120
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL UMBI TALAS JEPANG (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA TERBUKA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY SKRIPSI NURHAYATI NASUTION 1111102000125 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2015

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL UMBI TALAS JEPANG (Colocasia esculenta (L.) Schott var.

antiquorum) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA TERBUKA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY

SKRIPSI

NURHAYATI NASUTION 1111102000125

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA JULI 2015

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL UMBI TALAS

JEPANG (Colocasia esculenta (L.) Schott var.

antiquorum) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA

TERBUKA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

NURHAYATI NASUTION

1111102000125

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2015

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta
Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta
Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta
Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

v

ABSTRAK

Nama : Nurhayati Nasution

Program Studi : Farmasi

Judul :Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang

(Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum)

terhadap Penyembuhan Luka Terbuka pada Tikus Putih

(Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

Luka terbuka yang tidak diobati berpotensi mengalami infeksi yang dapat

menyebabkan kelumpuhan, infeksi kronik bahkan kematian. Umbi talas jepang

(Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) mengandung alkaloid, flavonoid,

tanin, polifenol, triterpenoid, saponin, tarin, Zn, vitamin C dan A yang dapat

mempercepat proses penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh ekstrak etanol umbi talas jepang terhadap kecepatan penyembuhan luka.

Hewan uji terdiri dari 20 ekor tikus galur Sprague Dawley yang dibagi dalam 5

kelompok yaitu kelompok kontrol positif yang diberikan krim Lanakeloid-E®

,

kelompok kontrol negatif yang diberikan basis krim, kelompok uji yang diberikan

krim ekstrak umbi talas jepang dengan 3 konsentrasi yang berbeda (1%, 5% dan

25%). Luka terbuka dibuat dengan metode Morton pada bagian dorsal sekitar 3 cm

dari auricula tikus. Pemberian ekstrak dan pengamatan penyembuhan luka

dilakukan selama 14 hari. Parameter yang diamati meliputi luas luka, persentase

penyembuhan luka, waktu penyembuhan luka, keberadaan sel radang dan fibroblas,

neokapilerisasi, kerapatan kolagen. Data luas luka dianalisa menggunakan Paired

Sample T-Test. Hasil penelitian menunjukkan luas luka kelompok uji I berbeda

signifikan pada hari ke-3, 6, 9 dan 12 (p 0,05), luas luka kelompok uji II dan III

berbeda signifikan pada hari ke-6, 9 dan 12 (p 0,05), luas luka kelompok kontrol

negatif berbeda signifikan hanya pada hari ke-6, 9 dan 12 (p 0,05), sedangkan

luas luka kelompok kontrol positif berbeda signifikan pada hari ke-3, 6, 9 dan 12

(p 0,05). Hasil pengamatan mikroskopik menunjukkan neokapilerisasi, fibroblas

dan kerapatan kolagen yang lebih tinggi terjadi pada kelompok uji I, II dan III,

dibandingkan kelompok kontrol negatif. Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa ekstrak etanol umbi talas jepang dapat mempercepat penyembuhan luka dan

aktivitas penyembuhan luka terbesar terjadi pada konsentrasi ekstrak 1%.

Kata Kunci : Umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum),

luas luka, persentase penyembuhan luka, kecepatan penyembuhan luka.

Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

vi

ABSTRACT

Name : Nurhayati Nasution

Program Study : Pharmacy

Title : Study of Effect of Ethanolic Extracts of Colocasia

esculenta (L.) Schott var. antiquorum Tuber on the Open

Wound Healing in Rats (Rattus norvegicus) Male

Sprague-Dawley Strain

Untreated open wounds potentially causes infection that can lead to paralysis,

chronic infection and even death. Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum

tuber contain alkaloids, flavonoids, tannins, polyphenols, triterpenoids, saponins,

tarin, Zn, vitamin C and A that can accelerate the wound healing process. The aim

of this study is to evaluate the effect of ethanolic extract of taro tuber to the wound

healing. Twenty Sprague Dawley rats were used as experimental animals which

were divied into 5 groups; the control positive group that was treated with the

Lanakeloid-E

cream, the control negative group that was treated with the cream

base, and three other groups were treated with the japanese taro tuber extract cream

using 3 different concentrations (1%, 5% and 25%). Open wounds were made by

using the Morton method on the dorsal part that was about 3 cm from the auricular

rats. Treatments and observations of wound healing were conducted during 14

days. The parameters observed in this study included wounds area, the percentage

of wound healing, wound healing time, the presence of inflammatory cells and

fibroblasts, new formed capillaries and collagen density. Wounds area data were

analyzed using the Paired Sample T-Test. The result showed that the area of the 1st

trial group indicated significant differences on the 3rd

, 6th

, 9th

, and 12th

day (p ≤

0.05), wounds area of the 2nd

and 3rd

trial groups showed a significant difference on

the 6th

, 9th

and 12th

day (p ≤ 0, 05), wound area of the negative control group

showed a significant difference on the 6th

, 9th

and 12th

day (p ≤ 0.05), while the

wound area of the positive control group differed significantly on the 3rd

, 6th

,9th

and

12th

(p ≤ 0.05 ). The result of microscopic observations showed that new formed

capillaries, fibroblasts and collagen density were higher in the 1st, 2

nd and the

3rd

trial groups than the negative control group. It can be concluded that the

ethanolic extract of taro tuber can accelerate wound healing and the best wound

healing activity occurred using the extract with 1% concentration.

Keywords: Taro tuber (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum), wounds

area, the percentage of wound healing, and wound healing rate.

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang tak pernah lelah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta

penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada

junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya dari lembah

kegelapan menuju jalan yang terang benderang.

Skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang

(Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) terhadap Penyembuhan

Luka Terbuka pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague

Dawley” disusun sebagai salah satu syarat tugas akhir untuk mendapatkan gelar

Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Azrifitria, M. Si., Apt dan Bapak Syaikhul Aziz, M. Si., Apt, selaku

dosen pembimbing yang selalu memberikan arahan serta meluangkan

waktu, tenaga, dan juga pikiran dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Drs.Umar Mansur, M.Sc., Apt dan Ibu Eka Putri,M.Si.,Apt selaku

dosen penguji yang telah banyak memberikan evaluasi dan saran dalam

penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Arief Sumantri, SKM.,M.Kes, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Yardi, M. Si., Ph. D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Kedua orang tua tercinta, Bapak Khaidir Nasution dan Ibu Nuraimah Lubis,

yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil, serta kasih

sayang dan do’a tiada henti. Kepada kedua adikku tercinta, Adelia Nasution,

dan Khairunnisak Nasution, yang selalu menghibur dan memberikan

semangat serta do’a.

6. Keluarga besar yang selalu memberikan dukungan dan semangat.

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

viii

7. Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis

menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Para staf karyawan dan laboran Program Studi Farmasi yang telah banyak

membantu berlangsungnya penelitian ini.

9. Sahabat-sahabatku di CSS Mora yang sama-sama berjuang dan mengemban

tanggung jawab sebelum maupun setelah menyelesaikan pendidikan ini.

10. Sahabat-sahabatku Puspita, Nanda, Herlina, Ni’mah, Wina, Kiki Rambe,

Bilqis, Fifi, Erlin, Mufidah,Qurry yang telah memberikan semangat dan

pengalaman yang indah selama kuliah.

11. Teman yang berjuang bersama dalam berlangsungnya penelitian ini, Titis

Mawarsari.

12. Teman-teman Farmasi angkatan 2011 yang sama-sama berjuang

menyelesaikan pendidikan ini.

13. Teman-teman Farmasi 2011 AC yang tidak membuat penulis menyesal

telah menjadi bagian dari kalian.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun

harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membalas segala kebaikan semua pihak yang

telah membantu penulis dalam penelitian ini.

Ciputat, 6 Juli 2015

Penulis

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta
Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI .................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................... v

ABSTRACT ................................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ................................................................................. vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................ ix

DAFTAR ISI ................................................................................................ x

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 4

1.4 Hipotesis ......................................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 6 2.1.Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum .......................... 6

2.1.1 Klasifikasi Tanaman ............................................................. 7

2.1.2 Sinonim ................................................................................. 7

2.1.3 Morfologi Tanaman .............................................................. 7

2.1.4 Habitat Tanaman ................................................................... 8

2.1.5 Kandungan Kimia ................................................................. 8

2.1.6 Aktivitas Biologi ................................................................... 9

2.2.Ekstraksi ......................................................................................... 10

2.3.Tinjauan Hewan Percobaan............................................................ 12

2.3.1 Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) ......................... 12

2.3.2 Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus) ............................. 12

2.4.Kulit ............................................................................................... 14

2.4.1 Anatomi Kulit ....................................................................... 14

2.4.1.1 Epidermis ................................................................... 14

2.4.1.2 Dermis........................................................................ 15

2.4.1.3 Subkutis ..................................................................... 15

2.4.2 Fisiologi Kulit ....................................................................... 16

2.4.2.1 Proteksi ...................................................................... 16

2.4.2.2 Sensasi ....................................................................... 16

2.4.2.3 Regulasi Suhu ............................................................ 16

2.4.2.4 Penyimpanan.............................................................. 17

2.4.2.5 Ekskresi...................................................................... 17

2.4.2.6 Sintesis Vitamin D ..................................................... 17

2.5.Luka................................................................................................ 17

2.5.1 Definisi Luka ......................................................................... 17

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

xi

2.5.2 Jenis-jenis luka ...................................................................... 17

2.5.3 Penyembuhan Luka ............................................................... 20

2.5.3.1 Prinsip Penyembuhan Luka ....................................... 26

2.5.3.2 Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka ........ 30

2.5.3.3 Komplikasi penyembuhan luka ................................. 33

2.6.Krim ............................................................................................... 34

2.6.1 Pembuatan Krim.................................................................... 35

2.6.2 Formula Sediaan Krim .......................................................... 35

BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................... 40

3.1 Tempat dan Waktu penelitian ........................................................ 40

3.2 Alat dan Bahan Penelitian .............................................................. 40

3.2.1 Alat Penelitian ....................................................................... 40

3.2.2 Bahan Uji ............................................................................... 40

3.2.3 Bahan Kimia .......................................................................... 40

3.2.4 Hewan Uji .............................................................................. 41

3.3 Rancangan Penelitian ..................................................................... 41

3.4 Kegiatan Penelitian ........................................................................ 42

3.4.1 Pemeriksaan Simplisia (Determinasi) ................................... 42

3.4.2 Penyiapan Simplisia .............................................................. 42

3.4.3 Pembuatan Ekstrak ................................................................ 42

3.4.4 Standarisasi Ekstrak............................................................... 43

3.4.4.1 Penentuan Parameter Non Spesifik .............................. 43

3.4.4.2 Penentuan Parameter Spesifik ...................................... 44

3.4.5 Pembuatan Krim Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang ........... 47

3.4.6 Evaluasi Sediaan Krim .......................................................... 48

3.4.6.1 Uji Organoleptik........................................................... 48

3.4.6.2 Uji Homogenitas .......................................................... 48

3.4.7 Persiapan Hewan uji .............................................................. 48

3.4.8 Pemberian Perlakuan ............................................................. 48

3.4.8.1 Pembuatan Luka ........................................................... 48

3.4.8.2 Pemberian Bahan Uji ................................................... 49

3.4.9 Pengamatan Penyembuhan Luka ........................................... 49

3.4.10 Eksisi Jaringan Kulit Tikus ................................................. 50

3.4.11 Pembuatan Preparat Histopatologi Jaringan Kulit Tikus .... 50

3.4.12 Pengamatan Preparat Histopatologi .................................... 51

3.4.13 Rencana Analisa Data ......................................................... 51

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 52 4.1 Hasil Penelitian .............................................................................. 52

4.1.1. Determinasi Tanaman ............................................................ 52

4.1.2. Ekstraksi ................................................................................ 52

4.1.3. Hasil Penapisan Fitokimia ..................................................... 52

4.1.4. Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Non Spesifik ......... 53

4.1.5. Hasil Evaluasi Sediaan Krim ................................................. 53

4.1.6. Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus .................................... 54

4.1.7. Hasil Pengukuran Luas dan Persentase Penyembuhan Luka 55

4.1.8. Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi ............................. 56

4.2 Pembahasan .................................................................................... 58

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

xii

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 69 5.1 Kesimpulan .................................................................................... 69

5.2 Saran ............................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 70

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data Biologis Tikus ...................................................................... 13

Tabel 2. Pembagian Kelompok Hewan Uji Berdasarkan Perlakuan........... 41

Tabel 3. Formula Krim Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang ....................... 47

Tabel 4. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang .... 52

Tabel 5. Hasil Penetuan Parameter Spesifik dan Parameter Non Spesifik . 53

Tabel 6. Hasil Evaluasi Krim Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang ............. 53

Tabel 7. Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus ........................................... 54

Tabel 8. Rata-rata Luas Luka Tiap Kelompok ............................................ 55

Tabel 9. Rata-rata Persentase Penyembuhan Luka Tiap Kelompok ........... 55

Tabel 10. Hasil Pengamatan Parameter Histopatologi .................................. 56

Tabel 11. Hasil Penapisan Fitokimia ............................................................ 84

Tabel 12. Foto Luka Tikus Mulai Hari ke-0 Hingga Hari ke-14 .................. 90

Tabel 13. Diameter, Luas dan Persentase Penyembuhan Luka Tiap

Kelompok........................ ....................................................... ...... 93

Tabel 14. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Kontrol Positif

Hari ke-0 dan 3 ............................................................................. 95

Tabel 15. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Kontrol Positif

Hari ke-3 dan 6 ............................................................................. 95

Tabel 16. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Kontrol Positif

Hari ke-6 dan 9 ............................................................................. 96

Tabel 17. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Kontrol Positif

Hari ke-9 dan 12 ........................................................................... 96

Tabel 18. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Kontrol Negatif

Hari ke-0 dan 3 ............................................................................. 96

Tabel 19. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Kontrol Negatif

Hari ke-3 dan 6 ............................................................................. 97

Tabel 20. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Kontrol Negatif

Hari ke-6 dan 9 ............................................................................. 97

Tabel 21. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Kontrol Negatif

Hari ke-9 dan 12 ........................................................................... 97

Tabel 22. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji I Hari ke-0 dan 3 ... 98

Tabel 23. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji I Hari ke-3 dan 6 ... 98

Tabel 24. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji I Hari ke-6 dan 9 ... 98

Tabel 25. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji I Hari ke-9 dan 12 . 99

Tabel 26. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji I Hari ke-12 dan 14 99

Tabel 27. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji II Hari ke-0 dan 3 .. 100

Tabel 28. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji II Hari ke-3 dan 6 .. 100

Tabel 29. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji II Hari ke-6 dan 9 .. 100

Tabel 30. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji II Hari ke-9 dan 12 101

Tabel 31. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji II

Hari ke-12 dan 14 ......................................................................... 101

Tabel 32. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji III Hari ke-0 dan 3 . 102

Tabel 33. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji III Hari ke-3 dan 6 102

Tabel 34. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji III Hari ke-6 dan 9 102

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

xiv

Tabel 35. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji III

Hari ke-9 dan 12 .......................................................................... 103

Tabel 36. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji III

Hari ke-12 dan 14 ......................................................................... 103

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) ...... 8

Gambar 2. Anatomi kulit...................................................................................... 16

Gambar 3. Fase inflamasi pada penyembuhan luka ............................................. 22

Gambar 4. Fase proliferasi pada penyembuhan luka ........................................... 23

Gambar 5. Fase remodelling pada penyembuhan luka ........................................ 26

Gambar 6. Grafik rata-rata berat badan tikus tiap kelompok .............................. 54

Gambar 7. Grafik rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok .......... 55

Gambar 8. Botol Maserasi .................................................................................. 78

Gambar 9. Vacuum Rotary Evaporator .............................................................. 78

Gambar 10. Timbangan Analitik ........................................................................ 78

Gambar 11. Tanur tinggi ..................................................................................... 78

Gambar 12. Desikator ......................................................................................... 78

Gambar 13. Ekstrak kental .................................................................................. 78

Gambar 14. Oven (Memmert) ............................................................................. 78

Gambar 15. Umbi Talas Jepang .......................................................................... 78

Gambar 16. Pelarut Etanol 96% .......................................................................... 78

Gambar 17. Oven Vakum ................................................................................... 79

Gambar 18. Hot Plate ......................................................................................... 79

Gambar 19. Alat Bedah ....................................................................................... 79

Gambar 20. Krim Bahan Uji ............................................................................... 79

Gambar 21. Reagen Penapisan Fitokimia ........................................................... 79

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alat dan Bahan ......................................................................... 78

Lampiran 2. Prosedur kerja ........................................................................... 80

Lampiran 3. Determinasi Tanaman Colocasia esculenta (L.) Schott ........... 81

Lampiran 4. Skema Pembuatan Krim Ekstrak Umbi Talas Jepang .............. 82

Lampiran 5. Alur Penelitian .......................................................................... 83

Lampiran 6. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang 84

Lampiran 7. Tahapan Pengukuran Diameter Luka dengan Aplikasi ImageJ 87

Lampiran 8. Pemeriksaan Parameter Ekstrak ............................................... 89

Lampiran 9. Luka Tikus Mulai Hari Ke-0 Hingga Hari ke-14 ..................... 90

Lampiran 10.Diameter luka seluruh kelompok hewan uji ............................ 93

Lampiran 11.Hasil Analisa Statistik Luas Luka ........................................... 95

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka adalah kerusakan fisik akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit

yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori

& Solanki, 2011). Luka juga didefinisikan sebagai keadaan hilang atau rusaknya

sebagian jaringan tubuh yang dapat disebabkan trauma benda tajam atau tumpul,

perubahan suhu, zat kimia, ledakan sengatan listrik atau gigitan hewan (R.

Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 2005).

Ketika terjadi perlukaan pada jaringan kulit, proses kesembuhan dan

regenerasi sel terjadi secara otomatis sebagai respon fisiologis tubuh melalui tiga

fase proses penyembuhan, yaitu fase inflamatori, fase proliferatif dan fase

remodelling. Komponen yang berperan penting dalam proses penyembuhan luka

adalah kolagen, angiogenesis dan granulasi (Ferdinandez et al, 2013). Kecepatan

penyembuhan luka tergantung dari luas dan kedalaman luka, serta ada tidaknya

komplikasi yang mengganggu proses penyembuhan luka yang alami seperti pada

orang yang berusia lanjut, pengobatan dengan steroid, dan yang menderita

penyakit diabetes dan kanker (Gurtner et al, 2008).

Luka terbuka yang tidak diobati memiliki potensi untuk mengalami infeksi

seperti gangren dan tetanus. Jika infeksi dibiarkan, akan menyebabkan

kelumpuhan, infeksi kronik, infeksi tulang, bahkan kematian. Oleh karena itu,

penanganan yang tepat diperlukan untuk mengurangi terjadinya infeksi pada suatu

luka. Luka infeksi merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada negara

berkembang karena kebersihan yang buruk. Ketersediaan obat yang dapat

mempercepat proses penyembuhan luka masih terbatas meskipun perkembangan

industri obat sudah sangat maju (Meenakshi et al. 2012).

Data infeksi luka pasca pembedahan pada 5 tahun terakhir (1995-2010)

mencapai 1,2-23,6% di negara berpenghasilan rendah hingga menengah,

sedangkan negara maju sekitar 1,2-5,2% dan Indonesia mencapai 7,1% (WHO,

2011). Infeksi menyebabkan 10.000 kematian setiap tahun terutama di asia dan

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

afrika (WHO, 2014) dan lebih dari 10.000 kasus tetanus terjadi di dunia pada

tahun 2013 (WHO, 2014).

Tujuan dari manajemen luka adalah menurunkan kejadian luka yang

terinfeksi, penyembuhan luka dalam waktu sesingkat mungkin, dengan rasa sakit,

ketidaknyamanan, dan luka parut yang minimal pada pasien (Soni & Akhlesh,

2012). Saat ini tidak ada substansi yang sangat efektif untuk mempercepat proses

penyembuhan luka, sehingga perhatian meningkat dalam menemukan ekstrak

tanaman untuk meningkatkan regenerasi penyembuhan luka, meskipun

penggunaan dari ekstrak tanaman untuk pengobatan luka umumnya baru

merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat tradisional (Mathivanan et

al, 2006).

Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum termasuk dalam keluarga

araceae yang umumnya dikenal sebagai talas satoimo/taro. Daun dan umbi

tanaman ini umumnya digunakan sebagai makanan di beberapa negara seperti

Jepang, Cina, India, Philippines dan lainnya (Wang, 1983). Umbi Colocasia

esculenta (L.) Schott mengandung alkaloid, steroid, lemak, fixed oil, flavonoid,

tanin, protein dan karbohidrat, serat, kalsium, fosfor, zat bes, vitamin C, tiamin,

riboflavin, niacin (Subhash et al, 2012). Jenis talas satoimo saat ini sedang gencar

dibudidayakan diberbagai daerah di Indonesia karena potensi pasar ekspor untuk

talas ini sangat besar, terutama di negara Jepang sebagai makanan pokok

(Pudjiatmoko, 2008). Akan tetapi, penelitian terhadap potensi tanaman ini masih

sedikit dilakukan di Indonesia.

Penelitian terdahulu menggunakan ekstrak air daun Colocasia esculenta

(L.) Schott menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung senyawa polifenol

yang berperan dalam penyembuhan luka. Senyawa polifenol memiliki aktivitas

antioksidan yang dapat menekan pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS)

dan menghambat hyaluronidase sehingga melindungi sel-sel kulit dari kerusakan

oksidatif dan mempercepat pemulihan luka pada tahap inflamasi (Girish &

Kemparaju, 2007). Penelitian yang menggunakan ekstrak metanol daun Colocasia

esculenta (L.) Schott menunjukkan bahwa ekstrak tersebut dapat meningkatkan

aktivitas proliferasi sel NB1-RGB (normal human skin fibroblast cells) lebih dari

10% dan meningkatkan sintesis kolagen (Takahashi et al, 2012).

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penelitian lainnya yang menggunakan ekstrak etanol tangkai daun

Colocasia esculenta (L.) Schott menyimpulkan bahwa ekstrak tangkai daun talas

berpotensi sebagai alternatif obat luka sayatan pada kulit kelinci. Tangkai daun

Colocasia esculenta (L.) Schott mengandung metabolit sekunder berupa saponin,

flavonoid, tanin, alkaloid dan steroid yang berperan dalam menyembuhkan luka

(Wijaya et al, 2014). Subhash et al (2012) menyimpulkan bahwa umbi Colocasia

esculenta positif mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, fenol, triterpenoid, dan

saponin. Kandungan metabolit sekunder ini kemungkinan berperan dalam

penyembuhan luka seperti pada tangkai daunnya.

Umbi Colocasia esculenta mengandung tarin yang merupakan protein

lektin yang memiliki aktivitas proteolitik (Rao et al, 2010; Roxas, 2013). Menurut

Priosoeryanto et al., (2006) lektin berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel

kulit. Tarin diduga dapat mempercepat penyembuhan luka karena aktivitas

proteolitiknya seperti papain yang efektif meluruhkan jaringan nekrotik,

mencegah infeksi dan menstimulasi pembentukan jaringan granulasi pada luka

melalui aktivitas enzim proteolitik yang dapat mengangkat jaringan mati tanpa

merusak sel hidup (Roxas, 2013; Sidik & Salmah, 2005).

Berdasarkan uraian diatas dapat diasumsikan bahwa kandungan berbagai

senyawa dalam umbi Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum dapat

mempercepat penyembuhan luka. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian

mengenai pengaruh ekstrak Colocasia esculenta (L.) Schott terhadap kecepatan

penyembuhan luka pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague

Dawley dengan metode Morton selama 14 hari. Parameter yang akan dinilai

dalam luka adalah luas luka, persentase penyembuhan luka, waktu penyembuhan

luka dan parameter histopatologi seperti neokapilerisasi, keberadaan sel radang

dan fibroblas serta kerapatan kolagen secara deskriptif.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Apakah pemberian ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta

(L.) Schott var. antiquorum) mempengaruhi luas luka, persentase

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

penyembuhan luka dan lamanya penyembuhan luka pada tikus putih

(Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley?

2. Apakah pemberian ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta

(L.) Schott var. antiquorum) mempengaruhi neokapilerisasi, keberadaan

sel radang dan fibroblas serta kerapatan kolagen pada penyembuhan luka

pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menguji pengaruh pemberian ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia

esculenta (L.) Schott var. antiquorum) terhadap luas luka, persentase

penyembuhan luka dan lamanya penyembuhan luka pada tikus putih

(Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley

2. Menguji pengaruh pemberian ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia

esculenta (L.) Schott var. antiquorum) terhadap neokapilerisasi,

keberadaan sel radang dan fibroblas serta kerapatan kolagen pada

penyembuhan luka pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur

Sprague Dawley.

1.4 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah

1. Pemberian ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.)

Schott var. antiquorum) dapat mengurangi luas luka, meningkatkan

persentase penyembuhan luka dan mempersingkat waktu penyembuhan

luka pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley

2. Pemberian ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.)

Schott var. antiquorum) dapat mengurangi keberadaan sel radang,

meningkatkan neokapilerisasi, fibroblas dan kerapatan kolagen pada

penyembuhan luka pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur

Sprague Dawley.

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai khasiat ekstrak

umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) yang

mempercepat penyembuhan luka dan memberikan informasi yang dapat

digunakan dalam pengobatan luka setelah pembedahan.

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum

Talas (Colocasia esculenta L.Schott) merupakan tanaman herba yang

termasuk dalam famili Araceae Colocasia esculenta yang dikelompokkan menjadi

2 varietas, yaitu Colocasia esculenta var. esculenta (dasheen) dan Colocasia

esculenta var. antiquorum (eddoe). Talas dasheen memiliki umbi tengah yang

besar, sedangkan talas eddoe atau sering disebut talas satoimo memiliki umbi

tengah yang kecil dengan banyak anak umbi di sekitarnya. Beberapa sumber

menyebutkan bahwa talas berasal dari daerah di Asia Selatan (India) atau Asia

Tenggara (Malaysia), lalu menyebar ke Cina, Jepang, daerah Asia Tenggara

lainnya, Kepulauan Pasifik, Afrika Barat, dan beberapa daerah di kawasan Caribia

melalui migrasi penduduk (Onwueme, 1999). Menurut Purseglove (1992), talas

eddoe terbentuk setelah mengalami perkembangan dan seleksi saat ditanam di

Cina dan Jepang. Di Indonesia talas dapat dijumpai di seluruh kepulauan dan

tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan, baik liar maupun budidaya (Fitriani,

2013). Jenis talas satoimo saat ini sedang gencar dibudidayakan diberbagai daerah

di Indonesia karena potensi pasar ekspor untuk talas ini sangat besar, terutama di

Jepang yang setengah dari jumlah penduduknya mengkonsumsi talas satoimo

sebagai makanan pokok (Pudjiatmoko, 2008).

Sifat umum talas-talasan adalah rasanya yang menggigit dan getahnya

yang menyebabkan iritasi. Rasa menggigit disebabkan oleh adanya rasa

membakar atau pahit yang diakibatkan oleh senyawa yang masih belum diketahui,

yang mungkin berupa glukosida atau protein dan adanya getah iritan. Getah iritan

adalah senyawa yang mengandung struktur kalsium oksalat halus berbentuk

serupa jarum yang dihasilkan oleh sel khusus dan jika dikonsumsi akan menusuk

dan melukai jaringan mulut dan lidah. Hal ini juga menyebabkan sensasi yang

sama saat terkena kulit (Wang, 1983).

Rasa menggigit dapat dihilangkan dengan proses denaturasi

(pemasakan/pemanasan) umbi sebelum dikonsumsi, dimana dengan proses

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

denaturasi tersebut akan dapat menonaktifkan penghambat tripsin yang dikandung

oleh umbi talas (Rubatzky & Yamaguchi, 1995).

2.1.1 Klasifikasi Tanaman (Koawara, 2013)

Dalam taksonomi, kedudukan Colocasia esculenta (L.) Schott dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Arales

Famili : Araceae

Genus : Colocasia

Species : Colocasia esculenta (L.) Schott

2.1.2 Sinonim

Talas memiliki berbagai nama umum di seluruh dunia, yaitu taro

(English); alavi, patarveliya (Gujarati); arvi, kachalu (Hindi); alu (Marathi);

alupam, alukam (Sanskrit); dan sempu (Tamil) (Prajapati, 2011), Old cocoyam,

Abalong, Taioba, Keladi, Satoimo, Tayoba, dan Yu-tao (Koawara, 2013).

2.1.3 Morfologi Tanaman

Tanaman talas mempunyai sistem perakaran serabut, liar dan pendek.

Umbi mempunyai jenis bermacam-macam. Umbi dapat mencapai 4 kg atau lebih,

berbentuk silinder atau bulat, berwarna coklat. Daunnya berbentuk perisai atau

hati, lembaran daunnya 20-50 cm panjangnya, dengan tangkai mencapai 1 m

panjangnya, warna pelepah bermacam-macam. Pembungaan terdiri atas tongkol,

seludang dan tangkai. Bunga jantan dan bunga betina terpisah berada di bawah,

bunga jantan di bagian atasnya dan pada puncaknya terdapat bunga mandul.

Bunga bertipe buah buni, bijinya banyak, berbentuk bulat telur dan panjangnya 2

mm (Telaumbanua, 2005).

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

8 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 1. Talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum)

(Sumber : Deo, 2009)

2.1.4 Habitat Tanaman

Tanaman talas dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

dataran tinggi yang berketinggian ± 1300 meter dpl (diatas permukaan laut).

Lingkungan tumbuh yang idealuntuk tanaman talas bersuhu 21-27C dengan

kelembaban udara 50-90%, mendapat sinar matahari langsung dan bercurah hujan

240 mm/tahun. Di daerah yang berketinggian ± 250 meter dpl. Dan beriklim

basah sehingga dapat berproduksi dengan baik dan berkualitas prima (Rukmana,

1998).

2.1.5 Kandungan Kimia

Daun Colocasia esculenta (L.) Schott mengandung senyawa fenol, tanin,

saponin, steroid, quinon, selulosa, terpenoid, glikosida dan alkaloid (Dhanraj,

2013), mineral dan vitamin seperti kalsium, fosfor, zat bes, vitamin C, tiamin,

riboflavin dan niacin (Sharma et al, 2001).

Tangkai daun Colocasia esculenta (L.) Schott mengandung metabolit

sekunder berupa saponin, flavonoid, tanin, alkaloid dan steroid (Wijaya et al,

2014).

Umbi Colocasia esculenta (L.) Schott memiliki kandungan flavonoid,

triterpenoid, tanin, saponin, alkaloid, tarin, protein, rosmarinic acid, 1-O-feruloyl-

D-glucoside, 1-O-caffeoyl-D-glucoside, Zn, vitamin C dan A (Okeke & Iweala,

2007; Rukmana’ 2002; Fasuyi 2005). Flavonoid yang terkandung dalam

Colocasia esculenta (L.) Schott adalah orientin, isoorientin, vitexin, isovitexin,

luteolin-7-O-glucoside, dan luteolin-7-O-rutinoside (Li et al, 2014).

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

9 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Umbi taro (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) mengandung

kalsium 0,013%, fosfat 0,032%, besi 0,0015%, lemak 0,07%, karbohidrat 15,

34%, serat 0,63%, kadar air 81,4% (Chung, 1929), protein 1,44% (Derstine &

Rada, 1952), riboflavin (B2) 0,17 µg/g, thiamin (B1) 0,84 µg/g, niacin (B3) 6,4

µg/g (Bauer et al. 1951), antosianin, kalsium oksalat, dan alkaloid (Arditti et al.

1979 ; Strauss et al. 1980). Umbi Colocasia esculenta mengandung tarin yang

merupakan protein utama yang terkandung dalam umbi taro sekitar 40% dari total

protein umbi (Rao et al, 2010; Roxas, 2013).

Umbi talas jepang mengandung beberapa mineral terutama natrium (740

mg/100g), magnesium (79-122 mg/100g), kalsium (24.7-47.8 mg/100g) dan

kalsium (42mg/100g) serta mengandung Zn (3,05 mg/100g) dan Besi (2,07

mg/100g) (McEwan, 2008)

2.1.6 Aktivitas Biologi

Colocasia esculenta (L.) Schott memiliki aktivitas antifungi, antikanker,

efek hipoglikemik dan hipolipidemia, anti inflamasi (Prajapati, 2011),

antidiabetes, antimikroba, antihepatotoksik, antioksidan (Halligudi, 2013), dan

efektif terhadap bakteri gram positif seperti Streptococcusmutans, Bacillus

subtilis, bakteri gram negatif seperti Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas fragi

dan fungi seperti Aspergillus niger dan Candida albicans (Halligudi, 2013). Daun

Colocasia esculenta (L.) Schott efektif terhadap Salmonella typhi, Klebsiella

pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, Proteus vulgaris dan

E.coli, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun tanaman ini dapat digunakan

untuk mengobati typhoid, Pneumonia, Otitis, infeksi saluran kemih dan diare

(Dhanraj et al, 2013).

Dalam suatu penelitian terhadap daun Colocasia esculenta, Girish &

Kemparaju menjelaskan bahwa ekstrak daun Colocasia esculenta berpotensi

menginhibisi hyaluronidase, yang merupakan enzim yang berperan dalam

homeostasis tubuh. Pada jaringan yang dapat berfungsi normal, keseimbangan

antara sintesis dan degradasi asam hialuronat (HA) memiliki peran penting. Asam

hialuronat dengan berat molekul tinggi terdegradasi secara ekstraseluler oleh

HAse. Secara non enzimatik, HA terdegradasi oleh oksigen reaktif (ROS).

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

10 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hyaluronidase merupakan endoglukosaminidase, sedangkan ROS mendegrasi HA

melalui ikatan glikosidik internal (Gonçalves et al, 2013).

Menurut Mio & Stern, dalam proses penyembuhan luka yang tidak

seimbang, terjadi peningkatan inflamasi akibat akumulasi fragmen HA, maka

inhibitor hialuronidase sangat penting untuk mencegah akumulasi fragmen asam

hialuronat dengan berat molekul tinggi (LMWHA) dan kondisi inflamasi yang

berkepanjangan (Gonçalves et al, 2013).

Kandungan tarin dalam umbi taro merupakan protein lektin yang memiliki

aktivitas proteolitik seperti papain pada Carica papaya dan bromelin pada Ananas

Comusus. Menurut Priosoeryanto et al., (2006) kandungan lektin dalam getah

pelepah pisang berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel kulit.

2.2 Ekstraksi

Menurut Ditjen POM (2000), ekstraksi adalah kegiatan penarikan

kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat

larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia

dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-

lain (Ditjen POM, 2000).

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Depkes RI, 2000). Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan

pelarut, yaitu (Ditjen POM, 2000) :

a. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur

kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus

disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan

panambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat

pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

11 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang

selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya

dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap

pelembaman bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi

sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai

diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

b. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat

pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah

pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada

temperatur 40-50°C.

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang

selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga

menjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan

adanya pendingin balik.

4. Infusa

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air

pada temperatur 90°C selama 15 menit.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air

pada temperatur 90°C selama 30 menit.

Faktor yang berpengaruh pada mutu ekstrak adalah (Depkes RI, 2000) :

1. Faktor biologi, mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat),

dipandang secara khusus dari segi biologi yaitu identitas jenis, lokasi

tumbuhan asal, periode pemanenan, penyimpanan bahan, umur tumbuhan

dan bagian yang digunakan.

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

12 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Faktor kimia, mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat),

dipandang secara khusus dari kandungan kimia, yaitu :

a. Faktor internal, seperti jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi

kualitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif.

b. Faktor eksternal, seperti metode ekstraksi perbandingan ukuran alat

ekstraksi, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam

berat, ukuran kekerasan, dan kekeringan bahan.

2.3 Tinjauan Hewan Percobaan

2.3.1 Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Menurut Krinke (2000) klasifikasi Tikus putih (Rattus norvegicus) adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Mammalia

Order : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Rattus

Species : Rattus norvegicus

2.3.2 Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja

dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari

dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau

pangamatan laboratorium. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu

dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding

dengan mamalia lainnya Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan

juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya

2-3 tahun dengan lama reproduksi 1 tahun.

Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika

Serikat antara tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

13 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman,

dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan

laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam

kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar

sehingga memudahkan pengamatan. Secara umum, berat badan tikus laboratorium

lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat

minggu beratnya 35-40 g, dan berat dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi bervariasi

tergantung pada galur. Galur Sprague Dawley merupakan galur yang paling besar

diantara galur yang lain.

Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian.

Galur-galur tersebut antara lain : Wistar, Sprague Dawley, Long Evans, dan

Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague Dawley dengan ciri-ciri

berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya

(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tikus ini pertama kali diproduksi oleh

peternakan Sprague Dawley. Tikus Sprague Dawley merupakan jenis outbred

tikus albino serbaguna secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan utamanya

adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya. Adapun data biologis tikus

sebagai berikut :

Tabel 1. Data Biologis Tikus (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988)

Lama hidup 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun

Lama produksi ekonomis 1 tahun

Lama bunting 20-22 hari

Umur dewasa 40-60 hari

Umur dikawinkan 8-10 minggu (jantan dan betina)

Siklus kelamin Poliestrus

Siklus estrus (berahi 4-5 hari

Lama estrus 9-20 jam

Perkawinan Pada waktu estrus

Ovulasi 8- 11 jam sesudah timbul estrus, spontan

Ferilisasi 7-10 jam sesudah kawin

Implantasi 5-6 hari sesudah fertilisasi

Berat dewasa 300-400 g jantan; 250-300 g betina

Suhu (rektal) 36-39oC (rata-rata 37,5

oC)

Pernapasan 65-115/menit, turun menjadi 50 dengan

anestesi, naik sampai 150 dalam stress

Denyut jantung 330-480/menit, turun menjadi 250 dengan

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

14 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

anestesi, naik sampai 550 dalam stress

Tekanan Darah 90-180 sistol, 60-145 diastol, turun menjadi 80

sistol, 55 diastol dengan anestesi

Konsumsi oksigen 1,29-2,68 ml/g/jam

Sel darah merah 7,2-9,6 x 106/mm

3

Sel darah putih 5,0-13 0 x 103/mm

3

SGPT 17,5-30,2 lU/liter

SGOT 45,7-80,8 IU/liter

Kromosom 2n=42

Aktivitas nokturnal (malam)

Konsumsi makanan 15-30 g/hari (dewasa)

Konsumsi minuman 20-45 ml/hari (dewasa)

2.4 Kulit

2.4.1 Anatomi Kulit

Kulit adalah organ tubuh terbesar yang membentuk 15% berat badan total.

(Gibson, 2002) Kulit terdiri dari tiga lapisan yang masing-masing terdiri dari

berbagai jenis sel dan memiliki fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan

tersebut adalah epidermis, dermis, dan subkutis (Wasiatmadja & Syarif, 2007).

2.4.1.1 Epidermis

Epidermis merupakan lapisan terluar terutama terdiri dari epitel skuamosa

bertingkat. Sel-sel yang menyusunnya secara berkesinambungan dibentuk oleh

lapisan germinal dalam epitel silindris dan mendatar ketika didorong oleh sel-sel

baru ke arah permukaan, tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar

mengandung keratin, protein bertanduk, hanya sedikit darinya pada permukaan

tubuh yang terpajan untuk terpakai dan terkikis, seperti pada permukaan dalam

lengan, paha dan lebih banyak lagi pada permukaan ektensor, lapisan ini terutama

tebal pada kaki (Gibson, 2002). Lapisan ini terdiri atas:

a. Stratum corneum (lapisan tanduk)

Terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak

mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit

mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin, yaitu jenis

protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bahan kimia. Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit untuk memproteksi

tubuh dari pengaruh luar.

b. Stratum lucidum (lapisan jernih)

Berada tepat di bawah stratum corneum. Merupakan lapisan yang tipis,

jernih. Lapisan ini tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.

c. Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir)

Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar,

berinti mengkerut.

d. Stratum spinosum (lapisan malphigi)

Sel berbentuk kubus dan seperti berduri, intinya besar dan oval. Setiap sel

berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.

e. Stratum germinativum (lapisan basal)

Adalah lapisan terbawah epidermis. Di lapisan ini juga terdapat sel-sel

melanosit yaitu sel yang membentuk pigmen melanin.

2.4.1.2 Dermis

Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen, jaringan fibrosa dan

elastin. Lapisan superfisial menonjol ke dalam epidermis berupa sejumlah papila

kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan. Lapisan ini

mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan syaraf (Gibson, 2002).

2.4.1.3 Subkutis

Lapisan subkutis kulit terletak dibawah dermis. Lapisan ini terdiri dari

lemak dan jaringan ikat dan berfungsi sebagai peredam kejut dan insulator panas.

Lapisan subkutis adalah tempat penyimpanan kalori. Di lapisan ini terdapat ujung-

ujung saraf tepi, pembuluh darah dan saluran getah bening (Wasiatmaja & Syarif,

2007).

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2. Anatomi kulit

(Sumber : Kolarsick, 2011)

2.4.2 Fisiologi Kulit

2.4.2.1 Proteksi

Kulit merupakan barrier fisik antara jaringan di bawahnya dan lingkungan

luar. Kulit memberikan perlindungan dari abrasi, dehidrasi, radiasi ultraviolet, dan

invasi mikroorganisme (Gunstream, 2000). Sebagian besar mikroorganisme

mengalami kesulitan untuk menembus kulit yang utuh tetapi dapat masuk melalui

kulit yang luka dan lecet. Selain proteksi yang diberikan oleh lapisan tanduk,

proteksi tambahan diberikan oleh keasaman keringat dan adanya asam lemak

dalam sebum, yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Gibson, 2002).

2.4.2.2 Sensasi

Kulit terdiri dari ujung saraf dan reseptor yang dapat mendeteksi stimulus

yang berhubungan dengan sentuhan, tekanan, temperatur dan nyeri. (Gunstream,

2000). Sensasi raba, nyeri, perubahan suhu dan tekanan pada kulit dan jaringan

subkutan, ditransmisikan melalui saraf sensorik menuju medula spinalis dan otak

(Gibson, 2002).

2.4.2.3 Regulasi Suhu

Selama periode kelebihan produksi panas oleh tubuh, sekresi keringat dan

evaporasi melalui permukaan tubuh membantu menurunkan temperatur tubuh

(Gunstream, 2000).

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

17 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.2.4 Penyimpanan

Kulit bekerja sebagai tempat penyimpanan air dan lemak, yang dapat

ditarik berdasarkan kebutuhan (Gibson, 2002).

2.4.2.5 Ekskresi

Produksi keringat oleh kelenjar keringat menghilangkan sisa-sisa

metabolisme dalam jumlah kecil seperti garam, air, dan senyawa organik

(Gunstream, 2000).

2.4.2.6 Sintesis vitamin D

Pajanan terhadap radiasi ultraviolet dapat mengkonversi molekul prekursor

(7-dihidroksi kolesterol) dalam kulit menjadi vitamin D. Namun, hal tersebut

tidak dapat menyediakan vitamin D secara keseluruhan bagi tubuh, sehingga

pemberian vitamin D secara sistemik masih diperlukan (Gunstream, 2000;

Wasiatmaja & Syarif, 2007).

2.5 Luka

2.5.1 Definisi Luka

Luka adalah rusak dan hilangnya sebagian jaringan kulit yang terjadi

akibat gangguan secara fisik. Luka diklasifikasikan dalam dua kategori umum

yaitu akut dan kronis. Luka akut proses perbaikannya terjadi secara rapi, tepat

waktu dan terus-menerus sebagai hasil pemulihan anatomi dan fungsional kulit.

Luka kronis merupakan luka yang proses penyembuhannya lama terjadi karena

adanya kegagalan dalam proses penyembuhan misalnya luka pada diabetes dan

ulkus vena (Schwartz and Daly, 1999).

2.5.2 Jenis-jenis luka

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana terjadinya luka dan

menunjukkan derajat luka.

1. Berdasarkan tingkat kontaminasi (Prabakti, 2005)

a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah tak terinfeksi, tidak

terjadi proses peradangan (inflamasi). Luka bersih biasanya

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

18 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menghasilkan luka yang tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi

luka sekitar 1% - 5%.

b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan

luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau

perkemihan dalamkondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi,

kemungkinan timbulnya infeksiluka adalah 3% - 11%.

c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka,

fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar

dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada

kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen.

Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya

mikroorganisme pada luka.

2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka (Prabakti, 2005)

a. Stadium I : Luka “Superfisial” (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka

yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit

pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis, adanya tanda

klinis seperti lubang yang dangkal.

c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit

keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang

dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang

mendasarinya. Luka sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia

tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu

lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,

tendon dan tulang dengan adanya kerusakan yang luas.

3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka (Prabakti, 2005)

a. Luka akut: luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan yang telah disepakati. Kriteria luka akut adalah luka

baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang

diperkirakan, contoh: luka sayat, luka bakar, luka tusuk.

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Luka kronis: luka yang mengalami kegagalan dalam penyembuhan,

dapat terjadi karena faktor endogen dan eksogen. Pada luka kronik

gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik

terhadap terapi dan punya tendensi timbul kembali, contoh: ulkus

dekubitus, ulkus diabetik, ulkus venous dan lain-lain.

4. Berdasarkan Penyebab (Taylor,1997)

a. Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada permukaan

epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau

runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian traumatik seperti

kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun

tumpul.

b. Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi

luka berupa garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya

dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan

benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur.

c. Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak

beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan

benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan

lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman

luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.

d. Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda

runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya.

Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku

dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek

tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.

e. Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan

hewan memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan

yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan

hewan tersebut.

f. Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan

panas maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk

luka yang tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

warna kulit yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena

kerusakan epitel kulit dan mukosa.

5. Berdasarkan mekanisme terjadinya luka (Prabakti, 2005)

a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen

yang tajam. Misalnya yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih

(aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah

yang luka diikat.

b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu

tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,

perdarahan dan bengkak.

c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan

benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti

peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang

kecil.

e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam

seperti oleh kaca atau oleh kawat.

f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ

tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi

pada bagian ujung biasanya luka akan melebar.

g. Luka Bakar (Combustio).

h. Luka gigitan hewan, disebabkan karena adanya gigitan dari hewan liar

atau hewan piaraan. Hewan liar yang biasanya mengigit adalah hewan

yang ganas dan pemakan daging, yaitu dalam usaha untuk membela

diri. Luka gigitan dapat hanya berupa luka tusuk kecil atau luka

compang camping luas yang berat.

i. Luka Eksisi (Excised wound), luka yang diakibatkan terpotongnya

jaringan oleh goresan benda tajam (Partogi, 2008).

2.5.3 Penyembuhan Luka

Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan

mamulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah kedaerah yang rusak,

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

membersihkan sel dan benda asing serta perkembangan awal seluluer bagian dari

proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa

bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung

proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area luka yang bebas dari

kotoran dengan menjaga kebersihan,dapat membantu untuk meningkatkan

penyembuhan jaringan (Taylor,1997).

Penyembuhan luka didefinisikan oleh Wound Healing Society (WHS)

sebagai suatu yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari pengembalian

kontinitas dan fungsi anatomi. Berdasarkan WHS suatu penyembuhan luka yang

ideal adalah kembali normalnya struktur , fungsi dan anatomi kulit. Batas waktu

penyembuhan luka ditentukan oleh tipe luka dan lingkungan instrinsik maupun

ekstrinsik. Penyembuhan luka bisa berlangsung cepat. Pada luka bedah dapat

diketahui adanya sintesis kolagen dengan melihat adanya jembatan penyembuhan

dibawah jahitan yang mulai menyatu. Jembatan penyembuhan ini muncul pada

hari kelima sampai ketujuh post operasi (Black & Jacobs, 1997).

Proses penyembuhan luka yang alami (Kozier, 1995 & Taylor, 1997) :

a) Fase inflamasi atau lag Phase

Proses penyembuhan terjadi sejak awal pada saat terjadi luka, fase

inflamasi terjadi pada hari 0-5. Luka trauma atau luka pembedahan

mengakibatkan kerusakan pada struktur jaringan dan mengakibatkan

perdarahan. Trombosit dan sel-sel radang ikut keluar. Trombosit

mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan kimia tertentu dan asam

amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus

dinding pembuluh darah dan kemotaksis terhadap leukosit.

Terjadi vasokonstriksi dan proses penghentian darah. Sel redang

keluar dari pembuluh darah secara diapedesis dan menuju daerah luka secara

kemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamin yang

meningkatkan permeabilitas kapiler, hal ini meyebabkan terjadi eksudasi

cairan edema dan kemudian menimbulkan pembengkakan dan nyeri pada

awal terjadinya luka. Dengan demikian timbul tanda-tanda radang. Leukosit,

limfosit dan monosit menghancurkan dan memakan kotoran maupun kuman

(proses pagositosis).

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Leukosit PMN adalah sel pertama yang menuju ketempat luka .

Jumlahnya meningkat cepat dan mencapai puncaknya pada 24-48 jam. Fungsi

utamanya adalah melakukan fagositosis bakteri yang masuk. Pada

penyembuhan luka normal kehadiran sel-sel ini tidak begitu penting. Adanya

sel ini menunjukkan bahwa luka terkontaminasi bakteri. Bila tidak terjadi

infeksi PMN berumur pendek dan jumlahnya menurun cepat setelah hari

ketiga (Mulyata, 2002).

Makrofag merupakan komponen imun seluler yang muncul pada

tahap selanjutnya. Makrofag muncul pertama 48-96 jam setelah terjadinya

luka dan mencapai puncak pada hari ke-3. Dibandingkan dengan leukosit

PMN makrofag berumur lebih panjang dan tetap ada didalam luka sampai

proses penyembuhan luka berjalan sempurna. Setelah makrofag akan muncul

limfosit T dengan jumlah bermakna pada hari ke-5 dan mencapai puncaknya

pada hari ke-7. Berbeda dengan sel PMN, makrofag dan limfosit T penting

keberadaannya pada penyembuhan luka normal. Sama halnya dengan

neutrofil, makrofag melakukan fagositosis dan mencerna organisme-

organisme patologis dan jaringan sisa. Disamping itu makrofag juga

melepaskan faktor pertumbuhan dan sitokin yang mengawali dan

mempercepat formasi jaringan granulasi (Contran et al, 1999).

Pertautan pada fase ini hanya oleh fibrin, belum ada kekuatan

pertautan luka sehingga di sebut fase tertinggal (lag phase).

Gambar 3. Fase inflamasi pada penyembuhan luka

(Sumber : Gurtner, 2007)

b) Fase proliferasi atau fibroblast

Fase ini terjadi pada hari ke 3-14. Bila tidak ada kontaminasi atau

infeksi yang bermakna, fase inflamasi akan berlangsung pendek. Terjadi

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

proses proliferasi dan pembentukan fibroblas (menghubungkan sel-sel) yang

berasal dari sel-sel mesenkim. Fibroblas muncul pertama kali secara

bermakna pada hari ke-3 dan mencapai puncak pada hari ke-7.

Fibroblas menghasilkan mukopolisakarida dan serat kolangen yang

terdiri dari asam-asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin.

Mukopolisakarida mengatur deposisi serat-serat kolangen yang akan

mempertautkan tepi luka.

Fibroblas memproduksi kolagen dalam jumlah yang besar, kolagen ini

berupa glikoprotein berantai tripel, unsur utama matriks luka ekstraseluler

yang sangat berguna untuk membentuk kekuatan pada jaringan parut.

Kolagen pertama kali terdeteksi pada hari ke-3 setelah luka, meningkat terus

sampai minggu ke-3. Pada awalnya penumpukan kolagen terjadi berlebihan

kemudian fibril kolagen mengalami reorganisasi sehingga terbentuk jaringan

reguler sepanjang luka. Fibroblas juga menyebabkan matriks fibronektin,

asam hialuronik dan glikos aminoglikan (Contran et al, 1999).

Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut, yang tak diperlukan

dihancurkan, dengan demikian luka mengkerut/mengecil.

Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat

kolagen, kapiler-kapiler baru, membentuk jaringan kemerahan dengan

permukaan tak rata disebut jaringan granulasi.

Proses revaskularisasi luka terjadi secara bersamaan dengan

fibroplasia. Tunas-tunas kapiler tumbuh dari pembuluh darah yang

berdekatan dengan luka, tunas- tunas kapiler ini bercabang di ujung kemudian

bersatu membentuk lengkung kapiler dimana darah kemudian mengalir.

Tunas-tunas baru akan muncul dari lengkung kapiler membentuk pleksus

kapiler. Faktor-faktor terlarut yang menyebabkan angiogenesis belum

diketahui sepenuhnya. Diperkirakan proses ini terjadi dari kombinasi proses

proliferasi dan migrasi. Mediator terbentuknya sel pertumbuhan ini dan

kemotaksis termasuk sitokin yang dihasilkan trombosit , makrofag dan

limfosit pada luka. Tekanan oksigen yang rendah, terbentuknya asam laktat

dan amin biogenik merupakan stimulan potensial terbentuknya sitokin dan

growth factor seperti platelet – derived growth factor ( PDGF ), endothelin,

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

vascular endothelial growth factor ( VEGF ), FGF. Beberapa sitokin yang

dilepaskan oleh makrofag serta terlibat dalam proses penyembuhan yaitu :

TNF , IL 1, IL 6, IL 8 dan TGF β. Peran TGF β dalam proses penyembuhan

luka adalah meningkatkan matrik ekstra seluler ( ECM ) dan meningkatkan

kolagenasi.

Proses yang telah diuraikan sebelumnya merupakan proses pada fase

proliferasi didalam luka, sementara itu pada permukaan luka juga akan terjadi

restorasi integrasi epitel. Reepitelisasi terjadi beberapa jam setelah luka. Pada

tepi luka epidermis segera mendekati tepi luka dan menebal. Sel marginal

basalis mulai mengalami migrasi sepanjang serat-serat fibrin dan berhenti

ketika tepi luka sudah kontak. Pada tingkat seluler seluruh luka telah

mengalami epitelisasi pada kurang dari 48 jam. Stimulator reepitelisasi

sampai saat ini belum diketahui secara lengkap. Faktor-faktor yang diduga

berperan adalah EGF, TGF , bFGF, PDGF dan IGF. Proses epitelisasi terus

berulang ketika permukaan epitel sudah menebal. Fibroblas akan muncul

pada bagian dalam luka, selanjutnya diproduksi kolagen (Contran et al, 1999).

Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menutupi

dasar luka, tempat diisi hasil mitosis sel lain. Proses migrasi epitel hanya

berjalan kepermukaan yang rata atau lebih rendah dan tidak dapat naik,

pembentukan jaringan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan luka

tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka, terjadi

penyatuhan kembali, penyerapan yang berlebih.

Gambar 4. Fase proliferasi pada penyembuhan luka

(Sumber : Gurtner, 2007)

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c) Fase remondelling atau fase maturasi

Fase ini berlangsung dari hari ke -7 sampai dengan 1 tahun. Parut dan

sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tak ada rasa sakit maupun gatal.

Berlangsung dengan sintesis kolagen oleh fibroblas hingga struktur luka

menjadi utuh. Setelah matriks ekstra sel terbentuk, dimulailah reorganisasi.

Matriks ekstra sel pada mulanya kaya akan fibronektin. Hal ini tidak hanya

menghasilkan migrasi sel substratum dan pertumbuhan sel ke dalam tetapi

juga menyebabkan penumpukan kolagen oleh fibroblas. Terbentuknya asam

hialuronidase dan proteoglikan dengan berat molekul besar berperan pada

pembentukan matriks ekstraseluler dengan konsistensi seperti gel dan

membantu infiltrasi seluler. Kolagen selanjutnya berkembang cepat menjadi

faktor utama yang membentuk matriks. Pada awalnya serabut kolagen

terdistribusi secara acak membentuk persilangan dan beragregasi menjadi

serabut fibril secara perlahan menyebabkan penyembuhan jaringan dan

meningkatkan kekakuan serta kekuatan ketegangan luka. Setelah 5 hari

periode jeda, pada saat ini bersesuaian dengan pembentukan jaringan

granulasi awal dengan matriks sebagian besar tersusun dari fibronektin dan

asam hialuronidase, selanjutnya akan terjadi peningkatan cepat dari kekuatan

tahanan luka karena proses fibrogenesis kolagen. Pencapaian kekuatan

tegangan luka berjalan lambat. Setelah 3 minggu kekuatan penyembuhan luka

mencapai 20 % dari kekuatan akhir (Contran et al, 1999; Mulyata, 2002).

Proses pengembalian ketegangan berjalan perlahan karena deposisi

jaringan kolagen terus-menerus, remodeling serabut kolagen membentuk

serabut-serabut kolagen lebih besar dan perubahan dari cross linking inter

molekuler. Remodeling kolagen selama pembentukan jaringan parut

tergantung pada proses sintesis dan katabolisme kolagen yang

berkesinambungan. Degradasi kolagen pada luka dikendalikan oleh enzim

kolagenase. Kecepatan sintesis kolagen yang tinggi mengembalikan luka ke

jaringan normal dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun (Contran et al, 1999).

Penyembuhan luka yang ideal adalah struktur, fungsi dan penampilan

anatomi kulit kembali normal. Batas waktu penyembuhan luka di tentukan

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

oleh tipe luka dan lingkungan ekstrinsik maupun intrinsik (Wound Healing

Society).

Pada luka bedah dapat di ketahui adanya sintesis kolagen dengan

melihat adanya jembatan penyembuhan dibawah jahitan yang mulai menyatu.

Jembatan penyembuhan ini muncul pada hari ke : 5-7 pasca operasi (Black &

Jacob’s , 1997).

Gambar 5. Fase remodelling pada penyembuhan luka

(Sumber : Gurtner, 2007)

2.5.3.1 Prinsip Penyembuhan Luka

Prinsip penyembuhan luka mengikuti fase penyembuhan luka menurut

Schwatz (2000) yaitu :

a. Koagulasi

Terjadinya luka, baik yang bersifat traumatik atau yang terbentuk

pada pembedahan menyebabkan perdarahan dari pembuluh darah yang rusak.

Vasokonstriksi segera terjadi sebagai akibat dilepaskannya katekolamin

kedalam lingkungan cedera. Brakinin, serotonin, dan histamine merupakan

senyawa vasoaktif lain yang dilepas oleh sel mast kejaringan sekitar.

Senyawa-senyawa ini mengawali peristiwa diapedesis yaitu keluarnya sel-sel

intravascular kedalam ruang ekstravaskular yang rusak. Suatu bekuan darah

terbentuk dari trombosit yang dikeluarkan dari ekstravasasi darah.

Faktor-faktor pembekuan yang dilepaskan dari trombosit

menghasilkan fibrin yang bersifat hemostatik dan membentuk suatu jaringan

yang akan menampung migrasi lebih lanjut sel-sel inflamasi dan fibroblas.

Fibrin merupakan produk akhir dari aliran proses pembekuan. Tanpa kerja

fibrin ini maka kekuatan akhir dari suatu luka akan berkurang. Trombosit

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

juga penting dalam menghasilkan sitokin esensial yang dapat mempengaruhi

peristiwa penyembuhan luka.

b. Inflamasi

Fase inflamasi dimulai dengan migrasi leukosit kedalam luka.

Leukosit polimorfonuklear akan mendominasi luka dalam 24 jam pertama,

diikuti oleh makrofag dalam jumlah yang banyak, dan kemudian limfosit.

Sel-sel radang ini mengatur perbaikan matriks jaringan ikat dengan

melepaskan berbagai macam sitokin, yang sebelumnya dikenal sebagai

“faktor pertumbuhan”.

c. Fibroplasia

Fibroplasia adalah fase penyembuhan luka yang ditandai oleh sintesis

kolagen. Sintesis kolagen dimulai 24 jam pertama setelah cedera, namun

tidak akan mencapai puncak hingga 5 hari kemudian. Setelah 7 hari sintesi

kolagen akan berkurang secara perlahan-lahan. Remodeling luka mengacu

pada keseimbangan antara sintesis kolagen dan degradasi kolagen. Pada saat

serabut kolagen tua diuraikan oleh kolagenase jaringan, serabut baru dibentuk

dengan kepadatan pengerutan yang makin bertambah. Proses ini akan

meningkatkan kekuatan potensial dari jaringan parut.

d. Sitokin

Sitokin memungkinkan berjalannya seluruh interaksi antar sel.

Mereka juga berperan penting dalam penatalaksanaan penyembuhan luka.

Contohnya sitokin ikut mengatur peranan dan pengaturan fibrosis,

penyembuhan luka kronik, cangkokan kulit, vaskularisasi, peningkatan

kekuatan tendon dan tulang setelah perbaikan.

e. Metabolisme matriks ekstraseluler

Matriks ekstraseluler merupakan suatu struktur yang kompleks,

dimana berbagai jenis sel dan komponen berinteraksi. Kolagen merupakan

komponen utama dari matriks ekstraseluler, dari semua jaringan lunak,

tendon, ligament dan matriks tulang.

f. Sintesis kolagen

Sintesis kolagen dimulai dengan transkrip DNA menjadi mRNA.

Translasi mRNA berlangsung pada ribosom di reticulum endoplasma yang

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kasar. Kolagen berbeda dengan protein lain karena kolagen akan mengalami

beberapa modifikasi jika telah mencapai lingkungan ekstraseluler. Disini

terjadi pengerutan kolagen untuk membentuk fibril dan serabut kolagen. Lisil

oksidase merupakan enzim yang diperlukan untuk pengerutan kolagen. Jadi

pada sintesis kolagen terjadi sintesa protein tingkat tinggi, sehingga tubuh

memerlukan asupan protein yang banyak dalam makanan yang dimakan.

g. Degradasi kolagen

Degradasi kolagen atau penguraian kolagen diawali oleh enzim-enzim

yang sangat spesifik yang disebut kolagenase jaringan yang dihasilkan oleh

berbagai sel, termasuk sel radang, fibroblas dan sel epitel. Kolagenase masih

dalam bentuk tidak aktif dan harus diaktifkan oleh protein seperti plasmin.

Setelah kolagenase menjadi aktif, enzim dapat dihambat dengan

menggabungkannya dengan protein plasma dan jaringan yaitu makroglobulin

alfa-2.

h. Substansi dasar

Substansi dasar terdiri dari proteoglikan dan glikosaminoglikan.

Kombinasi kartilago dan proteoglikan berfungsi sebagai peredam syok

molekuler. Keduanya juga berperan menjaga kelembapan dan mengeluarkan

sitokin. Asam hialuronat memberikan linkungan yang cair untuk

mempermudah gerakan sel yang cepat dan diferensiasi sel. Asam ini timbul

dini dan bertahan untuk sementara waktu setelah cedera pada orang dewasa,

namun bertahan lebih lama pada kulit dan luka di janin.

i. Kontraksi luka

Kontraksi luka merupakan salah satu tenaga mekanis tubuh yang

paling kuat. Pada luka terbuka ditemukan sel-sel mirip fibroblas yang

berkontraksi. Sel-sel ini memiliki komponen otot polos dalam sitoplasmanya

serta memiliki sifat-sifat fibroblas lainnya.

j. Epitelisasi

Sel epitel berfungsi untuk menutupi semua permukaan kulit yang

terpapar dengan lingkungan luar. Kulit merupakan suatu contoh dari proses

epitelisasi tetapi mekanisme perbaikan epitel adalah sama diseluruh tubuh.

Lapisan luar kulit yaitu epidermis terdiri dari epitel berlapis gepeng yang

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

melindungi kulit dari kehilangan cairan, invasi bakteri dan trauma. Luka

dengan ketebalan partial akan sembuh melalui proses epitelisasi. Terdapat

dua fenomena utama dalam proses epitelisasi yaitu : migrasi dan mitosis.

Setelah epitel rusak akan terbentuk bekuan darah. Keropeng merupakan

bekuan darah yang mengering yang melindungi dermis dibawahnya. Migrasi

sel epitel mengawali proses perbaikan dan tidak bergantung pada mitosis

epitel. Sel-sel yang bermigrasi berasal dari tepi luka dan polikel rambut serta

kelenjar sebasea didasar luka. Luka superficial dan tidak melewati membrane

basalis akan sembuh dengan regenerasi yang cepat. Luka yang menembus

membrane basalis seperti luka bakar akan sembuh melalui proses epitelisasi

tapi lama dan hasilnya seringkali memuaskan.

Proses migrasi selalu dimulai dari stratum basalis dari epitel dan

kelenjar sebasea serta folikel rambut yang terletak lebih dalam. Sel-sel akan

memipih dan membentuk tonjolan-tonjolan kesekitarnya. Sel ini akan

kehilangan perlekatan dengan sel basal disekitarnya dan mulai bermigrasi.

Beberapa hari setelah migrasi dimulai, sel akan istirahat dan membelah diri.

Setelah permukaan kulit ditutupi oleh sel-sel epitel, sel-sel ini akan

kembali ke fenotipik yang normal. Epetelisasi yang berhasil, diperluas dengan

mempertahankan permukaan kulit agar tetap lembab dan tidak kering.

Keropeng alami mungkin cukup baik untuk tujuan ini, bahan penutup yang

tidak lengket sangat baik untuk mempertahankan permukaan kulit tetap

lembab dan dapat meningkatkan proses epitelisasi secara bermakna.

k. Nutrisi

Nutrisi yang tidak adekuat dapat mengganggu proses penyembuhan.

Misalnya penghambatan respon imun dan opsonisasi bakteri. Defisiensi asam

askorbat merupakan penyebab gangguan penyembuhan luka yang paling

sering. Asam askorbat merupakan suatu kofaktor dalam hidroksilasi prolin

menjadi asam aminohidroksi prolin pada sintesis kolagen dalam penambahan

molekul oksigen. Jaringan parut lama, memiliki aktifitas kolagenase yang

lebih tinggi dari pada kulit normal. Oleh sebab itu pada pasien skorbut,

jaringan parut akan retak lebih dahulu dibandingkan kulit normal. Terapi

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

penggantian vitamin c secara agresif harus segera dilakukan setelah tauma

mayor unutk mencegah komplikasi penyembuhan luka.

Selain berperan dalam sintesis kolagen, vitamin C juga berperan

meningkatkan fungsi neutrofil dan angiogenesis. Karbohidrat dan protein

merupakan sumber energi terpenting yang diperlukan dalam sintesis kolagen.

Bahan mineral, yaitu seng berperan dalam sintesis kolagen dan proses

epitelisasi (Mun’im et al, 2012).

Zat besi merupakan unsur yang penting untuk penyembuhan luka

yang sesuai. Besi juga diperlukan untuk berlangsungnya hidroksilasi reisdu

prolin. Kalsium dan magnesium dibutuhkan untuk aktivasi kolagenase dan

sintesis protein secara umum. Faktor esensial lain untuk penyembuhan luka

adalah suplai oksigen yang adekuat. Kebanyakan penyembuhan luka yang

kronik dapat diatasi secara efektif dengan meningkatkan oksigenisasi jaringan

(Schwatz, 2000).

2.5.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

a. Faktor yang mempercepat penyembuhan luka terdiri dari (Kozier, 1995 &

Taylor,1997) :

1) Pertimbangan perkembangan

Anak dan orang dewasa lebih cepat lebih cepat penyembuhan

luka daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit

kronis, penurunan fungsi hati yang dapat mengganggu sintesis dari

faktor pembekuan darah (Kozier, 1995).

2) Nutrisi

Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian

metabolisme pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya Protein,

Karbonhidrat, Lemak, Vitamin dan Miniral (Fe, Zn) Bila kurang

nutrisi diperlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi setelah

pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko

infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan

adipose tidak adekwat (Taylor, 1997).

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3) Infeksi

Ada tidaknya infeksi pada luka merupakan penentu dalam

percepatan penyembuhan luka. Sumber utama infeksi adalah bakteri.

Dengan adanya infeksi maka fase-fase dalam penyembuhan luka akan

terhambat.

4) Sirkulasi dan Oksigenasi

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan

luka. Saat kondisi fisik lemah atau letih maka oksigenasi dan sirkulasi

jaringan sel tidak berjalan lancar. Adanya sejumlah besar lemak

subkutan dan jaringan lemak yang memiliki sedikit pembuluh darah

berpengaruh terhadap kelancaran sirkulasi dan oksigenisasi jaringan

sel.

Pada orang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan

lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah Infeksi dan lama untuk

sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa yang

mederita gangguan pembuluh darah prifer, hipertensi atau DM.

Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau

gangguan pernafasan kronik pada perokok.

5) Keadaan luka

Kedaan kusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan

efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk

menyatu dengan cepat. Misalnya luka kotor akan lambat

penyembuhannya dibanding dengan luka bersih.

6) Obat

Obat heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi

penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat

tubuh seseorang rentan terhadap Infeksi luka. Dengan demikian

pengobatan luka akan berjalan lambat dan membutuhkan waktu yang

lebih lama.

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Faktor yang memperlambat penyembuhan luka

Tidak adanya penyembuhan luka akibat dari kerusakan pada satu atau

lebih dari proses penyembuhan normal. Proses ini diklasifikasikan menjadi faktor

Intrinsik dan ekstrinsik (Black & Jacob’s, 1997).

1) Faktor Intrinsik

Ketika luka terinfeksi, respon inflamatori berlangsung lama

dan penyembuhan luka terlambat. Luka tidak akan sembuh selama ada

infeksi. Infeksi dapat berkembang saat pertahanan tubuh lemah.

Diagnosa dari infeksi jika nilai kultur luka melebihi nilai normal.

Kultur memerlukan waktu 24-48 jam dan selama menunggu pasien di

beri antibiotika spektrum luas. Kadang-kadang benda asing dalam

luka adalah sumber infeksi. Suplai darah yang adekuat perlu bagi tiap

aspek penyembuhan. Suplai darah dapat terbatas karena kerusakan

pada pembulu darah jantung/paru. Hipoksia mengganggu aliran

oksigen dan nutrisi pada luka, serta aktifitas dari sel pertumbuhan

tubuh. Neutropil memerlukan oksigen untuk menghasilkan oksigen

peroksida untuk membunuh patogen. Demikian juga fibroblas dan

fagositosis terbentuk lambat. Satu-satunya aspek yang dapat

meningkatkan penyembuhan luka pada keadaan hipoksia adalah

angiogenesis.

2) Faktor ekstrinsik

Faktor ektrinsik dapat memperlambat penyembuhan luka

meliputi malnutrisi, perubahan usia dan penyakit seperti diabetes

melitus. Malnutrisi dapat mempengaruhi beberapa area dari proses

penyembuhan. Kekurangan protein menurunkan sintesa dari kolagen

dan leukosit. Kekurangan lemak dan karbonhidrat memperlambat

semua fase penyembuhan luka karena protein dirubah menjadi energi

selama malnutrisi. Kekurangan Vitamin menyebabkan terlambatnya

produksi dari kolagen, respon imun dan respon koagulasi.

Pasien tua yang mengalami penurunan respon inflamatori yang

memperlambat proses penyembuhan. Usia tua menyebabkan

penurunan sirkulasi migrasi sel darah putih pada sisa luka dan

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

fagositasis terlambat. Ditambah pula kemungkinan Pasien mengalami

gangguan yang secara bersamaan menghambat penyembuhan luka

seperti diabetes melitus.

Diabetes melitus adalah gangguan yang menyebabkan banyak

pasien mengalami kesulitan dalam proses penyembuhan karena

gangguan sintesa kolagen, angiogenesis dan fagositosis. Peningkatan

kadar glukosa mengganggu transport asam askorbat kedalaman

bermacam sel termasuk fibroblas dan leukosit. Hiperglikemi juga

menurunkan leukosit kemotaktis, arterosklerosis, khususnya

pembuluh darah kecil, juga pada gangguan suplai oksigen jaringan.

Neurapati diabetik merupakan gangguan penyembuhan lebih

lanjut dengan mengganggu komponen neurologis dari penyembuhan.

Kontrol dari gulu darah setelah operasi memudahkan penyembuhan

luka secara normal.

Merokok adalah gangguan vasokontriksi dan hipoksia karena

kadar CO2 dalam rokok serta membatasi suplai oksigen ke jaringan.

Merokok meningkatkan arteri sklerosis dan platelet agregasi. Lebih

lanjut kondisi ini membatasi jumlah oksigen dalam luka.

Penggunaan steroid memperlambat penyembuhan dengan

menghambat kologen sintesis, Pasien yang minum steroid mengalami

penurunan strenght luka, menghambat kontraksi dan menghalangi

epitilisasi.

Untungnya Vitamin A ada untuk meningkatkan penyembuhan

luka yang terhambat karena gangguan atau penggunaan steroid.

2.5.3.3 Komplikasi Penyembuhan Luka

Meliputi Infeksi, pendarahan, dehiscence dan evicerasi (Kozier, 1995,

Taylor, 1997).

a. Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama

pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari Infeksi sering muncul dalam 2-

7 hari setelah pembedahan.gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent,

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

peningkatan drainage, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka,

peningkatan suhu, dan peningkatan leukosit.

b. Pendarahan

Dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis

jahitan, infeksi atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti darain).

Hipovolemia mungkin tidak cepat tampak, sehingga balutan jika mungkin harus

sering di lihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah

itu. Jika terjadi perdarahan yang berlegihan, penambahan tekanan luka steril

mungkin diperlukan. Pemberian cairan & intervensi pembedahan mungkin

diperlukan.

c. Dehiscence dan Eviscerasi

Dehiscence dan Eviscerasi adalah komplikasi pos-operasi yang serius.

Dehiscence yaitu terbukanya lapisan luka partial. Eviscerasi yaitu keluarnya

pembulu kapiler melalui daerah irisan.

Sejumlah faktor meliputi ; kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma,

gagal untuk menyatu, bentuk yang berlebihan, muntah dan dehidrasi dapat

mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.

Ketika dehiscence & eviscerasi terjadi luka, harus segera ditutup dengan

balutan steril yang lebar kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk

segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

2.6 Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau

lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini

secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai

konsistensi relatif cair yang diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau

minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk

yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam

lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air atau

lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (Depkes RI, 1995).

Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak

kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaiaan luar (Depkes RI, 1979).

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ditinjau dari sifat fisiknya, krim dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

a) Emulsi air dalam minyak atau emulsi W/O

b) Emulsi minyak dalam air atau emulsi O/W

Krim digunakan sebagai (Anief, 2000) :

a) Bahan pembawa obat untuk pengobatan kulit

b) Bahan pelembut kulit

c) Pelindung kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan

berair dan merangsang kulit

Krim dapat digunakan pada kulit dengan luka yang basah, karena bahan

pembawa minyak dalam air cenderung untuk menyerap cairan yang diproduksi

luka tersebut. Basis yang dapat dicuci dengan dengan air akan membentuk suatu

lapisan tipis yang semi permiabel, setelah air menguap dari tempat yang

digunakan. Dipihak lain, emulsi air di dalam minyak dari sediaan semipadat

cenderung membentuk lapisan hidrofobik pada kulit (Lachman, dkk., 1994).

2.6.1 Pembuatan Krim

Pembuatan krim dari formula dengan tipe emulsi minyak dalam air (m/a),

metode pembuatan secara umum meliputi proses peleburan, emulsifikasi, dan

saponifikasi. Komponen yang tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin

dicairkan bersama di penangas air pada temperatur sekitar 70C sampai 75C.

Semua komponen yang larut dalam air dilarutkan dalam air panas. Lalu larutan

berair secara perlahan-lahan ditambahkan kedalam campuran lemak cair sambil

diaduk, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit, untuk menjaga kristalisasi

dari lilin dan kemudian campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan

yang terus menerus sampai campuran membeku/mengental (Ansel, 1989).

2.6.2 Formula Sediaan Krim

Profil dari bahan-bahan yang digunakan dalam formula krim pada penelitian ini

adalah sebagai berikut (Rowe, 2006) :

1. Paraffin liquidum

Pemerian tidak berwarna, cairan berminyak, transparan, kental, tidak

berasa dan berbau saat dingin dan berbau lemah seperti minyak

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bumi saat dipanaskan.

Titik didih > 360C

Kelarutan praktis tidak larut dalam etanol (95%), gliserin, dan air; larut

dalam aseton, benzena, kloroform, karbon disulfida, eter, dan

petroleum eter. Larut dengan minyak atsiri dan fixed oil,

kecuali minyak jarak.

Stabilitas dan

penyimpanan

Mengalami oksidasi akibat pemanasan dan cahaya, dapat

ditambahkan stabilisator untuk menghambat oksidasi seperti

butylated hydroxyanisole, butylated hydroxytoluene, alpha

tocopherol, dan antioksidan lain yang umum digunakan.

Parafin liquidum dapat disterilisasi dengan metode panas kering

dan harus disimpan dalam wadah kedap udara, terlindung dari

cahaya, di tempat yang sejuk dan kering.

Inkompatibilitas inkompatibel dengan oksidator kuat.

Fungsi Emolien, fase minyak dalam basis krim.

Konsentrasi 1-32% (emulsi topikal)

2. Asam stearat

Pemerian serbuk putih atau sedikit kuning, sedikit mengkilat, kristal putih

atau kekuningan, memiliki bau dan rasa seperti lemak.

Titik leleh 54C

Kelarutan mudah larut dalam benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dan

eter; larut dalam etanol (95%), heksana, dan propilen glikol;

praktis tidak larut dalam air.

Stabilitas dan

penyimpanan

merupakan bahan yang stabil, antioksidan dapat ditambahkan

ke dalamnya, harus disimpan dalam wadah yang tertutup di

tempat yang sejuk dan kering.

Inkompatibilitas asam stearat tidak kompatibel dengan logam hidroksida dan

oksidator. Basis salep yang mengandung asam stearat akan

akan mengering akibat penambahan garam kalsium atau zink.

Fungsi Emulsifying agent

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Triethanolamin (TEA)

Pemerian cairan kental tidak berwarna hingga berwarna kuning jernih,

memiliki sedikit bau amonia.

Titik leleh 20–21C

Kelarutan Larut dalam aseton, karbon tetrakloida, metanol dan air, mudah

larut dalam benzena (1:24), etil eter (1:63).

Stabilitas dan

penyimpanan

TEA dapat berubah menjadi cokelat jika terpapar udara dan

cahaya. Triethanolamin harus disimpan dalam wadah kedap

udara terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan kering.

Inkompatibilitas Triethanolamin akan bereaksi dengan asam mineral membentuk

garam kristal dan ester. Dengan asam lemak lebih tinggi,

trietanolamina membentuk garam yang larut dalam air dan

memiliki karakteristik sabun. Triethanolamin juga bereaksi

dengan tembaga membentuk garam kompleks. Perubahan

warna dan pengendapan dapat terjadi dengan adanya garam

logam berat. Triethanolamin dapat bereaksi dengan reagen

seperti klorida tionil menghasilkan produk yang sangat beracun,

menyerupai mustard nitrogen lainnya.

Fungsi emulsifying agent

4. Adeps lanae

Pemerian berwarna kuning, zat lilin berwarna pucat, bau khas lemah, jika

meleleh berupa cairan kuning jernih.

Titik leleh 38-44C

Kelarutan mudah larut dalam benzena, kloroform, eter, dan petroleum

spirit, sedikit larut dalam etanol dingin (95%), lebih mudah

larut dalam etanol (95%) mendidih; praktis tidak larut dalam

air.

Stabilitas dan

penyimpanan

Paparan pemanasan yang berlebihan atau berkepanjangan dapat

menyebabkan waran menggelap dan berbau tengik. Namun

adeps lanae dapat disterilkan dengan metode panas kering pada

suhu 150C. Adeps lanae harus disimpan dalam wadah tertutup

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

baik terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan kering.

Penyimpanan normal dapat mencapai 2 tahun.

Inkompatibilitas Adeps lanae mungkin mengandung prooxidan, yang dapat

mempengaruhi stabilitas obat aktif tertentu.

Fungsi Emulsifying agent, fase minyak dalam basis krim

5. Methyl paraben (Nipagin)

Pemerian Kristal atau serbuk Kristal warna putih, tidak berbau atau

hampir tidak berbau, rasa sedikit terbakar.

Titik leleh 125-128C

Kelarutan Sukar larut air (1:400), benzen, minyak kacang (1:200) dan

CCl4. Agak sukar larut dalam gliserin (1:60), Air suhu 50C

(1:50). Mudah larut dalam EtOH (1:2), EtOH 95% (1:3), EtOH

50% (1:6), propilen glikol (1:5), Air suhu 100C (1:30) dan eter

(1:10). Praktis tidak larut dalam minyak mineral.

Stabilitas dan

penyimpanan

Pada pH 3-6, larutan metil paraben stabil hingga 4 tahun pada

suhu kamar, sedangkan pada pH 8 dapat terhidrolisis dengan

cepat (10% atau lebih hingga 60 hari pada suhu kamar). Metil

paraben harus disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat

yang sejuk dan kering.

Inkompatibilitas Inkompatibel dengan surfaktan non-ionik, bentonite, Mg

Trisilikat, talcum, tragakan, Na Alginat, minyak esensial,

sorbitol dan atropine. Berekasi dengan adanya berbagai macam

gula dan gula alcohol. Warna berubah menjadi hitam dengan

adanya besi.

Fungsi pengawet antimikroba

Konsentrasi 0,02-0,3% (sediaan topikal)

6. Propyl paraben (Nipasol)

Pemerian kristal, putih, tidak berbau, dan serbuk tidak berasa.

Titik leleh 295C

Kelarutan sukar larut air pada 15C (1:4350), air pada 20C (1:2500), air

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

39 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada 80C (1:225), minyak mineral (1:330), gliserin (1:250),

propilen glikol 50% (1:110). Agak sukar larut dalam peanut oil

(1:70). Mudah larut dalam EtOH 95% (1:1,1), EtOH 50%

(1:5,6), propilen glikol (1:3,9), aseton dan eter.

Stabilitas dan

penyimpanan

Pada pH 3-6, larutan propilparaben stabil hingga 4 tahun pada

suhu kamar, sedangkan pada pH 8 dapat terhidrolisis dengan

cepat (10% atau lebih hingga 60 hari pada suhu kamar). Propyl

paraben harus disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat

yang sejuk dan kering.

Inkompatibilitas Inkompatibel dengan surfaktan nonionik akibat miselisasi.

Magnesium aluminum silicate, magnesium trisilicate, yellow

iron oxide, dan ultramarine blue dapat mengabsorpsi propyl

paraben sehingga mengurangi efektivitas pengawet. Propyl

paraben berubah warna dengan adanya besi dan terhidrolisis

oleh basa lemah dan asam kuat.

Fungsi pengawet antimikroba

Konsentrasi 0.01–0.6% (sediaan topikal)

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

40 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian 1 dan 2, Laboratorium

Kimia Obat, Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia serta Animal House

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian berlangsung pada bulan Mei 2015 hingga Juni 2015.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Timbangan analitik

(AND GH-202 dan Wiggen Hauser), beaker glass, batang pengaduk, spatula,

kertas saring, kapas, tabung reaksi, kaca objek dan penutupnya, cawan penguap,

botol timbang, krus silikat, lumpang, alu, gelas ukur, corong, erlenmeyer, hot

plate, kaca arloji, rotary evaporator, pipet tetes, oven (Memmert), tanur (Thermo

Scientific), termometer, alumunium foil, timbangan hewan (Ohauss), kandang

tikus beserta tempat makanan dan minum, spuit 1 cc, pinset, gunting bedah,

alcohol swab, wadah pembiusan, logam berdiameter 1 cm, pH meter dan

mikroskop cahaya (Olympus SZ61).

3.2.2 Bahan Uji

Bahan uji yang digunakan adalah ekstrak etanol umbi talas jepang

(Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum). Umbi Colocasia esculenta (L.)

Schott var. antiquorum diperoleh dari CV. Agro Lawu Intenational, Magetan,

Jawa Timur dan dideterminasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat

Penelitian Biologi - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jl. Raya Jakarta

Bogor Km 46, Cibinong.

3.2.3 Bahan Kimia

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pakan tikus

berupa pellet, akuades, alkohol 70%, krim ekstrak pegagan (Lanakeloid-E®),

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

41 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

cairan injeksi ketamin 50 mg/ml, Veet®

, ammoniak, larutan HCl, kloroform,

pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer, serbuk Mg, amil alkohol, larutan NaOH,

FeCl3, petroleum eter, larutan Hematoxylin-Eosin, eter, formalin buffer 10%,

asam stearat, trietanolamin, adeps lanae, parafin liquid, nipagin dan nipasol.

3.2.4 Hewan Uji

Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih

jantan galur Sprague Dawley yang sehat berumur 2-3 bulan dengan berat badan

150-50 gram yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Institut

Pertanian Bogor.

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimen murni dengan rancangan acak

lengkap (RAL) dengan beberapa kondisi perlakuan. Perlakuan dikelompokkan

menjadi 5 bagian dengan jumlah total tikus yang di gunakan 30 ekor dimana 5

ekor tikus di gunakan untuk pengamatan luas luka serta persentase penyembuhan

luka dan 2 ekor dari masing-masing kelompok diambil untuk pengamatan

histopatologis. Lima kelompok tersebut terdiri dari kelompok kontrol negatif yang

diberikan basis krim, kelompok perlakuan yang diberikan krim ekstrak umbi talas

jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) dengan 3 konsentrasi

yang berbeda dan kelompok kontrol positif yang diberikan krim Lanakeloid-E®.

Tabel 2. Pembagian Kelompok Hewan Uji Berdasarkan Perlakuan

Kelompok Jumlah

Tikus Perlakuan

Lama

Perlakuan

Bagian yang

Digunakan

KP

(Kontrol

positif)

6

Kelompok V, daerah dorsal sekitar 3 cm

dari auricula tikus dilukai dan dioleskan

Lanakeloid-E® (2xsehari)

14 Hari

Dorsal sekitar

3 cm dari

auricula

KN

(Kontrol

negatif)

6

Kelompok I, daerah dorsal sekitar 3 cm dari

auricula tikus dilukai dan dioleskan basis

krim tanpa ekstrak umbi talas jepang

(2xsehari)

14 Hari

Dorsal sekitar

3 cm dari

auricula

KU I

(Kelompok

Uji I)

6

Kelompok II, daerah dorsal sekitar 3 cm

dari auricula tikus dilukai dan dioleskan

krim ekstrak umbi talas jepang (Colocasia

esculenta (L.) Schott var. antiquorum)

dengan konsentrasi 1% (2xsehari)

14 Hari

Dorsal sekitar

3 cm dari

auricula

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

42 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kelompok Jumlah

Tikus Perlakuan

Lama

Perlakuan

Bagian yang

Digunakan

KU II

(Kelompok

Uji II)

6

Kelompok III, daerah dorsal sekitar 3 cm

dari auricula tikus dilukai dan dioleskan

krim ekstrak umbi talas jepang (Colocasia

esculenta (L.) Schott var. antiquorum)

dengan konsentrasi 5% (2xsehari)

14 Hari

Dorsal sekitar

3 cm dari

auricula

KU III

(Kelompok

Uji III)

6

Kelompok IV, daerah dorsal sekitar 3 cm

dari auricula tikus dilukai dan dioleskan

krim ekstrak umbi talas jepang (Colocasia

esculenta (L.) Schott var. antiquorum)

dengan konsentrasi 25% (2xsehari)

14 Hari

Dorsal sekitar

3 cm dari

auricula

3.4 Kegiatan Penelitian

3.4.1 Pemeriksaan Simplisia (Determinasi)

Sebelum dilakukan penelitian, Colocasia esculenta (L.) Schott var.

antiquorum terlebih dahulu di determinasi di Herbarium Bogoriense Bidang

Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor untuk memastikan kebenaran

simplisia.

3.4.2 Penyiapan Simplisia

Umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum)

diperoleh dari CV. Agro Lawu Intenational, Magetan Jawa Timur. Selanjutnya

pencucian, sortasi basah, perajangan, pengeringan, sortasi kering dan penyerbukan

umbi talas jepang dilakukan di Balai Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO).

Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven selama 5 hari pada suhu 40-

50C. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah yang kering, tertutup rapat dan

terlindung dari cahaya.

3.4.3 Pembuatan Ekstrak

Pada pembuatan ekstrak umbi talas jepang digunakan metode ekstraksi

cara dingin dengan maserasi dan menggunakan etanol 96% sebagai pelarut.

Serbuk simplisa ditimbang kemudian dimaserasi dengan pelarut etanol 96%

hingga sampel terendam. Pelarut diganti setiap hari dan hasil maserasi disaring

sehingga diperoleh filtrat. Proses maserasi dilakukan hingga larutan mendekati

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary

evaporator sampai diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang dihasilkan

kemudian dikeringkan menggunakan oven vakum selama 9 hari. Ekstrak yang

diperoleh ditimbang dan dicatat beratnya, selanjutnya disimpan dalam lemari

pendingin atau freezer dan digunakan untuk perlakuan.

3.4.4 Standarisasi Ekstrak

3.4.4.1 Penentuan Parameter Non Spesifik

1. Penetapan Kadar Air

1 gram ekstrak ditimbang saksama dalam wadah yang telah ditara.

Ekstrak dikeringkan pada suhu 105C selama 5 jam dan ditimbang.

Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai

perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%

(Depkes RI, 2000).

Kadar air

x 100%

Keterangan :

W0 = Bobot wadah kosong yang telah ditara

W1 = Bobot ekstrak + wadah sebelum pemanasan

W2 = Bobot ekstrak + wadah setelah pemanasan

2. Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 gram ekstrak ditimbang seksama (W1) dimasukkan dalam

krus silikat yang sebelumnya telah dipijarkan dan ditimbang (W0).

Setelah itu ekstrak dipijar dengan menggunakan tanur secara perlahan-

lahan (dengan suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600 ± 25C

(Depkes RI, 1980 dalam Arifin et al, 2006) hingga arang habis.

Kemudian ditimbang hingga bobot tetap (W2).

Kadar Abu Total

x 100%

Keterangan :

W0 = bobot cawan kosong (gram)

W1 = bobot ekstrak awal (gram)

W2 = bobot cawan + ekstrak setelah diabukan (gram)

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

44 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.4.2 Penentuan Parameter Spesifik

1. Identitas

Deskripsi tata nama

a. Nama ekstrak.

b. Nama lain tumbuhan (sistematika botani).

c. Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, dsb).

d. Nama Indonesia tumbuhan.

2. Organoleptik

a. Bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair.

b. Warna : kuning, coklat, dll.

c. Bau : aromatik, tidak berbau, dll.

d. Rasa : pahit, manis, kelat, dll.

3. Skrining Fitokimia

a. Identifikasi Alkaloid

Uji Alkaloid dilakukan dengan metode Mayer,Wagner dan

Dragendorff. Sampel sebanyak 3 gram diletakkan dalam cawan

porselin kemudian ditambahkan 5 mL HCl 2 M , diaduk dan

kemudian didinginkan pada temperatur ruangan. Setelah sampel

dingin ditambahkan 0,5 gram NaCl lalu diaduk dan disaring.

Filtrat yang diperoleh ditambahkan HCl 2 M sebanyak 3 tetes ,

kemudian dipisahkan menjadi 4 bagian A, B, C, D. Filtrat A

sebagai blangko, filtrat B ditambah pereaksi Mayer, filtrat C

ditambah pereaksi Wagner, sedangkan filtrat D digunakan untuk

uji penegasan. Apabila terbentuk endapan pada penambahan

pereaksi Mayer dan Wagner maka identifikasi menunjukkan

adanya alkaloid. Uji penegasan dilakukan dengan menambahkan

amonia 25% pada filtrat D hingga pH 8-9. Kemudian

ditambahkan kloroform, dan diuapkan diatas waterbath.

Selanjutnya ditambahkan HCl 2M, diaduk dan disaring. Filtratnya

dibagi menjadi 3 bagian. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B diuji

dengan pereaksi Mayer, sedangkan filtrat C diuji dengan pereaksi

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dragendorff. Terbentuknya endapan menunjukkan adanya

alkaloid (Marliana et al, 2005).

b. Identifikasi Flavonoid

Sebanyak 3 gram sampel diuapkan, dicuci dengan heksana sampai

jernih. Residu dilarutkan dalam 20 mL etanol kemudian disaring.

Filtrat dibagi 3 bagian A, B, dan C. Filtrat A sebagai blangko,

filtrat B ditambahkan 0,5 mL HCl pekat kemudian dipanaskan

pada penangas air, jika terjadi perubahan warna merah tua sampai

ungu menunjukkan hasil yang positif (metode Bate Smith-

Metchalf). Filtrat C ditambahkan 0,5 mL HCl dan logam Mg

kemudian diamati perubahan warna yang terjadi (metode

Wilstater). Warna merah sampai jingga diberikan oleh senyawa

flavon, warna merah tua diberikan oleh flavonol atau flavonon,

warna hijau sampai biru diberikan oleh aglikon atau glikosida

(Marliana et al, 2005).

c. Identifikasi Saponin

Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara

memasukkan 2 gram ekstrak kedalam tabung reaksi kemudian

ditambahkan 10 mL akuades lalu dikocok selama 30 detik,

diamati perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk busa yang

mantap (tidak hilang selama 30 detik) maka identifikasi

menunjukkan adanya saponin. Uji penegasan saponin dilakukan

dengan menguapkan sampel sampai kering kemudian mencucinya

dengan heksana sampai filtrat jernih. Residu yang tertinggal

ditambahkan kloroform, diaduk 5 menit, kemudian ditambahkan

Na2SO4 anhidrat dan disaring. Filtrat dibagi menjadi menjadi 2

bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditetesi

anhidrat asetat, diaduk perlahan, kemudian ditambah H2SO4 pekat

dan diaduk kembali. Terbentuknya cincin merah sampai coklat

menunjukkan adanya saponin (Marliana et al, 2005).

Page 63: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

46 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Identifikasi Terpenoid

Sebanyak 3 gram ekstrak dicampurkan dengan 2 ml kloroform.

Kemudian ditambahkan 3 ml H2SO4 pekat dengan hati-hati.

Terbentuknya warna coklat kemerahan pada antarmuka dalam

larutan, menunjukkan adanya terpenoid (Edeoga et al, 2005).

e. Identifikasi Steroid

Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditambahkan 2 ml asam asetat

anhidrat. Kemudian ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat. Adanya

steroid ditandai dengan perubahan warna dari violet menjadi biru

atau hijau (Edeoga et al, 2005).

f. Identifikasi Tanin dan Polifenol

Sebanyak 3 gram sampel diekstraksi akuades panas kemudian

didinginkan. Setelah itu ditambahkan 5 tetes NaCl 10% dan

disaring. Filtrat dibagi 2 bagian A, dan B, dan C. Filtrat A

digunakan sebagai blangko, ke dalam filtrat B ditambahkan 3

tetes pereaksi FeCl3, dan ke dalam filtrat C ditambah garam

gelatin. Kemudian diamati perubahan yang terjadi (Marliana et al,

2005).

g. Identifikasi Glikosida Jantung

Uji glikosida jantung dilakukan dengan metode Keller Kelliani

yaitu sebanyak 1 gram ekstrak dicuci dengan heksana sampai

heksana jernih. Residu yang tertinggal dipanaskan diatas

penangas air kemudian ditambahkan 3 mL pereaksi FeCl3

dan 1 mL H2SO4 pekat. Jika terlihat cincin merah bata

menjadi biru atau ungu maka identifikasi menunjukkan

adanya glikosida jantung (Marliana et al, 2005).

Page 64: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

47 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.5 Pembuatan Krim Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang

Formula basis krim yang digunakan adalah (Wijaya et al, 2013) :

R/ Asam stearat 14,5 gram

Trietanolamin (TEA) 1,5 mL

Adeps lanae 3 gram

Paraffin liquidum 5 mL

Nipagin 0,1 gram

Nipasol 0,05 gram

Aquadest ad 100 mL

Pembuatan basis krim dilakukan dengan cara semua bahan yang

diperlukan ditimbang, kemudian fase minyak dipindahkan dalam cawan penguap,

dipanaskan diatas water bath dengan suhu 60-70C sampai lebur. Fase air

dipanaskan di atas water bath pada suhu 60-70C sampai lebur. Fase minyak

dipindahkan kedalam lumpang dan ditambahkan fase air, pencampuran dilakukan

pada suhu (60-70C), digerus sampai dingin dan terbentuk krim yang homogen.

Sediaan krim yang akan digunakan dalam penelitian ini mengandung

konsentrasi ekstrak talas jepang 1%, 5% dan 25% yang masing-masing dibuat

sebanyak 20 gram.

Tabel 3. Formula Krim Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang

Bahan Formula Krim

KN KU I KU II KU III

Ekstrak etanol umbi talas

jepang - 1% 5% 25%

Basis krim ad 20 gram 20 gram 20 gram 20 gram Ket :

KN : Formula krim tanpa ekstrak etanol umbi talas jepang (kontrol negatif)

KU I : Formula krim dengan konsentrasi ekstrak etanol umbi talas jepang 1%

KU II : Formula krim dengan konsentrasi ekstrak etanol umbi talas jepang 5%

KU III : Formula krim dengan konsentrasi ekstrak etanol umbi talas jepang 25%

Pembuatan krim dengan 3 konsentrasi yang berbeda dilakukan dengan

cara ekstrak etanol umbi talas jepang dimasukkan ke dalam lumpang dan

ditambahkan basis krim untuk masing-masing formula sedikit demi sedikit hingga

20 gram. Kemudian campuran digerus hingga homogen dan masing-masing

formula disimpan dalam wadah krim.

Page 65: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

48 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.6 Evaluasi Sediaan Krim

3.4.6.1 Uji Organoleptik

Pemeriksaan organoleptik sediaan krim yang diamati secara visual

meliputi bentuk, warna dan bau krim. Uji organoleptik dilakukan untuk

mengetahui krim yang dibuat sesuai dengan warna dan bau ekstrak yang

digunakan.

3.4.6.2 Uji Homogenitas

Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan cara 1 gram sediaan

ditimbang dan kemudiaan dioleskan di atas kaca objek dan dikatupkan dengan

kaca objek lain, selanjutnya homogenitas krim diamati. Krim harus menunjukkan

susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya bintik-bintik.

3.4.7 Persiapan Hewan Uji

Hewan uji yang di gunakan adalah tikus putih jantan Sprague Dawley

berumur 2-3 bulan dengan berat badan 100-150 gram di adaptasi selama satu

minggu agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. Selama proses adaptasi,

dilakukan pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat badan.

3.4.8 Pemberian Perlakuan

3.4.8.1 Pembuatan Luka

Pembuatan luka dilakukan menurut metode Morton, yaitu masing-masing

tikus dianastesi menggunakan sediaan injeksi ketamin dengan dosis 40 mg/kg.

Rambut tikus dibagian dorsal digunting, kemudian dioleskan dengan krim

depilatori (krim Veet®) selama 3-5 menit dan dicukur. Daerah dorsal yang telah

dicukur lalu dibersihkan dengan alkohol 70%. Selanjutnya dibuat luka berbentuk

lingkaran dengan diameter ±1 cm pada bagian dorsal sekitar 3 cm dari auricula

tikus, dengan cara kulit tikus diangkat dengan pinset, kemudian digunting dengan

gunting bedah hingga bagian subkutis yang ditandai dengan lapisan lemak yang

berwarna putih (Yenti et al, 2011).

Page 66: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

49 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.8.2 Pemberian Bahan Uji

Sejumlah 30 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley digunakan

dalam penelitian dan diberikan 5 perlakuan yang berbeda. Masing-masing

perlakuan terdiri atas 6 ekor tikus putih jantan yaitu kelompok kontrol negatif

yang diberikan basis krim tanpa kandungan ekstrak umbi talas jepang, kelompok

perlakuan yang diberikan krim ekstrak umbi talas jepang (Colocasia esculenta

(L.) Schott var. antiquorum) dengan 3 konsentrasi yang berbeda (1%, 5%, 10%)

dan kelompok kontrol positif yang diberikan Lanakeloid-E®. Krim dioleskan pada

luka sebanyak ±1 gram menutupi keseluruhan bagian luka di daerah dorsal tikus

dua kali sehari, yaitu di pagi dan sore hari selama 14 hari setelah pembuatan luka

sesuai dengan periode fase proliferasi selama penyembuhan luka.

3.4.9 Pengamatan Penyembuhan Luka

Pengamatan dilakukan terhadap luas luka dan persentase penyembuhan

luka. Luas luka diamati dengan cara mengukur rata-rata diameter luka pada arah

vertikal, horizontal dan kedua diagonal (Kusmiati et al, 2006). Diameter luka

diukur dengan aplika ImageJ.

Cara penilaian luka :

Diameter rata-rata :

Luas luka yang dinilai adalah : π x r2

: π x (½ d)2

: ¼ π d2

: 0,7854 d2

Persentase penyembuhan luka dihitung dengan rumus :

Dimana :

d = diameter rata-rata

d0 = diameter luka setelah pembuatan luka

dx = diameter luka pada hari dilakukan pengamatan

Bahan uji diberikan setelah pembuatan luka (hari ke-0) dan pengamatan

pertama luka dilakukan 24 jam setelah pembuatan luka (hari ke-1). Pengamatan

persentase penyembuhan luka dilakukan dari hari ke-1 hingga hari ke-14.

Page 67: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

50 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.10 Eksisi Jaringan Kulit Tikus

Pengambilan sampel jaringan kulit dilakukan pada hari ke-7 dari kelima

kelompok diambil masing-masing 1 ekor tikus, pengambilan dilakukan setelah

tikus dikorbankan dengan larutan eter secara inhalasi. Daerah dorsal yang akan

diambil jaringan kulitnya dibersihkan dari bulu yang mulai tumbuh kembali,

jaringan kulit digunting dengan ketebalan ±3 mm hingga lapisan subkutis dan

sekitar ±2 cm dari tepi luka. Jaringan kulit yang diperoleh kemudian difiksasi

dengan larutan formalin 10% dan disimpan.

3.4.11 Pembuatan Preparat Histopatologi Jaringan Kulit Tikus

Jaringan kulit yang diperoleh kemudian dibuat preparat histopatologi

dengan pewarna Hematoxyllin-Eosin yang dilakukan di Laboratorium Patologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pembuatan preparat dilakukan dengan

cara : jaringan kulit yang telah difiksasi menggunakan larutan Formalin 10% lalu

dilakukan trimming organ dan dimasukkan ke dalam cassette tissue dari plastik.

Tahap selanjutnya dilakukan proses dehidrasi alkohol menggunakan konsentrasi

alkohol yang bertingkat yaitu alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I, alkohol

absolut II, kemudian dilakukan penjernihan (clearing) menggunakan xylol I dan

xylol II. Proses pencetakan atau parafinisasi dilakukan menggunakan parafin I dan

parafin II. Sediaan dimasukkan ke dalam alat pencetak yang berisi parafin

setengah volume dan sedian diletakkan ke arah vertikal dan horizontal sehingga

potongan melintang melekat pada dasar parafin. Setelah mulai membeku, parafin

ditambahkan kembali hingga alat pencetak penuh dan dibiarkan sampai parafin

mengeras. Blok-blok parafin kemudian dipotong tipis setebal 5 mikrometer

dengan menggunakan mikrotom. Hasil potongan yang berbentuk pita (ribbon)

tersebut dibentangkan di atas air hangat yang bersuhu 46C dan langsung diangkat

yang berguna untuk meregangkan potongan agar tidak berlipat atau

menghilangkan lipatan akibat dari pemotongan. Sediaan tersebut kemudian

diangkat dan diletakkan di atas gelas objek dan dikeringkan semalaman dalam

inkubator bersuhu 60C. Kemudian diwarnai dengan pewarnaan Hematoxyllin-

Eosin (HE) untuk pemeriksaan mikroskopik (Balqis et al, 2014).

Page 68: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

51 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.12 Pengamatan Preparat Histopatologi

Pengamatan secara histopatologi dilakukan pada preparat jaringan kulit.

Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus SZ61) secara

deskriptif pada perbesaran 20x. Pengamatan ini meliputi parameter-parameter

yang berperan dalam penyembuhan luka seperti neokapilerisasi, keberadaan sel

radang dan fibroblas serta kerapatan kolagen.

3.4.13 Rencana Analisa Data

Data hasil pengujian dianalisis menggunakan software pengolah data dan

disajikan dalam bentuk mean dan standar deviasi (SD) dari masing-masing

kelompok. Data dianalisis dengan uji Paired Sample T-Test. Data statistik

signifikan pada nilai P < 0,05.

Page 69: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

52 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian

Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman

ini adalah tanaman talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott) famili Araceae.

4.1.2. Ekstraksi

Sebanyak 1500 gram serbuk umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.)

Schott var. antiquorum) dimaserasi dengan pelarut etanol 96% sampai larutan

mendekati tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh kemudian dikentalkan dengan

vacuum rotary evaporator dan didapatkan ekstrak kental sejumlah 168,859 gram.

Rendemen yang didapatkan ialah 10,554%.

4.1.3. Hasil Penapisan Fitokimia

Kandungan metabolit sekunder pada ekstrak etanol umbi talas jepang

(Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) diidentifikasi dengan cara

penapisan fitokimia. Kandungan senyawa metabolit sekunder yang diuji antara

lain golongan alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, steroid, tanin dan polifenol,

serta glikosida jantung. Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan terhadap ekstrak

etanol umbi talas jepang dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang

Golongan Senyawa Hasil Penapisan Fitokimia

Alkaloid +

Flavonoid +

Saponin +

Terpenoid +

Steroid +

Tanin dan Polifenol +

Glikosida Jantung +

Ket : (+) memberikan hasil positif, (-) memberikan hasil negatif

Page 70: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

53 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1.4. Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Non Spesifik

Uji parameter spesifik dan non spesifik pada ekstrak etanol umbi talas

jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) dilakukan setelah uji

penapisan fitokimia. Hasil uji parameter spesifik dan parameter non spesifik

ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var.

antiquorum) dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Hasil Penetuan Parameter Spesifik dan Parameter Non Spesifik

Karakteristik Hasil

Uji Parameter Spesifik

Identitas

Nama ekstrak Ekstrak etanol umbi talas jepang

Nama lain tumbuhan Colocasia esculenta (L.) Schott var.

antiquorum

Bagian tumbuhan yang

digunakan Umbi (tuber)

Nama Indonesia tumbuhan Talas jepang atau satoimo

Organoleptis

Warna Coklat tua

Bau Bau khas ekstrak

Rasa Pahit

Bentuk Kental

Uji Parameter Non Spesifik

Kadar Air 17,105%

Kadar Abu 3,753%

4.1.5. Hasil Evaluasi Sediaan Krim

Evaluasi krim ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.)

Schott var. antiquorum) meliputi uji organoleptik dan uji homogenitas. Hasil

evaluasi krim ekstak etanol umbi talas jepang dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 6. Hasil Evaluasi Krim Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang

Karakteristik Hasil

Ekstrak 1% Ekstrak 5% Ekstrak 25%

Organoleptis

Krim

Warna Putih Kecoklatan Putih Kecoklatan Coklat

Bentuk Setengah Padat Setengah Padat Setengah Padat

Bau Aroma khas

ekstrak

Aroma khas

ekstrak

Aroma khas

ekstrak

Homogenitas Krim Homogen Homogen Tidak homogen

Page 71: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

54 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1.6. Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus

Hasil pengukuran berat badan tikus baik pada kelompok kontrol positif

(KKP), kelompok kontrol negatif (KKN), kelompok uji I (KU I), kelompok uji II

(KU II) dan kelompok uji III (KU III) dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7. Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus

No. Tanggal Rata-rata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok (gram)

KP KN KU I KU II KU III

1 05 Juni 2015 114,333 103,167 120,167 129,833 122

2 08 Juni 2015 117,5 110,5 131,833 136,167 135,667

3 11 Juni 2015 123,167 119,167 136,833 142,833 136,333

4 14 Juni 2015 132,2 128,8 144,167 156,333 146,5

5 17 Juni 2015 145,8 145,8 161,4 165 162,4

6 20 Juni 2015 155,4 152,2 171,2 175 177,2

Ket :

KP : Kontrol Positif

KN : Kontrol Negatif

KU I : Kelompok Uji I (Ekstrak 1%)

KU II : Kelompok Uji II (Ekstrak 5%)

KU III : Kelompok Uji III (Ekstrak 25%)

Gambar 6. Grafik rata-rata berat badan tikus tiap kelompok

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

Ber

at B

adan

(gr

am)

Hari Pengamatan

KP

KN

KU I

KU II

KU III

Page 72: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

55 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1.7. Hasil Pengukuran Luas dan Persentase Penyembuhan Luka

Data perubahan rata-rata luas luka dan persentase penyembuhan luka pada

setiap kelompok dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 8. Rata-rata Luas Luka Tiap Kelompok

Kelompok Rata-rata Luas Luka (cm

2) Tiap Kelompok ± SD

Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-6 Hari ke-9 Hari ke-12 Hari ke-14

KP 0,80±0,17 0,58±0,10 0,33±0,10 0,04±0,02 0,00 0,00

KN 0,69±0,10 0,88±0,23 0,76±0,77 0,27±0,46 0,20±0,44 0,12±0,27

KU I (1%) 0,90±0,10 0,88±0,09 0,36±0,09 0,07±0,05 0,01±0,01 0,00

KU II (5%) 0,85±0,11 0,85±0,15 0,48±0,10 0,08±0,05 0,01±0,01 0,00

KU III(25%) 0,90±0,15 0,87±0,07 0,50±0,22 0,10±0,07 0,03±0,04 0,01±0,06

Tabel 9. Rata-rata Persentase Penyembuhan Luka Tiap Kelompok

Kelompok Rata-rata Persentase Penyembuhan Luka (%) Tiap Kelompok ± SD

Hari ke-3 Hari ke-6 Hari ke-9 Hari ke-12 Hari ke-14

KP 14,32±4,68* 36,00±7,57

* 79,77±7,55

* 100

* 100

KN -12,17±16,48 5,33±52,79* 51,33±49,48

* 74,31±57,44

* 79,99±44,75

KU I (1%) 1,34±5,36* 36,62±9,73

* 76,57±14,52

* 94,40±7,75

* 100

KU II (5%) -0,02±11,01 25,13±7,97* 70,91±8,15

* 94,27±7,85

* 100

KU III(25%) 0,69±9,87 26,13±14,39* 69,50±15,31

* 88,75±17,42

* 97,38±5,86

Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna

terhadap persentase penyembuhan luka pada hari sebelumnya (p < 0,05) pada

taraf kepercayaan 95%.

Gambar 7. Grafik rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok

-20,00

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

Hari ke-3 Hari ke-6 Hari ke-9 Hari ke-12 Hari ke-14

Pe

rsen

tase

Pe

nye

mb

uh

an L

uka

(%

)

Hari Pengamatan

KP (Kontrol Positif)

KN (Kontrol Negatif)

KU I (Kelompok Uji I)

KU II (Kelompok Uji II)

KU III (Kelompok Uji III)

Page 73: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

56 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1.8. Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi

Hasil pengamatan preparat histopatologi yang dilakukan menggunakan

mikroskop cahaya (Olympus SZ61) secara deskriptif pada perbesaran 10x, 20x

dan 40x dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 10. Hasil Pengamatan Parameter Histopatologi

Kelomp

ok

Perbesaran

10x 20x 40x

KP

KN

KU I

KU II

Page 74: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

57 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KU III

Ket :

KP : Kontrol Positif

KN : Kontrol Negatif

KU I : Kelompok Uji I (Ekstrak 1%)

KU II : Kelompok Uji II (Ekstrak 5%)

KU III : Kelompok Uji III (Ekstrak 25%)

Page 75: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

58 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2. Pembahasan

Uji aktivitas penyembuhan luka dalam penelitian ini didasarkan pada

pengaruh ekstrak etanol umbi talas jepang terhadap luas luka, persentase

penyembuhan luka, waktu penyembuhan luka dan parameter histopatologi

(neokapilerisasi, keberadaan sel radang dan fibroblas serta kerapatan kolagen).

Talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum)

merupakan tanaman yang sedang gencar dibudidayakan diberbagai daerah di

Indonesia. Bagian daun dan umbi tanaman ini umumnya digunakan sebagai

makanan di beberapa negara. Potensi daun tanaman ini dalam pengobatan telah

banyak diteliti. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi

talas jepang yang diperoleh dari CV. Agro Lawu Intenational, Magetan, Jawa

Timur. Sebelum digunakan dalam penelitian, dilakukan determinasi tanaman

untuk memastikan kebenaran jenis tanaman ini yaitu Colocasia esculenta (L.)

Schott dari famili Araceae.

Ekstrak etanol umbi talas jepang diperoleh dengan metode maserasi

menggunakan pelarut etanol 96%. Maserasi dilakukan dengan cara merendam

serbuk umbi talas jepang dengan pelarut etanol selama satu hari pada temperatur

kamar. Maserasi dipilih karena baik untuk senyawa-senyawa yang tidak tahan

terhadap panas dan memiliki beberapa keuntungan diantaranya peralatan yang

sederhana dan proses pengerjaannya yang mudah. Penggunaan etanol sebagai

pelarut karena mempunyai sifat selektif, dapat bercampur dengan air dengan

segala perbandingan, ekonomis, mampu mengekstrak sebagian besar senyawa

kimia yang terkandung dalam simplisia seperti alkaloid, minyak atsiri, glikosida,

kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Sedangkan

lemak, malam, tanin dan saponin, hanya sedikit larut (Depkes RI, 1986). Iswanti,

2009 menjelaskan bahwa pelarut etanol dapat menyari hampir keseluruhan

kandungan simplisia, baik polar, semi polar maupun non polar, sehingga

diharapkan dapat menarik kandungan berbagai senyawa pada sampel yang

diprediksi berkhasiat dalam penyembuhan luka.

Filtrat yang diperoleh dari hasil maserasi diuapkan menggunakan vacuum

rotary evaporator dengan tujuan untuk menghilangkan pelarut sehingga

didapatkan ekstrak kental. Kemudian ekstrak kental yang diperoleh dikeringkan

Page 76: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

59 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dalam oven vacuum selama 9 hari untuk mengurangi kadar air dan residu pelarut

pada ekstrak. Dari 1600 gram serbuk umbi talas jepang, diperoleh 168,859 gram

ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh adalah 10,554%.

Parameter non-spesifik merupakan suatu aspek yang berfokus pada aspek

kimia, mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan

stabilitas. Standarisasi parameter non-spesifik yang dilakukan pada penelitian ini

ialah uji kadar abu dan uji kadar air. Tujuan dari uji kadar abu untuk memberikan

gambaran kandungan mineral internal dan eksternal dalam ekstrak. Persentase

kadar abu total tidak boleh lebih dari 16,6% (Depkes RI, 2000). Pada pengujian

ini diperoleh hasil kadar abu total sebesar 3,753% yang sesuai dengan persyaratan

tidak lebih dari 16,6%. Umbi talas jepang mengandung beberapa mineral terutama

natrium (740 mg/100g), magnesium (79-122 mg/100g), kalsium (24.7- 47.8

mg/100g) dan kalsium (42mg/100g) serta mengandung Zn (3,05 mg/100g) dan

Besi (2,07 mg/100g) (McEwan, 2008). Sedangkan uji kadar air bertujuan untuk

memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam

bahan (Depkes RI, 2000). Uji kadar air ekstrak etanol umbi talas jepang dilakukan

dengan metode gravimetri dan diperoleh hasil kadar air sebesar 17,105%. Hasil

ini telah sesuai dengan persyaratan batas kadar air yang diperbolehkan untuk jenis

ekstrak kental adalah antara 5-30%. Sementara untuk ekstrak cair lebih besar dari

30% dan ekstrak kering lebih kecil dari 5%. Penentuan kadar air juga terkait

dengan kemurnian ekstrak. Semakin sedikit kadar air pada ekstrak maka semakin

sedikit kemungkinan ekstrak terkontaminasi oleh pertumbuhan jamur (Saifudin et

al., 2011 dalam Haryani et al, 2013). Perhitungan uji parameter esktrak dapat

dilihat pada lampiran 8.

Kemudian dilakukan penapisan fitokimia pada ekstrak etanol umbi talas

jepang. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol umbi talas

jepang mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, steroid, tanin,

polifenol dan glikosida jantung. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh

Subhash et al (2012) yang menggunakan ekstrak umbi Colocasia esculenta

dengan enam pelarut berbeda (petroleum eter, benzen, kloroform, metanol, etanol

dan air) diketahui positif mengandung alkaloid, steroid, flavonoid, tanin, fenol,

triterpenoid, saponin dan glikosida.

Page 77: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

60 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ekstrak umbi talas jepang yang telah distandarisasi kemudian

didispersikan dalam basis krim untuk diaplikasikan pada luka. Sediaan krim

dipilih karena mempunyai keuntungan yaitu bentuknya menarik, sederhana dalam

pembuatannya, mudah dalam penggunaan, daya menyerap yang baik dan

memberikan rasa dingin pada kulit, krim dapat digunakan pada kulit dengan luka

yang basah, dan terdistribusi merata (Depkes RI, 1995; Wijaya, 2013). Lachman

et al (1994) menjelaskan bahwa sediaan krim memiliki sifat umum mampu

melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu cukup lama sebelum

sediaan tersebut dicuci atau dihilangkan, dengan demikian diharapkan dapat

meningkatkan waktu kontak ekstrak pada luka sehingga dapat mempercepat

penyembuhan luka. Selanjutnya dilakukan evaluasi krim meliputi uji organoleptik

dan homogenitas krim.

Pengujian organoleptik meliputi bentuk, warna, dan bau. Krim yang

dihasilkan memiliki bentuk setengah padat yang merupakan karateristik dari krim

itu sendiri. Warna yang kecoklatan berasal dari warna ekstrak umbi talas jepang.

Hal ini tampak dari perubahan warna basis krim yang semula berwarna putih

menjadi coklat. Semakin tinggi konsentransi ekstrak yang terkandung maka

warnanya akan semakin coklat. Begitu pula halnya dengan aroma khas ekstrak

umbi talas jepang yang tercium dari krim dengan konsentransi 1%, 5% dan 25%.

Semakin tinggi konsentransi ekstrak, maka semakin tercium aroma khas ekstrak

umbi talas jepang.

Pengujian homogenitas merupakan pengujian terhadap ketercampuran

bahan-bahan dalam sediaan krim yang menunjukkan susunan yang homogen.

Pengujian dikakukan terhadap basis krim dan juga krim dengan konsentransi 1%,

5% dan 25%. Uji I yang mengandung ekstrak 1% dan uji II yang mengandung

ekstrak 5% menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran

halus. Uji III yang mengandung ekstrak 25% terlihat tidak homogen yang ditandai

adanya butiran halus.

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor tikus jantan

galur Sprague Dawley berusia 8 minggu. Tikus yang digunakan merupakan tikus

yang sehat dengan bobot sekitar 100-150 gram. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok

yaitu kelompok kontrol positif yang diberikan krim lanakeloid

-E, kontrol negatif

Page 78: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

61 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang diberikan basis krim dan 3 kelompok uji yang diberikan perlakuan dengan

konsentrasi ekstrak yang berdeda (1%, 5% dan 25%). Hewan uji kemudian

diaklimatisasi selama 1 minggu agar dapat menyesuaikan diri dalam kondisi

lingkungan yang baru. Setiap kelompok tikus jantan ditempatkan pada kandang

yang berbeda dengan kepadatan kandang masing-masing 1 ekor. Selama

aklimatisasi dilakukan pengamatan kondisi umum serta penimbangan berat badan.

Mayoritas dari hewan uji mengalami peningkatan berat badan. Grafik kenaikan

berat badan tikus dapat dilihat pada gambar 6. Adanya peningkatan berat badan

menunjukkan bahwa tikus telah mampu menyesuaikan diri dengan kondisi

lingkungan. Sedangkan adanya penurunan berat badan pada beberapa tikus

dikarenakan factor-faktor tertentu yang bersifat relatif pada tikus tertentu, seperti

kondisi kesehatan, kondisi organ tubuh, imunitas, dan beberapa faktor relatif lain.

Pembuatan luka pada masing-masing kelompok hewan uji dilakukan

dengan metode Morton setelah aklimatisasi. Luka yang dihasilkan berbentuk

sirkular dengan diameter ±1 cm pada bagian dorsal 3 cm dari auricula tikus. Krim

ekstrak etanol umbi talas jepang dioleskan pada luka sebanyak ±1 gram menutupi

keseluruhan bagian luka dua kali sehari, yaitu di pagi dan sore hari selama 14 hari

setelah pembuatan luka sesuai dengan periode fase proliferasi selama

penyembuhan luka. Pada hari ke-7, tikus dibunuh dengan cara dibius dengan eter

kemudian jaringan kulit diambil untuk pembuatan preparat histopatologi.

Pengamatan preparat jaringan kulit dilakukan menggunakan mikroskop cahaya

(Olympus SZ61) secara deskriptif pada perbesaran 20x untuk menilai parameter

histopatologi (keberadaan sel radang dan fibrolas, neokapilerisasi, dan kerapatan

kolagen) yang berperan dalam penyembuhan luka.

Pengamatan penyembuhan luka dilakukan dari hari ke-1 hingga hari ke-14

untuk melihat perkembangan luka selama penelitian. Sedangkan pengukuran

diameter luka dilakukan dalam interval waktu 3 hari. Pengukuran diameter luka

dilakukan pada arah vertikal, horizontal dan kedua diagonal dengan software

ImageJ, kemudian dihitung rata-rata diameter luka. Dari hasil rata-rata diameter

luka, selanjutnya ditentukan luas luka dan persentase penyembuhan luka masing-

masing kelompok. Data persentase penyembuhan luka yang telah diperoleh

selanjutnya dilakukan uji Paired Sample T-Test. Sebagai data tambahan, data

Page 79: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

62 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

berat badan tikus diambil tanpa dilakukan uji normalitas dan homogenitas maupun

uji ANOVA.

Data rata-rata luas luka dan persentase penyembuhan luka pada setiap

kelompok hewan uji dapat dilihat pada tabel 8 dan table 9. Berdasarkan data

tersebut rata-rata luas luka terkecil pada hari ke14 pengamatan adalah 0,00 (KP,

KU I, KU II), 0,01±0,060 (KU III) dan 0,12±0,27 (KN), sedangkan data

persentase penyembuhan luka tertinggi yaitu 100 (KP, KU I, KU II), 97,38 (KU

III) dan 79,99 (KN).

Berdasarkan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok

pada dari hari ke-0 hingga hari ke-14, nilai rata-rata persentase penyembuhan luka

kelompok kontrol positif lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata

persentase penyembuhan luka kelompok lainnya, sedangkan nilai rata-rata

persentase penyembuhan luka kelompok kontrol negatif lebih rendah

dibandingkan dengan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok uji I,

II dan III. Perbandingan antara nilai rata-rata persentase penyembuhan luka

kelompok uji I, II dan III menunjukkan bahwa nilai rata-rata persentase

penyembuhan luka dari yang tertinggi adalah kelompok uji I,III dan II.

Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok pada hari ke-6

menunjukkan bahwa nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok

kontrol positif lebih tinggi dari nilai rata-rata persentase penyembuhan luka

kelompok uji II, dan III, tetapi tidak jauh berbeda dengan nilai rata-rata persentase

penyembuhan luka pada kelompok uji I, sedangkan nilai rata-rata persentase

penyembuhan luka kelompok kontrol negatif lebih rendah dibandingkan dengan

nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok lainnya.

Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok pada hari ke-9

menunjukkan bahwa nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok

kontrol positif lebih tinggi dari nilai rata-rata persentase penyembuhan luka

kelompok uji I, II, dan III, sedangkan nilai rata-rata luas persentase penyembuhan

luka kelompok kontrol negatif lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata

persentase penyembuhan luka kelompok lainnya. Nilai rata-rata persentase

penyembuhan luka kelompok uji I lebih tinggi dibandingkan kelompok uji II dan

III.

Page 80: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

63 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok pada hari ke-

12 menunjukkan bahwa nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok

kontrol positif telah mencapai 100% yang menunjukkan telah terjadi kesembuhan

pada luka. Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka kelompok kontrol negatif

lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-rata persentase penyembuhan luka

kelompok lainnya. Perbandingan antara nilai rata-rata persentase penyembuhan

luka kelompok uji I, II dan III menunjukkan bahwa nilai yang terkecil adalah

kelompok uji II, I dan III.

Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka tiap kelompok pada hari ke-

14 menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif, kelompok uji I dan II telah

mengalami kesembuhan, sedangkan pada kelompok uji III dan kelompok kontrol

negatif masih terlihat adanya luka tetapi nilai rata-rata persentase penyembuhan

luka kelompok uji III lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol negatif.

Berdasarkan nilai rata-rata luas luka pada kelompok kontrol negatif

terdapat nilai standar deviasi (SD) yang lebih inggi dari nilai rata-rata (mean) luas

luka pada hari ke-6, 9, 12 dan 14. Tingginya nilai SD diakibatkan adanya nilai

ekstrim pada data rata-rata luas luka karena terjadinya infeksi pada salah satu

hewan uji yang kemungkinan terkontaminasi mikroba akibat kondisi lingkungan

yang tidak steril.

Nilai rata-rata persentase penyembuhan luka pada seluruh kelompok

hewan uji juga menunjukkan nilai SD yang tinggi yang diakibatkan ketidak

homogenan data persentase penyembuhan luka pada masing-masing kelompok.

Ketidak homogenan ini kemungkinan juga diakibatkan adanya kontaminasi

mikroba pada luka karena kondisi lingkungan yang tidak steril, tetapi nilai rata-

rata persentase penyembuhan luka menunjukkan terjadi peningkatan setiap

harinya karena adanya peningkatan imunitas tubuh dan aktivitas penyembuhan

luka dari ekstrak yang diberikan.

Analisa data persentase penyembuhan luka selanjutnya adalah Paired

Sample T-Test yang bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan yang

signifikan dari rata-rata persentase penyembuhan luka antara dua kelompok

sampel yang berpasangan (berhubungan). Hasil analisa data persentase

penyembuhan luka dengan Paired Sample T-Test menunjukkan bahwa persentase

Page 81: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

64 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

penyembuhan luka kelompok kontrol positif pada hari ke-3, 6, 9 dan 12 berbeda

signifikan (p 0,05), sedangkan hari ke-12 hingga hari ke-14 luka telah sembuh

sehingga tidak menunjukkan perbedaan. Persentase penyembuhan luka kelompok

kontrol negatif menunjukkan perbedaan signifikan terjadi pada hari ke-6, 9 dan 12

(p 0,05), persentase penyembuhan luka kelompok uji II dan III menunjukkan

perbedaan signifikan pada hari ke-6, 9 dan 12, sedangkan persentase

penyembuhan luka kelompok uji I menunjukkan perbedaan signifikan pada hari

ke-3, 6, 9 dan 12 (p 0,05).

Berdasarkan pengamatan makroskopik, jaringan granulasi telah terbentuk

pada hari ke-1 dan keropeng pada hari ke-2 pada seluruh kelompok hewan uji.

Pembentukan keropeng menunjukkan proses penyembuhan luka memasuki fase

proliferasi tahap awal (agustina, 2011). Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang,

fibroblas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru, membentuk jaringan

kemerahan dengan permukaan tak rata disebut jaringan granulasi, fase ini terjadi

pada hari ke 3-14 (Kozier, 1995 & Taylor, 1997). Keropeng yang terbentuk diatas

permukaan membentuk homeostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh

mikroorganisme. Dibawah keropeng, sel epitel berpindah dari luka ke tepi.

Kecepatan terbentuknya keropeng dikelima kelompok perlakuan menandakan

kecepatan dari penyembuhan luka (Aponno et al, 2014). Kecepatan terbentuknya

keropeng dikelima kelompok perlakuan menandakan kecepatan dari

penyembuhan luka. Lepasnya keropeng pada kelompok kontrol positif terjadi

pada hari ke-6. Pada hari ke-7, lepasnya keropeng pada kelompok uji I dan II

terjadi di pagi hari dan kelompok uji III serta kelompok kontrol negatif terjadi di

sore hari.

Proses lepasnya keropeng ini bersamaan dengan proses keringnya luka.

Hal ini menandakan sudah terjadinya pertumbuhan sel-sel baru pada kulit

sehingga membantu mempercepat lepasnya keropeng dan merapatnya tepi luka.

Keropeng terlepas karena jaringan dibawahnya sudah kering dan tepi-tepi luka

mulai tertarik ke tengah. (Aponno et al, 2014). Pada penelitian ini fase proliferasi

terjadi lebih cepat dari penyembuhan luka normal.

Hasil pengamatan parameter histopatologi pada tabel 10 menunjukkan

terjadinya pembentukan kapiler baru (neokapilerisasi) yang lebih banyak pada

Page 82: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

65 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kelompok kontrol positif, kelompok uji I, II dan III dibandingkan kelompok

kontrol negatif. Penyembuhan luka sangat ditunjang oleh suplai darah ke daerah

luka. Pembentukkan pembuluh darah baru akan membantu mempercepat proses

regenerasi sel dan normalisasi jaringan (Mayasari, 2003). Pembentukkan

neokapiler adalah akibat aktivitas mitosis sel-sel endotel pembuluh darah yang

sudah diikuti oleh migrasi ke daerah luka. Pembentukan neokapiler berfungsi

untuk menyuplai vitamin, mineral, glukosa, dan asam amino ke fibroblast untuk

memaksimalkan pembentukkan kolagen serta membebaskan jaringan dari

nekrosis, benda asing, dan infeksi sehingga mempercepat penyembuhan luka

(Pavletic, 1992 dalam Hapsari, 2006). Pembentukan neokapilerisasi yang lebih

tinggi akan mempercepat penyembuhan luka karena dapat meningkatkan

penyaluran suplai darah. Suplai darah diperlukan dalam metabolisme aktif sel

sehingga mempercepat terjadinya regenerasi jaringan. Kapiler-kapiler pada

jaringan parut muda sangat diperlukan karena proliferasi sel memerlukan banyak

energi dan bahan yang berasal dari darah (Rukmono, 1996).

Pengamatan mikroskopik juga menunjukkan terjadinya pembentukan serat

kolagen pada seluruh kelompok hewan uji. Serat kolagen pada kelompok kontrol

positif terlihat lebih rapat dari kelompok lainnya. Perbandingan kerapatan kolagen

pada tiga kelompok uji dan kelompok kontrol negatif menunjukkan kerapatan

kolagen tertinggi dimulai dari kelompok uji I, II, III dan kontrol negatif. Kolagen

disintesis oleh sel fibroblas. Kolagen pertama kali terdeteksi pada hari ke-3

setelah luka, meningkat terus sampai minggu ke-3. Fibroblas muncul pertama kali

secara bermakna pada hari ke-3 dan mencapai puncak pada hari ke-7 (Kozier,

1995). Fibroblas-fibroblas ini membentuk kolagen hingga terjadi jaringan ikat

yang menghubungkan dengan erat tepi-tepi luka. Jaringan ini dinamakan jaringan

parut (Rukmono, 1996).

Pengamatan keberadaan sel radang menunjukkan pada kelompok kontrol

negatif terlihat lebih banyak terdapat sel radang yang kemungkinan merupakan

neutrofil dan sedikit makrofag dibanding kelompok uji I, II dan III. Perbandingan

antara tiga kelompok uji secara deskriptif menunjukkan jumlah sel radang yang

(makrofag dan limfosit T) terbanyak dimulai dari kelompok uji I, II dan III. Sel

radang menunjukkan adanya fagositosis dari bakteri dan sel-sel yang rusak. Sel

Page 83: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

66 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

radang yang sangat berperan selama proses penyembuhan luka adalah sel

neutrofil, makrofag dan limfosit. Menurut Guyton dan Hall (1997), keberadaan sel

makrofag dan sel neutrofil saling berhubungan dalam proses persembuhan luka.

Sel neutrofil merupakan pertahanan seluler pertama yang jumlahnya akan

meningkat pada awal pasca perlukaan dimana sel neutrofil akan memakan

(memfagositosis) benda-benda asing. Benda-benda asing dan luruhan sel radang

yang tidak terfagositosis oleh sel neutrofil akan diteruskan oleh sel makrofag

sebagai sel pertahanan seluler kedua. Makrofag mempunyai kemampuan

fagositosis yang lebih hebat dari neutrofil, bahkan mampu memfagosit 100

bakteri. Dengan demikian, banyaknya jumlah sel makrofag dan limfosit T

dibanding jumlah sel neutrofil pada kelompok uji I, II dan III menunjukkan fase

inflamasi terjadi lebih cepat, karena jumlah sel neutrofil meningkat pada awal

perlukaan sedangkan makrofag muncul setelah terbentuknya neutrofil sebagai

pertahanan seluler kedua.

Berdasarkan hasil uji Paired Sample T-Test, luka pada kelompok uji I

yang diberi perlakuan dengan ekstrak 1% mengalami penurunan luas luka lebih

baik ditinjau dari persentase penyembuhan luka yang berbeda signifikan pada hari

ke-3, 6, 9 dan 12, dibandingkan kelompok kontrol negatif, kelompok uji II dan III,

serta menunjukkan perbedaan signifikansi yang sama dengan kelompok kontrol

positif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol umbi talas

jepang dapat mempercepat penyembuhan luka dan dari ketiga konsentrasi ekstrak

etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var antiquorum) yang

diberikan (1%, 5% dan 25%), kecepatan penyembuhan luka, penurunan diameter

luka dan peningkatan persentase penyembuhan luka terbesar terjadi pada

konsentrasi ekstrak 1%, sedangkan konsentrasi ekstrak 5% dan 25% menunjukkan

nilai persentase penyembuhan yang lebih rendah. Hal ini diakibatkan konsistensi

krim yang berbeda pada masing-masing formula. Semakin tinggi konsentrasi

ekstrak, maka semakin tinggi konsistensi krim yang terbentuk. Konsistensi krim

yang tinggi mengakibatkan sulitnya pelepasan zat aktif dari basis krim sehingga

menghambat zat aktif mencapai target terapi.

Aktivitas ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott

var. antiquorum) dalam menyembuhkan luka disebabkan kandungan berbagai

Page 84: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

67 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

senyawa dalam umbi tanaman. Umbi talas jepang memiliki kandungan flavonoid,

triterpenoid, tanin, saponin, alkaloid, tarin, protein, Zn, vitamin C dan A yang

diduga dapat mendukung regenerasi sel-sel epitel dan jaringan ikat (Okeke &

Iweala, 2007; Rukmana’ 2002; Fasuyi 2005). Flavonoid diketahui memiliki

antiskorbut yang berperan melindungi asam askorbat dari oksidasi sehingga

proses sintesis kolagen dapat berjalan dengan baik. Flavonoid juga dapat

bertindak melindungi lipid membran terhadap agen yang merusak (Robinson,

1995). Diduga aksi ini yang menjaga membran sel tidak mudah dirusak bakteri

dan tetap berfungsi dengan baik untuk melakukan perbaikan selama proses

penyembuhan luka. Saponin selama ini diketahui dapat bekerja sebagai

antibakteri. Ketika berinteraksi dengan sel bakteri, saponin dapat meningkatkan

permeabilitas membran sel bakteri sehingga terjadi hemolisis sel bakteri

(Robinson, 1995). Adanya saponin dalam ekstrak diduga dapat mendukung proses

penyembuhan luka lebih cepat dengan meminimalisir kontaminasi bakteri

sehingga epitel dapat bermitosis dan berproliferasi dengan baik (Nisa et al, 2013).

Vitamin C diduga sangat membantu pada fase proliferasi, yaitu saat

sintesis kolagen. Pembentukan kolagen melalui proses hidroksilasi lisin menjadi

hidroksilisin dan prolin menjadi hidroksiprolin (Robbins & Kumar, 2007). Proses

hidroksilasi ini memerlukan enzim prolyl-α-hydroksilase dan enzim lisil-

hydroksilase dalam bentuk aktif. Pengaktifan enzim prolyl-α-hydroksilase

memerlukan katalisator berupa ion Fe2+

. Peran vitamin C adalah mengubah ion

Fe3+

menjadi ion Fe2+

sehingga enzim prolyl-α-hydroksilase menjadi aktif.

Sedangkan pengaktifan enzim lisil-hydroksilase dibutuhkan katalisator ion Cu+.

Vitamin C berperan mengubah ion Cu2+

di dalam tubuh menjadi ion Cu+

(Yendriwati, 2006). Vitamin A berperan dalam penyembuhan luka dengan

mempercepat fase inflamasi pada penyembuhan luka, meningkatkan taut silang

(cross-linkage) pada kolagen, mendukung diferensiasi sel epitel, meningkatkan

dan menstimulasi respon imun. Zn merupakan mineral esensial yang dibutuhkan

untuk sintesis DNA, pembelahan sel dan sintesis protein, semua proses ini

dibutuhkan untuk regenerasi dan perbaikan jaringan (MacKay & Alan, 2003).

Tanin dan triterpenoid diketahui memiliki aktivitas antioksidan pada

beberapa tanaman obat (Robinson, 1995). Antioksidan berperan menangkap

Page 85: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

68 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan membran sel. Cedera pada

membran sel tersebut kemudian mengaktifkan histamin yang nantinya menjadi

mediator sel radang (Price & Wilson, 2005). Antioksidan di dalam tanin dan

triterpenoid diduga dapat mengurangi adanya radikal bebas yang dapat merusak

membran sel dan mengurangi pelepasan mediator sel radang. yang berarti dapat

mempercepat fase selanjutnya untuk melakukan perbaikan jaringan dalam proses

penyembuhan luka (Nisa et al, 2013). Tanin juga berfungsi sebagai adstringen

yang dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit, menghentikan eksudat dan

pendarahan ringan (Anief, 1997). Alkaloid memiliki kemampuan sebagai

antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen

penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak

terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1995).

Kandungan tarin dalam umbi talas jepang juga diduga berperan dalam

penyembuhan luka. Tarin merupakan protein lektin yang memiliki aktivitas

proteolitik seperti papain pada Carica papaya dan bromelin pada Ananas

Comusus. Tarin diduga dapat mempercepat penyembuhan luka karena aktivitas

proteolitiknya seperti papain yang efektif meluruhkan jaringan nekrotik,

mencegah infeksi dan menstimulasi pembentukan jaringan granulasi pada luka

melalui aktivitas enzim proteolitik yang dapat mengangkat jaringan mati tanpa

merusak sel hidup (Roxas, 2013; Sidik & Salmah, 2005). Menurut Priosoeryanto

et al., (2006) kandungan lektin dalam getah pelepah pisang berfungsi untuk

menstimulasi pertumbuhan sel kulit, oleh karena itu tarin yang merupakan protein

lektin diduga dapat mempercepat penyembuhan luka.

Kelompok kontrol negatif yang diberikan basis krim tanpa bahan atau zat

yang berkhasiat mengalami pelebaran luka pada empat hewan uji dan pada salah

satu hewan uji tersebut mengalami luka terinfeksi (infected wound) ditandai

dengan adanya edema pada bagian sekitar luka dan timbulnya abses bernanah

(Paputungan et al, 2014). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa basis krim

yang diberikan pada hewan uji sebagai kontrol negatif tidak mempengaruhi

penyembuhan luka pada hewan uji.

Page 86: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

69 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian uji aktivitas ekstrak etanol umbi talas jepang

(Colocasia Esculenta (L.) Schott var. antiquorum) terhadap penyembuhan luka

terbuka pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley

diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia Esculenta (L.) Schott var.

antiquorum) pada seluruh konsentrasi (1%, 5% dan 25%) terbukti dapat

mempercepat penyembuhan luka

2. Ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia Esculenta (L.) Schott var.

antiquorum) dapat meningkatkan neokapilerisasi, kerapatan kolagen dan

mempercepat fase inflamasi pada penyembuhan luka

3. Dari ketiga konsentrasi ekstrak etanol umbi talas jepang (1%, 5% dan

25%) yang diberikan, penurunan luas luka yang bermakna terjadi pada

konsentrasi ekstrak 1% yaitu pada hari ke-3, 6, 9 dan 12.

5.2 Saran

Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut adalah :

1. Perlu dilakukan pengamatan histopatologi pada beberapa interval waktu

yang mewakili periode fase inflamasi, fase proliferasi dan fase

remodelling.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan konsentrasi ekstrak yang

lebih bervariasi untuk mengetahui konsentrasi ekstrak optimal yang dapat

mempercepat penyembuhan luka.

3. Perlu dilakukan uji toksisitas terhadap ekstrak etanol umbi talas jepang

untuk mengetahui batasan konsentrasi yang aman untuk digunakan dalam

penelitian selanjutnya.

4. Kondisi lingkungan selama perlakuan harus dijaga tetap steril untuk

menghindari terjadinya kontaminasi mikroba selama proses penyembuhan

luka.

Page 87: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

70 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, Ria., Revi Yenti, Rahmi Utami. 2013. Pengamatan Kerapatan Kolagen

Pada Punggung Mencit Putih Jantan Setelah Pemberian Ekstrak Etanol

Daun Kirinyuh (Eupatorium odoratum L.). Scientia 2 (3), 56-50.

Agustina, Dian Reni. 2011. Pengaruh Pemberian Secara Topikal Kombinasi

Rebusan Daun Sirih Merah (Piper ef. fragile, Benth.) dan Rebusan Herba

Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Terhadap Penyembuhan Luka

Tikus Putih Jantan yang Dibuat Diabetes. Skripsi. Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Sarjana Farmasi Universitas

Indonesia.

Alam, Gulzar, Manjul Pratap Singh, and Anita Singh. 2011. Wound Healing

Potential of some medical plants. International Journal of Pharmaceutical

Sciences Review and Research 1(9), 136-145.

Anief. M. 2000. Farmasetika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 110,

119-120.

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta :

Penerbit Universitas Indonesia, 492,502-506.

Aponno, Jeanly V., Paulina V. Y. Yamlean., Hamidah S. Supriati. 2014. Uji

Efektivitas Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium guajava

Linn) Terhadap Penyembuhan Luka yang Terinfeksi Bakteri

Staphylococcus Aureus Pada Kelinci (Orytolagus cuniculus).

PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT 3 (3) : 2302-2493.

Arditti, J., G. C. Stephens, and M. S. Strauss. 1979. Evidence for genetic variation

in two seedling populations of taro, Colocasia esculenta (L.) Schott. Int.

Found. for Sci. (Stockholm), 245-257.

Arifini, H., Anggraini, N., Handayani, D., Rasyid, R., 2006, Standarisasi Ekstrak

Etanol Daun Eugenia cumini Merr.,J. Sains Tek. Far., 11(2).

Backer C.A. & Bakhuizen v.d. Brink, R.C., 1965. Flora of Java, Vol. II, N.V.P,

Noordhoff, Groningen.

Balqis, Ummu., Rasmaidar., dan Marwiyah. 2014. Gambaran Histopatologis

Penyembuhan Luka Bakar Menggunakan Daun Kedondong (Spondias

dulcis F.) dan Minyak Kelapa pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Jurnal

Medika Veterinaria, 8 (1), 31-36.

Black, JM dan Jacob’s, EM. 1997. Medical Surgical Nursing Clinical

Manajement For Contincity For Care. 5th

ed. WB Sounders Company,

426-447.

Black, Joyce M and Hawks, Jane. 2009. Medical Surgical Nursing: Clinical

Management for Positive Outcomes 8th Edition. USA: Elsevier, 308.

Chung, H. L. 1929. Utilization and composition of oriental vegetables in Hawaii.

Hawaii Agr. Exp. Sta. Bull, 60.

Cotran RS, V. Kumar, T. Collins. 1999. Pathology Basic of Disease. 6 th

ed. W B

SaundersCo. Philadelphia, 21 -201.

De la Pena, R. S. 1967. Effects of different levels of N, P, and K fertilization on

the growth and yield of upland and lowland taro (Colocasia esculenta [L.)

Schott, var. Lehua). Ph.D. diss., Univ. of Hawaii .

Page 88: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

71 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Deo, Pradeep C. and Tyagi, Anand P. and Taylor, Mary and Becker, Douglas K.

and Harding, Robert M. 2009. Improving taro (Colocasia esculenta var.

esculenta) production using biotechnological approaches. South Pacific

Journal of Natural Science, 27, 6-13

Depkes RI. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia (Cetakan I). Jakarta :

Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI, 33.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. P.7, 1036-1043.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Departemen

Kesehatan RI, 33.

Depkes RI. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta :

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Direktorat

Pengawasan Obat Tradisional, 14-17.

Derstine, V., and E. L. Rada. 1952. Some dietetic factors influencing the market

for poi in Hawaii. Univ. Hawaii Agr. Econ. Bull, 3.

Dhanraj, Nakade., Mahesh S. Kadam, Kiran N. Patil and Vinayak S. Mane. 2013.

Phytochemical screening and Antibacterial Activity of Western Region

wild leaf Colocasia esculenta. International Reseach Journal of Biological

Science 2(10), 18-21.

Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,

Departemen Kesehatan RI. Jakarta, 10-12.

Djamaludin, Andre Mahesa. 2009. Pemanfaatan Khitosan dari Limbah Krustasea

Untuk Penyembuhan Luka pada Mencit (Mus musculucalbinus). Skripsi.

Program Studi Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam-IPB.

Edeoga, H.O., D. E. Okwu and B.O Mbaebie. 2005. Phytochemical constituents of

some Nigerian medicinal plants. African Journal of Biotechnology, 4 (7),

685-688.

Fasuyi, Ayodeji O. 2005. Nutrient Composition and Processing Effects on

Cassava Leaf (Manihot esculenta, Crantz) Antinutrients. Pakistan Journal

of Nutrition. 4 (1): 37-42

Faure, D. 2002. The family-3 glycoside hydrolises: from housekeeping function to

host-microbe interction. Appled and Environmental Microbiology 64(4),

1485-1490.

Ferdinandez, Mariana Kresty, I Ketut Anom Dada dan I made Damriyasa. 2013.

Bioaktivitas Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharantus roseus) Terhadap

Kecepatan Angiogenesis dalam Proses Penyembuhan Luka pada Tikus

Wistar. Indonesia Medicus Veterinus 2 (2), 180-190.

Fitriani, Hani dan Pramesti D. Aryaningrum. 2013. Respon Pertumbuhan Tunas

In Vitro Talas Satoimo (Colocasia esculenta var. antiquorum) pada

Berbagai Jenis Pemadat Agar. Seminar Nasional Riset Pangan, Obat-

Obatan dan Lingkungan Untuk Kesehatan.

Fitzpatrick, R.E. and Mehta, R.C. 2009. Endogenous Growth Factors as

Cosmeceutical. In : Draelos, Z.D., Dover, J.S., Alam, M., editors.

Cosmeceutical. Second edition. Saunders Elsevier, 138-140.

Page 89: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

72 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ganjali, Amin; Amir Sotoudeh; Amirali Jahanshahi; Mohammad Ashrafzadeh

Takhtfooladi; Ali Bazzazan; Nasim Roodbari; Maryam Pourramezani

Harati. 2013. Otostegia persica Extraction on Healing Process of Burn

Wounds. Acta Cirurgica Brasileira Vol. 28 (6) – 407.

Ghosal, M. & Mandal, P. 2012. Phytochemical Screening And Antioxidant

Activities Of Two Selected ‘Bihi’ Fruits Used As Vegetables In Darjeeling

Himalaya. International Journal Of Pharmacy And Pharmaceutical

Sciences. ISSN.4(2), 975-1491.

Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat (Sugiarto,

Bertha, penerjemah). Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, 479.

Girish, K. S., & Kemparaju, K. (2007). The magic glue hyaluronan and its eraser

hyaluronidase: A biological overview. Life Sciences, 80, 1921–1943.

Gonçalves, Rui F; Artur M S Silva; Ana Margarida Silva; Patrícia Valentão;

Federico Ferreres; Angel Gil Izquierdo; João B Silva; Delfim Santos;

Paula B Andrade. 2013. Influence of taro (Colocasia esculenta L. Shott)

growth conditions on the phenolic composition and biological properties.

Food Chemistry 141, 3480-3485.

Gunstream, Stanley E. 2000. Anatomy and Physiology. Boston: Mc Graw Hill.

Gurtner, Geoffrey C. 2008. Wound repair and regeneration. Nature 453, 314-321.

Gurtner, G.C. 2007. Wound Healing Normal and Abnormal. Grabb and Smith’s

Plastic Surgery. Sixth edition. Philadelphia : Lippincott Williams &

Wilkins.

Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :

EGC

Halligudi, Nirmala. 2013. Pharmacological Potential of Calocasia An Edible

Plant. Journal of Drug Discovery and Therapeutic 1(2), 5-9.

Hanani, E., A. Mun’im, & R. Sekarini. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan

dalam spons Callyspongia sp. dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu

Kefarmasian, 2(3), 127-133.

Hapsari NM. 2006. Aktivitas ekstrak etanol kulit batang singkong (Manihot

esculenta Crantz) dalam proses persembuhan luka pada mencit (Mus

musculus albinus). skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Pertanian Bogor.

Hartono, Elda Arini. 2011. Efek Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera

cordifolia (Ten.) Steenis) Dalam Mempercepat Durasi Penyembuhan Luka

Sayat Pada Mencit Swiss Webster Jantan. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas

Kedokteran Universitas Kristen Maranatha. Bandung.

Haryani Yuli., Siti Muthmainah., Saryono Sikumbang. 2013. Uji Parameter Non

Spesifik dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dari Umbi Tanaman

Dahlia (Dahlia variabilis). Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 1(2) : 43-

46.

Henry Tarcisius. 2007. Perbedaan derajat infeksi dan hitung kuman antara mesh

monofilament dan multifilament makropori serta pure tissue repair. Tesis.

Semarang : Universitas Diponogoro Semarang.

Isgianto, W. A. 2005. Pengaruh Vitamin C Terhadap Jumlah Neutrofil PMN pada

Proses Penyembuhan Luka pada Gingiva Tikus (Rattus norvegiccus)”.

Skripsi. Jember: Universitas Jember Fakultas Kedokteran Gigi.

Page 90: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

73 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Iswanti, D.A. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi N-Heksan, Fraksi Etil Asetat,

Dan Fraksi Etanol 96% Daun Ekor Kucing (Acalypha Hispida Burm.

F)Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureusatcc 25923 Secara Dilusi.

[Skripsi] Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta.

Jones, W. P. & A. D. Kinghorn. 2006. Extraction of Plant Secondary Metabolites.

In: Sarker, S. D., Latif, Z. and Gray, A. I., eds. Natural Products Isolation.

2nd Ed. New Jersey: Humana Press, 341-342.

Katili, Abubakar Sidik. 2009. Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal

Pelangi Ilmu 5 (2), 19-29.

Kasote, Deepak M. 2011. Antioxidant and Alpha-Amylase Inhibitory Activity of

Methanol Extract of Colocasia esculenta Corm. Pharmacologyonline 2,

715-721.

Kiessoun K., Souza A., Meda N.T.R., Coulibaly A.Y., Kiendrebeogo M., Lamien-

Meda A., Lamidi M., Millogo Rasolodimby J., Nacoulma O.G., 2010,

Polyphenol Contents, Antioxidant and Anti-Inflammatory Activities of Six

Malvaceae Species Traditionally used to Treat Hepatitis B in Burkina

Faso. European Journal of Scientific Research, 44(4), 570-580.

Koawara, sutrisno. 2013. Teknologi Pengolahan Umbi-umbian. Southeast Asian

Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center

Reseach and Community Service Institution, IPB.

Kolarsick, Paul A. J., Kolarsick M. A., Goodwin C. 2011. Anatomy and

Physiology of the Skin. Journal of the Dermatology Nurse’s Association, 3

(4), 203-213.

Kozier, B. gtal. 1995. Fundamental of Nursing, Concops, Proccss and Practice.

4th

edition. Addison Wesle. Publishing company Inc. hal 1359-1367.

Krinke, G. J. 2000. The Laboratory Rat. San Diego, CA: Academic Press. Hal,

150-152.

Kumar B; M. Vijayakumar; R. Govindarajan; P. Pushpangadan. 2007.

Ethnopharmacological approaches to wound healing exploring medicinal

plants of India. Journal of Ethnopharmacology 114 (2), 103-113.

Kusmiati., Fitria Rachmawati., Syafrida Siregar., Sukma Nuswantara., Amarila

Malik. 2006. Produksi Beta-1,3 Glukan dari Agrobacterium dan Aktivitas

Penyembuhan Luka Terbuka Pada Tikus Putih. Makara, Sains 1(10), 24-

29.

Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J.L. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi

Industri. Terjemahan Siti Suyatmi. Edisi ketiga. Jakarta: penerbit

Universitas Indonesia, 1081-1117.

Li, Hong Mei., Seung Hwan Hwang., Beom Goo Kang., Jae Seung Hong., Soon

Sung Lim. 2014. Inhibitory Effects of Colocasia esculenta (L.) Schott

Constituents on Aldose Reductase. Molecules (19) : 13212-13224.

Marliana, Soerya Dewi., Venty Suryanti., Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan

Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam

(Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. ISSN: 1693-2242,

Biofarmasi 3 (1), 26-31.

Mathivanan, N., Surendiran, G., Srinivasan, K., Malarvizhi, K. 2006. Morinda

pubescens J.E. Smith (Morinda tinctoria Roxb.) Fruit Extract Accelerates

Wound Healing in Rats. Journal of Medicinal Food 9 (4), 591-593.

Page 91: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

74 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mayasari.2003. Sambiloto sebagai Bahan Antibakterial. Universitas Gajah Mada :

Yogyakarta.

McEwan, Ronalda. 2008. Anti-Nutritional Constituent of Colocasia esculenta

(Amadumbe) a Traditional Crop Food in Kwazulu-Natal. Thesis.

Department of Biochemistry and Microbiology, Faculty of Science

University of ZuluJand.

Mc Kay and Miller. (2003). Review: Nutritional Support for Wound Healing.

Alternative Medicine Review 8(4), 359-377.

Meenakshi, V.K; S. Senthamarai; M. Paripoorana Selvi; S. Gomathy; D.

Shanmuga Priya and K. P. Chamundeswari. 2012. Antibacterial Activity

Of Simple Ascidian Ascidia sydneiensis (Family: Ascidiidae) Against

Human Pathogens. Journal of Microbiology and Biotechnology Research,

2 (6), 894-899.

Mirzal Tawi Rangkang. “Proses Penyembuhan Luka”. Jan 25, 2015.

Morton, J. J. P., Malone M. H. 1972. Evaluation of Vulnerary by An Open Wound

Procedure in Rats. Archive Int Pharmacodyn, 117-128.

Mun’im, Abdul; Azizahwati; dan Ayu Fimani. 2012. Pengaruh Pemberian Infusa

Daun Sirih Merah (Piper cf.fragile, Benth) Secara Topikal Terhadap

Penyembuhan Luka Pada Tikus Putih Diabet. Departemn Farmasi FMIPA

UI.

Mojab, F., Kamalinejad, M., Ghaderi, N., & Vahidipour, H. R. 2003.

Phytochemical Screening Of Some Species Of Iranian Plants. Iranian

Journal Of Pharmaceutical Research, 77-82.

Mulyata S. 2002. Analisis Imunohistokimia TGF β Indikasi Hambatan

Kesembuhan Luka Operasi Episiotomi pada Tikus Sprague Dawley ; 1st

Indonesian symposium on obstetric anesthesia. Bandung.

Nagori, B.D. and Solanki, R. 2011. Role of Medicinal Plants in Wound Healing.

Research Journal of Medicinal Plant 5 (4), 392-405.

Nayak, B.S., Sandiford, S., Maxwell, A. 2007. Evaluation of the Wound-healing

Activity of Ethanolic Extract of Morinda citrifolia L.Leaf. Evid Based

Complement Alternative Medicine; 6 (3), 351-356.

Nisa, Vina M., Zahara Meilawaty, Pudji Astuti. 2013. Efek Pemberian Ekstrak

Daun Singkong (Manihot esculenta) Terhadap Proses Penyembuhan Luka

Gingiva Tikus (Rattus norvegicus). Artikel Ilmiah Hasil Penelitian

Mahasiswa. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember (UNEJ).

O’leary. 1996. The Physiologic Basic of Surgery 2 th Edition. Philadelphia:

Williams and Wilkins, 118.

Okeke C. U. dan Iweala E. 2007. Antioxidant Profile of Dioscorea rotundata,

Manihot esculenta, Ipoemea batatas, Vernonia amygdalina and Aloe vera.

J Med Res Technol (4) : 4-10.

Onwueme, I.C. 1999. Taro Cultivation in Asia and Pacific (FAO-RAP

Publication No. 1999/16).

Paputungan, Fachrial., Paulina V. Y. Yamlean., Gayatri Citraningtyas. 2014. Uji

Efektifitas Salep Ekstrak Etanol Daun Bakau HItam (Rhizophora

mucronata Lamk) dan Pengujian terhadap Proses Penyembuhan Luka

Punggung Kelinci yang Diinfeksi Bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal

Ilmiah Farmasi – UNSRAT. 3 (1) : 2302 - 2493.

Page 92: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

75 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Partogi, Donna. 2008. Tehnik Eksisi. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin FK Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik/RS. Dr.

Pirngadi Medan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3404/

1/08E00850.pdf

Patil, M.V.K., Kandhare, A.D., Bhise, S.D. 2012. Pharmacological evaluation of

ethanolic extract of Daucus carota Linn root formulated cream on wound

healing using excision and incision wound model. Asian Pacific Journal of

Tropical Biomedicine, 646-655.

Prabakti, Y. 2005. Perbedaan Jumlah Fibroblas Di Sekitar Luka Insisi Pada

Tikus Yang Diberi Infiltrasi Nyeri Levobupivakain dan Yang Tidak Diberi

Levobupivakain. Semarang: UNDIP, 25.

Prajapati, Rakesh. 2011. Colocasia esculenta: A Potent Indigenous Plant.

International Journal of Nutrition, Pharmacology, Neurological Diseases 2

(1), 90-96.

Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Volume 1. Edisi 6. Alih bahasa oleh Brahm U. Pendit, et al. 2005.

Jakarta: EGC.

Pudjiatmoko. 2008. Talas Jepang Satoimo.

http://atanitokyo.blogspot.com/2008/04/talas-jepang-satoimo.html.,

diakses tanggal 23 Maret 2015.

Purseglove, J. W. 1992. Tropical Crops: Monocotyledons. Longman Group,

Singapore.

Rahayu F, Ade WFW, Rahayu W. 2013. Pengaruh Pemberian Topikal Gel Lidah

Buaya (Aloe chinensis Baker ) terhadap Reepitelisasi Epidermis pada

Luka Sayat Kulit Mencit (Mus Musculus). Jurnal Kesehatan : 1-2.

Rao, R. Ramanatha., P. J. Matthews., P. B. Eyzaguirre., D. Hunter. 2010. The

Global Diversity of Taro: Ethnobotany and Conservation. Roma :

Bioversity International

Rasal, V.P., Sinnathambi, A., Ashok, P., Yeshmaina, S. 2008. Wound Healing and

Antioxidant Activities of Morinda citrifolia Leaf Extract in Rats. Iranian

Journal of Pharmacology & Therapeutics 1 (7), 49-52.

Reddy, G.A.K., Priyanka, B., Saranya, Ch.S., Kumar, C.K.A. 2012. Wound

Healing Potential Of Indian Medicinal Plants. International Journal of

Pharmacy Review & Research 2, 75-78.

Robbins, S. L., Cotran, R. S. dan Kumar, V. 2007. Buku Ajar Patologi Penyakit.

Edisi 7. Alih bahasa oleh Muhammad Asroruddin, Huriawati Hartanto dan

Nurwany Darmaniyah.Jakarta: EGC.

Robinson. T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah :

Padmawinata, K. Penerbit ITB : Bandung

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., Owen, S. C., 2006. Handbook of Pharmaceutical

Excipients, 5th

edition. London : Pharmaceutical Press.

Roxas, Lilibeth A. 2013. Efficacy of Tarin from Colocasia esculenta (L.) Schott

on the Histological Changes of Buffalo Meat (Bubalus bubalis L). Journal

of Arts, Science & Commerce. 4 (3) : 110-116.

R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong. 2004. Luka. Dalam : Buku-ajar ilmu bedah.

Edisi 2. Jakarta: EGC: 67-8,70-1.

Rubatzky, V. C., and M. Yamaguchi., 1995. Sayuran Dunia I. Prinsip Produksi

dan Gizi. ITB. Bandung.

Page 93: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

76 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Rukmana. 1998. Budidaya Talas. Kanisius : Yogyakarta.

Rukmana, Rahmat.2002. Ubi Kayu, Budi Daya dan Pascapanen. Cetakan 6.

Kanisius : Yogyakarta. Rukmono. 1996. Patologi. Kumpulan Kuliah Patologi. Bagian Patologi Anatomik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. Sarma & Babu. 2011. Pharmacognostic and Phytochemical Studies of Ocimum

americanum. J. Chem. Pharm. Res., 3(3), 337 – 347.

Schwart, spencer. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Badah. Edisi 6. Jakarta :

EGC.

Schwartz, Shires S., & Daly F. G. 1999. Principles of Surgery. ( 7th Ed.). Volume

1. USA : Mc-Graw Hill, 263-278.

Shahwar D., Shafiq-ur-Rehman, Ahmad N., Ullah S., Raza M.A., 2010,

Antioxidant Activities of the Selected Plants from the Family

Euphorbiaceae, Lauraceae, Malvaceae and Balsaminaceae. African

Journal of Biotechnology, 9(7), 1086-1096.

Sharma P.C., Yelne M.B. and Dennis T.J. 2001. Database on Medicinal Plants

Used in Ayurveda, 369-377.

Sheeba M; S Emmanuel; K Revathi; S Ignacimuthu. 2009. Wound healing activity

of Cassia occidentalis L. in albino Wistar rats. International Journal of

Integrative Biology (IJIB) 1 (8), 1-6.

Sidik, Mahmood, A.A.,K & I. Salmah. 2005. Wound Healing Activity of Carica

papaya L Aqueous Leaf Extract in Rats. International Journal of Moleculer

Medicine and Advance Sciences 1 (4) : 398-401

Soni, Himesh and Akhlesh Kumar Singhai. 2012. A Recent Update of Botanicals

for Wound. Healing Activity. International Research Journal of Pharmacy

(IRJP), 7 (3) : 1-7.

Srivastava, SK. (1992). Modern Consepts in Surgery. New Delhi: Mc Graw Hill,

455-456.

Strauss, M. S.; J. D. Michaud; and J. Arditti. 1979. Seed storage and germination

and seedling proliferation in taro, Colocasia esculenta (L.) Schott. Ann.

Bot. 43, 603-612

Subhash, Chandra; Saklani Sarla; and Jaybardhan. 2012. Phytochemical Screening

of Garhwal Himalaya Wild Edible Tuber Colocasia esculenta.

International Reseach Journal of Pharmacy 3 (3), 181-186.

Takahashi, Makoto; Yonathan Asikin; Kensaku Takara and Koji Wada. 2012.

Screening of Medical and Edible Plants In Okinawa, Japan, for Enhanced

Proliferative and Collagen Synthesis Activities in NB1RGB Human Skin

Fibroblast Cells. Bioscience, Biotechnology, Biochemistry 76 (12), 2317-

2320.

Taylor, C., Lilis C., LeMone. P. 1997. Fundemental of Nursing The Art and

science of Nursing care. 4th

edition. Philadelpia : JB Lippincoff. 699-705.

Telaumbanua, Eka Setiawan Karsa. 2005. Pemanfaatan Tepung Umbi Talas

(Colocasia esculenta L.) dan Solid Dekanter dalam Ransum Terhadap

Performans Itik Peking Umur 1 Hari-84 Hari. Skripsi. Departemen

Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Thakur, R., Jain, N., Pathak, R., Sandhu, S.S. 2011. Practices in Wound Healing

Studies of Plants. Review Article Evidence-Based Complementary and

Alternative Medicine, 1-15.

Page 94: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

77 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tranggono, R.I., F. Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.

Jakarta : Gramedia.

Ugochukwu, Solomon Charles., Arukwe Uche and Onuoha Ifeanyi. 2013.

Preliminary phytochemical screening of different solvent extracts of stem

bark and roots of Dennetia tripetala G. Baker. Asian Journal of Plant

Science and Research, 3(3), 10-13

Wang, Jaw-Kai. 1983. Taro, a review of Colocasia esculenta and its potentials.

University of Hawaii Press : United States of America.

Wasiatmadja & Syarif. (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: UI

Press, 3-8.

Wei, Lee Seong, et al. 2011. Antimicrobial, antioxidant, anticancer property and

chemical composition of different parts (corm, stem and leave) of

Colocasia esculenta extract. Medical University in Lublin 24 (3), 9-16.

WHO. 2011. Report on the Burden of Endemic Health Care-Associated Infection

Worldwide.http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/80135/1/97892415015

07_eng.pdf?ua=1, diakses tanggal 22 April 2015.

WHO. 2014. Rabies. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs099/en/#,

diakses tanggal 22 April 2015.

WHO. 5 Juli 2014. Immunization, Vaccines and Biologicals.

http://www.who.int/immunization/monitoring_surveillance/burden/vpd/sur

veillance_type/passive/tetanus/en/, diakses tanggal 22 April 2015.

Wijaya, Bryan Alfonsius., Gayatri Citraningtyas., dan Frenly Wehantouw. 2014.

Potensi Ekstrak Etanol Tangkai Daun Talas (Colocasia esculenta [L])

Sebagai Alternatif Obat Luka Pada Kulit Kelinci (Oryctolagus cuniculus).

Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT 3 (3), 2302-2493.

Wijaya, Rizky Aris., Latifah., dan Winarni Pratjojo. 2013. Formulasi Krim

Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera) Sebagai Alternatif Penyembuhan Luka

Bakar. Indonesian Journal of Chemical Science 2 (3).

Yendriwati. 2006. Kebutuhan Vitamin C dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan

Tubuh dan Rongga Mulut. Dentika Dental Journal 2 (1): 78-83

Yenti, Revi., Ria Afrianti., Linda Afriani. 2011. Formulasi Krim Ekstrak Etanol

Daun Kirinyuh (Euphatorium odoratum. L) untuk Penyembuhan Luka.

Pharma Medika, 3 (1), 227-230.

Page 95: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

78 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Alat dan Bahan

Gambar 8. Botol Maserasi

Gambar 9. Vacuum Rotary Evaporator

Gambar 10. Timbangan Analitik

Gambar 11. Tanur tinggi

Gambar 12. Desikator Gambar 13. Ekstrak kental

Gambar 14. Oven (Memmert)

Gambar 15. Umbi Talas Jepang

Gambar 16. Pelarut Etanol 96%

Page 96: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

79 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 17. Oven Vakum

Gambar 18. Hot Plate

Gambar 19. Alat Bedah Gambar 20. Krim

Bahan Uji Gambar 21. Reagen Penapisan Fitokimia

Page 97: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

80 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Prosedur kerja

Gambar 23. Proses Maserasi

Gambar 24. Proses Penyaringan

Gambar 25. Proses Pengentalan Ekstrak

Gambar 26. Proses Pengeringan ekstrak

Gambar 27. Pembuatan Krim Bahan Uji

Gambar 28. Pembuatan Luka

Gambar 29. Pengolesan Krim Bahan Uji

Gambar 30. Eksisi Jaringan Kulit

Gambar 31. Pengamatan Preparat Histopatologi

Page 98: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

81 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Determinasi Tanaman Colocasia esculenta (L.) Schott

Page 99: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

82 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Skema Pembuatan Krim Ekstrak Umbi Talas Jepang

Uji Homogenitas Uji organoleptik

KU III (krim dengan konsentrasi

ekstrak 25%)

KU II (krim dengan konsentrasi

ekstrak 5%)

KU I (krim dengan konsentrasi ekstrak

1%)

KN (basis krim tanpa ekstrak/kontrol

negatif)

Standarisasi ekstrak

Parameter non spesifik Pembuatan krim ekstrak etanol umbi

talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum)

Penguapan dengan rotary evaporator

Ekstraksi

Pencucian, sortasi basah, perajangan, pengeringan, sortasi kering dan penyerbukan umbi talas jepang

Tanaman talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) dideterminasi di Herbarium Bogoriense-LIPI

Serbuk umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott

var. antiquorum)

Maserat Residu

Ekstrak kental

- Maserasi dengan etanol 96%

- Disaring dengan kapas dan kertas saring

Parameter spesifik

- Identitas

- Organoleptik

- Skrining fitokimia

- Kadar air

- Kadar abu

Pengeringan ekstrak dengan

oven vakum

Page 100: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

83 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Alur Penelitian

Hewan uji tikus jantan galur Sprague Dawley

Aklitimasi selama 1 minggu

Pengelompokan tikus secara acak (@6 ekor)

Pembuatan luka

Pengamatan diameter luka selama 14 hari

Pembuatan preparat histopatologi

Pengamatan preparat histopatologi

Keberadaan sel radang dan fibrolas

Neokapilerisasi Kerapatan kolagen

Analisa data

KP (kontrol positif/ krim Lanakeloid-E®)

KN (kontrol negatif)

KU I (ekstrak 1%)

KU II (ekstrak 5%)

KU III (ekstrak 25%)

Pemberian krim ekstrak etanol umbi talas jepang pada tikus

selama 14 hari

Pada hari ke-7, tikus dikorbankan dan

dilakukan eksisi jaringan kulit tikus

Page 101: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

84 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang

Tabel 11. Hasil Penapisan Fitokimia Hasil penapisan

fitokimia Metode Hasil Ket

Identifikasi Alkaloid

Metode Mayer : Ekstrak + 5 mL HCl 2 M + 0,5 gram NaCl, disaring + 3 tetes HCl 2 M + pereaksi Mayer

Endapan +

Metode Wagner : Ekstrak + 5 mL HCl 2 M + 0,5 gram NaCl, disaring

+ 3 tetes HCl 2 M + pereaksi Wagner

Endapan +

Uji Penegasan

Ekstrak + amonia 25% hingga pH 8-9 + kloroform, diuapkan + HCl 2M,

disaring + pereaksi Mayer Endapan +

Ekstrak + amonia 25% hingga pH 8-9 + kloroform, diuapkan + HCl 2M,

disaring + pereaksi Dragendorff Endapan +

Identifikasi Flavonoid

Metode Bate Smith-Metchalf : Ekstrak + heksana Residu + 20

mL etanol + 0,5 mL HCl pekat dipanaskan

Perubahan warna merah tua sampai

ungu +

Page 102: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

85 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Metode Wilstater : Ekstrak + heksana Residu + 20 mL etanol +

logam Mg Perubahan warna +

Identifikasi Saponin

Metode Forth : Ekstrak + 10 mL akuades dikocok selama 30 detik

Terbentuknya busa yang mantap (tidak hilang selama 30

detik)

+

Uji Penegasan

Ekstrak + heksana residu + kloroform diaduk 5 menit + Na2SO4 anhidrat disaring +

ditetesi anhidrat asetat + H2SO4 pekat diaduk

Terbentuknya cincin merah sampai coklat

+

Identifikasi Terpenoid

Ekstrak + 2 ml kloroform + 3 ml H2SO4 pekat dengan hati-hati

Terbentuknya warna coklat

kemerahan pada antarmuka dalam

larutan

+

Identifikasi Steroid

Ekstrak + 2 ml asam asetat anhidrat + 2 ml H2SO4 pekat

perubahan warna dari violet menjadi

biru atau hijau +

Identifikasi Tanin dan Polifenol

Ekstrak + akuades panas didinginkan + 5 tetes NaCl 10%

disaring + 3 tetes FeCl3 Perubahan warna +

Page 103: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

86 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ekstrak + akuades panas didinginkan + 5 tetes NaCl 10%

disaring + garam gelatin Perubahan warna -

Identifikasi Glikosida Jantung

Metode Keller Kelliani : Ekstrak + heksana Residu dipanaskan +

3 mL FeCl3 + 1 mL H2SO4 P

cincin merah bata menjadi biru atau

ungu +

Page 104: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

87 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Tahapan Pengukuran Diameter Luka dengan Aplikasi ImageJ

a) Buka aplikasi ImageJ, klik “File” dan “Open” pada menubar

b) Pilih foto yang digunakan

c) Klik “Straight” pada menu toolbar dan buat garis lurus sepanjang 1 cm pada penggaris

d) Klik “Analyse” dan “Set Scale” pada menubar

e) Ketik ukuran panjang penggaris pada kolom “ Known Distance”, dalam penelitian ini adalah 1, kemudian satuannya dalam kolom “ Unit of Length” dalam penelitian ini adalah cm dan klik “Ok”

f) Buat garis lurus sepanjang diameter luka

Page 105: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

88 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

g) Klik “Analyse” kemudian klik “Measure” pada menubar

h) Muncul halaman baru “Result” dan data yang digunakan terdapat pada kolom “Length”

i) Lakukan langkah “a” sampai”h” untuk mengukur diameter luka hewan uji lainnya, halaman “Result” dapat disimpan dengan cara klik “File” kemudian klik “Save”

Page 106: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

89 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Pemeriksaan Parameter Ekstrak

1. Perhitungan Randemen

% Randemen= Bobot Ekstrak yang didapatbobot serbuk simplisia yang diekstraksi

× 100%

% Randemen= 168,859 g1600 g

× 100%

% Randemen= 10,554%

2. Pemeriksaan Kadar Air

Bobot wadah kosong (W0) = 20,474 g

Bobot ekstrak + wadah sebelum pemanasan (W1) = 21,538 g

Bobot ekstrak + wadah setelah pemanasan (W2) = 21,356 g

%Kadar air = 21,538 g−21,356 g21,538 g−20,474 g

x 100%

%Kadar air = 0,1821,064

x 100%

%Kadar air = 17,105%

3. Pemeriksaan Kadar abu

Berat krus kosong (W0) = 60,815 g

Berat krus kosong + berat ekstrak sebelum dikeringkan (W1) = 63,053 g

Berat krus kosong + berat ekstrak setelah dikeringkan (W2) = 60,899 g

%Kadar Abu = W2−W0W1−W0

x 100%

%Kadar Abu = 60,899 g−60,815 g63,053 g−60,815 g

x 100%

%Kadar Abu = 0,0842,238

x 100%

%Kadar Abu = 3,753%

Page 107: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

90

Lampiran 9. Luka Tikus Mulai Hari Ke-0 Hingga Hari ke-14

Tabel 12. Foto Luka Tikus Mulai Hari ke-0 Hingga Hari ke-14

No Kelompok Hewan Uji

Pengamatan Penyembuhan Luka Hari ke-0

Hari ke-1

Hari ke-2

Hari ke-3

Hari ke-4

Hari ke-5

Hari ke-6

Hari ke-7

Hari ke-8

Hari ke-9

Hari ke-10

Hari ke-11

Hari ke-12

Hari ke-13

Hari ke-14

1 Kelompok

Kontrol Positif

1

2

3

4

5

6

Pembuatan Preparat Histopatologi

2 Kelompok

Kontrol Negatif

1

Pembuatan Preparat Histopatologi

2

3

Page 108: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

91

4

5

6

3

Kelompok Uji I

(ekstrak 1%)

1

2

3

4

5

Pembuatan Preparat Histopatologi

6

4

Kelompok Uji II

(Ekstrak 5%)

1

2

Page 109: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

92

3

4

5

6

Pembuatan Preparat Histopatologi

5

Kelompok Uji III

(Ekstrak 25%)

1

2

3

4

5

Pembuatan Preparat Histopatologi

6

Page 110: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

93

Lampiran 10. Diameter luka seluruh kelompok hewan uji

Tabel 13. Diameter, Luas dan Persentase Penyembuhan Luka Tiap Kelompok

Pengamatan

Diameter Luka Kelompok Hewan Uji (cm)

Kontrol Positif Kontrol Negatif Kelompok Uji I (1) Kelompok Uji II (5) Kelompok Uji III (25)

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Hari ke-0

d1 0,96 1,00 0,89 1,21 1,10 1,14 1,03 1,06 0,92 1,03 1,15 1,12 1,16 1,05 1,13 1,08 1,03 1,16 1,04 1,06 1,23 1,21 0,92 1,14 1,28

d2 1,01 1,09 0,81 1,08 1,04 0,97 0,96 0,81 0,89 0,97 1,15 0,93 1,06 1,05 1,11 0,95 1,12 1,12 1,09 0,90 1,06 1,13 0,96 1,15 0,93

d3 1,01 0,99 0,86 1,11 1,01 1,04 0,93 0,83 0,86 0,88 1,15 1,05 1,10 0,94 1,10 0,96 0,95 1,11 1,11 0,93 1,08 1,05 0,90 1,01 1,09

d4 0,85 1,17 0,81 1,10 1,01 1,01 0,92 0,85 0,84 0,85 1,15 0,95 1,03 1,03 1,02 0,97 1,04 1,09 1,09 0,98 1,06 1,15 0,85 1,08 1,09 Diameter rata-rata 0,95 1,06 0,84 1,13 1,04 1,04 0,96 0,89 0,87 0,93 1,15 1,01 1,09 1,02 1,09 0,99 1,03 1,12 1,08 0,97 1,11 1,14 0,91 1,09 1,09

Luas luka 0,72 0,89 0,56 0,99 0,85 0,85 0,72 0,62 0,60 0,68 1,04 0,81 0,93 0,81 0,93 0,77 0,84 0,99 0,92 0,73 0,96 1,01 0,65 0,94 0,94

Hari ke-3

d1 0,83 0,78 0,69 1,10 1,00 1,28 0,83 1,07 1,59 0,96 1,14 0,97 1,09 1,16 1,25 0,93 0,99 1,19 1,11 1,25 1,22 1,07 1,18 1,10 0,97

d2 1,02 1,03 0,74 0,80 0,79 1,21 0,88 0,90 0,92 1,12 1,08 1,01 1,08 1,06 0,96 1,11 0,79 1,07 1,08 1,08 1,04 1,02 1,01 1,04 0,96

d3 0,87 0,96 0,73 0,87 0,86 1,10 0,96 1,00 1,19 0,98 1,08 0,98 1,04 1,07 0,97 0,93 0,92 1,03 1,02 1,04 1,10 1,03 1,00 1,05 0,92

d4 0,85 0,82 0,74 0,89 0,81 1,13 0,86 0,86 1,12 1,03 1,10 0,92 1,11 1,11 0,97 0,99 0,86 1,08 1,12 1,15 1,05 1,18 1,02 1,08 1,08 Diameter rata-rata 0,89 0,90 0,72 0,91 0,86 1,18 0,88 0,96 1,20 1,02 1,10 0,97 1,08 1,10 1,04 0,99 0,89 1,09 1,08 1,13 1,10 1,07 1,05 1,07 0,98

Luas luka 0,62 0,63 0,41 0,66 0,59 1,10 0,61 0,72 1,14 0,82 0,95 0,74 0,91 0,95 0,84 0,77 0,62 0,93 0,92 1,00 0,95 0,90 0,87 0,90 0,75 %

penyembuhan 6,57 15,49 13,94 18,69 16,92 -13,56 7,99 -7,83 -37,72 -9,75 4,20 4,24 1,13 -7,88 5,00 -0,28 13,99 2,74 0,23 -16,79 0,61 5,59 -15,67 2,49 10,42

Hari ke-6

d1 0,90 0,73 0,53 0,75 0,81 0,99 0,72 0,62 2,17 1,00 0,66 0,64 0,82 0,83 0,78 0,85 0,82 0,95 1,03 0,86 0,90 1,28 0,82 0,82 0,65

d2 0,42 0,50 0,47 0,69 0,80 0,81 0,41 0,41 1,07 0,62 0,51 0,63 0,72 0,67 0,51 0,49 0,96 0,57 0,65 0,70 0,67 0,82 0,65 0,59 0,63

d3 0,62 0,60 0,48 0,60 0,73 0,86 0,75 0,61 1,70 0,89 0,49 0,64 0,77 0,76 0,64 0,77 0,91 0,74 0,87 0,67 0,72 1,14 0,76 0,79 0,67

d4 0,63 0,73 0,48 0,58 0,81 0,88 0,52 0,57 1,60 0,81 0,64 0,72 0,73 0,78 0,59 0,64 0,90 0,69 0,73 0,72 0,67 1,03 0,81 0,73 0,62 Diameter rata-rata 0,64 0,64 0,49 0,65 0,79 0,88 0,60 0,55 1,64 0,83 0,57 0,66 0,76 0,76 0,63 0,69 0,90 0,74 0,82 0,74 0,74 1,07 0,76 0,73 0,64

Luas luka 0,32 0,32 0,19 0,33 0,49 0,61 0,28 0,24 2,10 0,54 0,26 0,34 0,45 0,45 0,31 0,37 0,63 0,43 0,53 0,43 0,43 0,89 0,45 0,42 0,32

Page 111: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

94

% penyembuhan 32,61 39,56 41,53 42,02 24,25 27,63 37,57 37,63 -87,07 10,88 50 35,27 30,17 25,44 42,21 30,41 13,12 34,05 24,39 23,69 33,21 6,18 16,50 33,23 41,54

Hari ke-9

d1 0,40 0,30 0,13 0,28 0,21 0,67 0,25 0,25 1,72 0,17 0,45 0 0,44 0,33 0,35 0,26 0,56 0,48 0,34 0,24 0,12 0,61 0,53 0,31 0,46

d2 0,22 0,21 0,09 0,10 0,19 0,40 0,23 0,16 0,73 0,15 0,33 0 0,45 0,12 0,23 0,21 0,31 0,19 0,16 0,17 0,16 0,45 0,32 0,11 0,38

d3 0,33 0,21 0,10 0,18 0,18 0,49 0,20 0,20 1,12 0,15 0,28 0 0,37 0,24 0,27 0,31 0,40 0,36 0,23 0,24 0,11 0,41 0,40 0,20 0,36

d4 0,29 0,21 0,09 0,16 0,20 0,44 0,18 0,18 1,13 0,14 0,32 0 0,43 0,20 0,31 0,24 0,43 0,47 0,24 0,22 0,12 0,46 0,41 0,15 0,36 Diameter rata-rata 0,31 0,23 0,10 0,18 0,20 0,50 0,21 0,20 1,18 0,15 0,35 0 0,42 0,22 0,29 0,26 0,43 0,37 0,24 0,22 0,12 0,48 0,41 0,19 0,39

Luas luka 0,07 0,04 0,01 0,03 0,03 0,19 0,04 0,03 1,09 0,02 0,09 0 0,14 0,04 0,07 0,05 0,14 0,11 0,05 0,04 0,01 0,18 0,13 0,03 0,12 %

penyembuhan 67,78 78,23 87,66 83,96 81,23 52,09 77,66 77,69 -34,46 83,64 69,96 100 61,17 78,32 73,38 73,99 58,75 66,58 77,85 77,37 88,83 57,50 54,49 82,42 64,24

Hari ke-12

d1 0 0 0 0 0 0 0 0 1,68 0 0 0 0,16 0 0,21 0,19 0,15 0 0 0 0 0,30 0,56 0 0

d2 0 0 0 0 0 0 0 0 0,62 0 0 0 0,14 0 0,10 0,09 0,15 0 0 0 0 0,12 0,21 0 0

d3 0 0 0 0 0 0 0 0 0,95 0 0 0 0,12 0 0,19 0,15 0,13 0 0 0 0 0,16 0,34 0 0

d4 0 0 0 0 0 0 0 0 1,25 0 0 0 0,12 0 0,17 0,14 0,15 0 0 0 0 0,18 0,32 0 0 Diameter rata-rata 0 0 0 0 0 0 0 0 1,12 0 0 0 0,14 0 0,17 0,14 0,15 0 0 0 0 0,19 0,36 0 0

Luas luka 0 0 0 0 0 0 0 0 0,99 0 0 0 0,01 0 0,02 0,02 0,02 0 0 0 0 0,03 0,10 0 0 %

penyembuhan 100 100 100 100 100 100 100 100 -28,45 100 100 100 87,53 100 84,46 85,49 85,84 100 100 100 100 83,35 60,39 100 100

Hari ke-14

d1 0 0 0 0 0 0 0 0 1,37 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,21 0 0

d2 0 0 0 0 0 0 0 0 0,48 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,07 0 0

d3 0 0 0 0 0 0 0 0 0,90 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,11 0 0

d4 0 0 0 0 0 0 0 0 0,75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,09 0 0 Diameter rata-rata 0 0 0 0 0 0 0 0 0,87 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,12 0 0

Luas luka 0 0 0 0 0 0 0 0 0,60 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,01 0 0 %

penyembuhan 100 100 100 100 100 100 100 100 -0,06 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 86,89 100 100

Page 112: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

95 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Hasil Analisa Statistik Persentase penyembuhan luka

Paired Sample T-Test

Tujuan : untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan dari rata-rata

persentase penyembuhan luka antara dua kelompok sampel yang berpasangan

(berhubungan)

Hipotesis :

Ho = Data persentase penyembuhan luka tidak berbeda signifikan

Ha = Data persentase penyembuhan luka berbeda signifikan

Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikansi > 0,05 berarti Ho diterima

Jika nilai signifikansi 0,05 berarti Ho ditolak

Kelompok Kontrol Positif

a. Hari ke-0 dan hari ke-3

Tabel 14. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Kontrol Positif Hari ke-0 dan 3

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kontrol_positif_0 -

kontrol_positif_3 -1.43212E1 4.67240 2.08956 -20.12275 -8.51965 -6.854 4 .002

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok kontrol positif

pada hari ke-0 dan ke-3 berbeda signifikan.

b. Hari ke-3 dan hari ke-6

Tabel 15. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Kontrol Positif Hari ke-3 dan 6

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kontrol_positif_3

kontrol_positif_6 -2.16738E1 8.18511 3.66049 -31.83696 -11.51064 -5.921 4 .004

Page 113: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

96 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok kontrol positif

pada hari ke-3 dan ke-6 berbeda signifikan.

c. Hari ke-6 dan hari ke-9

Tabel 16. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Kontrol Positif Hari ke-6 dan 9

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kontrol_positif_6 -

kontrol_positif_9 -4.37780E1 8.41605 3.76377 -54.22790 -33.32810 -11.631 4 .000

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok kontrol positif

pada hari ke-6 dan ke-9 berbeda signifikan.

d. Hari ke-9 dan hari ke-12

Tabel 17. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Kontrol Positif Hari ke-9 dan 12

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kontrol_positif_9 -

kontrol_positif_12 -2.02270E1 7.54976 3.37635 -29.60126 -10.85274 -5.991 4 .004

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok kontrol positif

pada hari ke-9 dan ke-12 berbeda signifikan.

Kelompok Kontrol Negatif

a. Hari ke-0 dan hari ke-3

Tabel 18. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Kontrol Negatif Hari ke-0 dan 3

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kontrol_negatif_0 -

kontrol_negatif_3 -1.59860 3.57458 1.59860 -6.03703 2.83983 -1.000 4 .374

Page 114: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

97 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok kontrol negatif

pada hari ke-0 dan ke-3 tidak berbeda signifikan.

b. Hari ke-3 dan hari ke-6

Tabel 19. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Kontrol Negatif Hari ke-3 dan 6

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kontrol_negatif_3 -

kontrol_negatif_6 -2.11428E1 15.30923 6.84650 -40.15173 -2.13387 -3.088 4 .037

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok kontrol negatif

pada hari ke-3 dan ke-6 berbeda signifikan.

c. Hari ke-6 dan hari ke-9

Tabel 20. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Kontrol Negatif Hari ke-6 dan 9

Paired Differences

t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kontrol_negatif_6 -

kontrol_negatif_9 -3.54756E1 26.51654 11.85856 -68.40024 -2.55096 -2.992 4 .040

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok kontrol negatif

pada hari ke-6 dan ke-9 berbeda signifikan.

d. Hari ke-9 dan hari ke-12

Tabel 21. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Kontrol Negatif Hari ke-9 dan 12

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kontrol_negatif_9 -

kontrol_negatif_12 -2.17830E1 17.22704 7.70417 -43.17319 -.39281 -2.827 4 .047

Page 115: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

98 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok kontrol negatif

pada hari ke-9 dan ke-12 berbeda signifikan.

Kelompok Uji I (ekstrak 1%)

a. Hari ke-0 dan hari ke-3

Tabel 22. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji I Hari ke-0 dan 3

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kelompok_uji_I_0

kelompok_uji_I_3 -2.91280 2.20509 .98614 -5.65078 -.17482 -2.954 4 .042

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok uji I (ekstrak

1%) pada hari ke-0 dan ke-3 berbeda signifikan.

b. Hari ke-3 dan hari ke-6

Tabel 23. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji I Hari ke-3 dan 6

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kelompok_uji_I_3

kelompok_uji_I_6 -3.37042E1 7.99605 3.57594 -43.63260 -23.77580 -9.425 4 .001

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok uji I (ekstrak

1%) pada hari ke-3 dan ke-6 berbeda signifikan.

c. Hari ke-6 dan hari ke-9

Tabel 24. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji I Hari ke-6 dan 9

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kelompok_uji_I_6

kelompok_uji_I_9 -3.99504E1 18.28848 8.17886 -62.65855 -17.24225 -4.885 4 .008

Page 116: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

99 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Keputusan :Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok uji I (ekstrak 1%)

pada hari ke-6 dan ke-9 berbeda signifikan.

d. Hari ke-9 dan hari ke-12

Tabel 25. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji I Hari ke-9 dan 12

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kelompok_uji_I_9

kelompok_uji_I_12 -1.78304E1 12.24968 5.47822 -33.04038 -2.62042 -3.255 4 .031

Keputusan :Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok uji I (ekstrak 1%)

pada hari ke-9 dan ke-12 berbeda signifikan.

e. Hari ke-12 dan hari ke-14

Tabel 26. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji I Hari ke-12 dan 14

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kelompok_uji_I_12 -

kelompok_uji_I_14 -5.60220 7.74778 3.46491 -15.22234 4.01794 -1.617 4 .181

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok uji I (ekstrak

1%) pada hari ke-12 dan ke-14 tidak berbeda signifikan.

Page 117: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

100 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kelompok Uji II (ekstrak 5%)

a. Hari ke-0 dan hari ke-3

Tabel 27. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji II Hari ke-0 dan 3

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kelompok_uji_II_0 -

kelompok_uji_II_3 -3.39340 6.03703 2.69984 -10.88937 4.10257 -1.257 4 .277

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok uji II (ekstrak

5%) pada hari ke-3 dan ke-6 tidak berbeda signifikan.

b. Hari ke-3 dan hari ke-6

Tabel 28. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji II Hari ke-3 dan 6

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kelompok_uji_II_3 -

kelompok_uji_II_6 -2.17396E1 13.11058 5.86323 -38.01853 -5.46067 -3.708 4 .021

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok uji II (ekstrak

5%) pada hari ke-3 dan ke-6 berbeda signifikan.

c. Hari ke-6 dan hari ke-9

Tabel 29. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji II Hari ke-6 dan 9

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kelompok_uji_II_6 -

kelompok_uji_II_9 -4.57740E1 8.68509 3.88409 -56.55797 -34.99003 -11.785 4 .000

Page 118: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

101 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok uji II (ekstrak

5%) pada hari ke-6 dan ke-9 berbeda signifikan.

d. Hari ke-9 dan hari ke-12

Tabel 30. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji II Hari ke-9 dan 12

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kelompok_uji_II_9 -

kelompok_uji_II_12 -2.33588E1 8.02975 3.59101 -33.32905 -13.38855 -6.505 4 .003

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok uji II (ekstrak

5%) pada hari ke-9 dan ke-12 berbeda signifikan.

e. Hari ke-12 dan hari ke-14

Tabel 31. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji II Hari ke-12 dan 14

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kelompok_uji_II_12

kelompok_uji_II_14 -5.73420 7.85285 3.51190 -15.48480 4.01640 -1.633 4 .178

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok uji II (ekstrak

5%) pada hari ke-12 dan ke-14 tidak berbeda signifikan.

Page 119: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

102 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kelompok Uji III (ekstrak 25%)

a. Hari ke-0 dan hari ke-3

Tabel 32. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji III Hari ke-0 dan 3

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kelompok_uji_III_0 -

kelompok_uji_III_3 -3.82060 4.28166 1.91482 -9.13698 1.49578 -1.995 4 .117

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok uji III (ekstrak

25%) pada hari ke-0 dan ke-3 tidak berbeda signifikan.

b. Hari ke-3 dan hari ke-6

Tabel 33. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji III Hari ke-3 dan 6

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kelompok_uji_III_3 -

kelompok_uji_III_6 -2.23092E1 13.78156 6.16330 -39.42126 -5.19714 -3.620 4 .022

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok uji III (ekstrak

25%) pada hari ke-3 dan ke-6 berbeda signifikan.

c. Hari ke-6 dan hari ke-9

Tabel 34. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji III Hari ke-6 dan 9

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kelompok_uji_III_6 -

kelompok_uji_III_9 -4.33658E1 13.25652 5.92849 -59.82594 -26.90566 -7.315 4 .002

Page 120: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37918/1/NURHAYATI... · chronic infection and even death. Colocasia esculenta

103 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok uji III (ekstrak

25%) pada hari ke-6 dan ke-9 berbeda signifikan.

d. Hari ke-9 dan hari ke-12

Tabel 35. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji III Hari ke-9 dan 12

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kelompok_uji_III_9 -

kelompok_uji_III_12 -1.92512E1 11.85603 5.30218 -33.97241 -4.52999 -3.631 4 .022

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok uji III (ekstrak

25%) pada hari ke-9 dan ke-12 berbeda signifikan.

e. Hari ke-12 dan hari ke-14

Tabel 36. Hasil Uji Paired Sample Test Kelompok Uji III Hari ke-12 dan 14

Paired Differences

t df Sig. (2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 kelompok_uji_III_12 -

kelompok_uji_III_14 -8.63120 12.32135 5.51028 -23.93018 6.66778 -1.566 4 .192

Keputusan : Data persentase penyembuhan luka untuk kelompok uji III (ekstrak

25%) pada hari ke-12 dan ke-14 tidak berbeda signifikan.