Upload
anispurwanti
View
37
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
peb
Citation preview
Laboratorium Obstetri dan Ginekologi Tutorial Klinik
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Pre-Eklampsia Berat
Disusun Oleh:
Aviciena Bin Iskandar
Surya Hadiwijaya
Pembimbing:
dr. Yasmin Sabina, Sp.OG
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis tantangan global yang tidak
ringan, maka dari itu Indonesia berkomitmen mencapai Millenium Development
Goals (MDGs) dengan maksud manusia sebagai fokus utama program pembangunan.
Dari semua target yang ingin dicapai MDGs, khususnya tentang kinerja penurunan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) secara
global masih rendah, sehingga perlu target dimasa mendatang pada tahun 2015
dimana AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 23 per 1000
kelahiran hidup. Diharapkan dengan mengetahui sedini mungkin faktor-faktor risiko
untuk terjadinya komplikasi selama kehamilan dapat menurunkan morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi. Hal ini masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang
terus menerus untuk mewujudkan MDGs.1
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tentang angka
kematian ibu di seluruh dunia, ternyata terdapat 5 keadaan obsetrik yang menjadi
penyebab kematian ibu, yaitu perdarahan post partum, sepsis, preeklampsia-
eklampsia, jalan lahir sempit dan aborsi. Angka kejadian terjadinya preeklampsia
diperkirakan 3,2% dari di setiap angka kelahiran. Angka ini memberikan total sekitar
lebih dari 4 miliar kasus per tahunnya di seluruh dunia. Berdasarkan studi yang
dilakukan oleh WHO tahun 2011, dengan peserta wanita yang hamil atau wanita
hamil yang mengakhiri kehamilannya di periode antara tahun 1997-2002, terdapat
sekitar 14,9% wanita meninggal dengan preeklampsia. Selain itu preeklampsia
merupakan pembunuh nomor satu penyebab kematian ibu di Amerika Latin sebanyak
25,7%, disusul oleh Afrika dan Asia sebanyak 9,1%. Penelitian ini menjadi salah satu
bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian ibu yang paling serius,
selain perdarahan di seluruh negara, terutama negara yang sedang berkembang.2,3,4
1
Di Indonesia sendiri tingginya angka kematian ibu menjadi agenda kesehatan
yang paling utama. Berdasarkan Maternal Mortality Ratio, perkiraan terjadi 300–400
kematian ibu per 100,000 kelahiran, ini artinya wanita Indonesia meninggal setiap
jamnya karena kehamilan. Hal ini juga diperkuat menurut Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2007 angka kematian ibu adalah 228 per 100.000
kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan target yang ingin dicapai oleh pemerintah
pada tahun 2015 dimana AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, angka
tersebut masih tergolong tinggi.3,5
Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara
mendasar dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh
penatalaksanaan yang dapat dipakai sebagai dasar pengobatan untuk preeklampsia.
Namun demikian, preeklampsia tetap menjadi satu di antara banyak penyebab
morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia, sehingga masih menjadi kendala
dalam penanganannya. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan
tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk
menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom
preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui
atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari
tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan
eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.6,7
Untuk menurunkan angka kematian karena eklampsia ini, maka ketersediaan
akses untuk memperoleh Antenatal Care (ANC) minimal secara rutin dilakukan 4
kali selama periode masa kehamilan sangat penting. Karena hal ini dapat memberikan
pengaruh positif sikap wanita terhadap Antenatal Care secara benar. Upaya
pencegahan, pengamatan dini, dan terapi sangat penting untuk mencegah angka
kematian pada ganguan ini.8
2
1.2. Tujuan
1.2.1. Mengetahui prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
yang diperlukan dan penegakkan diagnosis obstetrik.
1.2.2. Mengetahui keadaan patologis persalinan yang didapatkan dalam kasus ini,
yaitu ketuban pecah dini termasuk alur penegakkan diagnosis dan
penatalaksanaannya.
1.2.3. Mengkaji ketepatan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dalam kasus
ini.
3
BAB II
KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 November 2015
di ruang VK Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 34 tahun.
Alamat : Jl. AM Tahir RT 21
Pekerjaan : Guru
Pendidikan : S1
Suku : Bugis
Agama : Islam
Identitas Suami
Nama : Tn. M
Usia :34 tahun.
Alamat : Jl. AM Tahir RT 21
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMP
Suku : Bugis
Agama : Islam
Masuk ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda pada 15 November 2015 pukul 21.25 WITA dengan diagnosis G2P1A0
gravid 39-40 minggu + inpartu kala I fase laten + PEB
4
Keluhan Utama
Perut terasa kencang-kencang
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan dialami sejak 9 jam SMRS. Keluhan juga disertai dengan keluarnya
lendir dan darah dari jalan lahir. Sedangkan air-air yang keluar dari jalan lahir tidak
ditemukan. Pasien baru mengetahui tekanan darahnya yang tinggi ±3 minggu yang
lalu saat kontrol kehamilan di bidan, diikuti kemudian dengan kaki yang bengkak
sejak ±1 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun asma
sebelum masa kehamilan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun
asma.
Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun.
Siklus haid : 28 hari / teratur.
Lama haid : 4-5 hari.
Jumlah darah haid : 3-4 kali ganti pembalut.
Hari pertama haid terakhir : 02-02-2015
Taksiran persalinan : 09-11-2015
5
Riwayat Pernikahan
Untuk pertama kali, pasien menikah pada usia 24 tahun dengan lama
pernikahan selama 10 tahun.
Riwayat Obstetrik
No.Tahun
partus
Tempat
Partus
Umur
kehamilan
Jenis
Persalinan
Penolong
PersalinanPenyulit
Jenis
Kelamin/
Berat
Badan
Keadaan
anak
Sekarang
1.2006 Rumah aterm Spontan bidan -- L/3300 gr sehat
2. Hamil
ini
Antenatal Care (ANC)
Bidan setiap bulan
Kontrasepsi
Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi jenis apapun
Pemeriksaan Fisik
Antropometri : Berat badan (BB) : 59 kg, Tinggi badan (TB) : 149 cm.
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 160/110 mmHg
Frekuensi nadi : 90 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
6
Suhu : 36,2 ºC
Status Generalisata
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : tidak ditemukan kelainan
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
tiroid (-)
Thoraks :
Jantung : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen:
Inspeksi : cembung, linea (-), striae (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas:
Superior : edema (-/-), akral hangat
Inferior : edema (+/+), akral hangat, varises (-/-)
Status Obstetrik dan Ginekologi
Inspeksi : membesar arah memanjang, striae albicans (+), linea nigra
(+).
Palpasi : Tinggi fundus uteri : 34 cm.
Leopold I : teraba bokong.
Leopold II : punggung janin terletak di kanan ibu.
Leopold III : teraba kepala.
Leopold IV : sudah masuk pintu atas panggul.
Taksiran Berat Janin (Johnson) : (34-12) x 155 gram : 3410 gram.
His : 2 kali dalam 10 menit selama 20 detik
7
Auskultasi : Denyut jantung janin : 140 kali / menit
Vaginal toucher : vulva vagina normal, portio tebal lunak, Pembukaan 3
cm, ketuban (+), kepala di Hodge 1, bagian terbawah janin kepala, blood slym
(+)
Diagnosis Kerja Sementara
G2P1A0 gravid 39-40 minggu, janin tunggal hidup intrauterin, letkep, inpartu kala I
fase laten + preklampsia berat
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
Leukosit : 9.200 / mm3
Hemoglobin : 14,5 gr %
Hematokrit : 41,4 %
Trombosit : 217.000 / mm3
Bleeding Time: 3 menit
Clotting Time : 9 menit
Kimia Darah
GDS : 127 mg/dl
Ureum : 28,0 mg/dl
Creatinin : 0,7 mg/dl
Urine Lengkap
Berat jenis : 1,015
Hb/darah : +
Warna : kuning
Kejernihan : agak keruh
pH : 6
8
Protein : +3
Laporan Persalinan
Bayi lahir spontan pervaginam pada pukul 23.15 WITA, jenis kelamin laki-
laki, dengan Apgar Score (A/S) 8/9, berat badan lahir (BBL) 3200 gram, panjang
badan (PB) 50 cm, anus (+), cacat (-)
Follow Up Antepartum
Tanggal/Jam Follow Up
21.30 Menerima pasien dari IGD dan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik G2P1A0gravid 39-40 minggu, janin tunggal hidup intrauterin,
letkep, inpartu kala I fase laten + PEB
21.45 Lapor dr. SpOG, advice:• Protap MgSO4
• Nifedipine 3x10mg• Observasi inpartu dan vital sign
22.00 TD : 170/110 Gerak janin (+)His 2 x dalam 10 menit selama 25-30 detikDJJ 137x/menit
22.30 TD : 170/100 Gerak janin (+)His 2 x dalam 10 menit selama 25-30 detikDJJ 145x/menit
22.50 Pasien merasakan ingin mengedan Gerak janin (+)His 3 x dalam 10 menit selama 30-40 detikDJJ 141x/menitPembukaan lengkap
23.15 Bayi lahir, jenis kelamin laki-laki, berat 3200 gram, panjang
9
badan 50 cm, anus (+), cacat (-)23.25 Plasenta lahir lengkap
Persalinan Kala IV
Tanggal/
Jam
Follow Up
23.30 Tekanan Darah : 170/110 mmHgNadi : 102x/menitTFU : sepusatKontraksi uterus : baikKandung kemih : kosongPerdarahan : 30 cc
23.45 Tekanan Darah : 170/110 mmHgNadi : 105x/menitTFU : sepusatKontraksi uterus : baikKandung kemih : kosongPerdarahan : 30 cc
00.00 Tekanan Darah : 180/120 mmHgNadi : 105x/menitTFU : 1 jari dibawah pusatKontraksi uterus : baikKandung kemih : kosongPerdarahan : 30 cc
00.15 Tekanan Darah : 180/110 mmHgNadi : 100x/menitTFU : 1 jari dibawah pusatKontraksi uterus : baikKandung kemih : kosongPerdarahan : 20 cc
00.45 Tekanan Darah : 180/120 mmHgNadi : 102x/menitTFU : 2 jari dibawah pusatKontraksi uterus : baikKandung kemih : kosong
10
Perdarahan : 15 cc01.15 Tekanan Darah : 180/110 mmHg
Nadi : 100x/menitTFU : 2 jari dibawah pusatKontraksi uterus : baikKandung kemih : kosongPerdarahan : 15 cc
Follow Up di Ruang Nifas
Tanggal/
Jam
Follow Up
17/11/2015 Post Partum pervaginam Hari ke-1
Keluhan Subjektif : -
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Pernapasan : 20 kali/menit
Nadi : 96 kali/menit
Suhu : 36,6 ºC
Status Generalisata
Kepala :
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), epistaksis (-)
Gigi dan mulut : dalam batas normal
Telinga : Peradangan (-), tumor (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid
11
(-), peningkatan tekanan vena jugularis (-)
Dada :
Payudara : Peradangan (-), retraksi puting susu (-), air susu ibu (-)
Paru : Gerakan napas simetris, retraksi interkostal (-), fremitus
raba simetris, suara napas vesikuler, wheezing (-), ronki (-)
Jantung : Pelebaran batas jantung (-), S1S2 tunggal regular, gallop
(-), murmur (-)
Abdomen : Cembung, TFU sepusat
Urogenital : perdarahan (+) sedikit
Ekstremitas : dalam batas normal, edema (-)
Penatalaksanaan :
IVFD RL + Drip Oxytocin 2 amp 20 tpm
Cefadroxyl 2x500 mg tab
SF 2x300mg
Paracetamol 3x500 mg tab
Nifedipin 3x10 mg
Diet TKTP RG
AFF DC
Pulang
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. PREEKLAMPSIA
3.1.1 Definisi Preeklampsia
Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema
akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan.9, 10,11
Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis
preeklampsia, namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis,
kecuali edema anasarka yang bisa ditandai dengan kenaikan berat badan >500
gr/minggu.12
Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain.
Kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg dapat membantu
ditegakkannya diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2
kali dengan jarak waktu 4 jam pada keadaan istirahat.12,13
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang
kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+
atau 1 gram/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau
midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya
proteinuria timbul lebih lambat, sehingga harus dianggap sebagai tanda yang
serius.10,11
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-eklampsia,
namun adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh
seperti pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan harus tetap diwaspadai.
Edema dapat menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita hamil
mengalami kenaikan berat badan sekitar 500 gr per minggu, 2000 gr per bulan, atau
13
13 kg selama kehamilan. Apabila kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu
dicurigai timbulnya pre-eklampsia.10,11,13
Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi eklampsia,
yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Eklampsia dapat menyebabkan
terjadinya DIC (Disseminated intravascular coagulation) yang menyebabkan jejas
iskemi pada berbagai organ, sehingga eklampsia dapat berakibat fatal.10,13
Dikatakan sebagai preeklampsia-eklampsia apabila memiliki salah satu atau
lebih dari gejala dan tanda-tanda yang ada dibawah ini :14
1. Preeklampsia ringan, adalah suatu keadaan pada ibu hamil disertai
kenaikan tekanan darah sistolik 140/90 mm/Hg atau kenaikan diastolik 15
mm/Hg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mm/Hg atau setelah 20
minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal dan adanya
proteinuria kuantitatif >3 gr perliter atau kuantitatif 1+ atau 2+ pada urin
kateter atau midstream.
2. Preeklamsia berat, adalah suatu keadaan pada ibu hamil bila disertai
kenaikan tekanan darah 160/110 mm/Hg atau lebih, adanya proteiunuria
5 gr atau lebih per liter dalam 24 jam atau kuantitatif 3+ atau kuantitatif
4+, adanya oliguria (jumlah urin kurang dari 500cc per jam, adanya
gangguan serebral, gangguan penglihatan, rasa nyeri di epigastrium,
adanya tanda sianosis, edema paru, trombositopeni, gangguan fungsi hati,
serta yang terakhir adalah pertumbuhan janin terhambat.
3. Eklampsia merupakan preeklampsia yang disertai kejang dan disusul
dengan koma.
Terdapat empat jenis penyakit hipertensi, antara lain :9,12
1. Hipertensi kronik, dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg
sebelum hamil atau didiagnosa sebelum usia gestasi 20 minggu , atau bila
terdapat hipertensi didiagnosa setelah usia gestasi 20 minggu dan
persisten 12 minggu setelah melahirkan.
14
2. Hipertensi gestasional dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg
untuk pertama kalinya ketika hamil, bila tidak terdapat proteinuria, dan
tekanan darah kembali normal kurang dari 12 minggu setelah melahirkan.
3. Preeklampsia-eklampsia dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90
mm/Hg setelah usia gestasi 20 minggu pada wanita yang sebelumnya
memiliki tekanan darah yang bormal dan adanya proteinuria (0,3 gr
protein dalam specimen urin dalam 24 jam), sedangkan eklampsia
didefinisikan sebagai kejang yang tidak dapat dihubungkan dengan kasus
lain pada wanita dengan preeklampsia.
4. Superimposed Preeclampsia (preeklampsia pada pengidap hipertensi
kronis) dengan gejala yaitu onset baru proteinuria dengan jumlah
proteinuria > 300 mg/24 jam pada ibu hamil dengan hipertensi, tetapi
tidak ada proteinuria sebelum usia gestasi 20 minggu.
3.1.2 Epidemiologi
Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2% dan 10% dari
kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan penanda awal dari
kejadian eklampsia, dan diperkirakan kejadian preeklampsia menjadi lebih tinggi di
negara berkembang. Angka kejadian preeklampsia di negara berkembang, seperti di
negara Amerika Utara dan Eropa adalah sama dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus per
10.000 kelahiran. Disisi lain kejadian eklampsia di negara berkembang bervariasi
secara luas. Mulai dari satu kasus per 100 kehamilan untuk 1 kasus per 1700
kehamilan. Rentang angka kejadian preeklampsia-eklampsia di negara berkembang
seperti negara Afrika seperti Afrika selatan, Mesir, Tanzania, dan Ethiopia bervariasi
dari 1,8% sampai 7,1%. Di Nigeria angka kejadiannya berkisar antara 2% sampai
16,7% Dan juga preeklampsia ini juga dipengaruhi oleh ibu nullipara, karena ibu
nullipara memiliki resiko 4-5 kali lebih tinggi dari pada ibu multipara .4,7,15
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini merupakan
bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor dua di Indonesia
15
bagi ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di Indonesia adalah akibat
perdarahan.5
Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan /
preeklampsia /eklampsia.9,12,13
a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua.
Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada
wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten
b. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua
risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.
c. Ras/golongan etnik
Mungkin ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai etnik di banyak
Negara
d. Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor
risiko meningkat sampai + 25%
e. Faktor gen
Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu
dan janin.
f. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO).
Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian
yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang
obese/overweight.
g. Iklim / musim
Di daerah tropis insidens lebih tinggi
h. Tingkah laku/sosioekonomi
16
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok
selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin
terhambat yang jauh lebih tinggi.
Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama hamil
mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.
i. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar,
dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.
j. Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus
k. Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya
bukan preeklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal/vaskular primer
akibat diabetesnya.
l. Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan
menyebabkan preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria
terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan
patologi ginjal juga sesuai dengan pada pre-eklampsia.
m. Riwayat pre-eklampsia.
n. Kehamilan pertama
o. Usia lebih dari 40 tahun dan remaja
p. Obesitas
q. Kehamilan multiple
r. Diabetes gestasional
s. Riwayat diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis.
3.1.3 Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor
yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah : 6,7,9,13,16,17
1. Faktor Trofoblast
17
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan terjadinya
Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori
ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia
membaik setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada
kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen
plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak
menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan
berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat
respon imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron
antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang
menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan
Edema.
4. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia
bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang
menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia
antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-
Eklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.
18
5. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung
asam lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis
Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang
memicu terjadinya preeklampsia.
6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada
kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang
kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.
3.1.4 Gejala Klinis
Gejala preeklampsia adalah :10
1. Hipertensi
2. Edema
3. Proteinuria
4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.
3.1.5 Patogenesis
Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi
perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973) menyatakan bahwa
dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik uteroplasenta, sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi
sirkulasi darah plasenta yang berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi
penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya
19
terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan
penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang
mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang
mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke
dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan
kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan
prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan
sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan
vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel
yang resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme.
Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan
hambatan aliran darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang
membahayakan pembuluh darah karena gangguan aliran darah vasavasorum,
sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
dilepasnya Endothelin – 1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini
menyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah
seperti thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang
menyebabkan gangguan ke berbagai sistem organ.18
Fungsi organ-organ lain :12,13,19
a. Otak
Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia
terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak
sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting
terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia.
b. Hati
Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang
berhubungan dengan beratnya penyakit.
20
c. Ginjal
Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi
glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia,
sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin
meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran protein
(”sindroma nefrotik pada kehamilan”).
d. Sirkulasi uterus , koriodsidua
Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi
yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan
hasil akhir kehamilan.
- Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang
berkurang.
- hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang
mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan
kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin,
aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.
- karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai
oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan
pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.
3.1.6 Diagnosis
Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala
berikut :10,11,18
1. TD ≥ 160 / 110 mmHg
2. Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+
3. Oliguria ≤ 500 ml / 24 jam disertai kenaikan kadar kreatinin darah
4. Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus
5. Gangguan visus dan cerebral
21
6. Nyeri epigastrium
7. Edema paru atau sianosis
8. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR)
9. HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP =
Low Platelet Counts)
Impending eklampsia bila dijumpai tanda/ gejala berikut :10,11
1. Nyeri kepala hebat
2. Gangguan visual
3. Muntah-muntah
4. Nyeri epigastrium
5. TD naik secara progresif
3.1.6.1 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diketahui :16
a. Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC
b. Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya
retardasi pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion
c. Edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan yang
memberat
d. Peningkatan berat badan lebih dari 500 gr per minggu atau peningkatan berat
badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.
3.1.6.2 Pemeriksaan Penunjang
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif
untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator
preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat
diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang
22
menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya
preeklampsia superimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan
pada wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari
pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum,
protein total, reduksi bilirubin, sedimen pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga
pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu
perdarahan dan pembekuan serta untuk mengetahui keadaan janin perlu
dilakukan pemeriksaan USG. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan sesering
mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.13,20
3.1.7 Prognosis
Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur gestasi
janin, ada tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan bagaimana proses
bersalin dilaksanakan, dan apakah terjadi eklampsia. Kematian ibu antara 9.8%-
25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.9,13
3.1.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu :13,18
1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
2. Hipofibrinogenemia
3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis
periportal hati pada penderita pre-eklampsia.
4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.
Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang
menunjukkan adanya apopleksia serebri.
23
6. Edema paru
7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol
umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan
enzim.
8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
9. Prematuritas
10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.
Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.
11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah
mencapai tahap eklampsia.
3.1.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding preeklampsia berat , yaitu :6,16
1. Kehamilan dengan sindrom nefrotik
2. Kehamilan dengan payah jantung,
3. Hipertensi Kronis
4. Penyakit Ginjal
5. Edema Kehamilan
6. Proteinuria Kehamilan,
3.1.10 Penatalaksanaan
1. Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara
prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat
pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan yang
dilakukan dalam merujuk penderita adalah sebagai berikut :7
1. Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
2. Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).
24
3. Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen,
cairan infus dextrose/ringer laktat.
4. Pada penderita terpasang infus dengan blood set.
5. Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv, dalam
perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam maintenance
drops. Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan terpasang tongue
spatel.
2. Penanganan di Rumah Sakit
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia
berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:10,11,19
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medisinal.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medisinal.
1. Perawatan Aktif
Perawatan aktif yang dilakukan, yaitu :10,11,16
a. Indikasi
- Keadaan Ibu:
Kehamilan aterm ( > 37 minggu)
Adanya gejala-gejala impending eklampsia
Perawatan konservatif gagal ( 6 jam setelah pengobatan medisinal
terjadi kenaikan TD, 24 jam setelah pengobatan medisinal gejala
tidak berubah)
Adanya Sindrom Hellp
- Keadaan Janin
Adanya tanda-tanda gawat janin
Adanya pertmbuhan janin terhambat dalam rahim
25
b. Pengobatan Medisinal
- Segera MRS.
- Tirah baring miring ke satu sisi.
- Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam)
- Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
- Antasida.
- Obat-obatan :
Anti kejang:
i. Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat-syarat pemberian MgSO4
a) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram
(10% dalam 10 cc) diberikan I.V pelan dalam 3 menit.
b) Refleks patella positif kuat
c) Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress pernafasan
(-)
d) Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).
Cara Pemberian:
a) Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV + IM,
jika tidak ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar 4 gram
MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 4 menit (1 gr/menit) atau
kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti
segera 4 gram di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 %
dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi
nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung
adrenalin pada suntikan IM.
b) Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal, dosis
ulangan 4 gram MgSO4 40% diberikan secara intramuskuler setiap 6
jam, bergiliran pada bokong kanan/kiri dimana pemberian MgSO4
tidak melebihi 2-3 hari.
26
Penghentian MgSO4 :
1. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks
fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP,
kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena
kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium
pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis
menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi
kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi
kematian jantung.
2. Setelah 24 jam pasca persalinan
3. 6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan luminal
3x30-60 mg
Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
a) Hentikan pemberian magnesium sulfat
b) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV
dalam waktu 3 menit.
c) Berikan oksigen.
d) Lakukan pernapasan buatan.
ii. Diazepam
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4
tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120
mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan,
rawat di ruang ICU.
iii. Diuretika
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,
payah jantung kongestif atau edema anasarka, serta kelainan fungsi
ginjal. Diberikan furosemid injeksi (Lasix 40mg/im).
iv. Anti hipertensi
27
Indikasi pemberian antihipertensi bila TD sistolik >160 mmHg
diastolik > 110 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis
< 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan
perfusi plasenta. Dosis antihipertensi sama dengan dosis
antihipertensi pada umumnya.
- Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan
obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres (clonidine)
injeksi 1 ampul = 0,15 mg/ml 1 amp + 10 ml NaCl flash/ aquades
masukkan 5 ml IV pelan 5 mnt, 5 mnt kemudian TD diukur, tak
turun berikan sisanya (5ml pelan IV 5 mnt). Pemberian dapat diulang
tiap 4 jam sampai TD normotensif.
- Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah
nifedipin yang diberikan 4 x 10 mg sampai diastolik 90-100 mmHg
v. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
digitalisasi cepat dengan cedilanid.
vi. Lain-lain :
- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata
- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu
dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc
IM.
- Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6
jam/IV/hari.
- Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus.
Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-
lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
- Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari.
Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)
28
c. Pengobatan obstetrik
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :
i. Induksi persalinan :
- amniotomi
- tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan
dengan fetal heart monitoring.
ii. Seksio sesaria bila :
- Fetal assesment jelek
- Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang
dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.
- 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase
aktif.
- Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi
dengan seksio sesaria.
Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu :
Kala I
i. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio
sesaria.
ii. Fase aktif :
- Amniotomi saja
- Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan
lengkap maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan
tetesan oksitosin).
Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus
buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan
oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian
pengobatan medisinal. Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan
29
memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru
janin dengan memberikan kortikosteroid.
2. Perawatan Konservatif
a. Indikasi perawatan konservatif
- bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu
- tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia
- keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal :
- Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan- bokong kiri
dilanjutkan dengan 4 g IM setiap 6 jam
- Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam
- Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan
diteruskan sbb : beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o
- Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg.
c. Pengobatan obstetri :
- Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
- MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre
eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
- Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan
konservatif gagal dan harus diterminasi.
- Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih
dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.
d. Penderita dipulangkan bila :
- Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan
dan telah dirawat selama 3 hari.
30
- Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan :
penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan
(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
3.1.11 Penatalaksanaan Eklampsia
Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia berat disertai semakin
tingginya angka kematian maternal dan perinatal. Tambahan gejala eklampsia adalah
menurunnya kesadaran sampai dengan koma dan terjadi konvulsi. Terapi eklampsia
dengan konvulsi bertujuan untuk mencegah terjadi konvulsi terlalu lama, mencegah
agar konvulsi berkurang, menyelamatkan jiwa maternal dengan pengobatan
Magnesium sulfat.10,11,18
a. Prinsip pengobatan :
- Menghentikan dan mencegah kejang-kejang
- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
- Mencegah komplikasi
- Terminasi kehamilan/ persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada
ibu.
i. Obat untuk anti kejang
- Mg SO4
Dosis awal : 4 g 20% IV pelan-pelan selama 3 menit atau lebih, disusul
8 g 40% IM terbagi pada bokong kanan dan kiri.
Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 4 g 40% IM diteruskan sampai 24
jam paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.
Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% IV pelan-pelan.
Pemberian IV ulangan ini hanya SEKALI SAJA, apabila timbul kejang
lagi, berikan pentotal 5 mg/KgBB/IV pelan-pelan
Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 diberikan anti dotum Glukonas
Kalsikus 10g%, 10ml IV pelan-pelan selama 3 menit.
31
- Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam diluar maka : diberikan
MgSO4 secara hati-hati terutama kalu ada kelainan jantung.
- Perawatan kalau kejang :
Kamar isolasi yang cukup terang
Pasang sadep lidah ke dalam mulut
Kepala dierandahkan dan orofaring dihisap
Oksigenisasi yang cukup
Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar jangan fraktur
- Perawatan kalau koma : antikejang tidak diberikan
Monitor kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital
Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita
Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka
berikan dalam bentuk NGT
ii. Memperbaiki keadaan umum ibu
- Infus D5%
- Pasang CVP untuk :
Pemantauan keseimbangan cairan
Pemberian kalori
Koreksi keseimbangan asam basa
Koreksi keseimbangan elektrolit
iii.Mencegah komplikasi
- Obat-obat antihipertensi
Diberikan pada penderita TD 160/110 mmHG atau lebih
(nifedipine,catapres)
- Diuretika : hanya diberikan atas indikasi edema paru dan kelainan fungsi
ginjal
- Kardiotonika : diberikan atas indikasi ada tanda-tanda payah jantung,
edema paru, dan nadi > 120x/m, sianosis diberikan digitalis cepat dengan
cedilanid.
32
- Antibiotika diberikan ampicilin 3x1 g/IV
- Antipiretika : xylomidon 2 ml/IM dan atau kompres alkohol
- Kortikosteroid
iv. Penanganan pada edema paru akut :
- Oksigen
- Morfin
- Furosemid
- Bila TD 160/100 mmHg diberikan antihipertensi
v. Terminasi kehamilan
Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini
- Setelah kejang terakhir
- Setelah pemberian anti kejang terakhir
- Setelah pemberiaan anti hipertensi terakhir
- Penderita mulai sadar
- Untuk koma tentukan skor tanda vital
STV > 10 boleh terminas, STV <9 tunda 6 jam kalau ada perubahan
terminasi
Cara pengakhiran kehamilan dan persalinan sama dengan PEB
3.1.12 Pencegahan
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan
agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2. Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan
mengobatinya segera apabila ditemukan.
3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke
atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat
dihilangkan.
4. Berdasarkan teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
yang dapat menyebabkan hipoksia dan iskemik plasenta, yang pada
33
akhirnya menghasilkan oksidan (radikal bebas) dalam tubuh, sehingga
untuk mencegahnya bisa diberikan antioksidan, yang dibagi menjadi 3
golongan :
- Antioksidan primer
Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal bebas
baru dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk
yang lebih stabil. Contoh antioksidan primer, ialah enzim superoksida
dimustase (SOD), katalase, dan glutation dimustase.
- Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa radikal serta
mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder
diantaranya yaitu vitamin E, Vitamin C, dan β-karoten.
- Antioksidan Tersier
Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan
yang disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya yaitu enzim yang
memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksida reduktase.13,21
34
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Ny. S usia 34 tahun datang ke IGD Rumah Sakit A.W.Sjahranie
Samarinda 15 November 2015 pukul 21.25 WITA dengan keluhan utama perut terasa
kencang-kencang keluar lendir dan darah dari jalan lahir. Setelah melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis
G2P1A0 gravid 39-40 minggu + inpartu kala I fase laten + PEB. Diagnosis PEB
didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
Diagnosis PEB yang tepat sangat penting untuk menentukan penanganan selanjutnya.
Oleh karena itu, usaha untuk menegakkan diagnosis PEB harus dilakukan dengan
cepat dan tepat.
4.1 Penegakan Diagnosis
No Teori Fakta
1 Anamnesis :
- Preeklampsia adalah hipertensi
disertai proteinuria yang terjadi
pada umur kehamilan di atas 20
minggu
- Pada preeclampsia, pasien
mengalami nyeri kepala,
penglihatan kabur, nyeri di daerah
epigastrium, mual atau muntah-
muntah.
- Faktor risiko pada preeclampsia
adalah riwayat preeclampsia,
primigravida, kegemukan,
Pasien adalah wanita hamil dengan
usia khamilan 39-40 minggu tanpa
ditemukan adanya riwayat hipetensi
sebelum masa kehamilannya
Pasien mengetahui tekanan darahnya
yang tinggi baru sejak ±3 minggu
yang lalu, yaitu pada usia kehamilan
36-37 minggu
Pasien mengeluhkan kaki dan tangan
bengkak sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit.
Pasien tidak mengeluhkan adanya
35
kehamilan ganda, riwayat
penyakit hipertensi kronik, dan
diabetes mellitus.
-
mual/ muntah , nyeri epigastrium ,
pandangan kabur, dan riwayat kejang.
2 Pemeriksaan Fisik :
- Pada preeclampsia dapat
ditemukan tekanan darah sistolik
≥ 160 mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥ 110 mmHg.
- Dapat juga ditemukan takikardia,
takipneu, edema ekstremitas dan
paru, perubahan kesadaran,
hipertensi ensefalopati, dan
hiperefleksia.
- Pada pasien ini ditemukan tekanan
darah 160/110 mmHg
- Didapatkan edema pada
ekstremitas bawah
3 Pemeriksaan Penunjang
Pada preeclampsia berat,
didapatkan proteinuria lebih dari 5
gr/24 jam atau 4 + dalam
pemeriksaan kualitatif
Oliguria, kenaikan kadar kreatinin
Pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan proteinuria dan
didapatkan hasil + 3. Pada pasien
tidak ditemukan kenaikan kadar
kreatinin plasma, trombositopenia,
dan peningkatan kadar alanin dan
36
plasma, trombositopenia berat,
peningkatan kadar alanin dan
aspartat aminotransferase.
aspartat aminotransferase.
37
4.2Penatalakasanaan
Teori Fakta
Pasien preeclampsia berat dirawat inap
dan dinasihati agar bed rest total.
Dilakukan pemasangan kateter untuk
memonitor cairan output dan input.
Diet yang cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak, dan garam.
Untuk pemberian anti kejang, yang
diberikan pertama adalah MgSO4.
Diberikan anti hipertensi apabila
tekanan sistolik ≥ 180 mmHg dan/atau
tekanan diastolic ≥ 110 mmHg. Jenis
obat anti hipertensi yang diberikan di
Indonesia nifedipin dengan dosis awal
10 – 20 mg, diulangi setelah 30 menit ;
maksimum 120 mg dalam 24 jam.
Sikap terhadap kehamilan pada
preeclampsia yaitu dapat dilakukan
perawatan aktif atau perawatan
konservatif. Perawatan konservatif
dilakukan bila kehamilan preterm ≤ 37
minggu tanpa disetai tanda impending
eclampsia dengan keadaan janin baik.
Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan,
keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan medikamentosa dan harus
Pasien dirawat inap (MRS) dan
diberikan MgSO4 & diberikan obat anti
hipertensi nifedipin 10 mg.
Pada pasien dilakukan terapi
konservatif karena umur kehamilan 30
– 31 minggu, dan tetap dipertahankan
karena ada perubahan tekanan yang
cukup signifikan setelah pemberian
terapi medikamentosa, dan akhirnya
pasien parus spontan <24 jam MRS.
38
diterminasi.
39
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. S yang berusia 34 tahun
datang ke rumah sakit dengan keluhan utama perut terasa kencang-kencang disertai
lendir dan darah keluar dari jalan lahir. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang, maka didapatkan G2P1A0 gravid 39-40 minggu,
janin tunggal hidup intrauerin, letak kepala, inpartu kala I fase laten + preeklampsia
berat
Diagnosis akhir pada pasien ini adalah G2P1A0 gravid 39-40 minggu, janin
tunggal hidup intrauerin, letak kepala, inpartu kala I fase laten + preeklampsia berat.
Secara umum penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien ini sudah
tepat dan sesuai dengan teori.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. BAPPENAS. 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium di Indonesia 2010. Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, Indonesia, hal 1-74
2. AbouZhar, C. 2003. Global buden of maternal death and disability : “Causes of Maternal deaths and disabilities”. British Medical Bulletin. 60: 1-11. (http://bmb.oxfordjournal.org, diakses 24 April 2012).
3. UNFPA. 2011. Maternal Mortality Ratio. (http://Indonesia.unfpa.org/issues-and-challenges/maternal-mortality-ratio, diakses 24 April 2012).
4. WHO, 2011. Maternal and Perinatal Health. (http://www.who.int/topics/maternal_health/en/, diakses 24 April 2012)
5. Departemen Kesehatan RI [Online]. 2011. (http://www.gizikia.depkes.go.id/wp_content/uploads/downloads/2011/01/Materi-Advokasi-BBL-Pdf, diakses 24 April 2012).
6. Winkjosastro, H, dkk. 2006. Ilmu Kebidanan: “Hipertensi dalam Kehamilan” (edisi ke-3). Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Indonesia, hal. 281-300.
7. Sudhaberata, Ketut. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. UPF. Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Rumah Sakit Umum Tarakan Kalimantan Timur. Di unduh dari: (http://www.sidenreng.com/2008/06/penanganan-preeklampsia-beratdaneklampsia/, diakses pada tanggal 25 Maret 2012).
8. Lana, K.,M.D. 2004. Diagnosis and Management of Preeclampsia. The American Family Physician. 70(12). Hal 1-7 (http://wwwaafp.org/afp/2004/1215/p23.h, diakses 24 April 2012).
9. Cunningham, F.G., dkk. 2005. Obstetri Williams : “Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan” (edisi ke-21). Terjemahan oleh : Hartono, Suyono, Pendit. EGC, Jakarta, Indonesia, hal. 624-683.
10. Universitas Sriwijaya. Protap Obgyn: “Preeklampsia Berat”, hal.3-10.11. Arga, J., Guick Obgyn: “PEB”. Departemen Obstetri dan Ginekologi Dr.
Mohammad Hoesin, FK UNSRI, Palembang, hal.73-77.
41
12. Angsar, M,D., 2002. Ilmu Kebidanan: “ Hipertensi dalam Kehamilan” (edisi ke-3). Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Indonesia, hal. 530-561.
13. Anonim. Preeklampsia Berat / Eklampsia. Di unduh dari : (http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/24/preeklampsia-berateklamsia/ Di akses pada tanggal 25 Maret 2012).
14. ACOG, 2002. Practice Bulletin : “Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia.33.(http://mail.ny.acog.org/website/SMIPodcast/DiagnosisMgt.pdf, diakses 24 April 2012)
15. Zhang, Jun., dkk. 1997. Epidemiology of Pregnancy-induced hypertension. Epidemiologic Reviews. 19(2). (http://epirev.oxfordjournals.org/, diakses 24 April 2012).
16. Subianto, Teguh. Prosedur Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Berat. Di unduh dari: (http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/07/prosedur-penatalaksanaan-pre-eklampsia.html, diakses pada tanggal 25 Maret 2012).
17. Anonim. Penanganan Preeklampsia Berat. Di unduh dari: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenangananPreeklampsiaBerat.pdf/10_PenangananPreeklampsiaBerat.html Di akses pada tanggal 25 Maret 2012.
18. Mochtar, R. 1998. Toksemia Gravidarum. Dalam : Lutan, D (Editor). Sinopsis Obstetri (hal. 198-208). EGC, Jakarta, Indonesia.
19. Diyoyen. Preeklampsia Berat. Di unduh dari : http://diyoyen.blog.friendster.com/2008/11/preeklampsia-berat/ Di akses pada tanggal 25 Maret 2012.
20. Mansjoer, A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran : “ Komplikasi selama Kehamilan” (edisi ke-3). Media Aesculapius, Jakarta, Indonesia, hal. 270-271.
21. Wikipedia.(http://id.wikipedia.org/wiki/Antioksidan, diakses 4 Mei 2012).
42