Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK KASAR TEMPUYUNG
(Sonchus arvensis L.) TERHADAP BAKTERI Pseudomonas fluorescens
SECARA IN VITRO
SKRIPSI PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Oleh: KHAIRINI ANWAR 135080500111046
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK KASAR TEMPUYUNG
(Sonchus arvensis L.) TERHADAP BAKTERI Pseudomonas fluorescens
SECARA IN VITRO
SKRIPSI PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh:
KHAIRINI ANWAR 135080500111046
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2016
SKRIPSI
UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK KASAR TEMPUYUNG
(Sonchus arvensis L.) TERHADAP BAKTERI Pseudomonas fluorescens
SECARA IN VITRO
Oleh: KHAIRINI ANWAR 135080500111046
telah dipertahankan didepan penguji pada tanggal 28 juli 2017
dan dinyatakan telah memenuhi syarat SK Dekan No. : Tanggal :
Menyetujui Dosen Penguji I Dosen Pembimbing I (Ir. Ellana Sanoesi, MP) (Prof. Dr. Ir. Arief Prajitno,MS) NIP. 19630924 199803 2 002 NIP. 19550213 198403 1 001 Tanggal: Tanggal:
Dosen Penguji II Dosen Pembimbing II
(M. Fakhri, S.Pi, MP., M.Sc) (Ir. Heny Suprastyani, MS) NIP. 19860717 201504 1 001 NIP. 19620904 198701 2 001 Tanggal: Tanggal:
Mengetahui, Ketua Jururan
(Dr. Ir. Arning Wilujeng Ekawati, MS) NIP. 19620805 198603 2 001 Tanggal :
PERNYATAAN ORISINILITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini benar
benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya juga
tidak terdapat pendapat atau karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 28 Juli 2017
Mahasiswa
Tanda tangan
Khairini Anwar
UCAPAN TERIMAKASIH
Dalam penyelesaian laporan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan yang baik
ini perkenankan penulis untuk mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Ir. Arief Prajitno, MS selaku dosen pembimbing I yang telah memberi
dorongan, bimbingan, arahan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan
Skipsi ini.
2. Ir. Heny Suprastyani, MS selaku dosen pembimbing II yang telah memberi
dorongan, bimbingan, arahan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan
Skipsi ini.
3. Ir. Ellana Sanoesi, MP selaku dosen penguji I dan M. Fakhri, S.Pi, MP., M.Sc
selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan arahan dan saran
kepada penulis.
4. Bapak, ibu dan adik serta keluarga tercinta yang telah memberikan do’a serta
dorongan material, spiritual dan semangat serta motivasi yang membangun.
5. Teman-teman Program Studi Budidaya Perairan angkatan 2013 “khususnya
tim 25” yang membantu dalam penyusunan laporan skripsi ini.
Akhirnya penulis memanjatkan do’a semoga Allah SWT memberikan
pahala yang setimpal dan berlipat ganda atas segala bantuan semua pihak yang
telah ikhlas membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan laporan
skripsi ini. Amin.
Malang, 28 Juni 2017
Penulis
RINGKASAN
KHAIRINI ANWAR. Uji Daya Hambat Ekstrak Kasar Tempuyung (Sonchus
Arvensis L.) Terhadap Bakteri Pseudomonas fluorescens Secara In Vitro. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. ARIEF PRAJITNO, MS. dan Ir. HENY
SUPRASTYANI, MS.
Pemanfaatan kekayaan alam di Indonesia salah satunya sebagai obat herbal yang digunakan untuk mengobati beberapa penyakit sudah dilakukan sejak dahulu kala. Salah satu tanaman yang diduga memiliki aktivitas antihiperurisemia adalah daun Tempuyung (S. arvensis L.). P. fluorescens merupakan patogen budidaya umum, menginfeksi baik invertebrata dan hewan vertebrata, terutama udang dan ikan. Pengobatan bakteri dalam dunia sangat diperlukan untuk keberlangsungan budidaya, terutama dengan menggunakan obat tradisional yang diharapkan tidak mengandung residu berbahaya agar tidak terakumulasi dalam tubuh ikan budidaya. Dalam penelitian ini tanaman herba Tempuyung diharapkan dapat menghambat pertumbuhan bakteri P. fluorescens.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Divisi Penyakit dan Kesehatan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang pada tanggal 06 Februari – 31 April 2017. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kasar Tempuyung (S. arvensis) terhadap daya hambat bakteri P. fluorescens secara In Vitro.
Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan (dosis 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm) dangan 3 ulangan beserta kontrol positif dan kontrol negatif. Serta Uji yang dilakukan adalah Uji MIC dan Uji Cakram.
Uji MIC dilakukan untuk mengetahui dosis terkecil dalam menghambat atau membunuh bakteri P. fluorescens, dari hasil dari uji MIC didapatkan dosis 1 ppm sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri P. flourescens. Oleh karena itu, dosis 10 ppm digunakan sebagai dosis terendah dari ekstrak kasar Tempuyung (S. arvensis) yang digunakan menjadi dosis perlakuan penelitian inti pada uji kertas cakram. Dari hasil pengamatan didapatkan hasil yaitu, pada perlakuan A (10 ppm) diperoleh diameter zona bening rata-rata sebesar 3,45 mm, perlakuan B (20 ppm) diperoleh diameter zona bening rata-rata sebesar 5,03 mm, perlakuan C (30 ppm) diperoleh diameter zona bening rata-rata sebesar 4,70 mm, perlakuan D (40 ppm) diperoleh diameter zona bening rata-rata sebesar 2,65 mm dan perlakuan E (50 ppm) diperoleh diameter zona bening rata-rata sebesar 2,55 mm. Menghasilkan garis perpotongan yang membentuk grafik kuadratik dengan persamaan y= 2,052875 + 0,1758 Xj -0,00363 Xj2 dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,829 dan nilai koefisien korelasi sebesar 0,911.
Kesimpulan yang didapat yaitu ekstrak kasar Tempuyung (S. arvensis) berpengaruh terhadap bakteri P. fluorescens dan bersifat bakteriosida. Dosis optimal ekstrak dapat membunuh pertumbuhan bakteri P. fluorescens adalah 24,2 ppm dengan diameter zona bening sebesar 4,18 mm.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas hidayah, karunia serta
ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Skripsi ini yang berjudul “Uji Daya
Hambat Ekstrak Kasar Tempuyung (S. arvensis L.) Terhadap Bakteri P.
fluorescens Secara In Vitro”. Di dalam tulisan ini disajikan pokok-pokok bahasan
yang meliputi tentang bagaimana ekstrak kasar Tempuyung dapat mengambat
pertumbuhan bakteri P. flourencens. Skripsi ini di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir.
Arief Prajitno, MS. sebagai dosen pembimbing I dan Ir. Heny Suprastyani, MS
sebagai dosen pembimbing II.
Sangat disadari bahwa dengan keterbatasan yang dimiliki, walaupun telah
dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, penulis mengharapkan saran
yang membangun agar tulisan ini dapat bermanfaat dalam menambah ilmu
pengetahuan.
Malang, 28 Juli 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................. viii
DAFTAR ISI .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiii
1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 3 1.3 Tujuan ........................................................................................ 3 1.4 Hipotesis .................................................................................... 3 1.5 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ............................................... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4 2.1 Tumbuhan Tempuyung (S. arvensis L) ...................................... 4
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi ............................................. 4 2.1.2 Habitat dan Penyebaran ............................................. 5 2.1.3 Bahan Aktif ................................................................. 5
2.2 Bakteri P. flourescens ................................................................ 6 2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi ............................................. 6 2.2.2 Infeksi dan Tanda Penyerangan ................................. 7
2.3 Uji Sensitivitas Bakteri Secara In Vitro ....................................... 8
3. METODOLOGI .................................................................................. 10 3.1 Materi Penelitian ........................................................................ 10
3.1.1 Alat Penelitian ............................................................ 10 3.1.2 Bahan Penelitian ........................................................ 11
3.2 Metode Penelitian ...................................................................... 12 3.3 Rancangan Penelitian ................................................................ 13 3.4 Prosedur Penelitian .................................................................... 14
3.4.1 Persiapan Penelitian .................................................. 14 3.4.2 Pelaksanaan Penelitian .............................................. 17
3.5 Parameter Uji ............................................................................. 19 3.6 Analisa Data ............................................................................... 19
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 21
4.1 Uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration) ............................... 21 4.2 Uji Kertas Cakram ...................................................................... 22 4.3 Parameter Penunjang................................................................. 29
5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 31 5.1 Kesimpulan ................................................................................ 31 5.2 Saran ......................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 32
LAMPIRAN ........................................................................................... 35
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Daun Tempuyung ............................................................................ 4
2. Bakteri P. flourescens Dengan Perbesaran 1000 Kali ...................... 7
3. Denah Penelitian ............................................................................. 14
4. Hasil Uji Cakram .............................................................................. 24
5. Grafik Hubungan Antara Dosis Ekstrak Kasar Tempuyung (S. arvensis) Terhadap Diameter Zona Hambat Bakteri P. fluorescens. ........................................................................................................ 27
6. Gugus Kaempferol, Luteolin-7-O-Glukosida, Dan Apigenin-7- O-
Glukosida ........................................................................................ 29
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Alat-Alat Penelitian .......................................................................... 10
2. Bahan-Bahan Penelitian .................................................................. 11
3. Hasil Uji MIC Mengunakan Spektrofotometer................................... 21
4. Kategori Daya Hambat Bakteri Menurut Davis Stout ........................ 24
5. Hasil Rata-Rata Pengukuran Diameter Daya Hambat (mm) Ekstrak Kasar Tempuyung (S. arvensis) Terhadap Bakteri P. fluorescens Secara In Vitro ................................................................................ 25
6. Hasil Perhitungan Sidik Ragam Diameter Daya Hambat Bakteri P.
flourescens ...................................................................................... 25 7. Uji Perbandingan Beda Nyata Terkecil (BNT) Ekstrak Kasar
Tempuyung (S. arvensis) Terhadap Bakteri P. fluorescens Secara
In Vitro ............................................................................................ 29
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil Uji Biokimia Bakteri P. flourescens .......................................... 35
2. Alat – Alat Penelitian ........................................................................ 36
3. Bahan Penelitian .............................................................................. 41
4. Hasil Uji MIC dan Uji Cakram ........................................................... 45
5. Analisa Data Uji Daya Hambat Ekstrak Kasar Tempuyung (S. arvensis) Terhadap Bakteri P. fluorescens Secara In Vitro .............. 49
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pemanfaatan kekayaan alam di Indonesia salah satunya sebagai obat
herbal yang digunakan untuk mengobati beberapa penyakit sudah dilakukan sejak
dahulu kala, salah satunya adalah pemanfaatan tanaman sebagai
antihiperurisemia. Salah satu tanaman yang diduga memiliki aktivitas
antihiperurisemia adalah daun Tempuyung (S. arvensis L.). Daun tumbuhan ini
memiliki banyak khasiat diantaranya untuk mengatasi kelebihan asam urat,
diuretik, batu ginjal, kencing batu, batu empedu, bengkak, penenang batuk, asma,
penurun kadar kolestrol dan bronkitis. Tempuyung mengandung ion-ion mineral
antara lain silika, kalium, magnesium, natrium dan beberapa flavonoid
(kaempferol, luteolin-7-O-glukosida, dan apigenin-7-O-glukosida), kumarin
(skepoletin), taraksterol, inositol, serta asam fenolat (sinamat, kumarat, dan
vanilat). Pada penelitian sebelumnya, ekstrak air, etanol dan flavonoid daun
Tempuyung dilaporkan dapat menghambat enzim xantin oksidase secara in vitro,
namun dalam penelitian ini belum diketahui bagaimana aktivitas ekstrak daun
Tempuyung in vivo (Cendrianti, Muslichah, dan Ulfa, 2013).
Berdasarkan Trevendi, Patil, Shettigar, Gangwar, dan Jana (2015) P.
fluorescens merupakan patogen oportunistik, dan mampu hidup di berbagai
lingkungan seperti tanaman, tanah, dan permukaan air. Strain bakteri yang
berbeda dari P. fluorescens telah diketahui memiliki aktivitas hemolitik tinggi,
penginduksi respon cyctotoxic dan menimbulkan proinflamasi di sel usus epitel. P.
fluorescens berada di rhizosphere dan menghasilkan berbagai metabolit sekunder
termasuk antibiotik terhadap tanah sebagai patogen tanaman, namun risiko
dengan menggunakan P. fluorescens menyebabkan terjadinya tingkat infeksi
nosokomial lebih tinggi dari P. aeruginosa. Beberapa strain ini ditemukan dalam
2
saluran pencernaan manusia dengan tingkat komensal yang rendah, sementara
beberapa ditemukan dalam produk makanan beku dengan ciri psychrotrophic. P.
fluorescens merupakan mikroorganisme yang dapat menyebabkan berbagai
penyakit manusia dan dianggap sebagai mikroorganisme patogen.
Penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri sangat mempengaruhi hasil
budidaya karena penyakit tersebut dapat menurunkan hasil ikan budidaya.
Diantaranya penyebaran penyakit yang disebabkan oleh bakteri adalah melalui
luka ikan (Lubis, Yunasfi, dan Leidonald, 2014). P. fluorescens adalah Gram-
negatif, bakteri psychrotrophic yang tumbuh optimal pada 25-30° C. P. fluorescens
hidup secara luas di tanah, air, tanaman, dan hewan. P. fluorescens merupakan
patogen budidaya umum, menginfeksi baik invertebrata dan hewan vertebrata,
terutama udang dan ikan. Di Cina, penyakit akibat P. fluorescens telah diamati di
berbagai spesies ikan budidaya, termasuk ikan mas flounder Jepang, dan turbot.
P. fluorescens juga dapat menginfeksi manusia dan menyebabkan wabah
bakterimia. Penelitian yang mendokumentasikan patogenitas P. fluorescens
sangat terbatas untuk kedua isolat klinis manusia dan isolat ikan. Akibatnya, hanya
sedikit yang dapat diketahui mengenai faktor virulensi yang berpartisipasi dalam
proses infeksi P. fluorescens (Li Liu, Heng Chi, dan Li Sun, 2015).
Pengobatan bakteri dalam dunia sangat diperlukan untuk keberlangsungan
budidaya. Banyak pembudidaya menggunakan antibiotik untuk menghambat atau
membunuh bakteri penyebab penyakit, namun penggunaan yang berlebihan dan
terlalu sering dapat menimbulkan restensi bakteri dan dapat terakumulasi dalam
tubuh ikan. Penggunaan obat tradisional diharapkan dapat menggantikan
penggunaan antibiotik karena tidak mengandung residu berbahaya dan tidak
terakumulasi dalam tubuh ikan budidaya. Bakteri P. fluorescens merupakan
bakteri yang dapat menyerang ikan budidaya. Dalam penelitian ini tanaman herba
Tempuyung diharapkan dapat menghambat pertumbuhan bakteri P. fluorescens.
3
1.2 Rumusan masalah
Pengobatan terhadap ikan budidaya banyak dilakukan dengan
menggunakan bahan kimia, namun bahan kimia yang digunakan bukan hanya
dapat menimbulkan bakteri tersebut resisten namun juga dapat mencemari
lingkungan dengan bahan kimia tersebut. Maka diperlukan bahan alami yang
dapat menggantikan bahan kimia sebagai antibakteri. Berdasarkan latar belakang
dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
• Bagaimanakah pengaruh pemberian ekstrak kasar Tempuyung (S.
arvensis) dengan uji cakram berpengaruh terhadap daya hambat bakteri P.
fluorescens?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak kasar Tempuyung (S. arvensis) terhadap daya hambat bakteri P.
fluorescens secara In Vitro.
1.4 Hipotesis
H0 : Diduga pemberian ekstrak kasar Tempuyung (S. arvensis) dengan dosis
yang berbeda tidak mempengaruhi daya hambat dari bakteri P.
fluorescens.
H1 : Diduga pemberian ekstrak kasar Tempuyung (S. arvensis) dengan dosis
yang berbeda dapat mempenngaruhi daya hambat dari bakteri P.
Fluorescens.
1.5 Tempat, Waktu/Jadwal Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Divisi
Penyakit dan Kesehatan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Brawijaya, Malang pada tanggal 06 Februari – 31 April 2017
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
.
2.1 Biologi Tempuyung (S. arvensis)
2.1.1 Klasifikasi Dan Morfologi Tempuyung (S. arvensis)
Tempuyung merupakan tanaman herbal yang tidak memiliki batang
berkayu. Gambar daun Tempuyung disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan
Winarto dan Tim Karyasari (2004) tanaman Tempuyung (S. arvensis) memiliki
klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Dunia Tumbuhan
Divisi : Spermatophita
Ordo : Monokotiledon
Kelas : Angiospermae
Famili : Asteraceae
Jenis : Sonchus arvensis
Gambar 1. Daun Tempuyung (Winarto dan Tim Karyasari, 2004)
Menurut Muhlisah (2007) Tempuyung merupakan terna (tumbuhan yang
batangnya lunak karena tidak membentuk kayu) menahun yang memiliki tinggi 0,6
– 2 m. Ada dua jenis Tempuyung, yaitu Tempuyung berukuran kecil yang disebut
lempung, sedangkan Tempuyung yang berukuran besar disebut rayana.
Batangnnya berbentuk bulat, berusuk, bergetah putih. Daunnya berupa daun
tunggal dan berbentuk lonjong atau lanset. Panjang daun sekitar 6 – 48 cm dan
5
lebarnya 3- 12 cm. Bagian daun yang mengarah ke pangkal mempunyai lekuk-
lekuk yang menyempit. Rasa daunnya amat pahit. Sebagian daunnya hanya
menyebar memenuhi permukaan tanah. Bunganya merupakan bunga majemuk
berbentuk bonggol yang bertangkai panjang dan berukuran mungil. Warna
bunganya kuning cerah yang akan berubah menjadi merah kecoklatan. Buahnya
bertekstur keras, pipih, dan berwarna coklat kekuningan. Akarnya adalah akar
tunggang yang kokoh.
2.1.2 Habitat Dan Penyebaran
Salah satu tumbuhan yang termasuk dalam daftar tumbuhan obat
tradisional Indonesia (TOTI) adalah Tempuyung atau S. arvensis (Asteraceae)
dikenal dengan beberapa nama daerah antara lain; Lobak air, Lempung jombang
dan lain-lain, merupakan tumbuhan herba yang menahun, tegak mengandung
getah, mempunyai akar tunggang yang kuat. Tumbuhan ini hidup liar di Jawa, di
daerah yang banyak hujan pada ketinggian 50-1650 mdpl. Tumbuh di tempat
terbuka atau sedikit terlindung di tempat yang bertebing, di pematang, di pinggir
saluran air (Heyne, 1987 dalam Chairul, Sumarny dan Chairul, 2003).
Bersarkan Sa’adah (2007) Tempuyung biasanya ditemukan tumbuh liar di
tempat yang terbuka atau sedikit terlindung, seperti di tepi saluran air, di pinggir
jalan, di tebing-tebing, atau di tempat yang tidak terurus. Akan tetapi sekarang
banyak orang yang sengaja menanamnya karena berkasiat obat seperti dapat
menyembuhkan penyakit asam urat, diuretik, batu ginjal, kencing batu, bengkak,
asma, penurun kadar koresterol dan sebagainya.
2.1.3 Bahan Aktif
Menurut Cendrianti et al. (2013), daun tumbuhan ini memiliki banyak
khasiat diantaranya untuk mengatasi kelebihan asam urat, diuretik, batu ginjal,
kencing batu, batu empedu, bengkak, penenang batuk, asma, penurun kadar
6
kolestrol dan bronkitis. Tempuyung mengandung ion-ion mineral antara lain silika,
kalium, magnesium, natrium dan beberapa flavonoid (kaempferol, luteolin-7-O-
glukosida, dan apigenin-7- O glukosida), kumarin (skepoletin), taraksterol, inositol,
serta asam fenolat (sinamat, kumarat, dan vanilat). Pada penelitian sebelumnya,
ekstrak air, etanol dan flavonoid daun Tempuyung dilaporkan dapat menghambat
enzim xantin oksidase secara in vitro, namun dalam penelitian ini belum diketahui
bagaimana aktivitas ekstrak daun Tempuyung in vivo.
Sebagai obat penghancur batu ginjal daun Tempuyung memiliki efek
diuretic yang disebabkan oleh kandungan ion-ion mineral yang tinggi seperti
kalium, silika, magnesium dan natrium. Selain ion-ion mineral, daun Tempuyung
diketahui juga mengandung senyawa–senyawa organik seperti flavonoid
(kaemferol, luteolin-7-glukosida dan apigenin-7-O-glukosida), saponin, kumarin
(skopoletin), polifenol, a-laktuserol, b-laktuserol, manitol, inositol, taraksasterol,
serta asam-asam fenolat (sinamat, kumarat, dan vanilla). Senyawa flavonoid
apigenin-7-O-glukosida diketahui memiliki potensi yang cukup baik untuk
menghambat kerja enzim xantin oksidase dan superoksidase yang biasa terjadi
pada reaksi-reaksi radikal bebas, sehingga dapat dipergunakan sebagai senyawa
antioksidan atau scavengers (Sukadana dan Santi, 2011).
2.2 Biologi Bakteri P. fluorescens
2.2.1 Klasifikasi Dan Morfologi Bakteri P. fluorescens
P. fluorescens merupakan bakteri patogen yang dapat
menimbulkan penyakit pada ikan apabila melemahnya daya tahan ikan
tersebut. Gambar P. fluorescens disajikan pada gambar 2. Menurut
Gellissen (2005) klasifikasi bakteri P. fluorescens adalah sebagai berikut:
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
7
Order : Pseudomonadales
Family : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Spesies : Pseudomonas flourescens
Gambar 2. P. flourescens (Koch dan Nybroe, 2006) Berdasarkan Arwiyanto, Maryudani, dan Azizah (2007) koloni bakteri
berbentuk bulat, tepi rata, fluidal dan mengeluarkan pigmen berwarna kuning
kehijauan pada medium King’s B. Pigmen tersebut membedakan bakteri yang
termasuk ke dalam kelompok P. fluorescens dengan kelompok lain. Medium King’s
B merupakan medium yang sedikit mengandung ion Fe sehingga bakteri yang
temasuk ke dalam kelompok P. fluorescens akan membentuk siderofor yang
fungsinya mengikat ion Fe. Siderofor dapat dideteksi dengan adanya pigmen
warna kuning kehijauan yang berdifusi ke dalam medium King’s B. Pigmen yang
berdifusi ke dalam medium menjadi lebih jelas terlihat apabila diamati di bawah
lampu ultraviolet dengan panjang gelombang (365 nm). Secara individu, bakteri
berbentuk batang dengan ukuran 0,5-1,0 – 1,5-4,0 m.
2.2.2 Infeksi Bakteri P. fluorescens dan Tanda - tanda Klinis penyerangan
Menurut Lestari, Budiharjo dan Pangastuti (2016) kulit ikan merupakan
bagian tubuh yang jarang dikolonisasi oleh bakteri, karena bagian ini selalu
berhubungan dengan air. Akan tetapi, pernah dilaporkan adanya bakteri pada kulit
8
ikan Anguilla anguilla, yang didominasi oleh Pseudomonas spp. (17,23%),
Acinetobacter baumannii (15,51%), Stenotrophomonas maltophilla (12,05%), dan
bakteri Gram positif (18,93%). Bakteri yang umum berasosiasi dengan saluran
pencernaan ikan air tawar adalah dari genus Escherichia, Klebsiella, Proteus,
Serratia, Aeromonas, Alcaligenes, Alteromonas, Carnobacterium, Flavobacterium,
Micrococcus, Citrobacter, Hafnia, Cytophaga/Flexibacter, Bacillus, Listeria,
Photobacterium, Pseudomonas, Staphylococcus, dan Vibrio. Studi metagenomik
pada mukus ikan Sidat Eropa (A. anguilla) menunjukkan bahwa mikroorganisme
yang dominan adalah filum gammaproteobacteria, dan mikrobiota mukus ternyata
sangat berbeda dari lingkungan akuatiknya. Genus yang muncul pada semua
sampel A. anguilla pada studi tersebut adalah Pseudomonas.
P. fluorescens merupakan bakteri pembusuk yang dapat ditemukan
dimana saja. Menurut Supriadi (2006), P. fluorescens termasuk ke dalam bakteri
yang dapat ditemukan di mana saja (ubiquitous); sering kali ditemukan pada
bagian tanaman (permukaan daun dan akar) dan sisa tanaman yang membusuk,
tanah dan air, sisa-sisa makanan yang membusuk, serta kotoran hewan. Ciri yang
mencolok dan mudah dilihat dari P. fluorescens adalah kemampuannya
menghasilkan pigmen pyoverdin dan atau fenazin pada medium King’B sehingga
terlihat berpijar bila terkena sinar UV.
2.3 Uji Sensitivitas Bakteri secara In Vitro
Metode yang digunakan dalam uji antibakteri ini yaitu metode MIC dan
metode difusi cakram kertas. Dasar penentuan antimikroba secara in vitro adalah
MIC (Minimum Inhibitiory Concentration) dan MBC (Minimum Bactericidal
Concentration). MIC merupakan konsentrasi terendah bakteri yang dapat
menghambat pertumbuhan dengan hasil yang dilihat dari pertumbuhan bakteri
dengan hasil yang dilihat dari pertumbuhan koloni pada agar atau kekeruhan pada
9
pembiakan cair. Sedangkan MBC adalah konsenstrasi terendah antimikroba yang
dapat membunuh 99,9% pada biakan selama waktu yang ditentukan. Absorpsi
obat dan distribusi antimikroba akan mempengaruhi dosis, rute dan frekuensi
pemberian antimikroba untuk mendapatkan dosis efektif di tempat terjadinya
infeksi pada spesies ikan (Soleha, 2015).
Selain metode MIC digunakan juga metode difusi cakram. Menurut
Mulyadi, Wuryanti, dan Ria S. (2013) metode ini dilakukan dengan meletakkan
cakram kertas yang telah direndam larutan uji diatas media padat yang telah
diinokulasi dengan bakteri. Pencelupan cakram pada larutan uji hingga seluruh
permukaan cakram basah. Pengamatan dilakukan setelah bakteri diinokulasi,
pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat zona bening disekitar cakram.
Pemilihan metode ini karena mudah dan sederhana untuk menentukan aktivitas
antibakteri sampel yang di uji. Kertas cakram yang digunakan dalam penelitian ini
memiliki diameter 0,5 cm.
10
3. METODOLOGI
3.1 Materi Penelitian
3.1.1 Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Foto
alat-alat pada Tabel 1 disajikan pada Lampiran 2.
Tabel 1. Alat-Alat Penelitian
Alat Kegunaan
Autoklaf Sebagai alat untuk mensterilkan peralatan yang akan digunakan.
Beaker glass Sebagai wadah tabung reaksi saat sterilisasi.
Blender Untuk menghaluskan ekstrak kasar daun ketapang.
Blue tip Tip adalah pelengkap mikropipet yang diletakkan pada ujung pipet.
Bola hisap Sebagai alat untuk mengambil atau mengeluarkan larutan.
Bunsen Sebagai alat untuk sterilisasi. Cawan petri Sebagai wadah dari media dan kultur
bakteri yang akan diamati. Corong Sebagai alat untuk pemindahan larutan
ke wadah lain. Erlenmeyer Sebagai wadah untuk melarutkan,
memanaskan dan menghomogenkan media.
Gelas ukur Sebagai alat untuk mengukur media/larutan.
Gunting Sebagai alat untuk memotong. Hotplate Sebagai alat untuk memanaskan media. Inkubator Sebagai tempat untuk menyimpan
bakteri uji. Jangka sorong Sebagai alat untuk mengukur zona
hambat. Jarum osse Sebagai alat untuk mengambil bakteri
dari media. Korek Gas Sebagai sumber api untuk menyalakan
bunsen. Laminar Air Flow Sebagai tempat untuk penanaman
bakteri agar tidak terkontaminasi dengan udara luar.
Lemari pendingin Sebagai tempat untuk menyimpan ekstrak dan bahan.
Mikropipet Sebagai alat untuk mengambil larutan dalam skala kecil.
Oven Sebagai alat pengering alat dan bahan.
11
Tabel 1. (Lanjutan)
Alat Kegunaan
Nampan Sebagai wadah alat dan bahan penelitian.
Pinset Sebagai alat untuk meletakkan kertas cakram pada cawan.
Pipet volume Sebagai alat untuk mengambil larutan dalam skala besar.
Rak tabung reaksi Sebagai tempat tabung reaksi. Rotary vacuum evaporator Sebagai alat untuk mendapatkan ekstrak
kasar bahan uji. Spatula Sebagai alat untuk menghomogenkan
larutan. Spektrofotometer Sebagai alat untuk mengukur kekeruhan
dengan menggunakan panjang gelombang tertentu.
Sprayer Sebagai wadah alkohol. Tabung reaksi Sebagai wadah untuk perlakuan uji. Timbangan digital Sebagai alat untuk menimbang ekstrak
kasar daun Tempuyung, media NA dan TSB padat yang dibutuhkan.
Toples kaca Sebagai wadah untuk maserasi daun Tempuyung.
Triangle Sebagai alat untuk menebar bakteri yang akan ditanam.
Vortex mixer Sebagai alat menghomogenkan larutan. Washing bottle Sebagai wadah menyimpan aquades.
3.1.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Foto
bahan-bahan pada Tabel 2 dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 2. Bahan-Bahan Penelitian
Bahan Kegunaan
Alkohol 70% Sebagai bahan untuk pengondisian aseptis.
Alumunium foil Sebagai bahan untuk menutupi seluruh bagian beaker glass dan erlenmeyer pada saat disterilkan.
Aquades Sebagai bahan pelarut ekstrak dan pembuatan Na-fis.
Bakteri P. fluorescens. Sebagai bakteri yang akan digunakan dalam uji daya hambat.
Daun Tempuyung (S. arvensis)
Sebagai bahan yang akan diuji kemampuan daya hambatnya.
Etanol 30% Sebagai bahan pelarut daun ketapang pada proses maserasi.
12
Tabel 2. (Lanjutan)
Bahan Kegunaan
Kapas Sebagai bahan untuk menutupi alat pada saat sterilisasi.
Karet gelang Sebagai bahan mengikat tutup toples maserasi.
Kertas cakram 6 mm Sebagai bahan untuk mengetahui besar zona bening dari ekstrak kasar yang digunakan.
Kertas koran Sebagai bahan untuk membungkus peralatan yang akan disterilisasi.
Kertas label Sebagai penanda. Kertas saring Sebagai alat untuk menyaring bahan
setelah maserasi. Lap kering Sebagai bahan untuk membersihkan alat-
alat yang telah digunakan. Masker Sebagai bahan pengkondisian aseptis . NA (Nutrient Agar) Sebagai media tumbuh bakteri dalam
bentuk agar. NaCl Sebagai bahan untuk pembuat Na-fis Plastic wrap Sebagai pembungkus botol sampel. Plastik Sebagai bahan untuk menyimpan petri
pada saat diinkubator. Sarung tangan Sebagai bahan pengkondisian aseptis
pada tangan. Spiritus Sebagai bahan bakar untuk bunsen. Tali Kasur Sebagai bahan untuk mengikat peralatan
yang akan disterilisasi. Tissue Sebagai bahan pembersih alat yang telah
digunakan. TSB (Tryptic Soy
Broth) Sebagai media tumbuh bakteri dalam bentuk cair.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Menurut
pernyataan Danim (2003), penelitian dengan pendekatan percobaan atau
eksperimental (experimental research) atau penelitian eksperimental-sungguhan
(true-experimental research) dimaksudkan untuk menyelidiki kemungkinan
hubungan sebab-akibat (cause-and-affect relationship) dengan cara mengekspos
satu atau lebih kelompok eksperimental dan satu atau lebih kelompok control yang
tidak dikenai perlakuan atau treatment. Penelitian eksperimental juga dapat
13
diartikan sebagai sebuah studi yang objektif, sistematik dan terkontrol untuk tujuan
memprediksi atau mengontrol fenomena. Tujuan penelitian ini, karenanya,
dimaksudkan untuk menguji hubungan kausalitas. Penelitian eksperimental
adalah suatu penelitian yang mencari pengaruh antara variabel satu dengan
variable lainnya dengan kondisi yang ditentukan oleh peneliti (Sani, 2016).
3.3 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL). Berdasarkan Sastrosupadi (2000) Rancangan Acak Lengkap (RAL)
digunakan untuk percobaan yang mempunyai media atau tempat percobaan yang
seragam atau homogen, sehingga RAL banyak digunakan untuk percobaan
laboratorium, rumah kaca, dan perternakan. Karena media homogen maka media
atau tepat percobaan tidak memberikan pengaruh pada respon yang diamati dan
model untuk RAL adalah sebagai berikut:
𝑌𝑖𝑗 = 𝜇 + 𝑇𝑖 + 𝜖𝑖𝑗 ; 𝑖 = 1,2, … . 𝑡 ; 𝑗 = 1,2,3, … . 𝑡
Keterangan:
𝑌𝑖𝑗 = respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-I dan ulangan ke-j.
𝜇 = nilai tengah umum.
𝑇𝑖 = pengaruh perlakuan ke-i.
∈𝑖𝑙 = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-I dan ulangan ke-j.
Dalam penelitian ini, perlakuan yang diamati adalah pengaruh perbedaan
dosis ekstrak kasar Tempuyung (S. arvensis) terhadap bakteri P. fluorescens pada
cawan petri selama 48 jam. Pengamatan dilakukan berdasarkan pengukuran
besarnya zona hambat yang muncul pada medium agar padat dengan satuan
milimeter (mm). Perlakuan yang digunakan adalah 5 perlakuan dengan 3 ulangan
beserta kontrol positif dan kontrol negatif yaitu:
14
K : Perlakuan kontrol (+) dan (-), dengan control positif dosis 100 % ekstrak
kasar Tempuyung.
A : Perlakuan dengan dosis 10 ppm ekstrak kasar Tempuyung.
B : Perlakuan dengan dosis 20 ppm ekstrak kasar Tempuyung.
C : Perlakuan dengan dosis 30 ppm ekstrak kasar Tempuyung.
D : Perlakuan dengan dosis 40 ppm ekstrak kasar Tempuyung.
E : Perlakuan dengan dosis 50 ppm ekstrak kasar Tempuyung. Untuk denah
penelitian disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Denah Penelitian
Keterangan gambar :
K : Kontrol positif (+) dan negatif (-)
A - E : Perlakuan
1 - 3 : Ulangan
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Persiapan Penelitian
3.4.1.1 Sterilisasi Alat Dan Bahan
Sterilisasi alat dapat dilakukan dengan menggunakan autoclave, dengan
cara penggunaan adalah sebagai berikut:
15
Seluruh alat-alat yang digunakan dicuci terlebih dahulu menggunakan sabun
cuci, kemudian dikeringkan dan dibungkus menggunakan kertas koran dan
diikat menggunakan benang.
Dituangkan air secukupnya ke dalam autoclave, masukan alat yang telah
dibungkus kertas koran ke dalam autoclave. Selanjutnya ditutup yang rapat
dengan cara mengencangkan baut secara simetris.
Ditekan tombol ON untuk menyalakan autoclave, setelah mencapai suhu
1210C dan tekanan menunjukkan 1 atm, keadaan ini dipertahankan sampai 15
menit dengan cara membuka dan atau menutup kran uap yang berada di
bagian atas tutup autoclave.
Jika telah selesai tekan tombol OFF, tunggu beberapa saat hingga suhu
menunjukkan angka 0 (nol) dan buka kran uap, serta penutup autoclave secara
simetris.
Alat dan bahan yang sudah disterilkan diambil dan disimpan dalam kotak
penyimpanan, kemudian bahan disimpan dalam lemari pendingin.
3.4.1.2 Sterilisasi Tempat Perlakuan
Sterilisasi tempat perlakuan dilakukan untuk menghindari adanya
kontaminan dengan bakteri atau mikroorganisme yang berada diluar area
penelitian. Sterilisasi tempat penelitian dilakukan dengan menggunakan alkohol
70% maupun secara fisika dengan pembakaran langsung ataupun dengan
penyinaran dengan sinar UV. Pada penelitian ini sterilisasi tempat penelitian
dilakukan dengan menggunakan sinar UV yang bertempat di laminar air flow.
3.4.1.3 Pembuatan Ekstrak Tempuyung
Proses pembuatan ekstrak dimulai dengan menyiapkan daun Tempuyung
kering yang didapatkan dari daerah Batu, Jawa Timur sebanyak 1 kg. Daun
16
Tempuyung kering tersebut di giling dengan menggunakan blender hingga halus.
Kemudian daun tempung halus ditimbang sebanyak 250 gr dengan menggunakan
timbangan analitik untuk perendaman.
Maserasi dilakukan dengan menggunakan serbuk daun Tempuyung
sebanyak 250 gr dalam etanol 30% dengan perbandingan 1:5 selama 24 jam
dalam suhu kamar dengan pengulangan 3 x 24 jam. Larutan yang didapat
kemudian disaring dengan kertas saring lalu diuapkan dengan rotary vacum
evaporator sehingga dihasilkan ekstrak Tempuyung sebanyak 3,54 gram.
3.4.1.4 Pembuatan Media
Bakteri P. fluorescens diperoleh dari BBPAP Jepara dengan kepadatan
1,155x1014 sel/ml. Kepadatan bakteri yang digunakan untuk uji sensitifitas ekstrak
kasar Tempuyung adalah 107 sel/ml. Pembiakan dan pengujian bakteri meliputI
pembuatan media TSB (Tryptic Soy Broth) dan NA (Nutrient Agar) yaitu:
1. Pembuatan media NA
Ditimbang 7,2 gram NA, gliserol 3,6 gram, dan NaCl 5,4 gram.
Dimasukkan dalam erlenmeyer berisi 360 ml akuades.
Dipanaskan diatas hot plate sampai tercampur rata. Media yang akan
dipakai dibiarkan dingin hingga mencapai suhu ± 300 C karena bakteri akan
mati apabila diinokulasi pada media yang masih panas.
Dituang pada cawan petri steril dan di tunggu hingga dingin dan dilakukan
sterilisasi media dalam autoclave.
Jika media sudah dingin, simpan media ke dalam lemari pendingin apabila
media yang tidak langsung digunakan.
Panaskan atau biarkan hingga suhu ruangan apabila akan digunakan
kembali.
17
2. Pembuatan media TSB
Ditimbang 1,35 gram TSB dan 0,675 gram NaCl.
Dimasukkan dalam erlenmeyer berisi 45 ml akuades.
Dipanaskan diatas hotplate sampai tercampur rata. Media yang akan
dipakai dibiarkan dingin hingga mencapai suhu ± 300C karena bakteri akan
mati apabila diinokulasi pada media yang masih panas.
Dituang pada tabung reaksi steril dan di tunggu hingga dingin
Simpan media ke dalam inkubator apabila media yang tidak langsung
digunakan.
3.4.1.5 Pembiakan Bakteri P. fluorescens
Pembiakan Bakteri P. fluorescens dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Larutan TSB disiapkan sebanyak 0,75 gram dan 0,37 gram NaCl dalam
erlenmeyer sebanyak 25 ml.
Jarum osse dipanaskan diatas bunsen sampai berpijar, setelah dingin jarum
osse disentuhkan kebiakan murni P. fluorescens kemudian dicelupkan ke
larutan TSB.
Larutan TSB dibiarkan 12 - 24 jam dalam inkubator pada suhu 320 C.
Disiapkan cawan petri yang berisi media NA.
3.4.2 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1.1 Uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration)
Uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration) dilakukan untuk mengetahui
dosis minimum yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan
menggunakan ekstrak kasar Tempuyung. Pengamatan MIC merupakan
pengamatan kualitatif karena hanya dengan melihat kekeruhan pada media uji.
18
Apabila media uji keruh menandakan bahwa bakteri tersebut tumbuh, sebaliknya
jika media uji jernih maka menandakan bakteri tidak dapat tumbuh.
Prosedur Pelaksanaan Uji MIC adalah sebagai berikut:
Siapkan tabung reasksi yang telah berisi media TSB.
Berikan ekstrak kasar daun Tempuyung pada tabung reaksi dengan dosis
1000 ppm, 100 ppm, 10 ppm, 1 ppm, 0 ppm, 0,1 ppm, dan 0,01 ppm. Sisakan
2 tabung reaksi untuk control positif dan negatif.
Setiap tabung reaksi diberi 1 ml bakteri dengan kepadatan 107.
Media diinkubasi di inkubator dengan suhu 370C selama 24 jam.
Media dicek kekeruhannya dan diukur absorbansinya menggunakan
spektofotometer dengan panjang gelombang 570 nm.
3.4.1.2 Uji Cakram
Uji cakram digunakan untuk mengetahui pada konsentrasi tertentu yang
dapat menghambat bakteri yang bersifat bakteriostatik (menghambat bakteri)
setelah diinkubasi selama 24 jam, maupun bakterisida (membunuh bakteri)
setelah diinkubasi selama 48 jam. Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme
oleh zat antibakteri terlihat sebagai wilayah yang jernih di sekitar pertumbuhan
mikroorganisme yang sedang di uji.
Prosedur Pelaksanaan Uji Cakram adalah sebagai berikut:
Disiapkan cawan petri yang telah terdapat media NA dan ekstrak kasar
Tempuyung.
Penanaman bakteri pada media NA dilakukan dengan cara mengambil biakan
bakteri dari media TSB dengan mikropipet sebanyak 150 mikrolit, kemudian
diratakan pada seluruh permukaan media agar hingga merata.
Kertas cakram steril ukuran 6 mm direndam ke dalam ekstrak Tempuyung
selama 15 menit berdasarkan dosis perlakuan yang telah ditentukan.
19
Kertas cakram yang telah direndam selama 15 menit dalam ekstrak kasar
Tempuyung ditiriskan dan diletakkan pada permukaan lempeng agar.
Dibaca dan diukur diameter zona hambat yang terbentuk setelah diinkubasi
pada suhu ruang 320 C selama 48 jam dengan menggunakan jangka sorong.
Jarak kertas cakram dengan tepi cawan petri harus kurang dari 15 mm.
Jika jumlah kertas cakram lebih dari satu, maka jarak antar cakram tidak boleh
kurang dari 24 mm.
Saat meletakkan kertas cakram tidak boleh bergeser, karena mengurangi
validasi pengukuran.
3.5 Parameter Uji
Parameter uji terdiri dari parameter utama dan parameter penunjang.
Parameter utama yaitu diameter daerah hambatan yang diukur dengan
menggunakan kertas cakram yang dinyatakan dengan mm. Parameter
penunjangnya adalah suhu inkubasi yakni sebesar 320 C.
3.6 Analisa Data
Berdasarkan hasil uji daya hambat (zona bening) ekstrak kasar
Tempuyung (S. arvensis) terhadap daya hambat bakteri P. fluorescens maka
dilakukan analisa data secara statistik dengan menggunakan analisa keragaman
atau uji F (ANOVA) sesuai dengan rancangan yang digunakan yaitu Rancangan
Acak Lengkap (RAL). Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan
(variabel bebas) terhadap respon zona hambat yang diukur atau uji F.
Apabila nilai uji F berbeda nyata atau berbeda sangat nyata maka
dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan taraf p>5%
(kepercayaan 95%) serta taraf nyata 1% (kepercayaan 99%) untuk mengetahui
perbedaan antar perlakuan. Kemudian untuk mengetahui regresi atau hubungan
20
antar perlakuan dengan diameter zona hambat digunakan uji polynomial
orthogonal yang memberikan keterangan mengenai pengaruh keterangan terbaik.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration)
Perlakuan pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan
uji daya hambat minimal. Uji MIC dilakukan untuk mengetahui dosis terkecil dalam
menghambat atau membunuh bakteri P. fluorescens dengan menggunakan
berbagai macam dosis dari ekstrak kasar Tempuyung (S. arvensis). Hasil uji MIC
diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 570 nm untuk menunjukkan adanya perbedaan pada setiap perlakuan
setelah dilakukannya pengamatan. Hasil uji MIC disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji MIC Mengunakan Spektrofotometer
No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi
1 1000 0,985 2 100 1,021 3 10 0,722 4 1 0,712 5 0 0,822 6 0,1 0,797 7 0,01 0,781 8 Kontrol + 0,752 9 Kontrol - 0,897
Keterangan: Tabung No. 4 = Dosis perlakuan 1 ppm mampu menghambat pertumbuhan
bakteri P. flourescens. Kontrol (-) = Perlakuan tidak ditambahkan ekstrak (antibakteri) Kontrol (+) = Perlakuan ditambahkan antibiotik ocxytetracycline 10 ppm
Hasil pengamatan uji MIC di atas menunjukkan bahwa dosis yang tinggi
menghasilkan nilai absorbansi yang tinggi, namun dosis yang rendah dapat
menghasilkan absorbansi yang rendah. Berdasarkan pernyataan Astutiningsih,
Setyani, dan Hindratna (2014), bertambahnya nilai absorbansi setelah inkubasi
menunjukan adanya pertumbuhan sel bakteri yang hidup, sedangkan konstan dan
berkurangnya nilai absorbansi setelah inkubasi menunjukan tidak adanya
pertumbuhan sel bakteri yang hidup sehingga dapat disimpulkan titik konsentrasi
ini adalah KHM (Konsentrasi Hambat Minimal) yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri yang di beri perlakuan.
Hasil dari pembacaan spektrofotometer memperlihatkan bahwa tabung
reaksi nomor empat menghasilkan nilai absorbansi di bawah nilai kontrol negatif
atau mendekati nilai kontrol positif. Gambar hasil dari uji MIC disajikan pada
Lampiran 4. Dari hasil tersebut didapatkan dosis 1 ppm sudah dapat menghambat
pertumbuhan bakteri P. flourescens. Oleh karena itu, dosis 10 ppm digunakan
sebagai dosis terendah dari ekstrak kasar Tempuyung (S. arvensis) yang
digunakan menjadi dosis perlakuan penelitian inti pada uji kertas cakram. Menurut
Wiyanto (2010), penentuan dosis penghambat minimal (MIC) dan dosis terendah
antibakteri yang mampu membunuh bakteri (MBC), ditentukan dari penghitungan
total bakteri, yaitu perbandingan total bakteri dengan konsentrasi obat.
4.2 Uji Kertas Cakram
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daya hambat antibakteri yang
terkandung dalam ekstrak kasar Tempuyung (S. arvensis). Upaya untuk
mengetahui daya hambat antibakteri pada ekstrak kasar Tempuyung (S. arvensis)
dapat dilihat dari hasil uji kertas cakram. Bila kertas cakram yang telah direndam
ekstrak Tempuyung (S. arvensis) ditanam pada cawan petri yang telah diberi
bakteri P. fluorescens memiliki daya hambat atau zona bening, maka dapat
dinyatakan bahwa ekstrak tersebut mempunyai sifat antibakteri. Efektivitas
antibakteri ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekitar cakram.
Berdasarkan Prajitno (2008), apabila zat tersebut mampu menggangu
pertumbuhan metabolisme bakteri disebut antibakteri.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perlakuan pada dosis 10
ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm serta kontrol negatif dan positif.
Penggunaan dosis mulai dari 10 ppm berdasarkan pada uji MIC yang kedua tidak
ada daya hambat di bawah konsentrasi 1 ppm. Penelitian ini pada setiap cawan
petri menggunakan satu kertas cakram yang telah diberi perlakuan, hal ini
bertujuan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Berdasarkan pada hasil pengamatan diameter zona bening atau zona
hambat pada uji cakram selama penelitian, setiap perlakuan terdapat zona bening.
Diameter zona bening hasil penelitian pada kertas cakram dipengaruhi oleh jumlah
dosis yang digunakan. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian Kumala dan
Indriani (2008) bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak, semakin besar diameter
zona hambat yang terbentuk. Namun secara keseluruhan, diketahui bahwa
diameter zona hambat yang terbentuk terlihat adanya variasi zona. Perbedaan ini
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain besarnya inokulum, waktu
inkubasi, konsentrasi ekstrak, dan daya antibakteri zat berkhasiat. Makin besar
inokulum maka semakin kecil daya hambatnya, sehingga semakin kecil zona yang
terbentuk.
Setelah dilakukan inkubasi selama 24 jam didapatkan hasil uji cakram dari
masing-masing perlakuan pada penelitian ini. Besaran zona hambat pada setiap
perlakuan berbeda berdasarkan pada dosis yang diberikan. Hasil uji cakram
disajikan pada Gambar 4.
A = Dosis 10 ppm B = Dosis 20 ppm
C = Dosis 30 ppm D = Dosis 40 ppm
E = Dosis 50 ppm
Gambar 4. Hasil Uji Cakram
Dari hasil pengamatan didapatkan hasil yaitu, pada perlakuan A (10 ppm)
diperoleh diameter zona bening rata-rata sebesar 3,45 mm, perlakuan B (20 ppm)
diperoleh diameter zona bening rata-rata sebesar 5,03 mm, perlakuan C (30 ppm)
diperoleh diameter zona bening rata-rata sebesar 4,70 mm, perlakuan D (40 ppm)
diperoleh diameter zona bening rata-rata sebesar 2,65 mm dan perlakuan E (50
ppm) diperoleh diameter zona bening rata-rata sebesar 2,55 mm. Disajikan dari
Tabel 4. bahwa daya hambat bakteri P. flouresens pada perlakuan B termasuk
dalam kategori sedang, namun pada perlakuan A, C, D dan E termasuk dalam
kategori lemah menurut Davis Stout dalam Rita (2010).
Tabel 4. Kategori Daya Hambat Bakteri Menurut Davis Stout (Rita, 2010)
Daya hambat bakteri Kategori
≥ 20 mm Sangat kuat 10 – 20 mm Kuat 5 – 10 mm Sedang
≤ 5 mm Lemah
Pada Tabel 5 diperoleh hasil rata-rata diameter zona hambat ekstrak kasar
Tempuyung (S. arvensis) terhadap bakteri P. fluorescens yang terbesar yaitu
terdapat pada dosis B (20 ppm) yaitu sebesar 5,03 mm dan rata-rata diameter
zona hambat yang terkecil terdapat pada dosis E (10 ppm) yaitu sebesar 2,55 mm.
Tabel 5. Hasil Rata-Rata Pengukuran Diameter Daya Hambat (mm) Ekstrak Kasar Tempuyung (S. arvensis) Terhadap Bakteri P. fluorescens Secara In Vitro
Perlakuan Ulangan Total
(mm) Rerata
(mm) ± SD 1 2 3
A (10 ppm) 3,43 3,45 3,46 10,34 3,45 ± 0,01
B (20 ppm) 4,68 5,38 5,03 15,03 5,03 ± 0,35
C (30 ppm) 4,67 4,73 4,70 14,10 4,07 ± 0,03
D (40 ppm) 2,21 3,42 2,322 7,95 2,65 ± 0,67
E (50 ppm) 2,55 2,57 2,53 7,65 2,55 ± 0,02
Total 55,13
Setelah itu dari rata-rata diameter zona bening yang di peroleh dilanjutkan
dengan analisa sidik ragam untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan
yang diberikan kemudian dilakukan uji BNT dan regresi dari perlakuan. Berikut
merupakan analisa sidik ragam zona bening yang dihasilkan dari beberapa
perlakuan ekstrak kasar Tempuyung (S. arvensis) yang berbeda.
Tabel 6. Hasil Perhitungan Sidik Ragam Diameter Daya Hambat Bakteri P. flourescens
Sumber Keragaman
Db JK KT F hitung F 5% F 1%
Perlakuan 4 15,77 3,94 34,47** 3,48 5,99
Acak 10 1,14 0,11
Total 14
Keterangan: **= Berbeda Sangat Nyata
Pada Tabel 6. memperlihatkan bahwa dosis ekstrak kasar Tempuyung (S.
arvensis) memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap daya
hambat bakteri P. flourencens. Perbedaan dosis perlakuan dapat menghasilkan
zona bening yang berbeda. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil perhitungan F
Hitung (34,47) yang lebih besar dari F Tabel 5% (3,48) dan F Tabel 1% (5,99) dari
data perhitungan yang disajikan pada Lampiran 4. Perbedaan masing-masing
perlakuan terhadap daya hambat bakteri akan didukung dengan menggunakan
perhitungan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf p>5% (kepercayaan 95%)
serta taraf nyata 1% (kepercayaan 99%). Hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
digunakan untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar perlakuan. Hasil uji Beda
Nyata Terkecil (BNT) disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Uji Perbandingan Beda Nyata Terkecil (BNT) Ekstrak Kasar Tempuyung (S. arvensis) Terhadap Bakteri P. fluorescens Secara In Vitro
Perlakuan Rerata E D A C B
Notasi 2,55 2,65 3,45 4,70 5,03
E 2,55 _ a
D 2,65 0,10ns _ a
A 3,45 0,90** 0,80** _ b
C 4,70 2,15** 2,05* 1,26** _ c
B 5,03 2,48** 2,38** 1,59** 0,33ns _ cd
Keterangan: **= Berbeda Sangat Nyata ns= Tidak Berbeda Nyata
Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan E dan D tidak memberikan nilai
yang signifikan antar perlakuan dan diberi notasi a. Perlakuan A terhadap
perlakuan D memberikan pengaruh yang berbeda nyata sehingga diberi notasi b.
Perlakuan C memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A
sehingga diberi notasi c. Perlakuan B memberi pengaruh yang berbeda sangat
nyata terhadap perlakuan C sehingga diberi notasi cd.
Bentuk hubungan (regresi) antara perlakuan dengan parameter yang diuji
yaitu daya hambat bakteri P. flourescens disajikan dengan melakukan uji
polynomial orthogonal. Grafik hasil uji polynomial orthogonal antara dosis ekstrak
dan diameter zona hambat seperti disajikan pada Gambar 5 dan seluruh
perhitungan disajikan pada Lampiran 5.
Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Dosis Ekstrak Kasar Tempuyung (S. arvensis)
Terhadap Diameter Zona Hambat Bakteri P. fluorescens.
Pada hasil uji polynomial orthogonal yang disajikan pada Gambar 5
menunjukkan bahwa perlakuan ini menghasilkan garis perpotongan yang
membentuk grafik kuadratik dengan persamaan y = 2,052875 + 0,1758 Xj -
0,00363 Xj2 dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,829 dan nilai
koefisien korelasi sebesar 0,911. Besar pengaruh yang diberikan standar
(perlakuan) terhadap nilai absorbansi ditunjukkan dengan nilai koefisien
determinasi (R2), yaitu 0,829 artinya bahwa 82,9% nilai absorbansi dipengaruhi
oleh standar (perlakuan), sisanya 27,1% dipengaruhi oleh faktor lain. Berdasarkan
pernyataan dari Alfath, Yulina dan Sunnati (2013) terdapat beberpa faktor yang
dapat mempengaruhi zona hambat yaitu bergantung pada kemampuan difusi
bahan antimikroba ke dalam media dan interaksinya dengan mikroorganisme yang
digunakan, kecepatan tumbuh mikroorganisme yang diuji dan sensitivitas
mikroorganisme terhadap bahan antimikroba yang diuji. Bahan pelarut yang
digunakan juga memiliki pengaruh terhadap terbentuknya zona hambat disekitar
cakram herbal. Selain itu banyak sedikitnya zat ekstraktif yang terkandung pada
tumbuhan itu sendiri.
y = 2,052875 + 0,1758 Xj -0,00363 Xj2R² = 0,829r = 0,911
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
0 10 20 30 40 50 60
Day
a H
amb
at (
mm
)
Dosis Perlakuan (ppm)
Pada Gambar 5 terlihat adanya penurunan rata-rata diameter zona hambat
yang terbentuk. Menyebakan semakin tinggi dosis yang digunakan maka zona
hambat yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena
sedikitnya kandungan senyawa antibakteri yang terdapat dalam ekstrak kasar
Tempuyung atau adanya senyawa dengan potensi yang lain selain sebagai
antibakteri. Menurut Radu dan Kqueen (2002) Beberapa Isolat mikroba
diantaranya tidak menunjukkan aktivitas antimikroba pada tes yang dilakukan di
penelitian mungkin mempunyai kandungan senyawa aktif namun jumlahnya lebih
kecil atau mungkin juga mengandung senyawa aktif potensial yang lain. Banyak
faktor dan keadaan yang dapat mempengaruhi penambatan atau pembasmian
mikroorganisme oleh bahan atau proses antimikrobia. Faktor dan keadaan
tersebut diantaranya adalah konsentrasi atau intensitas zat antimikrobial, jumlah
mikroorganisme, suhu, spesies mikroorganisme, adanya bahan organik asing, dan
kemasaman atau kebasaan (pH) (Pelczar dan Chan, 1988).
Berdasarkan pada hasil persamaan y = 2,052875 + 0,1758 Xj -0,00363 Xj2
ini terlihat bahwa dosis ekstrak kasar Tempuyung (S. arvensis) yang optimum
dipakai untuk membunuh bakteri P. flouresens yaitu pada dosis 24,2 ppm dengan
diameter zona bening sebesar 4,18 mm dan dalam perlakuan ini ekstrak kasar
Tempuyung (S. arvensis) bersifat bakterisida atau membunuh bakteri. Sifat
bakterisida ini menunjukkan bahwa ekstrak kasar Tempuyung (S. arvensis) dapat
membunuh bakteri P. flouresens, dikarenakan setelah pengamatan selama 48 jam
tidak terjadi perubahan atau penyempitan zona hambat yang terbentuk. Namun,
pada perlakuan lainya hanya bersifat bakeriostatis yaitu hanya menghambat
pertumbuhan bakteri dikarenakan setelah pengamatan 48 jam terdapat perubahan
zona hambat. Berdasarkan pernyataan Pelczar dan Chan (1988) bahwa suatu
bahan yang mematikan bentuk – bentuk vegetatif bakteri disebut bakterisida.
Bakteriostatis adalah suatu keadaan yang menghambat pertumbuhan suatu
bakteri.
Flavonoid merupakan salah satu senyawa polifenol yang memiliki
bermacam-macam efek antara lain efek antioksidan, anti tumor, anti radang,
antibakteri dan anti virus (Parubak, 2013). Beberapa turunan dari senyawa fenol
dapat digunakan sebagai disinfektan yang bekerja dengan cara mendenaturasi
protein sel dan merusak membran sel. Persenyawaan fenolat dapat dapat bersifat
bakterisidal atau bakteriostatik bergantung pada banyak sedikitnya konsentrasi
yang digunakan (Pelczar dan Chan,1988).
Menurut Chairul et al. (2003), senyawa flavonoid yang ada di dalam
Tempuyung merupakan gugus kaempferol, luteolin-7-O-glukosida, dan apigenin-
7- O-glukosida. Pada penelitian Cendrianti et al. (2013), senyawa flavonoid yang
terkandung dalam Tempuyung dalam wujud flavonoid glikosida, aktivitas
penghambatannya lebih kecil dibanding senyawa induknya yaitu apigenin dan
luteolin. Gambar gugus kaempferol, luteolin-7-O-glukosida, dan apigenin-7- O-
glukosida disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Gugus Kaempferol, Luteolin-7-O-Glukosida, Dan Apigenin-7- O-Glukosida (Chairul et al., 2003)
4.3 Parameter Penunjang
Pada penelitian ini parameter penunjang yang digunakan adalah suhu
inkubasi. Suhu merupakan faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan
bakteri. Menurut Pelczar dan Reid (1965) bahwa semenjak proses pertumbuhan
bergantung pada reaksi kimia dan semenjak tingkat dari reaksi tersebut
dipengaruhi oleh suhu, maka semua itu menyebabkan pertumbuhan bakteri
dipengaruhi oleh kondisi tersebut. Temperatur akan mengambil bagian dari tingkat
pertumbuhan dan kenaikan biomassa, serta morfologi dan metabolisme dari suatu
organime. Berdasarkan pendapat dari Feliatra, Efendi dan Suryadi (2004) bahwa
suhu optimum pertumbuhan Pseudomonas spp. pada 30-370 C dan tumbuh baik
pada NaCl 3-7%.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada hasil penelitian tentang uji daya hambat ekstrak maka dapat
diperoleh kesimpulan bahwa ekstrak kasar Ekstrak Kasar Tempuyung (S.
arvensis) berpengaruh terhadap bakteri P. fluorescens dan bersifat bakteriosida.
Dosis optimal ekstrak dapat membunuh bakteri P. fluorescens adalah 24,2 ppm
dengan diameter zona bening sebesar 4,18 mm.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat disarankan untuk melakukan
penelitian lanjutan dengan menggunakan ekstrak kasar Tempuyung (S. arvensis)
dengan dosis 24,2 ppm untuk membunuh bakteri P. fluorescens secara in vivo.
32
DAFTAR PUSTAKA
Aftabuddin, S., A. Kader, A. M. Kamal, and M. Zafar. 2009. Present status on the use of antibiotic and chemicals in shrimp hatcheries and grow-out ponds and their environmental implications in Bangladesh. AACL Bioflux. 2(3):369-379.
Alfath, C. R., V. Yulina dan Sunnati. 2013. Antibacterial effect of granati fructus cortex extract on Streptococcus mutans in vitro. Journal of Dentistry Indonesia. (20):5-8.
Arwiyanto, T., Y. Maryudani, dan N. N. Azizah. 2007. Sifat-sifat fenotipik Pseudomonas fluorescen, agensia pengendalian hayati penyakit lincat pada TembakauTemanggung. Biodiversitas. 8(2):147-15.
Astutiningsih, C., W. Setyani dan H. Hindratna. 2014. Uji daya antibakteri dan identifikasi isolat senyawa katekin dari daun Teh (Camellia sinensis L. var Assamica). JURNAL FARMASI SAINS DAN KOMUNITAS. 2(11):50-57.
Cendrianti, F., S. Muslichah, dan E. U. Ulfa. 2013. Uji aktivitas antihiperurisemia ekstrak n-heksana, etil asetat, dan etanol 70% daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) pada mencit jantan hiperurisemia. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa. 1-5.
Chairul, S. M., R. Sumarny dan Chairul. 2003. aktivitas antioksidan ekstrak air daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) secara in vitro. Majalah Farmasi Indonesia. 14(4):208-215.
Danim, S. 2003. Riset Keperawatan: Sejarah dan Metodologi. Jakarta: ECG. 297 hlm.
Feliatra, I. Efendi dan E. Suryadi. 2004. Isolasi dan identifikasi bakteri probiotik dari ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscogatus) dalam upaya efisiensi pakan ikan. Jurnal Natur Indonesia. 6(2):75-80.
Gillssen, G. 2005. Production of Recombinant Proteins: Novel Microbial and Eukaryotic Expression Systems. German: WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. 429 p.
Koch, B. dan O. Nybroe. 2006. Initial characterization of abol a homologue from Pseudomonas fluorescens indicates di¡erent roles for Bol A-like proteins in P. fluorescens and Escherichia coli. FEMS Microbiol Lett. (262):48–56.
Kumala, S. dan D. Indriani. 2008. Efek antibakteri ekstrak etanol daun cengkeh (Eugenia aromatic L.). Jurnal Farmasi Indonesia. 4(2):82 – 87.
33
Lestari, N. W., A. Budiharjo, dan A. Pangastuti. 2016. Bakteri heterotrof aerobik asal saluran pencernaan ikan Sidat (Anguilla bicolor bicolor) dan potensinya sebagai probiotik. Bioteknologi. 13(1):9-17.
Li Liu, Heng Chi, and Li Sun. 2015. Pseudomonas fluorescens: identification of Fur-regulated proteins and evaluation of their contribution to pathogenesis. DISEASES OF AQUATIC ORGANISMS. 115: 67–80.
Lubis, Y. P. P., Yunasfi, R. Leidonald. 2014. Jenis-jenis bakteri pada luka ikan Patin. AQUACOASTMARINE. 2(1):66-77.
Muhlisah, F. 2007. Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Jakarta: Penebar Swadaya. 82 hlm.
Mulyadi, M., Wuryanti, dan P. Ria S. 2013. Konsentrasi hambat minimum (KHM) kadar sampel alang-alang (Imperata cylindrica) dalam etanol melalui metode difusi cakram. Chem Info. 1(1):35 – 42.
Parubak, A. S. 2013. Senyawa flavonoid yang bersifat antibakteri dari Akway (Drimys becariana.Gibbs). Chem. Prog. 1(6):34-37.
Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan. 1988. Dasar – Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta: UI Press. 443 hlm.
Pelczar, M. J. and R. D. Reid. 1965. Mikrobiology 2nd Ed. New York: McGraw-hill Book Company. 567 p.
Prajitno, A. 2008. Penyakit Ikan-Udang: Bakteri. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang. 106 hlm.
Radu, S. dan C. Y. Kqueen. 2002. Preliminary screening of endophytic fungi from medical plants in malaysia for antimicrobial and antitumor activity. Malaysian Journal of Medical Sciences. 9(2): 23–33
Rita, W. S. 2010. Isolasi, identifikasi, dan uji aktivitas antibakteri senyawa golongan triterpenoid pada Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe). JURNAL KIMIA. 4(1):20-26.
Rohaeti, E., R. Heryanto, M. Rafi, A. Wahyuningrum, dan L. K. Darusman. 2011. Prediksi kadar flavonoid total Tempuyung (Sonchus arvensis L.) menggunakan kombinasi spektroskopi ir dengan regresi kuadrat terkecil parsial. JURNAL KIMIA. 5(2):101-108.
Sa’adah, S. 2007. Mengenal Tanaman yang Berkasiat Obat. Jakarta: Azka Press. 90 hlm.
34
Sani, K. 2016. Metodologi Penelitian Farmasi Komunitas dan Eksperimen. Yogyakarta: Deepublish. 187 hlm.
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Yogyakarta: Kanisius. 277 hlm.
Soleha, T. U. 2015. Uji kepekaan terhadap antibiotik. Juke Unila. 5(9):119-123.
Sukadana, I M. dan S. R. Santi. 2011. Senyawa antibakteri bis (2-etilheksil) ester dan triterpenoid dalam ekstrak n-heksana daun Tempuyung. Majalah. Obat Tradisional. 16(1):1 – 6.
Supriadi. 2006. Analisis risiko agens hayati untuk pengendalian patogen pada tanaman. Jurnal Litbang Pertanian. 25(3): 75-80.
Trivedi, M.K., S. Patil, H. Shettigar, M. Gangwar, and S. Jana. 2015. Antimicrobial sensitivity pattern of Pseudomonas fluorescens after biofield treatment. Jurnal Infectious Diseases and Therapy. 3(3):1-5.
Winarto, W.P. dan Tim Karyasari. 2004. Tempuyung Tanaman Penghancur Batu Ginjal. Jakarta: AgroMedia Pustaka. 66 hlm.
Wiyanto, D. B. 2010. Uji aktivitas antibakteri ekstrak rumput laut Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma denticullatum terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dan Vibrio harveyii. Jurnal KELAUTAN. 1(3):1-17.