91
BAB I GAMBARAN UMUM HEMIPARESIS 1.1. Komponen Sentral Sistem Motorik Bagian sentral sistem motorik untuk gerakan volunter terdiri dari korteks motorik primer (area 4) dan area korteks sekitarnya (terutama korteks premotor, area 6), serta traktus kortikobulbaris dan traktus kortikospinalis yang berasal dari area korteks tersebut. a. Area Korteks Motorik Korteks motorik primer (girus presentralis, Gambar 1.) merupakan sekumpulan jaringan kortikal yang terletak disisi yang berlawanan dengan sulkus sentralis dari korteks somatosensorik primer (di girus post-sentralis) dan meluas ke atas dan melewati tepi superomedial hemisfer serebri menuju permukaan medialnya. Area yang mempresentasikan tenggorokan dan laring terletak pada ujung inferior korteks motorik primer; dibagian atasnya, secara berkesinambungan, adalah area yang mempresentasikan wajah, ekstremitas atas, badan dan ekstremitas bawah. Struktur ini merupakan “homunulus motorik” terbalik, yang bersesuaian dengan “homunkulus somatosensorik” girus post- sentralis. 1

Tutorial Hemiparesis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hemiparese

Citation preview

Page 1: Tutorial Hemiparesis

BAB I

GAMBARAN UMUM HEMIPARESIS

1.1. Komponen Sentral Sistem Motorik

Bagian sentral sistem motorik untuk gerakan volunter terdiri dari

korteks motorik primer (area 4) dan area korteks sekitarnya (terutama

korteks premotor, area 6), serta traktus kortikobulbaris dan traktus

kortikospinalis yang berasal dari area korteks tersebut.

a. Area Korteks Motorik

Korteks motorik primer (girus presentralis, Gambar 1.) merupakan

sekumpulan jaringan kortikal yang terletak disisi yang berlawanan dengan

sulkus sentralis dari korteks somatosensorik primer (di girus post-sentralis)

dan meluas ke atas dan melewati tepi superomedial hemisfer serebri

menuju permukaan medialnya. Area yang mempresentasikan tenggorokan

dan laring terletak pada ujung inferior korteks motorik primer; dibagian

atasnya, secara berkesinambungan, adalah area yang mempresentasikan

wajah, ekstremitas atas, badan dan ekstremitas bawah. Struktur ini

merupakan “homunulus motorik” terbalik, yang bersesuaian dengan

“homunkulus somatosensorik” girus post-sentralis.

Neuron motorik tidak hanya ditemukan di area 4, tetapi juga di area

korteks disekitarnya. Namun, serabut yang menghantarkan gerakan

volunter halus terutama berasal dari girus pre-sentralis. Girus ini

merupakan lokasi neuron piramidalis (sel Betz), tetapi sekarang diketahui

bahwa akson sel tersebut hanya berjumlah 3,4-4% jumlah serabut.

Komponen tersebut sebenarnya berasal dari sel-sel piramidalis dan sel-sel

fusiformis area 4 dan 6 Brodmann yang lebih kecil. Akson yang berasal

dari area 4 membentuk sekitar 40% dari seluruh serabut traktus

piramidalis, sisanya berasal dari area frontalis lain, dari area 32, dan 1

korteks somatosensorik parietal (area sensorimotor), dan dari area lain di

lobus parietal. Neuron motorik area 4 memediasi gerakan volunter halus

pada sisi tubuh kontralateral; oleh sebab itu traktus piramidalis menyilang

(lihat Gambar 2.). Stimulus elektrik langsung pada area 4, seperti saat

1

Page 2: Tutorial Hemiparesis

tindakan pembedahan saraf, biasanya mencetuskan kontraksi masing-

masing otot, sedangkan stimulasi pada area 6 mencetuskan gerakan yang

lebih luas dan kompleks, misalnya pada seluruh ekstremitas atas atau

bawah.

Gambar 1.Area motorik primer/girus presentralis (area 4), korteks premotor (area 6), dan lapang mata prefontal (area 8)

b. Traktus Kortikospinalis (Traktus Piramidalis)

Traktus ini berasal dari korteks motorik dan berjalan melalui

substansia alba serebri (korona radiata), krus posterius kapsula interna

(serabut terletak sangat berdekatan di sini), bagian sentral pedunkulus

serebri (krus serebri), pons, dan basal medula (bagian anterior), tempat

traktus terlihat sebagai penonjolan kecil yang disebut piramid. Piramid

medula (terdapat satu pada masing-masing sisi) memberikan nama pada

traktus tersebut. Pada bagian ujung bawah medula, 80-85% serabut

piramidal menyilang ke sisi lain dekusasio piramidum. Serabut yang tidak

menyilang disini berjalan menuruni medula spinalis di funikulus anterior

ipsilateral sebagai traktus kortikospinalis anterior, serabut ini menyilang

lebih ke bawah (biasanya setingkat segmen yang dipersarafinya) melalui

komisura anterior medula spinalis (lihat Gambar 3.). Pada tingkat servikal

dan torakal, kemungkinan juga terdapat beberapa serabut yang tetap tidak

menyilang dan mempersarafi neuron motorik ipsilateral di kornu anterius,

2

Page 3: Tutorial Hemiparesis

sehingga otot-otot leher dan badan mendapatkan persarafan kortikal

bilateral.

Mayoritas serabut traktus piramidalis menyilang di dekusasio

piramidum, kemudian menuruni medula spinalis di funikulus lateralis

kontralateral sebagai traktus kortikuspinal lateralis. Traktus ini memgecil

pada area potong-melintangnya ketika berjalan turun ke bawah medula

spinalis, karena beberapa serabutnya berakhir di masing-masing segmen

disepanjang perjalannya. Sekitar 90% dari semua serabut traktus

piramidalis berakhir membentuk sinaps dengan interneuron, yang

kemudian menghantarkan impuls motorik ke neuron motor gamma yang

lebih kecil.

3

Page 4: Tutorial Hemiparesis

Gambar 2. Perjalanan Traktus Piramidalis

4

Page 5: Tutorial Hemiparesis

Gambar 3. Sinaps Traktus Motorik Desendens ke Neuron Kornu Anterius

c. Traktus Kortikonuklearis

Beberapa serabut traktus piramidalis membentuk cabang dari massa

utama traktus ketika melewati otak tengah dan kemudian berjalan lebih ke

dorsal menuju nuklei nervi kranialis motorik. Serabut yang mempersarafi

nuklei batang otak ini sebagian menyilang dan sebagian lagi lagi tidak

menyilang. Nuklei yang menerima input traktus piramidalis adalah nuklei

yang memediasi gerakan volunter otot-otot kranial melalui nervus kranialis

IX, X, dan XI (nervus glosofaringeus, nervus vagus, nervus aksesorius)

serta nervus kranialis XII (nervus hipoglosus).

Traktus Kortikomesensefalikus.Ada pula sekumpulan serabut yang

berjalan bersama-sama dengan traktus kortikunuklearis yang tidak berjalan

bersama-sama dengan traktus kortikonuklearis yang tidak berasal dari area 4

atau area 6, tetapi berasal dari area 8, lapang mata frontal. Impuls dari serabut-

serabut ini memediasi gerakan mata konjugat yang merupakan proses motorik

yang kompleks. Karena asal dan fungsinya yang khas, jaras yang berasal dari

lapang mata frontal memiliki nama yang bertbeda (traktus

5

Page 6: Tutorial Hemiparesis

kortikomesensefalikus), meskipun sebagian besar penulis menganggap jaras ini

sebagai bagian dari traktus ortikonuklearis.

Traktus kortikomesensefalikus berjalan bersamaan dengan traktus

piramidalis (tepat di bagian rostralnya, krus posterius kapsula interna) dan

kemudian mengarah ke bagian dorsal menuju nuklei nervikranialis yang

memediasi pergerakan mata yaitu nervus kranialis III, IV, VI (nervus

okulomotorius, nervus trokhlearis, dan nervus abdesens). Area 8 mempersarafi

otot-otot mata secara eksklusif dengan cara yang sinergistik, bukan secara

individual. Stimulasi pada area 8 mencetuskan deviasi tatapan konjuugat ke sisi

kontralateral. Serabut-serabut traktus kortikomesensefalik tidak langsung

berakhir pada neron motor nuklei nervi kranialis III, IV dan Vi, situasi

anatomis di daerah ini rumit dan masih belum dipahami.

1.2. Komponen Sistem Motorik Sentral Lainnya

Sejumlah jaras-jaras sentral selain traktus piramidalis memiliki peran

penting pada pengendalian fungsi motorik. Suatu kelompok serabut yang

penting (traktus kortikopontoserebelaris) menghantarkan informasi dari

korteks serebri ke serebelum, kemudian input yang ditimbulkannya

memodulasi gerakan terancam. Serabut lain berjalan dari korteks ke ganglia

basalia (terutama korpus striatum = nukleus kaudatus dan putamen),

substansia nigra, dan formasio retikularis batang otak, serta nuklei lainnya

(misalnya, di tektum mesensefali). Pada masing-masing struktur tersebut,

impuls diolah dan dihantarkan melalui interneuron ke traktus eferen yang

berproyeksi ke motor neuron di kornu anterius medula spinalis-traktus

tektospinal, traktus retikulospinalis, traktus vestibulospinalis, dan traktus

lainnya. Traktus-traktus tersebut memungkinkan serebelum, ganglia basalia,

dan nuklei motorik di batang otak untuk memengaruhi fungsi motorik

dimedula spinalis.

Traktus motorik di medula spinalis secara anatomi dan fungsional

terpisah menjadi dua kelompok: kelompok lateral, yang terdiri dari traktus

kortikospinal dan traktus rubrospinalis, serta kelompok medial, yang terdiri

dari traktus retikulospinalis, traktus vestibulospinalis dan traktus

6

Page 7: Tutorial Hemiparesis

tektospinalis. Traktus lateral terutama berproyeksi ke otot-otot distal

(terutama di ekstremitas atas) dan juga membuat hubungan propiospinal yang

pendek. Serabut-serabut ini terutama berperan pada gerakan volunter lengan

bawah dan tangan,yaitu untuk kontrol motorik halus yang tepat dan terampil.

Sebaliknya, traktus medial mempersarafi neuron motor yang terletak lebih

medial di kornu anterius dan membuat hubungan propiospinal yang relatif

panjang. Serabut ini terutama berperan pada gerakan tbuh dan ekstremitas

bawah (postur dan gait)

1.3. Definisi Hemiparesis

Kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) umumnya melanda

sebelah tubuh sehingga dinamakan hemiparesis, hemiplegia atau

hemiparalisis. Istilah paralisis atau plegia merujuk pada kehilangan total

kontraktilitas otot. Sedangkan kehilangan kontraktilitas yang tidak total

disebut paresis. Hemiplegia adalah kelumpuhan pada salah satu lengan dan

kaki pada sisi yang sama.Paresis (kelemahan otot pada lengan dan tungkai)

adalah kerusakan yang menyeluruh, tetapi belum menruntuhkan semua

neuron korteks piramidalis.

Hemiparase yang terjadi memberikan gambaran bahwa adanya

kelainan atau lesi sepanjang traktus piramidalis. Lesi ini dapat disebabkan

oleh berkurangnya suplai darah, kerusakan jaringan oleh trauma atau infeksi,

ataupun penekanan langsung dan tidak langsung oleh massa hematoma,

abses, dan tumor. Hal tersebut selanjutnya akan mengakibatkan adanya

gangguan pada tractus kortikospinalis yang bertanggung jawab pada otot-otot

anggota gerak atas dan bawah.

1.4. Bentuk-bentuk Hemiparesis

Tanda dan gejala klinis dari suatu hemiparesis dapat ditentukan dari

lokalisasi lesi pada sistem motorik sentral (Gambar 4.). Lokasi-lokasi

tersebut antara lain sebagai berikut:

1) Suatu lesi yang melibatkan korteks serebri, seperti pada tumor, infark,

atau cedera traumatik, menyebabkan kelemahan sebagian tubuh sisi

7

Page 8: Tutorial Hemiparesis

kontra-lateral. Hemiparesis yang terlihat pada wajah dan tangan

(kelemahan brakhiofasial) lebih sering terjadi dibandingkan di daerah lain

karena bagian tubuh tersebut memiliki area representasi kortikal yang luas.

Temuan klinis khas yang berkaitan dengan lesi di lokasi tersebut adalah

paresis ekstremitas atas bagian distal yang dominan, konsekuensi

fungsional yang terberat adalah gangguan kontrol motorik halus.

Kelemahan tersebut tidak total (paresis, bukan plegia), dan lebih berupa

gangguan flaksid, bukan bentuk spastik, karena jaras motorik tambahan

(nonpiramidal) sebagian besar tidak terganggu. Lesi iritatif pada lokasi

tersebut dapat menimbulkan kejang fokal (jacksonian)

2) Jika kapsula interna(b, pada Gambar 4.) terlibat (misalnya, oleh

perdarahan atau iskemia), akan terjadi hemiplegia spastik kontralateral—

lesi pada level ini mengenai serabut piramidal dan serabut non piramidal,

karena serabut kedua jaras tersebut terletak berdekatan. Traktus

kortikonuklearis juga terkena, sehingga terjadi paresis nervus fasialis

kontalateral, dan mungkin disertai oleh paresis nervus hipoglosus tipe

sentral. Namun tidak terlihat defisit nervus kranialis lainnya karena nervus

kranialis lainnya mendapat persarafan bilateral. Paresis pada sisi

kontralateral awalnya berbentuk flaksid (pada “fase syok”) tetapi menjadi

spastik dalam beberapa jam atau hari akibat kerusakan pada serabut-

serabut nonpiramidal yang terjadi bersamaan.

3) Lesi setingkat pedunkulus serebri (c, pada Gambar 4.), seperti proses

vaskular, perdarahan, atau tumor, menimbulkan hemiparesis spastik

kontralateral yang dapat disertai oleh kelumpuhan nervus okulomotorius

ipsilateral (Sindroma Weber).

4) Lesi pons yang melibatkan traktus piramidalis (d, pada Gambar 4.;

contohnya pada tumor, iskemia batang otak, perdarahan) menyebabkan

hemiparesis kontralateral atau mungkin bilateral. Biasanya tidak semua

serabut traktus piramidalis terkena karena serabut-serabut tersebut

menyebar di daerah potong-lintang yang lebih luas di daerah pons

dibandingkan di daerah lainnya (misalnya, setingkat kapsula interna).

Serabut-serabut yang mempersarafi nukleus fasialis dan nukleus

8

Page 9: Tutorial Hemiparesis

hipoglosalis telah berjalan ke daerah yang lebih dorsal sebelum mencapai

tingkat ini; dengan demikian, kelumpuhan nervus hipoglosus dan nervus

fasialis tipe sentral jarang terjadi, meskipun dapat disertai oleh defisit

nervus trigeminus atau nervus abdusens ipsilateral (Gambar 5. Dan

Gambar 6.)

5) Lesi pada piramid medula (e pada Gambar 4.; biasanya akibat tumor)

dapat merusak serabut-serabut traktus piramidalis secara terisolasi, karena

serabut-serabut nonpiramidal terletak lebih ke dorsal pada tingkat ini.

Akibatnya, dapat terjadi hemiparesis flaksid kontralateral. Kelemahan

tidak bersifat total (paresis, bukan plegia), karena jaras desendenss lain

tidak terganggu.

6) Lesi traktus piramidalis di medula spinalis. Suatu lesi yang mengenai

traktus piramidalis pada level servikal (f, pada Gambar 4.;misalnya,

akibat tumor, mielitis, trauma) menyebabkan hemiplegia spastik

ipsilateral; ipsilateral karena traktus tersebut telah menyilang pada level

yang lebih tinggi, dan spastik karena traktus tersebut mengandung serabut-

serabut piramidalis dan non piramidalis pada level ini. Lesi bilateral di

medula spinalis servikalis bagian atas dapat menyebabkan kuadriparesis

atau kuadriplegia.

9

Page 10: Tutorial Hemiparesis

Gambar 4 Lokasi-lokasi lesi potensial pada Traktus Piramidalis

10

Page 11: Tutorial Hemiparesis

Gambar 5 Sindroma Tegmentum Pontis Orale

11

Page 12: Tutorial Hemiparesis

Gambar 6. Sindroma Basis Pontis bagian Tengah

1.5. Diagnosis Hemiparesis

Jika terdapat kelumpuhan pada lengan dan kaki pada sisi yang sama, dan

jika tanda UMN merujuk pada lesi sentral, maka lesi kemungkinan berada di

korda spinalis servikal atau otak. Nyeri leher atau pada daerah dermatom servikal

dapat menjadi bukti tempat lesi.

Penyebab tersering hemiparesis pada orang dewasa yaitu infark serebral

atau pendarahan. Awitan secara mendadak, serangan iskemik transien

sebelumnya, dan progresi menjadi derajat maksimum dalam 24 jam pada orang

12

Page 13: Tutorial Hemiparesis

dengan hipertensi atau usia lanjut merupakan indikasi telah terjadi stroke. Jika

tidak terdapat gejala-gejala serebral, dapat diduga terjadi myelitis transversus dari

korda spinalis servikal, tetapi kondisi ini berprogresi secara lambat (beberapa

hari) dan lebih sering menyerang keempat tungkai. Begitu pula dengan sklerosis

multipel yang biasanya bermanifestasi menjadi tanda kortikospinal bilateral

daripada hemiplegia murni.

Jika hemiparesis yang berasal dari serebral berprogresi dalam hari atau

minggu, dapat dicurigai lesi massa serebral, baik pada pasien anak-anak atau

dewasa. Selain tumor otak, kemungkinan lain termasuk malformasi

arteriovenosus, abses otak, atau infeksi lainnya. Kelainan otak metabolik

biasanya mengakibatkan tanda bilateral dengan gangguan mental, tetapi

merupakan penyebab hemiparesis yang jarang. Secara umum, hemiparesis

biasanya merujuk pada lesi serebral daripada lesi di leher, dan penyebabnya dapat

ditemukan dengan melihat gejala klinis dan dengan CT atau MRI.

a. Anamnesis

Jenis awitan. Awitan yang mendadak merujuk pada gangguan vaskular,

seperti stroke, atau akibat racun tertentu atau gangguan metabolik. Awitan

subakut, dalam beberapa hari sampai minggu, biasanya berhubungan dengan

proses neoplastik, infektif, atau inflamasi. Kelumpuhan yang timbul secara

perlahan dalam beberapa bulan atau tahun biasa memiliki dasar herediter,

degeneratif, endokrinologik, atau neoplastik.

Perjalanan. Peningkatan progresif defisit neuron motorik dari awitannya

merujuk pada aktivitas yang berlanjut dari proses yang menyebabkan

kelumpuhan. Progresi episodik merujuk pada penyebab vaskular atau inflamasi.

Progresi secara stabil lebih merujuk pada kelainan neoplastik atau kondisi

degeneratif. Fluktuasi cepat dari gejala dalam periode yang cepat merupakan

karakteristik myasthenia gravis.

Gejala yang berhubungan. Distribusi kelumpuhan dan keberadaan

gejala yang berhubungan dapat mengindikasikan tempat terjadinya lesi.

Contohnya, kelumpuhan pada tangan dan kaki kanan dapat disebabkan oleh lesi

dari korteks motorik kontralateral atau traktus kortikospinal di atas segmen

servikal 5 korda spinalis. Kelumpuhan muka bagian kanan mengindikasikan lesi

berada di atas tingkat nukleus nervus fasialis (N. VII) pada batang otak, dan

adanya aphasia atau gangguan lapang pandang mengindikasikan lesi pada

hemisfer serebral.

13

Page 14: Tutorial Hemiparesis

Rekam medis. Kepentingan rekam medis tergantung dari keluhan pasien

sekarang dan penyakit sebelumnya. Misalnya, pada pasien dengan karsinoma

paru, kelumpuhan tungkai dapat merupakan metastasis atau komplikasi

nonmetastatik dari kanker. Kelumpuhan kaki pada pasien diabetes dapat

merupakan komplikasi yang mempengaruhi saraf atau pleksus perifer.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan

urutan tertentu untuk menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.

1) Pengamatan:

o Gaya berjalan dan tingkah laku

o Simetri tubuh dan ektremitas

o Kelumpuhan badan dan anggota gerak, dll

2) Gerakan volunteer

Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa,

misalnya:

o Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu

o Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti

o Mengepal dan membuka jari-jari tangan

o Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul

o Fleksi dan ekstensi artikulus genu

o Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki

o Gerakan jari- jari kaki

3) Palpasi otot

o Pengukuran besar otot

o Nyeri tekan

o Kontraktur

o Konsistensi

Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada:

- Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis,

HNP

- Kelumpuhan jenis UMN (spastisitas)

- Gangguan UMN ekstrapiramidal (rigiditas)

14

Page 15: Tutorial Hemiparesis

- Kontraktur otot

Konsistensi otot yang menurun terdapat pada:

Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot

Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di “motor end plate”

4) Perkusi otot

o Normal : Otot yang diperkusi akan berkontraksi yang

bersifat setempat dan berlangsung hanya 1

atau 2 detik saja

o Miodema : Penimbunan sejenak tempat yang telah

diperkusi (biasanya terdapat pada pasien

mixedema, pasien dengan gizi buruk)

o Miotonik : Tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk

beberapa detik oleh karena kontraksi otot yang

bersangkutan lebih lama dari pada biasa.

5) Tonus otot

Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa

kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi

pada sendi siku dan lutut.

o Normal : Terdapat tahanan yang wajar

o Flaksid : Tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan

LMN)

o Hipotoni : Tahanan berkurang

o Spastik : Tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan, ini

dijumpai pada kelumpuhan UMN

o Rigid : Tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada

Parkinson.

6) Kekuatan otot

Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan

otot ada dua cara:

a. Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan

pemeriksa menahan gerakan ini

15

Page 16: Tutorial Hemiparesis

b. Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia

disuruh menahan

Cara menilai kekuatan otot:

0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total

1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada

persendiaan yang harus digerakkan oleh otot tersebut

2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya

berat (gravitasi)

3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat

4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit

tahanan yang diberikan

5 : Tidak ada kelumpuhan (normal)

Dari pemeriksaan motorik kita dapat membedakan apakah lesi Sindrom

Lower Motor Neuron atau Upper Motor Neuron

UMN LMN

Spastik Flaksid

Hipertoni Atoni

Atrofi (-) fasikulasi (-) Atrofi + fasikulasi (+)

Klonus (+) Klonus (-)

Refleks patologis (+) Refleks patologis (-)

Hiperefleksia Refleks fisiologis

(hiporefleksi/arefleksi)

Gangguan sensoris (-) dan

otonom(-)

Gangguan sensoris (+)

otonom(+)

Kelumpuhan bukanlah merupakan kelainan yang harus ada pada

tiap gangguan gerak. Pada gangguan gerak oleh kelainan di sistem

ekstrapiramidal dan serebelar, kita tidak mendapatkan kelumpuhan.

Gangguan yang ditimbulkan sistem ekstrapiramidal:

o Gangguan pada tonus otot

16

Page 17: Tutorial Hemiparesis

o Gerakan otot abnormal yang tdk dpt dikendalikan

o Gangguan pada kelancaran gerakan otot volunter 

o Gangguan gerak-otot asosiatif

Gangguan yang ditimbulkan serebelum :

o Gangguan sikap dan tonus

o Ataksia/gangguan koordinasi gerakan

o Dismetria/gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada

waktunya/tepat pada tempat yang dituju

o Tremor intensi. tremor yang timbul waktu melakukan gerakan

volunter dan menjadi lebih nyata ketika gerakan hampir mencapai

tujuannya

o Tiga fungsi penting dari serebelum adalah keseimbangan pengatur

tonus otot dan pengelola serta pengkoordinasi gerakan volunteer

7) Gait

o Hemiplegik gait (gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara

sirkumduksi)

o Spastik/ Scissors gait (gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai)

o Tabetic gait (gaya jalan pada pasien tabes dorsalis)

o Steppage gait (gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese

flaccid/paralisis n. peroneus)

o Waddling gait (gaya berjalan dengan pantat & pinggang bergoyang

berlebihan khas untuk kelemahan otot tungkai proximal misal otot gluteus)

o Parkinsonian gait (gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk,

kedua tungkai berfleksi sedikit pada sendi lutut & panggul. Langkah

dilakukan setengah diseret dengan jangkauan yang pendek-pendek)

17Gambar 7. Macam-macam Gait

Page 18: Tutorial Hemiparesis

BAB II

DIAGNOSIS DIFERENSIAL HEMIPARESIS

2.1Stroke

2.1.1 Definisi

Stroke adalah defisit neurologis, baik fokal maupun global yang

terjadi secara mendadak, oleh karena gangguan pembuluh darah otak

(cerebrovaskular), yang mempunyai pola gejala yang berhubungan dengan

waktu.

Kata stroke berasal dari bahasa Yunani yang berarti suatu serangan

mendadak seperti disambar petir . Stroke adalah serangan otak yang terjadi secara

tiba-tiba dengan akibat kematian atau kelumpuhan bagian tubuh. Karena sifatnya

yang menyerang itu, sindrom ini diberi nama stroke yang artinya kurang lebih

pukulan telak dan mendadak. Stroke disebut juga sebagai CVA (cerebro-vaskuler

accident).

Menurut WHO, penyakit serebrovaskular termasuk stroke adalah

pembunuh nomor 2 di dunia. WHO memperkirakan 5,7 juta kematian terjadi

akibat stroke pada tahun 2005 dan itu sama dengan 9,9 % dari seluruh kematian.

di Indonesia dari data Departemen Kesehatan R.I. (2009), prevalensi stroke

mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke

tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang

terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk).

2.1.2 Klasifikasi

a) Berdasarkan waktu terjadinya

1) TIA (Transient Ischemic Attack)

Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu

singkat dapat dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi

lokal. Secara klinis, gejala yang timbul adalah Transient Ischemic

Attack(TIA) yang timbul dapat berupa hemiparesis sepintas atau amnesia

umum sepintas, yaitu selama < 24 jam.

18

Page 19: Tutorial Hemiparesis

TIA atau yang disebut serangan iskemik sesaat adalah serangan pada

pembuluh darah otak karena terjadi gangguan akut dari fungsi fokal

serebral dengan tanda dan gejala yang hampir sama dengan stroke, tetapi

semua gejala kelumpuhan dan defisit neurologis tersebut akan hilang

kurang dari 24 jam biasanya disebabkan karena emboli atau trombosis.

Sebanyak 50% dari TIA telah sembuh dalam waktu 1 jam dan 90% telah

sembuh dalam waktu 4 jam. Dengan demikian pada umumnya setelah 4

jam sudah dapat dibedakan antara TIA dengan stroke (komplit). Oleh

karena otak mendapat darah dari dua sistem, yaitu sistem karotis dan

sistem vertebrobasilaris.

2) RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)

Sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas sehingga penurunan

CBF regional lebih besar. Pada keadaan ini, mekanisme kompensasi masih

mampu memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari sampai

2 minggu. Keadaan ini secara klinis disebut Reversible Ischemic

Neurologic Deficit (RIND).

3) Progressing stroke atau Stroke in evolution

Sumbatan cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas,

sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tidak dapat mengatasinya.

Dalam keadaan ini timbul defisit neurologis yang berlanjut.Pada bentuk ini

kelainan yang ada masih terus berkembang ke arah yang lebih berat.

4) Completed stroke

Completed stroke diartikan bahwa kelainan neurologis yang ada

sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.

b) Berdasarkan lokasi lesi vaskuler

a. Sistem karotis

Motorik : hemiparese kontralateral, disartria

Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia

Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis

fugaks

Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

19

Page 20: Tutorial Hemiparesis

b. Sistem vertebrobasiler

Motorik : hemiparese alternans, disartria

Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia

Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

2.1.3 Faktor Risiko

Berbagai faktor resiko berperan bagi terjadinya stroke antara lain:

1) Faktor resiko yang tak dapat dimodifikasi, yaitu :

Kelainan pembuluh darah otak, biasanya merupakan kelainan

bawaan. Pembuluh darah yang tidak normal tersebut dapat

pecah atau robek sehingga menimbulkan perdarahan otak.

Jenis kelamin dan penuaan, pria berusia 65 tahun memiliki

resiko terkena stroke iskemik ataupun perdarahan intra

serebrum lebih tinggi sekitar 20 % daripada wanita. Resiko

terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setelah mencapai

50 tahun, setiap penambahan usia 3 tahun meningkatkan risiko

stroke sebesar 11-20%, dengan peningkatan bertambah seiring

usia terutama pada pasien yang berusia lebih dari 64 tahun

dimana pada usia ini 75% stroke ditemukan.

Riwayat keluarga dan genetika, kelainan turunan sangat jarang

menjadi penyebab langsung stroke. namun gen berperan besar

dalam beberapa faktor risiko stroke misalnya hipertensi,

penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah.

Ras

Di Amerika Serikat, insidens stroke lebih tinggi pada populasi

kulit hitam daripada populasi kulit putih. Lelaki negro memiliki

insidens 93 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian

mencapai 51% sedang pada wanita negro memiliki insidens 79

per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian 39,2%. Lelaki kulit

putih memiliki insidens 62,8 per 100.000 jiwa dengan tingkat

20

Page 21: Tutorial Hemiparesis

kematian mencapai 26,3% sedang pada wanita kulit putih

memiliki insidens 59 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian

39,2%.

2) Faktor resiko yang dapat di modifikasi yaitu :

Hipertensi, merupakan faktor resiko utama bagi terjadinya

trombosis infark cerebral dan perdarahan intrakranial.

Hipertensi mengakibatkan pecahnya maupun

menyempitnya pembuluh darah otak.  Pecahnya pembuluh

darah otak menimbulkan perdarahan otak, dan apabila

pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak

terganggu mengakibatkan sel-sel otak mengalami kematian.

Usia 30 tahun merupakan kewaspadaan terhadap

munculnya hipertensi, makin lanjut usia seseorang makin

tinggi kemungkinan terjadinya hipertensi.

Penyakit jantung, beberapa penyakit jantung berpotensi

menyebabkan stroke dikemudian hari antara lain: penyakit

jantung rematik, penyakit jantung koroner, dan gangguan

irama jantung. Faktor resiko ini umumnya menimbulkan

sumbatan/hambatan darah ke otak karena jantung melepas

gumpalan darah atau sel-sel/jaringan yang mati ke dalam

aliran darah. Munculnya penyakit jantung dapat disebabkan

oleh hipertensi, diabetes mellitus, obesitas ataupun

hiperkolesterolemia.

Diabetes mellitus, penyakit diabetes mellitus menyebabkan

penebalan dinding pembuluh darah otak yang berukuran

besar dan akhirnya mengganggu kelancaran aliran darah

otak dan menimbulkan infark otak.

Hiperkolesterolemia, meningginya kadar kolesterol dalam

darah, terutama LDL merupakan faktor resiko penting bagi

terjadinya aterosklerosis sehingga harus segera dikoreksi.

21

Page 22: Tutorial Hemiparesis

Serangan iskemik sesaat, sekitar 1 dari 100 orang dewasa

akan mengalami paling sedikit satu kali serangan iskemik

sesaat ( transient ischemic attack atau TIA) seumur hidup

mereka. Jika tidak diobati dengan benar, sekitar

sepersepuluh dari pasien ini akan mengalami stroke dalam

3 bulan serangan pertama, dan sekitar sepertiga akn terkena

stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.

Obesitas, berat badan berlebih, masih menjadi perdebatan

apakah suatu faktor resiko stroke atau bukan. Obesitas 

merupakan faktor resiko terjadinya penyakit jantung

sehingga obesitas mungkin menjadi faktor resiko sekunder

bagi terjadinya stroke.

Merokok, merokok dapat meningkatkan konsentrasi

fibrinogen; peningkatan ini akan mempermudah terjadinya

penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan

viskositas darah sehingga memudahkan terjadinya

aterosklerosis.

2.1.4 Patofisiologi

Dari percobaan pada hewan maupun manusia, ternyata derajat

ambang batas aliran darah otak yang secara langsung berhubungan dengan

fungsi otak, yaitu :

a. Ambang fungsional

Adalah batas aliran darah otak, sekitar 50-60 cc/ 100 gram/ menit,

yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal,

tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh.

b. Ambang aktivitas listrik otak (treshold of brain electrical activity)

Adalah batas aliran darah otak, sekitar 15 cc/ 100 gram/ menit,

yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal

terhenti, berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam proses

desintegrasi.

22

Page 23: Tutorial Hemiparesis

c. Ambang kematian sel (treshold of neuronal death)

Adalah batas aliran darah otak, kurang dari 15 cc/ 100 gram/ menit,

yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak

ISKEMIA OTAK

Iskemia otak adalah gangguan aliran darah otak yang

membahayakan fungsi neuron tanpa perubahan yang menetap. Bila aliran

darah otak turun pada batas kritis yaitu 10 – 18 ml/ 100 gram otak/ menit

maka akan terjadi penekanan aktivitas neuronal tanpa perubahan struktural

dari sel. Daerah otak dengan keadaan ini dikenal sebagai penumbra

iskemik. Di sini sel relatif inaktif tapi masih viable.

Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen

akibat perbedaan tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang

berbeda, yaitu :

Lapisan inti (ischemic-core)

Daerah di tengah yang sangat iskemik karena CBF-nya paling

rendah sehingga terlihat sangat pucat. Tampak degenerasi neuron,

pelebaran pembuluh darah tanpa adanya aliran darah. Kadar asam laktat di

daerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah. Daerah ini akan mengalami

nekrosis.

Lapisan penumbra (ischemic penumbra)

Daerah di sekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi

masih lebih tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel

neuron tidak sampai mati, tetapi fungsi sel terhenti dan terjadi functional

paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi, dan asam laktat

meningkat. Terdapat kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema

jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan

berwarna pucat. Daerah ini masih mungkin diselamatkan dengan resusitasi

dan manajemen yang tepat, sehingga aliran darah kembali ke daerah

iskemia, dan neuron penumbra tidak mengalami nekrosis.

23

Page 24: Tutorial Hemiparesis

Lapisan perfusi berlebihan (luxury perfusion)

Daerah di sekeliling penumbra yang tampak berwarna kemerahan

dan edema. Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2

tinggi dan kolateral maksimal, sehingga pada daerah ini CBF sangat

meninggi.

Pada 3 jam permulaan iskemia, akan terjadi kenaikan kadar air dan

natrium pada substansia grisea, dan setelah 12 – 48 jam terjadi kenaikan

yang progresif dari kadar air dan natrium pada substansia alba, sehingga

memperberat edem otak dan meningkatkan tekanan intrakranial.

Bila terjadi sumbatan pembuluh darah, maka daerah sentral yang

diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut akan mengalami iskemia berat

sampai infark. Sedangkan di daerah marginal yaitu dengan adanya

sirkulasi kolateral maka sel-selnya masih belum mati, yang oleh Astrup

dkk dikatakan daerah penumbra iskemik. Daerah tersebut bisa membaik

dalam beberapa jam secara spontan maupun dengan terapeutik. Daerah

penumbra ini berkaitan erat dengan penanganan stroke tentang apa yang

disebut sebagai therapeutic window, yaitu 6 – 8 jam setelah awitan.

Apabila bisa ditangani dengan baik maka daerah penumbra akan dapat

diselamatkan sehingga infark tidak bertambah luas.

Pada saat permulaan pembuluh darah di daerah penumbra akan

berdilatasi maksimal karena penurunan tekanan perfusi otak. Di daerah

penumbra iskemik kemudian akan terdapat vasoparalisis, sebaliknya

pembuluh darah di luar daerah penumbra iskemik tetap bereaksi terhadap

perubahan kadar CO2 dan asidosis sehingga terjadi dilatasi, ini disebut

sebagai Steal phenomenon.

Bila tekanan perfusi turun di bawah ambang iskemia kurang lebih

8 – 10 ml/ 100 gram/ menit, maka akan terjadi gangguan biokimiawi

seluler dan gangguan stabilitas membran, yaitu :

Ion K+ mengalir ke ekstraseluler sedangkan natrium dan kalsium

terkumpul dalam sel.

24

Page 25: Tutorial Hemiparesis

Pelepasan asam lemak bebas. Oksidasi dari asam lemak bebas ini

akan menghasilkan metabolit-metabolit yang lebih toksik seperti

radikal bebas, prostaglandin yang menyebabkan vasokonstriksi dan

meningkatnya agregasi trombosit, nantinya akan mengakibatkan

perubahan sel yang irreversibel.

Radikal bebas dalam keadaan normal, diproduksi tubuh

dalam jumlah yang sangat sedikit sebagai bagian produk dari

metabolisme oksidatif terutama dalam mitokondria. Pada keadaan

iskemia fokal, peranan peroksidase-lipid sangat penting karena

merupakan bagian dari patofisiologi iskemi fokal maupun global.

Superoksida, radikal bebas oksigen telah ditemukan pada iskemia

terutama pada periode reperfusi jaringan, yang berasal dari proses

alamiah maupun sebagai tindakan pengobatan. Radikal bebas

oksigen dihasilkan dari proses lipolisis kaskade arakhidonat dalam

sel-sel di daerah penumbra. Sumber lain dari superoksida ialah

aktivitas enzimatik (monoaminoksidase) dalam otooksidase dari

biologiamin (epinefrin, serotonin dan sebagainya). Pada iskemia

fokal, peroksidase lipid ini meningkat aktivitasnya karena :

i. Timbulnya edema otak vasogenik / seluler, telah diketahui

bahwa endotelium memproduksi oksida nitrit (NO) dan pada

keadaan patologik menghasilkan radikal bebas yang akan

memperburuk timbulnya edema.

ii. Pada proses disintegrasi pompa kalsium dan natrium kalium

akibat kerusakan membran sel yang berkaitan dengan pompa

ion. Gangguan ini mempercepat kalsium influks dan natrium

influks ke dalam sel.

iii. Peroksida lipid juga terlihat pada mekanisme eksitatorik

neurotransmitter glutamat. Meningkatnya aktivitas superoksida

mempercepat dan memperbesar pengeluaran neurotransmitter

eksitatorik glutamat dan aspartat. Usaha pengobatan dilakukan

untuk menghambat akibat dari ekses superoksida dengan

25

Page 26: Tutorial Hemiparesis

pemberian anti oksidan seperti glutation, vitamin E, dan L

arginin.

Penurunan kadar ATP

Terjadi asidosis.

Dengan ditemukannya Positron Emission Tomography (PET)

menunjukkan bahwa ada hubungan erat antara aliran darah otak dengan

metabolisme. Pada 24 – 48 jam pertama terjadi penurunan aliran darah

otak lebih besar daripada gangguan metabolisme oksigen, akan tetapi

setelah 72 jam terjadi penurunan yang nyata dari metabolisme

dibandingkan aliran darah otak. Dengan PET dapat pula diketahui bahwa

pada infark akut di satu hemisferium dapat mengakibatkan penurunan

aliran darah otak serta gangguan metabolisme pada hemisferium yang

kontralateral.

INFARK OTAK

26

Page 27: Tutorial Hemiparesis

Gambar 8 Infark pada Otak

Dari percobaan pada hewan terbukti bahwa resusitasi atau

reperfusi pada penutupan atau penghentian aliran darah ke otak

mencetuskan beberapa reaksi kompleks di tingkat mikrosirkulasi, iskemia

berupa edema jaringan, vasospasme kapiler/arteriol, penggumpalan sel-sel

darah merah, asidosis jaringan, aliran kalsium masuk ke dalam sel, dan

dilepaskannya radikal bebas. Perubahan ini dapat demikian hebat sehingga

disebut sebagai reperfusion injury yang berakibat munculnya gejala

neurologik yang relatif menetap.

Pada dasarnya terjadi 2 perubahan sekunder pada periode reperfusi

jaringan iskemia otak :

Hyperemic paska iskemik atau hiperemia reaktif yang disebabkan oleh

melebarnya pembuluh darah di daerah iskemia. Keadaan ini terjadi pada + 20

menit pertama setelah penyumbatan pembuluh darah otak terutama pada

iskemia global otak.

Hipoperfusi paska-iskemik yang berlangsung antara 6-24 jam berikutnya.

Keadaan ini ditandai dengan vasokonstriksi (akibat asidosis jaringan), naiknya

produksi tromboksan A2 dan edema jaringan. Diduga proses ini yang akhirnya

menghasilkan nekrosis dan kerusakan sel yang diikuti oleh munculnya gejala

neurologik.

27

Page 28: Tutorial Hemiparesis

Terdapat perbedaan etiologi iskemi otak fokal dan global. Pada iskemi

global aliran otak secara keseluruhan menurun akibat tekanan perfusi misalnya

karena syok irreversibel karena henti jantung, perdarahan sistemik yang masif,

fibrilasi atrial berat, dan lain-lain. Sedangkan iskemik fokal terjadi akibat

menurunnya tekanan perfusi otak regional. Keadaan ini disebabkan oleh

sumbatan atau pecahnya salah satu pembuluh darah otak di daerah sumbatan

atau tertutupnya aliran darah otak baik sebagian atau seluruh lumen pembuluh

darah otak, penyebabnya antara lain :

Perubahan patologik pada dinding arteri pembuluh darah otak menyebabkan

trombosis yang diawali oleh proses arteriosklerosis di tempat tersebut. Selain

itu proses pada arteriole karena vaskulitis atau lipohialinosis dapat

menyebabkan stroke iskemik karena infark lakunar.

Perubahan akibat proses hemodinamik dimana tekanan perfusi sangat menurun

karena sumbatan di bagian proksimal pembuluh arteri seperti sumbatan arteri

karotis atau vertebro-basilar.

Perubahan akibat perubahan sifat darah, misalnya sickle-cell, leukemia akut,

polisitemia, hemoglobinopati dan makroglobulinemia.

Tersumbatnya pembuluh darah akibat emboli daerah proksimal, misalnya

“artery to artery thrombosis”, emboli jantung dan lain-lain.

Sebagai akibat dari penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu,

maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemi. Perubahan ini

dimulai di tingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti

dengan kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel,

selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron.

Disamping itu terjadi pula perubahan-perubahan pada ekstraseluler,

karena peningkatan pH jaringan serta kadar gas darah, keluarnya zat

neurotransmitter (glutamat) serta metabolisme sel-sel yang iskemik, disertai

kerusakan blood brain barrier. Seluruh proses ini merupakan perubahan yang

terjadi pada stroke iskemik.

28

Page 29: Tutorial Hemiparesis

PERUBAHAN FISIOLOGIK PADA ALIRAN DARAH OTAK

Pada fase stroke akut, perubahan terjadi pada aliran darah otak. Pada

daerah yang terkena iskemia, aliran darah menurun secara signifikan. Secara

mikroskopik daerah yang iskemik (penumbra) yang pucat ini dikelilingi oleh

daerah yang hiperemis di bagian luar, yaitu daerah yang disebut sebagai

“luxury perfusion” karena melebihi kebutuhan metabolik, sebagai akibat

mekanisme sistem kolateral yang mencoba mengatasi keadaan iskemia. Di

daerah sentral dari fokus iskemik ini terdapat inti yang terdiri atas jaringan

nekrotik atau jaringan dengan tingkat iskemi yang terberat.

Konsep “penumbra iskemia” merupakan dasar pada pengobatan

stroke, karena merupakan manifestasi terdapatnya struktur seluler neuron yang

masih hidup dan mungkin masih reversibel apabila dilakukan pengobatan yang

cepat.

Usaha pemulihan daerah penumbra dilakukan dengan reperfusi harus

tepat waktunya supaya aliran darah kembali ke daerah iskemia tidak terlambat,

sehingga neuron penumbra tidak mengalami nekrosis.

Komponen waktu ini disebut sebagai “therapeutic window” yaitu

jendela waktu reversibilitas sel-sel neuron penumbra terjadi dengan melakukan

tindakan resusitasi sehingga neuron ini dapat diselamatkan. Perlu diingat di

daerah penumbra ini sel-sel neuron masih hidup akan tetapi metabolisme

oksidatif sangat berkurang, pompa-pompa ion sangat minimal mengalami

proses depolarisasi neuronal.

Perubahan lain yang terjadi adalah kegagalan autoregulasi di daerah

iskemia, sehingga respons arteriole terhadap perubahan tekanan darah dan

oksigen / karbondioksida menghilang. Selain itu mekanisme patologi lain yang

terjadi pada aliran darah otak adalah, berkurangnya aliran darah seluruh

hemisfer di sisi yang sama dan juga di sisi hemisfer yang berlawanan

(diaschisis) dalam tingkat yang lebih ringan.

Perubahan aliran darah otak bersifat umum / global akibat stroke ini

disebut diaschisis (Meyer et al), yang merupakan reaksi global terhadap aliran

darah otak, dimana seluruh aliran darah otak berkurang / menurun. Kerusakan

29

Page 30: Tutorial Hemiparesis

hemisfer terutama / lebih besar pada sisi yang tersumbat (ipsilateral dari

sumbatan).

Proses diaschisis berlangsung beberapa waktu (hari sampai minggu)

tergantung luasnya infark. Mekanisme proses ini diduga karena perubahan

global dan pengaturan neurotransmiter.

PERUBAHAN PADA TINGKAT SELULER / MIKROSIRKULASI

Astrup dkk (1981) menunjukkan bahwa pengaruh iskemia terhadap

integritas dan struktur otak pada daerah penumbra terletak antara batas

kegagalan elektrik otak (electrical failure) dengan batas bawah kegagalan ionik

(ion-pump failure). Selanjutnya dikatakan bahwa aliran darah otak di bawah

17 cc/ 100 gram otak / menit, menyebabkan aktivitas otak listrik berhenti

walaupun kegiatan ion-pump masih berlangsung.

Sedangkan Hakim (1998) menetapkan bahwa neuron penumbra masih

hidup jika CBF berkurang di bawah 20 cc/ 100 gram otak / menit dan kematian

neuron akan terjadi apabila CBF di bawah 10 cc/ 100 gram otak / menit.

Daerah penumbra pada “misery perfusion” ini, jika aliran darahnya

dicukupi kembali sebelum “therapeutic window”, dapat kembali normal dalam

waktu singkat. Sedangkan sebagian lesi tetap akan mengalami kematian setelah

beberapa jam atau hari setelah iskemik otak temporer.

Dengan kata lain di daerah “ischemic core” kematian sudah terjadi

sehingga mengalami nekrosis akibat kegagalan energi (energy failure) yang

secara dahsyat merusak dinding sel beserta isinya sehingga mengalami lisis

(sitolisis), di lain pihak pada daerah penumbra jika terjadi iskemia

berkepanjangan sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya sehingga

akan terjadi kematian sel, yang secara akut timbul melalui proses apoptosis :

disintegrasi elemen-elemen seluler secara bertahap dengan kerusakan dinding

sel yang disebut “programmed cell death”.

Kumpulan sel-sel ini disebut sebagai “selectively vulnerable neuron”.

Pada neuron-neuron tersebut terdapat hierarchi sensitivitas terhadap iskemia

diawali pada daerah hypokampus CA I dan sebagian kolikulus inferior,

kemudian jika iskemia lebih dari 5 menit (10-15 menit) akan diikuti oleh lapis

30

Page 31: Tutorial Hemiparesis

3 dan 5 dari Neocortex Striatum Septum, sektor CA 3 hipokampus, talamus,

korpus genikulatum medial dan substansia nigra. Meskipun ditemukan pada

binatang, kenyataan ini menunjukkan bahwa di daerah sistem limbik dan

ganglia basal terdapat sel-sel yang sensitif terhadap iskemia. Hal yang juga

menarik adalah bahwa sel-sel yang sensintif terhadap iskemia terutama

merupakan bagian dari serabut yang terisi glutamat. Iskemia menyebabkan

aktivitas intraseluler Ca2+ meningkat menyebabkan aktivitas Ca2+ di “synaptic

cleft” bertambah dengan akibat sekresi yang berlebihan dari neurotransmitter

termasuk glutamat, aspartat dan kainat yang bersifat eksitotoksin.

Disamping itu Abe dkk (1987) yang diulas oleh Kogure (1992),

membuktikan bahwa, akibat lamanya stimulasi reseptor metabolik oleh zat-zat

yang dikeluarkan oleh sel, menyebabkan juga aktivasi reseptor neurotropik

yang merangsang pembukaan Ca2+ channel yang tidak tergantung pada kondisi

tegangan potensial membran seluler disebut “receptor operated gate opening”

disamping terbukanya Ca2+ channel akibat aktivasi NMDA reseptor “voltage

operated gate opening” yang telah terjadi sebelumnya. Kedua proses tersebut

mengakibatkan masuknya Ca2+ ion ekstraseluler ke dalam ruang intraseluler.

Jika proses berlanjut, pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan membran

sel dan rangka sel (cytoskeleton) melalui terganggunya proses fosforilase dari

regulator sekunder sintesa protein, proses proteolisis dan lipolisis yang akan

menyebabkan ruptur atau nekrosis.

Disamping neuron-neuron yang sensitif terhadap iskemia, kematian

sel dapat langsung terjadi pada iskemia berat dengan hilangnya energi secara

total dari sel karena berhentinya aliran darah. Disamping itu desintegrasi

sitoplasma dan disrupsi membran sel juga menghasilkan ion-ion radikal bebas

yang dapat lebih memperburuk keadaan lingkungan seluler.

2.1.5 Diagnosis Stroke

The American Heart Association telah mempublikasikan suatu

pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk membantu penyedia perawatan

menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi agresif mungkin

diperlukan.

31

Page 32: Tutorial Hemiparesis

Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non

hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke,

dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka

langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang

mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan

tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti

mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara

keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan

anamnesis

2. Pemeriksaan klinis neurologis

Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila

dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-

tandanya.

3.Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.

Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :

32

Page 33: Tutorial Hemiparesis

3.a.Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

Algoritma Stroke Gadjah Mada

33

Page 34: Tutorial Hemiparesis

3b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score

Tabel Siriraj Stroke Score (SSS)

Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik

1. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

Pemeriksaan Penunjang

           Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan

penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang

disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk

mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda

dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT  Scan

berguna  untuk  menentukan:

 jenis  patologi

lokasi  lesi

ukuran  lesi

menyingkirkan  lesi  non  vaskuler

MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang

magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh

lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah

pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam

beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan

kemudian selama perawatan  pasien jika detail yang lebih baik diperlukan

untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis

34

Page 35: Tutorial Hemiparesis

tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat

dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.

Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk

secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa

menggunakan pipa atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA (magnetic

resonance angiogram). Metode MRI lain disebut dengan diffusion weighted

imaging (DWI) ditawarkan di beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat

mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak

yang berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke

sampai lebih dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-

kadang tidak dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah

test garis depan untuk mengevaluasi pasien stroke.

Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat

warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah

di otak dapat memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous

malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi

dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser

angiogram konvensional.

Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-

kadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang

dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna

diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun

angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling

detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya

jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah

perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini

juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri

carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah

dipertimbangkan untuk dilakukan.

Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa

injeksi atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk

35

Page 36: Tutorial Hemiparesis

menampakkan penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis

(arteri utama di leher yang mensuplai darah ke otak)

Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering

dilakukan pada pasien  stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram

adalah  tes dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan

peralatan microphone pada dada atau turun melalui esophagus

(transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor

Holter  sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap

menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi

irama jantung yang abnormal.

Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein

yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk

adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat

meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah  juga

diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat

diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah

screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas

elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.

Tabel Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.

Tabel Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

36

Page 37: Tutorial Hemiparesis

Tabel Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

37

Page 38: Tutorial Hemiparesis

2.1.6 Penatalaksanaan

A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat

Terapi Umum

a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.

Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen

b. Stabilisasi hemodinamik

Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan

hipotonik)

Optimalisasi tekanan darah

Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah

mencukupi, dapat diberikan obat-obat vasopressor.

Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.

Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.

c. Pemeriksaan awal fisik umum

Tekanan darah

Pemeriksaan jantung

Pemeriksaan neurologi umum awal

Derajat kesadaran

Pemeriksaaan pupil dan okulomotor

Keparahan hemiparesis

d. Pengendalian peninggian TIK

Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan

dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik

pada hari pertama stroke

Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan

pasien yang mengalami penurunan kesadaran

Sasaran terapi TIK < 20 mmHg

Elevasi kepala 20-30º.

Hindari penekanan vena jugulare

Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

Hindari hipertermia

38

Page 39: Tutorial Hemiparesis

Jaga normovolemia

Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20

menit, diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide

dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV.

Intubasi untuk menjaga normoventilasi.

Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat

stroke iskemik serebelar

e. Pengendalian Kejang

Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti

phenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan

maksimum 50 mg/menit.

Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat

antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan

dan dihentikan bila kejang tidak ada.

f. Pengendalian suhu tubuh

Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan

antipiretika dan diatasi penyebabnya.

Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC

g. Pemeriksaan penunjang

EKG

Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal

hemostasis, KGD, analisa urin, AGDA dan elektrolit.

Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal

Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada

B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap

1. Cairan

Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12

mmHg.

39

Page 40: Tutorial Hemiparesis

Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB.

Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari

ditambah pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.

Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu

diperiksaa dan diganti bila terjadi kekuranngan.

Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGDA.

Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.

2. Nutrisi

Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam.

Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan

atau kesadaran menurun.

Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari

3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi

Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut

(aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus,

komplikasi ortopedik dan fraktur)

Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan

sensitivitas kuman.

Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.

4. Penatalaksanaan medik yang lain

Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga

normoglikemia.

Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas

lainnya.

Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi

Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi.

Mobilisasi berthap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.

Rehabilitasi

Edukasi keluarga.

Discharge planning.

40

Page 41: Tutorial Hemiparesis

Pengelolaan Khusus Stroke Non Hemoragik

1. Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin

dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA

(recombinant tissue Plasminogen Activator).

2. Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam.

Pengelolaan Khusus Stroke Hemoragik

-Pengelolaan Konservatif Perdarahan Intra Serebral

Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari,

Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg

sudah terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status koagulasi

seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin

100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat warfarin

dengan prothrombine time memanjang.Untuk mengurangi kerusakan

jaringan iskemik disekeliling hematom dapat diberikan obat-obat yang

mempunyai sifat neuropriteksi.

-Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid

o Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada

pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya

diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.

o Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium

Channel Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama

21 hari atau 15 – 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian

dilanjutkan per oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk

mencegah terjadinya vasospasme yang biasanya terjadi pada hari

ke 7 sesudah iktus yang berlanjut sampai minggu ke dua setelah

iktus. Bila terjadi vasospasme dapat dilakukan balance positif

cairan 1 – 2 Liter diusahakan tekanan arteri pulmonalis 18 – 20

mmHg dan Central venous pressure 10 mmHg, bila gagal juga

dapat diusahakan peningkatan tekanan sistolik sampai 180 – 220

mmHg menggunakan dopamin.

41

Page 42: Tutorial Hemiparesis

Guidline Tindakan PIS Dengan Pembedahan

Tidak dioperasi bila :

pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal

pasien dengan GCS < 4. Meskipun pasien dengan GCS <4 dengan

perdarahan serebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk

live saving.

Dilakukan operasi bila :

pasien dengan perdarahan serebral > 3 cm dengan perburukan klinis atau

kompresi btang otak dan hidrosefalus harus segera dibedah.

PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma, malformasi AV dibedah jika

mempunyai harapan outcome yangt baik dan lesi strukturalnya terjangkau

Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang sampai dengan besar

yang memburuk.

-Pengelolaan Operatif

Tujuan pengelolaan operatif adalah : Pengeluaran bekuan darah,

Penyaluran cairan serebrospinal & Pembedahan mikro pada pembuluh

darah.

Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi

adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri.

2.1.7. Komplikasi

Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala

klinik stroke menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus

dikenali sejak dini sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan

dapat menentukan terapi yang sesuai. Komplikasi pada stroke yaitu:

1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):

1. Edema serebri:

2. Abnormalitas jantung

3. KejangNyeri kepala

4. Gangguan fungsi menelan dan asprasi

42

Page 43: Tutorial Hemiparesis

2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):

1. Pneumonia

2. Emboli paru

3. Perdarahan gastrointestinal:

4. Stroke rekuren

5. Abnormalitas jantung

6. Deep vein Thrombosis (DVT)

7. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin

3. Komplikasi jangka panjang

1. Stroke rekuren

2. Abnormalitas jantung

3. Kelainan metabolik dan nutrisi

4. Depresi

5. Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.

2.2. Tumor Otak

2.2.1 Definisi

- Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak

(benigna) ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam

ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang

belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan

selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase

2.2.2 Etiologi

- Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara

pasti, walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan.

Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :

1. Herediter

2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest).

3. Radiasi

4. Virus

5. Substansi-substansi Karsinogenik—

-

43

Page 44: Tutorial Hemiparesis

2.2.3 Klasifikasi

— -Berdasarkan gambaran histopatologi,klasifikasi tumor otak yang penting

dari segi klinis, dapat dilihat pada Tabel-1 (dikutip dari Black 199)

2.2.4 Gambaran Klinis

—-Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdoagnosa secara dini,

karena pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan

eragukan tapi umumnya berjalan progresif. Manifestasi klinis tumor otak

dapat berupa:

Gejala Serebral Umum

—-Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia),

yang dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah

tersinggung, emosi, labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial,

kehilangan inisiatif dan spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan

depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus.

1. Nyeri Kepala

—-Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan

30% gejala awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala

lanjut diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari

ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah

berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta pada

keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi intrakranial.

44

Page 45: Tutorial Hemiparesis

Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai

tumor otak.

2. Muntah

—-Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala.

Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya

muntah bersifat proyektif dan tak disertai dengan mual.

3. Kejang

—-Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak

pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut.

Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu

dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:

Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun

Mengalami post iktal paralisis

Mengalami status epilepsi

Resisten terhadap obat-obat epilepsi

Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain

Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50%

pasen dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25%

pada glioblastoma.

4. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial

—-Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang

timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan enurunan

kesadaran. Pada pemeriksaan ditemukan papil udem. Keadaan ini

perlu tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman

herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya

N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK

tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma,

spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan

craniopharingioma.

Gejala Spesifik Tumor Otak

1. Lobus frontal

45

Page 46: Tutorial Hemiparesis

Menimbulkan gejala perubahan kepribadian

Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra

lateral, kejang fokal

Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia

Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster

kennedy

Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia

2. Lobus parietal

Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi

homonym

Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada

girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s

3. Lobus temporal

Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang

didahului dengan aura atau halusinasi

Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan

hemiparese

Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan

gejala choreoathetosis, parkinsonism.

4. Lobus oksipital

Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan

penglihatan

Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia

berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia

5. Tumor di ventrikel ke III

Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala

menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian

tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan

kabur, dan penurunan kesadaran

6. Tumor di cerebello pontin angel

Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma

46

Page 47: Tutorial Hemiparesis

Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa

gangguan fungsi pendengaran

Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah

pontin angel

7. Tumor Hipotalamus

Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe

Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan

perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism,

gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan

8. Tumor di cerebelum

Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat

erjadi disertai dengan papil udem

Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan

spasme dari otot-otot servikal

9. Tumor fosa posterior

Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai

dengan nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari

medulloblastoma.

2.2.5 Diagnosis

—-Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita

tumor otak yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang

teliti, adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu yaitu CT-Scan

dan MRI. Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan

oleh penderita yang mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan

di atas. Misalnya ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan

melalui pemeriksaan fisik neurologik mungkin ditemukan adanya gejala

seperti edema papil dan defisit lapangan pandang.

2.2.6 Pemeriksaaan Penunjang

—-Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang

spesifik untuk memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.

47

Page 48: Tutorial Hemiparesis

Elektroensefalografi (EEG)

Foto polos kepala

Arteriografi

Computerized Tomografi (CT Scan)

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

2.2.7 Terapi

Pemilihan jenis terapi pada tumor otak tergantung pada beberapa faktor,

antara lain  : kondisi umum penderita

tersedianya alat yang lengkap

pengertian penderita dan keluarganya

luasnya metastasis.

Adapun terapi yang dilakukan, meliputi Terapi Steroid, pembedahan,

radioterapi dan kemoterapi.

Terapi Steroid

—-Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial,

namun tidak berefek langsung terhadap tumor.

Pembedahan

—-Pembedahan dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis histologik dan

untuk mengurangi efek akibat massa tumor. Kecuali pada tipe-tipe tumor

tertentu yang tidak dapat direseksi.

—-Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembedahan tumor

otak yakni: diagnosis yang tepat, rinci dan seksama, perencanaan dan persiapan

pra bedah yang lengkap, teknik neuroanastesi yang baik, kecermatan dan

keterampilan dalam pengangkatan tumor, serta perawatan pasca bedah yang

baik, Berbagai cara dan teknik operasi dengan menggunakan kemajuan

teknologi seperti mikroskop, sinar laser, ultrasound aspirator, bipolar

coagulator, realtime ultrasound yang membantu ahli bedah saraf mengeluarkan

massa tumor otak dengan aman.

Radioterapi

—-Tumor diterapi melalui radioterapi konvensional dengan radiasi total

sebesar 5000-6000 cGy tiap fraksi dalam beberapa arah. Kegunaan dari

48

Page 49: Tutorial Hemiparesis

radioterapi hiperfraksi ini didasarkan pada alasan bahwa sel-sel normal lebih

mampu memperbaiki kerusakan subletal dibandingkan sel-sel tumor dengan

dosis tersebut. Radioterapi akan lebih efisien jika dikombinasikan dengan

kemoterapi intensif.

Kemoterapi

—-Jika tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan,

kemoterapi tetap diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode yang

beragam. Pada tumor-tumor tertentu seperti meduloblastoma dan astrositoma

stadium tinggi yang meluas ke batang otak, terapi tambahan berupa kemoterapi

dan regimen radioterapi dapat membantu sebagai terapi paliatif

2.2.8 Prognosis

—-Prognosisnya tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di Negara-

negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui

pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun (5

years survival) berkisar 50-60% dan angka ketahanan hidup 10 tahaun (10

years survival) berkisar 30-40%.—-

2.3 2.3 MENINGITIS TB

2.3.1 2.3.1 Definisi

Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak

(meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis

(en.wikipedia.org). Penyakit ini merupakan salah satu bentuk komplikasi

yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul

di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai

daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan

selaput otak.

Tuberkulosis yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan

dalam tiga bentuk, yakni meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis.

Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus terbanyak

berupa meningitis tuberkulosis. Di Amerika Serikat yang bukan merupakan

49

Page 50: Tutorial Hemiparesis

negara endemis tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1% dari semua

kasus tuberkulosis.

2.3.2 Patofisiologi

Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran

tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat

juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak

ditemukan adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke

sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat

menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan

beberapa fokus metastase yang biasanya tenang.

Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun

1951. Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di

otak, selaput otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara

hematogen selama masa inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan

tuberkulosis kronik walaupun jarang (Darto Saharso, 1999). Bila penyebaran

hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka akan langsung menyebabkan

penyakit tuberkulosis primer seperti TB milier dan meningitis tuberkulosis.

Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi dari fokus tuberkulosis

(TB pasca primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi tersebut adalah trauma

kepala.

Primernya Di Paru-Paru

Kuman kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel.

Tumpahan protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan merangsang

reaksi hipersensitivitas yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi

radang yang paling banyak terjadi di basal otak. Selanjutnya meningitis yang

menyeluruh akan berkembang.

Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis

tuberkulosis:

1) Araknoiditis proliferatif

Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa

fibrotik yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus

50

Page 51: Tutorial Hemiparesis

pembuluh darah. Reaksi radang akut di leptomening ini ditandai

dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di basis

otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma

dengan nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan

mengalami organisasi dan mungkin mengeras serta mengalami

kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami

paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI,

kemudian III dan IV, sehingga akan timbul gejala diplopia dan

strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka kiasma optikum

menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa buta

bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial

VIII akan menyebabkan gangguan pendengaran yang sifatnya

permanen.

2) Vaskulitis

Dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang

melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini

menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark

serebri. Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila

pasien selamat. Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri cerebri

media atau arteri karotis interna, maka akan timbul hemiparesis dan

apabila infarknya bilateral akan terjadi quadriparesis. Pada

pemeriksaan histologis arteri yang terkena, ditemukan adanya

perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika adventisia

ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan

tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada tunika media tidak tampak

kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang perubahan

fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi subendotel,

proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering

terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta cabang-

cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat

mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan

trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya

51

Page 52: Tutorial Hemiparesis

flebitis tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan

infiltrasi sel mononuklear dan perubahan fibrin.

3) Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna

basalis yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan

serebrospinalis.

Adapun perlengketan yang terjadi dalam kanalis sentralis medulla spinalis

akan menyebabkan spinal block dan paraplegia.

Gambaran patologi yang terjadi pada meningitis tuberkulosis ada 4 tipe,

yaitu:

1. Disseminated milliary tubercles, seperti pada tuberkulosis milier;

2. Focal caseous plaques, contohnya tuberkuloma yang sering

menyebabkan meningitis yang difus;

3. Acute inflammatory caseous meningitis

Terlokalisasi, disertai perkijuan dari tuberkel, biasanya di korteks

Difus, dengan eksudat gelatinosa di ruang subarakhnoid

4. Meningitis proliferatif

Terlokalisasi, pada selaput otak

Difus dengan gambaran tidak jelas

Gambaran patologi ini tidak terpisah-pisah dan mungkin terjadi bersamaan

pada setiap pasien. Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu umur, berat dan lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon

pengobatan yang diberikan, virulensi dan jumlah kuman juga merupakan faktor

yang mempengaruhi.

2.3.3 Manifestasi Klinis

Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa

dikelompokkan dalam tiga stadium:

Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)

Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu

Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan

neurologis

52

Page 53: Tutorial Hemiparesis

Gejala:

demam (tidak terlalu

tinggi)

rasa lemah

anorexia

nyeri perut

sakit kepala

tidur terganggu

mual, muntah

konstipasi

apatis

irritable

Pada bayi, irritable dan ubun- ubun menonjol merupakan

manifestasi yang sering ditemukan; sedangkan pada anak yang lebih

tua memperlihatkan perubahan suasana hati yang mendadak,

prestasi sekolah menurun, letargi, apatis, mungkin saja tanpa

disertai demam dan timbul kejang intermiten. Kejang bersifat

umum dan didapatkan sekitar 10-15%.

Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka

stadium I akan berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan

akan langsung masuk ke stadium III.

Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)

Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen.

Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang

terbentuk diatas lengkung serebri.

Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+)

kecuali pada bayi.

Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly

berwarna abu) di dasar otak " menyebabkan gangguan otak /

batang otak.

Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan

mengakibatkan kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus,

gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel di

koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan

kadang medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan

karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat terjadi akibat infark

bilateral atau edema otak yang berat.

53

Page 54: Tutorial Hemiparesis

Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah

gejala utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan.

Sedangkan pada anak yang lebih besar, sakit kepala adalah keluhan

utamanya, dan kesadarannya makin menurun.

Gejala:

Akibat rangsang meningen " sakit kepala berat dan muntah

(keluhan

utama)

Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak:

disorientasi

bingung

kejang

tremor

hemibalismus / hemikorea

hemiparesis / quadriparesis

penurunankesadara

Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial:

Saraf kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan

VII

Tanda: - strabismus - diplopia

ptosis - reaksi pupil lambat

gangguan penglihatan kabur

Stadium III (koma / fase paralitik)

Terjadi percepatan penyakit, berlandsung selama ± 2-3 minggu

Gangguan fungsi otak semakin jelas.

Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau

strangulasi oleh eksudat yang mengalami organisasi.

Gejala:

Nadi dan pernapasan irregular

demam tinggi (hiperpireksia)

edema papil

hiperglikemia

kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk,

stupor, koma.

otot ekstensor menjadi kaku dan spasme,opistotonus.

54

Page 55: Tutorial Hemiparesis

pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali.akhirnya, pasien

dapat meninggal

55

Page 56: Tutorial Hemiparesis

Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu

dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu

sebelum pasien meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebit berlangsung

selama 1 minggu.

Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang

penyakitnya telah berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila

pengobatan terlambat atau tidak adekuat.

2.3.4 Kriteria Diagnosis

Anamnesa

Pemeriksaan fisik: tergantung stadium penyakit. Tanda rangsang

meningen seperti kaku kuduk biasanya tidak ditemukan pada anak

berusia kurang dari 2 tahun.

Uji tuberkulin positif. Pada 40% kasus, uji tuberkulin dapat negatif.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium

o Darah: anemia ringan, peningkatan laju endap darah pada 80%

kasus.

o Cairan otak dan tulang belakang / liquor cerebrospinalis (dengan

cara pungsi lumbal) :

Warna: jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk

batang-batang. Dapat juga berwarna xanhtochrom bila penyakitnya

telah berlangsung lama dan ada hambatan di medulla spinalis.

Jumlah sel: 100 – 500 sel / μl. Mula-mula, sel polimorfonuklear

dan limfosit sama banyak jumlahnya, atau kadang-kadang sel

polimorfonuklear lebih banyak (pleositosis mononuklear). Kadang-

kadang, jumlah sel pada fase akut dapat mencapai 1000 / mm3.

Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm3). Hal ini

menyebabkan liquor cerebrospinalis dapat berwarna xanthochrom

dan pada permukaan dapat tampak sarang laba-laba ataupun

bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen (Iskandar

Japardi, 2002).

56

Page 57: Tutorial Hemiparesis

Kadar glukosa: biasanya menurun (<>liquor cerebrospinalis

dikenal sebagai hipoglikorazia. Adapun kadar glukosa normal pada

liquor cerebrospinalis adalah ±60% dari kadar glukosa darah.

Kadar klorida normal pada stadium awal, kemudian menurun

Pada pewarnaan Gram dan kultur liquor cerebrospinalis dapat

ditemukan kuman

Dari pemeriksaan radiologi:

Foto toraks : dapat menunjukkan adanya gambaran

tuberkulosis.

Pemeriksaan EEG (electroencephalography)

CT-scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya

kelainan di daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus.

Gambaran dari pemeriksaan CT-scan dan MRI (Magnetic

Resonance Imaging)

2.3.5 Terapi

Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yakni:

Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis,

yakni isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.

Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan

rifampisin hingga 12 bulan.

Berikut ini adalah keterangan mengenai obat-obat anti tuberkulosis yang

digunakan pada terapi meningitis tuberkulosis:

Isoniazid

Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Dosis harian yang biasa

diberikan adalah 5-15 mg / kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg / hari

dan diberikan dalam satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia

umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk

sirup 100 mg / 5 ml. Konsentrasi puncak di darah, sputum, dan liquor

cerebrospinalis dapat dicapai dalam waktu 1-2 jam dan menetap

paling sedikit selama 6-8 jam. Isoniazid terdapat dalam air susu ibu

yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta.

57

Page 58: Tutorial Hemiparesis

Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik dan

neuritis perifer.

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat

memasuki semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman

yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan

baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam

sebelum makan) dan kadar serum puncak dicapai dalam 2 jam.

Rifampisin diberikan dalam bentuk oral, dengan dosis 10-20 mg /

kgBB / hari, dosis maksimalmya 600 mg per hari dengan dosis satu

kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid,

dosis rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari dan dosis

isoniazid 10 mg/ kgBB / hari. Rifampisin didistribusikan secara luas ke

jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Distribusi

rifampisin ke dalam liquor cerebrospinalis lebih baik pada keadaan

selaput otak yang sedang mengalami peradangan daripada keadaan

normal. Efek samping rifampisin adalah perubahan warna urin, ludah,

keringat, sputum, dan air mata menjadi warma oranye kemerahan.

Efek samping lainnya adalah mual dan muntah, hepatotoksik, dan

trombositopenia.

Pirazinamid

Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi

baik pada jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis.

Obat ini bersifat bakterisid hanya pada intrasel dan suasana asam dan

diresorbsi baik pada saluran cerna. Dosis pirazinamid 15-30 mg /

kgBB / hari dengan dosis maksimal 2 gram / hari. Kadar serum puncak

45 μg / ml tercapai dalam waktu 2 jam.. Efek samping pirazinamid

adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna, dan hiperurisemia

(jarang pada anak-anak).

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap

kuman ekstraselular pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak

58

Page 59: Tutorial Hemiparesis

efektif untuk membunuh kuman intraselular. Streptomisin diberikan

secara intramuskular dengan dosis 15-40 mg / kgBB / hari, maksimal 1

gram / hari, dan kadar puncak 45-50 μg / ml dalam waktu 1-2 jam.

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi

tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin

berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura dan diekskresi

melalui ginjal. Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat

kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita

tuberkulosis berat. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus

kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran,

dengan gejala berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing.

Etambutol

Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat

bersifat bakterid jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi

intermiten. Selain itu, berdasarkan pengalaman, obat ini dapat

mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain. Dosis

etambutol adalah 15-20 mg / kgBB / hari, maksimal 1,25 gram / hari

dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 μg dalam waktu 24 jam.

Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg.

Etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada

pemberian oral dengan dosis satu atau dua kali sehari, tetapi tidak

berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis.

Kemungkinan toksisitas utama etambutol adalah neuritis optik dan

buta warna merah-hijau, sehingga seringkali penggunaannya dihindari

pada anak yang belum dapat diperiksa tajam penglihatannya..

Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai pelaksanaan tuberkulosis

pada anak, etambutol dianjurkan penggunaannya pada anak dengan

dosis 15-25 mg / kgBB / hari.

Bukti klinis mendukung penggunaan steroid pada meningitis

tuberkulosis sebagai terapi ajuvan. Penggunaan steroid selain sebagai anti

inflamasi, juga dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati

edema otak. Steroid yang dipakai adalah prednison dengan dosis 1-2 mg /

59

Page 60: Tutorial Hemiparesis

kgBB / hari selama 4-6 minggu, setelah itu dilakukan penurunan dosis

secara bertahap (tappering off) selama 4-6 minggu sesuai dengan lamanya

pemberian regimen.

2.3.6 Komplikasi

Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis tuberkulosis

adalah gejala sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis

spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele

minor dapat berupa kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan

ringan pada koordinasi, dan spastisitas. Komplikasi pada mata dapat berupa

atrofi optik dan kebutaan. Gangguan pendengaran dan keseimbangan

disebabkan oleh obat streptomisin atau oleh penyakitnya sendiri. Gangguan

intelektual terjadi pada kira-kira 2/3 pasien yang hidup. Pada pasien ini

biasanya mempunyai kelainan EEG yang berhubungan dengan kelainan

neurologis menetap seperti kejang dan mental subnormal. Kalsifikasi

intrakranial terjadi pada kira-kira 1/3 pasien yang sembuh. Seperlima

pasien yang sembuh mempunyai kelainan kelenjar pituitari dan

hipotalamus, dan akan terjadi prekoks seksual, hiperprolaktinemia, dan

defisiensi ADH, hormon pertumbuhan, kortikotropin dan gonadotropin.

2.4 Todd’s Paralisis

Todd paralisis adalah kondisi neurologis yang ditandai dengan periode

singkat kelumpuhan setelah kejang. Kelumpuhan yang mungkin sebagian atau

lengkap umumnya pada satu sisi tubuh dan biasanya reda sepenuhnya dalam

waktu 48 jam.

Todds paralisis pada mulanya dapat terancukan dengan stroke.

Hemipharese menyertai kejang-kejang setempat, namun tanda kelemahan dan

neurologis hilang secara sempurna dalam 24 jam dari konvulsi. Meskipun

penyebab todds paralisis belum diketahui secara pasti, hemiparese mungkin

karena akibat dari penomena penghambat, mungkin terkait dengan disfungsi

neurotransmiter.

Sebenarnya dengan riwayat hipertensi yang diderita kita bisa curiga ada

gangguan vaskuler — membentuk epileptic area di otak yang mendasari

60

Page 61: Tutorial Hemiparesis

terjadinya kejang pada pasien. Serangan sebelumnya menunjukkan kemungkinan

pasien mengalami epilepsi parsial. Keadaan yang lemas pada saat dirawat hari-

hari pertama menunjukkan Todd’s Paralysis yang biasa terjadi pada pasien pasca

konvulsi. Terapi dengan antiepilepsi dan suportif untuk kelemahan seluruh tubuh

yang dialami.

Todd paralisis dapat mempengaaruhi kemampuan berbicara dan

penglihatan. Penyebab paralisis todd tidak diketahui. Teori lain menyebutkan

kelainan dari korteks motorik primer. Pemeriksaan dari seorang individu yang

mengalani atau yang baru saja mengalami kondisi ini dapat membantu dokter

mengidentifikasi asal kejang. Hal ini penting untuk membedakan kondisi dari

suatu stroke yang membutuhkan perawatan berbeda.

Todd paralisis adalah kelemahan pada anggota gerak yang disebabkan

karena proses kejang sebelumnya, dimana proses kejang merupakan lesi iritatif

yang berlebihan pada kortex, khususnya bagian area motorik. Lesi iritatif ini dapat

berupa sikatriks, infeksi, trauma, perlukaan, tumor dan gangguan sirkulasi darah.

Pada kejadian Todd Paralisis terdapat 2 hipotesa sebagai penyebabnya, yaitu

karena teori deplesi dimana pada kortex motorik telah terjadi prolong

hiperpolarisasi pada saat kejang, dan hipotesa kedua adalah karena adanya

inaktivasi sesaat pada serat motorik yang disebabkan karena aktivasi reseptor

NMDA (N-Methil D-Aspartat) yaitu reseptor glutamat yang meningkat pada

kejadian kejang sebagai neurotransmitter yang bersifat eksitasi.

2.5 Trauma Kapitis

Hematoma epidural : Perdarahan epidural terjadi diantara duramater dan

tulang tengkorak. Perdarahan ini terjadi karena robekanya salah satu cabang

arteria diploica. Robekan ini sering akibat adanya fraktur tulang tengkorak. Gejala

yang dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval ( masa sadar setelah

pingsan sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang semakin tinggi, nadi yang

semakin bertambah lambat, hemipharese, dan terjadi anisokor pupil.

61

Page 62: Tutorial Hemiparesis

DAFTAR PUSTAKA

Frotscher, Michael and Mathias Baehr. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology.

2005. 4th completely revised edition. Stuttgart · New York

Lionel Ginsberg. Neurologi edisi ke delapan. Jakarta : Erlangga Medical Series.

Lumbantobing.Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan

Mental.FKUI.Jakarta.2008.

Mahar Mardjono. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke -11. PT.Dian Rakyat.

Jakarta.2006

Ratna Mardiati. Buku Kuliah Susunan Saraf Otak Manusia. Sagung Seto. Jakarta.

1996.

Rowland LP. Syndromes caused by weak muscles. In: Merritt’s neurology. Ed:

Rowland LP. 11th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2005.

Snell RS.Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L, Hartanto H,

Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah.

Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC,

2006; 740-59.

Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4th ed. Massachusetts: Blackwell

Publishing; 2005: 86-7.

62