62
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN DHF (DENGUE HEMORRHAGIC FEVER) DITINJAU DARI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMKITAL ( RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT ) DR. MINTOHARDJO JAKARTA PUSAT SKRIPSI SHELLY ZALLINA SUSTIAWATI 1110102000007 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2015

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

i

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT

PADA PASIEN DHF (DENGUE HEMORRHAGIC

FEVER) DITINJAU DARI PENGGUNAAN

ANTIBIOTIK DI RUMKITAL ( RUMAH SAKIT

ANGKATAN LAUT ) DR. MINTOHARDJO JAKARTA

PUSAT

SKRIPSI

SHELLY ZALLINA SUSTIAWATI

1110102000007

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2015

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT

PADA PASIEN DHF (DENGUE HEMORRHAGIC

FEVER) DITINJAU DARI PENGGUNAAN

ANTIBIOTIK DI RUMKITAL ( RUMAH SAKIT

ANGKATAN LAUT ) DR. MINTOHARDJO JAKARTA

PUSAT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

SHELLY ZALLINA SUSTIAWATI

1110102000007

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

2015

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

Telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Shelly ZallinaSustiawati

NIM : 1110102000007

Tanda Tangan :

Tanggal :

Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik
Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik
Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

vi

ABSTRAK

Shelly Zallina Sustiawati

Farmasi

Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Antibiotik pada Pasien DHF (Dengue

Hemorrhagic Fever) di RUMKITAL (Rumah Sakit Angkatan Laut) Dr.

Mintohardjo Jakarta Pusat

Dengue Hemorhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue adalah penyakit

menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan

nyamuk AedesAegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat

mengakibatkan kematian, sehingga pemberian antibiotic dalam pengobatan DHF

tidak diperlukan kecuali jika terdapat komplikasi infeksi sekunder yang

disebabkan oleh bakteri. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran

pemberian antibiotik pada penatalaksanaan pasien DHF.

Penelitian ini dilakukan di RUMKITAL DR Mintohardjo Jakarta Pusat.

Responden yang diambil adalah pasien dengan diagnose akhir DHF di

RUMKITAL DR Mintohardjo Jakarta Pusat periode 2013. Data penelitian

merupakan data sekunder yaitu dari catatan medik pasien.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian antibiotik pada penderita DHF

(Dengue Hemorrhagic Fever) di RUMKITAL DR Mintohardjo masih cukup

besar dilihat dari catatan medik pasien tersebut.

Kata Kunci: Antibiotik, DHF (Dengue Hemorrhagic Fever)

Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

vii

ABSTRACT

Shelly Zallina Sustiawati

Pharmacy

Evaluation rationality of Antibiotics usage for Dengue Hemorrhagic Fever’s

Patient on RUMKITAL (Navy Hospital) Dr.Mintohardjo Central Jakarta.

Dengue Hemorrhagic Fever is an infectious disease due to the dengue virus and

transmitted through bites of Aedes Aegypti mosquitos. This disease could attack

every single person and caused a death. In this case, antibiotics usage for Dengue

Hemorrhagic Fever medicine treatment is not necessary, except if there’s some

secondary infection complication that cause of bacteria. The research done to

know the illustrate of Antibiotics usage for the DHF Patients management.

The Research held in RUMKITAL Dr.Mintohardjo Central Jakarta. And take a

Dengue Hemorrhagic Fever Patient diagnostics in 2013 at RUMKITAL

Dr.Mintohardjo as a Respondent. Research Data is a secondary data from Patient

Medical Record.

The Result shows that using antibiotics to Dengue Hemorrhagic Fever patient in

RUMKITAL Dr.Mintohardjo still much enough from the patient medical records.

Keywords : Antibiotics, DHF

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa

mencurahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis dalam

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien

DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) Ditinjau dari Penggunaan Antibiotik di

RUMKITAL (Rumah Sakit Angkatan Laut) Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat” ini.

Shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad

SAW, teladan bagi umat manusia dalam mejalani kehidupan.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di Instalasi Rekam Medik

pada pasien DHF di RUMKITAL Dr. Mintohardjo, serta teori yang didapat dari

berbagai literatur. Dalam menyelesaikan masa perkuliahan sampai penulisan

skripsi ini tentu banyak berbagai kesulitan dan halangan yang menyertai, sehingga

penulis tidak terlepas dari doa, bantuan dan bimbingan banyak pihak. Oleh karena

itu, ucapan terimakasih penulis haturkan kepada:

1. BapakYardi, Ph.D., Apt sebagai Pembimbing I dan bapak Letkol Laut (K)

Drs. R. E. Aritonang, M.Si., Apt sebagai Pembimbing II yang telah

memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga dan pikiran selama penelitian dan

penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran da Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Ofa Suzanthi Betha, M.Si., Apt selaku pembimbing akademik yang telah

memberikan arahan selama masa perkuliahan.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan

bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

ix

6. Segenap pegawai RUMKITAL Dr. Mintohardjo yang telah memberikan

bimbingan da bantuan selama penelitian di RUMKITAL Dr. Mintohardjo

Jakarta.

7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Adhan S.H dan Ibunda Niswatin yang

selalu ikhlas tanpa pamrih memberikan kasih sayang, dukungan moral,

material, nasehat – nasehat, serta lantunan doa di setiap waktu.

8. Masku Alvian Meydiananda, sahabatku Kurnia Anisah, S. Farm, adekku

Nasrul Ja’far dan Visa yang selalu memberikan arahan, semangat dan

dukungan.

9. Teman – teman di Program Studi Farmasi: Aina, Khulfa serta teman – teman

farmasi 2010 atas semangat dan kebersamaan kita selama perkuliahan

berlangsung.

10. Teman – teman seperjuangan selama penelitian di RUMKITAL Dr.

Mintohardjo: LukLuk, Halida, Isti dan Rendy atas bantuan yang telah

diberikan.

11. Teman – teman White House: Nia, Shulcha, Alung, Hilma dan Reka atas

semangat dan kebersamaan kita selama ini. Semoga tetap terjalin

persaudaraan kita dan akan terus berlanjut.

12. Keluarga IKPI Jakarta 2010 (Nurfa, Arik, Tsalis, Ahep), keluarga besar IKPI

Jakarta dan keluarga FORMALA serta saudara sekosan Elvin atas dukungan

dan hiburan yang telah diberikan.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan

penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari

Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam

penulisan ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi

perbaikan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan.

Ciputat , 6 Juli 2015

Penulis

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

x

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Shelly Zallina Sustiawati

NIM : 1110102000007

Program Studi : Strata-1 Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah

saya, dengan judul:

Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat pada Pasien DHF ( Dengue

Hemorrhagic Fever) Ditinjau dari Penggunaan Antibiotik di RUMKITAL

(Rumah Sakit Angkatan Laut) Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang – undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal :

Yang menyatakan,

(Shelly Zallina Sustiawati)

Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................. iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. v

ABSTRAK ............................................................................................... vi

ABSTRACT ............................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ............................................................................. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIYAH ..... x

DAFTAR ISI ............................................................................................ xi

DAFTAR TABEL ................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah .............................................................. 2

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 2

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 3

1.5 Batasan Penelitian ................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 4

2.1 Demam DHF (Dengue Hemorrhagic Fever)......................... 4

2.1.1 Definisi Demam DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) . 4

2.1.2 Etiologi ........................................................................ 4

2.1.3 Patogenesis .................................................................. 5

2.2 Rasionalitas Obat .................................................................. 8

2.3 Antibiotik .............................................................................. 11

2.3.1 Definisi antibiotik ....................................................... 11

2.3.2 Penggolongan antibiotik ............................................. 11

2.3.3 Penggunaan antibiotik................................................. 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 17

3.1 Kerangka Konsep .................................................................... 17

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

xii

3.2 Desain Operasional ................................................................. 17

3.2.1 Variabel Bebas .............................................................. 17

3.2.2 VariabelTerikat.............................................................. 18

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 20

3.4 Metode Pengumpulan Data ..................................................... 20

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................. 20

3.5.1 Populasi ......................................................................... 20

3.5.2 Sampel. .......................................................................... 20

3.5.3 Kriteria Sampel .................................................... 21

3.6 Sumber Data.. ................................................................ 21

3.7 Analisa Data.. ................................................................. 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................... 22

4.1 Hasil ............................................................................... 22

4.2 Data demografi .............................................................. 22

4.2.1 Jenis kelamin ....................................................... 22

4.2.2 Umur .................................................................... 23

4.3 Data Hasil Analisis Tepat Diagnosis Penyakit ............. 23

4.4 Data Hasil Analisis Tepat Indikasi ................................ 24

4.5 Data Hasil Analisis Tepat Obat ..................................... 24

4.6 Data Hasil Analisis Tepat Dosis .................................... 25

4.7 Data Hasil Analisis Tepat Cara pemberian .................... 27

4.8 Data Hasil Analisis Tepat Lama Pemberian .................. 27

4.9 Data Hasil Analaisis Waspada Efek Samping ............... 28

4.10 Data Hasil Analisis Tepat Pasien ................................. 28

4.11 Data Hasil Analisis Lama Perawatan ........................... 29

4.12 Data laboratorium ........................................................ 29

4.12.1 Kadar trombosit ................................................. 29

4.12.2 Kadar hematokrit ............................................... 30

4.13 Pembahasan ................................................................. 30

4.13.1 Keterbatasan penelitian ...................................... 30

4.13.2 Pembahasan hasil penelitian .............................. 30

4.13.2.1 Pasien DHF berdasarkan data demografi. ...... 30

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

xiii

4.13.2.1.1 Pasien DHF berdasarkan jenis kelamin ....... 30

4.13.2.1.2 Pasien DHF berdasarkan umur.. .................. 31

4.13.2.2 Analisis Pasien DHF Berdasarkan Hasil Diagnosis 31

4.13.2.3 Analisa Tepat Indikasi.. ............................................ 32

4.13.2.4 Analisa Tepat Obat ... ……………………………… 33

4.13.2.5 Analisis Tepat Dosis ................................................ 34

4.13.2.6 Analisis Tepat Cara Pemberian ................................ 36

4.13.2.7 Analisis Tepat Lama Pemberian .............................. 36

4.13.2.8 Analisa waspada efek samping ................................ 37

4.13.2.9 Analisa Tepat Pasien ................................................ 38

4.11.2.9 Pasien DHF Berdasarkan Lama Perawatan .............. 38

4.11.2.10 Pasien DHF berdasarkan data laboratorium ........... 38

4.11.2.10.1 Pasien DHF berdasarkan kadar trombosit ........... 38

4.11.2.10.2 Pasien DHF berdasarkan kadar hematokrit ......... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 40

5.1 Kesimpulan .............................................................................. 40

5.2 Saran……… … ....................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 41

LAMPIRAN .......................................................................................... 43

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Kriteria pasien.. ................................................................................... 22

4.2 Data demografi pasien DHF berdasarkan jenis kelamin ..................... 22

4.3 Data demografi pasien DHF berdasarkan umur…………………… .. 23

4.4 Distribusi frekuensi pasien berdasarkan hasil diagnosis DHF ............ 23

4.5 Distribusi pemberian antibiotik pasien berdasarkan indikasi.............. 24

4.6 Distribusi antibiotik yang diberikan kepada pasien DHF ................... 24

4.7 Distribusi dosis obat yang diberikan kepada pasien DHF .................. 25

4.8 Distribusi antibiotik berdasarkan cara pemberian .............................. 27

4.9 Distribusi lama pemberian antibiotik pasien DHF ............................. 27

4.10 Distribusi frekuensi data klinis pasien .............................................. 28

4.11 Distribusi antibiotik berdasarkan kondisi pasien .............................. 28

4.12 Distribusi frekuensi lama perawatan pasien ...................................... 29

4.13 Parameter laboratorium pasien berdasarkan kadar trombosit ........... 29

4.14 Distribusi frekuensi kadar hematokrit pasien .................................... 30

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Definisi kelompok umur ....................................................... 43

Lampiran 2. Alur penelitian ...................................................................... 44

Lampiran 3. Surat izin melakukan penelitian di RUMKITAL ................. 45

Lampiran 4. Mintohardjo Surat permohonan izin pengambilan data Kabag

Minmed RSMTH ................................................................. 46

Lampiran 5. Surat permohonan izin pengambilan data Kasubbag Rawat Inap

RSMTH ................................................................................ 47

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

1

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4.

Virus tersebut termasuk dalam group B Arthopod borne viruses (arboviruses)

(Chen dkk, 2009).

Pasien yang terinfeksi virus dengue akan terjadi respon berupa sekresi

mediator vasoaktif yang berakibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan

perembesan cairan ke ekstravaskuler (plasma kebocoran), sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Supriatna, 2010). Sampai saat ini

belum ada terapi yang spesifik untuk DHF. Karena disebabkan oleh virus, maka

pemberian antibiotik dalam pengobatan DHF tidak diperlukan kecuali jika

terdapat infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri dan apabila terjadi DSS

(Dengue Syok Syndrome), mengingat kemungkinan infeksi sekunder dapat terjadi

dengan adanya translokasi bakteri dari saluran cerna. Namun dalam beberapa

kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik. Prinsip

pengobatan demam berdarah adalah penggantian volume cairan akibat

pembocoran plasma dan mempertahankan oksigenasi jaringan akibat syok

hipovolemik (Hapsari, 2010).

Pada penelitian yang dilakukaan oleh staff Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Semarang, Afiana Rohmani dan Mery Tiyas

Anggraini di rumah sakit Roemani Semarang tahun 2010, menunjukkan bahwa

penggunaan antibiotik yang tidak sesuai pada pasien DHF anak masih luas.

Dengan hasil penderita DHF tanpa komplikasi sebesar 88%, sementara yang tidak

mendapatkan antibiotik hanya 5%. Di samping itu, informasi yang didapat dari

Departemen Farmasi RUMKITAL (Rumah Sakit Angkatan Laut) Dr. Mintohardjo

bahwa dari catatan rekam medis pasien DHF ditemukan penggunaan antibiotik

secara luas.

Antibiotik merupakan obat untuk menghentikan atau menekan

pertumbuhan kuman atau bakteri. Penggunaan antibiotik yang berlebihan (tidak

rasional) pada beberapa kasus yang tidak tepat, dapat menyebabkan peningkatan

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

2

2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

biaya pengobatan dan efek samping dari pemberian antibiotik seperti terjadinya

resistensi (Hooton dan Levy, 2001).

Rasionalitas antibiotik adalah penggunaan antibiotik yang didasarkan asas

tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, serta waspada terhadap efek

samping yang mungkin timbul dari pemberian antibiotik secara rasional.

Penggunaan obat yang rasional lebih diarahkan pada pasien agar didapatkan hasil

yang aman, efektif dan efisien (DepKes RI, 1997).

Penggunaan Obat secara Rasional (POR) merupakan suatu kampanye yang

disebarkan ke seluruh dunia, juga di Indonesia. Dalam situsnya, WHO

menjelaskan bahwa definisi Penggunaan Obat Rasional adalah apabila pasien

menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang

sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan dengan biaya

yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat. Dengan empat kunci

yaitu kebutuhan klinis, dosis, waktu dan biaya yang sesuai, POR merupakan

upaya intervensi untuk mencapai pengobatan yang efektif (Swestika, 2013).

Beberapa tahun terakhir, kasus DHF (Dengue Hemorrhagic Fever)

seringkali muncul di musim pancaroba, khususnya bulan januari di awal tahun.

Karena itu, masyarakat perlu mengetahui penyebab penyakit DHF, mengenali

tanda dan gejalanya, sehingga mampu mencegah dan menanggulangi dengan baik.

Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita DHF di

34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang dan 641 diantaranya meninggal

dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun

2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus

meninggal sebanyak 871 penderita (Kemenkes, 2015)

Berdasarkan data dari penelitian sebelumnya dan angka kejadian DHF di

Indonesia serta informasi yang didapat dari Departemen Farmasi di RUMKITAL

Dr. Mintohardjo, maka diperlukan kajian lebih lanjut mengenai rasionalitas

penggunaan antibiotik. Oleh karena itu, peneliti hendak melakukan penelitian

pada pasien DHF di RUMKITAL Dr. Mintohardjo mengenai evaluasi penggunaan

obat antibiotik terhadap pasien DHF di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta

Pusat.

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

3

3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2 Perumusan Masalah

Apakah penggunaan antibiotik terhadap pasien DHF di RUMKITAL Dr.

Mintoharjo sudah memenuhi konsep rasional.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran pemberian antibiotik terhadap pasien DHF di

RUMKITAL Dr. Mintoharjo Jakarta Pusat.

Untuk mengetahui kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien

DHF di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan dapat diperoleh data – data ilmiah

yang memberikan informasi tentang penggunaan antibiotik terhadap

pasien DHF di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan landasan bagi

tenaga medis agar penggunaan antibiotik dapat mengikuti kaidah

rasionalitas.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi rasionalitas penggunaan obat

pada pasien DHF ditinjau dari penggunaan antibiotik. Dalam penelitian ini, tidak

dilakukan analisis tepat interval waktu pemberian, obat yang diberikan harus

efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga

yang terjangkau, tepat informasi, tipat tindak lanjut (follow-up), tepat penyerahan

obat (dispensing) dan kepatuhan pasien terhadap perintah pengobatan yang

dibutuhkan, ketidaktaatan minum obat. Karena data yang dikumpulkan

merupakan data retrospektif sehingga tidak semua informasi dapat diperoleh

dengan lengkap.

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

4

4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam DHF (Dengue Hemorrhagic Fever)

2.1.1 Definisi DHF (Dengue Hemorrhagic Fever)

Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah

penyakit demam akut terutama menyerang pada anak – anak, dan saat ini

cenderung polanya berubah ke orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan

dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang

dapat menimbulkan kematian (Depkes, 2006).

Infeksi virus dengue dapat menyebabkan Demam Dengue (DD),

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), dan Syndrom Shock Dengue (SSD).

Infeksi dengue di jumpai sepanjang tahun dan meningkat pada musim

hujan. Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang masih

menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini masih disebabkan oleh karena

tingginya angka morbiditas dan mortalitas (Depkes, 2006).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue

adalah penyakitr menular yang disebabkan oleh virus dengue dan

ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan penyakit ini dapat

menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama

pada anak (Nursalam, 2005).

2.1.2 Etiologi

Penyebab demam berdarah adalah virus dengue sejenis arbovirus

yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektor ke tubuh manusia

melalui gigitan nyamuk tersebut. Virus dengue penyebab demam berdarah

termasuk group B Arthopod borne virus (arbovirusess) dan sekarang

dikenal sebagai genus flavirus, family flaviridae dan mempunyai 4

serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Ternyata DEN 2 dan

DEN 3 merupakan serotipe yang paling banyak sebagai penyebab. Dalam

hal ini penularan melibatkan tiga faktor yaitu manusia, virus dan virus

perantara. Nyamuk – nyamuk tersebut dapat menularkan virus dengue

kepada manusia baik secara langsung, yaitu setelah menggigit orang yang

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

5

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sedang mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah

mengalami masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8 – 10 hari. Pada

manusia diperlukan waktu 4 – 6 hari atau 13 – 14 hari sebelum menjadi

sakit setelah virus masuk dalam tubuh (Nursalam, 2005).

Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes

Albopictus sebagai vector ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk

tersebut. Infeksi pertama kali dapat memberi gejala sebagai demam

dengue. Apabila orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe virus

dengue yang berlainan akan menimbulkan reaksi yang berbeda. DHF dapat

terjadi bila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat

infeksi berulang virus dengue lainnya (Mansjoer, 2000).

2.1.3 Patogenesis

a. Proses perjalanan penyakit

Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk

Aedes Aegypti dimana virus tersebut akan masuk ke aliran darah,

maka terjadilah viremia (virus dalam aliran darah). Kemudian aliran

darah beredar ke seluruh tubuh maka virus tersebut dapat dengan

mudah menyerang organ tubuh manusia. Paling banyak organ yang

terserang adalah system gastrointestinal, hepar, pembuluh darah dan

pada reaksi imunologi. Jika virus masuk ke dalam system

gastrointestinal maka tidak jarang pasien mengeluh mual, muntah dan

anoreksia. Bila virus menyerang organ hepar, maka virus dengue

tersebut mengganggu system kerja hepar, dimana salah satunya adalah

tempat sintesis dan oksidasi lemak, namun karena hati terserang virus

dengue maka hati tidak dapat memecahkan asam lemak tersebut

menjadi benda – benda keton, sehingga akan menyebabkan

pembesaran hepar atau hepatomegali, dimana pembesaran hepar ini

akan menekan abdomen dan menyebabkan distensi abdomen.

Virus dengue juga masuk ke pembuluh darah dan menyebabkan

peradangan pada pembuluh darah vaskuler atau terjadi vaskulitis yang

mana akan menurunkan jumlah trombosit (trombositopenia) dan

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

6

6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

faktor koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan

hebat. Dapat terjadi kebocoran plasma yang akan menyebabkan

hipoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir dengan kematian.

Bila virus bereaksi dengan antibody maka mengaktivasi system

komplemen untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator

faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah atau terjadi

demam, dimana dapat terjadi DHF dengan derajat I, II, II, IV

(Mansjoer, 2000).

b. Manifestasi klinik

Standar DHF menurut WHO (1997) yang telah ditetapkan tanda

klinis, yaitu:

a) Demam tinggi mendadak dan terus – menerus selama 2 – 7 hari

(tanpa sebab yang jelas)

b) Manifestasi perdarahan, termasuk paling tidak setelah di uji

dengan tourniquet positif dan tampak bentuk lain perdarahan

spontan (petechia, purpura, echimosis, epistaksis, perdarahan gusi

dan hematemesis melena)

c) Pembesaran hati

d) Syok, yang ditandai nadi cepat dan lemah (130 x/menit), disertai

oleh tekanan darah menurun (tekanan systole manurun sampai 80

mmHg atau kurang) dan kulit yang teraba dingin dan lembab,

terutama pada ujung hidung, jari dan kaki. Penderita mengalami

gelisah serta timbul sianosis di sekitar mulut.

c. Klasifikasi

Berdasarkan derajat beratnya DHF secara klinis dibagi sebagai berikut

(Mansjoer, 2005):

a) Derajat I (ringan)

Terdapat demam mendadak selama 2 – 7 hari disertai gejala klinis

lain dengan manifestasi perdarahan teringan yaitu uji tourniquet

positif.

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

7

7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b) Derajat II (sedang)

Ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan yang

lebih hebat seperti: ptikie, purpura, ekimosis dan perdarahan

konjugtiva.

c) Derajat III

Didapatkan perdarahan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah

tekanan menurun (20 mmHg) hipotens, sianosis disekira mulut,

kulit dingin dan lembab, gelisah.

d) Derajat IV

Terdapat dengue syok syndrome (DSS) dengan nadi dan tekanan

darah yang tidak terukur.

d. Komplikasi

Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah (Hidayat, 2004)

diantaranya:

a) Perdarahan gastrointestinal karena trombositopenia serta

terganggunya fungsi trombosit di samping difisiensi yang ringan

atau sedang.

b) Syok hipovolumik karena kekurangan plasma sampai 20% atau

lebih, menghilangnya plasma melalui endhotelium ditandai

dengan peningkatan hematokrit yang menyebabkan asidosis

metabolik, bahkan menimbulkan kematian.

c) Efusi pleura terjadi karena kerusakan dinding pembuluh darah

bersifat sementara, dengan pemberian cairan yang cukup syok

dapat di atasi dari efusi pleura biasanya menghilang setelah

beberapa kali perawatan.

d) Kegagalan sirkulasi darah terjadi karena pembuluh darah terhadap

protein plasma dan efusi pada ruang serosa di bawah peritoneal

pleura.

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

8

8 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2 Rasionalitas Obat

Penggunaan Obat secara Rasional (POR) merupakan suatu

kampanye yang disebarkan ke seluruh dunia, juga di Indonesia. Dalam

situsnya, WHO menjelaskan bahwa definisi Penggunaan Obat Rasional

adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan

klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dalam periode

waktu yang sesuai dan dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya dan

kebanyakan masyarakat. Dengan empat kunci yaitu kebutuhan klinis,

dosis, waktu dan biaya yang sesuai, POR merupakan upaya intervensi

untuk mencapai pengobatan yang efektif.

WHO memperkirakan bahwa lebih dari separuh dari seluruh obat di

dunia diresepkan, diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan

separuh dari pasien menggunakan obat secara tidak tepat. Tujuan dari

penggunaan obat rasional yaitu untuk menjamin pasien mendapatkan

pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang

adekuat dengan harga yang terjangkau.

Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi

kriteria:

a. Tepat Diagnosis

Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang

tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan

obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut.

Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi

yang seharusnya.

b. Tepat Indikasi Penyakit

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik,

misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian,

pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi

gejala adanya infeksi bakteri.

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

9

9 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Tepat Pemilihan Obat

Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis

ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus

yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.

d. Tepat Dosis

Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek

terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat

yang dengan rentang terapi sempit, akan sangat beresiko timbulnya

efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin

tercapainya kadar terapi yang diharapkan.

e. Tepat Cara Pemberian

Obat antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula

antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk

ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan

efektivitasnya.

f. Tepat Interval Waktu Pemberian

Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan

praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi

pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah

tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3x sehari

harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval

setiap 8 jam.

g. Tepat Lama Pemberian

Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing – masing.

Untuk Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian paling singkat adalah

6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-

14 hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari

yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan.

h. Waspada Terhadap Efek Samping

Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak

diinginkan yang timbul pada pemberian dengan dosis terapi, karena itu

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

10

10 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

muka merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek

samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah d wajah.

i. Tepat Penilaian Kondisi Pasien

Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas

terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida.

Pada penderita dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida

sebaiknya dihindarkan, karena resiko terjadinya nefrotoksisitas pada

kelompok ini meningkat secara bermakna.

j. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin,

serta tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau

Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat – obat dalam

daftar obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial

didahulukan dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan

harganya oleh para pakar di bidang pengobatan dan klinis.

Untuk jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen yang

menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan dibeli

melalui jalur resmi. Semua produsen obat di Indonesia harus dan telah

menerapkan CPOB.

k. Tepat Informasi

Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting

dalam menunjang keberhasilan terapi.

l. Tepat Tindak Lanjut (follow-up)

Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan

upaya tidak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh

atau mengalami efek samping.

m. Tepat Penyerahan Obat (dispensing)

Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah

obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Dalam menyerahkan obat

juga petugas harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien.

n. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan,

ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut:

Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

11

11 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering

Jenis sediaan obat terlalu beragam

Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi

Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang cukup

mengenai cara minum/menggunakan obat

Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri

lambung), atau efek ikutan (urin menjadi merah karena minum

rifampisin) tanpa diberikan penjelasan terlebih dahulu

(KemenKes RI, 2011).

2.3 Antibiotik

2.3.1 Definisi Antibiotik

Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan

mengobati suatu infeksi karena bakteri ( Mitrea, 2008 ). Akan tetapi,

istilah antibiotik sebenarnya mengacu pada zat kimia yang dihasilkan oleh

satu macam organisme, terutama fungi yang menghambat pertumbuhan

atau membunuh organisme yang lain ( Michael, 2006 ).

2.3.2 Penggolongan Antibiotik

Penggolongan antibiotik dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Berdasarkan struktur kimia antibiotik

Berdasarkan strukturnya kimianya, antibiotik dikelompokkan

sebagai berikut:

a) Golongan Aminoglikosida, antara lain amikasin, dibekasin,

gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin,

sisomisin, streptomisin, tobramisin.

b) Golongan Beta-Laktam, antara lain golongan karbapenem

(ertapenem, iipenem, meropenem), golongan sefalosporin

(sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim),

golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin

(penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agen

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

12

12 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

antibacterial yang dihasilkan dari jamur jenis Penicillium

chrysognum.

c) Golongan Glikopeptida, antara lain vankomisin,

teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.

d) Golongan Poliketida, antara lain golongan makrolida

(eritromisin, azitromisin, klariromisin, roksitromisin),

golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin

(doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).

e) Golongan Polimiksin, antara polimiksin dan kolistin.

f) Golongan Kinolon (fluorokinolon), antara lain asam

nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin,

levofloksasin dan trovafloksasin.

g) Golongan Streptogramin, antara lain pristinamycin,

virginiamycin, mikamycin dan kinupristin-dalfopristin.

h) Golongan Oksazolidinon, antara lain linezaolid.

i) Golongan Sulfonamida, antara lain kotrimoksazol dan

trimetoprim.

j) Antibiotik lain yang penting, seperti kloramfenikol,

klindamisin dan asam fusidat.

2. Berdasarkan toksisitas selektif

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang

bersifat bakteriostatik dan ada yang bersifat bakterisid (

Farmakologi dan terapi edisi 5, 2008 ). Agen bakteriostatik

menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan agen bakterisida

membunuh bakteri. Perbedaan ini biasanya tidak penting secara

klinis selama mekanisme pertahanan pejamu terlibat dalam

eliminasi akhir patogen bakteri. Pengecualiannya adalah terapi

infeksi pada pasien immunocompromised dimana menggunakan

agen – agen bakterisida (Michael, 2006).

Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat

pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing – masing

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

13

13 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh

minimal (KBM). Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat

meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar

antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Famakologi dan

terapi edisi 5, 2008).

3. Berdasarkan mekanisme kerja antibiotik

Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri,

antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:

a) Inhibitor sintesis dinding sel bakteri

Memiliki efek bakterisidal dengan cara memecah enzim

dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding

sel. Contohnya antara lain golongan beta-laktam seperti

penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam,

basitrasin, fosfomycin dan daptomycin.

b) Inhibitor sintesis protein bakteri

Memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik dengan cara

mengganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel – sel

normal dan menghambat tahap – tahap sintesis protein.

Obat – obat yang aktivitasnya menginhibitor sintesis protein

bakteri seperti aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin,

streptogamin, klindamisin, oksazolidinon, kloramfenikol.

c) Menghambat sintesa folat

Mekanisme kerja ini terdapat pada obat – obat seperti

sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat

mengabsorbsi asam folat, tetapi harus membuat asam folat

dari PABA (asam paraaminobenzoat), pteridin dan

glutamate. Sedangkan pada manusia, asam folat merupakan

vitamin dan kita tidak dapat menyintesis asam folat. Hal ini

menjadi suatu target yang baik dan selektif untuk senyawa –

senyawa antimikroba.

d) Mengubah permeabilitas membran sel

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

14

14 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Memiliki efek bakteriostatik dan bakterisidal dengan

menhilangkan permeabilitas membran dan oleh karena

hilangnya substansi seluler menyebabkan sel menjadi lisis.

Obat – obat yang memiliki aktivitas ini antara lain

polimiksin, amfoterisin B, gramisidin, nistatin, kolistin.

e) Mengganggu sintesis DNA

Mekanisme kerja ini terdapat pada obat – obat seperti

metronidasol, kinolon, novobiosin. Obat – obat ini

menghambat asam deoksiribonukleat (DNA) girase

sehingga menghambat sintesis DNA. DNA girase adalah

enzim yang terdapat pada bakteri yang menyebabkan

terbukanya dan terbentuknya superheliks pada DNA

sehingga menghambat replikasi DNA.

f) Mengganggu sintesa RNA, seperti rifampisin (Janet, 2006

dan Hayes, 1996).

4. Berdasarkan aktivitas antibiotik

Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai

berikut:

a) Antibiotik spektrum luas (broad spectrum)

Contohnya seperti tetrsiklin dan sefalosporin efektif

terhadap organisme baik gram positif maupun gram negatif.

Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai untuk

mengobati penyakit infeksi yang menyerang belum

diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.

b) Antibiotik spekrtum sempit (narrow spectrum)

Golongan ini terutama efektif untuk melawan satu jenis

organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin dipakai

untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram

positif. Karena antibiotik berspektrum sempit bersifat

selektif, maka obat – obat ini lebih aktif dalam melawan

organisme tunggal daripada antibiotik berspektrum luas

(Hayes, 1996).

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

15

15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Berdasarkan daya hambat antibiotik

Terdapat 2 daya hambat antibiotik terhadap kuman yaitu (

Farmakologi dan terapi edisi 5, 2008):

a) Time dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan

menghasilkan daya hambat maksimal jika kadarnya

dipertahankan cukup lama di atas Kadar Hambat Minimal

kuman. Contohnya pada antibiotik penisilin, sefalosporin,

linezoid dan eritromisin.

b) Concentration dependent killing. Pada pola ini antibiotik

akan menghasilkan daya hambat maksimal jika kadarnya

relatif tinggi atau dalam dosis besar, tapi tidak perlu

mempertahankan kadar tinggi ini dalam waktu lama.

Contohnya pada antibiotik aminoglikosida, fluorokuinolon

dan ketolid.

2.3.3 Penggunaan Antibiotik

Pemakaian obat secara rasional berarti hanya menggunakan obat –

obatan yang telah terbukti keamanan dan efektifitasnya dengan uji klinik.

Suatu pengobatan dikatakan rasional bila memenuhi beberapa kriteria

tertentu. Kriteria pemakaian obat secara rasional meliputi (DepKes RI,

1997) : tepat indikasi, tepat obat, tepat penderita, tepat dosis dan cara

pemakaian serta waspada efek samping.

Peresepan dan penggunaan antibiotik yang terlalu berlebihan dapat

memicu terjadinya resistensi antibiotik. Atas indikasinya penggunaan

antibiotik dapat digolongkan menjadi antibiotik untuk terapi definitif,

terapi empiris dan terapi profilaksis. Terapi secara definitif hanya

digunakan untuk mengobati infeksi karena bakteri, untuk mengetahui

bahwa infeksi tersebut disebabkan karena bakteri, dokter dapat

memastikannya dengan kultur bakteri, uji sensitivitas, tes serologi dan tes

lainnya. Pada terapi empiris, pemberian antibiotik diberikan pada kasus

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

16

16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

infeksi yang belum diketahui jenis kumannya seperti pada kasus gawat

karena sepsis, pasien imunokompromise dan sebagainya. Terapi antibiotik

pada kasus ini diberikan berdasarkan data epidemiologi kuman yang ada.

Sedangkan terapi profilaksis adalah terapi antibiotik yang diberikan untuk

pencegahan pada pasien yang rentan terkena infeksi. Antibiotik yang

diberikan adalah antibiotik yang berspektrum sempit dan spesifik ( Vindi,

2009 ).

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

17

17 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat Variabel Luar

3.2 Desain Operasional

3.2.1 Variabel Bebas

3.2.1.1 Penggunaan Obat Antibiotik Pada Pasien DHF

Definisi: obat antibiotik yang digunakan pada pengobatan DHF.

Skala : Nominal

Kategori :

a. Golongan Aminoglikosida

b. Golongan Beta-Laktam

c. Golongan Glikopeptida

d. Golongan Poliketida

e. Golongan Polimiksin

f. Golongan Kinolon

Penggunaan tidak

rasional

Ketersediaan

sarana

diagnostik

Promosi obat

Ketersediaan

obat

Permintaan

pasien

Penggunaan

antibiotik

Penggunaan rasional

Tepat diagnosis

Tepat indikasi

Tepat obat

Tepat dosis

Tepat cara

pemberian

Tepat lama

pemberian

Waspada efek

samping

Tepat pasien

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

18

18 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

g. Golongan Streptogramin

h. Golongan Oksazolidinon

i. Golongan Sulfonamida

j. Kloramfenikol

k. Klindamisin

l. Asam Fusidat

3.2.2 Variabel Terikat

3.2.2.1 Tepat Diagnosis

Definisi: penggunaan obat sesuai dengan diagnosis pasien

Skala : Nominal

Kategori :

i. Tepat

ii. Tidak tepat

3.2.2.2 Tepat Indikasi

Definisi: penggunaan obat sesuai indikasi berdasarkan diagnosis

pasien.

Skala : Nominal

Kategori :

i. Tepat

ii. Tidak tepat

3.2.2.3 Tepat Obat

Definisi: pemilihan obat antibiotik pada pasien DHF berdasarkan

pengobatan.

Skala : Nominal

Kategori :

i. Tepat

ii. Tidak tepat

3.2.2.4 Tepat Dosis

Definisi: ketepatan pemberian dosis antibiotik pada pasien DHF.

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

19

19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Skala : Nominal

Kategori :

i. Tepat

ii. Tidak tepat

3.2.2.5. Tepat Cara Pemberian

Definisi: ketepatan cara pemberian obat berdasarkan kondisi dan

keadaan pasien.

Skala : Nominal

Kategori :

i. Tepat

ii. Tidak tepat

3.2.2.6 Tepat Lama Pemberian

Definisi: lama pemberian obat sesuai dengan penyakit pasien.

Skala : Nominal

Kategori :

i. Tepat

ii. Tidak tepat

3.2.2.7 Efek Samping

Definisi: efek samping yang ditimbulkan akibat pemberian obat

antibiotik pada pasien DHF.

Skala : Nominal

Kategori :

i. Ada

ii. Tidak ada

3.2.2.8 Tepat Pasien

Definisi: obat yang digunakan pasien mempertimbang kondisi

individu pasien yang bersangkutan.

Skala : Nominal

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

20

20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kategori :

i. Tepat

ii. Tidak tepat

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – Mei 2014. Sedangkan

lokasi penelitian dilakukan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jl.

Bendungan Hilir No. 17, Jakarta Pusat Telp. (021)5703081-

85(021)5749037-40 Fax. (021)5711997 Indonesia.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa data sekunder yaitu

pengambilan data dilakukan dari catatan medis pasien DHF (Dengue

Hemorrhagic Fever) yang ada di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta

Pusat.

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian

3.5.1 Populasi

Populasi penelitian adalah semua catatan medis pasien DHF

(Dengue Hemorrhagic Fever) di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta

Pusat pada periode tahun 2013.

3.5.2 Sampel

Sampel adalah semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi dari

pasien DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) di RUMKITAL Dr.

Mintohardjo pada periode tahun 2013 sebanyak 26 pasien. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu semua

pasien yang memenuhi kriteria diambil sebagai sampel penelitian.

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

21

21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.6.3 Kriteria sampel

a) Kriteria inklusi

Pasien dengan diagnosa penyakit DHF dengan atau tanpa disertai

infeksi sekunder.

Pasien dengan catatan medis yang lengkap.

b) Kriteria eksklusi

Pasien yang pindah ke Rumah Sakit lain sebelum terapi selesai

dilaksanakan.

3.7 Sumber Data

Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang didapatkan

dari catatan medis antara lain:

a. Nama antibiotik

b. Indikasi

c. Dosis

d. Lama pemberian

e. Cara pemberian

f. Jenis penggunaan

g. Data demografi (umur, jenis kelamin)

h. Data klinis

i. Data laboratorium

3.8 Analisa Data

Analisis data dilakukan secara analisa deskriptif. Analisa deskriptif

dilakukan dengan menguraikan data – data yang didapatkan dari catatan

medis antara lain nama antibiotik, indikasi, dosis, lama pemberian, cara

pemberian, jenis pemberian, data demografi (umur, jenis kelamin), data

klinis dan data laboratorium pasien.

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

22

22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Dari jumlah 52 sampel pasien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dengan

jumlah 26 pasien diberikan antibiotik dan jumlah 26 pasien tidak diberikan

antibiotik yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Angkatan Laut

(RUMKITAL) Dr. Mintohardjo. Data tersebut diambil dari bagian Instalasi

Rekam Medik, untuk melihat gambaran dari setiap pemberian obat antibiotik

terhadap pasien DHF di RUMKITAL Dr. Mintohardjo yang diteliti sesuai dengan

kriteria inklusi. Sedangkan dari jumlah 24 data dengan kriteria eksklusi, sehingga

total sampel yang didapat sebesar 76 sampel.

Tabel 4.1 Kriteria pasien DHF

Kriteria Jumlah pasien

N %

Diberikan antibiotik 26 50

Tidak diberikan antibiotik 26 50

Total 52 100

*N: jumlah pasien

4.2. Data demografi

4.2.1. Jenis kelamin

Tabel 4.2 Data demografi pasien DHF berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Jumlah pasien DHF

N %

Laki – laki 24 46,6

Perempuan 28 53,8

Total 52 100

*N: jumlah pasien

Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 52 pasien DHF yang diambil

datanya secara retrospektif terlihat jenis kelamin yang paling banyak adalah

perempuan (53,8%) dan selebihnya adalah laki – laki (46,6%).

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

23

23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2.2. Umur

Tabel 4.3 Data demografi pasien DHF berdasarkan umur (ICD-10 WHO,1992)

Umur (tahun) Jumlah pasien DHF

N %

< 1 tahun 1 2

1 – 14 tahun 29 55,7

15 – 44 tahun 21 40,4

45 – 64 tahun 1 2

>65 tahun 0 0

Total 52 100

*N: jumlah pasien

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 52 pasien DHF yang diambil

datanya terlihat umur yang paling banyak adalah 1 – 14 tahun sebesar 29 pasien

(55,7%), diikuti oleh umur 15 – 44 tahun sebesar 21 pasien (40,4%), umur

dibawah 1 tahun sebesar 1 pasien (2%), umur 45 – 64 sebanyak 1 pasien (2%) dan

tidak ada pasien yang berumur diatas 45 tahun. Pengelompokkan umur diatas

menurut ICD-10 WHO, 1992.

4.3. Data Hasil Analisis Tepat Diagnosis Penyakit

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi pasien berdasarkan Hasil Diagnosis DHF

Diagnosis <100.

000*

Diagnosis 100.000 –

150.000*

Diagnosis >150.

000*

Diagnosis

Tpt Tdk Tpt Tdk Tpt Tdk

Tanpa

infeksi

sekunder

29 √ 20 √ - -

Dengan

infeksi

sekunder

2 √ 7 √ 3 √

*Trombosit

Berdasarkan data tabel di atas dapat diketahui bahwa pasien DHF

berdasarkan diagnosis adalah DHF tanpa infeksi sekunder dengan trombosit <

100.000 sebesar 29 pasien (55,7%) dari 52 pasien merupakan tepat diagnosis,

dengan trombosit 100.000 – 150.000 20 pasien (38 %) dari 52 pasien merupakan

tepat diagnosis dan dengan trombosit > 150.000 tidak ada. Semetara pasien DHF

yang disertai infeksi sekunder dengan trombosit < 100.000 terdapat 2 pasien

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

24

24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

merupakan tepat diagnosis, dengan trombosit 100.000 – 150.000 ada 7 pasien

termasuk tepat diagnosis dan dengan trombosit > 150.000 terdapat 3 pasien (5,7

%) dari 52 pasien yang merupakan tepat diagnosis.

4.4. Data Hasil Analisis Tepat Indikasi

Tabel 4.5 Distribusi pemberian antibiotik pasien berdasarkan indikasi

Obat

Tanpa

disertai

infeksi

sekunder

Indikasi

Tifoid

Indikasi

ISPA

Indikasi

Tpt Tdk Tpt Tdk Tpt Tdk

Antibiotik 19 √ 2 √ 5 √

Tanpa AB 21 √ 1 √ 4 √

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pemberian antibiotik pada pasien

DHF dengan indikasi tanpa disertai infeksi sekunder adalah cukup tinggi yaitu 19

pasien (36,53 %) dari 52 pasien merupakan tidak tepat indikasi. Sedangkan pasien

DHF dengan indikasi disertai infeksi tifoid ada 2 pasien dan ISPA ada 5 pasien

termasuk tepat indikasi. Sementara pasien DHF tanpa disertai infeksi sekunder

yang tidak diberikan antibiotik sebanyak 21 pasien (40,38 %) dari 52 pasien

merupakan tepat indikasi. Sedangkan pasien DHF yang disertai infeksi tifoid ada

1 pasien dan ISPA ada 4 pasien termasuk tidak tepat indikasi.

4.5. Data Hasil Analisis Tepat Obat

Tabel 4.6 Distribusi Antibiotik yang diberikan kepada pasien DHF

Antibiotik

Tanpa

disertai

infeksi

Obat

Tifoid

Obat

ISPA

Obat

Tpt Tdk Tpt Tdk Tpt Tdk

Seftriakson 13 √ 1 √ 3 √

Sefiksim 0 1 √ 2 √

Sefadroksil 3 √ 0 0

Siprofloksasin 1 √ 0 0

Sefotaksim 1 √ 0 0

Amoksisilin 1 √ 0 0

Tanpa AB 21 √ 1 √ 4 √

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pemberian antibiotik pada pasien

DHF dengan diagnosis tanpa disertai infeksi adalah cukup tinggi yaitu 13 pasien

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

25

25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(25 %) dari 52 pasien. Antibiotik yang paling banyak diberikan adalah seftriakson

sebanyak 19 pasien, merupakan tidak tepat obat. Sedangkan pasien DHF dengan

diagnosis disertai infeksi tifoid 1 pasien dan ISPA 3 pasien yang diberikan

seftriakson dapat dikatakan tepat obat. Sementara pasien DHF dengan diagnosis

tanpa disertai infeksi yang tidak diberikan antibiotik sebanyak 21 pasien (40,38

%) dari 52 pasien merupakan tepat obat. Sedangkan pasien DHF dengan diagnosis

disertai infeksi tifoid yang tidak diberikan antibiotik 1 pasien dan ISPA 4 pasien

termasuk tidak tepat obat.

4.6. Data Hasil Analisis Tepat Dosis

Tabel 4.7 Distribusi dosis obat yang diberikan kepada pasien DHF

Umur (tahun) Berat

badan

Jumlah

pasien DHF Dosis

pemakaian

Dosis

literatur*

Dosis

N % Tpt Tdk

o < 1 tahun 1 3,8

Seftriakson

Sefikisim

Siprofloksasin

Sefadroksil

Sefotaksim 6,5 kg 1 3,8 2x300 mg 50-180

mg

/kg/hr

Amoksisilin

o 1 – 14 tahun 16 61,5

Seftriakson 5 19,2 2x1 g Anak >

12 th 250

mg/hr

dan anak

< 12 th

125

mg/hr

3 11,5 1x1 g √

1 3,8 2x400 mg √

1 3,8 1x1 ½ √

Sefikisim 25 kg 1 3,8 1x1 kapsul 8

mg/kg/hr

. Maks.

400

mg/hr

36 kg 1 3,8 3x1 kapsul √

Siprofloksasin 45 kg 1 3,8 2x500 mg 250 mg

2x/hr

Sefadroksil 22 kg 1 3,8 3x300 mg 30

mg/kg/hr

maks. 2

g/hr

27 kg 1 3,8 3x400 mg √

23 kg 1 3,8 2x250 mg √

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

26

26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sefotaksim

Amoksisilin

o 15 – 44 tahun 9 34,6

Seftriakson 7 26,9 2x1 g 1-2 g

tiap 12-

24 jam

Sefikisim 1 3,8 2x1 kapsul 400

mg/hr

Siprofloksasin

Sefadroksil

Sefotaksim

Amoksisilin 1 3,8 2x500 mg 250-500

mg tiap 8

jam

maks. 2-

3 g/hr

o 45 – 64 tahun 0 0

Seftriakson

Sefikisim

Siprofloksasin

Sefadroksil

Sefotaksim

Amoksisilin

o >65 tahun 0 0

Seftriakson

Sefikisim

Siprofloksasin

Sefadroksil

Sefotaksim

Amoksisilin

Total 26 100

*Pediatric Dosage Handbook

Tabel di atas menunjukkan antibiotik yang tidak tepat dosis antara lain

seftriakson untuk pasien umur 1 – 14 tahun, sefiksim untuk pasien 1 – 14 tahun

dengan dosis yang kurang yaitu 1x 1 kapsul dan siprofloksasin untuk pasien umur

1 – 14 tahun. Sedangkan antibiotik yang termasuk tepat dosis antara lain

sefotaksim untuk pasien denganumur < 1 tahun, sefiksim untuk pasien umur 1 –

14 tahun dengan dosis 3x1 kapsul, sefadroksil untuk pasien umur 1 – 14 tahun,

seftriakson untuk pasien umur 15 – 44 tahun, sefiksim untuk pasien umur 15 – 44

tahun dan amoksisilin untuk pasien umur 15 – 44 tahun.

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

27

27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.7. Data Hasil Analisis tepat Cara Pemberian

Tabel. 4.8 Distribusi antibiotik berdasarkan cara pemberian

Nama antibiotik Cara pemberian Ketepatan

Oral Injeksi Tepat Tidak

Seftriakson √ √

Sefiksim √ √

Siprofloksasin √ √

Sefadroksil √ √

Sefotaksim √ √

Amoksisilin √ √

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa semua cara pemberian antibiotik dapat

dikatakan tepat cara pemberian.

4.8. Data Hasil Analisis Tepat Lama Pemberian

Tabel 4.9 Distribusi lama pemberian antibiotik pasien DHF

Nama

antibiotik

1-3

hr*

Ktepatn 4-6

hr*

Ktepatn 7-9

hr*

Ktepatn >9

hr*

Ktepatn

Tpt Tdk Tpt Tdk Tpt Tdk Tpt Tdk

Seftriakson 3 √ 12 √ 2 √

Sefiksim 1 √ 2 √

Sefadroksil 1 √ 2 √

Siprofloksasin 1 √

Sefotaksim 1 √

Amoksisilin 1 √

*Lama Pemberian

Dari tabel diatas dapat diketahui lama pemberian antibiotik yang paling

banyak adalah selama 4 – 6 hari merupakan tepat lama pemberian. Terdapat pula

lama pemberian selama 1 – 3 hari, 7 – 9 hari dan > 9 hari merupakan tidak tepat

lama pemberian.

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

28

28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.9. Data Hasil Analisis Waspada Efek Samping

Tabel 4.10 Distribusi frekuensi data klinis pasien

Keluhan Jumlah pasien DHF

N dg antibiotik N tanpa antibiotik

Demam/panas 23 24

Mual/muntah 17 17

Pusing/sakit kepala 11 13

Lemas 9 3

Batuk/pilek 7 5

Mimisan 2 1

Nyeri ulu hati 2 2

Nyeri sendi/nyeri otot 2 7

Bintik – bintik merah 1 2

Diare 0 2

*N: jumlah pasien

Dari data tabel di atas menunjukkan bahwa pasien DHF yang diberikan

antibiotik maupun tidak diberikan tanpa antibiotik, paling banyak mengalami

keluhan demam atau panas yaitu sebesar 23 pasien untuk pasien DHF yang

diberikan antibiotik dan 24 pasien untuk pasien DHF yang tidak diberikan

antibiotik. Kemudian masing – masing 17 pasien mengalami keluhan mual dan

muntah untuk pasien DHF dengan antibiotik dan tanpa antibitik. Diare adalah

keluhan paling sedikit yang dialami pasien DHF yaitu sebanyak 2 pasien yang

tidak diberikan antibiotik.

4.10. Data Hasil Analisis Tepat Pasien

Tabel 4.11 Distribusi Antibiotik berdasarkan kondisi pasien

Pasien Kelainan

ginjal

Kerusakan

hati Alergi Umur

Keterangan

Tepat Tidak

A - - - < 1 tahun √

B - - - 1 – 14

tahun

C - - - 15 – 44

tahun

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

29

29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel diatas menunjukkan bahwa tidak ada pasien yang mempunyai

kelainan ginjal, kerusakan hati atau riwayat alergi. Data yang ada untuk

menentukan ketepatan pasien hanya data umur pasien. Dilihat dari data umur yang

ada, menunjukkan semua tepat pasien.

4.11. Data Hasil Analisis Lama perawatan

Tabel 4.12 Distribusi frekuensi lama perawatan pasien

Lama perawatan Jumlah pasien DHF

N %

1 – 3 hari 15 28,8

4 – 6 hari 33 63

7 – 9 hari 3 5,7

>9 hari 1 2

Total 52 100

*N: jumlah pasien

Dari data tabel diatas dapat diketahui bahwa lama perawatan pasien DHF

terbanyak adalah 4 – 6 hari yaitu 33 pasien (63%), diikuti terbanyak kedua adalah

1 – 3 hari yaitu sebanyak 15 pasien (28,8%). Selanjutnya 7 – 9 hari sebanyak 3

pasien (5,7%) dan paling sedikit pasien DHF dengan lama perawatan selama lebih

dari 9 hari yaitu 1 pasien (2%).

4.12. Data laboratorium

Parameter laboratorium yang dijadikan acuan adalah kadar trombosit dan

hematokrit. Distribusi frekuensi kadar trombosit dan hemtokrit pada sampel

pasien DHF pada saat dating ke RS adalah sebagai berikut:

4.12.1. Kadar trombosit

Tabel 4.13 Parameter laboratorium pasien berdasarkan kadar trombosit

Kadar trombosit Jumlah pasien DHF

N %

<100.000 (trombositopenia) 29 55,7

100.000-150.000

(trombositopenia ringan) 20 38

>150.000 3 5,7

Total 52 100

*N: jumlah pasien

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

30

30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa pasien dengan trombositopenia

sebanyak 29 pasien (55,7%), sedangkan pasien dengan trombositopenia ringan

sebanyak 20 pasien (38%) dan pasien dengan trombositopenia tinggi sebanyak 3

pasien (5,7%).

4.12.2. Kadar hematokrit

Tabel 4.14 Distribusi frekuensi kadar hematokrit pasien

Kadar hematokrit Jumlah pasien DHF

N %

≤ 40 Vol % 24 46

>40 Vol % (hemokonsentrasi) 28 53,8

Total 52 100

*N: jumlah pasien

Dari tabel di atas, jumlah pasien dengan keadaan hemokonsentrasi lebih

banyak dibanding pasien dengan kadar hematokrit normal, yaitu sebesar 28 pasien

(53,8%).

4.13. Pembahasan

4.13.1. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi keterbatasan antara lain:

kemungkinan masih ada keterbatasan waktu penelitian, keterbatasan dana

penelitian dan keterbatasan data yang dikumpulkan untuk penelitian ini

data retrospektif sehingga tidak semua informasi dapat diperoleh dengan

lengkap.

4.13.2. Pembahasan Hasil Penelitian

4.13.2.1. Pasien DHF berdasarkan data demografi

4.13.2.1.1. Pasien DHF berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan pengelompokkan jenis kelamin, tidak ada perbedaan

yang mencolok antara jumlah pasien dengan jenis kelamin laki – laki

maupun perempuan. Secara keseluruhan jumlah pasien dengan jenis

kelamin perempuan lebih banyak yaitu 28 pasien (53,8%) dan pasien

dengan jenis kelamin laki – laki sebanyak 24 pasien (46,6%). Penelitian

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

31

31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang dilakukan oleh Afiana dan Mery (2012) dari Universitas

Muhammadiyah Semarang menunjukkan bahwa pasien DHF yang paling

banyak adalah pasien dengan jenis kelamin laki – laki yaitu sebesar 330

anak (55,09%) dari keseluruhan jumlah populasi sebesar 599 anak.

4.13.2.1.2. Pasien DHF berdasarkan umur

Berdasarkan data demografi dari pengelompokkan umur pasien

DHF, sebagian besar pasien DHF pada kelompok umur 1 – 14 tahun yaitu

sebesar 29 pasien (55,7%) dengan 16 pasien (61,5%) diberikan antibiotik,

kemudian pasien pada kelompok 15 – 44 tahun sebesar 21 pasien (40,4%)

dengan 9 pasien (34,6%) diberikan antibiotik dan kelompok umur < 1

tahun sebesar 1 pasien (3,8%) yang diberikan antibiotik. Penelitian yang

dilakukan oleh Aryu (2010) menunjukkan bahwa dalam penelitiannya

pasien DHF yang paling banyak adalah pasien pada kelompok umur < 15

tahun yaitu sebesar 95% dan mengalami pergeseran dengan adanya

peningkatan proporsi pasien pada kelompok umur 15 – 44 tahun,

sedangkan proporsi pasien pada kelompok umur >45 tahun sangat rendah.

Hal ini mungkin dikarenakan pengaruh dari sistem imun anak – anak yang

kurang kebal dan pola hidup yang kurang diperhatikan.

4.13.2.2. Analisis Pasien DHF Berdasarkan Hasil Tepat Diagnosis

Berdasarkan hasil data yang dilihat dari diagnosis pasien yang

diperoleh menunjukkan bahwa pasien yang tanpa disertai infeksi dengan

trombosit > 100.000/µL (trombositopenia) paling banyak yaitu 29 pasien

(55,7 %) dari 52 pasien merupakan tepat diagnosis, dengan trombosit

100.000 – 150.000 terdapat 20 pasien (38 %) dari 52 pasien termasuk tepat

diagnosis dan dengan trombosit > 150.000 tidak ada untuk pasien tanpa

disertai infeksi sekunder. Sementara, untuk pasien dengan disertai infeksi

sekunder dengan trombosit < 100.000 terdapat 2 pasien, dengan trombosit

100.000 – 150.000 terdapat 7 pasien dan pasien yang disertai infeksi

sekunder dengan trombosit > 150.000 terdapat 3 pasien bisa dikatakan

tepat diagnosis. Untuk pasien dengan trombosit > 150.000 kemungkinan

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

32

32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

belum masuk pada fase demam atau fase syok, yang mana trombosit

dalam jumlah normal atau lebih akan kemudian menurun pada fase

tersebut.

Berdasarkan diagnosis DHF menurut kriteria WHO 1999, secara

klinis pasien DHF dengan trombositopenia (< 100.000/µL). Terjadi

penurunan hitung trombosit dari nilai normal. Umumnya pada masa akut

jumlah trombosit 100.000/mm3 darah untuk patokan rawat inap dan rawat

jalan 150.000/mm3. Pada saat awal infeksi, trombosit dalam jumlah

normal kemudian menurun drastis, hingga saat fase demam, fase syok

mencapai puncak terendah (bisa mencapai 20.000), setelah itu perlahan

naik kembali pada fase konvalesken, setelah itu 7 – 10 setelah sakit maka

akan kembali normal.

4.13.2.3. Analisis Tepat Indikasi

Berdasarkan hasil penelitian dari pemberian antibiotik pada pasien

DHF, antibiotik yang diindikasikan untuk pasien DHF dengan tanpa

komplikasi infeksi tidak tepat. Antibiotik yang diindikasikan untuk pasien

DHF dengan disertai infeksi tifoid merupakan tepat indikasi. Akan tetapi,

terdapat 1 pasien yang disertai infeksi tifoid tidak diberikan antibiotik

merupakan tidak tepat indikasi, karena pengobatan dari tifoid yaitu

antibiotik. Kemudian antibiotik yang diindikasikan untuk pasien DHF

dengan disertai infeksi ISPA termasuk tepat indikasi dan terdapat pula 4

pasien yang disertai infeksi ISPA tidak diberikan antibiotik termasuk tidak

tepat indikasi.

Sesuai indikasi antibiotik secara umum yaitu antibiotik mempunyai

indikasi penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Sedangkan DHF itu

sendiri adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan

ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (Nursalam, 2005).

Karena disebabkan oleh virus, maka pemberian antibiotik dalam

pengobatan DHF tidak diperlukan kecuali jika terdapat infeksi sekunder

yang disebabkan oleh bakteri dan apabila terjadi DSS (Dengue Syok

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

33

33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Syndrome), mengingat kemungkinan infeksi sekunder dapat terjadi dengan

adanya translokasi bakteri dari saluran cerna.

karena antibiotik yang digunakan kebanyakan adalah golongan

sefalosporin generasi ketiga. Dimana, sefalosporin generasi ketiga

sebaiknya diberikan pada pasien apabila pemberian sefalosporin generasi

pertama dan generasi kedua sudah tidak bisa untuk memperbaiki keadaan

pasien (Farmakologi bergambar).

4.13.2.4. Analisa Tepat Obat

Berdasarkan hasil penelitian dari pemberian antibiotik pada pasien

DHF, antibiotik yang paling banyak diberikan adalah seftriakson.

Antibiotik yang diindikasikan untuk pasien dengan diagnosis tanpa disertai

infeksi tidak tepat. Antibiotik yang diindikasikan untuk pasien DHF

dengan disertai infeksi tifoid dapat dikatakan tepat obat. Akan tetapi,

pemilihan antibiotik seftriakson bukan merupakan pengobatan pilihan

utama untuk infeksi tifoid. Pengobatan untuk tifoid pilihan utama

menggunakan antibiotik seperti kloramfenikol. Kemudian antibiotik yang

diindikasikan untuk pasien DHF dengan disertai infeksi ISPA juga dapat

dikatakan tepat. Namun, pemilihan antibiotik seftriakson bukan

merupakan pengobatan pilihan utama. Seftriakson merupakan golongan

sefalosporin generasi ketiga. Dimana, sefalosporin generasi ketiga

sebaiknya diberikan pada pasien apabila pemberian sefalosporin generasi

pertama dan generasi kedua sudah tidak bisa untuk memperbaiki keadaan

pasien (Farmakologi bergambar).

Seftriakson termasuk anitibiotik spektrum luas yaitu golongan

sefalosporin. Karena termasuk sefalosporin generasi ketiga, seftriakson

sebaiknya diberikan pada pasien apabila sefalosporin generasi pertama dan

generasi kedua sudah tidak bisa untuk memperbaiki keadaan pasien.

Seftriakson diberikan sebagai generasi selanjutnya untuk perbaikan dari

generasi pertama dan generasi kedua (Farmakologi bergambar). Antibiotik

berspektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

34

34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang menyerang, belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas

(Farmakologi bergambar).

4.13.2.5. Analisis Tepat Dosis

Berdasarkan hasil penelitian yang dilihat dari dosis yang diberikan

kepada pasien paling banyak pasien DHF diberikan antibiotik seftriakson

dengan dosis 2 g sehari dan seftriakson dengan dosis 1 g sehari yaitu

keseluruhan pasien masing – masing sebanyak 12 pasien (10,6%) dan 3

pasien (5,7%) serta dosis 2x400 mg 1 pasien (1,9%) dosis 1x1 ½ g 1

pasien (1,9%). Apabila dilihat dari hasil data berdasarkan umur, pasien

dengan kelompok umur 1 – 14 tahun adalah paling banyak, untuk pasien

pada kelompok umur 1 – 14 tahun terdapat 5 pasien (12 tahun, 12 tahun,

12 tahun, 9 tahun, 6 tahun) dengan dosis 2 g sehari, 3 pasien (10 tahun, 9

tahun, 1 tahun) dengan dosis 1 g sehari dan 1 pasien (4 tahun) dengan

dosis 2x400 mg serta 1 pasien (7 tahun) dengan dosis 1x1 ½ g yang

diberikan antibiotik seftriakson. Sedangkan pasien yang diberikan

antibiotik lain sebanyak 6 pasien untuk kelompok umur 1 – 14 tahun, yaitu

antibiotik sefadroksil 3 pasien (6 tahun) dengan masing – masing dosis

3x300 mg, (6 tahun) dosis 3x400 mg dan (8 tahun) dosis 2x250 mg,

sefiksim 2 pasien (7 tahun) dengan dosis 1x1 g dan (11 tahun) dosis 3x1 g

dan ciprofloksasin 1 pasien (12 tahun) dengan dosis 2x500 mg. Sehingga

jumlah pasien dengan kelompok umur 1 – 14 tahun yang diberikan

antibiotik sebanyak 16 pasien (61,5%).

Dalam buku Pediatric Dosage Handbook edisi 9 (2002 - 2003)

menyatakan bahwa dosis dari seftriakson untuk orang dewasa adalah 1 – 2

g setiap 12 – 24 jam, untuk anak > 12 tahun 250 mg dalam dosis tunggal

dan anak < 12 tahun 125 mg dalam dosis tunggal. Dalam penelitian ini,

pasien anak – anak dengan umur 1 – 14 tahun adalah yang paling banyak.

Sehingga untuk pasien anak – anak dengan umur 1 – 14 tahun, dosis yang

diberikan adalah tidak sesuai atau terlalu besar. Sedangkan untuk pasien

dewasa, dosis yang diberikan sudah sesuai menurut buku literatur

Pediatric Dosage Handbook edisi 9 (2002 – 2003). Untuk sefadroksil,

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

35

35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menurut buku Pediatric Dosage Handbook edisi 9 (2002 – 2003) dosis

bayi dan anak – anak adalah 30 mg/kg/hari terbagi dalam 2 kali sehari,

dosis maksimal hingga 2 g/hari, dosis orang dewasa adalah 1 – 2 g/hari

dalam 1 – 2 dosis terbagi, dosis maksimum untuk orang dewasa 4 g/hari.

Dalam penelitian ini, pasien yang diberikan sefadroksil terdapat 3 pasien

dengan kelompok umur 1 – 14 tahun untuk masing – masing dosis 3x300

mg (6 tahun), dosis 3x400 mg (8 tahun) dan dosis 2x250 mg (6 tahun).

Untuk kelompok umur 1 – 14 tahun dosis yang diberikan sesuai dengan

buku literatur Pediatric Dosage Handbook edisi 9 (2002 – 2003).

Dalam penelitian ini, untuk antibiotik sefiksim diberikan dosis 1x1

kapsul (7 tahun) dan dosis 3x1 kapsul (11 tahun) pada kelompok umur 1 –

14 tahun serta pada kelompok umur 15 – 44 tahun (34 tahun) dengan dosis

2x1 kapsul. Disini, dosis 1x1 kapsul yang diberikan untuk pasien pada

kelompok umur 1 – 14 tahun dengan berat badan 25 kg adalah kurang,

sedangkan dosis 3x1 kapsul yang diberikan untuk pasien pada kelompok

umur 1 – 14 tahun sesuai menurut buku literatur Pediatric Dosage

Handbook edisi 9 (2002 – 2003) yaitu dosis untuk bayi dan anak 8

mg/kg/hari dibagi setiap 12 – 24 jam, dosis maksimum 400 mg/hari,

dewasa 400 mg/hari setiap 12 – 24 jam. Apabila diberikan untuk pasien

dewasa dosis tersebut juga sesuai menurut buku literatur Pediatric Dosage

Handbook edisi 9 (2002 – 2003). Sedangkan antibiotik siprofloksasin

terdapat 1 pasien dengan dosis 2x500 mg untuk kelompok umur 1 – 14

tahun (12 tahun). Pada buku Drug Information Handbook, menyatakan

bahwa dosis untuk dewasa infeksi ringan 250 mg 2x/hari, infeksi berat 500

– 750 mg 2x/hari, sehingga dosis yang diberikan sesuai untuk orang

dewasa dan kurang sesuai untuk kelompok umur 1 – 14 tahun. Antibiotik

sefotaksim, di sini digunakan pada pasien kelompok umur < 1 tahun yaitu

umur 6 bulan dengan dosis yang diberikan 2x300 mg. Dalam buku Drug

Information Handbook menunjukkan, dosis untuk bayi dan anak 1 bulan

sampai 12 tahun adalah 50 – 180 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 4 –

6 jam. Untuk pasien dengan umur 6 bulan, dosis tersebut yang diberikan

sesuai menurut buku Drug Information Handbook.

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

36

36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Antibiotik selanjutnya yang digunakan adalah amoksisilin, yaitu

diberikan pada pasien kelompok umur 15 – 44 tahun (27 tahun) dengan

dosis 3x500 mg. Dalam buku Drug Information Handbook menyatakan,

dosis untuk anak ≤ 3 bulan adalah 20 – 30 mg/kg/hari terbagi setiap 12

jam, untuk anak > 3 bulan atau < 40 kg adalah 20 – 50 mg/kg/hari dosis

terbagi setiap 8 – 12 jam, dan untuk dewasa adalah 250 – 500 mg setiap 8

jam atau 500 – 875 mg 2x sehari, dosis maksimum 2 – 3 g/hari. Jadi, dosis

amoksisilin yang diberikan sesuai dengan buku Drug Information

Handbook untuk pasien pada kelompok umur 15 – 44 tahun.

4.13.2.6. Analisis Tepat Cara Pemberian

Berdasarkan data hasil cara pemberian, antibiotik yang diberikan

paling banyak diberikan secara oral yaitu merupakan tepat cara pemberian.

Cara pemberian secara injeksi juga termasuk tepat cara pemberian. Dalam

penelitian ini, pasien yang paling banyak adalah pasien dengan umur 1 –

14 tahun. Antibiotik lebih banyak diberikan secara oral kemungkinan

dikarenakan kebanyakan pasien adalah pasien umur 1 – 14 tahun yang

akan lebih susah diberikan secara injeksi dibandingkan diberikan secara

oral. Karena bentuk sediaan antibiotik yang tersedia di rumah sakit

maupun di pasaran adalah berupa tablet, kapsul atau puyer dan tidak bisa

diberikan secara injkesi sehingga cara pemberiannya secara oral.

4.13.2.7. Analisis Tepat Lama Pemberian

Berdasarkan hasil lama pemberian obat antibiotik menunjukkan

bahwa sebagian besar pasien DHF diberikan terapi antibiotik yaitu

berkisar antara 4 – 6 hari yang merupakan tepat lama pemberian.

Sementara untuk lama pemberian selama 1 – 3 hari, 7 – 9 hari dan > 9 hari

merupakan tidak tepat lama pemberian. Dimana, berdasarkan lama

pemberian antibiotik secara umum adalah antibiotik paling lama diberikan

selama 7 hari atau sampai antibiotik tersebut habis.

Distribusi frekuensi lama pemberian obat antibiotik disini

berdasarkan lama perawatan pasien di RS Mintohardjo, yaitu pasien

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

37

37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

diberikan terapi obat antibiotik pada saat pasien datang ke RS sampai

pasien keluar dari RS. Akan tetapi, ada beberapa pasien yang diberikan

antibiotik berkisar antara 1 – 3 hari kemudian pada hari berikutnya tidak

diberikan antibiotik. Hal ini dikarenakan keluhan pasien pada hari

selanjutnya yang memungkinkan untuk tidak diberikan antibiotik.

4.13.2.8. Analisis waspada efek samping

Berdasarkan hasil penelitian dari keluhan pasien, demam atau

panas, mual, muntah, sakit kepala atau pusing dan lemas adalah keluhan

yang paling banyak dikeluhkan oleh pasien DHF, baik pasien DHF yang

diberikan antibiotik maupun pasien DHF yang tidak diberikan antibiotik.

Infeksi dari gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus pertama

kali dapat memberi gejala sebagai demam dengue.

Keluhan pasien tersebut dapat juga ditimbulkan dari efek samping

obat antibiotik seperti seftriakson yang menimbulkan efek samping

gastrointestinal yaitu faeces encer / diare, mual, muntah, stomatitis dan

glositis. Sefiksim memberikan efek samping seperti syok, reaksi

hipersensitivitas, kelainan hematologi, peningkatan hasil tes fungsi hati,

gangguan saluran cerna, disfungsi ginjal, gangguan pernapasan, sakit

kepala atau pusing. Siprofloksasin mempunyai efek samping seperti mual,

rasa tidak enak pada perut, dyspepsia, kembung, diare dan stomatitis,

kolitis psedomembranosa, sakit kepala, pusing, tidak enak badan,

mengantuk, rasa capek, kegelisahan, insomnia, terkadang depresi,

halusinasi, pandangan kabur, psikosis dan kejang serta kulit kemerahan.

Sedangkan untuk amoksisilin mempunyai efek samping berupa reaksi

kepekaan seperti erythematosus maculopapular, rash, urtikaria, serum

sickness. Reaksi kepekaan yang serius dan fatal pada amoksisilin adalah

anafilaksis terutama terjadi pada penderita yang hipersensitif pada

penisilin, gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare,

reaksi – reaksi hematologik (biasanya bersifat reversibel).

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

38

38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.13.2.9. Analisis Tepat Pasien

Berdasarkan data catatan rekam medis yang didapatkan, tidak

dituliskan atau tidak dicantumkan bahwasannya pasien mempunyai

riwayat alergi, adanya penyakit kelainan ginjal atau kerusakan hati dan

kondisi khusus misalnya pasien tersebut hamil, laktasi, balita atau lansia.

Sehingga terdapat kesulitan untuk mempertimbangkan pemilihan obat dan

untuk menganalisis ketepatan pasien, apakah obat yang diberikan pada

pasien tersebut telah memenuhi syarat tepat pasien atau tidak.

Dalam teori pada penelitian ini, obat yang akan digunakan oleh

pasien mempertimbangkan kondisi individu atau pasien yang

bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan

ginal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi,

balita dan lansia harus dipertimbangkan dalam pemilihan obat. Misalnya

pemberian obat golongan Aminoglikosida pada pasien dengan gagal ginjal

akan meningkatkan resiko nefrotoksik sehingga harus dihindari (Swestika,

2013).

4.13.2.10. Pasien DHF berdasarkan lama perawatan

Berdasarkan hasil penelitian dari lama perawatan pasien DHF,

sebagian besar pasien dirawat di RS selama 4 – 6 hari. Pada penelitian

oleh Afiana dan Mery (2012) dari Universitas Muhammadiyah Semarang

menunjukkan bahwa pasien DHF paling lama dirawat selama 4 – 6 hari di

Rumah Sakit. Ini dilihat dari hasil laboratorium pasien, dimana hasil data

laboratorium berdasarkan kadar trombosit pasien semakin meningkat

setiap harinya. Sehingga memungkinkan pasien untuk tidak dirawat di

rumah sakit atau diperbolehkan pulang. Kadar trombosit normal adalah

150.000 sampai 450.000 trombosit per mikro-liter darah.

4.13.2.11. Pasien DHF berdasarkan data laboratorium

4.13.2.11.1. Pasien DHF berdasarkan kadar trombosit

Berdasarkan hasil data laboratorium dilihat dari kadar trombosit

menunjukkan bahwa sebagian besar pasien mengalami trombositopenia.

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

39

39 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penelitian Afiana dan Merry (2012) dari Universitas Muhammadiyah

Semarang, menunjukkan adanya penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl

biasa terjadi pada pasien DHF, sering terjadi sebelum atau bersamaan

dengan perubahan nilai hematokrit.

Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada

hari ke-3 sampai hari ke-8 sakit, yang sering terjadi sebelum atau

bersamaan dengan perubahan hemtokrit. Penurunan nilai trombosit yang

disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit sangat

unik untuk DHF, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun

atau sebelum syok terjadi.

4.13.2.11.2. Pasien DHF berdasarkan kadar hematokrit

Berdasarkan hasil kadar hematokrit menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan yang mencolok antara jumlah pasien dengan hemokonsentrasi

maupun dengan kadar hematokrit normal. Jumlah pasien dengan keadaan

hemokonsentrasi lebih banyak dibanding pasien dengan kadar hematokrit

normal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Afiana dan Mery (2010)

menunjukkan jumlah pasien dengan keadaan hemokonsentrasi lebih

sedikit disbanding pasien dengan kadar hematokrit normal. Peningkatan

nilai hematokrit terjadi sebelum atau bersamaan dengan penurunan jumlah

trombosit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma

dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Perlu diketahui bahwa nilai

hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan.

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

40

40 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian ini dengan total jumlah 76 sampel terdiri dari 52

sampel pasien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) yang masuk kriteria

inklusi dengan jumlah 26 pasien diberikan antibiotik dan jumlah 26 pasien

tidak diberikan antibiotik serta jumlah 24 data dengan kriteria ekslusi.

2. Dari 52 pasien DHF yang menjalani Rawat Inap di Rumah Sakit Angkatan

Laut (RUMKITAL) Dr. Mintohardjo lebih banyak ditemukan jenis

kelamin perempuan dengan usia berkisar antara 1 – 14 tahun.

3. Penggunaan obat antibiotik yang paling banyak adalah golongan

sefalosporin seftriakson.

4. Terdapat pemberian obat antibiotik pada pasien Dengue Hemorrhagic

Fever (DHF) yaitu tidak tepat indikasi, tidak tepat obat dan tidak tepat

dosis sebanyak 12 pasien (46,15 %) dari 26 pasien. Untuk ketepatan

pasien tidak bisa disimpulkan karena data yang didapat kurang lengkap.

5.2. Saran

1. Kepada peneliti selanjutnya agar dilakukan penelitian lebih lanjut tentang

penggunaan obat antibiotik pada pasien Dengue Hemorrhagic Fever

(DHF).

2. Kepada dokter/perawat di Rumah Sakit agar memperjelas penulisan

Rekam Medis.

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

41

41 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Dertarani, Vindi. 2009. Kajian rasionalitas penggunaan antibiotik di bagian Ilmu

Bedah RSUP Dr. Kariadi periode Agustus-Desember 2008. Semarang: Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro.

Hooton, T. M., and Levy, S. B. 2001. Confronting The Antibiotic Resistance

Crisis: Making Appropriate Therapeutic Decisions in Community Medical

Practic., Medscape Portals.

http://www.rsaldrmintohardjo.com/ (diakses pada tgl 6 Feb. 2014 pukul 10:49)

Kementrian Kesehatan RI. 2011. Modul Penggunaan Obat Rasinoal.

Ken Chen, Herdiman T. Pohan, Robert Sinto. 2009. Diagnosis dan Terapi cairan

pada Demam Berdarah Dengue. Jurnal Medicinus , 22 (1) , 3–7.

Kee JL, Hayes ER. 1996. Pharmacology: a Nursing Process Approach. Jakarta:

Buku Kedokteran EGC. h. 324-327.

Mitrea, LS. 2008. Pharmacology. Canada: Natural Medicine Books. h. 53.

MM DEAH Hapsari. 2010. Tata Laksana Infeksi Dengue. Dalam : : MM DEAH

Hapsari, editor. Update Demam Berdarah Dengue : Naskah lengkap. Semarang :

Balai Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. 45-74

Moh Supriatna. 2010. Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : MM

DEAH Hapsari, editor. Update Demam Berdarah Dengue : Naskah lengkap.

Semarang : Balai Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. 7-28

Neal, Michael J. 2006. Medical Pharmacology At a Glance. Edisi 5. Penerbit

Erlangga.. h. 81

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

42

42 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Rohmani, Afiana dan Merry T.A. 2012. Pemakaian Antibiotik Pada Kasus

Demam Berdarah Dengue Anak Di Rumah Sakit Roemani Semarang Tahun 2010.

Semarang: FK UMS. ISBN: 978-602-18809-0-6. Seminal Hasil – Hasil

Penelitian-LPPM UNIMUS 2012.

Staf Pengajar Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. h. 585- 586.

Staf Pengajar Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. h. 587- 588,

590-595

Stringer, Janet L. 2006. Basic Concepts in Pharmacology: a Student’s Survival

Guide. Edisi 3. (diterjemahkan oleh: dr. Huriawati Hartanto). Jakarta: Buku

Kedokteran EGC. h. 186 – 199.

Swandari, Swestika. 2013. Penggunaan Obat Rasional (POR) Melalui Indikator 8

Tepat dan 1 Waspada. http:bppkmakassar.com diakses pada 4 Maret 2014 pukul

17.26 WIB.

Taketomo, Carol K. Hodding, Jane H. Kraus, Donna M. 2002 – 2003. Pediatric

Dosage Handbook edisi 9. American Pharmaceutical Association.

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

43

43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. DEFINISI KELOMPOK USIA (Pediatric Dosage Handbook edisi 9

(2002 – 2003)

Bayi : umur 1 bulan – 1 tahun

Anak – anak : umur 1 – 12 tahun

Remaja : umur 13 – 18 tahun

Dewasa : umur > 18 tahun

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

44

44 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Alur Penelitian

Pengajuan surat izin penelitian

kepada KARUMKIT dan

BANGDIKLAT RUMKITAL

Dr. Mintohardjo Jakarta

Surat disetujui oleh

KARUMKIT, diterima dan

di ACC oleh pihak

BANGDIKLAT

Administrasi pembayaran Surat ke pihak ruang rawat dari

BANGDIKLAT

Surat ke pihak perawat ( kepala

bidang perawat ) dari

BANGDIKLAT

Surat ke ruang rekam medis

dari BANGDIKLAT

Pengambilan data di ruang

rekam medis Pengolahan data

Penyusunan skripsi

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

45

45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

46

46 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38016/1/SHELLY... · kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik

47

47 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5