Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ISOLASI, SELEKSI, DAN UJI AKTIVITAS
ANTIBAKTERI DARI KAPANG ENDOFIT DAUN
PARIJOTO (Medinilla speciosa Blume) TERHADAP
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli,
dan Shigella dysenteriae
SKRIPSI
RACHMA AYUNDA
NIM. 1111102000054
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ISOLASI, SELEKSI, DAN UJI AKTIVITAS
ANTIBAKTERI DARI KAPANG ENDOFIT DAUN
PARIJOTO (Medinilla speciosa Blume) TERHADAP
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli,
dan Shigella dysenteriae
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
RACHMA AYUNDA
NIM. 1111102000054
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015
iii
iv
v
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Rachma Ayunda
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Kapang
Endofit Daun Parijoto (Medinilla speciosa Blume)
Terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,
Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae
Kapang endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tumbuhan pada
periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan tanpa
membahayakan inangnya, bahkan seringkali bersimbiosis secara mutualistis.
Kapang endofit dapat menghasilkan metabolit sekunder yang berpotensi sebagai
senyawa antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, menseleksi, dan
menguji aktivitas antibakteri dari kapang endofit daun parijoto (Medinilla
speciosa Blume) terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia
coli, dan Shigella dysenteriae. Tanaman Parijoto (Medinilla speciosa Blume)
merupakan tanaman yang tumbuh di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten
Kudus Jawa Tengah yang secara tradisional yang digunakan sebagai obat diare,
sariawan, antiradang, dan antibakteri. Metode yang digunakan untuk uji aktivitas
antibakteri adalah metode difusi cakram atau Kirby-Baurer. Dari hasil penelitian
ini diperoleh 20 isolat kapang endofit yang didapat dari daun yang berwarna hijau
muda, hijau tua, dan hijau kekuningan. Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri
diperoleh 10 isolat kapang endofit, yaitu isolat DPU 1, DPU 3, DPU 4, DTE 1,
DTE 3, DTU 1, DTU 4, DTU 6, DTU 7, dan DTU 9 yang aktif terhadap bakteri
uji tertentu, yaitu Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan
Shigella dysenteriae. Penelitian ini memperlihatkan bahwa daun Medinilla
speciosa Blume mengandung kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri.
Kata kunci : Medinilla speciosa Blume, kapang endofit, difusi cakram, aktivitas
antibakteri
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Rachma Ayunda
Program Study : Pharmacy
Title : Isolation, Selection, and Antibacterial Activity from Mold
Endophytic of Medinilla speciosa Blume Leaves Against
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli,
and Shigella dysenteriae
Endophytic mold are microbes that live inside plant tissue at a certain period and
are able to form colonies in plant tissue without harming the host, often symbiotic
mutualism. Endophytic mold can produce secondary metabolites as a potential
antimicrobial compounds. This study aims to isolate, selecting, and antibacterial
activity from endophytic mold of leaves parijoto (Medinilla speciosa Blume)
against Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, and Shigella
dysenteriae. Parijoto (Medinilla speciosa Blume) is a plant that grows in the
village of the District Dawe Colo Kudus, Central Java which has traditionally
been used as medicine for diarrhea, mouth sores, anti-inflammatory, and
antibacterial. The method used to the antibacterial activity was disc diffusion
method or the Kirby-Baurer. The results of this study was obtained 20 isolates of
endophytic mold that was obtained from young green, dark green, and yellowish
green leaves. Based on results antibacterial activity was obtained ten isolates of
endophytic mold, which is isolates DPU 1, DPU 3, DPU 4, DTE 1, DTE 3, DTU
1, DTU 4, DTU 6, DTU 7, and DTU 9 active against certain bacteria test, which is
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, and Shigella
dysenteriae. This study shows that the leaves of Medinilla speciosa Blume
containing endophytic mold that have a potential as an antibacterial.
Keywords : Medinilla speciosa Blume, endophytic mold, disc diffusion,
antibacterial activity
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas segala nikmat, rahmat, dan karunianya-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam
senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang memberikan
petunjuk bagi umat manusia, semoga kelak kita mendapat syafaatnya di hari
akhir.
Skripsi dengan judul “Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antibakteri dari
Kapang Endofit Daun Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Terhadap
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella
dysenteriae” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mendapat
doa, bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Puteri Amelia, M,Farm., Apt selaku pembimbing pertama dan Bapak Saiful
Bahri, M.Si selaku pembimbing kedua yang senantiasa memberikan arahan,
dukungan, semangat, saran, dan solusi selama melaksanakan penelitian dan
penyelesaian skripsi ini. Semoga segala bantuan dan bimbingan Ibu dan Bapak
mendapatkan imbalan yang lebih baik di sisi Allah SWT.
2. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan motivasi, nasihat, bimbingan dan
ilmu kepada penulis selama menjalankan studi.
5. Ibu Puteri Amelia, M.Farm., Apt selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan nasihat, motivasi, dan semangat selama penulis menjalani
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Semua laboran FKIK dan PLT yang telah membantu keseharian penulis selama
penelitian dan memberikan informasi tentang teknis pengerjaan di laboratorium
kepada penulis.
7. Ayahanda Alm. Eddyzal Zumartin, S.H dan Ibunda Diah Ernawati, M.M. yang
tiada hentinya memberikan dukungan, doa, nasihat, dan bantuan baik materil
maupun non materil selama penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan
skripsi ini. Serta adikku Suci Rachmadani, Eyang Haryanti, H. Alpha
Nugerahajati, S.Kom yang telah memberikan keceriaan dan kebahagiaan dalam
kehidupan ini.
8. Teman-teman seperjuangan penelitian di bidang mikrobiologi Ambar, Ati,
Arini, Puput, Brasti, Meri, Adit, Bachtiar, Karimah, Sumiati, Syaima, Fitri,
Faradhilla, dan Mozer, teman-teman Farmasi 2011, dan terkhusus untuk
sahabat terbaik Fitri dan Happy yang selalu menyemangatiku ketika lelah dan
menjadi motivator bagiku serta memberikan keceriaan semasa perkuliahan
sehingga penulisan skripsi ini selesai.
9. Pihak-pihak lain yang terlibat dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat
ditulis satu persatu, penulis akan selalu mengingat atas kebaikan dan doa-
doanya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih
terhadap kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Saya berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi sumbangan
pengetahuan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembaca pada
umumnya.
Ciputat, 18 Juni 2015
Penulis
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................. vi
ABSTRACT .............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ............................ x
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii
TAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah ......................................................................... 4
1.4 Hipotesis ................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5
2.1 Tumbuhan Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ...................... 5
2.2 Mikroba Endofit ...................................................................... 7
2.3 Antimikroba ............................................................................. 11
2.4 Uji Aktivitas Antimikroba ....................................................... 14
2.5 Kapang .................................................................................... 16
2.6 Bakteri Gram Positif dan Negatif ............................................. 17
2.7 Bakteri Uji ................................................................................ 18
2.8 Fase pertumbuhan mikroorganisme .......................................... 22
BAB 3. METODE PENELITIAN .............................................................. 24
3.1. Tempat dan waktu penelitian ................................................... 24
3.2. Alat dan Bahan ....................................................................... 24
3.3. Prosedur Penelitian .................................................................. 25
3.3.1. Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba ........................ 25
3.3.2. Isolasi Kapang Endofit ................................................... 27
3.3.3 Pemurnian Kapang Endofit ............................................ 28
3.3.4 Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai
Antibakteri ..................................................................... 28
3.3.5 Karakterisasi Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai
Antibakteri ..................................................................... 29
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.6. Fermentasi Kapang Endofit ............................................ 29
3.3.7. Cek Kemurnian Bakteri Uji ............................................ 30
3.3.8. Uji Aktivitas Antibakteri ............................................... 30
3.3.8.1. Peremajaan Bkateri Uji ...................................... 30
3.3.8.2. Peremajaan Bkateri Uji ...................................... 31
3.3.8.3. Peremajaan Bkateri Uji ...................................... 31
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 33
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 66
5.1. Kesimpulan ............................................................................. 66
5.2. Saran ....................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 68
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Tumbuhan Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ......................... 6
Gambar 4.1. Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa
Blume pada Daun Berwarna Hijau Muda ................................... 36
Gambar 4.2. Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla
speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Muda .................... 36
Gambar 4.3. Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa
Blume pada Daun Berwarna Hijau Tua........................................ 37
Gambar 4.4. Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit
Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Tua ....... 37
Gambar 4.5. Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa
Blume pada Daun Berwarna Hijau Kekuningan .......................... 37
Gambar 4.6. Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit
Medinilla speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau
Kekuningan ................................................................................. 38
Gambar 4.7. Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Staphylococcus
aureus dan Bacillus .................................................................... 41
Gambar 4.8. Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Escherichia
coli dan Shigella dysenteriae ....................................................... 43
Gambar 4.9. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 1 ....... 45
Gambar 4.10.Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 3 ...... 46
Gambar 4.11. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 4 ..... 47
Gambar 4.12. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTE 1 ..... 48
Gambar 4.13. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTE 3 ..... 49
Gambar 4.14. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 1 ..... 50
Gambar 4.15. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 4 ..... 51
Gambar 4.16. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 6 ..... 52
Gambar 4.17. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 7 ..... 53
Gambar 4.18. Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 9 ..... 54
Gambar 4.19. Identifikasi Makroskopis dan Mikroskopis Staphylococcus
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
aureus ....................................................................................... 56
Gambar 4.20. Identifikasi Makroskopis dan Mikroskopis Bacillus subtilis .... 56
Gambar 4.21. Identifikasi Makroskopis dan Mikroskopis Escherichia coli .... 57
Gambar 4.22. Identifikasi Makroskopis dan Mikroskopis Shigella
dysenteriae ................................................................................ 57
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Ciri Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif ................................... 18
Tabel 4.1. Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Bakteri Uji ...................... 39
Tabel 4.2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit .................... 61
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Alur Penelitian ....................................................................... 76
Lampiran 2. Determinasi Tumbuhan Parijoto (Medinilla speciosa Blume)
............................................................................................... 77
Lampiran 3. Bagan Kerja Isolasi Kapang Endofit ....................................... 78
Lampiran 4. Bagan Kerja Pemurnian Kapang Endofit ................................ 79
Lampiran 5. Bagan Kerja Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi
Sebagai Antibakteri ................................................................ 80
Lampiran 6. Bagan Kerja Karakterisasi Kapang Endofit yang Berpotensi
Sebagai Antibakteri ................................................................ 81
Lampiran 7. Bagan Kerja Fermentasi Kapang Endofit ................................. 82
Lampiran 8. Bagan Kerja Identifikasi Bakteri Uji ........................................ 83
Lampiran 9. Kerja Peremajaan Bakteri Uji .................................................. 84
Lampiran 10. Bagan Kerja Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ........ 85
Lampiran 11. Bagan Kerja Uji Aktivitas Antibakteri .................................... 86
Lampiran 12. Hasil Fermentasi Kapang Endofit .............................................. 87
Lampiran 13. Absorbansi Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ............................. 89
Lampiran 14. Uji Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit ................................ 90
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang, dimana tingkat kesadaran
masyarakat untuk menjaga kesehatan masih sangat kurang. Hal ini menyebabkan
masyarakat mudah untuk terjangkit suatu penyakit terutama penyakit infeksi
(Sumampouw et al., 2010). Penyakit infeksi ini dapat disebabkan beberapa
mikroba patogen seperti virus, bakteri, dan fungi.
Mikroba patogen merupakan mikroba penyebab penyakit infeksi yang
sering terjadi di masyarakat. Pengendalian mikroba patogen penting dilakukan
untuk mencegah penyebaran penyakit infeksi (Liana, 2010). Penyakit infeksi
dapat ditangani dengan menggunakan antibiotik. Terapi antibiotik beberapa tahun
lalu dinyatakan berhasil dalam mengatasi penyebaran mikroba patogen. Akan
tetapi, maraknya penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan
resistensi terhadap mikroba patogen (Sjahrurrahman et al., 1999). Hal ini
menyebabkan pencarian obat antimikroba (senyawa bioaktif) yang baru terus
dilakukan. Senyawa bioaktif dapat diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya
dari tumbuhan, hewan, mikroba dan mikroorganisme laut (Prihatiningtias, 2005).
Salah satu sumber senyawa bioaktif yang berasal dari mikroba adalah
mikroba endofit. Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan
tumbuhan pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan
tumbuhan tanpa membahayakan inangnya (Tan RX et al., 2001 dalam Radji,
2005). Tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang
menghasilkan metabolit sekunder (Rante et al., 2013). Mikroba endofit mampu
menghasilkan metabolit sekunder seperti alkaloid, terpen, steroid, flavonoid,
kuinon, fenol dan sebagainya. Senyawa-senyawa ini sebagian besar mempunyai
potensi besar sebagai senyawa bioaktif (Tan RX et al., 2001 dalam
Prihatiningtias, 2005). Mikroba endofit dapat berupa bakteri atau kapang, tetapi
saat ini yang lebih banyak dieksplorasi adalah kelompok kapang endofit (Sinaga
et al., 2009). Kapang endofit dapat menghasilkan senyawa yang berfungsi sebagai
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antibiotik, antivirus, antimalaria, antikanker, antioksidan, antidiabetes, dan
imunosupresif (Radji, 2005).
Mikroba endofit dapat memproduksi senyawa-senyawa bioaktif, baik yang
sama dengan inangnya ataupun berbeda tetapi seringkali memiliki aktivitas
biologis yang serupa dengan senyawa bioaktif yang diproduksi inangnya (Sinaga
et al., 2009). Strobel dan Daisy (2003) dalam Sinaga et al, 2009 bahkan
menyatakan bahwa senyawa yang dihasilkan oleh mikroba endofit seringkali
memiliki aktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan inangnya.
Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa bioaktif merupakan
peluang yang sangat menantang dalam penyediaan bahan baku obat. Pembiakan
atau kultur mikroba endofit dapat dilakukan dalam jumlah yang sangat besar
tanpa memerlukan lahan yang luas sebagaimana halnya tumbuh-tumbuhan.
Pemanfaatan mikroba endofit sebagai sumber bahan baku obat juga akan
mereduksi kerusakan alam yang disebabkan oleh penebangan tumbuhan obat
dalam jumlah besar (Sinaga et al., 2009).
Banyak kelompok kapang endofit yang mampu memproduksi senyawa
antibiotik yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogen terhadap manusia,
hewan dan tumbuhan terutama dari genus Coniothirum dan Microsphaeropsis
(Petrini et al., 1992 dalam Prihatingtias, 2005). Penelitian Dreyfuss et al., (1986)
dalam Prihatingtias, 2005 menunjukkan bahwa aktivitas isolat-isolat endofit
Pleurophomopsis sp. dan Cryptosporiopsis sp. yang diisolasi dari tumbuhan
Cardamin heptaphylla mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi. Isolat-isolat
tersebut menghasilkan penisilin N, sporiofungin A, B, C. Suatu penelitian yang
dilakukan oleh Tscherter dan Dreyfuss (1982) dalam Petrini et al., (1992)
menghasilkan suatu kesimpulan bahwa galur-galur endofit Cryptosporiopsis pada
umumnya merupakan penghasil senyawa antibiotik berspektrum luas. Sebagai
contoh lain adalah phomopsikhalasin yang merupakan golongan sitokhalasin dan
merupakan senyawa metabolik kapang endofit Phomopsis sp. Dengan metode
difusi, senyawa ini mampu menghambat aktivitas bakteri Bacillus subtilis,
Salmonella gallinarium, dan Staphylococcus aureus (Horn et al., 1995 dalam
Prihatiningtias, 2005).
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Salah satu kekayaan alam di Indonesia adalah Parijoto atau Medinilla
speciosa Blume. Medinilla merupakan genus yang berasal dari familia
Melastomataceae yang memiliki sekitar 418 spesies dan varietas genus. Medinilla
pertama kali ditemukan pada tahun 1800an di Philiphina yang digunakan sebagai
tanaman hias, spesies yang ditemukan adalah Medinilla magnificient (Mariana et
al., 2012). Medinilla speciosa Blume merupakan tanaman khas dari Desa Colo
Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Jawa Tengah yang tumbuh liar di lereng
gunung atau di hutan-hutan dan kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias
(Wibowo et al., 2012). Daun dan buah Medinilla speciosa Blume digunakan
secara tradisional bagi masyarakat sebagai obat diare, sariawan, antiradang, dan
antibakteri, khususnya daun M. speciosa yang digunakan sebagai obat diare
(Anonim, 2014).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak metanol, etil asetat dan n-
heksan buah Medinilla speciosa Blume memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi 200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, 25 mg/mL, dan 12,5 mg/mL
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pada konsentrasi
200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, 25 mg/mL, dan 12,5 mg/mL ekstrak etil
asetat mempunyai aktivitas antibakteri lebih besar daripada ekstrak metanol dan
ekstrak n-heksan dengan diameter hambat 17,67 mm; 16,3 mm; 15,67 mm; 14,67
mm; 13,33 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan 12,33 mm; 11,33
mm; 10,67 mm; 9 mm; 8 mm terhadap bakteri Escherichia coli (Niswah, 2014).
Senyawa metabolit sekunder seperti glikosida, saponin, tanin, flavonoid,
terpenoid, dan alkaloid telah dilaporkan mempunyai aktivitas antibakteri (Okeke
et al., 2001 dan Rahman et al., 2010 dalam Niswah, 2014).
Sejauh ini, belum ditemukan adanya penelitian mengenai aktivitas
antibakteri yang terdapat dalam kapang endofit tumbuhan Medinilla speciosa
Blume. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah melakukan isolasi, seleksi,
dan uji aktivitas antibakteri dari kapang endofit daun parijoto (Medinilla speciosa
Blume) terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan
Shigella dysenteriae.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah pada daun parijoto (Medinilla speciosa Blume) dapat ditemukan
kapang endofit?
2. Apakah kapang endofit dari daun parijoto (Medinilla speciosa Blume)
memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus
subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae?
I.3 Hipotesis
Kapang endofit yang diisolasi dari daun parijoto (Medinilla speciosa
Blume) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus
subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk melakukan isolasi kapang endofit pada daun parijoto (Medinilla
speciosa Blume).
2. Untuk melakukan seleksi kapang endofit pada daun parijoto (Medinilla
speciosa Blume).
3. Untuk mengetahui aktivitas kapang endofit dari daun parijoto sebagai
senyawa antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,
Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi tentang keberadaan kapang endofit yang diisolasi dari
daun parijoto (Medinilla speciosa Blume).
2. Menambah pengetahuan peneliti di bidang mikrobiologi, khususnya tentang
kapang endofit yang mempunyai potensi sebagai penghasil senyawa
antibakteri yang dimanfaatkan untuk mendapatkan sumber obat baru
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Medinilla speciosa Blume
2.1.1 Taksonomi
Klasifikasi tanaman Medinilla speciosa Blume adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Melastomataceae
Genus : Medinilla
Spesies : Medinilla speciosa Blume
(GBIF, 2013)
2.1.2 Morfologi
Parijoto merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1-2 m; batang bulat,
kulit dengan lapisan gabus jika tua, bergerigi kasar, putih kecoklatan; daun
tunggal, bersilang berhadapan, tangkai pendek, bulat, lunak, warna ungu
kemerahan, helaian daun bentuk lonjong, pangkal dan ujung runcing, tepi rata,
panjang 10-20 cm, lebar 4-15 cm, pertulangan melengkung, permukaan atas licin,
berwarna hijau, permukaan bawah kasar, warna hijau kelabu; bunga majemuk, di
ketiak daun, sempurna, berkelamin ganda, kelopak 5 helai, ujung runcing, pangkal
berlekat, panjang 3-8 mm, warna ungu tua, benang sari 2 kali lipat jumlah
mahkota, kepala sari berupa kuncup membengkok, warna merah keunguan, kepala
putik duduk di atas bakal buah, kepala putik bulat, ungu, mahkota lepas, 5 helai,
bentuk kuku, panjang 5-8 mm, warna merah muda; buah bulat, bagian ujung
berbenjol bekas pelekatan kelopak, diameter 5-8 mm, warna merah keunguan; biji
bulat, jumlah banyak, kecil, putih; akar serabut, putih kotor (Anonim, 2014).
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.1 Tumbuhan Parijoto / Medinilla speciosa Blume
[Sumber : Koleksi Niswah, 2014]
2.1.3 Tempat Tumbuh
Merupakan tumbuhan liar di lereng-lereng gunung atau di hutan-hutan dan
kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Tumbuh baik pada tanah yang
berhumus tinggi dan lembab, pada ketinggian 800 m sampai 2.300 m di atas
permukaan laut. Berbunga pada bulan November-Januari dan waktu panen tepat
bulan Maret-Mei (Anonim, 2014).
2.1.4 Kandungan Kimia
Daun dan buah parijoto mengandung saponin dan kardenolin, di samping
itu buahnya mengandung flavonid dan daunnya mengandung tanin (Anonim,
2014). Selain itu, buah parijoto juga mengandung terpenoid dan glikosida
(Niswah, 2014 dan Mukkaromah, 2015).
2.1.5 Khasiat
Secara tradisional parijoto digunakan sebagai obat sariawan, diare,
antiradang dan antibakteri, khususnya daun parijoto yang digunakan sebagai obat
diare (Anonim, 2014). Parijoto dipercaya oleh masyarakat di daerah Gunung
Merapi dapat meningkatkan kesuburan janin dan kesehatan ibu hamil (Anggana,
2011).
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2 Mikroba Endofit
2.2.1 Definisi
Endofit berasal dari bahasa Yunani, “endo” berarti di dalam dan “fit”
(phyte) berarti tumbuhan (Agusta, 2009). Mikroba endofit adalah mikroba yang
hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan
membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya.
Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang
mampu menghasilkan senyawa biologi atau senyawa metabolit sekunder yang
diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic recombination) dari
tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit (Tan RX et al., 2001 dalam Radji,
2005). Endofit mampu hidup pada variasi suhu yang luas, dengan suhu optimum
pada suhu 20°C sampai 26°C (Labeda, 1990).
Mikroba endofit terdiri atas bakteri, kapang, dan aktinomicetes, namun
yang paling banyak ditemukan adalah golongan kapang dan aktinomicetes.
Mikroba endofit mendapat perhatian besar karena dapat menghasilkan senyawa
bioaktif yang dapat berpotensi sebagai antibiotik disebabkan karena aktivitasnya
yang besar dalam membunuh beberapa mikroba patogen. Disamping itu, mikroba
endofit juga mampu menghasilkan senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai
antikanker, antimalaria, anti HIV, antioksidan, dan sebagainya (Prihatiningtias,
2006).
Mikroba endofit yang diisolasi dari tumbuhan obat akan memiliki aktivitas
yang lebih besar dibandingkan dengan aktivitas tumbuhan inangnya. Dilihat dari
segi efisiensi, hal ini menguntungkan, karena siklus hidup mikroba endofit lebih
singkat dibandingkan siklus hidup tumbuhan inangnya, sehingga dapat
menghemat waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan senyawa tersebut. Jumlah
senyawa yang diproduksi dapat dibuat dengan skala besar dengan menggunakan
proses fermentasi. Disamping itu, keuntungan lain yang diperoleh, yaitu menjaga
kelestarian tumbuhan obat, terutama yang termasuk jenis tumbuhan langka, agar
tidak dieksploitasi secara terus menerus yang mengakibatkan kepunahan
(Prihatiningtias, 2006).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2 Isolasi Kapang Endofit
Prosedur untuk mengisolasi kapang endofit pada umumnya relatif mudah.
Salah satu hal yang penting dalam mengisolasi kapang endofit adalah
mempertahankan kesegaran sampel. Bila sampel disimpan dalam waktu yang
cukup lama, akan terjadi kematian jaringan. Meskipun demikian, masih
memungkinkan untuk mengisolasi sejumlah kapang endofit dari jaringan yang
telah layu setelah penyimpanan beku (Freezing) dalam waktu lebih dari satu tahun
(Wahyudi, 1997).
Isolasi dimulai dengan melakukan sterilisasi permukaan. Pada umumnya,
untuk sterilisasi permukaan organ tumbuhan dengan cara merendamnya dalam
alkohol (70%-95%). Akan tetapi, kemampuan alkohol untuk mensterilkan
permukaan organ tumbuhan tersebut mempunyai spektrum yang sempit atau
sangat terbatas sehingga perlu dikombinasi dengan bahan kimia lainnya, dan
biasanya sering dikombinasikan dengan 5,3% larutan Natrium Hipoklorit
(NaOCl). Di samping itu, bahan kimia yang bersifat sebagai oksidan, seperti H2O2
(3%) dan KMnO4 (2%) juga dapat dipakai untuk mensterilkan permukaan organ
tumbuhan (Zang et al., 2006). Etanol merupakan derivat alkohol yang efektif dan
dapat diandalkan untuk sterilisasi dan disinfeksi. Natrium Hipoklorit adalah klorin
yang paling banyak dipakai untuk disinfeksi dan menghilangkan bau, karena
bersifat relatif tidak membahayakan bagi jaringan manusia, mudah ditangani,
tidak berwarna dan tidak mewarnai, meskipun dapat memudarkan warna (Block
SS, 1977 dan Chatim et al., 1993).
Sterilisasi dilakukan dengan cara mencuci tanaman yang masih segar
dengan air mengalir selama 10 menit. Setiap sampel dipotong menjadi potongan-
potongan kecil berukuran 1 cm, selanjutnya disterilisasi dengan cara
merendamkan ke dalam etanol dan NaOCl dan terakhir dibilas kembali dengan
etanol selama setengah menit (Wahyudi, 1997).
Proses isolasi selanjutnya dilakukan dengan metode tanam langsung yaitu
setelah perendaman berakhir pada etanol selama setengah menit, potongan sampel
dibiarkan kering di udara dalam Laminar Air Flow dan diletakkan di atas kertas
tisu steril. Potongan-potongan kecil tersebut kemudian diletakkan di atas media
seperti Corn Meal Malt Agar (CMMA) dan Nutrient Agar (NA) dengan posisi
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
permukaan belahan menempel pada agar medium. Tiap cawan petri bersisi 4
potongan (1, 2, 3 dan 4) (Wahyudi, 1997).
Pemilihan medium tumbuh pada tahap pertama isolasi mungkin juga akan
sangat berpengaruh terhadap jumlah dan jenis kapang endofit yang akan terisolasi.
Sebagai contoh, pada proses isolasi kapang endofit dari tanaman teh yang
menggunakan medium Corn Meal Malt Agar (CMMA) dengan antibiotik
kloramfenikol telah dilaporkan hanya 6 jenis kapang endofit yang berhasil
diperoleh (Agusta et al., 2006). Namun, pada proses isolasi kapang endofit dari
tanaman teh dengan menggunakan medium dari agar tanpa penambahan antibiotik
memberikan dua jenis kapang yang sama sekali berbeda dengan yang diperoleh
dari proses isolasi dengan medium CMMA dan antibiotik. Pada medium agar,
khamir memperlihatkan pertumbuhan yang lambat sehingga dapat digunakan
untuk purifikasi isolat kapang filamen yang tercampur dengan khamir (Agusta et
al., 2006).
Pembiakan isolat mikroba endofit membutuhkan waktu yang bervariasi.
Isolasi kapang endofit membutuhkan waktu yang relatif lama kurang lebih 5
sampai 21 hari diinkubasi pada suhu ruang (27-29°C). Waktu inkubasi yang
cukup lama ini disebabkan bahwa kebanyakan kapang endofit mempunyai sifat
sebagai mikroorganisme lambat tumbuh (Wahyudi, 1997).
Zhang et al., (2006) merekomendasikan bahwa kapang endofit akan mulai
tumbuh pada minggu kedua setelah inkubasi dan kapang yang tumbuh sebelum
waktu tersebut kemungkinan besar adalah kontaminan. Namun, perlu diingat
bahwa medium yang digunakan selama proses isolasi adalah medium yang kaya
akan nutrisi sehingga sangat mungkin untuk mempercepat pertumbuhan kapang
endofit. Pada medium yang kaya akan nutrisi seperti CMMA dan PDA, pada hari
ketiga atau keempat sudah terlihat adanya kapang endofit yang tumbuh.
Sementara pada medium yang relatif miskin nutrien, seperti medium agar,
membutuhkan waktu 1 sampai 2 minggu untuk pemunculan koloni kapang. Untuk
itu, cara yang paling rasional untuk mengidentifikasi kontaminan adalah dengan
melakukan isolasi kapang endofit berulang kali (paling tidak 3 kali) (Agusta et al.,
2006).
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.3 Fermentasi Mikroba Endofit
Fermentasi adalah proses yang memanfaatkan kemampuan mikroba untuk
menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder dalam suatu lingkungan
yang dikendalikan. Pengendalian dilakukan dengan pengaturan kondisi medium,
komposisi medium, suplai O2 dan agitasi. Pada fermentasi terjadi perubahan
struktur kimia dan bahan-bahan organik dengan memanfaatkan agen-agen
biologis terutama enzim sebagai bioakatalis. Produk fermentasi dapat digolongkan
menjadi 4 jenis yaitu : produk biomassa, produk enzim, produk metabolit, dan
produk transformasi (Judoamidjojo et al., 1990).
Dalam bioproses, fermentasi memegang peranan penting karena
merupakan proses utama bagi produksi senyawa-senyawa berbasis biologi.
Senyawa yang dihasilkan merupakan hasil metabolit dari mikroba seperti
antibiotik, asam-asam organik, aldehid, dan alkohol. Medium yang digunakan
dalam fermentasi harus memenuhi syarat seperti: mengandung nutrisi yang
dibutuhkan bagi pertumbuhan sel mikroba, mengandung nutrisi yang dapat
digunakan sebagai sumber energi bagi mikroba, tidak mengandung zat yang dapat
membahayakan pertumbuhan sel, dan tidak terdapat kontaminan yang dapat
meningkatkan persaingan dalam penggunaan substrat (Judoamidjojo et al., 1990).
2.2.4 Kapang Endofit Penghasil Antimikroba
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, diperoleh beberapa kapang
endofit yang menghasilkan antimikroba. Fisher (1989) menyatakan bahwa lebih
dari 30% kapang endofit yang berhasil diisolasi memiliki aktivitas terhadap
bakteri dan fungi patogen.
Banyak kelompok kapang endofit yang mampu memproduksi senyawa
antibiotik yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogen terhadap manusia,
hewan dan tumbuhan, terutama dari genus Coniothrium dan Microsphaeropsis
(Petrini, 1992). Penelitian Dreyfuss et al., (1986) dalam Widyati Prihatiningtias
(2006), menunjukkan aktivitas yang tinggi dari penisilin N, sporiofungin A, B
serta C yang dihasilkan oleh isolat-isolat endofit Pleurophomopsis sp. dan
Cryptosporiopsis sp. yang diisolasi dari tumbuhan Cardamin heptaphylla. Kapang
endofit yang diisolasi dari tanaman obat sambung nyawa (Gynura procumbens)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans dan Bacillus subtilis
(Simartama et al., 2007).
Cryptocandin adalah senyawa kapang yang dihasilkan oleh mikroba
endofit Cryptosporiopsis quercina yang berhasil diisolasi dari tanaman obat
Tripterigeum wilfordii, dan berkhasiat sebagai antifungi yang patogen terhadap
manusia yaitu Candida albicans dan Trichopyton sp. Pestalotiopsis micrispora
merupakan mikroba endofit yang paling sering ditemukan di tanaman hutan
lindung di seluruh dunia. Endofit ini menghasilkan metabolit sekunder ambuic
acid yang berkhasiat sebagai antifungi (Li, JY et al., 2001 dalam Radji, 2005).
Phomopsichalasin merupakan metabolit yang diisolasi dari mikroba endofit
Phomopsis sp., berkhasiat sebagai antibakteri Bacillus subtilis, Salmonella
enterica, Staphylococcus aureus, dan juga dapat menghambat pertumbuhan fungi
Candida tropicalis (Horn WS et al., 1995 dalam Radji, 2005).
2.3 Antimikroba
2.3.1 Definisi
Antimikroba merupakan obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba
yang merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba
penyebab infeksi pada manusia harus memiliki toksisitas selektif setinggi
mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba,
tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Setiabudy, 2007).
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,
yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik
dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun, antimikroba
sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamid dan
kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibotik (Setiabudy, 2007).
2.3.2. Antibakteri
Antibakteri adalah zat aktif yang memiliki efek menghambat atau
mematikan bakteri, sedangkan toksisitasnya relatif lebih kecil pada manusia.
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, antibakteri terbagi menjadi
(Ganiswarna et al., 1995) :
a. Bakteriostatik : yaitu zat yang hanya menghambat pertumbuhan bakteri.
b. Bakterisidal : yaitu zat yang dapat membunuh bakteri.
Berdasarkan spektrumnya, antibakteri terbagi menjadi (Ganiswarna et al.,
1995) :
a. Spektrum luas : zat yang aktif terhadap bakteri Gram negatif dan Gram
positif. Contohnya adalah tetrasiklin dan kloramfenikol.
b. Spektrum sempit : zat yang aktif terhadap Gram negatif atau Gram positif
saja. Contonya adalah penisilin yang aktif terhadap bakteri Gram positif.
Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba
atau membunuhnya, masing-masing dikenal dengan kadar hambat minimal
(KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya
dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisidal bila kadar
antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudy, 2007).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dibagi dalam lima kelompok
(Setiabudy, 2007), yaitu :
1. Antibakteri yang menggangu metabolisme sel bakteri
Bakteri membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya.
Bakteri mensintesis sendiri asam folat dari asam amino benzoat (PABA)
untuk kebutuhan hidupnya. Apabila antibakteri menang bersaing dengan
PABA, maka terbentuk analog asam folat yang nonfungsional. Akibatnya
kehidupan bakteri akan terganggu. Antibiotik yang termasuk dalam kelompok
ini adalah sulfonamid, trimetropin, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon.
2. Antibakteri yang menghambat sintesis dinding sel bakteri
Antibakteri menghambat reaksi dalam proses pembentukan dinding sel.
Hal ini disebabkan karena tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih tinggi
daripada di luar sel, maka kerusakan dinding sel bakteri akan menyebabkan
terjadinya lisis yang merupakan dasar efek bakterisidal pada bakteri yang
peka. Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin,
sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin.
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Antibakteri yang mengganggu keutuhan membran sel bakteri
Antibakteri dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat
pada fosfolipid membran sel mikroba. Antibakteri yang mengubah tegangan
permukaan, dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel bakteri.
Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting
dari dalam sel bakteri, yaitu protein, asam nukleat, nukleotida, dan lain-lain.
Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah polimiksin, golongan
polien, serta berbagai antimikroba kemoteurapetik.
4. Antibakteri yang menghambat sintesis protein sel bakteri
Untuk kehidupannya, sel bakteri perlu mensintesis berbagai protein.
Sintesis protein bakteri berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan
tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri dari 2 subunit berdasarkan konstanta
sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Untuk berfungsi pada
sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA
menjadi ribosom 70S. Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini adalah
aminoglikosida, makrolida, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol.
Penghambatan sintesis terjadi dengan berbagai cara, diantaranya :
a. Antibakteri berikatan dengan komponen ribosom 30S dan menyebabkan
kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein.
Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal.
b. Antibakteri berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat translokasi
kompleks tRNA-peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida.
Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam
amino tidak dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang baru.
c. Antibakteri berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya
kompleks tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.
d. Antibakteri berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat pengikatan
asam amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptidil transferase.
5. Antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel bakteri
Antibakteri berikatan dengan enzim polimerasi-RNA sehingga
menghambat sintesis RNA dan DNA. Selain itu, antibakteri juga
menghambat enzim DNA girase pada bakteri yang fungsinya menata
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga bisa muat
dalam sel bakteri yang kecil. Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini
adalah rifampisin dan golongan kuinolon.
2.4 Uji Aktivitas Antimikroba
Metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi aktivitas antimikroba
dalam produk alam terbagi menjadi dua kelompok, yaitu metode difusi dan dilusi.
Metode difusi dikenal dengan teknik kualitatif karena metode ini hanya
memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya aktivitas antimikroba dalam
suatu sampel uji. Sedangkan metode dilusi merupakan teknik kuantitatif yang
dapat digunakan untuk mengukur Konsentrasi Hambat Mininum (KHM) dan
Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) (Vanden & Vlientink, 1991 dalam Valgas
et al., 2007).
2.4.1 Metode Difusi
Pada metode ini, zat antimikroba yang akan ditentukan aktivitasnya
berdifusi pada lempeng agar yang telah diinokulasi mikroba uji. Dasar
pengamatannya adalah dengan melihat ada atau tidaknya zona hambat
pertumbuhan mikroba (Lorian, 1980). Metode difusi dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu :
a. Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer)/Metode cakram
Pada metode ini, kertas filter cakram (dengan diameter ± 6 mm), berisi
senyawa uji yang ditempatkan pada permukaan yang sebelumnya telah
diinokulasi dengan mikroba uji. Kemudian, diinkubasi pada suhu kamar (27-
29°C) selama 1 sampai 2 minggu untuk fungi dan pada suhu 37°C selama 18-
24 jam untuk bakteri. Agen antimikroba akan berdifusi ke dalam agar dan
menghambat pertumbuhan mikroba uji. Kemudian ada atau tidaknya zona
hambat dapat diamati di sekeliling cakram (Lorian, 1980).
Pembacaan hasil percobaan didasarkan atas besarnya zona hambat yang
terbentuk dan dinyatakan dalam tiga kategori (Lorian, 1980) :
1. Zona hambat total : bila zona hambat yang terbentuk disekitar cakram
terlihat jernih.
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Zona hambat parsial : bila di dalam zona hambat yang terbentuk masih
terlihat adanya pertumbuhan beberapa koloni baru.
3. Zona hambat nol : bila tidak ada zona hambat yang terbentuk di sekitar
cakram.
Kriteria kekuatan daya hambat adalah sebagai berikut (Davis dan Stout,
1971) :
1. Sangat kuat (zona hambat > 20 mm)
2. Kuat (zona hambat 10-20 mm)
3. Sedang (zona hambat 5-10 mm)
4. Lemah (zona hambat < 5 mm)
b. Ditch-plate technique/Metode parit
Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan
pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri
pada bagian tengah secara membujur. Mikroba uji (maksimum 6 macam)
digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi, 2008). Lalu,
diinkubasi pada suhu kamar (27-29°C) selama 1 sampai 2 minggu untuk
fungi dan pada suhu 37°C selama 18-24 jam untuk bakteri. Kemudian,
diamati ada atau tidaknya zona hambat terhadap pertumbuhan mikroba uji
disekeliling parit (Lorian, 1980).
c. Cup-plate technique/Metode lubang atau cawan
Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, di mana dibuat lubang
pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme. Pada lubang
tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji (Pratiwi, 2008). Lalu,
diinkubasi pada suhu kamar (27-29°C) selama 1 sampai 2 minggu untuk
fungi dan pada suhu 37°C selama 18-24 jam untuk bakteri. Kemudian,
diamati ada atau tidaknya zona hambat terhadap pertumbuhan mikroba uji
disekeliling lubang (Lorian, 1980).
2.4.2 Metode Dilusi
Pada metode ini zat antimikroba yang akan diuji dicampur dengan media
yang kemudian diinokulasi dengan mikroba. Dasar pengamatannya adalah dengan
melihat tumbuh atau tidaknya mikroba di dalam media. Aktivitas zat antimikroba
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditentukan sebagai konsentrasi hambat minimal (KHM) dan konsentrasi bunuh
minimal (KBM) (Lorian, 1980).
Metode ini dilakukan dengan beberapa cara :
a. Metode dilusi cair
Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen
antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji.
Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa
adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang
ditetapkan sebagai KHM selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa
penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba dan diinkubasi selama
18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan
sebagai KBM (Pratiwi, 2008)
b. Metode dilusi padat
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen
antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji
(Pratiwi, 2008).
2.5 Kapang
Kapang adalah organisme kemoheterotrof yang memerlukan senyawa
organik untuk nutrisinya (sumber karbon dan energi). Bila sumber nutrisi tersebut
diperoleh dari bahan organik mati, maka kapang tersebut bersifat saprofit. Kapang
saprofit mendekomposisi sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks dan
menguraikannya menjadi zat yang lebih sederhana. Dalam hal ini, kapang bersifat
menguntungkan sebagai elemen daur ulang yang vital (Pratiwi, 2008).
Beberapa kapang juga bersifat menguntungkan karena merupakan bahan
makanan, misalnya cendawan (mushroom), dan beberapa kapang dapat
bersimbiosis dengan akar tanaman tertentu yang membantu penyerapan air dan
mineral tanah oleh akar. Simbiosis ini dikenal dengan nama mikoriza. Beberapa
kapang dapat bersifat parasit dengan memperoleh senyawa organik dari
mikroorganisme hidup. Dalam hal ini, kapang bersifat merugikan karena
menimbulkan penyakit pada manusia, hewan, maupun tanaman (Pratiwi, 2008).
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5.1 Identifikasi Kapang Endofit
Identifikasi kapang dilakukan dengan mengamati beberapa karakter
morfologi baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis. Pengamatan
makroskopis meliputi warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung
menggunung, licin), tekstur, zonasi, daerah tumbuh, garis-garis radial dan
konsentris, warna balik koloni (reverse color) dan tetes eksudat (Ilyas, 2007).
Pengamatan secara mikroskopis meliputi sekat hifa (bersekat atau tidak
bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), warna hifa (hialin,
transparan, atau gelap), ada tidaknya konidia dan bentuk konidia (bulat, lonjong,
berantai atau tidak beraturan) (Ariyono, 2014).
2.6 Bakteri Gram Positif dan Negatif
Bakteri merupakan sel prokariotik yang khas, uniseluler (sel tunggal) dan
tidak mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya. Sel-
selnya secara khas, berbentuk bola seperti batang atau spiral. Bakteri mempunyai
diameter sekitar 0,5-1,0 µm dan panjangnya 1,5 sampai 2,5 µm. Reproduksi
terutama dengan pembelahan biner sederhana, yaitu proses aseksual. Beberapa
bakteri dapat tumbuh pada suhu 0°C, ada juga yang tumbuh dengan baik pada
sumber air panas yang suhunya 90°C atau lebih. Kebanyakan bakteri tumbuh pada
berbagai suhu di antara kedua suhu esktrim ini (Pelczar et al., 2008).
Berdasarkan komposisi dinding selnya, bakteri dibagi menjadi dua
golongan, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram
negatif mengandung lipid, lemak atau susbtansi seperti lemak dalam persentase
lebih tinggi daripada yang dikandung bakteri Gram positif. Dinding sel bakteri
Gram negatif juga lebih tipis daripada sel bakteri Gram positif (Pelczar et al.,
2008).
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.1 Ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif (Pelczar et al., 2008)
Ciri Perbedaan Relatif
Gram positif Gram negatif
Struktur dinding sel Tebal (15-80 mm),
berlapis tunggal
Tipis (10-15 mm),
berlapis tiga (multi)
Komposisi dinding sel Kandungan lipid rendah
(1-4%). Peptidoglikan
ada sebagai lapisan
tunggak, komponen
utama merupakan lebih
dari 50% berat kering
pada beberapa sel bakteri.
Terdapat asam teikoat
Kandungan lipid tinggi
(11-22%). Peptidoglikan
ada didalam lapisan kaku
sebelah dalam;
jumlahnya sedikit,
merupakan sekitar 10%
berat kering. Tidak
terdapat asam teikoat
Kerentanan terhadap
penisilin
Lebih rentan Kurang rentan
Persyaratan nutrisi Relatif rumit pada banyak
spesies
Relatif sederhana
Resistensi terhadap
gangguan fisik
Lebih resisten Kurang resisten
2.7 Bakteri Uji
Bakteri uji yang digunakan adalah Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan
Bacillus subtilis ATCC 6633 yang merupakan bakteri Gram positif dan
Escherichia coli ATCC 8739 dan Shigella dysenteriae ATCC 13313 yang
merupakan bakteri Gram negatif.
a. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif dengan klasifikasi
sebagai berikut (Depkes RI, 1989 dan Syahrurahman et al., 1992) :
Kingdom : Prokaryota
Divisi : Bacteria
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Famili : Micrococaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat (kokus) dengan diameter
antara 0,8-1,0 µm tunggal atau bepasangan, tidak bergerak dan tidak berspora.
Suhu pertumbuhan optimumnya adalah 35°C dengan pH optimum 7,4.
Pertumbuhan terbaik pada suasana aerob fakultatif. Bakteri ini sering ditemukan
di tanah, air tawar, dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Sleigh et al., 1994 dan Gibson JM, 1996).
Beberapa Staphylococcus tergolong flora normal pada kulit dan selaput
lendir manusia. Staphylococcus aureus dapat ditemukan pada kulit, saluran
pencernaan, udara, makanan, air, dan pakaian yang terkontaminasi. Bakteri ini
mudah tumbuh pada kulit yang mengalami peradangan, kulit yang mengalami
luka yang mengarah pada infeksi kulit dan proses-proses bernanah lainnya. Pada
saluran pernafasan dapat menyebabkan infeksi intra abdomen yang dapat timbul
karena komplikasi pasca bedah. Selain itu, Staphylococcus aureus dapat
menyebabkan infeksi traktus urinarius dan infeksi traktus genetali pada wanita
(Salle, 1961).
b. Bacillus subtilis
Bacillus subtilis adalah bakteri aerobik Gram positif berbentuk batang dan
memproduksi endospora dengan klasifikasi sebagai berikut (Singelton et al.,
1981) :
Kingdom : Prokaryota
Divisi : Bacteria
Kelas : Shizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Familia : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillus subtilis
Bakteri ini merupakan spesies basili yang dapat bergerak, menghasilkan
enzim katalase, koloni pada media agar (setelah 24 jam pada 37°C) berbentuk
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lingkaran tidak rata, kekuningan, tidak mengkilap, berdiameter sampai 5 mm.
Bakteri ini dapat tumbuh pada agar darah membentuk zona hemolisis. Dapat juga
tumbuh pada larutan kaldu dan media lain. Bakteri ini tidak membuat toksin
apapun namun kadang dapat membuat hemolisis yang dapat larut. Bakteri ini
bersifat patogen, menyebabkan infeksi pada telur dan dapat mencemari botol
transfusi darah sehingga melisiskan sel darah (Singelton et al., 1981).
c. Escherichia coli
Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif dengan klasifikasi sebagai
berikut (Singelton et al., 1981) :
Kingdom : Prokaryota
Divisi : Bacteria
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
Escherichia coli biasanya tumbuh berpasang-pasangan atau menyendiri.
Mikroba ini kebanyakan dapat bergerak dan kadang membentuk rantai-rantai
koloni. Koloni pada nutrisi agar (setelah 24 jam pada temperatur 37°C) biasanya
berbentuk bulat, berdiameter 2 sampai 3 mm, berwarna keputihan dengan
permukaan mengkilat. Koloni Escherichia coli terlihat seperti tepung ketika diuji
dengan sengkelit/loop. Kebanyakan Escherichia coli dapat memfermentasi
laktosa, mannitol, dan karbohidrat lain (Singelton et al., 1981).
Spesies ini adalah satu-satunya anggota genus Escherichia. Escherichia
coli terdapat pada saluran pencernaan manusia dan binatang, dapat pula
ditemukan di sungai, danau, tanah dan tempat lain yang telah terkontaminasi
feses. Escherichia coli dapat memproduksi endotoksin sehingga dapat
menyebabkan penyakit saluran urin, gangguan pencernaan seperti diare,
pneumonia, dan meningitis. Namun sebagai bagian dari flora normal saluran
penceranaan, Escherichia coli berperan penting untuk pencernaan makanan
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan memproduksi vitamin K dan materi-materi yang tidak tercernakan di usus
besar (Singelton et al., 1981 dan Anonim, 2014).
Escherichia coli adalah bakteri yang banyak ditemukan di dalam usus
besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan
infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak dan travelers diarrhea, serta
memiliki kemampuan menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh yang lain di luar
usus (Gibson JM, 1996). Tempat yang paling sering terkena infeksi Escherichia
coli adalah saluran kemih, saluran empedu, dan tempat-tempat lain di rongga
perut (Jawetz et al., 2011). Bakteri ini juga menghasilkan enterotoksin penyebab
diare. Escherichia coli memproduksi enterotoksin yang tahan panas dan dapat
menyebabkan diare yang ringan, sedangkan enterotoksin yang tidak tahan panas
dapat menyebabkan sekresi air dan klorida ke dalam lumen usus dan menghambat
reabsorbsi natrium (Volk dan Wheeler, 1990).
d. Shigella dysenteriae
Shigella dysenteriae adalah bakteri Gram negatif dengan klasifikasi
sebagai berikut (Singelton et al., 1981) :
Kingdom : Prokaryota
Divisi : Bacteria
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Familia : Enterobacteriaceae
Genus : Shigella
Spesies : Shigella dysenteriae
Shigella dysenteriae merupakan bakteri berbentuk batang pendek, tumbuh
baik pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, tidak dapat bergerak, tidak
berkapsul, tidak berflagel, tidak membentuk spora, dan bersifat patogen pada
pencernaan. Koloni bakteri berbentuk bulat, transparan dengan pinggir utuh, dan
mencapai diameter kira-kira 2 mm dalam media agar 24 jam (Jawetz et al., 2011).
Infeksi Shigella disebut dengan Shigellosis yang merupakan salah satu dari
gangguan yang ditandai dengan peradangan usus, terutama kolon dan disertai
dengan nyeri perut, dan buang air besar yang sering mengandung darah dan
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lendir. Shigella dapat mengeluarkan lipopolisakarida yang bersifat toksik.
Enterotoksin yang dihasilkan bersifat termolabil dan menyebabkan penggumpalan
cairan di ileum. Enterotoksin bertanggung jawab atas terjadinya watery diarrhea
pada tahap dini dan timbul gejala klasik disentri basiler setelah bakteri
meninggalkan usus halus dan masuk ke usus besar. Shigella dysenteriae juga
memproduksi eksotoksin tidak tahan panas yang mempengaruhi saluran
pencernaan dan susunan saraf pusat. Pada manusia, eksotoksin juga dapat
menghambat absorpsi gula dan asam amino pada usus kecil (Jawetz et al., 2011).
2.8 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme
Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu fase lag, fase
log (fase eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian. Fase lag, merupakan
fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru.
Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel, yang ada hanyalah
peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada kondisi dan jumlah awal
mikroorganisme dan media pertumbuhan. Bila sel-sel mikroorganisme diambil
dari kultur yang sama sekali berlainan, maka yang sering terjadi adalah
mikroorganisme tersebut tidak mampu tumbuh dalam kultur (Pratiwi, 2008).
Fase log (fase eksponensial), merupakan fase dimana mikroorganisme
tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika
mikroorganisme, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk
dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial. Hal yang
dapat menghambat laju pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam
kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun akan tertimbun dan
menghambat pertumbuhan. Untuk organisme aerob, nutrisi yang membatasi
pertumbuhan biasanya adalah oksigen. Bila konsentrasi sel mikroorganisme
melebihi 1 x 107/mL, maka laju pertumbuhan akan berkurang, kecuali bila
oksigen dimasukkan secara paksa ke dalam kultur dengan cara pengadukan atau
penggojlokan (shaking). Bila konsentrasi sel mencapai 4-5 x 109/mL, laju
penyebaran oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan meskipun dalam kultur
tersebut diberikan udara yang cukup dan pertumbuhan akan diperlambat secara
progresif (Pratiwi, 2008).
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada fase stasioner, pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi
keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati.
Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang toksik. Pada sebagian besar
kasus, pergantian sel terjadi dalam fase stasioner ini. Terdapat kehilangan sel yang
lambat karena kematian diimbangi oleh pembentukan sel-sel baru melalui
pertumbuhan dan pembelahan dengan nutrisi yang dilepaskan oleh sel-sel yang
mati karena mengalami lisis. Pada fase kematian, jumlah sel yang mati meningkat.
Faktor penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk
buangan yang toksik (Pratiwi, 2008).
24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia
serta Laboratorium Mikrobiologi Pusat Lembaga Terpadu (PLT), Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sejak bulan Januari hingga bulan Mei
2015.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri
(Normax), tabung reaksi (Pyrex), cover glass (Assistent), kaca objek (Sail Brand),
pipet tetes, pipet volumetrik, kaca arloji, labu erlenmeyer (Duran Schott), gelas
ukur (Ex 20°C MC YZ), gelas beker (Duran Schott), batang L, Laminar Air Flow
(LAF) (Minihelix II), spektrofotometer uv-vis, inkubator (France Etuves),
autoclave, oven (Memmert), shaker, timbangan analitik (Ogawa Seiki),
centrifuge, vortex, mikroskop cahaya (Olympus), hot plate, water bath, magnetic
stirrer, jarum ose, spatula, mikropipet dan tip (Mettler Toledo), tube, jangka
sorong, pinset, bunsen, gunting steril, kertas saring steril, kapas, kassa, indikator
pH, dan paper disc 6 mm dan 5,5 mm.
3.2.2 Bahan
3.2.2.1 Tanaman
Daun dari tanaman Parijoto (Medinilla speciosa Blume) diperoleh dari
Gunung Muria Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, Jawa tengah
diambil pada hari Senin, 12 Januari 2015. Bagian dari tanaman Parijoto diambil
bagian daunnya yang berwarna hijau muda, hijau tua, dan hijau kekuningan.
3.2.2.2 Bahan untuk Sterilisasi Permukaan
Air bersih yang mengalir, etanol 70%, natrium hipoklorit (NaOCl) 5,25%,
dan aquades steril.
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2.2.3 Media Pertumbuhan Mikroba
Potato Dextrose Agar (Merck), Potato Dextrose Broth (Merck); Yeast
Extract (Merck); kalsium karbonat (CaCO3); Nutrient Agar (Merck); Nutrient
Broth (Merck); Mueller Hinton Agar (Merck).
3.2.2.4 Bakteri Uji
Bakteri uji diperoleh dari Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia dan DIPA Pharmalab Intersains.
Bakteri : Gram positif : a. Staphylococcus aureus ATCC 6538
b. Bacillus subtilis ATCC 6633
Gram negatif : a. Escherichia coli ATCC 8739
b. Shigella dysenteriae ATCC 13313
3.2.2.5 Bahan Karakterisasi Kapang Endofit
Aquades steril.
3.2.2.6 Bahan Skrining Kapang Endofit dan Uji Antibakteri
NaCl 0,9%, cork borer, blank disc (cakram steril), cakram kloramfenikol,
dan aquades steril.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba
a. Pembuatan Media PDA
Media PDA digunakan untuk isolasi dan pemurnian kapang endofit.
Ditimbang Potato Dextrose Agar 39 gram dan ditambahkan aquades sampai 1
liter. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan diaduk
dengan magnetic stirrer hingga homogen. Dilakukan sterilisasi dengan
autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C. Media dituang ke dalam cawan
petri masing-masing 10 mL, biarkan media memadat di dalam Laminar Air
Flow (Ramadhan, 2011) .
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Pembuatan Media PDA Miring
Media PDA miring digunakan untuk pemurnian kapang endofit.
Ditimbang Potato Dextrose Agar 39 gram dan ditambahkan aquades sampai 1
liter. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan diaduk
dengan magnetic stirrer hingga homogen. Media dimasukkan ke dalam tabung
masing-masing 5 mL. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit
pada suhu 121°C. Tabung diletakkan dalam posisi miring ± 45°, biarkan media
memadat di dalam Laminar Air Flow (Rustanti, 2007).
c. Pembuatan Media PDY Broth
Media PDY digunakan untuk fermentasi kapang endofit. Ditimbang Potato
Dextrose Broth 24 gram; Yeast Extract 2 gram; kalsium karbonat (CaCO3) 5
gram; dan ditambahkan aquades sampai 1 liter. Semua bahan kecuali kalsium
karbonat dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan aquades
hingga 1 liter, dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer di atas hot plate.
Kalsium karbonat dimasukkan sedikit demi sedikit ke larutan media tersebut
hingga mencapai pH 6. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit
pada suhu 121°C (Ramadhan, 2011).
d. Pembuatan Media NA
Media NA digunakan untuk seleksi kapang endofit yang berpotensi
sebagai antibakteri. Ditimbang Nutrient Agar sebanyak 20 gram dan
ditambahkan aquades sampai 1 liter. Media tersebut dipanaskan sampai
mendidih di atas hot plate dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer.
Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C.
Media dituang ke dalam cawan petri masing-masing 10 mL, biarkan memadat
di dalam Laminar Air Flow (Rustanti, 2007).
e. Pembuatan Media NA Miring
Media NA miring digunakan untuk peremajaan bakteri uji. Ditimbang
Nutrient Agar sebanyak 20 gram dan ditambahkan aquades sampai 1 liter.
Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dihomogenkan dengan magnetic stirrer. Media dimasukkan ke dalam tabung
masing-masing 5 mL. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit
pada suhu 121°C. Letakkan tabung dalam posisi miring ± 45°, biarkan media
memadat di dalam Laminar Air Flow (Rustanti, 2007).
f. Pembuatan Media NB
Media NB digunakan untuk pembuatan kurva pertumbuhan bakteri uji.
Ditimbang Nutrient Broth sebanyak 8 gram dan ditambahkan aquades sampai 1
liter dalam labu Erlenmeyer. Media tersebut dipanaskan sampai mendidih di
atas hot plate dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer. Dilakukan sterilisasi
dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C di dalam Laminar Air
Flow (Himedia Laboratories, 2011).
g. Pembuatan Media MHA
Media MHA digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. Ditimbang Mueller
Hinton Agar sebanyak 38 gram dan ditambahkan aquades sampai 1 liter. Media
tersebut dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate dan dihomogenkan
dengan magnetic stirrer. Dilakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15
menit pada suhu 121°C. Media dituang ke dalam cawan petri masing-masing
10 mL, biarkan memadat di dalam Laminar Air Flow (Laboratories Conda,
2014).
3.3.2 Isolasi Kapang Endofit Endofit
Isolasi kapang endofit dilakukan dengan teknik tanam langsung (direct
seed planting) potongan daun tanaman Parijoto yang sebelumnya dilakukan
proses sterilisasi permukaan daun terlebih dahulu (Ramadhan, 2011). Daun yang
masih segar dicuci dibawah air mengalir selama 10 menit. Daun tersebut
direndam ke dalam etanol 70% selama 1 menit kemudian langsung direndam
dalam NaOCl 5,25% selama 5 menit, lalu direndam kembali dengan etanol 70%
selama 30 detik. Lalu dibilas dengan air destilasi steril selama 3-5 detik (Radji et
al., 2011). Daun tersebut dikeringkan di atas kertas saring steril, biarkan kering di
udara (Rustanti, 2007). Daun dipotong menjadi bagian kecil dengan ukuran 1 x 1
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
cm2 (dikalibrasi dengan menggunakan penggaris) pada daun yang berwarna hijau
muda, hijau tua, dan hijau kekuningan dengan gunting yang telah disterilkan
(Ramadhan, 2011).
Potongan sampel ditempatkan pada cawan petri yang berisi media PDA.
Bagian daun tersebut harus menempel pada permukaan media. 2 cawan petri
masing-masing berisi 2 bagian potongan daun. Lalu media yang telah diinokulasi
dengan potongan daun diinkubasi pada suhu ruang selama 14 hari (Rustanti,
2007). Aquades bilasan terakhir diambil 1 mL dan diisolasi ke PDA lainnya,
perlakuan ini berfungsi sebagai kontrol sterilisasi permukaan daun (Ariyono et al.,
2014). Semua proses sterilisasi hingga proses isolasi dilakukan secara aseptis di
dalam Laminar Air Flow.
3.3.3 Pemurnian Kapang Endofit
Kapang endofit yang tumbuh pada media isolasi PDA selanjutnya
dimurnikan ke dalam media PDA dengan cara menginokulasi sedikit hifa dengan
ose steril dari setiap koloni endofit yang berbeda. Lalu diinkubasi selama 5 hari
pada suhu ruang. Tiap koloni kapang dipindahkan ke dalam masing-masing satu
cawan PDA, dikerjakan secara duplo untuk working culture dan stock culture.
Tiap koloni kapang yang tumbuh pada media PDA dipindahkan ke agar miring
PDA dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5 hari. Tiap isolat kapang dibuat
duplo pada agar miring, masing-masing sebagai working culture dan stock culture
(Rustanti, 2007).
3.3.4 Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri
Skrining kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri dilakukan
dengan metode difusi agar padat (Diffusion Agar Plate Method). Bakteri uji yang
digunakan yaitu Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC
6633, Escherichia coli ATCC 8739, dan Shigella dysenteriae ATCC 13313.
Biakan bakteri uji dalam NB (biakan bakteri dibuat menggunakan kurva
pertumbuhan) dipipet 0,1 mL dimasukkan secara aseptis ke dalam media agar NA
yang telah memadat dan disebarkan secara merata dengan menggunakan batang L.
Isolat kapang endofit yang telah dimurnikan ke dalam medium PDA diambil
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan sedotan steril atau cork borer dan dipindahkan ke media NA yang berisi
bakteri uji. Media diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari. Aktivitas antibakteri
kapang endofit dilihat dari zona hambat yang terbentuk (Elfina et al., 2014).
3.3.5 Karakterisasi Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri
Karakterisasi kapang endofit dilakukan baik secara makroskopis maupun
mikroskopis. Pengamatan makroskopis dilakukan dengan mengamati bentuk dan
pertumbuhan koloni meliputi warna dan permukaan koloni (granular, seperti
tepung, menggunung, licin), tekstur, lingkaran-lingkaran konsentris (konsentris
atau tidak konsentris), warna balik koloni (reverse color), tetes eksudat, dan
diameter pertumbuhan koloni kapang (cm/hari) (Ilyas, 2007 dan Ariyono et al.,
2014).
Karakterisasi mikroskopik dilakukan dengan cara : bagian hifa kapang
dipindahkan ke bagian pinggir agar PDA ukuran 1 x 1 cm2 yang diletakkan pada
kaca objek dan ditutup dengan cover glass. Preparat tersebut ditempatkan pada
petri steril berisi sedikit aquades steril. Inkubasi selama 5 hari pada suhu ruang.
Setelah masa inkubasi selesai, diamati secara mikroskopik dengan mikroskop
cahaya perbesaran 400 kali (Yulia, 2005). Pengamatan mikroskopik meliputi
sekat hifa (bersekat atau tidak bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak
bercabang), bentuk dan ornamentasi spora (Ilyas, 2007 dan Ariyono et al., 2014).
3.3.6 Fermentasi Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri
Hasil metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang endofit dapat
diperoleh melalui suatu proses fermentasi. Koloni kapang endofit yang telah
murni dan berpotensi sebagai antibakteri diambil menggunakan cork borer
sebanyak 3 potongan isolat kapang endofit dan diinokulasi ke dalam 200 mL
media PDY (Sinaga, 2009). Kemudian kultur tersebut diinkubasi secara kultur
diam (statis) pada suhu ruang selama 14 hari (Sugijanto et al., 2014). Suspensi
koloni kapang endofit yang diperoleh dari proses fermentasi disentrifugasi 3000
rpm selama 15 menit, pisahkan supernatan dari biomassa. Supernatan diambil
untuk digunakan sebagai larutan uji (Atika, 2007).
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.7 Cek kemurnian Bakteri Uji
Pengamatan bakteri uji dilakukan baik secara makroskopik dan
mikroskopik. Pengamatan makroskopik bakteri uji dilakukan dengan mengamati
morfologi dan pertumbuhan koloni, meliputi bentuk, warna, dan bagian tepi
koloni (Handayani, 2007).
Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan metode pewarnaan Gram.
Langkah metode pewarnaan Gram adalah sebagai berikut : preparat uji dioleskan
bakteri setipis mungkin, kemudian difiksasi dengan cara dilewatkan di atas nyala
api sebentar untuk melekatkan bakteri. Preparat tersebut diwarnai dengan larutan
kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit, dicuci dengan air mengalir selama 5
detik. Kemudian diteteskan larutan lugol diatas preparat biarkan selama 1 menit,
dicuci kembali dengan air mengalir. Preparat kemudian diteteskan dengan etanol
96% selama 30 detik sampai tidak ada lagi zat warna lugol, lalu dicuci kembali
dengan air mengalir. Preparat diteteskan larutan safranin selama 10-30 detik,
kemudian dicuci kembali dengan air mengalir, dikeringkan dengan cara
diletakkan di atas kertas saring. Preparat diamati dengan mikroskop cahaya
perbesaran 1000 kali (Handayani, 2007). Pengamatan mikroskopis meliputi
bentuk dan warna bakteri. Jika sel berwarna ungu berarti bakteri uji termasuk
bakteri Gram positif. Tetapi jika sel berwarna merah berarti bakteri uji termasuk
bakteri Gram negatif.
3.3.8 Uji Aktivitas Antibakteri
3.3.8.1 Peremajaan Bakteri Uji
Bakteri uji, yaitu Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis
ATCC 6633, Escherichia coli ATCC 8739, dan Shigella dysenteriae ATCC
13313 diremajakan pada medium NA miring. Bakteri uji diinokulasi sebanyak
satu ose ke dalam medium NA miring dan diinkubasi pada suhu 35°C selama 24
jam. Pengerjaan dilakukan dalam kondisi steril di dalam Laminar Air Flow (Radji,
2006).
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.8.2 Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji
Kurva pertumbuhan dibuat pada masing-masing bakteri uji untuk
menentukan fase log dari bakteri yang akan diuji, yaitu pada saat tercapainya
kecepatan pertumbuhan tertinggi. Biakan bakteri uji yang tumbuh pada agar
miring NA ditambahkan dengan 5 mL NaCl 0.9% steril. Sebanyak 0,1% (v/v)
suspensi bakteri dimasukkan ke dalam 100 mL medium NB kemudian dilakukan
perhitungan absorbansi pada panjang gelombang 600 nm. Kuvet dibersihkan
kemudian diukur absorban awal NB steril sebagai kontrol dan NB yang
mengandung bakteri pada menit ke-0 (t0). Setelah absorban awal ditentukan,
media NB diinkubasi pada pengocokan 120 rpm pada suhu 37°C. Setiap interval
30 menit dilakukan pengukuran absorban untuk mendapatkan kurva pertumbuhan
(Khotimah, 2010).
3.3.8.3 Uji Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar
dengan cakram atau dikenal sebagai metode Kirby-Baurer (Sinaga et al., 2009).
Biakan bakteri dalam NB dipipet 1 mL dimasukkan secara aseptis dalam cawan
petri steril kemudian ditambahkan media MHA sejumlah ± 10 mL. Suspensi
bakteri yang telah diberi agar dalam cawan petri digoyangkan perlahan (10 kali ke
kanan dan 10 kali ke kiri) untuk memperoleh suspensi bakteri yang tersebar
merata pada media agar (Rachmayani, 2008).
Larutan uji kapang endofit diambil sebanyak 20 µL dan larutan uji
diserapkan pada kertas cakram steril. Cakram dibiarkan kering, kemudian
diletakkan secara aseptis pada permukaan media yang telah berisi bakteri uji
(Atika, 2007).
Kontrol positif yang digunakan yaitu cakram antibiotik kloramfenikol.
Cakram antibiotik kloramfenikol diletakkan secara aseptis pada permukaan media
uji. Kontrol negatif yang digunakan yaitu aquades steril. Sebanyak 20 µL larutan
kontrol negatif diserapkan ke cakram steril. Cakram yang sudah diresapi larutan
kontrol negatif diletakkan secara aseptis pada permukaan media uji (Atika, 2007).
Media diinkubasi pada suhu 35°C selama 24 jam. Isolat kapang yang
memiliki aktivitas antibakteri akan menunjukkan zona hambat pada sekeliling
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
cakram. Zona hambat diukur dengan menggunakan jangka sorong (Rachmayani,
2008).
33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan
4.1.1 Isolasi Kapang Endofit
Penelitian mikrobiologi yang bertema seleksi kapang endofit penghasil
senyawa antibakteri dilakukan untuk mengetahui aktivitas isolat kapang endofit
yang berpotensi sebagai antibakteri terhadap beberapa bakteri patogen. Secara
garis besar ada 6 tahap dalam penelitian ini, yaitu isolasi kapang endofit,
pemurnian isolat kapang endofit, seleksi isolat kapang endofit yang berpotensi
sebagai antibakteri, karakterisasi, fermentasi, dan uji aktivitas antibakteri terhadap
beberapa bakteri patogen.
Kapang endofit diisolasi dari tanaman genus Medinilla speciosa Blume.
Tanaman ini diperoleh dari Gunung Muria, Desa Colo Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus, Jawa Tengah pada tanggal 12 Januari 2015. Pada penelitian
sebelumnya, ekstrak etil asetat buah Medinilla specciosa Blume pada konsentrasi
200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, 25 mg/mL, dan 12,5 mempunyai aktivitas
dengan diameter hambat 17,67 mm; 16,3 mm; 15,67 mm; 14,67 mm; 13,33 mm
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan 12,33 mm; 11,33 mm; 10,67 mm; 9
mm; 8 mm terhadap bakteri Escherichia coli (Niswah, 2014).
Medinilla speciosa Blume merupakan genus tanaman yang tumbuh pada
lingkungan yang khas serta memiliki sejarah etnobotani yang banyak digunakan
sebagai obat tradisional. Hal ini disebabkan Parijoto mengandung flavonoid,
tanin, saponin, kardenolid, terpenoid, dan glikosida dimana senyawa-senyawa
tersebut diketahui sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas farmakologi
sebagai antibakteri. Secara empiris tanaman Parijoto digunakan sebagai obat
penyakit diare, sariawan, antiradang, dan antibakteri (Anonim, 2014).
Beberapa tumbuhan dapat mentransfer senyawa bioaktif yang dikandung
kepada mikroba endofit yang tumbuh dalam jaringan tanaman, sehingga mikroba
endofit tersebut mampu menghasilkan senyawa bioaktif yang karakternya mirip
atau sama dengan inangnya. Hal ini disebabkan karena adanya koevolusi atau
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
transfer genetik dari tanaman inang ke dalam mikroba endofit (Tan & Zou, 2001
dalam Prihatiningtias, 2005).
Isolasi kapang endofit diawali dengan proses sterilisasi permukaan daun.
Sterilisasi permukaan daun bertujuan untuk mencegah kontaminasi endofit oleh
epifit, yaitu mikroorganisme yang hidup di permukaan daun. Teknik isolasi
diawali dengan menseleksi dan membersihkan daun uji yang digunakan. Sampel
daun tanaman Parijoto yang dipilih harus dalam kondisi sehat yang ditandai
dengan warna daun yang masih segar, sebab tanaman yang tidak sehat umumnya
dalam jaringannya telah terinfeksi dan didominasi oleh mikroba patogen dari luar
tanaman. Daun yang berwarna hijau muda, hijau tua, dan hijau kekuningan
kemudian dibersihkan dengan cara dicuci dengan air mengalir selama 10 menit.
Tujuan dicuci dengan air mengalir adalah untuk membersihkan daun dari kotoran
dan tanah yang menempel pada permukaan daun. Selanjutnya, daun disterilisasi
dengan etanol 70% selama 1 menit, NaOCl 5,25% selama 5 menit, etanol 70%
selama 30 detik dan terakhir dibilas dengan aquades steril selama 2-3 detik. Pada
penelitian ini menggunakan etanol 70% dan NaOCl 5,25% sebagai desinfektan
pada proses sterilisasi permukaan daun. Mekanisme kerja dari etanol 70% adalah
mendenaturasi protein dan melarutkan lemak pada membran protein mikroba
sehingga dapat merusak sel mikroba. Proses tersebut memerlukan air sehingga
etanol 70% menunjukkan aktivitas antimikroba yang lebih baik dibandingkan
etanol absolut (Siswandono, 1995 dalam Ramadhan, 2011). NaOCl merupakan zat
kimia yang termasuk ke dalam golongan halogen yang akan melepaskan radikal
klor yang mampu merusak membran dan protein mikroba (Pratiwi, 2008).
Pembilasan dengan aquades steril berfungsi sebagai kontrol sterilisasi permukaan
daun. Perlakuan kontrol sterilisasi permukaan daun ini berfungsi untuk
mengetahui dan menentukan apakah kapang yang tumbuh merupakan kapang
endofit atau bukan. Apabila pada media PDA kontrol sterilisasi permukaan daun
tumbuh mikroba yang morfologinya berbeda dengan isolat kapang endofit, maka
kapang yang tumbuh dari hasil isolasi merupakan kapang endofit yang berasal
dari tanaman.
Setelah sterilisasi permukaan daun, dilakukan isolasi kapang endofit dengan
metode direct plant (tanam langsung). Pada metode ini, bagian dalam dan
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
permukaan daun ditempelkan di atas media. 2 cawan petri masing-masing berisi 2
potongan daun yang diletakkan secara bersebrangan. Kemudian, potongan daun
yang telah diinokulasi pada media PDA diinkubasi selama 14 hari pada suhu
ruang. PDA merupakan media umum yang digunakan untuk menumbuhkan
kapang endofit sebagai media isolasi, dan media pemurnian kapang endofit yang
telah berhasil diisolasi. PDA merupakan media kaya akan nutrisi yang mudah
dicerna sehingga memudahkan untuk pertumbuhan kapang endofit (Ariyono et
al., 2014).
Koloni kapang endofit yang tumbuh adalah kapang endofit yang memiliki
ciri : waktu tumbuh lebih dari 5 hari, tumbuh disekitar sampel daun yang ditanam,
dan memiliki morfologi yang berbeda dengan mikroba yang tumbuh pada cawan
kontrol sterilisasi permukaan daun. Kontrol sterilisasi permukaan daun
menunjukkan bahwa sterilisasi permukaan daun yang dilakukan mampu
menghambat pertumbuhan mikroba patogen pada permukaan daun sehinggga
isolat yang diperoleh diyakini adalah kapang endofit.
Kapang endofit yang diisolasi tumbuh setelah 14 hari. Hal ini disebabkan
oleh kapang endofit yang bersifat lambat tumbuh (slow grower). Hanya kapang
endofit yang tumbuh di atas 5 hari yang diikutkan pada proses selanjutnya.
Kapang yang tumbuh dibawah 5 hari dikhawatirkan bukanlah endofit melainkan
kontaminan. Kapang endofit yang berhasil diisolasi lebih banyak dari daun yang
berwarna hijau kekuningan. Hal ini dikarenakan mikroba endofit tumbuh di
jaringan vaskular. Pada daun yang berwarna hijau kekuningan, jaringan vaskular
yang terbentuk sudah sempurna sehingga kemungkinan munculnya kapang
endofit lebih besar karena nutrien yang diperlukan untuk tumbuhnya kapang
endofit sudah cukup (Priharta, 2008).
Interaksi mikroba endofit dan tanaman merupakan suatu bentuk simbiosis.
Simbiosis antara tanaman dan mikroba endofit bersifat netral dan mutualisme
(Bacon dan Hinton, 2006 dalam Purwanto et al., 2014). Simbiosis mutualisme
antara mikroba endofit dengan tanaman, dalam hal ini mikroba endofit
mendapatkan nutrisi dari hasil metabolisme tanaman dan melindungi tanaman
dalam melawan serangan patogen, sedangkan tanaman mendapatkan derivat
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
nutrisi dan senyawa aktif yang diperlukan selama hidupnya (Simartama et al.,
2007 dalam Purwanto et al., 2014).
Berdasarkan hasil isolasi, didapatkan 20 isolat kapang endofit pada media
PDA yang terdiri dari 6 isolat dari daun berwarna hijau muda, 5 isolat dari daun
berwarna hijau tua, dan 9 isolat dari daun berwarna hijau kekuningan. Dari 20
isolat kapang endofit yang diperoleh dilakukan skrining terhadap antibakteri
untuk menseleksi isolat kapang yang berpotensi sebagai antibakteri.
Cawan 1
Cawan 2
Gambar 4.1 Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume
pada Daun Berwarna Hijau Muda
Gambar 4.2 Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla
speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Muda
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Cawan 1
Cawan 2
Gambar 4.3 Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume
pada Daun Berwarna Hijau Tua
Gambar 4.4 Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla
speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Tua
Gambar 4.5 Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun Medinilla speciosa Blume
pada Daun Berwarna Hijau Kekuningan
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.6 Kontrol Sterilisasi Permukaan Daun Kapang Endofit Medinilla
speciosa Blume pada Daun Berwarna Hijau Kekuningan
4.1.2 Pemurnian Kapang Endofit
Pemurnian kultur kapang endofit bertujuan untuk mendapatkan kultur
kapang endofit yang murni. Pemurnian kapang endofit dilakukan pada media
PDA. Pemurnian ini dapat dilakukan secara terus menerus sampai didapatkan
koloni kapang endofit yang murni. Selanjutnya, koloni kapang endofit dimurnikan
kembali pada media PDA miring untuk mempersempit luas daerah pertumbuhan.
Pengamatan koloni kapang dilakukan dengan menggunakan kriteria bahwa
bentuk koloni kapang yang sama dianggap sebagai isolat yang sama dan
sebaliknya bentuk koloni kapang yang berbeda dipisahkan menjadi isolat yang
berbeda, sampai diperoleh isolat kapang murni yaitu isolat kapang yang hanya
mengandung satu bentuk morfologi koloni kapang yang sama.
4.1.3 Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri
Skrining isolat kapang endofit dilakukan secara kualitatif dengan
menggunakan mikroorganisme uniseluler yaitu bakteri (Abubakar, 2011). Bakteri
uji yang digunakan bersifat patogen yang terdiri dari Staphylococcus aureus dan
Bacillus subtilis yang merupakan bakteri Gram positif, serta Escherichia coli dan
Shigella dysenteriae yang merupakan bakteri Gram negatif. Skrining kapang
endofit bertujuan untuk menseleksi kapang endofit yang mempunyai aktivitas
antibakteri dengan cara mengamati ada tidaknya zona bening yang terbentuk.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berikut adalah hasil skrining kapang endofit yang berpotensi sebagai
antibakteri :
Tabel 4.1 Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Bakteri Uji
No. Isolat Diameter zona hambat (mm)
S.aureus B.subtilis E.coli S.dysenteriae
1 DPU 1 9,71 - - -
2 DPU 2 - - - -
3 DPU 3 12,4 7 - -
4 DPU 4 - 8,7 20,13 -
5 DPU 5 - - - -
6 DPU 6 - - - -
7 DTE 1 9,65 - 10,66 -
8 DTE 2 - - - -
9 DTE 3 11,67 - 11,06 -
10 DTE 4 - - - -
11 DTE 5 - - - -
12 DTU 1 9,1 - 16,32 -
13 DTU 2 - - - -
14 DTU 3 - - - -
15 DTU 4 - 7,22 10, 55 6,9
16 DTU 5 - - - -
17 DTU 6 - 6,42 - 7,05
18 DTU 7 - 6,75 12,35 6,92
19 DTU 8 - - - -
20 DTU 9 - 6,72 mm 9,75 mm -
Keterangan :
DPU 1 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (1)
DPU 2 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (2)
DPU 3 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (3)
DPU 4 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (4)
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DPU 5 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (5)
DPU 6 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (6)
DTE 1 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau tua (1)
DTE 2 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau tua (2)
DTE 3 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau tua (3)
DTE 4 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau tua (4)
DTE 5 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau tua (5)
DTU 1 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (1)
DTU 2 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (2)
DTU 3 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (3)
DTU 4 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (4)
DTU 5 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (5)
DTU 6 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (6)
DTU 7 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (7)
DTU 8 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (8)
DTU 9 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (9)
Dari proses seleksi diperoleh 10 isolat kapang endofit yang berpotensi
sebagai antibakteri yang ditandai dengan terbentuknya zona bening. Isolat DPU 1,
DPU 3, DTE 1, DTE 3 dan DTU 1 menunjukan zona bening terhadap
Staphylococcus aureus. Isolat DPU 3, DPU 4, DTU 4, DTU 6, DTU 7 dan DTU 9
menunjukkan zona bening terhadap Bacillus subtilis. Isolat DPU 4, DTE 1, DTE
3, DTU 1, DTU 4, DTU 7, dan DTU 9 menunjukkan zona bening terhadap
Escherichia coli. Isolat DTU 4, DTU 6, dan DTU 7 menunjukkan zona bening
terhadap Shigella dysenteriae.
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Bacillus subtilis
Gambar 4.7 Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus dan
Bacillus subtilis
DPU 1
DPU 3 DPU 4
DPU 2
DTU 9
DTE 1
DTU 6
DTU 7 DPU
5
DTU 7
DPU
6
DTU 7
DTU 8
DTE 2
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.7 Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus dan
Bacillus subtilis
DTU 1
DTU 4
DTE 3 DTE 4
DTE
5
DTE 3
DTU
3
DTE 3
DTU 2
DTU 5
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Escherichia coli Shigella dysenteriae
Gambar 4.8 Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Escherichia coli dan
Shigella dysenteriae
DPU 1 DPU 3
DPU 4 DTE 1 DPU 1
DPU 3 DPU 4
DPU 2
DTU 7 DTU 6
DPU 5 DPU 6
DTE 1 DTU 9
DTU 8 DTE 2
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.8 Hasil Skrining Kapang Endofit terhadap Escherichia coli dan
Shigella dysenteriae
4.1.4 Karakterisasi Kapang Endofit
Karakterisasi kapang endofit yang memiliki aktivitas antibakteri dilakukan
secara makroskopik dan mikroksopik terhadap 10 isolat yang diperoleh.
Karakterisasi makroskopik dilakukan dengan mengamati, bentuk dan
pertumbuhan koloni meliputi warna dan permukaan koloni (granular, seperti
tepung, menggunung, licin), tekstur, lingkaran-lingkaran konsentris (konsentris
atau tidak konsentris), warna balik koloni (reverse color), tetes eksudat, dan
diameter pertumbuhan koloni kapang (cm/hari) (Ilyas, 2007 dan Ariyono et al.,
2014). Sedangkan karakterisasi secara mikroskopik dilakukan dengan mengamati
sekat hifa (bersekat atau tidak bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak
bercabang), bentuk dan ornamentasi spora (Ilyas, 2007 dan Ariyono et al., 2014).
DTE 3 DTE 4
DTU 3 DTE 5
DTU 1
DTU 4
DTU 2
DTU 5
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berikut adalah hasil karakterisasi isolat-isolat kapang yang aktif sebagai
antibakteri :
a) Isolat DPU 1
Karakterisasi makroskopis meliputi, permukaan koloni berwarna putih
kehijauan tua, warna sebalik putih kehijauan tua, tekstur hifa seperti bulu dan
bagian tepi hifa tipis, memiliki spora berwarna hijau tua dan terdapat bintik
putih, dan diameter pertumbuhan koloni fungi 4,8 cm pada hari ke-5.
Karakterisasi mikroskopis meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan
koloni memiliki spora dengan bentuk bulat lonjong yang menempel pada hifa
koloni.
Makroskopik Mikroskopik
Tampak Depan
Tampak Sebalik
Perbesaran 400 x
Gambar 4.9 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 1
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b) Isolat DPU 3
Karakterisasi makroskopis meliputi, permukaan koloni berwarna putih
oranye, warna sebalik putih oranye, tekstur hifa tipis, memiliki spora berwarna
oranye, dan diameter pertumbuhan koloni fungi 2 cm pada hari ke-5.
Karakterisasi mikroskopis meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan
koloni memiliki spora dengan bentuk lonjong seperti batang.
Makroskopik Mikroskopik
Tampak Depan
Tampak Sebalik
Perbesaran 400 x
Gambar 4.10 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 3
c) Isolat DPU 4
Karakterisasi makroskopis meliputi, permukaan koloni berwarna putih
kehijauan tua, warna sebalik kuning kehijauan, tekstur hifa tebal, memiliki
spora berwarna hijau tua yang menyebar pada media. Karakterisasi
mikroskopis meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan koloni memiliki
spora dengan bentuk bulat berantai yang menempel pada hifa koloni.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Makroskopik Mikroskopik
Tampak Depan
Tampak Sebalik
Perbesaran 400 x
Gambar 4.11 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DPU 4
d) Isolat DTE 1
Karakterisasi makroskopis meliputi, permukaan koloni berwarna putih
kecoklatan, warna sebalik putih hijau kecoklatan, tekstur hifa tebal berserabut,
memiliki spora cokat kehijauan, dan diameter pertumbuhan koloni fungi 6,9
cm pada hari ke-5. Karakterisasi mikroskopis meliputi, hifa koloni bersekat dan
bercabang, dan koloni memiliki spora berbentuk bulat bergerombol berwarna
hitam yang menempel pada hifa koloni.
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Makroskopik Mikroskopik
Tampak Depan
Tampak Sebalik
Perbesaran 400 x
Gambar 4.12 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTE 1
e) Isolat DTE 3
Karakterisasi makroskopis meliputi, permukaan koloni berwarna putih
kuning kecoklatan, warna sebalik kuning kecoklatan, membentuk lingkaran
konsentris, dan diameter pertumbuhan koloni fungi 8,1 cm pada hari ke-5.
Karakterisasi mikroskopis meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan
koloni tidak memiliki spora.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Makroskopik Mikroskopik
Tampak Depan
Tampak Sebalik
Perbesaran 400 x
Gambar 4.13 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTE 3
f) Isolat DTU 1
Karakterisasi makroskopis meliputi, permukaan koloni berwarna putih
kecoklatan, warna sebalik putih kuning kecoklatan, tekstur hifa tipis
berserabut, dan diameter pertumbuhan koloni fungi 2,5 cm pada hari ke-5.
Karakterisasi mikroskopis meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan
koloni tidak memiliki spora.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Makroskopik Mikroskopik
Tampak Depan
Tampak Sebalik
Perbesaran 400 x
Gambar 4.14 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 1
g) Isolat DTU 4
Karakterisasi makroskopis meliputi, permukaan koloni berwarna putih,
warna sebalik putih kekuningan, tekstur hifa tebal seperti kapas, memiliki
spora berwarna oranye dengan bagian tengah membentuk lingkaran hijau, dan
diameter pertumbuhan koloni fungi 7,4 cm pada hari ke-5. Karakterisasi
mikroskopis meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan koloni memiliki
spora dengan bentuk lonjong seperti batang.
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Makroskopik Mikroskopik
Tampak Depan
Tampak Sebalik
Perbesaran 400 x
Gambar 4.15 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 4
h) Isolat DTU 6
Karakterisasi makroskopis meliputi, permukaan koloni berwarna putih,
warna sebalik putih kekuningan dengan bintik hitam pada bagian tengah,
tekstur hifa tebal seperti kapas, memiliki spora berwarna oranye, dan diameter
pertumbuhan koloni fungi 7,1 cm pada hari ke-5. Karakterisasi mikroskopis
meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan koloni memiliki spora
berbentuk lonjong seperti batang.
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Makroskopik Mikroskopik
Tampak Depan
Tampak Sebalik
Perbesaran 400 x
Gambar 4.16 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 6
i) Isolat DTU 7
Karakterisasi makroskopik meliputi, permukaan koloni berwarna putih,
warna sebalik putih kekuningan dengan bagian tengah berwarna hijau tua,
tekstur hifa tebal seperti kapas, memiliki spora berwarna hitam, dan diameter
pertumbuhan koloni 6,9 cm pada hari ke-5. Karakterisasi mikroskopik
meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan koloni memiliki spora
berbentuk lonjong seperti batang.
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Makroskopik Mikroskopik
Tampak Depan
Tampak Sebalik
Perbesaran 400 x
Gambar 4.17 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 7
j) Isolat DTU 9
Karakterisasi makroskopik meliputi, permukaan koloni berwarna putih
kehijauan, warna sebalik putih kekuningan dengan bagian tengah berwarna
hijau tua, tekstur hifa seperti kelopak bunga dan bergelombang, dan diameter
pertumbuhan koloni fungi 6,8 cm pada hari ke-5. Karakterisasi mikroskopik
meliputi, hifa koloni bersekat dan bercabang, dan koloni tidak memiliki spora.
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Makroskopik Mikroskopik
Tampak Depan
Tampak Sebalik
Perbesaran 400 x
Gambar 4.18 Karakterisasi Makroskopik dan Mikroskopik Isolat DTU 9
Dari 10 isolat kapang endofit yang telah diseleksi secara makroskopis,
sebagian besar berwarna putih dan hijau, tekstur berserabut dan seperti kapas,
memiliki spora berwarna hijau tua dan oranye. Sedangkan, dari 10 isolat kapang
endofit yang telah diseleksi secara mikroskopik, sebagian besar memiliki hifa
bersekat dan bercabang, dan spora berbentuk lonjong seperti batang.
4.1.5 Fermentasi Kapang Endofit
Fermentasi kapang endofit menggunakan medium PDY sebanyak 200 mL
terhadap 10 isolat kapang yang aktif sebagai antibakteri. Fermentasi kapang
endofit dilakukan secara statis (diam) pada suhu ruang selama 14 hari. Alasan
pemilihan waktu fermentasi disebabkan oleh produksi metabolit sekunder tejadi
secara optimum selama 14 hari untuk menghasilkan isolat yang mempunyai
aktivitas antibakteri (Mabrouk et al., 2008). Selama 14 hari, 10 isolat kapang
endofit yang di fermentasi diamati ada tidaknya kontaminan. Jika terdapat
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kontaminan maka isolat kapang tersebut tidak dilakukan dalam uji aktivitas
antibakteri. Hasil fermentasi kapang endofit disentrifugasi dengan kecepatan 3000
rpm selama 15 menit. Supernatan yang dihasilkan dipisahkan dari biomassa dan
digunakan sebagai larutan uji.
Fermentasi bertujuan untuk mensekresi senyawa metabolit sekunder yang
terkandung dalam koloni kapang endofit. Proses fermentasi mikroba endofit
digunakan media cair karena fermentasi dengan media cair lebih efektif untuk
memproduksi biomassa dan senyawa bioaktif dibandingkan fermentasi dalam
media padat (Nurhidayah et al., 2014). Fermentasi kapang endofit menggunakan
media PDY, karena dalam media ini mengandung sumber karbon yang berasal
dari kentang dan dextrose, serta ekstrak khamir sebagai sumber nitrogen. Media
fermentasi harus mengandung nutrien untuk pertumbuhan, sumber energi,
penyusun substansi sel, dan biosintesis produk fermentasi. Komponen media yang
paling penting yaitu sumber karbon dan nitrogen, karena sel-sel mikroba dan
produk fermentasi sebagian besar terdiri dari unsur karbon dan nitrogen, selain itu
juga mengandung garam-garam organik serta beberapa vitamin dan mineral
(Kusumaningtyas et al., 2010).
4.1.6 Cek kemurnian Bakteri Uji
Pengamatan bakteri uji bertujuan untuk mengetahui bahwa bakteri uji yang
digunakan benar-benar murni dan tidak terkontaminasi, maka dilakukan
pengamatan secara makroskopik dan mikroskopik. Berikut adalah hasil
pengamatan bakteri uji :
a) Staphylococcus aureus
Pengamatan makroskopik meliputi, koloni bakteri berbentuk bulat
dengan bagian pinggir rata dan berwarna kuning mengkilat dengan diameter
sampai 1,3 mm. Pengamatan mikroskopis meliputi, sel bakteri berbentuk bulat
bergerombol seperti anggur, berwarna ungu dengan pewarnaan Gram dan
merupakan bakteri Gram positif.
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Makroskopis Mikroskopis
Perbesaran 1000 x
Gambar 4.19 Hasil Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Staphylococcus
aureus
b) Bacillus subtilis
Pengamatan makroskopis meliputi, koloni bakteri berbentuk bulat
dengan bagian pinggir rata dan berwarna putih dengan diameter sampai 1,5
mm. Pengamatan mikroskopis meliputi, sel bakteri berbentuk batang
berkelompok atau tunggal, berwarna ungu dengan pewarnaan Gram dan
merupakan bakteri Gram positif.
Makroskopis Mikroskopis
Perbesaran 1000 x
Gambar 4.20 Hasil Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Bacillus subtilis
c) Escherichia coli
Pengamatan makroskopik meliputi, koloni bakteri berbentuk bulat
dengan bagian pinggir rata dan berwarna putih kekuningan dengan diameter
sampai 2,5 mm. Pengamatan mikroskopis meliputi, sel bakteri berbentuk
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang pendek berkelompok atau tunggal, berwarna merah dengan pewarnaan
Gram dan merupakan bakteri Gram negatif.
Makroskopis Mikroskopis
Perbesaran 1000 x
Gambar 4.21 Hasil Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Escherichia coli
d) Shigella dysenteriae
Pengamatan makroskopis meliputi, koloni bakteri berbentuk bulat
dengan bagian pinggir rata dan berwarna putih dengan diameter sampai 1,4
mm. Pengamatan mikroskopis meliputi, sel bakteri berbentuk batang
berkelompok atau tunggal, berwarna merah dengan pewarnaan Gram dan
merupakan bakteri Gram negatif.
Makroskopis Mikroskopis
Perbesaran 1000 x
Gambar 4.22 Hasil Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Shigella
dysenteriae
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengamatan mikroskopik bakteri uji dilakukan dengan menggunakan
metode pewarnaan Gram untuk membedakan bakteri Gram positif dan Gram
negatif. Pada perwarnaan Gram ini, bakteri yang telah difiksasi dengan panas
sehingga membentuk noda pada kaca objek yang diwarnai dengan pewarna basa
yaitu crystal violet. Karena warna ungu mewarnai seluruh sel, maka pewarna ini
disebut pewarna primer (primary stain). Selanjutnya pewarna dicuci dan pada
noda spesimen ditetesi iodin atau lugol yang merupakan mordant (penajam).
Setelah iodin atau lugol dicuci, baik bakteri Gram positif maupun Gram negatif
tampak berwarna ungu. Selanjutnya, noda spesimen dicuci dengan alkohol yang
merupakan decolorizing agent (senyawa peluntur warna) yang pada spesies
bakteri tertentu dapat menghilangkan warna ungu dari sel. Setelah alkohol dicuci,
noda spesimen diwarnai kembali dengan safranin yang merupakan pewarna basa
berwarna merah. Bakteri yang tetap berwarna ungu digolongkan ke dalam Gram
positif, sedangkan bakteri yang berwarna merah digolongkan ke dalam bakteri
Gram negatif (Pratiwi, 2008).
Perbedaan warna antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif
disebabkan oleh adanya perbedaan struktur pada dinding selnya. Dinding bakteri
Gram positif banyak mengandung peptidoglikan, sedangkan bakteri Gram negatif
banyak mengandung lipopolisakarida. Kompleks crystal violet-iodin yang masuk
ke dalam sel bakteri Gram positif tidak dapat dicuci oleh alkohol karena adanya
lapisan peptidoglikan yang kokoh pada dinding sel, sedangkan pada bakteri Gram
negatif, alkohol akan merusak lapisan polisakarida. Kompleks crystal violet-iodin
pada bakteri Gram negatif dapat dicuci dan menyebabkan sel bakteri tampak
transparan, yang akan berwarna merah setelah diberi safranin (Pratiwi, 2008).
Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis dapat mempertahankan warna ungu
sehingga merupakan bakteri Gram positif, sedangkan Escherichia coli dan
Shigella dysenteriae kehilangan warna ungu dan berwarna merah setelah
diteteskan safranin sehingga merupakan bakteri Gram negatif.
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.7 Data Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji
Bakteri uji yang telah murni diinokulasi ke dalam media NB untuk
mendapatkan kurva pertumbuhan bakteri. Kurva pertumbuhan akan
menggambarkan pola pertumbuhan bakteri yang terbagi menjadi empat fase, yaitu
adaptasi, log, stasioner, dan kematian (Cooper, 1991 dalam Sholikah dan Nengha,
2014). Keempat fase pertumbuhan bakteri dapat diketahui dari pengukuran
turbiditas populasi bakteri pada kultur cair dengan menggunakan spektrofotometer
UV pada panjang gelombang 600 nm dengan melihat nilai absorbansi yang
dihasilkan (Harley dan Prescott, 2002 dalam Sholikah dan Nengha, 2014). Tujuan
pembuatan kurva pertumbuhan bakteri adalah untuk menentukan fase
eksponensial (log), dimana pada fase ini bakteri tumbuh dan membelah pada
kecepatan maksimum (Pratiwi, 2008). Kriteria nilai absorbansi yang dihasilkan
berada pada rentang 0,08-0,1 yang setara dengan 107
CFU/mL dimana bakteri uji
bersifat patogen (Halim et al., 2014).
Bakteri Staphylococcus aureus mengalami 2 fase, yaitu fase adaptasi dan
fase log. Fase adaptasi terjadi pada jam ke-0 sampai jam ke-2. Fase log mulai
terjadi pada jam ke-3 sampai jam ke-9, dimana pada fase ini bakteri uji dapat
digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. Bakteri Bacillus subtilis mengalami 3
fase, yaitu fase adaptasi, fase log dan fase stasioner. Fase adaptasi terjadi pada jam
ke-0 sampai jam ke-12. Fase log mulai terjadi pada jam ke-13 sampai jam ke-16,
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dimana pada fase ini bakteri uji dapat digunakan untuk uji aktivitas antibakteri.
Fase stasioner mulai terjadi pada jam ke-18 sampai jam ke-23.
Bakteri Escherichia coli mengalami 3 fase, yaitu fase adaptasi, fase log, dan
fase stasioner. Fase adaptasi terjadi pada jam ke-0 sampai jam ke-2. Fase log
mulai terjadi pada jam ke-4 sampai jam ke-15, dimana pada fase ini bakteri uji
dapat digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. Fase stasioner mulai terjadi pada
jam ke-17 sampai jam ke-22. Bakteri Shigella dysenteriae mengalami 2 fase, yaitu
fase adaptasi dan fase log. Fase adaptasi terjadi pada jam ke-0 sampai jam ke-4.
Fase log mulai terjadi pada jam ke-5 sampai jam ke-10, dimana pada fase ini
bakteri uji dapat digunakan untuk uji aktivitas antibakteri.
4.1.8 Data Uji Aktivitas Antibakteri
Sebanyak 10 supernatan isolat kapang endofit dari hasil fermentasi
dilakukan uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram atau Kirby-
Baurer. Pada penelitian ini menggunakan cakram dengan diameter 6 mm dan
cakram dengan diameter 5,5 mm. Sebanyak 20 µl larutan uji dari kapang endofit
diserapkan ke cakram hingga cakram mengering pada cawan petri steril.
Pengeringan cakram bertujuan agar senyawa metabolit sekunder terserap secara
merata pada cakram dan pelarut yang digunakan menguap. Apabila cakram
kurang kering pada saat ditempelkan ke media yang berisi bakteri uji, maka zona
bening yang dihasilkan tidak valid karena dikhawatirkan bakteri uji terhambat
oleh pelarut yang bersifat toksik dan bukan karena metabolit sekunder yang
dihasilkan kapang endofit. Cakram yang telah kering diletakkan secara aseptis ke
dalam media yang telah berisi bakteri uji dan diinkubasi pada suhu 35°C selama
24 jam. Aktivitas antibakteri dilihat dari terbentuknya zona bening disekitar
cakram. Zona bening merupakan indikasi terhambat atau tidaknya pertumbuhan
bakteri patogen akibat sekresi senyawa antibakteri oleh mikroba lain yang bersifat
antagonis (Elfina et al., 2014).
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berikut adalah hasil pengukuran zona hambat isolat kapang endofit yang
berpotensi sebagai antibakteri :
Tabel 4.2 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit
No. Isolat Diameter zona hambat (mm)
S.aureus B.subtilis E.coli S.dysenteriae
1 DPU 1 7,85 mm - 6,42 mm 6,68 mm
2 DPU 3 7,53 mm 6,2 mm 6,38 mm 6,46 mm
3 DPU 4 7,78 mm 6,11 mm 6,26 mm 6,68 mm
4 DTE 1 6,96 mm 7,05 mm 6,9 mm 7,3 mm
5 DTE 3 - - 7,03 mm 6,1 mm
6 DTU 1 6,95 mm 7,2 mm 7,28 mm 6,7 mm
7 DTU 4 - 5,76 mm 6,86 mm 6,1 mm
8 DTU 6 - 7,03 mm 6,35 mm 7,68 mm
9 DTU 7 6,55 mm - 6,91 mm -
10 DTU 9 6,61 mm - 6,9 mm 5,92 mm
Kontrol
Kloramfenikol (+)
Kontrol (-)
19,46 mm 14,52 mm 10,94 mm 16,91 mm
- - - -
Keterangan :
DPU 1 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (1)
DPU 3 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (3)
DPU 4 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau muda (4)
DTE 1 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau tua (1)
DTE 3 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau tua (3)
DTU 1 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (1)
DTU 4 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (4)
DTU 6 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (6)
DTU 7 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (7)
DTU 9 : Isolat kapang endofit dari daun berwarna hijau kekuningan (9)
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri terhadap kapang endofit diperoleh
10 isolat kapang endofit yang menghasilkan zona hambat bening pada bakteri uji
tertentu. Supernatan isolat DPU 1 menghambat pertumbuhan Staphylococcus
aureus dengan diameter zona hambat 7,85 mm, menghambat pertumbuhan
Escherichia coli dengan diameter zona hambat 6,42 mm, menghambat
pertumbuhan Shigella dysenteriae dengan diameter zona hambat 6,68 mm, dan
tidak menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis.
Supernatan dari isolat DPU 3 menghambat pertumbuhan Staphylococcus
aureus dengan diameter zona hambat 7,53 mm, menghambat pertumbuhan
Bacillus subtilis dengan diameter zona hambat 6,2 mm, menghambat
pertumbuhan Escherichia coli dengan diameter zona hambat 6,38 mm, dan
menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae dengan diameter zona hambat
6,46 mm.
Supernatan dari isolat DPU 4 menghambat pertumbuhan Staphylococcus
aureus dengan diameter zona hambat 7,78 mm, menghambat pertumbuhan
Bacillus subtilis dengan diameter zona hambat 6,11 mm, menghambat
pertumbuhan Escherichia coli dengan diameter zona hambat 6,26 mm, dan
menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae dengan diameter 6,68 mm.
Supernatan dari isolat DTE 1 menghambat pertumbuhan Staphylococcus
aureus dengan diameter zona hambat 6,96 mm, menghambat pertumbuhan
Bacillus subtilis dengan diameter zona hambat 7,05 mm, menghambat
pertumbuhan Escherichia coli dengan diameter zona hambat 6,9 mm, dan
menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae dengan diameter zona hambat 7,3
mm.
Supernatan dari isolat DTE 3 menghambat pertumbuhan Escherichia coli
dengan diameter zona hambat 7,03 mm, menghambat pertumbuhan Shigella
dysenteriae dengan diameter 6,1 mm, dan tidak menghambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis.
Supernatan dari isolat DTU 1 menghambat pertumbuhan Staphylococcus
aureus dengan diameter zona hambat 6,95 mm, menghambat pertumbuhan
Bacillus subtilis dengan diameter zona hambat 7,2 mm, menghambat
pertumbuhan Escherichia coli dengan diameter zona hambat 7,28 mm, dan
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae dengan diameter zona hambat 6,7
mm.
Supernatan dari isolat DTU 4 menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis
dengan diameter zona hambat 5,76 mm, menghambat pertumbuhan Escherichia
coli dengan diameter zona hambat 6,86 mm, menghambat pertumbuhan Shigella
dysenteriae dengan diameter 6,1 mm, dan tidak menghambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus.
Supernatan dari isolat DTU 6 menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis
dengan diameter 7,03 mm, menghambat pertumbuhan Escherichia coli dengan
diameter zona hambat 6,35 mm, menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae
dengan diameter zona hambat 7,68 mm, dan tidak menghambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus.
Supernatan dari isolat DTU 7 menghambat pertumbuhan Staphylococcus
aureus dengan diameter zona hambat 6,55 mm, menghambat pertumbuhan
Escherichia coli dengan diameter zona hambat 6,91 mm, dan tidak menghambat
pertumbuhan Bacillus subtilis dan Shigella dysenteriae.
Supernatan dari isolat DTU 9 menghambat pertumbuhan Staphylococcus
aureus dengan diameter zona hambat 6,61 mm, menghambat pertumbuhan
Escherichia coli dengan diameter zona hambat 6,9 mm, menghambat
pertumbuhan Shigella dysenteriae dengan diameter zona hambat 5,92 mm, tidak
menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis.
Berdasarkan hasil skrining dan uji aktivitas antibakteri terdapat 3 isolat
kapang endofit, yaitu isolat DPU 4, DTU 7, dan DTU 9 yang menunjukkan
adanya zona hambat pada uji aktivitas antibakteri sementara pada pengamatan
hasil skrining tidak menunjukkan zona hambat terhadap Staphylococcus aureus.
Isolat DTE 1 dan DTU 1 menunjukkan zona hambat pada uji aktivitas antibakteri
sementara hasil skrining tidak menunjukkan zona hambat terhadap Bacillus
subtilis. Isolat DPU 1, DPU 3, dan DTU 6 menunjukkan zona hambat pada uji
aktivitas antibakteri sementara hasil skrining tidak menunjukkan zona hambat
terhadap Escherichia coli. Isolat DPU 1, DPU 3, DPU 4, DTE 1, DTE 3, DTU 1,
dan DTU 9 menunjukkan zona hambat pada uji aktivitas antibakteri sementara
hasil skrining tidak menunjukkan zona hambat terhadap Shigella dysenteriae.
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Namun sebaliknya, isolat DTE 3 tidak menunjukkan adanya zona hambat pada uji
aktivitas antibakteri sementara hasil skrining menghasilkan zona hambat terhadap
Staphylococcus aureus. Isolat DTU 7 dan DTU 9 tidak menunjukkan adanya zona
hambat pada uji aktivitas antibakteri sementara hasil skrining menghasilkan zona
hambat terhadap Bacillus subtilis. Isolat DTU 7 tidak menunjukkan adanya zona
hambat pada uji aktivitas antibakteri sementara hasil skrining menghasilkan zona
hambat terhadap Shigella dysenteriae.
Adanya perbedaan hasil dimana isolat menghasilkan zona hambat pada uji
aktivitas antibakteri sementara tidak menghasilkan zona hambat pada skrining
dapat disebabkan oleh metabolit sekunder yang terkandung dalam isolat kapang
endofit dihasilkan lebih banyak pada proses fermentasi. Pada proses fermentasi
media cair kontak antara kapang endofit dengan nutrien membuat seluruh bagian
dari kapang endofit berada dalam media tersebut. Penyerapan nutrien yang lebih
banyak akan membuat kapang endofit lebih banyak menghasilkan metabolit
sekunder dibandingkan dengan mikroba endofit yang tidak melalui proses
fermentasi (Elfina et al., 2014). Namun sebaliknya, perbedaan hasil dimana isolat
tidak menghasilkan zona hambat pada uji aktivitas antibakteri sementara
menghasilkan zona hambat pada skrining dapat disebabkan oleh senyawa
metabolit sekunder yang terkandung dalam isolat kapang endofit tidak tersari
dalam pelarut air sehingga tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji.
Oleh karena itu, perlu dilakukan ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik
dengan tingkat kepolaran tertentu.
Diameter rata-rata zona hambat yang dihasilkan oleh kapang endofit yaitu
5-10 mm yang termasuk ke dalam kategori sedang dalam menghambat
pertumbuhan bakteri. Tingginya aktivitas antibakteri dari suatu senyawa
antimikroba dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri patogen
dengan metode difusi dipengaruhi oleh kemampuan difusi senyawa antimikroba
dari cakram ke media yang berisi bakteri patogen (Elfina et al., 2014). Selain itu,
besar kecilnya zona daya hambat mikroba endofit terhadap bakteri patogen diduga
disebabkan oleh metabolit yang dihasilkan oleh isolat. Semakin tinggi konsentrasi
antibakteri yang dihasilkan maka semakin tinggi pula daya hambatnya yang
ditunjukkan oleh kecilnya pertumbuhan koloni bakteri patogen (Sunariasih et al.,
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2014). Senyawa fitokimia yang diduga mempunyai aktivitas antibakteri adalah
komponen yang terdapat dalam supernatan (filtrat ekstraseluler) seperti flavonoid,
terpenoid, alkaloid, tanin, saponin, dan glikosida (Govindappa et al., 2011,
Dhankar et al., 2012, dan Bahgat et al., 2014).
Isolat kapang endofit yang diperoleh dari Medinilla speciosa Blume
memiliki potensi sebagai antibakteri yang ditandai dengan terbentuknya diameter
zona hambat, namun terdapat larutan uji dari isolat kapang endofit yang tidak
mampu menghambat bakteri uji tertentu.
66 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Isolasi kapang endofit dari daun Medinilla speciosa Blume diperoleh 20
isolat fungi endofit yang diperoleh dari daun berwarna hijau muda, hijau
tua, dan hijau kekuningan.
2. Uji aktivitas antibakteri dari kapang endofit diperoleh 10 isolat kapang
endofit yang aktif terhadap bakteri uji tertentu, yaitu Staphylococcus
aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
- Isolat DPU 1 aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus,
Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
- Isolat DPU 3 aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus,
Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
- Isolat DPU 4 aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus,
Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
- Isolat DTE 1 aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus,
Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
- Isolat DTE 3 aktif sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli dan
Shigella dysenteriae.
- Isolat DTU 1 aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus,
Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
- Isolat DTU 4 aktif sebagai antibakteri terhadap Bacillus subtilis,
Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
- Isolat DTU 6 aktif sebagai antibakteri terhadap Bacillus subtilis,
Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
- Isolat DTU 7 aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli.
- Isolat DTU 9 aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus,
Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan saran sebagai berikut :
1. Identifikasi lebih lanjut terhadap kapang endofit terutama yang berpotensi
menghasilkan metabolit sekunder yang memiliki aktivitas antibakteri.
2. Ekstraksi terhadap isolat kapang endofit yang berpotensi sebagai
antibakteri dengan pelarut organik tertentu untuk menarik senyawa
antibakteri yang terkandung didalamnya.
3. Uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen lainnya selain dari
bakteri patogen yang telah diujikan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar H, Aris TW, Munti Y. 2011. Skrining Bakteri yang Berasosiasi dengan
Spons Jaspis sp. sebagai Penghasil Senyawa Antimikroba. Ilmu Kelautan
Vol. 16 (1). Bogor : Departemen Biologi FMIPIA IPB.
Agusta, Andria. 2006. Biotransformation of Catechins and Bioreproduction of
Bisanthraquinones by The Endophytic Fungus Diaporthe Sp. Isolated From
A Tea Plant. PhD Thesis. Japan : Faculty of Pharmacy and Pharmaceutical
Science, Fakuyuma University.
Agusta, Andria. 2009. Biologi dan Kimia Jamur Endofit. Bandung : ITB, p. 3-5.
Anggana A.F. 2011. Kajian Etnobotani Masyarakat di Sekitar Taman Nasional
Gunung Merapi (Studi Kasus di Desa Umbulharjo, Sidorejo, Wonodoyo dan
Ngablak). Skripsi Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor :
Institur Pertanian Bogor.
Anonim. 2014. Escherichia coli. http://www.emedicine.com. Diakses pada
tanggal 2 Desember 2014 pukul 08.00 WIB
Anonim.2014.http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/tanaman_obat/
depkes/5-062.pdf diakses pada tanggal 4 November 2014.
Ariyono, Redha Q, Syamsuddin D, Lilik S. 2014. Keanekaragaman Jamur
Endofit Daun Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir) pada Lahan
Pertanian Organik dan Konvensional. Jurnal HPT Vol. 2 (1). Malang :
Program Studi Agroekoteknologi, Universitas Brawijaya, p. 22.
Atika, Dian. 2007. Uji Aktivitas Antimikroba Hasil Fermentasi Kapang Endofit
yang Diisolasi dari Akar, Batang, Daun Tanaman Garcinia fruticosa
Lauterb dan Garcinia lateriflora Blume Serta Akar dan Daun Tanaman
Garcinia cowa Roxb. Skripsi Sarjana Farmasi. Depok : FMIPA Universitas
Indonesia.
Bacon CW, Hinton DM. 2006. Bacterial Endophytes : The Endophytic Niche, Its
Occupants, And Its Utility. Plant-Associated Bacteria. Netherland :
Springer.
Bahgat, Mohsen M, Mona MEB, Salwa AK, Nesma AME. 2014. Characterization
Endophytic Bacteria Isolated from The Medical Plant CapparissinaicaVeill.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
And Analyze Its Bioactive Flavonoid Vol. 4 (11). Indian Journal Applied
Research. Egypt : Phytochemistry and Plant Systematics Departement,
National Research Centre, dan Port-Said University.
Block SS. 1977. Disinfection, Sterilization, and Presevation. Phildalphia : Lea &
Febiger.
Chatim C, Suharto. 1993. Sterilisasi dan Disinfeksi Dalam : Mikrobiologi
Kedokteran. Jakarta : Binarupa Aksara, p. 39-51.
Conca Lab. 2014. Mueller Hinton Agar. New York : Pronadisa.
Cooper, S. 1991. Bacterial Growth and Division : Biochemistry and Regulation
of Prokaryotic and Eukaryotiv Division Cycles. San Diego : Academic
Press.
Davis dan Stout. 1971. Disc Plate Method of Microbiological Antibiotic Essay.
Journal of Microbiology Vol. 22, No. 4.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Bakteriologi Klinik. Jakarta :
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan RI, p. 11-45, 49-50, 56.
Dhankhar S, Sandeep K, Sandeep D, Jaya PY. 2012. Antioxidant Activity of
Fungal Endophytes Isolated from Salvadora Oleoides Decne. International
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science Vol. 4 (2). Haryana :
Departement of Genetics Maharshi Dayanand University.
Dreyfuss ME, H.H. Hoffman, H. Kobel, W. Pache, and H. Tsecherter. 1986.
Cyclosporin A and C : New Metabolites from Trichoderma polysporum
(Link Expers) Rifai. Appl. Environ. Microbiologi, p. 125-133.
Elfina D, Atria M, Rodensia, MR. 2014. Isolasi dan Karakterisasi Fungi Endofit
dari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Sebagai Antimikroba
Terhadap Candida albicans, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli.
Pekanbaru : Jurusan Biologi FMIPA-UR, p. 1-4.
Fisher PJ, Anson dan Petrini. 1989. Antibiotic Activity of Some Endophytic Fungi
from Ericaceous Plant. Bot. Helv. 40 (94), p. 249-253,
Ganiswarna SG, Rianto S, Frans DS, dan Purwantyastuti. 1995. Farmakologi dan
Terapi Edisi IV. Jakarta : Bagian Farmakologi Kedokteran Universitas
Indonesia, p. 560-583.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gibson, JM. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat. Jakarta :
EGC, p. 6, 11-15.
Govindappa M, Channabasava R, Sowmya DV, Meenakshi J, Shreevidya MR,
Lavanya A, Gustavo S, dan Sadananda TS. 2011. Phytochemical Screening,
Antimicrobial And In Vitro Anti-Inflammatory Activity of Endophytic
Extracts from Loranthus sp. Pharmacognosy Journal Vol. 3 (25). Karnataka
: Departemen of Biotechnology, Shridevi Insitute of Engineering &
Technology.
Halim, Jasril, Saryono. 2014. Optimalisasi Produksi Senyawa Metabolit Sekunder
dari Pseudomonas sp. Endofit Tanaman Dahlia (Dahlia variabilis). Ind.
Che. Acta Vol. 5 (1). Pekanbaru : Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Riau.
Handayani. 2007. Skrining Kapang Endofit Penghasil Antimikroba dari Ranting
Tanaman Garcinia Tetrandra Pierre terhadap Escherichia coli,
Staphylococcus aures, Salmonella typhosa, Bacillus subtilis, Pseudomonas
aeroginosa, Candida albicans, dan Aspergillus niger. Skripsi Sarjana
Ekstensi Farmasi. Depok : FMIPA Universitas Indonesia, p. 27-29, 46.
Harley JP, dan L.M. Prescott. 2002. Laboratory Exercises in Microbiology 5th
Edition. New York : The Mc Graw Hill Companies.
Himeda Laboratories. 2011. Nutrient Broth. Mumbai : Technical Data.
Horn WS, M.S.J. Simmonds, R.E. Schwartz, and W.M. Blaney. 1995.
Phomopsichalasin, A Novel Antimicrobial Agent from An Endophytic
Phomopsis Sp. Tetrahedron 14, p. hal 3969-3978.
Ilyas, M. 2007. Isolasi dan Identifikasi Mikroflora Kapang pada Sampel Serasah
Daun Tumbuhan di Kawasan Gunung Lawu, Surakarta, Jawa Tengah.
Jurnal Biodiversitas Vol. 8 (2), p.105-110.
Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s. 2011. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta :
Salemba Medika.
Judoamidjojo M, Darwis AA, dan Sa’id EG. 1990. Teknologi Fermentasi. Bogor :
PAU-Bioteknologi IPB, p. 50-52.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Khotimah, Fiqi Khusnul. 2010. Isolasi Senyawa Aktif Antibakteri Minyak Atisiri
Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum). Skrispsi. Jakarta : Program Studi
Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Jakarta.
Kusumangingtyas E, M. Natasia, dan Darmono. 2010. Potensi Metabolit Kapang
Endofit Rimpang Lengkuas Merah dalam Menghambat Pertumbuhan
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan Media Fermentasi
Potato Dextrose Broth (PDB) dan Potato Dextrose Yeast (PDY). Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Jakarta : Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila.
Labeda, DP. 1990. Isolation Biotechnologic Organism from Nature. New York :
McGraw-Hill Publishing Company.
Lorian, V. 1980. Antibiotics in Laboratory Medicine 2th
Edition. London :
Wiliams and Wilkins, p. 510-515.
Mariana C, Buta E, Hort D. 2012. Medinilla : An Exotic and Attractive Indoor
Plant With Great Value. Journal of Horticulture, Forestry and
Biotechnology Vol.16 (2), p. 9-12.
Niswah, Lukluwatun. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Buah Parijoto
(Medinilla speciosa Blume) Menggunakan Metode Difusi Cakram. Skrispsi
Sarjana Farmasi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nurhidayah, Uswatun H, dan Idramsa. 2014. Pengaruh Ekstrak Metabolit
Sekunder Jamur Endofit Tumbuhan Cotylelobium melanoxylon dalam
Menghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen. Medan : Jurusan Biologi
Fakultas MIPA Universitas Negeri Medan.
Nurul, Mukaromah. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri Beberapa Fraksi dari Ekstrak
Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) dengan Metode Bioautografi.
Skripsi Sarjana Farmasi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Okeke MI, Iroegbu CU, Eze EN, Okali AS, Esimone CO. 2001. Evaluation of
Extracts of The Root of Landolphia owerrience for Antibacterial Activity.
Journal Ethnopharmacol Vol. 78 : 119-127.
Pelczar, Michael J dan E.C.S. Chan. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid I.
Jakarta : UI Press, p. 489-493.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Petrini O, T.N. Sieber, L. Toti dan O. Viret. 1992. Ecology Metabolite Production
and Substrate Utilization in Endophytic Fungi. Natural Toxins 1, p. 185-
196.
Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : EGC, p.22-32, 38-43,
188-192.
Priharta, Antonius Alfian Yuan Dias. 2008. Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Endofit dalam Batang Tanaman Artemisia annua L. yang Diuji Potensi
Antibakterinya Terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Skripsi Sarjana Farmasi. Yogyakarta : Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma, p. 31, 33.
Prihatiningtias, W. 2005. Senyawa Bioaktif Fungi Endofit Akar kuning
(Fibraurea chloroleuca Miers) Sebagai Senyawa Antimikroba. Universitas
Gadjah Mada : Yogyakarta.
Prihatiningtias, W. 2006. Mikroba Endofit Sumber Penghasil Antibiotik Yang
Potensial. Yogyakarta : Fakultas Farmasi UGM.
Prihatiningtias W, Mae SHW. 2005. Prospek Mikroba Endofit Sebagai Penghasil
Senyawa Bioaktif. Yogyakarta : Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.
Purwanto. 2014. Isolasi Bakteri Endofit dari Tanaman Sirih Hijau (Piper bettle L.)
dan Potensinya sebagai Penghasil Senyawa Antibakteri. Bogor : Fakultas
Kedokteran Hewan IPB, p. 54.
Rachmayani, Renita. 2008. Skrining Kapang Endofit Penghasil Antimikroba dan
Antioksidan dari Ranting dan Daun Tanaman Garcinia Mangostana. Skripsi
Sarjana Farmasi. Depok : FMIPA Universitas Indonesia, p. 31-34.
Radji, Maksum, Atiek S, Renita R, dan Berna E. 2011. Isolation of Fungal
Endophytes from Garcinia Mangostana and Their Antibacterial Activity.
African Journal of Biotechnology Vol. 10 (1). Depok : Laboratory of
Microbiology and Biotechnology, Departement of Pharmacy, Faculty of
Mathematics and Sciences, p. 104.
Radji, Maksum. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam
Pengembangan Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian Vol. 2 (3), p. 113-
126. Depok : Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Departemen
Farmasi FMIPA-UI.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rahman MA, Ahsan T, Islam S. 2010. Antibacterial and Antifungal Properties of
Methanol Extract from The Stem of Argyreia argentea. Bang. Journal
Pharmacol Vol. 5 : 41-44.
Ramadhan, M. Gama. 2011. Skrining dan Uji Aktivitas Penghambatan α-
Glukosidase dari Kapang Endofit Daun Johar (Cassia siamea Lamk). Skripsi
Sarjana Farmasi. Depok : FMIPA Universitas Indonesia, p. 17-18,
Rante H, Burhanuddin T, Soendaria I. 2013. Isolasi Fungi Endofit Penghasil
Senyawa Antimikroba dari Daun Cabai Katokkon (Capsicum annumm L
var. chinensis) dan Profil KLT Bioautografi. Majalah Farmasi dan
Farmakologi Vol. 17 (2). Makassar : Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin, p. 39-41.
Rustanti, Mirna. 2007. Isolasi dan Seleksi Kapang Endofit Penghasil Antimikroba
pada Akar Tanaman Sesoot (Garcinia picrorrhiza Miq.). Skripsi Sarjana
Farmasi. Depok : FMIPA Universitas Indonesia, p. 23-27, 28.
Salle AJ, 1961, Fundamental Principle of Bacteriologi 5th Edition. New York :
MC Graw Hill Book Company Inc.
Setiabudy, R. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi
dan Terapeutik FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, p. 571.
Sholikah, Umi dan Nengha DK. 2014. Uji Potensi Genera Bacillus sebagai
Bioakumulator Merkuri. Surabaya : Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Simarmata R, S. Lekatompessy S, dan H. Sukiman. 2007. Isolasi Mikroba
Endofitik dari Tanaman Obat Sambung Nyawa (Gynura procumbens) dan
Analisis Potensinya Sebagai Antimikroba. Berkas Penelitian Hayati. Bogor
: Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan, LIPI, p. 85-90.
Sinaga E, Noverita, Dinah F. 2009. Daya Antibakteri Jamur Endofit yang
Diisolasi dari Daun dan Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga Sw.). Jurnal
Farmasi Indonesia Vol. 4 (4). Pasar minggu : Fakultas Biologi Universitas
Nasional, p. 161-164.
Singelton P, dan Diana S. 1981. Introduction to Bacteria : For Student In the
Biological Science. New York, p. 140-159.
Siswandono, S.B. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga University Press.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sjahrurachman A, W. Kumala dan T. Nurjadi. 1999. Kepekaan Kuman Terhadap
Antibiotika Golongan Kuinolon dan Sefalosporin. CDK 124, p. 17-20.
Sleigh JD, Timbury MC. 1994. Notes on Medical Bacteriology. Tokyo : Chruchill
Livingstone, p. 42-44, 59-65, 76-83.
Strobel GA. 2002. Microbial Gifts from Rain Forests. Can. J. Plant Panthol, p. 24.
Strobel GA, Miller RV, Condron MM, Teplow DB, Hess WM. 1999.
Cryptocandin, A Potent Antimycotic from Endophytic Fungus
Cryptosporiopsis Quercina. Mikrobiologi. 145, p. 1919-1926.
Strobel G, Daisy B. 2003. Bioprospecting for Microbial Endophytes and Their
Natural Product. Microbiology and Molecular Biology Review : 67(4), p.
491-502.
Sugijanto, Noor EN, Beatrice Y, Made NK, Noor CZ. 2014. Aktivitas
Antimikroba dan Analisis KLT-Densitometri Metabolit Fraksi-Fraksi
Esktrak Endofit dari Aglaia odorata. Berkala Ilmiah Farmasi, Vol. 3 (1).
Surabaya : Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
Sumampouw M, Robert B, Henoch A, Jimmy P. 2010. Uji Antibakteri Jamur
Endofit Akar Bakau Rhizospora stylosa Terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli. Sam ratulangi : Bagian Farmakologi dan
Terapi Fakultas Kedokteran, p. 2-3.
Sunariasih, Ni Putu Linda., I Ketut Suada, Ni Wayan Suniti. 2014. Identifikasi
Jamur Endofit dari Biji Padi dan Uji Daya Hambatnya terhadap Pyricularia
oryzae Cav. E-Jurnal Agroteknologi Tropika Vol.3 (2). Denpasar : Program
Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
Syahrurahman A, et al. 1992. Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta :
Binarupa Aksara, p. 1-5, 37-38, 50-52, 79-105, 272-282.
Tan, RX and WX Zou. 2001. Endophytes : A Rich Source of Functional
Metabolites. Nat Prod. Rep. 18, p. 448-459.
Valgas C, de Souza SM, Smania EF, Smania A. 2001. Screening Method to
Determine Antibacterial Activity of Natural Prodcut. Brazilian Journal of
Microbiology. Vol. 34, p. 369-380.
Volk and Wheeler. 1990. Mikrobiologi Dasar Jilid 2 Edisi kelima. Jakarta :
Erlangga.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Wahyudi, P. 1997. Isolasi Mikroorganisme Endofitik Tanaman Tropis Indonesia.
Jakarta : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, p. 1-3.
Wibowo HA, Wasino & Dewi LS. 2012. Kearifan Lokal dalam Menjaga
Lingkungan Hidup (Studi Kasus Masyarakat di Desa Colo Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus). Journal of Edocational Social Studies Vol.1 (1), p. 25-
30.
Yulia, Prima Roza. 2005. Isolasi dan Seleksi Kapang Endofit Penghasil
Antimikroba pada Beberapa Tanaman Obat Tradisional Indonesia. Skripsi
Sarjana Ekstensi Farmasi. Depok : FMIPA Universitas Indonesia, p. 15-17,
35.
Zang HW, Song YC, dan Tan RX. 2006. Nat. Prod. Rep, p. 23, 7
76
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Penelitian
Sampling Tanaman
Daun Parijoto (Medinilla speciosa
Blume)
Sterilisasi Permukaan
Isolasi Kapang Endofit
Pemurnian Kapang Endofit
Identifikasi Bakteri Uji
Peremajaan
Bakteri Uji
Pembuatan Kurva
Pertumbuhan Bakteri Uji
Uji Aktivitas Antibakteri
Uji
Antibakteri
Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi
sebagai Antibakteri
Karakterisasi Kapang Endofit yang
Berpotensi sebagai Antibakteri
Fermentasi Kapang Endofit yang
Berpotensi sebagai Antibakteri
Lampiran 2. Determinasi Tumbuhan Parijoto (Medinilla speciosa Blume)
Lampiran 3. Bagan Kerja Isolasi Kapang Endofit
Dicuci dibawah
air mengalir
selama 10 menit
Kertas saring
Dipotong 1x1 cm2 dengan gunting
steril (dilakukan kalibrasi dengan
menggunakan pemggaris)
Keringkan di atas
kertas saring steril
Etanol 70% 1
menit Daun Parijoto (berwarna hijau
muda, hijau tua, dan hijau
kekuningan)
NaOCl
5 menit
Etanol 70%
0,5 menit
Aquades steril
3-5 detik
Media PDA diinkubasi 14 hari
pada suhu ruang
Aquades bilasan terakhir 1 mL
diisolasi ke PDA sebagai
kontrol pada cawan yang
berbeda
Lampiran 4. Bagan Kerja Pemurnian Kapang Endofit
;
Inokulasi sedikit
hifa dg ose steril
dari setiap koloni
yang berbeda
Pindahkan ke dalam
media PDA (dikerjakan
duplo : working culture
dan stock culture)
Inkubasi 5 hari
pada suhu ruang
Tiap koloni yang tumbuh
dipindahkan ke PDA miring
(dikerjakan duplo : working
culture dan stock culture)
Inkubasi 5 hari
pada suhu
ruang
Lampiran 5. Bagan Kerja Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai
Antibakteri
Biakan bakteri uji
Staphylococcus aureus,
Bacillus subtilis,
Escherichia coli, Shigella
dysenteriae dalam NB
dipipet 0,1 mL ke dalam
media NA (biakan bakteri
dibuat menggunakan kurva
pertumbuhan)
Media NA yang berisi
bakteri uji disebar secara
merata dengan
menggunakan batang L
Isolat kapang endofit dalam
media PDA diambil dengan
cork borer
Isolat kapang endofit
dipindahkan ke dalam media
NA yang berisi bakteri uji.
Diinkubasi pada suhu ruang
selama 3 hari
Amati zona hambat yang
terbentuk
Lampiran 6. Bagan Kerja Karakterisasi Kapang Endofit yang Berpotensi
sebagai Antibakteri
Karakterisasi Kapang Endofit
Karakterisasi Makroskopik
warna dan permukaan
koloni
tekstur
lingkaran-lingkaran
konsentris
warna balik koloni
(reverse color)
tetes eksudat
diameter
pertumbuhan koloni
kapang (cm/hari)
Karakterisasi Mikroskopik
Bagian hifa kapang ukuran 1 x 1 cm2
dipindahkan ke bagian pinggir pada PDA,
diletakkan pada kaca objek dan ditutup
dengan cover glass
Preparat ditempatkan pada petri steril berisi
sedikit air. Diinkubasi selama 5 hari pada
suhu ruang
Pengamatan dilakukan dengan mikroskop
perbesaran cahaya 400 kali (meliputi sekat
hifa, pertumbuhan hifa, warna hifa, bentuk
dan ornamentasi spora)
Lampiran 7. Bagan Kerja Fermentasi Kapang Endofit
Koloni kapang yang
murni dan berpotensi
sebagai antibakteri
diambil dengan cork
borer sebanyak 3
potongan isolat
Inokulasi ke
dalam 200 mL
PDY
Inkubasi secara kultur
diam suhu ruang selama
14 hari
Sentrifugasi 3000 rpm
selama 15 menit
Supernatan diambil
Supernatan
Biomassa
Larutan uji
Lampiran 8. Bagan Kerja Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi Makroskopik : mengamati morfologi dan pertumbuhan koloni
meliputi : bentuk, warna, dan bagian tepi koloni
Identifikasi Mikrokskopik
Bakteri
uji
Teteskan kristal
violet biarkan
selama 1 menit
Cuci dengan air
mengalir selama 5
detik
Preparat
dioleskan
bakteri setipis
mungkin dan
difiksasi di atas
api
Teteskan lugol
biarkan selama 1
menit
Cuci dengan air
mengalir selama 5
detik
Teteskan dengan
etanol 96% selama
30 detik, lalu dicuci
dengan air mengalir
Teteskan
safranin 10-30
detik
Cuci dengan air
mengalir dan
keringkan diatas
kertas saring
Amati dengan
mikroskop cahaya
perbesaran 1000 kali
(pengamatan : bentuk
dan warna sel)
Lampiran 9. Bagan Kerja Peremajaan Bakteri Uji
Lampiran 10. Bagan Kerja Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji
Staphylococcus
aureus ATCC
6538, Bacillus
subtilis ATCC
6633, Escherichia
coli ATCC 25922,
dan Shigella
dysenteriae ATCC
13313
Satu ose bakteri
uji diinokulasi
ke dalam NA
miring
Inkubasi suhu
35°C selama 24
jam
Lampiran 11. Bagan Kerja Uji Aktivitas Antibakteri
Biakan bakteri
uji pada NA
miring
ditambahkan 5
mL NaCl
Sebanyak 0,1%
(v/v) suspensi
bakteri dimasukkan
ke dalam 100 mL
NB
Absorbansi bakteri
pada menit ke-0 (t0)
diukur pada panjang
gelombang 600 mm
Media NB
diinkubasi pada
pengocokan 120
rpm pada suhu 37°C
Setiap interval 30
menit dilakukan
pengukuran absorban.
Lampiran 12. Hasil Fermentasi Kapang Endofit
Biakan bakteri
uji dalam NB
dipipet
sebanyak 1 mL
Biakan bakteri uji
dimasukkan ke
dalam cawan petri
steril dan
ditambahkan MHA
± 10 mL
Suspensi bakteri
digoyangkan
perlahan (10 kali ke
kanan dan 10 kali
ke kiri) agar
suspensi tersebar
merata pada media
Larutan uji kapang
endofit dan kontrol
negatif (aquades
steril) dipipet
sebanyak 20 µL
dan diserap pada
cakram steril
Cakram dibiarkan
kering di udara
Cakram dan kontrol
positif
(kloramfenikol)
diletakkan secara
aseptis ke dalam
MHA yang berisi
bakteri uji
Media diinkubasi
24 jam pada suhu
35°C
Amati zona hambat
yang terbentuk dan
diukur dengan jangka
sorong
Fermentasi Kapang Endofit (hari ke-14) Hasil Sentrifugasi
DPU 1
DPU 3
DPU 4
DTE 1
DTE 3
DTU 1
DTU 4
DTU 6
DTU 7
DTU 9
Lampiran 13. Absorbansi Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji
Jam S. aureus B.subtilis E.coli S. dysenteriae
0 0,001 0,002 0,007 0,003
1 0,005 0,002 0,012 0,007
2 0,014 0,006 0,055 0,017
3 0,066 0,009 0,203 0,037
4 0,198 0,021 0,402 0,088
5 0,404 0,065 0,542 0,226
6 0,821 0,163 0,624 0,402
7 1,022 0,294 0,689 0,579
8 1,142 0,434 0,806 0,757
9 1,191 0,633 0,884 0,891
10 1,485 0,474 1,056 0,892
11 1,479 0,621 1,160 0,976
12 1,769 0,830 1,470 0,956
13 2,122 0,855 1,647 0,990
14 1,946 1,132 1,895 1,229
15 2,083 0,156 1,973 1,581
16 1,839 1,776 2,053 1,631
17 1,911 1,893 2,086 1,692
18 1,956 2,072 1,744
19 1,978 2,058 1,731
20 1,946 2,057 1,786
21 1,981 2,033 1,780
22 1,958 2,033 1,797
23 1,944
Lampiran 14. Uji Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit
a. Isolat DPU 1, DPU 3, dan DPU 4
Staphylococcus aureus
+
-
DPU 4 DPU 3
DPU 1
Bacillus subtilis
Escherichia coli Shigella dysenteriae
+
- DPU 1
DPU 3 DPU 4
4
+ DPU 1
DPU 3
DPU 4
-
+ DPU 4
-
DPU
1
DPU 4
DPU 3
b. Isolat DTE 1, DTU 1, dan DTU 6
c. Isolat DTE 3,
DTU 4, DTU 7, dan DTU 9
Staphylococcus aureus Bacillus subtilis
Escherichia coli Shigella dysenteriae
Staphylococcus aureus Bacillus subtilis
+
- DTE 1
1
DTU 6
161
DTU 1
61161
+ DTE 1
1
DTU 1
61161
-
DTU 6
161
-
+ DTU 1
61161
DTU 6
161
DTE 1
1 + DTE 1
1
DTU 1
61161
-
DTU 6
161
DTU 7
DTU 9
97161
DTE 3
97161 DTU 4
+
-
DTU 4
DTE 3
97161
+ DTU 9
97161
DTU 7
-
DTU 4
DTE 3
97161
Escherichia coli Shigella dysenteriae
DTU 7
DTU 9
97161
DTE 3
97161
DTU 4
+
-
DTU 7
DTU 9
97161
DTE 3
97161
DTU 4
-
+