Upload
nanik-herlina-hefni-puteri
View
102
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok Referat
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
HIPOTIROID
Oleh:
Yunira 01.30284.00032.09
Rini Anggraini HP 06.55359.00302.09
Pembimbing:
dr.Selvianti, Sp.THT
LABORATORIUM/SMF IlMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
RSUD A.W. SJAHRANIE
SAMARINDA
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipotiroidisme merupakan terminologi manifestasi yang disebabkan oleh
penurunan sekresi hormon tiroid dari kelenjar tiroid. Hipotiroidisme primer dapat
disebabkan oleh proses kerusakan atau hilangnya kelenjar tiroid secara permanen,
mungkin terkait dengan penyakit otoimun atau jejas radiasi. Gangguan biosintesis
hormon yang terjadi secara progresif mempunyai ciri terkait dengan mekanisme
kompensasi pembesaran kelenjar tiroid. Hipotiroidisme sentral atau sekunder
disebabkan oleh kurangnya stimulasi pada kelenjar yang normal akibat penyakit
hipotalamik/pituitari atau defek pada molekul thyroid-stimulating hormone
(TSH). Hipotiroidisme transien atau temporer dapat disebabkan oleh fase tiroiditis
subakut. Hipotiroidisme umumnya disebabkan oleh hipotiroidisme primer (99%
kasus), dan diperkirakan defisiensi TSH atau penyebab lainnya mempunyai
proporsi kurang dari 1%.
Hipotiroidisme mempunyai insidens yang bervariasi tergantung dari
populasi yang diteliti. Di Amerika hipotiroidisme tercatat 0,3% tergolong
hipotiroidisme klinik, dengan definisi terdapat peningkatan hormon TSH dan
penurunan hormon FT4, dan hipotiroidisme subklinik atau ringan sejumlah 4,3%.
Hipotiroidisme mempunyai prevalensi yang tinggi pada wanita, usia
lanjut, pada beberapa ras dan etnis tertentu
Penyebab Hipotiroid Primer (HP) dan Hipotiroid Sentral (HS) :
Penyebab Hipotiroid Primer Penyebab Hipotiroid
Sentral
Hipotiroid Transient
1. Hipo-atau Agenesis
kelenjar tiroid
2. Destruksi kelenjar tiroid
a. Pasca radiasi
Lokalisasi hipofisis atau
hipotalamus
1. Tumor, Infiltrasi
tumor
1. Tiroiditis de
quervain
2. Silent thyroiditis
3. Tiroiditis
2
b. Tiroiditis
autoimun,Hashimoto
c. Post partum tiroiditis
3. Atropi (berdarkan
autoimun )
4. Dishormogenesis sintesis
hormon
5. Hipotiroidisme transien
2. Nekrosis
iskemik(sindrom
sheehan pada
hipofisis)
3. Iatrogen
(radiasi,operasi)
4. Infeksi
(sarcoidosis,histiosi)
postpartum
4. Hipotiroidisme
neonatal sepintas
1.2 Tujuan
Sebagai sumber referensi pembelajaran mengenai hipotiroid di bidang telinga
hidung tenggrok
Sebagai tugas ilmiah kepaniteraan muda di bagian Ilmu penyakit THT yang
juga merupakan syarat kelulusan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.I Definisi
Hipotiroid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan
pada salah satu tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid dan organ,
dengan akibat terjadinya defisiensi hormon tiroid, ataupun gangguan
respon jaringan terhadap hormon tirod. Secara klinis dikenal 1.) Hipotiroid
primer apabila yg rusakkelenjar tiroid, 2.) Hipotiroid sentral karena
kerusakan hipofisis/hipotalamus, 3.) Karena sebab lain, sebab
farmakologis,defisiensi yodium,kelebihan yodium,resistensi perifer.
2.2 Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak di leher, antara fasia koli media dan
fasia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakea, esofagus,
pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea
sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Arteri
karotis komunis, arteri jugularisinterna, dan nervus vagus terletak bersama di
dalam sarung tertutup do laterodorsaltiroid. Nervus rekurens terletak di
dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus frenikus dan trunkus
simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan prevertebralis
4
2.3 Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid ( T4 dan T3 ) yang
membantu mengatur temperature tubuh, metabolisme energi dan protein
juga membantu pengaturan fungsi normal sistem kardiovascular dan
sistem saraf pusat. Selain itu tiroid juga menghasilkan kalsitonin yang
berfungsi mengatur jumlah kalsium di dalam darah.
Hormone T3 sebagian besar berasal dari konversi T4 menjadi T3
yang berlangsung diluar kelenjar tiroid.Tirotropin Releasing Factor (TRF )
yang dihasilkan hypothalamus akan merangsang kelenjar hipofise
mengeluarkan tirotropin (TSH). Tirotropin juga akan merangsang
pertumbuhan kelenjar tiroid. Tiroksin ( T4 ) menunjukkan pengaturan
timbal balik negatif dari sekresi TSH dengan bekerja langsung pada
tirotropin hipofisis. Beberapa obat dan keadaan dapat mengubah sintesis,
pelepasan dan metabolisme hormon tiroid. Obat – obat seperti perklorat
dan tiosianat dapat menghambat sintesis tiroksin. Sebagai akibatnya,
menyebabkan penurunan kadar tiroksin dan melalui rangsangan timbal
balik negatif, meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis.
2.4 Etiologi
5
Primary Hypothyroidism Acquired
Hashimoto’s thyroiditis
Iodine deficiency (endemic goiter)
Drugs blocking synthesis or release of T4 (e.g. lithium, ethionamide, sulfonamides, Iodide)
Goitrogens in foodstuffs or as endemic substances or pollutants
Cytokines (interferon-α, interleukin-2)
Thyroid infiltration (amyloidosis, hemochromatosis, sarcoidosis, Riedel’s struma, Cystinosis, scleroderma)
Postablative due to 131I, surgery, or therapeutic irradiation for nonthyroidal
Malignancy
Congenital
Iodide transport or utilization defect (NIS or pendrin mutations)
Iodotyrosine dehalogenase deficiency
Organification disorders (TPO* deficiency or dysfunction)
Defects in thyroglobulin synthesis or processing
Thyroid agenesis or dysplasia
TSH* receptor defects
Thyroidal Gs protein abnormalities (pseudohypoparathyroidism type 1a)
Idiopathic TSH unresponsiveness
6
Transient
(Post-thyroiditis) Hypothyroidism
Following subacute, painless, or postpartum thyroidism
Consumptive Hypothyroidism
Rapid destruction of thyroid hormone due to D3 expression in large hemangiomas or
Hemangioendotheliomas
Defects of Thyroxine to Triiodothyronine Conversion
Selenocystein insertion sequence-binding protein (SECIS-BP2)
Drug-Induced Thyroid Destruction
Tyrosine kinase inhibitor (sunitinib)
Central Hypothyroidism Acquired Pituitary origin (secondary) Hypothalamic disorders (tertiary) Bexarotene (retinoid X receptor agonist) Dopamine and/or severe illnessCongenital TSH deficiency or structural abnormality TSH receptor defect
Resistance to Thyroid Hormone
Generalized
“Pituitary dominant”
2.5 Patofisiologi
Terdapat beberapa hipotiroidisme bergantung pada lokasi
1. Hipotiroid dewasa atau miksedema
2. Hipotiroid juvenilis ( timbul sesudah usia 1 sampai 2 tahun)
3. Hipotiroid Kongenital atau kreatinin disebabkan kekurangan hormon
tiroid sebelum atau segera sesudah lahir.
Beberapa pasien dengan hipotiroid mempunyai kelenjar tiroid yang
mengalami atropi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akbat pembedahan
atau ablasi radioisotop, atau akibat destruksi leh autoimun yang beredar
dalam sirkulasi. Cacat perkembangan juga dapat menjadi penyebab tidak
terbentuknya kelenjar tiroid pada kasus hipotiroid kongenital.
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat pengangkatan kelenjar tiroid
dan pada pengobatan tirotoksitosis dengan RAI. Juga terjadi akibat infeksi
7
kronis kelenjar tiroid dan atropi kelenjar tiroid yang bersifat idiopatik.
Prevalensi penderita hipotiroidisme meningkat pada usia 30 sampai 60
tahun, empat kali lipat angka kejadiannya pada wanita dibandingkan pria.
Hipotiroidisme congenital dijumpai satu orang pada empat ribu kelahiran
hidup. Jika produksi hormone tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid
akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya sebgai respons
terhadap rangsangan hormone TSH. Menurunan sekresi hormone kelenjar
tiroid akan menurunkan laju metabolism basal yang akan mempengaruhi
semua system tubuh. Proses metabolic dipengaruhi antara lain:
a. Penurunan produksi asam lambung
b. Penurunan raotilitas usus.
c. Penurunan detak jantung
d. Gangguan funsi neurologic
e. Penurunan produksi panas
Penurunan hormone tiroid juga akan mengganggu metabolism
lemak dimana akan terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida
sehingga klien berpotensi mengalami atherosclerosis. Akumulasi
proteoglicans hidrophilik dirongga intertisial seperti rongga pleura,
cardiac, dan abdominal sebagai tanda dari mixedema. Pembentukan
eritrosit yang tidak optimal sebgai dampak dari menurunnya hormone
tiroid memungkinkan klien mengalami anemi.
2.6 klasifikasi hipotiroid
Hipotiroid dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Hipotiroidisme Kongenital
a. Hipotiroid Kongenital menetap
b. Hipotiroid Kongenital transien
2. Hipotiroidisme Didapat (Acquired)
a. Hipotiroidisme Primer (kelainan pada kelenjar tiroid)
b. Hipotiroidisme Sekunder (kelainan pada hipofisis)
c. Hipotiroidisme tersier (kelainan hipotalamus)
8
d. Resistensi Perifer terhadap kerja hormone tiroid.
2.7 Gejala dan Tanda Klinis Hipotiroid
Hipotiroidisme bisa mengenai semua organ, dan manifestasi klinik
umumnya tidak terkait dengan penyakit dasar, tetapi lebih terkait dengan
fungsi dan derajat berat dsefisiensi hormon. Berbagai manifestasi klinik
terkait dengan organ sangat bervariasi tergantung dari berbagai variasi
derajat defisiensi hormon mulai yang ringan sampai sangat berat.
Terminologi Myxedema dikaitkan dengan kelainan kulit dan jaringan kulit
pada pasien dengan defisiensi yang berat. Berbagai kemungkinan
manifestasi klinik seperti dibawah ini.
1. Sistem saraf.
Pasien dengan hipotiroidism mungkin mengeluh mudah lupa,
penurunan daya ingat, perlambatan mental, depresi, parastesian
(sebagian terkait dengan kompresi saraf, misal carpal tunnel
syndrome), ataxia, penurunan daya pendengaran. Refleks tendon
menurun.
2. Sistem Kardiovaskuler.
Mungkin terjadi bradikardia, penurunan cardiac output, suara jantung
yang menurun, flabby myocardium, efusi perikardium, penurunan
voltase pada EKG dan gelombang T mendatar, dan edema dependen.
Pada toraks foto mungkin terdapat kardiomegali , dan biasanya terkait
dengan efusi yang tampak dengan ekhokardiografi.
3. Sistem gastrointestinal.
Konstipasi merupakan gejala yang cukup sering. Achlorhydria, sering
disertai dengan anemia pernisiosa. Cairan asites, seperti halnya cairan
efusi serosa pada myxedema, mempunyai kandungan protein yang
tinggi.
4. Sistem Renal.
9
Fungsi ekskresi air menurun mungkin terkait dengan hiponatremia.
Aliran darah ke arteri renalis dan GFR menurun, tetapi serum kreatinin
tetap normal
5. Sistem pulmonal.
Respons ventilator terhadap hipoxia dan hiperkapnea menurun.
Hipotiroidisme berat mungkin menyebabkan retensi karbondioksida.
Efusi pleura mungkin mempunyai kadar protein yang tinggi.
6. Sistem Muskuloskeletal.
Artralgia, efusi sendi, otot kram, dan kaku otot. Serum kreatin
fosfokinase mungkin meningkat tinggi.
7. Hemopoiesis.
Mungkin didapatkan anemia pernisiosa. Anemi megaloblastik
mungkin terjadi kemungkinan disertai pula dengan anemia pernisiosa.
8. Rambut dan kulit.
Kulit kering dan dingin sering didapatkan. Retensi air dan sodium
terkait dengan akumulasi glycosaminoglycans, terutama asam
hialuronat. Material asam hialuronat mempunyai sifat higroskopik,
menghasilkan edema mucinous yang bertanggung jawab untuk
terjadinya penebalan dan pembengkakan yang disebut myxidema.
Wajah menjadi tampak kegemukan. Kulit bisa tampak kekuningan
terkait akumulasi karoten. Pasien hipotiroidisme yang terkait dengan
hashimoto juga mungkin menunjukkan lesi kulit yang disertai dengan
hilangnya pigmentasi atau vitiligo, ciri khas untuk penyakit hipotiroid
otoimun.
9. Sietem reproduksi.
Menstruasi menjadi jarang dan bisa tidak sama sekali disebabkan
kekurangan hormon gonadotropin. Anovulatori bisa menyebabkan
menorrhagia. Pada adolesen bisa terjadi amenorrhea primer.
Galactorrhea dan amenorrhea terkait dengan hiperprolaktinemia akibat
hilangnya efek inhibisi hormon tiroid pada sekresi prolaktin.
10. Perkembangan.
10
Perkembangan dan pertumbuhan anak-anak menjadi terhambat.
Epiphyse tetap terbuka. Sintesis Growth Hormone berkurang
disebabkan sekresi hormon tersebut terkait dengan hormon tiroid.
Pada kehamilan dengan hipotiroidisme yang tidak diobati maka
berakibat penurunan fungsi intelektual.
11. Sistem Metabolik.
Hipotermia sering didapatkan. Gejala spesifik adalah tidak tahan suhu
dingin. Hiperlipidimia dengan profil peningkatan serum kolesterol dan
trigliserida terkait dengan penurunan reseptor lipoprotein lipase,
sehingga terjadi penurunan degradasi lipoprotein, dan penurunan
aktifitas lipoprotein lipase. Hipotiroidisme bisa mencetuskan
hiperlipidemia herediter. Berat badan sering meningkat meskipun
asupan makan menurun, tetapi sangat jarang sampai menjadi obesitas
berat.
12. Kelenjar tiroid.
Defek biosintesis mungkin menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid
pada anak-anak remaja. Tiroiditis Hashimoto dapat menyebabkan
Goiter hipotiroid.
13. Sistem respiratorik.
14. Sesak nafas dapat timbul terkait dengan efusi pleura, yang dapat
dideteksi dengan foto thorax. Volume paru normal, tetapi maximal
brathing capacity dan diffusing capacity menurun. Pada hipotiroidisme
berat, myxedema dapat mengenai otot pernafasan dan depresi pada
hypoxic and the hypercapnic ventilatory drive, dapat menyebabkan
hipoventilasi alveolar dan retensi karbondioksida, yang selanjunya
dapat mencetuskan coma myxedema. Obstructive Sleep Apnea (OSA)
sering didapatkan dan bisa reversibel jika pasien membaik kembali
pada tingkatan eutiroid.
11
Tabel 2. Keluhan dan tanda klinik pada hipotiroidisme dari satu seri kasus
Keluhan Rel % Keluhan Rel
%
Rasa capek
Intoleransi terhadap
dingin
Kulit terasa kering
Lamban
Muka seperti bengkak
Rambut alis mata lateral
rontok
Rambut rapuh
Bicara lamban
Berat meningkat
Mudah lupa
Dispnea
Suara serak
Otot lembek
Depresi
99
92
88
88
88
81
76
74
68
68
64
64
61
60
Obstipasi
Edema ekstremitas
Kesemutan
Rambut rontok
Pendengaran kurang
Anoreksia
nervositas
Kuku mudah patah
Nyeri otot
Menorrhagia
Nyeri sendi
Angina pectoris
Dysmenorrhoea
Eksoftalmos
58
56
56
49
45
43
43
41
36
33
29
21
18
11
Tanda Klinik Rel % Tanda klinik Rel
%
Kulit kering
Gerak lamban
Edema wajah
Kulit dingin
Alis lateral rontok
Rambut rapuh
Fase relaksasi Achilles
menurun
Bicaranya lamban
Lidah tebal
88
88
88
82
81
76
76
7
Suara serak
Kulit pucat
Otot lembek, kurang kuat
Obesitas
Edema perifer
Eksoftalmos
Bradikadikardia
Suhu rendah
64
63
61
59
56
11
?
?
12
2.8 DIAGNOSIS
1. Dari Anamnesa ditanyakan riwayat operasi tiroid yang sebelumnya harus
ditanyakan disamping pemeriksaan yang cermat terhadap tanda-tanda
hipotiroidisme.
2. Pemeriksaan fisik. Bila terdapat kecurigaan adanya hipotiroidisme.
Penemuan diferensial yang paling penting pada pemeriksaan fisik adalah
ada tidaknya goiter. Pemeriksaan laboratorium. Jika pemeriksaan fisik
menunjukkan kemungkinan hipotiroidisme, T4, T3, dan TSH harus
diperiksa
3. Hipotiroidisme Primer. T4 yang rendah dengan TSH yang meningkat.
Adanya goiter bersama dengan antibody antitiroglobulin/antimikrososm
mendukung diagnosis tiroiditis Hashimoto. Peningkatan TSH dengan T4
yang normal dapat menunjukkan keggalan kelenjar dan hipotiroidisme
yang mengancam.
4. Hipotiroidisme sekunder/tersier. T4 yang rendah dan TSH yang rendah.
Untuk membedakan penyakit sekunder dengan tersier, dapat dilakukan uji
perangsangan TRH. TSH yang tidak member respons terhadap TRH
mendukung diagnosis etiologk penyakit sekunder. Pemeriksaan anatomic
terhadap daeraah hipofisis/hipotalamus harus dilakaukan bila diindikasi.
5. Kelainan laboratorium lain yang ditemukan pada hipotiroidisme antara
lain adalah anemia dan penigkatan kolesterol, CPK,SGOT, dan LDH.
Hipotiroidismeyang berat berkaitan dengan hipoglikemia, hiponatremia,
hipoksia, dan hiperkpina.
6. Pemeriksaan Radiologis. Ambilan iodium radioaktif dan sken tiroid
biasanya tidak banyak gunanya pada hipotiroidisme. Tetapi, sken harus
dilakukn jika terdapat keraguan mengenai nodularitas tiroid. (3: hal 627)
7. Diagnosis hipotiroidisme dapat dipastikan di laboratorium dengan adanya
penurunan indeks tiroksin bebas. Kadar T3 sedikit bermanfaat karena
hanya menurun pada hipotiroidisme ekstrim.
13
2.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi USG dan CT scan tiroid
2. Tes-tes laboratorium yang digunakan untuk memastikan hipotiroidisme
antara lain: kadar tiroksin dan triyodotironin serum yang rendah, BMR
yang rendah, dan peningkatan kolesterol serum
a. Semua kasus yang diduga hipotiroid harus diperiksa: kadar T4 serum
rendah dan ini menstimulasi sekresi TSH oleh hipofisis (meningkat pada
hipotiroidisme primer).
b. Kadar kolestrol serum biasanya meningkat walaupun tidak penting dalam
menegakkan diagnosis.
c. Anemia (normokromik atau makrositik).
d. EKG menunjukan denyut jantung yang lambat dan voltase rendah dengan
gelombang T mendatar atau terbalik.
e. Peningkatan titer antibody tiroid. NB; periksa penggunaan obat antitiroid,
misalnya litium, amiodaron. Amiodaron kaya akan iodium dan juga
menghambat konversi T4 menjadi T3 perifer, sehingga pemeriksaan tiroid
sulit diinterprestasikan. Sebelum memulai terapi dengan amiodaron, kadar
T3, T4, dan TSH basal harus diperiksa untuk mengidentifikasi gangguan
tiroid yang mendasari.
2.10 Diagnosa Banding
14
1. Hipotiroidisme yang ringan, seringkali menunjukkan gejala klinis yang
tumpang tindih dengan penyakit lainnya. Orang usia lanjut sering
mengidap hipotiroidisme, hal ini menyebabkan kekeliruan dan diagnosis
yang kurang peka. Pada beberapa kasus menunjukkan penurunan aktifitas
mental dan fisik, kulit kering, rambut mudah rontok, merupakan gejala
yang mirip dengan hipotiroidisme. Orang tua seringkali mudah mengalami
hipotermia jika terpapar udara dingin.
2. Pasien dengan gagal ginjal kronik juga menunjukkan gejala anoreksia,
bengkak periorbital, anemia, torpor, warna kulit yagn kepucatan. Keadaan
klinis seperti ini memerlukan pemeriksaan klinik yang lebih lanjut.
Sindrom Nefrotik perlu dibedakan dengan hipotiroidisme mengingat dari
pemeriksaan klinik seringkali sulit dibedakan. Pada penyakit ini jika
terdapat waxy pallor, adema, hiperkolesterolemia, hipometabolesime
mungkin mengarah ke hipotiroidisme. Serum T4 total mungkin menurun,
jika terjadi penurunan thyroid binding globulin melalui urin tetapi FT4 dan
TSH dalam batas normal.
3. Pasien anemia pernisiosa, dan gangguan psikiatris kulit pucat, numbnes,
dan tingling pada ekstremitas mungkin mirip dengan gejala klinis pada
hipotiroidisme. Meskipun gejala klinik dan imunologis antara
hipotiroidisme dan anemia pernisiosa tumpang tindih, tidak ada
keterkaitannya antara keduanya.
4. Pada pasien kritis dan terutama pada usia lanjut seringpula disertai dengan
hipotiroidisme. Pada pasien ini kadar T4 total mungkin menurun, tetapi
secara umum FT4 tetap normal, kecuali pasien dalam keadaan yang sangat
kritis. Adanya gambaran klinik demikian jika disertai dengan tidak adanya
peningkatan TSH, umumnya membedakan membedakan antara pasien
kritis dalam keadaan eutiroid dengan hipotiroidisme primer. Kadar serum
TSH dapat meningkat sementara sampai mencapai 20 mU/L selama fase
penywmbuhan dari sakit berat.
5. Hipotiroidisme mungkin timbul akibat faktor extrinsik atau kondisi yang
terkait dengan defek kongenital yang terkait dengan biosintesis hormon
15
insulin. Sintesis hormon yang tidak adekuat akan menyebabkan
hipersekresi hormon TSH, yang akan menyebabkan Goiter dan stimulasi
terhadap semua pentahapan sintesis hormon tiroid. Sebagian pasien
peningkatan TSH akan mengkompensasi pembentuka hormon tiroid,
pasien akan tetap eutiroid tetapi disertai Goiter (Simple Goiter, atau
nontoxic Goiter). Hipotiroidisme sebagian kecil terkait dengan kelenjar
yang atrofi, kasus ini terjadi abnormalitas kongenital, dimana kelenjar
tiroid tidak pernah mengalami perkembangan yang sempurna.
2.11 Penatalaksanaan
Preparat obat
1. Sodium levothyroxine. Levothyroxine sodium sintetik merupakan pilihan
utama, sebab bisa memberikan kadar serum T3 & T4 yang stabil,
penyerapan diusus diperkirakan bisa mencapai 75%.
2. Desiccated thyroid extract. USP adalah ekstraksi tiroid yang terdiri dari
campuran tiroid babi dan sapi, yang dilakukan standardisasi berdasarkan
kandungan yodium. Komposisi diperkirakan terdiri dari rasio T4/T3
sebesar 4 : 1. Kadar T3 dalam darah diperkirakan meningkat diatas normal
setelah 4 atau 8 jam setelah dikonsumsi.Desiccated Thyroid mempunyai
potensi yang equivalen dengan T4 sebesar 1:1.000 (1 mg Desiccated
thyroid equivalen dengan 1 μg tiroksin sintetik.
3. Synthetic T3 (liothyronine, Cytomel). T3 sintetik tidak indikasikan untuk
penggunaan jangka panjang. Indikasi penggunaan adalah untuk beberapa
prosedur test diagnostik dan penggunaan jangka pendek. Absorbsi
diperkirakan 90%. Pasien pengguna terapi T3 dalam beberapa jam T3
akan mengalami peningkatan dan secara gradual akan sangat menurun
kadarnya setelah 24 jam kemudian. Penggunaan substitusi T3 sebesar 12,5
μg pada setiap pemberian T4 sebesar 50 μg dapat memperbaiki parameter
mood dan psikometrik.
16
4. Kombinasi T4-T3 sintetik (liotrix). Preparat ini merupakan T4/T3 sintetik
dengan komposisi rasio 4:1, dan tersedia dalam beberapa dosis. Preparat
ini dikembangkan sebelum diketahui bahwa T4 dapat berkonversi menjadi
T3 diluar kelenjar tiroid.
Pemberian tiroksin, biasanya dimulai dari dosis rendah (50µ/hari),
khususnya pada pasien yang lebih tua atau pada pasien dengan
miksedema berat. Setelah beberapa hari atau minggu sedikit demi sedikit
ditingkatkan sampai akhirnya mencapai dosis pemeliharaan maksimal
150µ/hari
Pasien dewasa muda. Tiroksin untuk terapi sulih dosis yang umum
adalah 1,5 – 2,2 μg/kg berat badan ideal. Dosis penuh bisa diberikan sejak
awal jika tujuannnya adalah untuk terapi sulih total (full replacement
therapy). Terapi awal bisa diberikan dosis 50% diberikan selama 1 atau 2
minggu, dan dinaikkan bertahap bisa mengurangi gejala kecemasan atau
nervousness yang terkait dengan terapi sulih yang terlalu cepat. Pasien
perlu mendapatkan informasi bahwa perbaikan klinis terjadi secara
bertahap selama beberapa minggu dan efek eutiroid baru dicapai dengan
pengobatan selama 2 atau 3 bulan. Laboratorium T4 menunjukkan angka
normal setelah beberapa hari pengobatan, serum T3 mencapai kadar
normal setelah 2 sampai 4 minggu, tetapi serum TSH mencapai normal
memerlukan waktu 6 – 8 minggu. Penyesuaian dosis T4 dilakukan setelah
waktu ini dengan mengatur dosis antara 12,5 μg sampai 25 μg untuk
mendapatkan respon klinik yang optimal dan mendapatkan TSH dan T4
pada kadar normal. Evaluasi klinik dan pemeriksaan serum hormon
merupakan kombinasi untuk menaksir optimasi keberhasilan terapi.
Pasien usia dewasa pertengahan. Hipotiroid pada individu sehat
mungkin memerlukan dosis 1,5 – 2,0 μg/kg. Jika terdapat penyakit
penyerta misal penyakit jangtung koroner, penyakit paru kronikDosis
dimulai dari kadar yang rendah yaitu T4 25 μg dan dinaikkan 25 μg per
17
bulan tergantung dari respon klinik. Strategi “low show” dirancang untuk
mencegah dampak negatif berupa: a) Pemulihan keadaan eutiroid
meningkatkan kebutuhan dan angina menjadi lebih sering, dan b) jantung
lebih rentan terhadap efek kronotropik hormon tiroid, sehingga pasien
tertentu lebih rentan terjadin takhikardia yang bersifat fatal. Ketakutan dan
kehati-hatian klinisi bisa berlebihan menyebabkan pasien mengalami
hipotiroid yang berkepanjangan, sehingga pertimbangan prosedur harus
jelas.
Pasien usia lanjut. Pada usia lanjut sebaiknnya harus selalu
mempertimbangkan kemungkinan keberadaan penyakit jantung iskemik,
mungkin dalam bentuk subklinik, pemberian dosis T4 harus serendah
mungkin misalnya 12,5 – 25 μg/hari. Dosis ditingkatkan bertahap sebesar
25 μg per 4 atau 6 minggu sampai mencapai TSH dalam batas yang
normal.
Kehamilan. Pasien Hipotiroidisme wanita yang kemudian hamil,
maka selama kehamilan hormon tiroid ditingkatkan sampai 25 atau 50 μg
untuk mencapai TSH yang normal.
BAB III
Penutup
18
Hipotiroidisme merupakan manifestasi yang disebabkan oleh penurunan
sekresi hormon tiroid dari kelenjar tiroid.
Hipotiroidisme primer dapat disebabkan oleh proses kerusakan atau
hilangnya kelenjar tiroid secara permanen, mungkin terkait dengan
penyakit otoimun atau jejas radiasi.
Hipotiroidisme sentral atau sekunder disebabkan oleh kurangnya stimulasi
pada kelenjar yang normal akibat penyakit hipotalamik/pituitari atau defek
pada molekul thyroid-stimulating hormone (TSH).
Hipotiroidisme transien atau temporer dapat disebabkan oleh fase tiroiditis
subakut. Hipotiroidisme umumnya disebabkan oleh hipotiroidisme primer
(99% kasus)
Pilihan utama Hampir semua jenis hipotiroidisme dapat diobati baik
dengan levothyroxine. Terapi Levothyroxine mempunyai keuntungan
utama yaitu mekanisme deiyodonisasi perifer dapat tetap berlangsung
memproduksi T3 dalam fungsi fisiologis yang normal.
Daftar Pustaka
AACE, 2006 (Amended Version). American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guidelines for Clinical Practice for the
19
Evaluation and Treatment of Hyperthyroidism and Hypothyroidism. Endocr Pract. 2002 ; 8 (no.6) 459 – 469
Brent GA, Larsen PR, and Davies TS, 2008. In: Williams Texbook of Medicine. Editors: Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR. 11th ed. 2008. Saunders Elsevier, Philadelphia, p 377 - 410
Davies TF, Larsen PR, 2008. Thyrotoxicosis. In: Williams Texbook of Medicine. Editors: Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR. 11th ed. 2008. Saunders Elsevier, Philadelphia, p 333- 375
Djokomoeljanto 2006. Kelenjar Tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Edisi keempat-Jilid III. Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FK Universitas Indonesia, Hlm 1955 – 1965.
Hershman JM. 2002. Hypothyroidism and Hyperthyroidism. In: Manual of Endocrinology and Metabolism. Editor Lavin N. 3th edition. Lippincott Williams & Williams, p 396 – 409
Tjokroprawiro, 2007. Thyroid storm: Pathogenesis and Treatment. (Formulas TS-41668.24.6 and CS – 7.3.3 as Practical guidelines. Naskah Lengkap Surabaya Thyroid Symposium-1, Surabaya, 13 Mei 2006
Pandelaki K, Sumual A, 2002. Hiportiroidisme. In: Buku Ajar Penyakit Dalam jilid 1. Editor: Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, Alwi I, Husodo UB. Balai Penerbit FKUI, Edisi ke tiga, Jakarta, hlm 766-772
Sutjahjo A, Murtiwi S, 2006. Hipotiroidisme: Diagnosis dan pengelolaan. Naskah Lengkap Surabaya Thyroid Symposium-1, Surabaya, 13 Mei 2006, 56-60
Sutjahjo A, Tjokroprawiro A, Hendromartono, Pranoto A, Murtiwi S, Adi S, Wibisono S, 2007. Penyakit Kelenjar Gondok. Buku Ajar Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr.Soetomo Surabaya. Editor: Tjokroprawiro A, Setiawan PB, Santoso D, Soegiarto G. Airlangga University Press, hlm 86 – 92.
20