Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UJI PERBANDINGAN POTENSI EKSTRAK ETANOL DAUN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) SEBAGAI INSEKTISIDA TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti
DAN NYAMUK Culex sp. DENGAN METODE SEMPROT
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Umum
Oleh: Mardhiyah Fitri
145070101111014
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Mardhiyah Fitri
NIM : 145070101111014
Program Studi : Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Brawjijaya
menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-
benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya. Apabila
dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan,
maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Malang,
Yang membuat penyataan,
Mardhiyah Fitri
NIM 145070101111014
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan
hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul
“Uji Perbandingan Potensi Ekstrak Etanol Daun Jeruk Nipis Sebagai Insektisida
Terhadap Nyamuk Aedes aegypti dan Nyamuk Culex sp. dengan Metode
Semprot”. Tugas Akhir ini merupakan karya ilmiah yang disusun sebagai salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) di
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.
Dengan selesainya Tugas Akhir ini, penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang terlibat membantu
menyelesaikan Tugas Akhir ini, terutama kepada :
1. Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya Malang.
2. dr. Triwahju Astuti, M.Kes., Sp.P(K) selaku Ketua Jurusan Program
Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
3. dr. Sudjari, DTM&H., M.Si., Sp.ParK selaku dosen pembimbing I yang
senantiasa memberikan masukan dan nasehat.
4. dr. Dessika Rahmawati, Sp.S selaku dosen pembimbing II yang
senantiasa memberikan masukan dan nasehat.
5. dr. Danik Agustin P, M.Kes. selaku penguji I yang senantiasa memberikan
masukan dan nasehat.
6. Segenap tim pengelola Tugas Akhir FKUB yang telah membantu penulis
dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
v
7. Mbak Heni, Pak Budi dan Mbak Icha sebagai analis dan staff di
laboratorium Parasitologi yang telah membantu saya dalam
menyelesaikan penelitian dan penulisan Tugas Akhir ini.
8. Orang tua saya yang selalu mendoakan, mendukung dan memberi
semangat tanpa henti. Mba Nuni, Mas Haqi, Mas Ivan, Mas Ucup, Ajay,
Aa Rahman yang juga selalu mendukung saya dan selalu menjadi
motivasi.
9. Rizki Nirwandhi Putra, Mutia Larasati, Rozah Fitria, Kak Fitria Adelita, Kak
Hafizia, Kak Adi dan teman-teman Pendidikan Dokter yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu, yang membantu memberi semangat dan
bantuan yang begitu besar hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini.
10. Kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas akhir ini
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan berkat kepada
orang-orang yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Penulis
menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, baik dalam isi
maupun cara penyusunannya. Oleh karena itu, penulis membuka diri untuk
kritik dan saran yang dapat membangun dari semua pihak demi perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan
tambahan pengetahuan dan wawasan yang bermanfaat bagi pembaca.
Malang, September 2017
Penulis
vi
ABSTRAK
Fitri, Mardhiyah. 2017. Uji Perbandingan Potensi Ekstrak Etanol Daun Jeruk Nipis Sebagai Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti dan Nyamuk Culex sp. Dengan Metode Semprot. Tugas Akhir, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1) dr. Sudjari, DTM&H., M.Si., Sp.ParK. (2) dr. Dessika Rahmawati, SpS.
Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. merupakan vektor dari beberapa penyakit seperti demam berdarah dengue, demam kuning (yellow fever), dan chikungunya, sedangkan filariasis limfatik, Japanese B Encephalitis, West Nile Virus, dan St. Louis Encephalitis dikarenakan nyamuk Culex sp. Sehingga, diperlukan insektisida alami untuk mengendalikan kedua vektor seperti ekstrak etanol daun jeruk nipis karena mengandung senyawa flavonoid, limonoid dan saponin. Flavonoid menyebabkan kelayuan pada saraf pernapasan yang menyebabkan tidak bisa bernafasnya vektor. Limonoid bekerja dengan mengganggu metabolisme tubuh nyamuk dan mempengaruhi fungsi saraf yang mengakibatkan tubuh nyamuk kejang. Sedangkan saponin dapat menurunkan jumlah sterol bebas yang mengakibatkan terganggunya proses pergantian kulit pada nyamuk. Ketiga hal tersebut menyebabkan kematian pada nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp.
Penelitian ini menggunakan studi experimental, dilakukan pada 25 ekor nyamuk Aedes aegypti dan 25 ekor nyamuk Culex sp. yang dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok I sebagai kontrol negatif nyamuk Aedes aegypti menggunakan larutan acetone 1%. Kelompok II menggunakan larutan ekstrak etanol daun jeruk nipis 10% terhadap nyamuk Aedes aegypti. Kelompok III sebagai kontrol negatif nyamuk Culex sp. menggunakan larutan acetone 1%. Kelompok IV menggunakan larutan ekstrak etanol daun jeruk nipis 10% terhadap nyamuk Culex sp. Parameter yang diukur adalah jumlah nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. yang mati berdasarkan variasi waktu. Analisis data menggunakan metode One-Way ANOVA dengan p<0,05 dan T-Test untuk menguji perbandingan potensi ekstrak berdasarkan lama waktu paparan, dengan demikian ekstrak etanol daun jeruk nipis memiliki potensi sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. secara signifikan. Kesimpulan penelitian ini adalah ekstrak etanol daun jeruk nipis memiliki potensi sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. Kata Kunci: daun jeruk nipis, insektisida, Aedes aegypti, Culex sp.
vii
ABSTRACT
Fitri, Mardhiyah. 2017. Comparative Test Potency of Ethanol Extract Lime Leaf As Insecticide Against Aedes aegypti Mousquitoes and Culex sp. Mosquitoes. Final Assignment, Medical Faculty of Brawijaya University. Advisor: (1) dr. Sudjari, DTM&H., M.Si., Sp.ParK. (2) dr. Dessika Rahmawati, SpS.
Aedes aegypti and Culex sp. mosquitoes are the vectors of some diseases such as dengue haemorrhagic fever, yellow fever and chikungunya, and cholera because of the Aedes aegypti mosquitoes, meanwhile lymphatic filariasis, Japanese B Encephalitis, West Nile Virus, and St. Louis Encephalitis because of the Culex sp. mosquiotoes. Thus, it is required a natural insecticide to control vectors such as ethanol extract lime leaf because this plant contains flavonoids, limonoids and saponins, flavonoids cause withering of the respiratory nerves causes vectors cannot breathe. Limonoids disrupts the body’s metabolism of mosquitoes and affect nerve function resulting mosquitoes seizures. While saponins decrease free sterol in its body so it can disrupts moulting process. These three things are causing death of the Aedes eegypti and Culex sp. mosquitoes This research uses experimental study, it’s done with 25 Aedes aegypti and Culex sp. mosquitoes were divided into 4 groups. Group I as Aedes aegypti mosquitoes negative control that uses acetone 1%. Group II uses ethanol extract lime leaf with a concentration of 10% for Aedes aegypti mosquitoes. Group III as Culex sp. mosquitoes negative control that uses acetone 1%. Group IV uses ethanol extract lime leaf 10% for Culex sp. mosquitoes. The measured parameters were the number of Aedes aegypti and Culex sp. mosquitoes were dead by the time variation. Data analysis uses One-Way ANOVA method with p<0,05 and T-Test shows comparative potency of extract between Aedes aegypti and Culex sp. mosquitoes based of exposure time, therefore ethanol extract lime leaf has the potential as insecticide against Aedes aegypti and Culex sp. mosquitoes significantly. The conclusion is etanol extract lime leaf has potential effect as insecticide against Aedes aegypti and Culex sp. mosquitoes. Keywords: lime leaf, insecticide, Aedes aegypti, Culex sp.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………….…i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………..…………….……………ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………………………………………...……….iii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..iv
ABSTRAK…………………………………………………………................................vi
ABSTRACT……………………………………………………………..………….…….vii
DAFTAR ISI………………………………………………………..……………………viii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………..……….xi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….…….…xii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………...…………..…xiii BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………...........................1
1.2 Masalah Penelitian……………….…………………………………………..4
1.3 Tujuan Penelitian……………………………...………………….................4
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………………….......4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persebaran Nyamuk Aedes aegypti di Indonesia...………...……..…6
2.1.1 Taksonomi Nyamuk Aedes aegypti.………….....………… ……..6
2.1.2 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti....………......……...................7
2.1.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti....……...............................7
2.1.4 Habitat Nyamuk Aedes aegypti....…….......................................9
2.1.5 Faktor Lingkungan Fisik……………….......................................9
ix
2.1.6 Kepentingan Medis Nyamuk Aedes aegypti..………….…….…..10
2.1.6.1 Demam Berdarah Dengue..............................................10
2.1.6.2 Demam Chikungunya.....................................................11
2.2 Persebaran Nyamuk Culex sp. di Indonesia….........…..................11
2.2.1 Taksonomi Nyamuk Culex sp…...............................................12
2.2.2 Morfologi Nyamuk Culex sp……..............................................12
2.2.3 Siklus Hidup Nyamuk Culex sp………......................................12
2.2.4 Habitat Nyamuk Culex sp…….................................................14
2.2.5 Faktor Lingkungan Fisik……...................................................14
2.2.6 Kepentingan Medis……..........................................................15
2.2.6.1 Filariasis……………….................................................15
2.2.6.2 Japanese B Encephalitis….....…..................................16
2.3 Tinjauan Pustaka Daun Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia)......................16
2.3.1 Taksonomi Daun Jeruk Nipis …….........................................17
2.3.2 Morfologi Daun Jeruk Nipis ……............................................17
2.3.3 Manfaat Daun Jeruk Nipis…....….............................................18
2.3.4 Bahan Aktif Daun Jeruk Nipis …….........................................19
2.4 Definisi Insektisida……...........................................................................21
2.4.1 Cara Kerja Insektisida……...............................................................21
2.4.2 Teknik Aplikasi Insektisida…..................…......................................21
BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep dan Teori..................................................................25
3.2 Kerangka Berpikir…………….……........................................................26
3.3 Hipotesis Penelitian……........................................................................27
x
BAB 4. METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian……....................................................................28
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian…….....................................................28
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian……..........................................................29
4.4 Variabel Penelitian…….........................................................................30
4.5 Bahan dan Alat Penelitian……………...…………………………….……30
4.5.1 Bahan Penelitian…….......................................................................30
4.5.1.1 Bahan pembuatan Ekstrak Etanol Daun Jeruk Nipis….....30
4.5.1.2 Alat Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Jeruk Nipis ………30
4.5.2 Alat Penelitian……...........................................................................31
4.6 Definisi Operasional…….......................................................................31
4.7 Prosedur Penelitian……........................................................................32
4.7.1 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Jeruk Nipis.……..........................32
4.7.2 Persiapan Larutan Uji……...............................................................34
4.8 Cara Kerja Penelitian…………….……..................................................34
4.9 Diagram Alur Penelitian…….................................................................36
4.10 Analisis Data……................................................................................37
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
5.1 Hasil Penelitian………………………………………...………...…………38
5.2 Analisa Data…………………………………………...……......................42
BAB 6. PEMBAHASAN………………………………………….………..…….…….45
BAB 7. PENUTUP…………………………………………………………......………51
DAFTAR PUSTAKA………….……………………………………………..………...53
LAMPIRAN………………………………………………………………………..……56
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti…………………..…………………………6
Gambar 2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti ………………………..……8
Gambar 2.3 Nyamuk Culex sp……………………………………….................12
Gambar 2.4 Siklus Hidup Nyamuk Culex sp……………………………………14
Gambar 2.5 Tanaman Daun jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)………..………..17
Gambar 2.6 Insektisida…………………………………………………………....21
Gambar 5.1 Grafik garis potensi insektisida ekstrak etanol daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp berdasarkan waktu pengamatan……….………...........40
xi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 5.1 Rerata dan standar deviasi jumlah nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. mati dengan konsentrasi 10% pada
setiap perlakuan dan waktu pengamatan………………...48 Tabel 5.2 Potensi ekstrak etanol daun jeruk nipis dengan
konsentrasi 10% pada setiap perlakuan dan waktu pengamatan dengan Rumus Abbott……………….48
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara tropis yang paling besar di
dunia, iklim tropis menyebabkan adanya berbagai penyakit tropis yang
disebabkan oleh nyamuk, seperti malaria, demam berdarah, filarial, kaki
gajah, dan chikungunya sering berjangkit di masyarakat, bahkan
menimbulkan epidemi yang berlangsung dalam spektrum yang luas dan
cepat. Penyebab utama munculnya epidemi berbagai penyakit tropis
tersebut adalah perkembangbiakan dan penyebaran nyamuk sebagai
vektor penyakit yang tidak terkendali (Lela, 2010). Beberapa contoh
penyakit yang memiliki prevalensi tinggi di Indonesia adalah Demam
Berdarah Dengue (DBD) yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti
dan Filariasis yang disebabkan oleh nyamuk Culex sp.
Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat penting di Indonesia dan sering menimbulkan suatu letusan
Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan kematian yang besar. Di Indonesia
nyamuk penular (vektor) penyakit DBD yang penting adalah Aedes
aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris, tetapi sampai saat ini
yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti.
Penyakit DBD penyakit infeksi oleh virus Dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, dengan ciri demam tinggi
mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi
menimbulkan renjatan (shock) dan kematian. Sampai sekarang penyakit
2
DBD belum ditemukan obat maupun vaksinnya, sehingga satu-satunya
cara untuk mencegah terjadinya penyakit ini dengan memutuskan rantai
penularan yaitu dengan pengendalian vektor (Fathi, 2005).
Selain DBD adapula penyakit Filariasis (kaki gajah) yang dapat
ditimbulkan oleh nyamuk Culex sp. Umumnya nyamuk yang berkeliaran
di rumah-rumah penduduk adalah nyamuk jenis Culex sp. Gigitan
nyamuk ini juga menyebabkan gatal-gatal dan alergi. WHO mencatat
penyakit Kaki Gajah di Indonesia tersebar luas hampir di seluruh
propinsi.
Berdasarkan laporan dari kabupaten/kota, jumlah kasus kronis
filariasis yang dilaporkan sampai tahun 2009 sudah sebanyak 11.914
kasus (Depkes, 2010). Sebagai salah satu upaya memutus mata rantai
penyebaran nyamuk tersebut adalah dengan cara pengendalian vektor
dengan menggunakan insektisida. Saat ini telah banyak insektisida yang
digunakan oleh masyarakat, sayangnya insektisida tersebut membawa
dampak negatif pada lingkungan karena mengandung senyawa-
senyawa kimia seperti Malation yang mungkin berbahaya, baik terhadap
manusia maupun sekelilingnya.
Oleh karena itu perlu pengembangan alternatif insektisida baru
yang tidak menimbulkan bahaya dan lebih ramah lingkungan, hal ini
diharapkan dapat diperoleh melalui penggunaan bioinsektisida.
Bioinsektisida atau insektisida hayati adalah suatu insektisida yang
bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang mengandung bahan kimia
(bioaktif) yang toksik terhadap serangga namun mudah terurai
(biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan
3
relative aman bagi manusia. Selain itu insektisida nabati juga bersifat
selektif (Lela, 2005).
Nyamuk Aedes aegpyti dan nyamuk Culex sp yang menjadi vektor
berbagai penyakit yang dapat dikendalikan dengan insektisida alami.
Insektisida alami yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu berasal
dari daun jeruk nipis. Dari hasil penelitian lain disebutkan bahwa jeruk
nipis mengandung senyawa flavonoid dan juga senyawa saponin.
Saponin termasuk ke dalam senyawa terpenoid. Aktivitas saponin ini di
dalam tubuh serangga adalah mengikat sterol bebas dalam saluran
pencernaan makanan, akan mengakibatkan terganggunya proses
pergantian kulit serangga. Insektisida alami tersebut dapat digunakan
dengan menggunakan semprot. Insektisida dengan metode alami
dengan menggunakan metode semprot dapat diaplikasikan dengan
mudah oleh masyarakat terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk
Culex sp yang diteliti.
Berdasarkan uraian diatas, maka akan dilakukan pengujian lebih
lanjut mengenai perbandingan potensi ekstrak etanol daun jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex
sp sebagai insektisida dengan metode semprot dalam usaha
mendapatkan insektisida alternatif yang efektif, murah dan mudah
didapat.
4
1.2 Masalah Penelitian
1. Bagaimanakah potensi ekstrak etanol daun jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti dan
nyamuk Culex sp. dengan metode semprot.
2. Bagaimanakah perbedaan potensi ekstrak etanol daun jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti
dan nyamuk Culex sp. dengan metode semprot.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui perbandingan potensi ekstrak etanol daun jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti
dan nyamuk Culex sp dengan metode semprot.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui potensi ekstrak etanol daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk
Culex sp. dengan konsentrasi tertentu.
2. Mengetahui perbandingan potensi ekstrak etanol daun jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes
aegypti dan nyamuk Culex sp. dengan konsentrasi tertentu.
5
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademik
a) Menambah wawasan ilmu pengetahuan bidang kedokteran khususnya
mengenai manfaat daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) sebagai
insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp.
b) Mempermudah memperoleh insektisida alami dengan bahan yang
mudah didapat dan murah.
1.4.2 Manfaat Praktis
a) Memberi informasi ilmiah kepada masyarakat mengenai insektisida
alternatif yang berasal dari bahan–bahan alami.
b) Membantu menurunkan resiko penularan penyakit yang divektori
nyamuk Aedes agypti dan nyamuk Culex sp.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persebaran Nyamuk Aedes aegypti di Indonesia
Aedes aegypti adalah nyamuk yang termasuk dalam subfamili
Culicinae, famili Culicidae, ordo Diptera, kelas Insecta. Nyamuk ini
berpotensi untuk menularkan penyakit demam berdarah dengue (DBD).
Penyakit DBD ini terutama menyerang anak-anak termasuk bayi,
meskipun sekarang proporsi penderita dewasa meningkat. Tempat
perindukan Aedes aegypti dapat dibedakan atas tempat perindukan
sementara, permanen, dan alamiah. Tempat perindukan sementara
terdiri dari berbagai macam tempat penampungan air (TPA) yang dapat
menampung genangan air bersih. Tempat perindukan permanen adalah
TPA untuk keperluan rumah tangga dan tempat perindukan alamiah
berupa genangan air pada pohon (Ishartadiati, 2010).
2.1.1 Taksonomi Nyamuk Aedes aegypti
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Diptera
Family : Culicidae
Subfamili : Culicinae
Genus : Aedes
Species : Aedes aegypti
Gambar 2.1 Aedes aegypti
7
2.1.2 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti
Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan
dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai
warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian
badannya terutama pada kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya
yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lira (lire-form)
yang putih pada punggungnya (mesonotum), yaitu ada dua garis
melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan. Nyamuk jantan umumnya
lebih kecil dari betina dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena
nyamuk jantan. Telur Aedes aegypti berbentuk elips berwarna hitam,
mempunyai dinding yang bergaris-garis dan membentuk bangunan yang
menyerupai gambaran kain kasa. Larva Aedes aegypti mempunyai
pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral. Aedes aegypti
memiliki aktivitas terbang yang aktif dalam radius yang terbatas.
(Ishartadiati, 2010).
2.1.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Telur nyamuk Aedes aegypti di dalam air dengan suhu 20-40oC
akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari. Kecepatan
pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu temperatur, tempat dan keadaan air dan kandungan zat
makanan yang ada dalam tempat perindukan. Pada kondisi optimum,
larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 2-3 hari. Jadi
pertumbuhan dan perkembangan telur, larva, dan pupa, sampai dewasa
memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari.
8
Metamorfosis nyamuk dikontrol oleh tiga hormon, yaitu (1) PTTH
(hormon protorasikotropik): PTTH diproduksi oleh sel-sel
neurosekretorik di dalam otak dan merangsang kelenjar-kelenjar
protoraks untuk menghasilkan ekdison, yang merangsang apolisis dan
mendorong pertumbuhan. (2) Ekdison, merangsang apolisis
(pengelupasan kulit serangga) dan mendorong pertumbuhan, (3) JH
(hormon juvenil): JH dihasilkan oleh sel-sel di dalam korpora allata dan
menghambat metamorfosis, jadi mendorong perkembangan lebih lanjut
larva atau nimfa. Korpora allata aktif selama instar-instar awal dan
biasanya berhenti menyekresi JH dalam instar pradewasa terakhir.
Ketiadaan hormon dalam instar ini mengakibatkan metamorfosis
(Wijaya, 2008).
Gambar 2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
9
2.1.4 Habitat Nyamuk Aedes aegypti
Aedes aegypti sangat umum di jumpai pada daerah yang
kekurangan kran air, dan sangat bergantung pada wadah penyimpanan
air untuk bertelur. Nyamuk dewasa jantan dan betina memakan nektar
dari tanaman untuk hidup; Namun, nyamuk betina membutuhkan darah
untuk menghasilkan telur, dan aktif pada siang hari. Telur memiliki
kemampuan untuk bertahan hidup di daerah yang kering untuk jangka
waktu yang lama, sehingga telur dapat dengan mudah menyebar ke
lokasi baru. Wadah penyimpanan air, pot bunga, ban bekas, piring di
bawah pot tanaman, vas, ember, kaleng, talang hujan yang tersumbat,
air mancur hias, mangkuk air untuk hewan peliharaan, dan lain-lain yang
berada di dalam atau dekat dengan tempat tinggal adalah habitat yang
ideal untuk larva nyamuk ini. Larva nyamuk ini juga telah ditemukan di
saluran air bawah tanah seperti septic tanks, sumur, dan meteran air
(CDC, 2012).
2.1.5 Faktor Lingkungan Fisik
Suhu yang optimal bagi nyamuk Aedes aegypti untuk menggigit di
luar rumah berkisar antara 23-24 derajat Celcius dan di dalam rumah
25-26 derajat Celcius. Berdasarkan analisa univariat bahwa suhu di
lokasi penelitian baik kasus maupun kontrol berkisar antara 26-34
derajat Celsius. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu ini
sangat memungkinkan sekali untuk perkembangan parasit dalam tubuh
nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20-30 derajat Celcius,
sedangkan suhu yang sedikit dibawah suhu optimum dan sedikit diatas
10
optimum masih memungkinkan untuk perkembangan parasit dalam
tubuh nyamuk. Suhu sangat mempengaruhi perkembangan parasit
dalam tubuh nyamuk, makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin
pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin
rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsiknya (Arifin et al,
2013).
2.1.6 Kepentingan Medis Nyamuk Aedes aegypti
Aedes aegypti merupakan nyamuk yang dapat berperan sebagai
vektor berbagai macam penyakit diantaranya Demam Berdarah Dengue
(DBD). Walaupun beberapa spesies dari Aedes sp. dapat pula berperan
sebagai vektor tetapi Aedes aegypti tetap merupakan vektor utama
dalam penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue. Selain DBD,
Aedes aegypti juga dapat menyebabkan demam chikungunya, dan
Filariasis (Palgunadi et al, 2010).
2.1.6.1 Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus dengue yang termasuk pada genus flavivirus. Memiliki
manifestasi klinis yang dimulai dari paling ringan, yaitu demam dengue
(DD), demam berdarah dengue (DBD), hingga dengue shock syndrome
(DSS). Penyakit ini penularannya melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan jika ditinjau secara epidemiologi kasus ini tidak pernah menurun di
negara tropik (Candra, 2010).
11
2.1.6.2 Demam Chikungunya
Penyakit yang bisa menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB)
melalui perantara vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopticus.
Dikarenakan penyebaran dilakukan oleh vektor yang sama dengan
demam dengue, sehingga kasus penyebaran terdjadi di Negara tropik
juga (Depkes, 2012).
2.2 Persebaran Nyamuk Culex sp. di Indonesia
Di Indonesia, dilaporkan jumlah jenis nyamuk yang mencapai lebih
dari 457 jenis nyamuk dari 18 marga. Jenis-jenis tersebut terutama
didominasi oleh marga dari Aedes, Anopheles dan Culex yang
mencapai 287 jenis. Ketiga marga tersebut lebih mendapat perhatian
karena umumnya bersifat zoofilik atau anthrofilik, yang akhirnya dapat
berpotensi sebagai vektor penyakit. Nyamuk Culex biasanya memilih
genangan air tanah sebagai tempat perindukannya, seperti pada pohon
berlubang, ruas dan dan tempat-tempat penampungan air lainnya.
Beberapa jenis Culex diketahui sebagai penular sejumlah organisme
patogen di Asia Tenggara, tetapi kemungkinan ini hanyalah infeksi
insiden saja. Dua jenis dari Anak marga Culex, yaitu Cx. gellidus dan
Cx. tritaeniorhynchus merupakan vektor penting bagi penyakit Japanese
encephalitis di Asia Tenggara dan Cx. pipiens quinquefasciatus sebagai
vektor penting untuk penularan penyakit urban filariasis yang
ditimbulkan oleh Wuchereria bancrofti (Suwito, 2008).
12
2.2.1 Taksonomi Nyamuk Culex sp.
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Culicidae
Genus : Culex
Spesies : Culex sp.
2.2.2 Morfologi Nyamuk Culex sp
Nama lain nyamuk Culex quinquefasciatus adalah Culex pipiens
fatigans Wiedemann. Kepala Culex umumnya bulat atau sferik dan
memiliki sepasang mata, sepasang antena, sepasang palpi yang terdiri
atas 5 segmen dan 1 probosis antena yang terdiri atas 15 segmen.
Berbeda dengan 6 Aedes, pada genus Culex tidak terdapat rambut
pada spiracular maupun pada post spiracular. Panjang palpus
maxillaries nyamuk jantan sama dengan proboscis. Ciri lain dari nyamuk
Culex adalah posisi yang sejajar dengan bidang permukaan yang
dihinggapi saat istirahat atau saat menusuk dengan kaki belakang yang
sedikit terangkat. Nyamuk Culex sp memiliki badan yang lebih besar
dibandingkan Aedes aegypti. Nyamuk Culex sp bergerak lebih lambat
dan lebih banyak hinggap (Sembel, 2009).
Gambar 2.3 Nyamuk Culex sp.
13
2.2.3 Siklus Hidup Nyamuk Culex sp.
Nyamuk termasuk dalam kelompok serangga yang mengalami
metamormofosa sempurna dengan bentuk siklus hidup berupa telur,
larva, pupa dewasa (Sembel, 2009). Telur biasanya diletakkan di atas
permukaan air satu per satu atau berkelompok. Telur-telur dari jenis
Culex sp diletakkan berkelompok (raft). Dalam satu kelompok biasa
terdapat puluhan atau ratusan ribu nyamuk. Telur dapat bertahan hidup
dalam waktu yang cukup lama dalam bentuk dorman. Namun, bila air
cukup tersedia, telur telur itu biasanya menetas 2-3 hari sesudah
diletakkan. Larva Telur menetas menjadi larva. Berbeda dengan larva
dari anggota Diptera yang lain seperti lalat yang larvanya tidak
bertungkai, larva nyamuk memiliki kepala yang cukup besar serta toraks
dan abdomen yang cukup jelas. Larva dari kebanyakan nyamuk
menggantungkan diri di permukaan air. Untuk mendapatkan oksigen
dan udara, larva-larva nyamuk Culex sp biasanya menggantungkan
tubuhnya membentuk sudut terhadap permukaan air. Stadium larva
memerlukan waktu kurang lebih satu minggu. Pertumbuhan dan
perkembangan larva dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah
temperatur, cukup tidaknya bahan makanan, ada tidaknya pemangsa
dalam air dan lain sebagainya (Soegijanto 2006). Kebanyakan larva
nyamuk menyaring mikroorganisme dan partikel-partikel lainnya yang
ada di dalam air. Larva biasanya melakukan pergantian kulit empat kali
dan berpupasi sesudah tujuh hari. Pupa Sesudah melewati pergantian
kulit keempat, maka terjadi pupasi. Pupa berbentuk agak pendek, tidak
makan, tetapi tetap aktif bergerak dalam air terutama bila diganggu.
14
Mereka berenang naik turun dari bagian dasar ke permukaan air. Bila
perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu sesudah dua atau tiga hari,
maka kulit pupa akan pecah dan nyamuk dewasa keluar serta terbang.
Nyamuk dewasa yang baru keluar dari pupa berhenti sejenak di atas
permukaan air untuk mengeringkan tubuhnya terutama sayap –
sayapnya dan sesudah mampu mengembangkan sayapnya, nyamuk
dewasa terbang mencari makan. Dalam keadaan istirahat, bentuk
dewasa Culex sp hinggap dalam keadaan sejajar dengan permukaan
(Sembel, 2009).
Gambar 2.4 Siklus Hidup Nyamuk Culex sp
2.2.4 Habitat Nyamuk Culex sp.
Tempat perindukan nyamuk Culex sp di air keruh dan kotor dekat
rumah. Resting place atau tempat istirahat nyamuk Culex di dalam
rumah pada siang hari, yaitu di tempat gelap dan lembab, di gantungan
baju, dan di balik perabotan rumah tangga yang berwarna gelap.
15
2.2.5 Faktor Lingkungan Fisik
1) Suhu
Suhu mempengaruhi perkembangan dan mortalitas larva nyamuk.
2) Kelembaban
Kelembaban udara yang rendah dapat memperpendek umur
nyamuk. Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak,
kebiasaan menggigit dan istirahat.
3) Curah Hujan
Terdapat hubungan langsung antara curah hujan dan perkembangan
larva nyamuk menjadi nyamuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh,
bergantung pada; jenis vektor, derasnya hujan dan jenis tempat
perindukan. Hujan yang diselingi oleh panas, akan memperbesar
kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk.
2.2.6 Kepentingan Medis Nyamuk Culex sp.
2.2.6.1 Filariasis
Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
cacing filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Terdapat
tiga spesies cacing penyebab Filariasis yaitu: Wuchereria bancrofti;
Brugia malayi; Brugia timori (1). Semua spesies tersebut terdapat di
Indonesia, namun lebih dari 70% kasus filariasis di Indonesia
disebabkan oleh Brugia malayi (2). Cacing tersebut hidup di kelenjar
dan saluran getah bening sehingga menyebabkan kerusakan pada
sistem limfatik yang dapat menimbulkan gejala akut dan kronis.
16
Berdasarkan laporan dari kabupaten/kota, jumlah kasus kronis filariasis
yang dilaporkan sampai tahun 2009 sudah sebanyak 11.914 kasus.
Filariasis dapat ditularkan oleh seluruh jenis spesies nyamuk. Di
Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 23 spesies vektor nyamuk
penular filariasis yang terdiri dari genus Anopheles, Aedes, Culex,
Mansonia, dan Armigeres (3). Untuk menimbulkan gejala klinis penyakit
filariasis diperlukan beberapa kali gigitan nyamuk terinfeksi filaria dalam
waktu yang lama. Filariasis menjadi masalah kesehatan masyarakat
dunia sesuai dengan resolusi World Health Assembly (WHA) pada
tahun 1997 (Depkes, 2010).
2.2.6.2 Japanese B Encephalitis
Japanese encephalitis merupakan penyakit akut yang ditularkan
melalui nyamuk. Virus Japanese encephalitis termasuk famili Flavivirus.
Di Indonesia, terdapat sekitar 19 jenis nyamuk yang dapat menularkan
penyakit ini; paling sering adalah Culex tritaeniorhynchus, yang banyak
dijumpai di daerah persawahan, rawa- rawa, dan genangan air. Babi
dan unggas yang hidup di air, seperti bangau, merupakan hewan utama
reservoir virus ini. Nyamuk Culex tritaeniorhynchus terdiri dari berbagai
jenis, dapat menularkan baik ke manusia maupun ke hewan peliharaan
lainnya. Penyakit Japanese encephalitis pada manusia dapat
menimbulkan gejala ringan seperti demam biasa sampai berat, bahkan
kematian. Pada kasus berat, dapat meninggalkan gejala sisa (40-75%),
termasuk kelumpuhan dan keterbelakangan mental/penurunan
inteligensia (Depkes 2012). Selain kedua penyakit ini, nyamuk Culex sp.
juga dapat menyebabkan demam chikungunya.
17
2.3 Tinjauan Pustaka Daun Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia)
Tanaman Citrus aurantifolia dikenal di pulau Sumatra dengan
nama Kelangsa (Aceh), di pulau Jawa dikenal dengan nama jeruk nipis
(Sunda) dan jeruk pecel (Jawa), di pulau Kalimantan dikenal dengan
nama lemau nepi, di pulau Sulawesi dengan nama lemo ape, lemo
kapasa (Bugis) dan lemo kadasa (Makasar), di Maluku dengan naman
puhat em nepi (Buru), ahusi hisni, aupfisis (Seram), inta, lemonepis,
ausinepsis, usinepese (Ambon) dan Wanabeudu (Halmahera)
sedangkan di Nusa tenggara disebut jeruk alit, kapulungan, lemo (Bali),
dangaceta (Bima), mudutelong (Flores), mudakenelo (Solor) dan
delomakii (Rote) (CCRC Farmasi UGM, 2008).
2.3.1 Taksonomi Daun Jeruk Nipis
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Ordo : Rutales
Family : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : Citrus aurantifolia (CCRC Farmasi UGM, 2008).
2.3.2 Morfologi Daun Jeruk Nipis
Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) termasuk salah jenis citrus geruk.
Tanaman jeruk nipis mempunyai akar tunggang. Jeruk nipis termasuk
Gambar 2.5 Citrus Aurantifolia
18
jenis tumbuhan perdu yang memiliki dahan dan ranting. Batang
pohonnya berkayu ulet dan keras, sedangkan permukaan kulit luarnya
berwarna tua dan kusam. 8 Daunnya majemuk, berbentuk elips dengan
pangkal membulat, ujung tumpul, dan tepi beringgit. Panjang daunnya
mencapai 2,5-9 cm dan lebarnya 2-5 cm. Tulang daunnya menyirip
dengan tangkai bersayap, hijau dan lebar 5-25 mm (Rukmana, 1996).
Buah jeruk nipis diameternya berukuran 1,5-2,5 cm, daun mahkotanya
berwarna putih kuning. Kelopak berjumlah 4-5, bersatu atau lepas.
Mahkota berjumlah 4-5, berdaun lepas lepas. Benang sari 4-5 atau 8-
10, kepala ruang sari beruang 2. Tonjolan dasar bunga beringgit atau
berlekuk. Bunga beraturan, berkelamin 2, bentuk aak payung, tandan
atau malai (Steenis et al., 2006). Tanaman jeruk nipis pada umur 2,5
tahun sudah mulai berbuah. Buahnya berbentuk bulat sebesar bola
pingpong dengan diameter 3,5-5 cm. Kulitnya berwarna hijau atau
kekuning-kuningan dengan tebal 0,2-05 cm. Daging buahnya berwarna
kuning kehijauan (Steenis et al, 2006).
2.3.3 Manfaat Daun Jeruk Nipis
Dalam praktik pengobatan tradisional, jeruk nipis berkhasiat
sebagai obat batuk, penurun panas, pegal linu, disentri, sembelit,
ambeien, haid tidak teratur, difteri, jerawat, penambah nafsu makan,
pencegah rambut rontok, ketombe anyang-anyangan, radang
tenggorokan, kurap/panu, demam/panas, terkilir, sakit gigi, pelangsing
badan, penambah stamina dan hipertensi. Untuk demam/panas,
tanaman ini sering digunakan pada pasien yang terinfeksi malaria
(Widowati, 2011).
19
2.3.4 Bahan Aktif Daun Jeruk Nipis
Jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang
bemanfaat, misalnya: asam sitrat, asam amino (triptofan, lisin), minyak
atsiri (sitral, limonen, felandren, lemon kamfer, kadinen, gerani-lasetat,
linali-lasetat, aktilaldehid, nonildehid), damar, glikosida, asam sitrun,
lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang vitamin B1 dan C. Selain itu, jeruk
nipis juga mengandung senyawa limonoid, saponin dan flavonoid yaitu
hesperidin (hesperetin 7-rutinosida), tangeretin, naringin, eriocitrin,
eriocitrocide (CCRC Farmasi UGM, 2008).
Senyawa limonoida merupakan analog hormon juvenille pada
serangga yang berfungsi sebagai pengatur pertumbuhan kutikula larva.
Sebagai racun perut limonoida dapat masuk ke melalui rendaman
konsentrasi ekstrak yang termakan. Insektisida akan masuk ke organ
pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus kemudian beredar
bersama darah yang akan mengganggu metabolisme tubuh nyamuk
sehingga akan kekurangan energi untuk aktivitas hidupnya yang akan
mengakibatkan nyamuk itu kejang dan akhirnya mati. Selain
mempengaruhi proses pergantian kulit pada larva, limonoida yang
menyebar ke jaringan saraf akan mempengaruhi fungsi-fungsi saraf
yang lain dan menyebabkan larva kejang yang akan mengakibatkan
terjadinya aktifitas mendadak pada saraf pusat. (Widowati, 2011).
Berikut data sifat fisika dan kimia d-limonene, nama kimia 4-
isopropenil-1-metilsikloheksana, rumus kimia C10H16, berat molekul
136,24 g/mol, titik didih 176 °C, titik leleh -96 °C, specific gravity 0,838-
20
0,843 pada 20 °C, Tekanan Uap <2mmHg pada 20 °C, kelarutan dalam
air tidak larut.
Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15
atom karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6 -C3 -C6 , yaitu dua
cincin aromatik yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat atau
tidak dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid terdapat dalam semua
tumbuhan hijau sehingga dapat ditemukan pada setiap ekstrak
tumbuhan. Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan
senyawa C6 -C3 -C6 , artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua
gugus C6 (cincin benzena tersubstitusi) disambungkan oleh rantai
alifatik tiga karbon.
Flavonoid adalah salah satu jenis senyawa yang bersifat
racun/alelopati, merupakan persenyawaan dari gula yang terikat dengan
flavon. Flavonoid mempunyai sifat khas yaitu bau yang sangat tajam,
rasanya pahit, dapat larut dalam air dan pelarut organik, serta mudah
terurai pada temperatur tinggi. Efek flavonoid terhadap serangga
bermacam-macam. Salah satu diantaranya adalah juga sebagai inhibitor
kuat pernafasan. Flavonoid apabila terbsorbsi, dan masuk ke dalam
rongga badan akan mengakibatkan vasokontriksi pada rongga badan
yang berlebihan, akan mengakibatkan terjadinya permeabilitas rongga
badan menjadi rusak dan hemolimfe tidak dapat didistribusi secara
sempurna. Kerusakan pada pernafasan dan rongga badan dapat
menyebabkan kematian.
Sedangkan Saponin merupakan glikosida dalam tanaman yang
sifatnya menyerupai sabun dan dapat larut dalam air. Saponin apabila
21
kontak dengan permukaan kulit dan terabsorbsi akan terjadi
menghemolisis darah sehingga enzim pernafasan akan terhambat dan
mengakibatkan kematian. Saponin juga dapat menghambat fungsi
organ pernafasan sehingga fungsi organ pernafasan terganggu
(Widowati, 2011).
2.4 Definisi Insektisida
Insektisida berasal dari kata insekta yang berarti seranga dan cida
yang berarti pembunuh sehingga secara umum insektisida berarti
pembunuh serangga. Insektisida merupakan alat yang dapat digunakan
untuk pembasmi hama, apabila hama tersebut sudah dapat membuat
kerusakan ekonomi di kehidupan masyarakat, maka insektisida
merupakan salah satu pengendali yang digunakan (Djojosumarto, 2008)
2.4.1 Cara Kerja Insektisida
Cara kerja atau Mode of Action adalah kemampuan insektisida
dalam mematikan hama atau penyakit sasaran menurut cara masuknya
bahan beracun ke jasad hama atau penyakit sasaran dan menurut sifat
dari bahan kimia tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke dalam jasad
sasaran, insektisida digolongkan menjadi:
Gambar 2.6 Insektisida
22
1. Racun perut/lambung merupakan bahan beracun insektisida yang
dapat merusak sistem pencernaan jika tertelan oleh serangga.
2. Racun kontak merupakan bahan beracun insektisida yang dapat
membunuh atau mengganggu perkembangbiakan serangga, jika bahan
beracun tersebut mengenai tubuh serangga.
3. Racun nafas merupakan bahan racun insektisida yang biasanya
berbentuk gas atau bahan lain yang mudah menguap (fumigan) dan
dapat membunuh serangga jika terhisap oleh sistem pernafasan
serangga tersebut.
4. Racun saraf merupakan insektisida yang cara kerjanya mengganggu
sistem saraf jasad sasaran.
5. Racun protoplasmik merupakan racun yang bekerja dengan cara
merusak protein dalam sel tubuh jasad sasaran.
6. Racun sistemik merupakan bahan racun insektisida yang masuk ke
dalam sistem jaringan tanaman dan ditranslokasikan ke seluruh bagian
tanaman, sehingga bila dihisap, dimakan atau mengenai jasad
sasarannya bisa meracuni. Jenis insektisida tertentu hanya menembus
ke jaringan tanaman (translaminar) dan tidak akan ditranlokasikan ke
seluruh bagian tanaman (Hudayya dan Jayanti, 2012).
2.4.2 Teknik Aplikasi Insektisida
1. Pengasapan (Thermal Fogging) : metode ini menggunakan mesin
fogging dengan teknik aplikasi pengasapan penas. Formulasi
insektisida yang digunakan adalah Emulsible-Concentrates dengan
vektor sasaran yaitu nyamuk, lalat, kecoa, dll. Jenis penyakit yang bisa
dikontrol dari teknik ini seperti DBD, chikungunya.
23
2. Dusting : metode ini menggunakan bambu yang diisi campuran
insektisida dan tepung (kaolin, gaplek). Formulasi insektisida yang
digunakan adalah Wettable-Powder (WP) dengan vektor sasaran yaitu
pinjal. Jenis penyakit yang bisa dikontrol dari teknik ini seperti pes. Bila
ada kasus, dilakukan di dalam, di luar, rumah dan di sarang-sarang
tikus.
3. Fumigasi : di aplikasikan pad ruangan dengan gas yang mampu
menembus dan mengenai serangga sasaran. Vektor yang dapat
dijadikann sasaran yaitu nyamuk, lalat, kecoa, dll. Penyakit yang dapat
dicegah yaitu DBD.
4. Indoor Residual Spray : metode ini menggunakan spray-can dengan
teknik aplikasi penyemprotan residual. Formulasi insektisida yang
digunakan adalah Wettable powder (WP) dengan vektor sasaran
adalah vektor anopheles. Jenis penyakit yang dapat dicegah yaitu
malaria dan filariasis. Metode ini digunakan pada pencegahan dan
pengendalian KLB, 1 atau 2 kali setahun.
5. Penyemprotan terbatas dan siap pakai (Aerosol) : metode ini
menggunakan aerosol yang merupakan formulasi siap pakai yang
banyak digunakan rumah tangga. Vektor yang dapat dijadikan sasaran
adalah nyamuk dengan penyakit yang dapat dicegah yaitu DBD. Pada
metode ini, sasarannya tidak hanya serangga terbang, tapi juga untuk
yang merayap.
6. Repellent atau pengolesan : metode ini langsung diaplikasikan ke kulit,
pakaian atau permukaan lain untuk mencegah serangga. Formulasi
dari insektisidanya adalah EC dan krim. Vektor yang dapat dijadikan
24
sasaran adalah nyamuk dan penyakit yang bisa dicegah adalah
malaria, filariasis, DBD, Chikungunya. Repellent digunakan pada
malam hari, sebelum tidur.
7. Pengumpanan (Baiting) : metode ini digunakan dengan umpan yang
berisis insektisida dan pemanis (gula, malt/molasses). Formulasi
insektisida yang dipakai adalah pasta, tablet, bubuk, batangan. Vektor
yang menjadi sasaran adalah lalat, kecoa dan tikus (Kemenkes RI,
2012).
25
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep dan Teori
Gambar 3.1 Kerangka konsep dan teori mekanisme ekstrak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) sebagai insektisida terhadap nyamuk
Aedes sp dan Culex sp
= Variabel yang tidak diteliti
= Variabel yang diteliti
Ekstrak Daun Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)
Flavonoid Limonoid Saponin
Intibitor kuat pernapasan
Mengganggu metabolisme
tubuh nyamuk
Menurunnya jumlah sterol bebas dalam
tubuh nyamuk
Terjadi depresi nafas dan O2
menurun
Mempengaruhi fungsi saraf dan mengakibatkan nyamuk kejang
Terganggunya proses pergantian kulit pada nyauk
Nyamuk Aedes sp dan Culex sp
Nyamuk Aedes sp dan Culex sp mati
26
3.2 Kerangka Berpikir
Ekstrak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) mengandung
senyawa yang disebut Flavonoid. Flavonoid bekerja sebagai inhibitor
kuat pernafasan, Flavonoid menyebabkan terjadinya perubahan
metabolisme dengan menyebabkan terhambatnya fosforilasi ADP ke
ATP sehingga keadaan ini menyebabkan terjadinya gangguan
metabolisme yang berakibat terjadinya penurunan konsumsi oksigen,
depresi nafas, kejang dan paralisis. Hal ini akan menyebabkan
serangga mengalami kematian karena gagal nafas.
Selain itu juga terdapat senyawa Saponin dan Limonoid, aktivitas
Saponin ini di dalam tubuh nyamuk adalah mengikat sterol bebas dalam
saluran pencernaan makanan dimana sterol itu sendiri adalah zat yang
berfungsi sebagai prekursor hormon ekdison, sehingga dengan
menurunnya jumlah sterol bebas dalam tubuh nyamuk akan
mengakibatkan terganggunya proses pergantian kulit (moulting) pada
nyamuk. Sedangkan aktivitas Limonoid dalam tubuh nyamuk adalah
mengganggu metabolisme nyamuk sehingga akan kekurangan energi
untuk aktivitas hidupnya dan Limonoida yang menyebar ke jaringan
saraf akan mempengaruhi fungsi-fungsi saraf yang lain dan
menyebabkan larva kejang yang akan mengakibatkan terjadinya
aktifitas mendadak pada saraf pusat.
27
3.3 Hipotesis
1. Ekstrak etanol daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) memiliki potensi
sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk
Culex sp. dengan metode semprot.
2. Terdapat perbedaan potensi ekstrak etanol daun jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) sebagai insektisida antara nyamuk Aedes aegypti dan
nyamuk Culex sp.
28
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan eksperimental laboratorium, dengan
rancangan comparation test yang bertujuan untuk mengetahui
perbandingan efektifitas ekstrak etanol daun jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti dan
nyamuk Culex sp. dengan metode semprot.
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah nyamuk Aedes
aegypti dan nyamuk dewasa Culex sp. di Laboratorium Parasitologi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Sampel yang digunakan pada
penelitian ini adalah nyamuk dewasa Aedes aegypti dan nyamuk dewasa
Culex sp. yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :
- Nyamuk dewasa Aedes aegypti yang hidup dan aktif bergerak
- Nyamuk dewasa Culex sp. yang hidup dan aktif bergerak
Kriteria eksklusi dari penelitian ini sebagai berikut :
- Nyamuk dewasa Aedes aegypti cacat
- Nyamuk dewasa Culex sp. cacat
Sampel diambil sejumlah 25 ekor nyamuk Aedes aegypti dan 25
ekor nyamuk Culex sp pada tiap kandang yang memenuhi kriteria inklusi
dan telah diseleksi untuk setiap perlakuan.
29
Pada penelitian ini terdiri dari empat kelompok, yaitu :
1. Kontrol negatif terhadap nyamuk dewasa Aedes aegypti: acetone 1%
2. Kontrol negatif terhadap nyamuk Culex sp: acetone 1%
3. Perlakuan I terhadap nyamuk Aedes aegypti: larutan ekstrak etanol
daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) sebesar 10%
4. Perlakuan II terhadap nyamuk Culex sp: larutan ekstrak etanol daun
jeruk nipis (Citrus aurantifolia) sebesar 10%
Estimasi jumlah pengulangan yang dilakukan berdasarkan
perhitungan rumus:
(n - 1) (t - 1) 15
(n - 1) (4 – 1) 15
n - 1 15
n ≥ 6
Keterangan : t = jumlah perlakuan n = jumlah pengulangan (Federer,1955)
Jadi berdasarkan rumus diatas, pengulangan yang diperlukan pada
penelitian ini minimal adalah 6 kali.
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya dan dilaksanakan pada bulan April -
Mei 2017.
30
4.4. Variabel Penelitian
a.) Variabel independent / bebas adalah ekstrak etanol daun jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) 10% terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk
Culex sp.
b.) Variabel dependent / tergantung adalah potensi ekstrak etanol daun jeruk
nipis (Citrus aurantifolia) 10% terhadap nyamuk Aedes aegypti dan
nyamuk Culex sp.
4.5. Bahan dan Alat
4.5.1 Bahan Penelitian
- Nyamuk Aedes aegypti
- Nyamuk Culex sp.
- Ekstrak etanol daun jeruk nipis
- Acetone 1%
4.5.1.1 Bahan pembuatan Ekstrak Etanol Daun Jeruk Nipis
- Serbuk daun jeruk nipis
- Etanol
- Kertas saring
4.5.1.2 Alat Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Jeruk Nipis
- Toples bertutup
- Corong gelas
- Timbangan analitik
- Gelas ukur
- Botol
- Erlenmeyer
- Rotary evaporator
31
- Beaker glass
- Shaker digital
- Water bath
4.5.2. Alat
- Sprayer/ penyemprot botol kecil (10 buah)
- 4 kandang berbentuk bujur sangkar terbuat dari kaca dengan ukuran
25cm x 25cm x 25cm
- Lidi
- Spuit
- Stopwatch
- Gelas ukur.
4.6. Definisi Operasional
1. Ekstrak etanol daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) yang dilakukan dalam
penelitian ini dibuat dari daun jeruk nipis yang tumbuh dan dikeringkan di
Materia Medika Batu, Malang dan diekstraksi di Laboratorium Kimia
Polinema, Malang.
2. Nyamuk Aedes aegypti yang digunakan adalah nyamuk Aedes aegypti
diperoleh langsung pada fase dewasa yang telah terstandarisasi dari
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
3. Nyamuk Culex sp. yang digunakan adalah nyamuk Culex sp. diperoleh
langsung pada fase dewasa yang telah terstandarisasi dari Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
32
4. Potensi insektisida adalah rata-rata jumlah kematian nyamuk Aedes
aegypti atau nyamuk Culex sp yang dihitung berdasarkan rumus Abbott
sebagai berikut
(Abbott, 1925)
Keterangan : A1: potensi ekstrak etanol daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) A : presentase kematian nyamuk Aedes aegypti atau nyamuk Culex sp uji B : presentase kematian nyamuk Aedes aegypti atau nyamuk Culex sp kontrol
negatif
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Pembuatan Ekstrasi Etanol Daun Jeruk Nipis
Proses pembuatan ekstraksi etanol daun jeruk nipis meliputi
ekstraksi dan evaporasi daun jeruk nipis yang mana hasil ekstraksinya
akan digunakan dalam proses penelitian selanjutnya, yaitu aktifitas
ekstrak etanol daun jeruk nipis sebagai insektisida nyamuk Aedes aegypti
dan nyamuk Culex sp dengan metode semprot.
Adapun prosesnya sebagai berikut:
1. Daun jeruk nipis yang akan digunakan terlebih dahulu dicuci dengan air
bersih.
2. Setelah dicuci, daun jeruk nipis tersebut diiris tipis lalu dikeringkan
dengan sinar matahari kemudian dimasukkan ke dalam oven agar daun
jeruk nipis tersebut menjadi kering sempurna dengan suhu 70˚C.
3. Setelah itu, daun jeruk nipis tersebut dihaluskan dengan menggunakan
blender sehingga didapatkan serbuk yang beratnya mencapai 500 gram.
4. Selanjutnya serbuk daun jeruk nipis tersebut dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer flask 1L untuk direndam dengan etanol selama 1 minggu.
33
5. Hasil ini selanjutnya akan dievaporasi (untuk memisahkan daun jeruk
nipis dengan pelarut etanol).
Proses evaporasi adalah sebagai berikut:
1. Dipasang evaporator pada tiang permanent sehingga dapat tergantung
dengan kemiringan 30˚C - 40˚C terhadap meja percobaan.
2. Dipindahkan hasil rendaman etanol yang berupa larutan tersebut ke labu
pemisah ekstraksi.
3. Dihubungkan labu pemisah ekstraksi pada bagian bawah evaporator,
pendingin spiral dihubungkan pada bagian atas evaporator, pendingin
spiral dihubungkan dengan vakum dengan selang plastik, pendingin spiral
dihubungkan dengan water pump dengan selang plastik dengan aliran air
dingin.
4. Ditempatkan water pump dalam bak yang berisi aquadest, water pump
dihubungkan dengan sumber listrik, sehingga aquadest akan mengalir
memenuhi pendingin spiral (ditunggu hingga air mengalir rata).
5. Diletakkan satu set evaporasi sehingga sebagian labu pemisah ekstraksi
terendam aquadest pada water bath.
6. Dihubungkan vakum dan water bath dengan sumber listrik dan dinaikkan
suhu pada water bath sekitar 60˚C (sesuai titik didih etanol).
7. Dibiarkan sirkulasi berjalan sampai tidak ada lagi tetesan yang keluar dan
evaporasi tersisa dalam labu pemisah selama kurang lebih 2 jam.
8. Dilanjutkan dengan pemanasan dalam water bath dengan suhu 70˚C
selama 1 hari.
34
9. Hasil akhir yang berupa pasta dari daun jeruk nipis inilah yang akan
digunakan dalam percobaan ini.
4.7.2 Persiapan Larutan Uji
Pada penelitian ini terdapat 2 kelompok, yakni kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan, untuk kontrol digunakan acetone 1% sebagai kontrol
negatif.
Sedangkan untuk kelompok perlakuan terdapat 2 macam perlakuan
dengan konsentrasi yang berbeda, yaitu konsentrasi 10% terhadap
nyamuk Aedes aegypti dan konsentrasi 10% terhadap nyamuk Culex sp.
Rumus pengenceran yang digunakan untuk mendapatkan konsentrasi
yang diinginkan tersebut sebagai berikut:
Keterangan: M 1 : konsentrasi ekstrak etanol daun jeruk nipis M 2 : volume ekstrak etanol daun jeruk nipis V 1 : konsentrasi ekstrak etanol daun jeruk nipis yang diinginkan V 2 : volume campuran ekstrak etanol daun jeruk nipis
4.8 Cara Kerja Penelitian
Sebelumnya dilakukan penelitian pendahuluan untuk mencari
konsentrasi yang diinginkan dari ekstrak etanol daun jeruk nipis. cara
kerja yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
1. Dilakukan percobaan dengan menggunakan kotak kaca berbentuk bujur
sangkar dengan ukuran 25 x 25 x 25 sebanyak 4 buah.
2. Dipersiapkan ekstrak etanol daun jeruk nipis.
35
3. I penyemprotan acetone 1% sebagai kontrol negatif terhadap nyamuk
Aedes aegypti.
II penyemprotan acetone 1% sebagai kontrol negatif terhadap nyamuk
Culex sp.
III penyemprotan ekstrak etanol daun jeruk nipis 10% terhadap nyamuk
Aedes aegypti.
IV penyemprotan ekstrak etanol daun jeruk nipis 10% terhadap nyamuk
Culex sp.
Ditunggu kering kurang lebih 5 menit, sehingga kematian nyamuk Aedes
aegypti dan nyamuk Culex sp bukan disebabkan karena tekanan
penyemprotan.
Setelah itu dimasukkan air gula sebagai makanan nyamuk Aedes aegypti
dan nyamuk Culex sp, sehingga kematian nyamuk Aedes aegypti dan
nyamuk Culex sp bukan disebabkan karena kelaparan.
4. Dimasukkan 100 ekor nyamuk Aedes aegypti dan 100 ekor nyamuk Culex
sp pada 4 kandang. Masing-masing kandang berisi 25 ekor nyamuk Aedes
aegypti dan 25 ekor nyamuk Culex sp.
Dihitung nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp yang mati selama
jam ke 1, 2, 3, dan 4.
5. Presentase kemampuan ekstrak etanol daun jeruk nipis sebagai insektisida
dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
(Abbott, 1925)
36
Keterangan : A1: potensi ekstrak etanol daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) B: jumlah nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp yang mati pada
kontrol negative A: jumlah nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp yang mati pada
larutan ekstrak etanol daun sirih.
Cara kerja penelitian ini dilakukan dengan pengulangan sebanyak 6
kali untuk setiap perlakuan. Hasil yang didapat kemudian dicatat.
4.9. Diagram Alur Penelitian
Perbandingan potensi ekstrak etanol jeruk nipis terhadap nyamuk
Aedes sp dan Culex sp
Perlakuan pada tiap kandang dengan
jumlah pengulangan sebanyak 6 kali
Jumlah aedes dan culex yang mati pada setiap
perlakuan dihitung Analisis data dan
Hasil Penelitian
Konsentrasi x% ( P2)
Kontrol Negatif (K-)
Nyamuk Aedes spaededsCulex sp
Nyamuk Culex
Konsentrasi x % ( P1)
Kontrol Negatif (K-)
PersiapanAlatdanBahan
Pembuatan ekstrak jeruk nipis
Penelitian pendahuluan untuk menentukan perkiraan konsentrasi efektif sebagai insektisida
terhadap nyamuk Aedes sp dan Culex sp x%
37
4.10. Analisis Data
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah One-
Way ANOVA, dan Uji Post Hoc Test (Duncan Test) menggunakan software
SPPS 21.0 digunakan untuk membuktikan ekstrak etanol daun jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) mempunyai potensi sebagai insektisida terhadap
nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp.
1. Memeriksa syarat ANOVA (One-way Analysis of Variance) untuk > 2
kelompok tidak berpasangan :
a. Distribusi data harus normal (wajib)
b. Varians data harus sama (wajib)
2. Jika memenuhi syarat (distribusi data normal, varians data sama) maka
dipilih uji One-way ANOVA (One-way Analysis of Variance)
3. Jika tidak memenuhi syarat, maka diupayakan untuk melakukan
transformasi data supaya distribusi menjadi normal dan varians menjadi
sama.
4. T-Test digunakan untuk membedakan potensi ekstrak etanol daun jeruk
nipis (Citrus aurantifolia) terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk
Culex sp. pada beberapa waktu tertentu yaitu menit ke-30, menit ke-60,
menit ke-90, menit ke-120, menit ke-150, dan menit ke-180.
38
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
5.1. Hasil Penelitian
Pada penelitian ini telah dilakukan uji eksplorasi atau penelitian
pendahuluan terlebih dahulu, untuk dapat menentukan konsentrasi terkecil yang
dapat membunuh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. secara optimal.
Setelah uji eksplorasi terhadap nyamuk dilakukan, maka didapatkan konsentrasi
terkecil ekstrak etanol daun jeruk nipis dapat membunuh nyamuk Aedes aegypti
dan nyamuk Culex sp. dalam waktu 24 jam yaitu 10%.
Hasil penelitian pendahuluan dari ekstrak etanol daun jeruk nipis
terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. maka dipilih konsentrasi
tersebut untuk penelitian terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp
yaitu 10% serta kontrol negatifnya adalah acetone 1% sebagai faktor koreksi.
Dan selanjutnya dihitung banyaknya nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex
sp yang mati pada setiap perlakuan pada menit 30, 60, 90, 120, 150 dan 180
menit dengan pengulangan sebanyak 6 kali. Hasil penelitian sebagai berikut :
39
Tabel 5.1 Rerata dan standar deviasi potensi ekstrak daun jeruk nipis dengan konsentrasi 10% terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. pada setiap perlakuan dan waktu pengamatan. Waktu Pengamatan Aedes aegypti Culex sp.
30 Menit 2.33 ± 0.516 3.33 ± 0.516
60 Menit 4.83 ± 0.753 7.17 ± 0.753
90 Menit 6.17 ± 0.408 7.83 ± 0.753
120 Menit 7.50 ± 0.548 10.00 ± 0.894
150 Menit 8.50 ± 0.837 11.33 ± 0.816
180 Menit 10.17 ± 0.753 12.67 ± 0.516
Tabel 5.1 diatas menunjukkan bahwa adanya perbedaan pemberian
ekstrak etanol daun jeruk nipis terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk
Culex sp. yang mati. Berdasarkan jumlah nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk
Culex sp. yang mati tersebut, dilanjutkan dengan menghitung potensi ekstrak
etanol daun jeruk nipis (Citrus Aurantifolia) sebagai insektisida terhadap nyamuk
Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. menggunakan Abbot’s formula, yaitu
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
𝐴 1 = 𝐴 − 𝐵100 − 𝐵
×100%
(Abbott, 1925) Keterangan : A1 : potensi insektisida (%) A : presentase kematian nyamuk uji dengan berbagai konsentrasi B : presentase kematian nyamuk kontrol negatif Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabel 5.2 Potensi ekstrak etanol daun jeruk nipis dengan konsentrasi 10% pada setiap perlakuan dan waktu pengamatan dengan Rumus Abbott.
Waktu Pengamatan Aedes aegypti Culex sp.
30 Menit 9,33 % 13,33 %
60 Menit 19,33 % 28,66 %
90 Menit 24,66 % 31,33 %
40
120 Menit 30 % 40 %
150 Menit 34 % 45,33 %
180 Menit 40,66 % 50,66 %
Berdasarkan tabel 5.2 di atas, dapat dilihat bahwa potensi ekstrak etanol
daun jeruk nipis sebagai insektisida alami terhadap nyamuk Culex sp. lebih besar
untuk menyebabkan kematian dari pada nyamuk Aedes aegypti dengan
perlakuan konsentrasi yang sama dan paparan waktu yang sama. Hal lain yang
dapat dilihat adalah semakin lama waktu kontak paparan insektisida terhadap
nyamuk maka potensi insektisida tersebut lebih besar untuk menyebabkan
kematian yang dapat dilihat dari semakin meningkatnya nilai presentase pada
kedua nyamuk dengan peningkatan interval waktu yaitu setiap 30 menit.
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dibuat grafik pembanding antara nyamuk
Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. berdasarkan lama waktu pengamatan:
Gambar 5.1 Grafik garis potensi insektisida ekstrak etanol daun jeruk nipis (Citrus Aurantifolia) terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. berdasarkan waktu pengamatan.
13,33%
19,33%24,66%
30%34% 40,66%
9,33%
28,66% 31,33%
40%45,33% 50,66%
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
30Menit 60Menit 90Menit 120Menit 150Menit 180MenitPersen
tasePoten
siInsek:sid
a
WaktuPengamatan
PerbandinganPotensiInsek:sidaAlamiTerhadapNyamukAedesaegyp:danNyamukCulexsp.
Aedesaegyp: Culexsp.
41
Pada gambar 5.1 didapatkan bahwa ekstrak etanol daun jeruk nipis pada
konsentrasi 10% terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. dengan
peningkatan waktu pengamatan dari menit ke 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 menit
maka potensi insektisida juga semakin meningkat dari pengulangan perlakuan
sebanyak 6 kali. Dengan demikian terlihat bahwa semakin lama waktu perlakuan
maka potensi kematian nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. juga
semakin besar.
Berdasarkan pada gambar 5.1 menunjukkan bahwa pada konsentrasi
10% ekstrak etanol daun jeruk nipis terhadap nyamuk Aedes aegypti dengan
peningkatan waktu pengamatan maka potensi insektisida juga semakin
meningkat dan mencapai efek insektisida pada menit ke 180 dengan nilai rata-
rata yaitu 40,66%, sedangkan pada nyamuk Culex sp. nilai rata-ratanya sebesar
50,66% dari pengulangan perlakuan sebanyak 6 kali pada masing-masing
populasi. Dengan demikian, pada konsentrasi 10% ekstrak etanol daun jeruk
nipis terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. dengan peningkatan
waktu pengamatan maka dapat dibandingkan bahwa potensi dan efektivitas
insektisida terhadap nyamuk Culex sp. lebih besar dari pada nyamuk Aedes
aegypti. Berdasarkan pengamatan selama penelitian, hasil seperti ini didapatkan
karena perbedaan morfologi dari kedua nyamuk. Secara ukuran tubuh nyamuk
Aedes aegypti lebih kecil dibandingkan nyamuk Culex sp. Kemudian dari
aktivitas terbangnya nyamuk Aedes aegypti lebih aktif bergerak sementara
nyamuk Culex sp. lebih banyak hinggap di dinding kaca. Maka didapatkan bahwa
pemberian ekstrak etanol daun jeruk nipis dengan dua variasi kelompok populasi
yang berbeda berdasarkan deskripsi data yang ada menunjukkan adanya
perbedaan potensi sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti dan
42
nyamuk Culex sp. namun untuk mengetahui adanya pengaruh dari ekstrak etanol
akar daun jeruk nipis sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti dan
nyamuk Culex sp. perlu dilakukan pengujian dan analisa lebih lanjut secara
statistik.
5.2. Analisis Data
Hasil data dari penelitian ini telah dianalisis menggunakan program
analisis statistik IBM SPSS (Statistical products and service solutions) version
21.0 for windows. Terdapat beberapa uji statistik yang digunakan yaitu uji
normalitas, uji homogenitas dan uji One-Way ANOVA yang dilanjutkan dengan
Uji Post Hoc Test. Uji normalitas menggunakan teknik Lilliefors (Adaptasi dari
Kolmogorov Smirnov) dan Saphiro Wilk untuk membandingkan distribusi data
yang diuji dengan distribusi normal baku yang diasumsikan normal. Pada uji
homogenitas dengan teknik Levene Homogeneity of Variances digunakan untuk
mengetahui varian dari beberapa populasi. Dilanjutkan dengan dilakukan uji
statistik One-way ANOVA dan dilanjutkan Post Hoc Duncan Test untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan potensi insektisida dalam beberapa
variasi waktu pengamatan antara nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp.
dengan konsentrasi yang sama.
a) Uji Normalitas
Hasil dari analisis uji Kolmogorov Smirnov, jika nilai signifikansi p > 0,05
berarti data yang diuji berdistribusi normal, sedangkan jika nilai signifikansi p <
0,05 maka data yang diuji tidak berdistribusi normal. Dari hasil analisis
didapatkan taraf signifikansi sebesar p > 0,05 yang berarti data hasil penelitian ini
terdistribusi dengan normal dan hasil uji normalitas dapat dilihat pada lampiran 2.
43
b) Uji Homogenitas
Berdasarkan hasil uji Levene Homogeneity of Variances, jika nilai
signifikansi p > 0,05 berarti data bersifat homogen atau sama dan jika nilai
signifikansi p < 0,05 berarti data tidak homogen atau tidak sama. Dari hasil yang
didapatkan pada uji Levene Homogenecity of Variances pada lampiran 2,
didapatkan taraf signifikansi p > 0,05 yang berarti data hasil penelitian ini bersifat
homogen atau sama. Dengan demikian maka analisis data akan dilanjutkan
dengan uji One-Way ANOVA.
c) Uji One-Way ANOVA
Hasil dari data penelitian ini merupakan data terdistribusi normal dan
homogen. Hal tersebut memenuhi dua syarat penggunaan uji parametrik dengan
metode One-way ANOVA yang diikuti dengan uji Post Hoc Duncan sebagai alat
analisis untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara
perlakuan tersebut. Pada hasil uji analisis data One-Way ANOVA, nilai
signifikansi pada setiap waktu adalah 0,000 yang berarti < 0,05 maka H0 ditolak
dan H1 diterima yang artinya terdapat perbedaan bermakna antara rata-rata
kematian nyamuk berdasarkan waktu pengamatan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa variasi waktu pengamatan berpengaruh signifikan terhadap
potensi insektisida ekstrak etanol daun jeruk nipis dan menyebabkan kematian
nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. Jika hasil uji menunjukan H0 ditolak
(ada perbedaan), maka uji lanjut (Post Hoc Test) harus dilakukan. Hasil uji
analisa dengan ANOVA dapat dilihat pada lampiran 3.
44
d) Uji Post Hoc Test
Uji Post Hoc ini dilakukan apabila terdapat pengaruh yang signifikan antar
perlakuan. Uji Post Hoc yang digunakan adalah uji Post Hoc Duncan, uji Post
Hoc Duncan adalah uji lanjut untuk melihat perlakuan mana yang memberi
pengaruh signifikan terhadap kematian nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk
Culex sp. Adanya perbedaan nilai rerata pada tiap kelompok perlakuan antara
kedua nyamuk ditunjukan jika hasil perlakuan memiliki nilai rerata yang terletak
pada kolom berbeda saat dilakukan analisa Post Hoc Duncan. Pada hasil
didapatkan perbedaan nilai hampir diantara seluruh perlakuan. Pada menit ke-
30, pada nyamuk Aedes aegypti (A30) nilai reratanya terdapat pada kolom 1
dengan nilai 2.33, sedangkan pada nyamuk Culex sp. (C30) nilai reratanya
terdapat pada kolom 2 dengan nilai 3.33. Dengan demikian didapatkan
perbedaan yang signifikan antara nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp.
waktu pengamatan yang sama. Hasil uji Post Hoc Duncan dapat dilihat pada
lampiran 4.
e) Uji T-Test
Pada penelitian ini juga dilakukan uji T-Test untuk mengetahui perbedaan
rata-rata dua sampel yang saling bebas (Independent Sample T-Test). Uji T-Test
ini dapat mengetahui potensi ekstrak etanol daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. pada
menit ke 30, 60, 90, 120, 150, 180. Melalui pengujian ini dapat diketahui
signifikansi perbedaan rata-rata 2 kelompok sampel yang saling tidak
berhubungan. Terdapat signifikansi jika nilai signifikansi (sig-2 tailed) > 0,05,
maka terdapat signifikansi yang bermakna. Hasil pengujian T-Test dapat dilihat
pada lampiran 5.
45
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini membandingkan potensi ekstrak etanol daun jeruk nipis
terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. Pemilihan kedua nyamuk
tersebut didasarkan atas tingginya penyakit yang disebabkan oleh kedua nyamuk
tersebut. Nyamuk Aedes aegypti adalah vektor utama dari penyakit Demam
Berdarah sementara nyamuk Culex sp. adalah penyebab terjadinyanya Filariasis.
Tingginya angka kejadian penyakit ini dimasyarakat harus kita cegah dengan
mengontrol perkembangbiakan kedua nyamuk tersebut. Pada penelitian kali ini
dipilih daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) yang memiliki potensi sebagai
insektisida alami untuk nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. karena
mengandung bahan aktif flavonoid, saponin dan limonoid. Tanaman daun jeruk
nipis tersebut diekstraksi dengan etanol sehingga menghasilkan ekstrak etanol
daun jeruk nipis yang digunakan sebagai insektisida alami.
Pada saat terjadi pemaparan antara ekstrak etanol daun jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) dengan nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp.
dengan metode semprot, bahan aktif yang terkandung didalamnya yaitu zat
flavonoid masuk kedalam mulut nyamuk melalui sistem pernafasan berupa
spirakel yang terdapat di permukaan tubuh dan menimbulkan kelayuan pada
saraf, serta kerusakan pada spirakel akibatnya serangga tidak dapat bernafas
dan akhirnya mati (Dinata, 2007). Bahan aktif lainnya yang juga berperan adalah
zat saponin yang apabila kontak dengan permukaan kulit dan terabsorbsi akan
46
terjadi menghemolisis darah sehingga enzim pernafasan akan terhambat dan
mengakibatkan kematian. Saponin juga dapat menurunkan sterol bebas dalam
tubuh nyamuk yang akan mengakibatkan terganggunya proses pergantian kulit
(moulting) pada nyamuk. Bahan aktif terakhir adalah limonoid. Sebagai racun
perut limonoida dapat masuk ke melalui rendaman konsentrasi ekstrak yang
termakan. Insektisida akan masuk ke organ pencernaan serangga dan diserap
oleh dinding usus kemudian beredar bersama darah yang akan mengganggu
metabolisme tubuh nyamuk sehingga akan kekurangan energi untuk aktivitas
hidupnya yang akan mengakibatkan nyamuk itu kejang dan akhirnya mati. Selain
mempengaruhi proses pergantian kulit pada larva, limonoida yang menyebar ke
jaringan saraf akan mempengaruhi fungsi-fungsi saraf yang lain dan
menyebabkan larva kejang dan mati. Dari ketiga bahan aktif tersebut, Flavonoid
diduga memiliki efek paling besar karena menyerang organ pernafasan sehingga
kematian nyamuk dalam waktu cepat. Sementara saponin bertindak sebagai
astringen yaitu bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan antara zat
aktif dengan nyamuk, sehingga bahan aktif seperti flavonoid dan limonoid dapat
masuk segera ke organ target nyamuk.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan potensi esktrak
etanol daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) sebagai insektisida dengan metode
semprot terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. Perlakuan pada
penelitian ini menggunakan konsentrasi 10% untuk membandingkan efektivitas
terhadap kedua nyamuk, yang sebelumnya dilakukan beberapa penelitian
pendahuluan, maka dipilih konsentrasi 10%. Pada masing-masing perlakuan
dilakukan pengulangan sebanyak 6 kali, dan pada setiap kandang diberi nyamuk
Aedes aegypti sebanyak 25 ekor dan nyamuk Culex sp. sebanyak 25 ekor.
47
Waktu pengamatan dilakukan pada menit ke-30, ke-60, ke-90 ke-120 ke-150 dan
ke-180.
Pada penelitian ini potensi daun jeruk nipis sebagai insektisida dihitung
dengan rumus Abbott dari jumlah kematian nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk
Culex sp. yang disajikan dalam tabel 5.1 untuk kedua nyamuk. Berdasarkan
gambar 5.1 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan potensi insektisida ekstrak
etanol daun jeruk nipis dalam setiap peningkatan waktu pengamatan pada
konsentrasi yang sama, dan semakin lama waktu pengamatan maka semakin
meningkat pula jumlah kematian kedua nyamuk tersebut yang artinya ekstrak
etanol daun jeruk nipis mengalami peningkatan potensi sebagai insektisida
disetiap peningkatan waktu pengamatan terhadap kedua nyamuk. Maka dapat
disimpulkan ekstrak etanol daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) mempunyai
potensi sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex
sp.
Pada tabel 5.1 didapatkan perbedaan jumlah kematian nyamuk Aedes
aegypti dan nyamuk Culex sp. Ekstrak etanol daun jeruk nipis pada konsentrasi
10% terhadap nyamuk Aedes aegypti menunjukan persentase rata-rata potensi
insektisida sebesar 9,33% pada menit ke-30. Sedangkan pada nyamuk Culex sp.
nilai rata-rata potensi insektisida menit ke-30 adalah 13,33%. Pada menit ke-60,
rata-rata potensi insektisida untuk nyamuk Aedes aegypti adalah 19,33% dan
untuk nyamuk Culex sp. adalah 28,66%. Pada menit ke-90, rata-rata potensi
insektisida untuk nyamuk Aedes aegypti adalah 24,66% dan untuk nyamuk Culex
sp. adalah 31,33%. Pada menit ke-120, rata-rata potensi insektisida untuk
nyamuk Aedes aegypti adalah 30% dan untuk nyamuk Culex sp. adalah 40%.
Pada menit ke-150, rata-rata potensi insektisida untuk nyamuk Aedes aegypti
48
adalah 34% dan untuk nyamuk Culex sp. adalah 45,33%. Sedangkan pada menit
ke-180, rata-rata potensi insektisida untuk nyamuk Aedes aegypti adalah 40,66%
dan untuk nyamuk Culex sp. adalah 50,66%. Semua perlakuan dilakukan
dengan pengulangan sebanyak 6 kali. Pada menit ke-180 menunjukkan terdapat
perbedaan potensi dan efektivitas insektisida pada nyamuk Culex sp. sebesar
1,25 kali lipat dari pada nyamuk Aedes aegypti. Maka dapat disimpulkan bahwa
potensi insektisida ekstrak etanol daun jeruk nipis lebih besar efeknya terhadap
nyamuk Culex sp. dibandingkan dengan nyamuk Aedes aegypti.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian dan analisis data di atas,
dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
memiliki efektivitas lebih besar terhadap nyamuk Culex sp. dibandingkan dengan
nyamuk Aedes aegypti. sebagai insektisida dengan metode semprot. Penelitian
lebih lanjut perlu dilakukan sehingga hasilnya dapat diaplikasikan kemudian di
kalangan masyarakat.
Hasil penelitian diatas terjadi akibat perbedaan dari morfologi nyamuk
Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp. itu sendiri. Nyamuk Aedes aegypti memiliki
bentuk tubuh yang lebih kecil dibandingkan nyamuk Culex sp. Hal ini
memungkinkan paparan insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti lebih kecil
dibandingkan paparan terhadap nyamuk Culex sp. Selain itu secara pergerakan
nyamuk Aedes aegypti lebih gesit dibandingkan nyamuk Culex sp. Hal ini juga
memungkinkan nyamuk Aedes aegypti dapat lebih cepat menghindar paparan
yang berlebih pada tubuh dan pernafasannya. Sementara itu nyamuk Culex sp.
bergerak lebih lambat dan lebih cenderung banyak hinggap pada dinding kaca
yang memungkinkan paparan insektisida pada tubuh dan pernafasannya lebih
49
banyak yang mengakibatkan kematian nyamuk Culex sp. lebih cepat dan lebih
banyak dibandingkan nyamuk Aedes aegypti.
Beberapa penelitian sebelumnya, menunjukan bahwa telah dilakukan
skrining fitokimia yaitu tes untuk alkaloid, saponin, tanin, terpenoid atau steroid
dan flavonoid. Hasil yang didapat dari skrining fitokomia tersebut adalah positif
untuk terpenoid, flavonoid dan saponin yang menyebabkan mortalitas pada larva
uji (Lailatul et al., 2010). Senyawa-senyawa kimia tersebut dihasilkan pada
jaringan tumbuhan yang termasuk ke dalam metabolit sekunder atau aleokimia
yang dapat bersifat toksik dan berfungsi menjadi racun perut dan pernafasan
(Yeni, 2008). Penelitian ini menyimpulkan bahwa ekstrak etanol limbah
penyulingan daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dapat digunakan sebagai
biolarvasida terhadap larva nyamuk Aedes sp., Culex sp., dan Anopheles
sundaicus (Lailatul et al., 2010).
Penelitian lainnya yang terbaru membuktikan bahwa toksisitas insektisida
meningkat akibat meningkatnya lama pemaparan insektisida menyebabkan
senyawa toksik yang terkandung pada insektisida terakumulasi dalam organ
tubuh ikan nila merah tersebut. Hal ini berhubungan dengan hasil penelitian dan
analisa data penelitian ini yaitu semakin lama pemaparan atau meningkatnya
waktu pengamatan dengan insektisida akan menyebabkan meningkatnya potensi
atau toksisitas insektisida untuk menyebabkan kematian nyamuk Aedes aegypti
dan nyamuk Culex sp. (Wulandari et al., 2013).
Keterbatasan pada penelitian ini adalah pada sarana, waktu, bahan dan
biaya. Keterbatasan pada bahan, yang dimaksud adalah pada ekstrak etanol
daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) yang digunakan. Keterbatasan sarana yang
dimaksud adalah kurangnya sarana dilingkungan FK UB sendiri yang memadai
50
untuk melakukan ekstraksi yang hasilnya akan sesuai dengan penelitian yang
akan dilakukan. Beberapa penelitian lain sebelumnya telah melaporkan hasilnya
mengenai daun jeruk nipis yang memiliki keterbatasan pada sisi kualitas dan
kuantitas. Penelitian terdahulu lain juga menyebutkan bahwa dalam satu spesies
yang sama, namun lokasi tumbuh berbeda, komposisi kimia yang dihasilkan
cukup variatif. Hal ini disebabkan adanya hubungan kimiawi antara komponen
kimia dengan proses metabolisme sekunder yang terjadi dalam tanaman. Proses
ini dipengaruhi oleh ekosistem dan tantangan alam seperti iklim, cuaca, dan
kondisi tanah (Rahmawati et al., 2010). Keterbatasan biaya yang dihadapi adalah
tidak dilakukannya analisis fitokimia pada penelitian ini sehingga tidak diketahui
dengan pasti kandungan dan jumlah bahan aktif yang terkandung dalam ekstrak
etanol daun jeruk nipis yang digunakan dalam penelitian ini. Selain itu juga
terdapat faktor luar yang sulit dikendalikan dikarenakan terdapat keterbatasan
pada waktu yang penulis miliki seperti lama penyimpanan ekstrak etanol daun
jeruk nipis yang dapat berpengaruh terhadap potensinya sebagai insektisida.
51
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa ekstrak
etanol daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) mempunyai perbandingan efektivitas
sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp.
dengan metode semprot, dengan rincian sebagai berikut:
1. Ekstrak etanol daun jeruk nipis mempunyai efektivitas sebagai insektisida
terhadap nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex sp dengan metode
semprot.
2. Ekstrak etanol daun jeruk nipis sebagai insektisida terhadap nyamuk Culex
sp. memiliki potensi lebih besar dibandingkan nyamuk Aedes aegypti
dengan konsentrasi yang sama untuk kedua populasi tersebut.
7.2 Saran
Saran-saran yang dapat diberikan adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap bahan aktif (uji fitokimia)
sehingga diketahui komposisi kandungan daun jeruk nipis.
2. Perlu dilakukan penyempurnaan keterbatasan sarana dan waktu yang
dialami penulis untuk mengoptimalkan hasil penelitian berikutnya.
52
3. Perlu dilakukan penyempurnaan penelitian dengan melakukan penelitian
dengan ruang yang lebih besar untuk penerapan bagi masyarakat luas.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas ekstrak etanol
daun jeruk nipis tersebut sebagai larvasida terhadap larva nyamuk Aedes
aegypti dan nyamuk Culex sp.
5. Perlu dilakukan penelitian mengenai efek ekstrak etanol daun jeruk nipis
terhadap pernafasan manusia dengan uji klinis dan uji toksisitas.
6. Perlu dilakukan uji toksisitas agar diketahui tingkat keamanan penggunaan
ekstrak etanol daun jeruk nipis agar dapat diaplikasikan dengan mudah bagi
masyarakat umum.
7. Perlu dilakukan penyempurnaan penelitian dengan melakukan perhitungan
faktor lingkungan seperti kelembapan ruangan, suhu udara, cuaca dan iklim,
sehingga keterbatasan bahan dari ekstrak daun jeruk nipis bisa
menghasilkan hasil penlitian yang lebih optimal dan terstandarisasi.
53
DAFTAR PUSTAKA Arifin, dkk. 2013. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Dengan Keberadaan Larva
Aedes aegypti Di Wilayah Endemis DBD Kelurahan Kassi-Kassi Kota Makassar 2013. Hal 1-8.
CDC. 2011. Communicable Disease Management Protocol – Filariasis Public Health and Primary Health Care - Communicable Disease Control, Winnipeg, p.1-7.
CDC. 2012. Mosquito Life-Cycle, Center for Disease Control and Prevention, (Online),http://www.cdc.gov/dengue/entomologyecology/m_lifecycle.html, diakses pada 5 Mei 2017.
CDC. 2015. Vectors of Lymphatic Filariasis, Center for Disease Control and Prevention, (Online), (http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/gen_info/vectors.html, diakses pada 5 Mei 2017).
Candra. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Pathogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. II (2): 8-10
Dahlan, M.S. 2008. Statistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Depkes RI. 2010. Filariasis di Indonesia Tahun 2009. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI. 2012. Angka Kejadian Japanese B Encephalitis di Indonesia Tahun 2011. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Dinata. 2007. Pengendalian Terpadu Nyamuk Demam Berdarah (online), (http://www.litbang.depkes.go.id/locaciamis/artikel/demamberdarah-arda.htm, diakses tanggal 4 Mei 2017)
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2012. Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) Dalam Pengendalian Vektor, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal 64-66.
Djojosumarto, P., 2008. Pestisida & Aplikasinya, PT. Agromedia Pustaka, Jakarta, hal 87-96; 104-110; 253.
Fathi. 2005. Peran Faktor Lingkungan Dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue Di Kota Mataram. II (1): 1-10.
Hudayya, A., dan Jayanti, H., 2012. Pengelompokan Pestisida Berdasarkan Cara Kerjanya, Editor : Tonny K. Moekasana dan Laksminiwati Prabaningrum, Yayasan Bina Tani Sejahtera, Bandung, hal 7.
Ishartadiati, Kartika. 2010. Aedes aegypti Sebagai Vektor Demam Berdarah Dengue. IV (3): 1-8
54
Lailatul, K.L., Kadarohman, A., & Ratnaningsih, E., 2010, Efektivitas Biolarvasida Ekstrak Etanol Limbah Penyulingan Minyak Akar Wangi(Vetiveria zizanoides) Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti, dan Anopheles sundaicus, Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, 1 (1), 59-65.
Lela. 2010. Potensi Aedes aegypti Sebagai Vektor Beberapa Penyakit. Jurnal Kedokteran Airlangga, XXIII (3): 125-136.
Marshall, S.A., 2006. Insects: Their Natural History and Diversity. Buffalo, New York: Firefly Books Ltd.
Natadisastra, D., Agoes, R., 2009. Parasitologi Kedokteran, Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang., Penerbit Buku EGC, Jakarta, hal. 323-324
Novianto. 2007. Kemampuan Hidup Larva Culex quinquefasciatus Pada Habitat Limbah Cair Rumah Tangga. Skripsi. Tidak diterbitkan, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Pabón, J.H., and Romero, S.P., 2015. Clinical Parasitology: Practical Consultation. Central University of Venezuela, Venezuela.
Palgunadi, B.U. & Rahayu, A. 2008. Aedes aegypti sebagai Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue 3, hal 1–7.
Prianto L.A., Juni, T., dan Darwanto, 2006. Atlas Parasitologi Kedokteran. Edisi kesembilan, Editor oleh Pinardi Hadidjaja dan Srisasi Gandahusada, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 187-188.
Rahmawati, N., Zaetra, Y., Burhan, P. 2010. Pemanfaatan Daun Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Sebagai Senyawa Antimikroba Dan Insektisida Alami. Skripsi. Tidak diterbitkan, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Sembel, D.T., 2009. Entomologi Kedokteran. C.V Andi Offset. Yogyakarta. Soegijanto, S., 2006. Demam Berdarah Dengue. Airlangga University Press.
Surabaya. Steenis, C.G.G.J, et al. 2006. Flora. Penerjemah Moeso Surjowinoto, dkk.
Jakarta : PT Pradnya Paramita. Suwito, A. 2008. Nyamuk (Diptera: Culicidae) Taman Nasional Boganinani
Wartabone, Sulawesi Utara: Keragaman, Status Dan Habitatnya. Zoo Indonesia, XVII (1): 27-34.
Tjokropranoto, R., Evacuasiany, E., Saputro, N.A. 2010. The Effectivity of Beluntas Herb Infusion (Pluchea indica L.) as a Larvicide Against Aedes sp. Jurnal Medika Planta, hal 75-79.
WHO. 1975. Manual on practical entomology in malaria Part II. Geneva. WHO. 2015. Chapter 6: House flies, WHO Press, Geneva, p. 302-323. WHO. 2016. Dysentery, (Online), http://who.int/topics/dyentery.html, diakses 20
September 2016.
55
Widowati, Kartika. 2011. Efek Anti Piretik Ekstrak Daun Jeruk Nipis Pada Tikus Putih. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Wijaya. 2008. Aedes aegypti Sebagai Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue, hal 1-7.
Windiastuti, I.A., Suhartono, dan Nurjazuli., 2013 .Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah, Sosial Ekonomi, dan Perilaku Masyarakat Dengan Kejadian Filariasis di Kecamatan Pekalongan Selatan Kota Pekalongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, XII (1): 51-57.
Wulandari, W., Sukiya, dan Suhandoyo., 2013. Efek Insektisida Decis terhadap Mortalitas dan Struktur Histologis Insang Ikan Nila Merah “Lokal Cangkringan”. Jurnal Sain Veteriner, XXXI (2): 251-265.
Yeni, 2008. Efektivitas Ekstrak Daun Babandotan (Argeratum conyzoides Linn) terhadap larva Anopheles sundaicus Linn di Desa Babakan Pangandaran Jawa Barat. Laporan Kerja Praktik pada Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung: tidak diterbitka
56