Uji Kualitas Sperma

Embed Size (px)

Citation preview

  • LAPORAN PRATIKUM AGENT PENYAKIT

    UJI KUALITAS SPERMA

    Di susun oleh :

    Nama : Aulia Rakhman

    NIM : N 201 12 018

    Kelompok : 1

    PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS TADULAKO

    2013

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pembentukan sperma (spermatogenesis) dimulai dari pembelahan mitosis

    sel-sel induk sperma (spermatogonium) beberapa kali hingga dihasilkan lebih

    banyak spermatogonium. Setengah dari sel-sel spermatogonium tersebut terus

    melanjutkan pembelahan mitosis, sedangkan setengah yang lain membesar menjadi

    spermatosit primer. Karena pembentukan spermatosit primer melalui pembelahan

    mitosis, maka hasilnya memiliki kromosom diploid (2n) sama dengan

    spermatogoniumnya. Spermatosit primer berikutnya membelah secara meiosis

    (tahap I) menghasilkan spermatosit sekunder, dengan kondisi kromosom haploid

    (n). Spermatosit sekunder melanjutkan pembelahan meiosis (tahap II)

    menghasilkan dua sel yang juga haploid, yang disebut spermatid, sehingga

    diperoleh 4 spermatid. Sel-sel spermatid akan mengalami diferensiasi (perubahan

    bentuk) menjadi sel spermatozoa atau sperma. Perubahan itu meliputi

    pembentukan kepala, badan (bagian tengah), dan ekor (flagella). Peristiwa

    pembentukan sperma ini disebut dengan spermiogenesis.

    Denmark memperketat aturan donor sperma setelah ditemukan kondisi

    genetik langka. Sebanyak 43 bayi mengalami Neurofibromatosis tipe 1, diduga

    berasal dari lima pria yang menjadi donor sperma bagi ibu mereka.

    Neurofibromatosis tipe 1 (NF1) menghasilkan tumor yang mempengaruhi

    sistem saraf dan sperma yang tercemar diperkirakan telah digunakan di 10 negara.

    Bank sperma telah dikritik karena gagal mendeteksi kondisi tersebut.

    Denmark memiliki kebijakan liberal soal donor sperma, yang menarik bagi

    wanita yang ingin hamil menggunakan inseminasi buatan. Dengan aturan baru ini

    nantinya satu orang donor hanya akan diperbolehkan untuk menyumbangkan

    maksimal untuk 12 inseminasi.

  • Berdasarkan uraian diatas maka yang melatarbelakangi praktek ini adalah

    untuk mengetahui apakah kualitas sperma yang dihasilkan baik atau buruk dengan

    melihat struktur dan bentuk morfologi dari sperma yang terdapat

    kelainan-kelainan dari sperma tersebut.

    1.2 Tujuan

    Adapun tujuan sehingga dilaksanakan percobaan ini adalah :

    1. Untuk mengetahui teknik Uji Kualitas Sperma.

    2. Untuk mengetahui kualitas sperma yang diujikan.

    2.3 Manfaat

    Adapun manfaat sehingga dilaksanakan percobaan ini yang dihubungkan

    dengan kesehatan yaitu untuk mengetahui kualitas sperma baik atau buruk yang

    nantinya kita bisa mensosialisasikan kepada masyarakat yang laki-laki, cara-cara

    menjaga kualitas sperma yang baik.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Uji kualitas sperma adalah pemeriksaan untuk menilai ciri dan mutu

    spermatozoa dalam air mani, agar dapat dinilai apakah terdapat ketidaknormalan yang

    dapat mengganggu kesuburan dan menghambat terjadinya pembuahan (The Fertility

    Institute, 2009).

    Sperma yang kurang baik tidak akan mampu membuahi sel telur yang letaknya

    cukup jauh dari vagina. Ejakulasi yang kuat saja tidak cukup, sebab kemampuan

    membuahi tergantung pada kualitas dan kuantitas sperma (Praptomo, 2011).

    Analisis sperma meliputi volume, konsentrasi, motilitas, dan morfologi.

    Volume sperma yang normal pada sekali ejakulasi saja minimal adalah 2 ml. Jika

    kurang dari jumlah tersebut, maka disebut aspermia yang berarti tidak ada semen.

    Konsentrasi sperma pada ejakulat yang normal paling sedikit adalah 20 juta/ml. Bila

    kurang, disebut oligozoospermia. Atau jika sperma tidak ditemukan sama sekali pada

    cairan ejakulat, disebut azoospermia. Motilitas sel sperma yang normal, baik yang

    lemah dan yang cepat adalah lebih dari 50%, atau >25% sel sperma yang bergerak

    cepat, jika kurang, disebut asthenozoospermia. Pada morfologi yang normal tidak

    didapatkan kelainan bentuk. Namun jika bentuk normal dijumpai kurang dari 15%,

    maka termasuk teratozoospermia. Uji-uji lain selain analisis sperma adalah Uji MAR

    yaitu untuk menguji adanya penyakit autoimun dimana didapatkan antibodi

    antisperma. Uji lain adalah uji viabilitas sperma, penghitungan leukosit, kultur bakteri,

    uji Chlamidya PCR, dan interaksi sperma dengan lendir serviks (Praptomo, 2011).

    Spermatozoid atau sel sperma atau spermatozoa adalah sel dari sistem

    reproduksi laki-laki. Sel sperma akan membuahi ovum untuk membentuk zigot. Zigot

  • adalah sebuah sel dengan kromosom lengkap yang akan berkembang menjadi embrio

    (Ambercrombie, 1999).

    Pembentukan sel sperma terjadi di dalam testis atau buah zakar. Sperma atau

    spermatogonium yang bersifat diploid. Selanjutnya, spermatogonium membelah secara

    mitosis menghasilkan spermatozoid primer yang juga bersifat diploid. Selanjutnya,

    spermatozoid primer membelah reduksi (meiosis) menghasilkan spermatozoid

    sekunder yang haploid. Setelah itu spermatozoid sekunder membelah menghaslkan

    spermatid yaitu calon sperma yang belum mempunyai ekor. Sperma berkembang

    menjadi spermatozoa yang telah dilengkapi ekor. Setiap spermatozoa terdiri atas

    bagian ujung yang disebut dengan kepala. Pucuk kepala ini mengandung akrosom

    yang berisi enzim hialuronidase dan proteinase yang berperan untuk menembus lapisan

    pelindung sel telur. Bagian tengahnya banyak mengandung (Setya, 2004).

    Sperma ada dua macam yaitu sperma tak berflagellum dan sperma. Sperma tak

    berflagellum jarang terdapat. Hanya pada beberapa avertebrata (Nematoda dan

    Crustacea). Sperma yang berflagellumlah umumnya terdapat pada hewan. Flagellum

    itu ada yang satu (umum) dan ada yang dua (Yatim, 1994).

    Sperma mudah sekali terganggu oleh suasana lingkungan yang berubah.

    Kekurangan vitamin E menyebabkan sperma tak bertenaga melakukan penbuahan.

    Terlalu rendah atau tinggi suhu medium pun akan merusak pertumbuhan dan

    kemampuan membuahi. Pada mamalia skrotum memiliki suhu lebih rendah dari suhu

    tubuh. Jika testis tetap berada dalam rongga tubuh (abdomen) pada umumnya

    menyebabkan sperma rusak atau tidak dapat melakukan pembuahan. Suhu skrotum

    1-8C lebih rendah dari suhu tubuh, namun ada juga mamalia yang testisnya bukan

    dalam skrotum khusus tapi dalam rongga terpisah dari rongga abdomen. Ini pun telah

    menurunkan sedikit suhu testis di bandingkan suhu tubuh (Ambercrombie, 1999).

    Ketika masih dalam tubulus seminiferus sperma tak bergerak. Secara

    berangsur dalam duktus epididimis mengalami pengaktifan. Ketika keluar dari tubuh

    kecepatan sperma dalam medium cairan saluran kelamin betina sekitar 2,5 mm/menit,

    karena itu disebut bersama vas deferens. Duktus epididimis berfungsi sebagai daerah

    pematangan fisiologis sperma. Dalam duktus ini sperma disimpan berhari-hari sampai

  • berbulan-bulan. Sifat sperma menentukan juga kemandulan seseorang pria. Kalau

    gerakan terlalu lambat, lamban atau gerakan itu tidak menentukan arah, maka

    pembuahan sulit berlangsung. Ada batas waktu menunggu bagi ovum untuk dapat di

    buahi. Kalau terlambat sperma datang tak subur lagi (Yatim, 1994).

    Menurut Campbell (2006), tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga

    tahap yaitu :

    1. Spermatocytogenesis

    Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan

    menjadi spermatosit primer. Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat

    melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini

    mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit

    primer. Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya

    dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak yaitu

    spermatosit sekunder.

    2. Tahapan Meiois

    Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin

    banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan meiosis II.

    Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang

    lengkap terpisah, tapi masih berhubungan sesama lewat suatu jembatan

    (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki

    inti yang gelap.

    3. Tahapan Spermiogenesis

    Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4

    fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir

    berupa empat spermatozoa masak. Dua spermatozoa akan membawa kromosom

    penentu jenis kelamin wanita X. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu

    dengan ovum, maka pola sel somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan

    dipertahankan. Spermatozoa masak terdiri dari:

  • a. Kepala (caput), tidak hanya mengandung inti (nukleus) dengan kromosom dan

    bahan genetiknya, tetapi juga ditutup oleh akrosom yang mengandung enzim

    hialuronidase yang mempermudah fertilisasi ovum.

    b. Leher (servix), menghubungkan kepala dengan badan.

    c. Badan (corpus), bertanggungjawab untuk memproduksi tenaga yang

    dibutuhkan untuk motilitas.

    d. Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas

    defern dan ductus ejakulotorius.

    Seorang laki-laki umumnya mengejakulasi kurang lebih 2 sampai 5 mililiter

    semen dan tiap milliliter mengandung sekitar 50 sampai 130 juta sperma. Saat telah

    berada dalam saluran reproduksi wanita, prostaglandin dalam semen mengencerkan

    mucus pada pembukaan uterus dan merangsang kontraksi otot uterus yang membantu

    menggerakkan semen masuk ke dalam uterus. Semen berkoagulasi sehingga

    memudahkan kontraksi uterus untuk menggerakkannya. Antikoagulan mencairkan

    semen dan sperma mulai berenang melalui saluran wanita (Campbell, 2006).

    Sel-sel sperma sebenarnya hanya merupakan inti yang berflagelum. Sperma

    dihasilkan dalam testis oleh sel-sel khusus yang disebut spermatogonia.

    Spermatogonia yang bersifat diploid ini dapat membelah diri secara mitosis

    membentuk spermatogonia atau dapat berubah menjadi spermatosit. Meiosis dari

    setiap spermatosit menghasilkan empat sel haploid yaitu spermatid. Spermatid ini

    dalam proses tersebut, kemudian kehilangan banyak sitoplasma dan berkembang

    menjadi sperma (Kimball, 1994).

    Menurut Lutjen (2001) kelainan pada sperma dapat terbagi menjadi tiga yaitu:

    1. Oligospermia : jumlah sperma lebih kecil dari normal, normalnya jumlah sperma

    adalah lebih dari 40 juta/ ejakulasi

    2. Asthenozoospermia : motilitas sperma kurang dari normal, motilitas sperma yang

    normal menurut World Health Orgaization (WHO) adalah lebih dari 50%

    3. Teratozoozpermia : sperma normal kurang dari 14%

    Pergerakan sperma atau sperm motility mempelajari jumlah sperma yang

    bergerak dan terlihat dalam spesimen ejakulat. Motilitas sperma adalah salah satu

  • fungsi sperma yang tergantung pada suhu, sehingga setiap perlakuan yang dilakukan

    dalam analisis kualitas sperma sangat penting untuk diperhatikan. Sehingga sangat

    disarankan untuk melakukan analisis sesegera mungkin setelah sperma dikeluarkan

    atau proses pengeluaran dilakukan di dalam laboratorium dimana dapat diatur

    kondisinya. Sperma diketahui tidak akan dapat hidup dalam jangka waktu yang lama

    dalam semen, dan di luar semen, sperma akan secara cepat meninggalkan semen untuk

    memasuki mukus serviks. Motilitas normal sperma yaitu sebesar 60% atau lebih.

    Namun ada pula yang menganggap bahwa nilai motilitas sperma sebesar 40% masih

    dianggap normal (Lutjen, 2001).

    Beberapa kelainan yang berkaitan dengan motilitas sperma antara lain

    asthenozoospermia dan necrozoospermia. Asthenozoospermia adalah penurunan

    motilitas sperma. Jika ditemukan, maka dapat diakibatkan oleh adanya kondisi

    laboratorium yang tidak mendukung, adanya abnormalitas spermatogenesis, masalah

    dalam maturasi sperma dalam epididimis, abnormalitas transport, dan adanya

    varicocele., sedangkan necrozoospermia adalah tidak adanya gerakan sperma sama

    sekali. Namun, pada dasarnya sperma yang mengalami necrozoospermia termasuk

    sperma yang normal dalam hal materi genetiknya (Lutjen, 2001).

  • BAB III

    METODOLOGI2

    3

    3.1 Waktu dan tempat

    Adapun waktu dan tempat pada saat melakukan percobaan ini yaitu :

    Hari/Tanggal : Sabtu, 1 Juni 2013.

    Waktu : 10.00 WITA selesai.

    Tempat :Laboratorium Terpadu FKIK UNTAD.

    3.2 Alat dan Bahan

    Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu :

    3.2.1 Alat

    1. Mikroskop

    2. Cawan Petri

    3. Gelas Ukur

    4. Tabung Reaksi

    5. Rak Tabung Reaksi

    6. Objek Glass

    7. Deck Glass

    8. Pipet Tetes

    9. Mistar

    10. Handsprayer

  • 10..22 Bahan

    1. Sampel Sperma

    2. Larutan NaCl Fisiologis

    3. Aqua Gelas Bekas

    4. Lidi Steril

    5. Tissu

    6. Alkohol 70%

    7. Masker

    7.3 Prosedur Kerja

    Adapun prosedur kerja pada saat melakukan percobaan ini adalah:

    1. Memakai handskun dan masker

    2. Mensterilkan alat dan tangan dengan menggunakan alkohol 70 %

    3. Mengambil sampel sperma dan memasukkannya ke dalam gelas ukur untuk

    mengukur volume sperma tersebut.

    4. Meratakan sperma dengan lidi steril

    5. Mengangkat sperma dengan menggunakan lidi steril dan mengukur

    viskositasnya menggunakan mistar.

    6. Mengamati warna dan bau sperma

    7. Meletakkan sperma ke dalam Objek Glass menggunakan pipet tetes dan

    meneteskan dengan larutan NaCl fisiologi secukupnya

    8. Menutupnya dengan Deck Glass.

    9. Mengamati di bawah mikroskop.

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    1.

    2.

    3.

    4.

    4.1. Hasil Pengamatan

    Adapun hasil Pengamatan yang diperoleh pada saat melakukan percobaan ini

    yaitu :

    No Sampel Gambar Volume Warna Bau

    1 I 2 mLKhas (putih

    kekuningan)

    Tidak

    Menyengat

  • 2 II 3 mL BeningTidak

    Menyengat

    3 III 3 mLKhas (putih

    kekuningan)Menyengat

    4 IV 1,4 mLKhas (putih

    kekuningan)

    Tidak

    Menyengat

    5 V 1,6 mLKhas (putih

    kekuningan)Menyengat

    No Sampel Viskositas Motilitas Bentuk Ket

    1 I 4 cm Bergerak

    cepat dan

    Normal Normal

  • lurus

    2 II 0 cm

    Tidak ada

    ditemukan

    sperma

    Abnormal Azoospermia

    3 III 3 cm

    Gerak sperma

    lambat dan

    tidak lurus

    Normal Dyspermia

    4 IV 0 cm

    Terdapat

    sedikit

    sperma,

    sperma mati,

    kurang dari 2

    ml sekali

    ejakulasi

    Abnormal

    1. Oligoterato

    zoospermia

    2. Necrospermia

    3. Aspermia

    5 V 0 cm

    Banyak

    sperma yang

    mati, kurang

    dari 2 ml

    sekali

    ejakulasi

    Abnormal

    1. Aspermia

    2. Dyspermia

    3. Necrospermia

    3.2 Pembahasan

    Uji kualitas sperma adalah pemeriksaan untuk menilai ciri dan mutu

    spermatozoa dalam air mani, agar dapat dinilai apakah terdapat ketidaknormalan

    yang dapat mengganggu kesuburan dan menghambat terjadinya pembuahan.

    Percobaan yang telah dilakukan pada uji kualitas sperma ini,

    langkah-langkah yang dilakukan adalah pertama menyiapkan alat dan bahan yang

    digunakan, lalu mengambil sperma dan memasukkannya ke dalam gelas aqua

    bekas yang telah dibersihkan, lalu memasukkan sampel ke dalam cawan petri,

    mengukur viskositasnya dengan mengangkat sampel menggunakan lidi streril,

  • mengukur viskositasnya dengan menggunakan mistar, kemudian memasukkan

    sampel secukupnya ke Objek Glass dengan menggunakan pipet tetes, meneteskan

    NaCl fisiologis secukupnya ke dalam sampel, lalu menutupnya dengan

    menggunakan Deck Glass. NaCl fisiologis berfungsi sebagai penambah energi bagi

    sperma agar tidak cepat mati dan mengamati hasilnya di bawah mikroskop.

    Berdasarkan hasil pengamatan, pada sampel I kualitas spermanya normal

    dan baik karena volumenya 2 ml, warnanya khas (putih kekuningan), baunya tidak

    menyengat, viskositasnya 4 cm, moltilitasnya bergerak cepat dan lurus, bentuknya

    normal. Jadi dari ciri-ciri diatas, sampel sperma tersebut normal.

    Pada sampel II kualitas spermanya tidak normal atau kurang baik karena

    volumenya 3 ml, warnanya bening, baunya tidak menyengat, viskositasnya tidak

    ada karena sperma cair, dan bentuknya abnormal. Jadi dari ciri-ciri diatas, sampel

    sperma mengalami kelainan Azoospermia. Azoospermia adalah keadaan dimana

    setiap ejakulasi tidak terdapat sperma.

    Pada sampel III kualitas spermanya tidak normal atau kurang baik karena

    volumenya 3 ml, warnanya khas (putih kekuningan), baunya menyengat,

    viskositasnya 3 cm, dan bentuknya normal. Jadi dari ciri-ciri diatas, sampel sperma

    mengalami kelainan Dyspermia. Dyspermia adalah keadaan dimana motilitas atau

    pergerakan spermanya tidak normal.

    Pada sampel IV kualitas spermanya tidak normal atau kurang baik karena

    volumenya 1,4 ml, warnanya khas (putih kekuningan), baunya tidak menyengat,

    viskositasnya tidak ada karena sperma cair, dan bentuknya abnormal. Jadi dari

    ciri-ciri diatas, sampel sperma mengalami kelainan Oligoteratozoospermia,

    Nicrospermia dan Aspermia. Oligoteratozoospermia adalah keadaan dimana

    sperma yang dihasilkan sedikit (kurang dari 10.000.000 sel sperma). Nicrospermia

    adalah keadaan dimana banyak sperma yang mati. Aspermia adalah keadaan

    dimana sperma yang dihasilkan kurang dari 2 ml pada sekali ejakulasi.

    Pada sampel V kualitas spermanya tidak normal atau kurang baik karena

    volumenya 1,6 ml, warnanya khas (putih kekuningan), baunya menyengat,

    viskositasnya tidak ada karena sperma cair, dan bentuknya abnormal. Jadi dari

  • ciri-ciri diatas, sampel sperma mengalami kelainan Aspermia, Dyspermia dan

    Nicrospermia. Azoospermia adalaha keadaan dimana setiap ejakulasi tidak

    terdapat sperma. Aspermia adalah keadaan dimana sperma yang dihasilkan kurang

    dari 2 ml pada sekali ejakulasi. Dyspermia adalah keadaan dimana motilitas atau

    pergerakan spermanya tidak normal. Nicrospermia adalah keadaan dimana banyak

    sperma yang mati.

    Dari keterangan dan sampel-sampel sperma yang diujikan, ada sperma

    yang berkualitas baik dan ada sperma yang berkualitas buruk. Sperma yang

    berkualitas buruk mengalami kelainan Azoospermia, Dyspermia,

    Oligoteratozoospermia, Nicrospermia dan Aspermia. Cara-cara pencegahan

    supaya kualitas sperma tetap baik dengan menghindari mengkonsumsi obat-obatan

    terlarang seperti narkotika dan sabu-sabu, tidak mengkonsumsi minuman

    beralkohol dan minuman keras, menghindari olahraga terlalu berlebihan, harus dan

    sering mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, tidak merokok,

    makan-makanan bergizi, menghindari penggunaan celana yang ketat seperti jelana

    jeans yang terlalu ketat, mengurangi, mengurangi mandi air panas, menghindari

    penggunaan hp dikantong celana dan menhindari penggunaan laptop di dekat

    testis penghasil sperma.

    BAB V

    PENUTUP

  • 45

    5.1 Kesimpulan

    Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:

    1. Teknik uji kualitas sperma dapat dilakukan dengan cara memasukkan sperma

    ke object glass dan memasukkan juga NaCl fisiologis secukupnya kemudian

    menutupnya dengan menggunakan deck glass, lalu mengamatinya di bawah

    mikroskop.

    2. Sampel sperma I hasilnya berkualitas baik, sampel sperma II hasilnya

    berkualitas buruk karena mengalami kelainan Azoospermia, sampel sperma III

    hasilnya berkualitas buruk karena mengalami kelainan Dyspermia, sampel

    sperma IV hasilnya berkualitas buruk karena mengalami kelainan

    oligoteratozoospermia, nicrospermia dan aspermia, dan sampel sperma V

    hasilnya berkualitas buruk karena mengalami kelainan Aspermia, Dyspermia

    dan Nicrospermia.

    2.2 Saran

    Adapun saran yang diberikan oleh penulis adalah sebaiknya dalam

    melakukan percobaan, di perlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan, serta ada

    baiknya alat dan bahan yang akan digunakan lebih dilengkapi, sehingga menunjang

    proses kerja pada saat melakukan praktek.

    DAFTAR PUSTAKA

  • Ambercrombie, M. 1999. Kamus lengkap Biologi. Erlangga. Jakarta. Dikutip olehDwi Arinto Adi. 2000. Pengaruh Prostaglandin F2 Terhadap Fertilitas Tikus(Rattus norvegicus) Wistar Jantan. Jurusan Biologi FKIP UNHAS. Makasar.Diakses pada tanggal 4 Juni 2013.

    Campbell, A. 2006. Biologi. Erlangga. Jakarta.

    Kimball, W. 1994. Biologi Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

    Lutjen. 2001. Biologi. Erlangga. Jakarta.

    Praptomo. 2011. Sains Biologi. Erlangga. Jakarta. Dikutip oleh Muhammad AnwarDjaelani. 2010. Peran Kuning Telur pada Medium Simpan Beku SemenTES-Tris Yolk Citrat terhadap Motilitas dan Vitalitas Spermatozoa ManusiaPost Freezing. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu PengetahuanAlam. Universitas Diponegoro. Semarang. Diakses pada tanggal 4 Juni 2013.

    Setya, W. 2004. Biologi Reproduksi. Trimurti. Bandung. Dikutip oleh Tetri Widianti.2003. Pengaruh Vitamin C terhadap Perbaikan Spermatogenesis dan KualitasSpermatozoa Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian EkstrakTembakau (Nicotiana tabacum). Jurusan Biologi FMIPA UNS. Surakarta.Diakses pada tanggal 4 Juni 2013.

    The Fertility Institute. 2009. Analisis Kehamilan. ITB. Bandung. Dikutip olehArsetyo Rahardhianto. 2012. Pengaruh Konsentrasi Larutan Madu dalamNaCl Fisiologis terhadap Viabilitas dan Motilitas Spermatozoa Ikan Patin(pangasius pangasius) selama Masa Penyimpanan. Jurusan Biologi. FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi SepuluhNopember. Surabaya. Diakses pada tanggal 4 Juni 2013.

    Yatim, W. 1994. Biologi Modern Histologi. Tarsuto. Bandung. Dikutip oleh YuliantiAdipu. 2011. Ratio Pengenceran Sperma Terhadap Motilitas Spermatozoa,Fertilitas dan Daya Tetas Ikan Lele. Fakultas Perikanan dan Ilmu KelautanUNSRAT. Manado. Diakses pada tanggal 4 Juni 2013.

    LEMBAR ASISTENSI

  • Nama : Aulia Rakhman

    NIM : N 201 12 018

    Kelompok : 1 (Satu)

    Kelas : B

    Asisten: Muh. Fahmi

    No

    .

    Hari/tanggal Koreksi paraf