
PROSEDUR PENGUKURAN ABPI
1. Anjurkan pasien berbaring terlentang, posisi kaki sama tinggi dengan
posisi jantung
2. Pasang manset tensimeter di lengan atas dan tempatkan probe
vascular Doppler ultrasound diatas arteri brachialis dengan sudut 45
derajat.
50
3. Palpasi nadi radialis kemudian pompa manset hingga 20 mmHg diatas
tekanan darah sistolik palpasi.
4. Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh
probe hasilnya merupakan tekanan darah systolic brachialis.
5. Ulangi pada lengan yang lain.
6. Pasang manset tensimeter di pergelangan kaki dan tempatkan probe
vascular Doppler ultrasound diatas arteri dorsalis pedis atau arteri
tibilias dengan sudut 45 derajat.
7. Palpasi nadi dorsalis pedis kemudian pompa manset hingga 20 mmHg
diatas tekanan darah sistolik palpasi.
8. Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh
probe hasilnya merupakan tekanan darah systolic ankle.
9. Ulangi pada kaki yang lain.
10. Pilih tekanan darah systolic brachialis tertinggi (diantara lengan
kanan dan kiri) dan tekanan darah systolic ankle teritnggi (diantara kaki
kanan dan kaki kiri).
51
Interpretasi Hasil Pengukuran Ankle Brachial Index (ABI)
5. Ulkus Diabetikum
Ulkus diabetikum, sesuai dengan namanya, adalah ulkus yang terjadi pada kaki
penderita diabetes dan merupakan komplikasi kronik yang diakibatkan oleh penyakit
diabetes itu sendiri.Diabetes Melitus (DM) memiliki berbagai macam komplikasi
kronik dan yang paling sering dijumpai adalah kaki diabetik (diabetic foot). Di
Amerika Serikat, penderita kaki diabetik mendekati angka 2 juta pasien dengan
diabetes setiap tahunnya.2 Sekitar 15% penderita DM di kemudian hari akan
mengalami ulkus pada kakinya. Insiden ulkus diabetikum setiap tahunnya adalah 2%
52
di antara semua pasien dengan diabetes dan 5 – 7,5% di antara pasien diabetes dengan
neuropati perifer.
Meningkatnya prevalensi diabetes di dunia menyebabkan peningkatan kasus
amputasi kaki karena komplikasi diabetes. Studi epidemiologi melaporkan lebih dari
satu juta amputasi dilakukan pada penyandang diabetes setiap tahunnya. Ini berarti,
setiap 30 detik ada kasus amputasi kaki karena diabetes di seluruh dunia.Sebanyak
85% amputasi pada ekstremitas bawah pada pasien diabetes didahului oleh ulkus
pada kaki.Oleh sebab itu, pencegahan dan manajemen yang tepat dari lesi-lesi kaki
merupakan hal yang terpenting.Ulserasi disebabkan oleh interaksi beberapa faktor,
tetapi terutama adalah neuropati.
Pada gangen non-diabetik dijumpai tanda sebagi berikut:
Claudicatio intermittent, yaitu rasa sakit yang timbul, biasanya pada telapak kaki
setelah berjalan beberapa saat dan segera hilang bila istirahat.
Hilangnya denyut nadi
Kaki terasa dingin
Bila aliran darah tersumbat total, tidaka menyebabkan tulang-tulang segera
menjadiburuk.
Pada gangrene diabetik, bila aliran darah tersumbat total maka tulang akanmengalami
osteomyelitis, selain itu pada gangrene diabetik, Claudicatio intermittent juga timbul
pada waktu istirahat, baik siang atau malam hari, disertai perasaan terbakar, kebas,
53
dingin. Salah satu diagnosa banding dari ulkus diabetik adalh ulkus tropikum, sebab
pada ulkus ini biasanya terdapat pada daerah yang terbuka terutama daerah tungkai
yang bentuknya bulat, bergaung, kotor dan dikelilingi tanda radang. Biasanyanya
tukak ini disertai demam dan limfadinitis.Tukak ini biasanya sembuh spontan tanpa
nyeri lagi dengan menyisakan ulkus yangindolen.
Gangren atau pemakan luka didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau jaringan
mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian
tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi
yang memanjang; perlukaanGanggren diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian
tubuh perifer akibat penyakit diabetes mellitus. Biasanya gangren tersebut terjadi
pada daerah tungkai.Keadaan ini ditandai dengan pertukaran sekulitis dan timbulnya
vesikula atau bula yang hemoragik kuman yang biasa menginfeksi pada gangren
diabetik adalah streptococcus (Soeatmaji, 1999).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai. ( Askandar, 2001).
B.Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertaikelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
54
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua
golongan : a.Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI ) Disebabkan penurunan aliran
darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh
darah besar ditungkai, terutama di daerah betis. Gambaran klinis KDI :
Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
Pada perabaan terasa dingin.
Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
Didapatkan ulkus sampai gangren.
b.Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN ). Terjadi kerusakan syaraf somatik
dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering,
hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki
teraba baik.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya ulkus diabetik, yaitu :
a. Neuropati diabetik. Adalah kelainan urat saraf akibat DM karena tinggi kadar
dalam darah yang bisa merusak urat saraf penderita dan menyebabkan hilang atau
55
menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita mengalami trauma
kadang-kadang tidak terasa. Gejala-gejala Neuropati : Kesemitan, rasa panas
(wedangan : bahasa jawa), rasa tebal ditelapak kaki, kram, badan sakit semua
terutama malam hari.
b.Angiopati Diabetik (Penyempitan pembuluh darah) Pembuluh darah besar atau
kecil pada penderita DM mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah.
Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/ besar pada tungkai maka
tungkai akan mudah mengalami gangren diabetik yaitu luka pada kaki yang merah
kehitaman dan berbau busuk. Adapun angiopati menyebabkan asupan nutrisi, oksigen
serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh.
c.Infeksi Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran listrik
(neoropati).
6. Algoritma Penyakit DM
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:
- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
56
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosaplasma sewaktu >200
mg/dL sudah cukup untuk menegakkandiagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa
lebih sensitif dan spesiik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.TTGO sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan
persiapan khusus.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada
hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
57
2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula
darah 2 jam < 140 mg/dL.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
• Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
• Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa gula tetap diperbolehkan
• Diperiksa kadar glukosa darah puasa
• Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
• Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai
• Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
• Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
58
Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai denga peningkatan kadar glukosa
darah yang tinggi (300 - 600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala
asidosis dan plasma keton(+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320
mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap
2. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dL),
tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380
mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.
Catatan:
kedua keadaan (KAD dan SHH) tersebut mempunyai angka morbiditas dan mortalitas
yang tinggi. Memerlukan perawatan di rumah sakit guna mendapatkan
penatalaksanaan yang memadai.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan cara mengatasinya
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL
Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu
dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia.Hipoglikemia paling sering
disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.Hipoglikemia akibat
sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat
diekskresi dan waktu kerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup
lama untuk pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada
60
pasien dengan gagal ginjal kronik atau yang mendapatkan terapi dengan OHO kerja
panjang). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari,
mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental
bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lambat
dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebardebar, banyak keringat,
gemetar, dan rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran
menurun sampai koma).
Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Bagi pasien
dengan kesadaran yang masih baik, diberikan makanan yang mengandung
karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20
gram melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit
setelah pemberian glukosa.Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia
berat.
Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa
40% intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan
penyebab menurunnya kesadaran.
B. Komplikasi menahun
1. Makroangiopati
Pembuluh darah jantung
61
Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang
diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun
sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan
yang pertama muncul.
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan
memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati
Nefropati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati
Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) juga akan mengurangi risiko
terjadinya nefropati
3. Neuropati
Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal.Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih
terasa sakit di malam hari.
Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining
untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi
sederhana, dengan monoilamen 10 gram sedikitnya setiap tahun.
62
Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai
akan menurunkan risiko amputasi.
Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan trisiklik,
atau gabapentin.
Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi
perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki. Untuk penatalaksanaan penyulit
ini seringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.
8. Diabetes Melitus Pada Ibu Hamil
Diabetes melitus gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat
(TGT, GDPT, DM) yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan
sedang berlangsung.
Penilaian adanya risiko DMG perlu dilakukan sejak kunjungan pertama untuk
pemeriksaan kehamilannya
Faktor risiko DMG antara lain: obesitas, adanya riwayat pernah mengalami DMG,
glukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes, abortus berulang, adanya
riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan atau melahirkan bayi dengan
berat>4000 gram, dan adanya riwayat preeklamsia. Pada pasien dengan risiko DMG
yang jelas perlu segera dilakukan pemeriksaan glukosa darah. Bila didapat hasil
glukosa darah sewaktu ≤200 mg/dL atau glukosa darah puasa ≥ 126
mg/dL yang sesuai dengan batas diagnosis untuk diabetes, maka perlu dilakukan
pemeriksaan pada waktu yang lain untuk konirmasi. Pasien hamil dengan TGT dan
GDPT dikelola sebagai DMG.
63
Diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan TTGO dilakukan dengan memberikan
beban 75 gram glukosa setelah berpuasa 8–14 jam. Kemudian dilakukan pemeriksaan
glukosa darah puasa, 1 jam dan 2 jam setelah beban.
DMG ditegakkan apabila ditemukan hasil pemeriksaan glukosa darah puasa ≤95
mg/dL, 1 jam setelah beban <180 mg/ dL dan 2 jam setelah beban ≤155 mg/dL.
Apabila hanya dapat dilakukan 1 kali pemeriksaan glukosa darah maka lakukan
pemeriksaan glukosa darah 2 jam setelah pembebanan, bila didapatkan hasil glukosa
darah ≥155 mg/dL, sudah dapat didiagnosis sebagai DMG.
Hasil pemeriksaan TTGO ini dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya DM
pada ibu nantinya
Penatalaksanaan DMG sebaiknya dilaksanakan secara terpadu oleh spesialis
penyakit dalam, spesialis obstetric ginekologi, ahli diet dan spesialis anak.
Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu,
kesakitan dan kematian perinatal.Ini hanya dapat dicapai apabila keadaan
normoglikemia dapat dipertahankan selama kehamilan sampai persalinan.
Sasaran normoglikemia DMG adalah kadar glukosa darah puasa ≤95 mg/dL dan 2
jam sesudah makan ≤120 mg/dL. Apabila sasaran kadar glukosa darah tidak tercapai
dengan pengaturan makan dan latihan jasmani, langsung diberikan
insulin.
64
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C et all. 2014. GUYTON DAN HALL Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Edisi Keduabelas. Indonesia: Elsevier
Katzung, Bertram G et all. 2014. Vol. 2 FARMAKOLOGI DASAR &KLINIK Edisi 12.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia A et all. 2014. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Robbin, Stanley L et all. 2013. ROBBINS Vol. 2 Buku Ajar PATOLOGI Edisi 7.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Rudianto, Ahmad. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Perkeni
Setiati, Siti. 2014. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM Jilid II Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing
Sherwood, Lauralee. 2012. Edisi 6Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
65