Upload
ida-andalos-totha
View
80
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
Kelompok 2 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial ketiga sebagai suatu
laporan atas hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok
XII semester IV ini. Pada skenario yang berjudul “Wheezing”, kami membahas
masalah yang berkaitan dengan proses menentukan diagnosa berdasarkan tanda
dan gejala serta informasi lain terkait skenario tersebut sehingga didapatkan
diagnosa kerja yaitu Asma dengan diagnosis banding PPOK dan bronkiestasis.
Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan
dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan
dengan scenario ketiga ini baik pada Learning Objective yang kami cari ataupun
pada pembahasan yang kurang memuaskan. Karena ini semua disebabkan oleh
keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat
memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca.
Mataram, 26 Juni 2010
Page 1
Kelompok 2 2010
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................1
DAFTAR ISI ........................................................................................................2
SKENARIO 3...................................................................................................3
CONCEPT MAP.................................................................................4
LEARNING OBJECTIVES...................................................................................5
Analisis gejala pada skenario……………………………………………………..6
Pendekatan diagnosa pada skenario................................................................. . 10
Perbedaan diagnosis banding............................................................................. ..10
Asma…………………………………………………………………… …… . .11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... .51
Page 2
Kelompok 2 2010
SKENARIO
Page 3
Wheezing
A doctor is leading word round with the student. He stop beside a young female patient bed and talk to her.doctor: good morning ibu riri, how you feel now?patient: i feel better now doc, thank youdoctor: these student would like to learn about your disease. Would you mine if they ask you some question?patient: sure doc, go aheaddoctor: student, Ibu riri is a new patient aged 24 years old who was brought to the hosptal last night in unconscious state. The family who brought her said that she suddenly had difficulty in breathing. They give her tablet she usually takes, but theres was no improvement and she was subsquently taken to the emergency room. She was unconscious with cianotic lips. On physical examination i found her pulse was 136X/men, rhoncous lung sound and retraction on the chest wall.now do you student have questiojs to bu riri?Student A: Bu Riri, what did you feel last night?patient: a had suddenly troubled breathing when i was coughing. I had this cough and flu since three days agostudent B: have you had similar condition of troubled breathing before? since when?patient: yes, since i was child at least 2 times amonth i had difficulty in breathing especially in the night. But is usually improved with napacin tablets.
Kelompok 2 2010
MAPPING CONCEPT
Page 4
faktor genetik faktor lingkungan
Diagnosis pasien
asma PPOKbronkiektasis
definisiepidemiologiklasifikasifaktor resikopatogenesis
patofisiologimanifestasi klinisdiagnosis penatalaksanaan
Pasien datang dengan:keluhan utama: sesak nafas sejak tadi malamkeluhan lain: batuk pilek sejak 3 hari yang laluriwayat penyakit dahulu: keluhan sesak sejak kecil, konsumsi napacinpemeriksaan fisik: wheezing, retraksi
Kelompok 2 2010
LEARNING OBJECT
1. Analisis tanda serta manifestasi klinis kasus scenario
2. Pendekatan diagnosis penyakit diskenario.
3. Perbedaan berbagai diagnosis kerja untuk kasus diskenario
4. Asma :
Page 5
Kelompok 2 2010
Epidemiologi
Pathogenesis dan patofisiologi
Factor resiko
Manifestasi klinis
Diagnosis
Penatalaksanaan
Page 6
ANAMNESIS
Riwayat penyakit sekarang: sesak nafasRiwayat penyakit dahulu: asma saat kecil
Riwayat penyakit keluargaREVIEW SISTEM
PEMERIKSAAN FISIK
tampakan umum pasienvital signinspeksipalpasiperkusi
auskultasi
jika diagnosa belum ditentukan, maka lakukan pemeriksaan penunjang
Kelompok 2 2010
1. ANALISA SKENARIO
Page 7
Kelompok 2 2010
Analisis Gejala Skenario
1. Dispnea merupakan suatu keadaan sulit bernapas yang dapat disebabkan
berbagai kelainan baik pada paru maupun ekstraparu.
Pendekatan Diagnosis Dyspneu Berdasarkan Kronisitas Penyakit
a) Dispnea akut
Dispnea akut adalah dyspneu yang berlangsung selama kurang dari 3
minggu. Adapun penyebab yang mungkin dari dyspneu akut antara lain
adalah tromboemboli paru akut, infark jantung, pneumonia,
pneumothorax spontaneae, atelektasis, obstruksi laring atau trakea atau
menghirup benda asing yang mampu menyumbat saluran napas dll.
b) Dispnea progresif kronis
Dyspneu yang berlangsung lebih dari 8 minggu dan berlangsung terus-
menerus. Dapat disebabkan COPD, CHF, pneumonia hypersensitive,
penyakit-penyakit granulomatosa (TB atau penyakit kolagen) dll.
c) Dispnea paroksismal berulang
Adalah dyspneu yang berlangsung kronis tapi dapat hilang
timbul/recurrent. Biasanya disebabkan karena asma bronchial ataupun
asma kardial.
Pada scenario, pasien telah mengalami keluhan sesak sejak kecil, dan
keluhannya berulang ( paroksismal), jadi kemungkinan pasien tersebut
mengalami sesak akibat asma bronchial ataupun asma kardial.
Dari hasil diskusi, diagnosis kearah asma bronchial lebih memungkinkan
karena pada asma kardial, biasanya gejala sesak diikuti dengan keluhan
edema di tungkai.
Page 8
Kelompok 2 2010
2. Bibir terlihat sianotik/kebiruan
Siaosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir terjadi
akibat peningkatan jumlah absolute Hb tereduksi. Ada dua jenis sianosis:
sianosis sentral disebabkan oleh insufiensi oksigenasi Hb dalam paru, dan
paling mudah diketahui pada wajah, bibir, cuping telinga, serta bagian bawah
lidah. Sianosis perifer bila aliran daarah banyak berkurang sehingga sangat
menurunkan saturasi darah vena, dan akan menyebabkan suatu daerah
menjadi biru. Sianosis perifer dapat terjadi akibat insufiensi jantung,
sumbatan pada aliran darah, atau vasokonstriksi pembuluh darah akibat suhu
yang dingin.
Pada scenario sianosis terlihat pada bibir pasien yang artinya pasien
mengalami sianosis sentral sehingga semakin memperkuat diagnosis sesak
karena adanya gangguan pada saluran pernapasan. Dan diagnosis sesak
karena gangguan system kardiovaskuler seperti gagal jantung kongesti dapat
disingkirkan
3. Takikardia (Pulsasi 136X/menit)
Pasien di scenario kemungkinan mengalami serangan asma bronchial dimana
terjadi obstruksi saluran napas karena bronkokonstriksi, edema mukosa dan
hipersekresi mucus. Obstruksi saluran napas menyebabkan
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi sehingga terjadi peningkatan pCO2
dan penurunan pO2. Kemudian pusat pernapasan akan mengirimkan sinyal
untuk meningkatkan frekuensi pernapasan (hiperventilasi) sebagai respon
adaptasi terhadap peningkatan kadar CO2.
4. Wheezing/mengi pada auskultasi
Menunjukkan adanya obstruksi saluran napas.
Sifat suara tambahan ini bernada tinggi. Jika obstruksi di laring atau trakea,
maka terjadi stridor inspirasi, terdengar lebih keras atau sama keras daripada
stridor ekspirasi.
Page 9
Kelompok 2 2010
Wheezing biasanya akibat obstruksi pada bronkus kecil dan lebih dominan
ekspirasi dan disertai dengan memanjangnya suara napas ekspirasi. Ini khas
pada asma , namun sering juga pada bronchitis menahun.
5. Retraksi dinding dada
Merupakan mekanisme kompensasi akibat adanya penyempitan saluran
pernapasan. Penyempitan saluran napas ini akan menyebabkan peningkatan
resistensi pernapasan dan keterbatasan aliran udara, akibatnya, terjadi
hiperventilasi pernapasan, kemudian hiperinflasi toraks sehingga akan
meningkatkan usaha/kerja pernapasan yang terlihat dari penggunaan otot
bantu pernapasan. (normalnya proses ekspirasi diakibatkan karena adanya
elastic recoil paru)
6. Batuk pilek sejak 3 hari yang lalu kemudian mendadak sesak
Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan
pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Selain itu, Batuk dan
pilek merupakan manifestasi dari infeksi saluran napas atas. Infeksi tersebut
menyebabkan reaksi inflamasi yang juga dapat menjadi factor pencetus asma.
7. Riwayat pernah menderita hal serupa saat masih kecil dengan frekuensi
2 kali dalam satu bulan dan khususnya keluhan pada malam hari
Riwayat sebelumnya pernah mengalami hal serupa mencerminkan
adanya gejala yang berulang/paroksismal (dalam hal ini “sesak”). Gejala
sesak yang berulang kemungkinan disebabkan karena pasien menderita
asma, sehingga gejala sesak tersebut bisa muncul kapan saja bila terdapat
pencetus.
Saat masih kecil, keluhan berulang dengan frekuensi hingga dua kali
dalam sebulan, menunjukkan derajat asma dalam kategori persisten
ringan.
Untuk gejala yang sering muncul pada malam hari, hal ini disebabkan
karena adanya perubahan kadar kortisol, epinefrin, serta peningkatan
tonus vagal yang dipengaruhi irama sirkadian. Pada malam hari
(menjelang subuh), dosis kortisol serta efinefrin cenderung menurun
Page 10
Kelompok 2 2010
sehingga efek kortisol dan epinefrin untuk merangsang kerja reseptor
beta-2, menurunkan pengeluaran mediator dan sel-sel proinflamasi juga
menurun sehingga saluran pernapasan menjadi lebih hiperresponsif.
Perbedaan diagnosis Asma Bronkial, PPOK dan Bronkiektasis
Asma Bronkial PPOK BronkiektasisOnset Usia Segala Usia >45 tahun Semua usia Pencetus Partikel sensitif Partikel toksik Infeksi Riwayat keluarga Ada Tidak ada -Riwayat merokok +/- + +/-Riwayat atopi Ada Tidak ada -Demam - - +Pola sesak Hilang timbul Terus menerus,
bertambah berat saat aktifitas
Tergantung luas obstruksi
Ronki + Kadang-kadang Kadang-kadangMengi ++ Kadang-kadang Kadang-kadang Vesikular Normal Melemah Spirometri Obstruksi ++ Obstruksi ++
Restriksi +Obstruksi ++Restriksi ++
Reversibilitas ++ Kurang irreversibleBatuk kronik berdahak
+ ++ ++ 3 lapis (busa, serosa, pus)
Hiperreaktifitas bronkus
+++ + ++(hemoptosis)
Gambaran radiologis
Normal / hiperinflasi
Tubular shadow, corak paru bertambah
Sarang tawon
Eosinofil Sputum + - jarangNeutrofil Sputum - + +Makrofag Sputum + - +Hiperinflasi Hanya saat
eksaserbasi Persisten
Page 11
Kelompok 2 2010
ASMA
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak
sel terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel.
Pada individu rentan proses inflamasi tersebut menyebabkan wheezing berulang,
sesak napas, dada terasa penuh dan batuk terutama malam dan atau menjelang
pagi.
Dari definisi di atas, maka dapat diambil poin penting mengenai asma, yaitu :
Asma merupakan penyakit gangguan jalan nafas
Ditandai dengan hipersensitifitas bronkus dan bronkokostriksi
Diakibatkan oleh proses inflamasi kronik
Bersifat reversibel
Prevalensi
Asma adalah salah satu penyakit kronik yang umum terjadi secara global dan
mengenai 300 juta orang. Prevalensi asma meningkat pada negara maju dalam 30
tahun terakhir , dengan 10-12% dewasa dan 15% anak-anak. Pada negara
berkembang prevalensi lebih rendah dan insidensi menngkat terkait dengan
urbanisasi. Prevalensi atopi dan penyakit alergi lainnya juga meningkat pada
waktu yang bersamaan.
Asma umum dan sering terjadi sebagi efek dari merokok. Asma dapat terjadi pada
semua umur dengan puncak pada usia 3 tahun. Jika pada anak, faktor resiko
Page 12
Kelompok 2 2010
adalah 2 kali lebih banyak pada laki-laki tapi pada dewasa menjadi sama besar
resikonya.
Faktor Resiko
Resiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu dan faktor
lingkungan.
Faktor pejamu yaitu predisposisi genetic yang mempengaruhi untuk
berkembangnya asma.
Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecendrungan/predisposisi
asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan
atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap.
Faktor Pejamu :
Predisposisi genetic
Atopi
Page 13
Genetik
Sensitisasi Inflamasi Hiperaktivitas Asma
Pemicu
Pemacu Pemacu Pencetus
Kelompok 2 2010
Hiperresponsif jalan napas
Jenis Kelamin
Ras/etnik
Faktor Lingkungan berperan dalam :
Pembentukan asma individu yg peka (pemicu)
Menyebabkan gejala berkelanjutan (pemacu)
Pencetus serangan asma
Faktor Lingkungan (Mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan
predisposisi asma) :
Alergen dalam ruangan (Mite, jamur)
Alergen di luar ruangan (Tepung sari bunga, jamur)
Bahan di lingkungan kerja
Asap rokok (perokok aktif maupun pasif)
Polusi udara
Infeksi pernapasan (Hipotesis hygiene)
Infeksi parasit
Status sosioekonomi
Page 14
Kelompok 2 2010
Besar keluarga
Diet dan obat
Obesitas
Faktor Lingkungan (mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala
asma menetap)
Alergen di dalam dan luar ruangan
Polusi udara
Infeksi pernapasan
Exercise dan hiperventilasi
Perubahan cuaca
Sulfur dioksida
Makanan, aditif, obat-obatan
Emosi yang berlebih
Asap rokok
Iritan (parfum, dll)
Page 15
Kelompok 2 2010
Patogenesis dan Patofisiologi Asma
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan
terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T makrofag, neutrofil dan sel epitel.
faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada
berbagai derajat asma baik pada asma intemriten maupun asma persisten.
Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk astma seperti asma alergik, asma
nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
Jadi pada asma terjadi interaksi antara inflamasi, hiperesponsif airway dan obstruksi
airway sehingga menimbulkan simptom klinis.
Page 16
Kelompok 2 2010
Page 17
Kelompok 2 2010
INFLAMASI AKUT
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri
atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipc
larltbat.
Reaksi Asma Tipe Cepat
Alergen akan terikat pala IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi
degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed
mediator seperli histamine, protease dan newly generated mediator seperti
leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos
bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.
Reaksi Fase Lambat
Reaksi ini timbul antaia 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
INFLAMASI KRONIK
Page 18
Kelompok 2 2010
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah
limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos
bronkus.
Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ (subtipe Th2).
Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan
mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-l, IL-13 dan GM.CSF. Interleukin-
4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama IL-13
menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan
pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil
Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan antara lain l5-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul
adiresi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya masih
diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule
protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan
metaloprotrase sel epitel.
EOSINOFIL
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak
spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah
dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis
sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta rnediator
lipid antara lain LTC4 dan
PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF meningkatkan maturasi, aktivasi dan
memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil yang mengandung granul
protein ialah eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein (MBP),
eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil derived, neurotoxin (EDN) yang
toksik terhadap epitel
saluran napas.
Sel Mast
Page 19
Kelompok 2 2010
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-linking
reseptor IgE de.ngan "factors" pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi
degranulasi sel mast yang nrengeluarkan preformed mediator seperti histamin dan
protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin D2 dan
leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4,IL-
5 dan GM-CSF.
Makrofag
Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik pada orang
normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh percabangan
bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai mediator antara lain leukotrin,
PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan dalam proses inflarnasi, makrofag
juga berperan pada regulasi airway remodeling. Peran tersebut melalui a.l sekresi
growth promoting factors
untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF-β.
AIRWAY REMODELING
Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan yang
secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process) yang
menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian Sel-sel mati rusak dengan sel-sel
yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan regenerasi/perbaikan
jaringan yang rusak/injuri dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian
jaringan yang rusak/injuri dengan jaringan peyambung yang menghasilkan
jaringan skar. Pada asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses
penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan
struktur yang menpunyai mekanisme sangat kompleks dan banyak belum
diketahui dikenal dengan airway remodeling. Mekanisme tersebut sangat
heterogen dengan proses yang sangat dinamis dan diferensiasi, migrasi, maturasi,
dediferensiasi sel sebagaimana deposit jaringan penyambung dengan diikuti oleh
Page 20
Kelompok 2 2010
restitusi/pergantian atau perubahan struktur dan fungsi yang dipahami sebagai
fibrosis dan peningkatan otot polos dan kelenjar mukus.
Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan remodeling.
Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga komponen
lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks interstisial,
fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah, otot polos,
kelenjar mukus.
Perubahan struktur yang terjadi :
Hipertrofi dan hiperplasi otot polos jalan napas
Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mucus
Penebalan membran reticular basal
Pembuluh darah meningkat
Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
Perubahan struktur parenkim
Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis
Patofisiologi 1. Bronkokonstriksi
Page 21
Kelompok 2 2010
Pada eksaserbasi akut dari asma terjadi kontraksi sel otot polos bronkial
(bronkokonstriksi) terjadi cepat untuk menyempitkan airway pada respon
terpaparnya berbagai stimuli termasuk alergen atau iritan
alergen menginduksi bronkokonstriksi akut dihasilkan dari rilisnya IgE-
dependent dari mediator yang berasal dari sel mast meliputi histamin,
tryptase, leukotrine dan prostaglandin yang langsung menyebabkan
kontraksi otot polos
aspirin dan NSAID lainnya juga dapat menyebabkan obstruksi akut
airflow pada beberapa pasien dan bukti mengindikasikan non IgE-
dependent juga terlibatnya rilis mediator dari airway sel
stimulus lainnya seperti exercise, udara dingin, iritan dapat menyebabkan
obstruksi akut airflow
2. airway edema
jika penyakit ini menjadi lebih persisten dan inflamasi menjadi lebih
progresif. Faktor lain menyebabkan limit airflow lebih lanjut meliputi:
edema, inflamasi, hipersekresi mucus dan pembentukan dari plug mucus,
sama seperti perubahan struktural meliputi hipertrofi dan hiperplasi dari
otot polos airway.
3. hiperresponsive airways
respon bronkokonstriksi yang berlebih terhadap berbagai stimuli
respon kontraktil terhadap perubahan dengan keterkaitan metakolin
mekanisme yang mempengaruhi hiperesponsif adalah multipel dan
menyebabkan inflamasi, disfungsi neurologis, dan perubahan struktur,
inflamasi ada sebagai faktor utama dalam membedakan derajatnya.
4. airway remodelling
terkait dengan kehilangan fungsi paru yang progresif yang tidak dapat
dicegah atau reversibel sepenuhnya dengan diterapi
meliputi aktivasi dari banyak strutur sel dengan efek perubahan permanen
pada airway menyebabkan peningkatan obstruksi airflow dan menurunkan
responsif airway dan mengubah pasien menjadi kurang responsif terhadap
terapi
Page 22
Kelompok 2 2010
perubahan struktural menyebabkan penebalan dari sub-basement
membran, fibrosis subepitel, hipertrofi dan hiperplasia otot polos airway,
proliferasi, dilatasi, hiperplasia dan hipersekresi dari kelenjar mukus.
Klasifikasi Asma
1. Berdasarkan Etiologi
a. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-
obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
Pembagian Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik
atopik
Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:
Penyebabnya adalah rangsangan allergen eksternal
spesifik dan dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit
tipe 1
Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal
kehdupan, 85% kasus timbul sebelum usia 30 tahun
Sebagian besar mengalami perubahan dengan tiba-tiba
pada masa puber, dengan serangan asma yang berbeda-
beda
Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat
ringannya gejala yang timbul. Jika serangan pertama
pada usia muda disertai dengan gejala yang lebih berat,
Page 23
Kelompok 2 2010
maka prognosis menjadi jelek.
Perubahan alamiah terjadi karena adanya kelainan dari
kekebalan tubuh pada IgE yang timbul terutama pada
awal kehidupan dan cenderung berkurang di kemudian
hari
Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif
Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik
Ada riwayat keluarga yang menderita asma
Terhadap pengobatan memberikan respon yang cepat
Asma ekstrinsik
non-atopik
Memiliki sifat-sifat antara lain
Serangan asma timbul berhubungan dengan bermacam-
macam alergen yang spesifik
Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat dan
ganda terhadap alergi yang tersensitasi dapat menjadi
positif
Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik
Timbulnya gejala cenderung pada saat akhir kehidupan
atau di kemudian hari
b. Intrinsik/idiopatik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan
asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
Sifat dari asma intrinsik
Alergen pencetus sukar ditentukan
Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit
memberi hasil negatif
Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi
Page 24
Kelompok 2 2010
asma dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang
berbeda-beda
Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di
atas 30 tahun dan disebut juga late onset asma
Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan
seringkali menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa
disertai kortikosteroid.
Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik,
namun tidak dapat dibuktikan dengan keterlibatan IgE
Kadar IgE serum normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan asma ekstrinsik
Selain itu tes serologi dapat menunjukkan adanya faktor
rematoid, misalnya sel LE
Riwayat keluarga jauh lebih sedikit, sekitar 12-48%
Polip hidung dan sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai
Page 25
Kelompok 2 2010
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik. (Medicafarma,2008)
Klasifikasi asma berdasarkan gejala klinisnya
Gejala Gejala malam
hari
Faal paru
Persisten berat Terus menerus
Penghambatan
aktivitas fisik
Sering 60% predicted
Variabilitas > 30%
Persisten
sedang
Setiap hari
Serangan mengganggu
aktivitas harian
>1x seminggu 60 - 80% predicted
Variabilitas > 30%
Persisten
ringan
>1 Xminggu
Tapi <1x tiap hari
>2x sebulan 80% predicted
Variabilitas 20 -
30%
Intermitten <1x seminggu
Asimptomatik, dan
PEFR normal diluar
serangan
2x sebulan 80% predicted
Variabilitas < 20%
Page 26
Kelompok 2 2010
Gejala klinis
- Klasik : batuk, mengi (wheezing : seperti bunyi pluit pada saat ekspirasi),
sesak napas
- Awal serangan : gejala tidak jelas, seperti dada terasa berat, dan pada asma
alergi mungkin disertai pilek atau bersin
- Awal batuk tanpa sekret mengeluarkan sekret baik mukoid maupun
purulen
- Sebagian pasien asma yang gejalanya hanya batuk disertai mengi cought
variant ashma
- Batuk memberat pada malam hari membangunkan pasien
- Batuk, sesak dan wheezing terjadi berulang
- Gejala terjadi / memberat tergantung pada musim (gina, 2008; ipd, 2007)
Page 27
Kelompok 2 2010
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase
inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti
bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang kumat-
kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang
atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama
makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat.
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing
tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila
dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan
terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hamper selalu
ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin
kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk
membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini
didapati juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping
hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat
meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak
gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan
PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang
terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan
penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi
kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena
peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.
Page 28
Kelompok 2 2010
Diagnosis Asma
Diagnosis asma didasari pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan
penunjang. Pada riwayat, ditemukan adanya sesak, batuk, dan mengi atau rasa
berat di dada. Tapi kadang-kadang pasien mengeluhkan adanya batuk setelah
melakukan aktivitas fisik ataupun pada saat malam hari. Adanya penyakit alergi
lainnya pada pasien atau pun pada keluarganya semakin memberikan kekhasan
adanya penyakit asma ini. Ada kalanya gejala-gejala asma sering muncul pada
musim-musim tertentu. Perlu diketahui adanya faktor- faktor pemicu seperti:
- Infeksi saluran pernafasan
- Pajanan terhadap allergen, misalnya debu
- Pajanan terhadap iritan seperti asap
- Kegiatan jasmani: lari
- Ekspresi emosional
- Obat-obat aspirin
- Lingkungan kerja
- Pengawet makanan
- Polusi udara
Yang membedakan antara asma dengan penyakit saluran napas lainnya
yaitu serangan dapat hilang dengan sendirinya tanpa diberikan obat.
Page 29
Riwayat ( anamnesis) + Pem. Fisik
Dicurigai Asma Tidak Dicurigai Asma
EpisodicMalam hariMusimanPasca aktivitas fisik
Kelainan kardiovaskulerInfeksiMuntah / tersedak
Berikan Bronkodilator
Mungkin ASMA
Tentukan derajat dan pencetusnya
Berikan Obat anti-asma
Pertimbangan pemeriksaan:
Foto rontgenProvokasi bronkusImunologisPemeriksaan motilitas siliaPemeriksaan GERD
Bukan Asma
Tidak mendukung diagnosis lainnya
Kelompok 2 2010
Page 30
Kelompok 2 2010
Page 31
Kelompok 2 2010
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E
pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Page 32
Kelompok 2 2010
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
3. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes
tempel.
4. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clockwise rotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
Page 33
Kelompok 2 2010
Tata Laksana
Perlu diberikan edukasi, antara lain mengenai pathogenesis asma, peranan
terapi asma, jenis-jenis terapi yang tersedia, serta faktor pencetus yang perlu
dihindari. Pastikan pasien menggunakan alat untuk terapi inhalasi yang sesuai.
Secara umum, terdapat dua jenis obat dalam penatalaksanaan asma, yaitu obat
pengendali (controller) dan pereda (reliever). Obat pengendali merupakan
profilaksis serangan yang diberikan tiap hari, ada atau tidak ada serangan/ gejala,
sedangkan obat pereda adalah yang diberikan saat serangan.
Pengobatan asma secara cepat/jangka pendek yaitu dengan menggunakan
obat pelega saluran pernafasan seperti inhaler dan nebulizer yang berfungsi
menghentikan serangan asma. Pengobatan jangka panjang yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya serangan asma adalah dengan menggunakan obat-obatan
seperti steroid berfungsi untuk tetap membuat saluran pernafasan terbuka dan
mengurangi pembengkakan.
Adapun tujuan pengobatan:
- Mencegah ikatan allergen-IgE
a. Menghindari allergen
b. Melakukan hiposensitisasi, yaitu menyuntikkan allergen dengan dosis
kecil secara terus-menerus sampai pasien tidak mengalami alergi lagi.
- Mencegah pelepasan mediator
Dilakukan dengan natrium kromolin. Natrium kromolin diduga dapat
mencegah pelepasan mediator inflamasi dari sel mast.
Obat-obatan golongan agonis beta 2 dan teofilin selain sebagai
bronkodilator, juga sebagai pencegah pelepasan mediator.
- Melebarkan saluran napas dengan bronkodilator
a. Simpatomimetik
1) Agonis beta 2 (salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol)
merupakan obat-obatan pilihan untuk serangan asma, diberikan
secara inhalasi dengan metered dosed inhaler atau nebulizer.
Page 34
Kelompok 2 2010
2) Epinefrin diberikan subkutan sebagai pengganti agonis beta 2 pada
serangan asma berat.
b. Aminofilin: diapakai pada serangan asma akut, diberikan dosis awal,
lalu diikuti dengan dosis pemeliharaan.
c. Kortikosteroid: bukan termasuk golongan bronkodilator, tapi bias
melebarkan saluran napas. Diapaki pada serangan akut atau pada
pemeliharaan.
d. Antikolinergik: terutama dipakai sebagai suplemen agonis beta 2.
- Mengurangi respon dengan meredam inflamasi saluran napas
Implikasi proses inflamasi adalah meredam inflamasi yang ada baik
dengan natrium kromolin, atau dengan kortikosteroid secara oral,
parentral, atau inhalasi seperti pada asma akut dan kronis.
Pendidikan / Edukasi Kepada Penderita Dan Keluarga
Pengobatan yang efektif hanya mungkin berhasil dengan penatalaksanaan yang
komprehensif, dimana melibatkan kemampuan diagnostik dan terapi dari seorang
dokter Puskesmas di satu pihak dan adanya pengertian serta kerjasama penderita
dan keluarganya di pihak lain. Pendidikan kepada penderita dan keluarganya
adalah menjadi tanggung jawab dokter Puskesmas, sehingga dicapai hasil
pengobatan yang memuaskan bagi semua pihak.
Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan keluarganya
adalah
1. memahami sifat-sifat dari penyakit asma :
Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.
Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena
faktor tertentu bisa kambuh lagi.
Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan
pengobatan jangka panjang secara teratur.
Page 35
Kelompok 2 2010
2. Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan,
seperti :
Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing,
kuda dan spora jamur.
Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu.
Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan.
Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang
lembab.
Infeksi saluran pernafasan.
Pemakaian narkoba atau napza serta merokok.
Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan.
Stres fisik atau kelelahan.
Penderita dan keluarga sebaiknya mampu mengidentifikasi hal-hal apa saja yang
memicu dan memperberat serangan asma penderita. Perlu diingat bahwa pada
beberapa pasien, faktor di atas bersifat individual dimana antara pasien satu dan
yang lainnya tidaklah sama tetapi karena hal itu sulit untuk ditentukan secara pasti
maka lebih baik untuk menghindari faktor-faktor si atas.
3. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu
perbaikan dan mengurangi serangan :
Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan
(bersifat individual).
Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es.
Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza.
Page 36
Kelompok 2 2010
Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan.
Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan
lembab.
Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.
Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk
dan pilek.
Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat
simptomatis maupun obat profilaksis.
Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak
minum air hangat guna membantu pengenceran dahak.
Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat di
lingkungan dengan temperatur hangat.
4. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat – obatan yang
diberikan oleh dokter :
Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus.
Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan.
Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak.
Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanya
infeksi saluran nafas.
5. Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil
pengobatan. 6. Mengetahui kapan “self treatment” atau pengobatan mandiri
harus diakhiri dan segera mencari pertolongan dokter. (Medlinux,2008)
Penderita dan keluarganya juga harus mengetahui beberapa pandangan yang
salah tentang asma, seperti : 1. Bahwa asma semata-mata timbul karena alergi,
kecemasan atau stres, padahal keadaan bronkus yang hiperaktif merupakan
faktor utama. 2. Tidak ada sesak bukan berarti tidak ada serangan. 3. Baru
Page 37
Kelompok 2 2010
berobat atau minum obat bila sesak nafas saja dan segera berhenti minum obat
bila sesak nafas berkurang atau hilang.
1. Beta 2 Agonis
Mekanisme kerjanya adalah dengan menstimulasi adenylcyklase dan
meningkatkan cAMP pada otot polos.
Efek yang diharapkan dari pemberian beta 2 agonis adalah bronkodilatasi
pada bronkus.
Pemberian secara inhalasi sangat dianjurkan karena:
Obat bekerja langsung pada saluran napas
Onset kerja yang cepat
Dosis obat yang kecil
Efek samping yang minimal
Farmakokinetik beta 2 agonis:
Page 38
Kelompok 2 2010
Pemberian secara inhalasi meningkatkan efektifitas dan mengurangi
efek samping sistemik.
Dengan pemberian secara inhalasi dapat meminimalkan efek beta 1
adrenoseptor seperti tremor, keram, takikardi, dan hipokalemia.
Beta 2 agonis ada yang bersifat short acting dan bersifat long acting.
Short acting:
Contoh obat short acting adalah albuterol, terbutaline,
metaproterenol, dan pirbuterol.
Onset : bronkodilatasi maksimal : 30 menit
Durasi : 3-4 jam (2-6 jam), oral lebih lama
Obat-obat short acting dapat diberikan secara oral (albuterol,
terbutaline), inhalasi, dan injeksi secara subkutan (terbutaline).
Long acting:
Contoh obat yang bekerja long acting adalah salmeterol,
formoterol.
Durasi : 12 jam atau lebih.
Pemberian obat-obatan yang bekerja long acting tidak dianjurkan
sbg terapi tunggal (Salmeterol dan fluticasone; Formoterol dan
budesonide).
Page 39
ATP cAMP 5’-AMP
Bronkodilatasi, vasodilatasi, dan penghambatan pelepasan mediator
Adenilil siklase Fosfodiesterase
Perangasangan Beta Teofilin
Kelompok 2 2010
2. Metilxantin
Metilxantin yang penting sering digunakan klinis adalah teofilin,
teobromin dan kafein.
Mekanisme kerja:
Menghambat enzim fosfodiesterase, sehingga menghambat degradasi
cAMP kadar cAMP meningkat
Juga menghambat reseptor adenosin pada SSP dan jaringan lain.
Page 40
Bronchodilation
Bronchial tone
Bronchoconstriction
Muscarinic
antagonists
Acetylcholine
AMP
ATP
cAMP
Beta agonist
Adenosine
Theophyline
Theophyline
AC
PDE
+
+ +
+
-
-
-
Kelompok 2 2010
Selain itu obat ini juga memiliki efek relaksasi otot polos bronkus dan
sebagai antiinflamasi.
Obat-obatan metilxantin diabsorbsi secara cepat dengan pemberian oral
dan parenteral.
Pemberian bisa secara oral, intravena, dan per rectal.
Efek samping obat antara lain:
Gangguan gastrointestinal, tremor dan insomnia, nyeri kepala,
palpitasi.
Dosis tinggi : mual dan muntah yang berat, hipotensi, aritmia,
konvulsi.
3. Antagonis Muskarinik
Mekanisme kerja obat antagonis muskarinik adalah dengan menghambat
reseptor muskarinik pada saluran napas secara kompetitif mencegah
kontraksi otot polos bronkus dan hipersekresi mukus bronkus.
Page 41
Kelompok 2 2010
Sediaan preparatnya Ipratropium bromida (prototipe) dan Tiotropium
(long acting).
Diberikan secara inhalasi.
Efek samping sistemik kecil, mulut kering, konstipasi, retensi urin,
takikardi. Dosis besar efek toksik mirip atropine.
4. Kortikosteroid
Farmakokinetik
Penting pada penatalaksanaan asma berat
Pada pemberian per oral, penggunaan jangka panjang diberikan bila
dengan antiasma yang lain gagal.
Pemberian per inhalasi, relatif aman.
Pemberian secara IV (prednisolon dan hidrokortison) untuk kondisi
status asmatikus.
Glukokortikoid inhalasi dipertimbangkan untuk asma sedang yang
kurang responsif terhadap beta agonis.
Efek samping dari pemberian kortikosteroid adalah toksisitas sistemik.
Toksisitas sistemik muncul setelah pengobatan lebih dari 2 minggu.
5. Cromolyn & Nedocromil
Cromolyn ( disodium cromoglycate ) dan Nedocromil tidak diberikan
secara oral tetapi diberikan secara inhalasi ( aerosol )
Penggunaan klinis
pencegahan serangan asma ( terutama pada anak )
asma yang disebabkan allergen
mengurangi gejala rhinokonjungtivitis alergika
mengurangi gejala rhinokonjungtivitis alergika
Page 42
Kelompok 2 2010
Efek samping
iritasi tenggorokan
batuk, mulut kering
rasa sesak di dada
6. Leukotrine Antagonis
Contoh : Zafirlukast, Montelukast
Pada semua jenis asma baik yang kronik maupun akut, asma karena
paparan allergen dan asma akibat latihan ( exercise induced asthma ) akan
timbul leukotrien yang memegang
peran utama pada serangan asma.Berhubung hal di atas maka reseptor
leukotrien merupakan target penting untuk intervensi terapi asma
Efek :
1. Anti inflamasi dan imunomodulator
2. Mencegah obstruksi brokus oleh leukotrien
3. Mencegah asma yang disebabkan oleh allergen
4. Mengurangi jumlah eksaserbasi serangan asma
5. Menghambat permeabilitas vaskuler dan edema mukosa
Terapi Reliever
Inhalasi β2-agonists kerja cepat
Steroid sistemik
Anticholinergik
Metilxanthin : aminophillin
Oral β2-agonists kerja cepat
Terapi kontroler
Steroid inhalasi
Steroid sistemik : intra vena
Page 43
paparan antigen
antigen dan IgE pada sel mast
mediator(histamin, leukotrin, dll)
respon lambat: peradangan respon akut: bronkokonstriksi
hipereaktifitas bronkial gejala-gejala
avoidance
steroid, kromolin
beta agonis, teofilin, antagonis musakarinik
steroid
Kelompok 2 2010
Cromones : ketotifen
Metilxanthin : aminophillin lepas lambat
inhalasi β2-agonists kerja lama
oral β2-agonists kerja lama
Leukotriene
Page 44
Kelompok 2 2010
Step-step Dalam Pengobatan Asma
step1 step2 step3 step4 step5
As needed
rapid
acting
Beta2
agonist
As needed rapid acting beta2 agonist
Controller
options
Select 1 Select 1 Add 1 or more Add 1 or both
Low dose ICS Low dose ICS +
long acting beta 2
agonist
Medium/high
dose ICS + long
acting beta2
agonist
Oral CS
Leukotriene
modifier (RA/SI)
Medium or high
dose ICS
Leukotrien
modifier
anti – IgE
treatment
Low dose ICS +
leukotrien
modifier
Sustained
released teophilin
Low dose ICS +
sustained release
teophilin
Step 1
Penderita dengan gejala harian, serangan durasi singkat
Inhalasi beta agonist kerja cepat direkomendasikan sebagai terapi pelega
Jikalau gejala lebih sering terjadi dan atau memburuk secara periodik,
penderita memerlukan terapi kontrol (step 2 atau lebih tinggi)
Page 45
Kelompok 2 2010
Step 2
Obat pelega ditambahkan dengan kontroler tunggal
ICS dosis rendah direkomendasikan sebagai terapi kontrol awal pada
semua usia
Obat kontroler alternatif termasuk leukotriens modifiers diberikan pada
pasien yang tak bisa menggunakan ICS
Step 3
Obat pelega + 1 atau 2 kontroler
Untuk dewasa + dewasa muda, kombinasi ICS dosis rendah + inhalasi
beta2 agonist kerja lama baik kombinasi dalam 1 inhaler atau komponen
terpisah
Inhalasi beta2 agonist kerja lama tidak boleh monoterapi
Untuk anak-anak, ICS tingkatkan sampai dosis medium
Tingkatkan dosis ICS sampai medium
Kombinasi ICS dosis rendah + leukotriens modifiers
Teofilin lepas lambat dosis rendah
Step 4
Obat pelega + 2 atau lebih kontroler
Pilihan terapi tergantung pilihan sebelumnya pada step 2 dan 3
Bila mungkin, pasien yang tak terkontrol pada step 3 dirujuk ke tenaga
yang lebih ahli
ICS dosis medium atau tinggi kombinasi dg inhalasi Beta 2 agonist kerja
lama
ICS dosis medium atau tinggi + leukotriens modifiers
Teofilin lepas lambat dosis rendah + ICS dosis medium atau tinggi
kombinasi dengan inhalasi Beta2 agonist kerja lama
Page 46
Kelompok 2 2010
Step 5
Obat pelega + penambahan kontroler lainnya
Penambahan CS oral pada obat kontroler lain mungkin efektif, tapi efek
samping besar
Penambahan anti IgE pada kontroler lain memperbaiki kontrol asma alergi
bila kontrol tidak dapat dicapai dengan pengobatan lain
Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Periode prenatal : menghindari makanan yang bersifat allergen pada ibu
hamil dengan resiko tinggi.
Periode postnatal :
o menghindari allergen sedini mungkin ( makanan bayi seperti susu sapi,
telur, ikan, kacang-kacangan).
o Diet menghindari antigen pada ibu menyusui resiko tinggi.
o Menghindari aeroallergen pada bayi dianjurkan dalam upaya
menghindari sensitisasi ( tapi dalam studi terakhir dikatakan kontak
sedini mungkin dengan kucing dan anjing kenyataannya mencegah
alergi lebih baik daripada menghindari binatang tersebut)
o Menghindari asap rokok lingkungan baik periode prenatal maupun
postnatal.
b. Pencegahan sekunder
Mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma
yakni dengan jalan antara lain :
oPemberian antihistamin H-1 dalam menurunkan onset mengi pada penderita
anak dermatitis atopic.
oPenghentian pajanan allergen sedini mungkin pada penderita yang sudah
terlanjur tersensitisasi.
Page 47
Kelompok 2 2010
c. Pencegahan Tersier
Sudah asma tetapi mencegah terjadinya serangan yang dapat ditimbulkan oleh
berbagai jenis pencetus.
Asma pada kondisi khusus
1. Kehamilan
Pemberian obat-obatan harus hati-hati karena dapat membahayakan janin.
Mengontro asma selama kehamilan sangat penting untuk mencegah keadaan
yang tidak diinginkan baik pada ibu maupun janinnya. Semua obat asma dapat
dipakai saat kehamilan kecuali komponen α adrenergic, bromfeniramin dan
epinefrin.
2. Pembedahan
Hiperresponsif jalan napas, gangguan aliran udara dan hipersekresi mukosa
factor predisposisi timbulnya komplikasi respirasi selama dan sesudah
tindakan bedah.
Komplikasi tergantung berat penyakit saat pembedahan, jenis pembedahan
dan jenis anestesi perlu dinilai dan dievaluasi termasuk pemeriksaan
spirometri.
3. Steroid dependent asthma
Pada kondisi penderita menggunakan steroid oral jangka panjang, sebaiknya
diupayakan untuk meminimalkan kebutuhannya dan bila mungkin
menghentikannya, dengan cara :
o Meminimalkan pajanan allergen
o Stop merokok
o Optimalkan dosis steroid inhalasi sesuai berat penyakit
o Patuhi pengobaan dengan benar
o Turunkan secara bertahap dosis steroid oral tersebut
o Pertimbangkan pemberian steroid sparing agent : metotreksat, siklosporin,
gold (auranofin), troleandomisin, immunoglobulin intravena.
4. Steroid resistance asthma
Page 48
Kelompok 2 2010
Asma yang menunjukkan gagal respons pengobatan walau telah diberikan
steroid oral sekalipun.
Penatalaksanaan mengupaykan pelaksnaan seoptimal munkin (sama seperti
steroid dependent asthma) dan bila perlu mengunakan obat imunosupresif
sbagai antiinflamsi yaitu metotreksat atau siklosporin.
a. Rinusitis, sinusitis dan polip hidung
Rinitis sering mendahului timbulnya asma, sebagian besar asma yaitu 75%
asma alergi dan lebih dari 80% asma nonalergi mempunyai gejala rhinitis
alergi musiman. Terdapat perbedaan antara kedua penyakit dalam hal
mekanisme, gambaran klinis dan pengobatan.
Pengobatan rhinitis dapat memperbaiki gejala asma. Obat-obat
abtiinflamsi seperti kortikosteroid efektif untuk kedua penyakit sedangkan
agonis alfa lebih efektif untuk rhinitis dan agonis beta lebh efektif untuk
asam.
Sinusitis akut dan kronik dapat mencetuskan asma. Pemberian antibiotic
dapat mengrangi gejala untuk beberapa waktu.
Polip hidung dihubungkan dengan asma, rhinitis dan sensitive terhadap
aspirin. 7 – 15 % penderita asma mempunyai polip hidung. Polip hidung
mempunyai respons yang baik pada pemberian steroid sistemik dan
topical.
b. Refluks Gastroesofagus
Kejadian GERD pada penderita asma 3 kali lebih bnayak daripada bukan
penderita asma. Penatalaksanaan dengan obat antirefluks dan makan yang
teratur serta hindari makanan yang mengganggu pencernaan (berlemak,
alcohol, snack, teofilin, agonis beta oral)
Page 49
Kelompok 2 2010
Status Asmatikus
Definisi
Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan
asma yang berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau
perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan waktu pengamatan antara satu
sampai dua jam.
Gambaran klinis
Penderita tampak sakit berat dan sianosis.
Sesak nafas, bicara terputus-putus.
Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab
penderita sudah jatuh dalam dehidrasi berat.
Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi
lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah
kemudian jatuh ke dalam koma.
Penatalaksanaan
1. Tujuan pengobatan asma
Menghilangkan & mengendalikan gejala asma
Mencegah eksaserbasi akut
Meningkatkan & mempertahankan faal paru optimal
Mengupayakan aktivitas normal (exercise)
Menghindari ESO
Mencegah airflow limitation irreversible
Mencegah kematian
Page 50
Kelompok 2 2010
2. Terapi serangan asma akut
1) Di rumah sakit atau bagian darurat yang memiliki alat nebulizer, suntikan
adrenalin/agonis beta 2 tidak berikan lagi,tetapi langsung diberikan agonis
beta 2 secara nebulizer,yang dapat diulang setiap 15 - 20 menit sampai
serangannya teratasi atau sampai tampak tanda-tanda efek samping seperti
adanya tremor. Bilamana yang diberikan adalah suntukan adrenalin/agonis
betas 2 secara subkutan (untuk yang tidak mempunyai nebulizer), maka
suntikan tersebut dapat diulang setelah 15 atau 20 menit
2) Bila tindakan pertama tersebut tidak menolong, maka segera
dipasang/diberikan cairan secara parenteral untuk pemberian hidrasi secara
optimal, koreksi asam-basa dan obat-obatan, Juga oksigen diberikan
dengan dosis yang lebih tinggi dari biasa
3) Pemberian kortikosteroid dosis tinggi baik secara oral maupun suntikan
adalah suatu keharusan. Kortikosteropid ini selain berfungsi sebagai anti
inflamasi juga dapat menghidupkan kembali reseptor beta 2 yang sudah
resisten.
4) Teofilin dapat diberikan bersama-sama baik seeara oral ataupun intravena.
Bila diberikan seeara oral, maka digunakanpreparat teofilin lepas lambat
5) Dengan ketiga obat tersebut di atas biasanya 75% serangan dapat diatasi.
Bila setelah 24 jam tidak memberikan respons maka sebaiknya penderita
dipindahkan ke ruang perawatan intensif untuk pemeriksaan dan tindakan
lain yang lebih akurat.
Bilamana seorang penderita sampai mengalami serangan status asmatikus,
harus dipertimbangkan dan dievaluasi apakah pengobatan profilaksis yang
diberikan kurang adekuat. Sebelum penderita dipulangkan harus dibuat program
pengobatan yang lebih tereneana untuk meneegah serangan berikut.
3. Terapi Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk
Page 51
Kelompok 2 2010
a. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola
penyakit asma sendiri)
b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma
sendiri/asmamandiri)
c. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol
asma
4. Pencegahan
a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress psikis
d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma
Page 52
Kelompok 2 2010
DAFTAR PUSTAKA
Boushey, Homer. Bronkodilator dan Obat-obat Lain yang Digunakan dalam
Asma. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta:
PenerbitBuku Kedokteran EGC.
Drazen, JM. Winberg SE. Approach to the patient with disease of the respiratory
system. Kasper DL et al (eds), Harrison’s Principles of Internal Medicine.
17 edition, New York: McGraw-Hill companies
Ingram RH, Braunwald E. Dyspnea and Pulmonary edema. In: Kasper DL et al
(eds). Harrison’s Principles of internal medicine. 17th edition. New york:
McGraw- Hill companies
McFadden ER. Asthma. In: Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL,
Jameson JJ, editors. Harrison’s Principles of internal medicine. 17th
edition. New york: McGraw-Hill companies
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma, pedoman diagnosis dan
penatalaksaan di Indonesia. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2004
Sudoyo, dkk (editor). 2007. Buku Ajar Ilmu Pemyakit Dalam Jilid III edisi IV.
Pusat Penerbitan IPD FK UI: Jakarta
Goldman, Lee. Cecil Textbook of Medicine. 22nd edition. Pennsylvania : Sauders.
2004.
Page 53
Kelompok 2 2010
Behrman RE, Kliegman PM, Jenson HB, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th
edition. Philadelphia: WB Saunders Company 2007
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 1. EGC: Jakarta.
National Heart, Lung, and Blood Institute. Guidelines for the Diagnosis and
Management of Asthma. 2007 viewed 30 Juni 2008
Global Initiative for Asthma. Pocket Guide for Asthma Management and
Prevention. 2008. viewed 18 Juni 2009-06-22 http:// www. ginasthma.org/
Page 54