19
NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011 1 Artikel Penelitian Uji Prognostik: SKOR MOTORIK, FREKUENSI NAFAS DAN MEMBUKA MATA (M N M SKOR) UNTUK MEMPREDIKSI KELUARAN DALAM TIGA HARI PADA PASIEN DEWASA TRAUMA KAPITIS SEDANG-BERAT Andrie Gunawan*, Lyna Soertidewi **, Eka Musridharta**, Joedo Prihartono*** ABSTRACT Introduction: Attempt to predict prognosis after craniocerebral injury is very important. An accurate initial assessment by medical personnel, especially attending physician is needed to make a right management and to predict outcome. Initial assessment with scoring tool is a simplest method to answer family question especially in medicolegal and administrative aspects. Aim: To implement MNM scoring system in mortality rate prediction on adult patients with moderate to severe craniocerebral injury. Method : This is a prognostic test. Subjects were a hundred adult patients with moderate to severe craniocerebral injury in Emergency Ward of Cipto Mangunkusumo Central Hospital who met inclusion criteria. Data was analyzed and presented in mean and deviation standard with alpha 0.05, and then further tested to measure relationship power using relative risk (RR) in 95% confidence interval (CI). To confirm MNM cut off point, sensitivity and specificity, receiver operator curve (ROC) was used. Statistic analysis was done using Statistical Package for Social Sciences (SPSS) software version 11.5. Result: A hundred adult patient with moderate to severe craniocerebral injury, male and female proportion was 2.4:1, most age group was 19-39 years old (77%), followed by 40-60 years old (23%). Thirty-five subject (35%) died in first three days and 65 (65%) survived. In severe craniocerebral injury group male : female proportion was 19(67.9%) : 9(32.1%), compared to 52(72.2%) : 20(27.8%) in moderate craniocerebral injury. There were 27(27%) (18(94.7%) male and 18(100%) female died in severe craniocerebral injury group compared with 72% (5(9.6%) male and 20 (27.8%) female in moderate craniocerebral injury group. Result of MNM scores in this study were as follows: MNM score 0= 38%, MNM score 1= 11%, MNM score 2= 3%, MNM score 3= 12%, MNM score 5= 9% and MNM score 7= 27%. On univariat analysis, motor response, respiration frequency and eye opening response (MNM score) could be used as predictors to determine three-day mortality in adult patients with moderate to severe craniocerebral injury. Age and systolic blood pressure were not a risk factor of three- day mortality in patients with moderate to severe craniocerebral injury. Conclusion: Motor response, respiration frequency and eye opening (MNM score) can be used to predict three-day outcome in adult patients with moderate to severe craniocerebral injury, with 94.3% sensitivity and 95.4% specificity. Keywords: Craniocerebral injury, MNM score, mortality rate, outcome prediction ABSTRAK Pendahuluan: Upaya penegakan prognosis setelah trauma kapitis sangat penting. Diperlukan penilaian awal yang akurat oleh tenaga medis dalam hal ini dokter yang menangani kasus trauma kapitis. Dengan penilaian awal yang akurat ini, diharapkan dapat diprediksi keluaran dan tatalaksana yang sesuai dengan kondisi pasien. Penilaian awal dengan perangkat skoring, merupakan hal yang termudah dalam memberikan jawaban kepada keluarga pasien termasuk aspek medikolegal dan administratif.

Uji Prognostik - neurona.web.idDengan penilaian awal yang akurat ini, diharapkan dapat diprediksi keluaran dan tatalaksana yang sesuai dengan kondisi pasien. Tatalaksana pada pasien

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    1  

    Artikel Penelitian

    Uji Prognostik:

    SKOR MOTORIK, FREKUENSI NAFAS DAN MEMBUKA MATA (M N M SKOR)

    UNTUK MEMPREDIKSI KELUARAN DALAM TIGA HARI PADA PASIEN DEWASA TRAUMA KAPITIS SEDANG-BERAT

    Andrie Gunawan*, Lyna Soertidewi **, Eka Musridharta**, Joedo Prihartono***

    ABSTRACT Introduction: Attempt to predict prognosis after craniocerebral injury is very important. An accurate initial assessment by medical personnel, especially attending physician is needed to make a right management and to predict outcome. Initial assessment with scoring tool is a simplest method to answer family question especially in medicolegal and administrative aspects. Aim: To implement MNM scoring system in mortality rate prediction on adult patients with moderate to severe craniocerebral injury. Method : This is a prognostic test. Subjects were a hundred adult patients with moderate to severe craniocerebral injury in Emergency Ward of Cipto Mangunkusumo Central Hospital who met inclusion criteria. Data was analyzed and presented in mean and deviation standard with alpha 0.05, and then further tested to measure relationship power using relative risk (RR) in 95% confidence interval (CI). To confirm MNM cut off point, sensitivity and specificity, receiver operator curve (ROC) was used. Statistic analysis was done using Statistical Package for Social Sciences (SPSS) software version 11.5. Result: A hundred adult patient with moderate to severe craniocerebral injury, male and female proportion was 2.4:1, most age group was 19-39 years old (77%), followed by 40-60 years old (23%). Thirty-five subject (35%) died in first three days and 65 (65%) survived. In severe craniocerebral injury group male : female proportion was 19(67.9%) : 9(32.1%), compared to 52(72.2%) : 20(27.8%) in moderate craniocerebral injury. There were 27(27%) (18(94.7%) male and 18(100%) female died in severe craniocerebral injury group compared with 72% (5(9.6%) male and 20 (27.8%) female in moderate craniocerebral injury group. Result of MNM scores in this study were as follows: MNM score 0= 38%, MNM score 1= 11%, MNM score 2= 3%, MNM score 3= 12%, MNM score 5= 9% and MNM score 7= 27%. On univariat analysis, motor response, respiration frequency and eye opening response (MNM score) could be used as predictors to determine three-day mortality in adult patients with moderate to severe craniocerebral injury. Age and systolic blood pressure were not a risk factor of three-day mortality in patients with moderate to severe craniocerebral injury. Conclusion: Motor response, respiration frequency and eye opening (MNM score) can be used to predict three-day outcome in adult patients with moderate to severe craniocerebral injury, with 94.3% sensitivity and 95.4% specificity. Keywords: Craniocerebral injury, MNM score, mortality rate, outcome prediction

    ABSTRAK Pendahuluan: Upaya penegakan prognosis setelah trauma kapitis sangat penting. Diperlukan penilaian awal yang akurat oleh tenaga medis dalam hal ini dokter yang menangani kasus trauma kapitis. Dengan penilaian awal yang akurat ini, diharapkan dapat diprediksi keluaran dan tatalaksana yang sesuai dengan kondisi pasien. Penilaian awal dengan perangkat skoring, merupakan hal yang termudah dalam memberikan jawaban kepada keluarga pasien termasuk aspek medikolegal dan administratif.

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    2  

    Tujuan: Penerapan sistim skor MNM untuk prediksi kemungkinan kematian pasien dewasa yang mengalami trauma kapitis darajat sedang dan berat. Metode: Menggunakan desain uji prognostik. Pasien dewasa dengan trauma kapitis derajat sedang dan berat yang datang berobat ke IGD Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, didapatkan 100 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Data diolah dan disusun dengan penghitungan nilai rerata dan simpang baku serta sebaran proporsi masing-masing variabel dan dilakukan pengujian kemaknaan statistik dengan Uji Chi Square berdasar alpha 0,05, diteruskan dengan melihat kekuatan hubungan dari nilai Risiko Relatif (RR) dengan interval kepercayaan (IK) 95%. Untuk melakukan konfirmasi titik potong skor MNM serta melihat tingkat sensitifitas dan spesifisitasnya dipergunakan metoda receiver operator curve (ROC). Pengolahan data dan pengujian kemaknaan statistik dilakukan dengan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) software versi 11.5. Hasil: Dari 100 pasien dewasa trauma kapitis derajat sedang berat didapatkan perbandingan jumlah pasien trauma kapitis laki-laki dengan perempuan adalah 1 : 2,4 dengan jumlah terbanyak pada kelompok usia 19-39 tahun (77%) diikuti kelompok usia 40-60 tahun (23%), dengan 35 subjek (35%) meninggal dunia dalam 3 hari pertama dan 65 subjek (65%) tetap hidup. Subjek dengan CKB laki-laki sebanyak 19 orang (67.9%) dan perempuan 9 orang (32.1%), serta subjek dengan CKS laki-laki sebanyak 52 orang (72.2%) dan perempuan sebanyak 20 orang (27.8%), didapatkan 27 subjek CKB (27%) yang meninggal laki-laki sebanyak 18 subjek (94.7%) dan perempuan sebanyak 9 orang (100%). Pada subjek CKS (72%) yang meninggal laki-laki sebanyak 5 orang (9.6%) dan perempuan sebanyak 20 orang (27.8%). Dari 100 subjek didapatkan skor MNM 0= 38%, skor MNM 1= 11%, skor MNM 2= 3%, skor MNM 3= 12%, skor MNM 5= 9% dan skor MNM 7= 27%. Pada hasil analisa univariat, didapatkan respon motorik, frekuansi nafas dan respon membuka mata (skor MNM) sebagai prediktor memperkirakan kematian dalam tiga hari pertama terhadap pasien dewasa yang mengalami trauma kapitis sedang-berat. Sedangkan usia dan tekanan darah sistolik pada penelitian ini tidak terbukti sebagai faktor risiko kematian 3 hari pertama pasien trauma kapitis sedang-berat. Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara uji prognostik yang menggunakan skor respon Motorik, frekuensi Nafas dan respon membuka Mata (skor MNM) untuk memprediksi keluaran dalam 3 hari pada pasien dewasa trauma kapitis sedang berat pada penelitian ini, dengan sensitivitas sebesar 94.3% dan spesifisitas sebesar 95.4%. Kata Kunci: Kemungkinan kematian, prediksi keluaran, skor MNM, trauma kapitis * Peserta Pendidikan Dokter Spesialis, Depertemen Neurologi FKUI / RSCM ** Staf Departemen Neurologi FKUI/RSCM *** Staf Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI/RSCM

    PENDAHULUAN Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik yang temporer maupun permanen.1 Trauma kapitis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di banyak negara karena dapat menyebabkan kematian, kecacatan , mengurangi waktu produktif seseorang dan menghabiskan banyak biaya.2,3 Angka kejadian trauma kapitis berat di Amerika tahun 2006, mengakibatkan kematian sebanyak 21/100000/tahun.2 Di Kanada, dari data yang ada tiap tahunnya dirawat 10.000 kasus trauma kapitis dengan angka kematian 22%.3,4 Di Inggris, angka kejadian trauma kapitis yang masuk ruang gawat darurat mencapai 1800 pasien / 100.000 penduduk.3,5 Di Negara berkembang seperti India, setiap tahunnya terdapat 3,2 juta kasus kecelakaan dengan angka kematian sebesar 48.000/ tahun.8 Menurut database dari Glassgow, kecelakaan lalu lintas menempati urutan teratas sebagai penyebab kejadian trauma kapitis yaitu sebanyak 53%, di ikuti oleh karena jatuh dari ketinggian

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    3  

    (35%) dan akibat kekerasan (5%).6,7,8 Angka kematian berbanding lurus dengan penilaian skala koma glasgow. Data dari beberapa penelitian menunjukan bahwa skala koma Glasgow merupakan salah satu parameter untuk menentukan prediksi kematian pada pasien trauma kapitis. Longstret dkk (1997) dalam penelitiannya, skala koma Glasgow saat masuk rumah sakit merupakan prediktor terbaik menentukan risiko kematian, dimana GCS 13-15 tidak didapatkan risiko kematian, GCS 8-12 memiliki risiko kematian sebesar 27%, GCS 6-7 memiliki risiko kematian sebesar 67% dan GCS 3-5 memiliki risiko kematian sebesar 98%. Oshiro dkk (1997) dalam penelitiannya pada pasien yang mengalami perdarahan subaraknoid menyatakan bahwa GCS 15 memiliki risiko kematian sebesar 4,9%, GCS 12-14 sebesar 14,8%, GCS 9-11 sebesar 19%, GCS 6-8 sebesar 56,2%, GCS 3-5 sebesar 78,6%. Takagi dkk (1999) dalam penelitiannya menyatakan bahwa angka kematian dalam 5 hari pertama paska perdarahan intrakranial sangat ditentukan oleh skala koma Glasgow saat masuk rumah sakit dengan hasil prediksi kehidupan masing-masing: GCS 15 = 84.6%, GCS 14 = 68%, GCS 13 = 56.1%, GCS 12 = 54.7%, GCS 11 = 53.8%, GCS10 =37.5, GCS 9 = 37.8%, GCS 8 = 41.3%, GCS 7 = 26.2%, GCS 6 = 14.7%, GCS 5 = 21.1%, GCS 4 = 12.7%, GCS 3 = 3.1%. 6 Data di Indonesia saat ini masih terbatas, secara nasional belum ada. Kasus trauma kapitis yang dirawat di bangsal saraf RS Cipto Mangunkusumo selama tahun 1981-1982 adalah sebesar 1850 orang, 1642 orang (88,75%) di antaranya adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sedangkan kasus trauma kapitis yang ke unit gawat darurat RS Cipto Mangunkusumo pada tahun 1982 adalah 4146 orang, 4056 dewasa dan 90 anak-anak. Di antara 1642 kasus yang dirawat tersebut 137 meninggal dunia. 10,11,12,13    Di ruang rawat neurologi kelas III (IRNA B) RSCM jakarta, dari tahun ke tahun terlihat peningkatan jumlah pasien, data dari tahun 1994 didapat 1002 orang, terdiri dari trauma kapitis ringan ( CKR ) 532 orang, trauma kapitis sedang ( CKS ) 240 orang dengan angka kematian 2 orang ( 0,9% ) dan trauma kapitis berat ( CKB ) 230 orang dengan angka kematian 91 ( 39,6% ). 10,11,12,13 Data tahun 1998 terdapat trauma kapitis ringan 530 orang, trauma kapitis sedang 284 orang dan trauma kapitis berat 122 orang.11,13 Jumlah ini menduduki peringkat pertama perawatan neurologi lebih banyak daripada penderita stroke. Data RS Cipto Mangunkusumo, pada tahun 2004 terdapat 53,3% penderita trauma kapitis ringan (CKR), 15,3% penderita trauma kapitis sedang (CKS) dan 3,6% penderita trauma kapitis berat (CKB) dengan CFR 6,7%.10 Pada tahun 2005 terdapat 57,2% penderita trauma kapitis ringan (CKR), 17,6% penderita trauma kapitis sedang (CKS) dan 2,7% penderita trauma kapitis berat (CKB) dengan CFR 3,7%. Secara epidemiologis trauma kapitis lebih banyak pada usia produktif dan merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang tinggi sehingga menimbulkan dampak sosial ekonomi yang besar.10 Upaya penegakan prognosis setelah trauma kapitis sangat penting. Diperlukan penilaian awal yang akurat oleh tenaga medis dalam hal ini dokter yang menangani kasus trauma kapitis. Dengan penilaian awal yang akurat ini, diharapkan dapat diprediksi keluaran dan tatalaksana yang sesuai dengan kondisi pasien. Tatalaksana pada pasien dengan prognosis baik atau dengan kecenderungan buruk, akan menentukan suatu keputusan untuk menentukan tindakan segera. Bagi keluarga pasien, informasi dibutuhkan untuk kepentingan mengetahui kondisi dan kemungkinannya akan terjadinya hal terburuk pada pasien. Penilaian awal dengan perangkat skoring, merupakan hal yang termudah dalam memberikan jawaban kepada keluarga pasien termasuk aspek medikolegal dan administratif.7,8,9 Banyak penelitian yang menyatakan bahwa kematian paska trauma kapitis banyak terjadi dalam 3 hari pertama (3x24 jam).14,15,16,17,18,19,20 Lyle dkk (1986), dalam penelitiannya menyatakan 2/3 kematian pada pasien trauma kapitis terjadi dalam 3 hari pertama14, sementara

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    4  

    Clifton GL dkk (1981), dari penelitian sebelumnya didapatkan angka kematian trauma kapitis berat sebanyak 70% terjadi dalam 48 jam.15 Angka kematian meningkat sesuai dengan sedang-beratnya suatu trauma kapitis. 14,15,16,17,18,19,20 Penilaian awal setelah trauma, banyak dipakai sebagai uji prognostik pada pasien trauma kapitis. Banyak cara yang dipakai untuk penilaian awal pada trauma kapitis untuk memprediksi risiko kematian, diantaranya dengan menggunakan Revised Trauma Scoring (RTS). 7,8,9,35,37 Revised Trauma Score adalah salah satu parameter skoring yang dapat dipakai dalam memprediksi risiko kematian pada kasus trauma kapitis dengan parameter skala koma Glasgow, tekanan darah sistolik dan frekuensi pernafasan.35,37 Sistim skoring ini memiliki sensitifitas yang tinggi (80%) dan spesifitas yang baik (75%) sehingga hasil prediksinya dapat digunakan sebagai perangkat skoring dalam penilaian awal pasien trauma kapitis.35 Sistim skor trauma ini dapat diterapkan di Indonesia, karena mudah digunakan, cepat dan murah dengan nilai prediksi yang baik. Lichtveld dkk (2000), dalam penelitiannya di University Medical Centre Utrecht (the Netherlands) selama tahun 1999 - 2000 secara Prospective cohort study terhadap 507 pasien trauma multiple menggunakan Triage Revised Trauma Score (T-RTS) membandingkan antara penilaian awal saat tiba di rumah sakit dengan saat pasien pulang, didapatkan hasil yang bermakna sebagai prediktor kematian dengan hasil 19,7% kematian terjadi pada awal kedatangan di rumah sakit, 18,1% kematian pada saat perawatan di rumah sakit dan 1,5% saat pasien sudah pulang dari rumah sakit. Dengan analisa univariat didapatkan angka prediksi kematian 3,1 kali lebih tinggi pada pasien dengan perburukan pada awal penilaian dengan T-RTS, 2,9 kali lebih tinggi pada pasien dengan penilaian T-RTS baik tanpa menjalani intubasi dan 5,7 kali lebih tinggi pada pasien dengan awal penilaian T-RTS buruk dan dilakukan intubasi.37 Musridharta (2005), dalam penelitiannya terhadap 103 pasien trauma kapitis yang mengunakan modifikasi Revised Trauma Score (M N M skor) dengan parameter respon motorik, frekuansi nafas dan respon membuka mata sebagai prediktor memperkirakan kematian dalam tiga hari pertama terhadap pasien dewasa yang mengalami trauma kapitis sedang-berat, didapatkan hasil yang bermakna dengan total skoring yang minimal (nilai 0) memiliki probabilitas kematian dalam 3 hari sebesar 5,3% , sedangkan pasien dengan total skoring maksimal (nilai 7) probabilitas kematiannya adalah 97,4%.16 METODE Penelitian ini menggunakan desain uji prognostik.Populasi adalah semua pasien dewasa dengan trauma kapitis derajat sedang dan berat yang datang berobat ke IGD Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Dan dari semua populasi, didapatkan 100 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi adalah 1). Pasien trauma kapitis sedang dan berat (SKG 3- 12) berusia antara 19 – 60 tahun; 2). Waktu antara onset hingga pasien diperiksa dalam waktu 24 jam pertama; 3). Menjalanai perawatan di RS. Cipto Mangunkusumo dan 4). Bersedia ikut dalam penelitian dan dibuktikan dengan izin dari keluarga atau wakilnya.Kriteria eksklusi adalah : 1). Trauma kapitis ringan, trauma kapitis terbuka, trauma daerah orbita/ wajah/ multipel ektrakranial mayor; 2). Trauma medulla spinalis; 3). Tindakan operasi; 4). Kelainan fungsi kardiopulmonal; 5). Kelainan kadar gula darah (hipo atau hiperglikemia); 6). Pasien yang mengkonsumsi zat yang mempengaruhi kesadaran pada saat kejadian (alkohol atau ’drugs’); 7). Keluar dari pengamatan. Setelah dilakukan pemeriksaan, kemudian semua data dicatat dan dikumpulkan untuk kemudiannya diolah serta disusun dengan cara penghitungan nilai rerata dan simpang baku serta sebaran proporsi masing-masing variabel . Selanjutnya dilakukan pengujian kemaknaan statistik dengan Uji Chi Square berdasar alpha 0,05. Analisa lanjutannya untuk melihat kekuatan hubungan dari nilai Risiko Relatif (RR) dengan interval kepercayaan (IK) 95%. Untuk melakukan konfirmasi titik potong skor MNM serta

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    5  

    melihat tingkat sensitifitas dan spesifisitasnya dipergunakan metoda receiver operator curve (ROC). Pengolahan data dan pengujian kemaknaan statistik dilakukan dengan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) software versi 11.5. HASIL PENELITIAN

    Trauma kapitis sedang dan berat yang datang berobat ke IGD dari bulan Januari – April 2011 dan menjalani perawatan di RSUPN Dr.Ciptomangunkusumo Jakarta, didapatkan 100 sampel yang memenuhi kriteria inklusi untuk uji prognostik. Tabel 1 : Sebaran pasien menurut kharakteristik demografik (n=100)

    Kharakteristik demografik Jumlah Persen Jenis kelamin Laki-laki Perempuan

    71 29

    71,0 29,0

    Kelompok usia 19 – 39 thn 40 – 60 thn

    77 23

    77,0 23,0

    Penelitian ini menunjukan bahwa perbandingan jumlah pasien trauma kapitis laki-laki dengan perempuan adalah 1 : 2,4 dengan jumlah terbanyak pada kelompok usia 19-39 tahun.

    Gambar 1 : Persentase sebab trauma kapitis (n=100) Penyebab terjadinya trauma kapitis pada penelitian ini menunjukan sebanyak 84% karena kecelakaan lalulintas, diikuti akibat trauma tumpul (9%) dan jatuh (7%). Tabel 2 : Nilai rata-rata dan SD variabel (n=100)

    84%

    7% 9%

    KLL Jatuh Tumpul

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    6  

    Tabel 3 : Insidens kematian dalam 3 hari pertama (n=100)

    Kematian Jumlah Persen Meninggal 35 35,0 Hidup 65 65,0 Jumlah 100.0 100.0 Dari 100 subjek yang ada, 35 (35%) subjek meninggal dunia dalam 3 hari pertama dan 65 (65%) subjek tetap hidup. Tabel 4.: Insidens kematian berdasarkan derajat trauma kapitis dan gender

    CKB (27%) Laki-laki : 19 (67.9%) Hidup : 1 (5.3%) Meninggal : 18 (94.7%)

    Perempuan : 9 (32.1%) Hidup : 0 (0.0%) Meninggal : 9 (100%)

    CKS (72%) Laki-laki : 52 (72.2%) Hidup : 47 (90.4%)

    Meninggal : 5 (9.6%)

    Perempuan : 20 (27.8%) Hidup : 17 (85%) Meninggal : 3 (15%) Tabel 5 : Sebaran subyek menurut skor MNM (n=100).

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    7  

    Skor MNM Jumlah Persen Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 Skor 5 Skor 6 Skor 7

    38 11 3 12 0 9 0 27

    38,0 11,0 3,0 12,0 0,0 9,0 0,0 27,0

    Jumlah 100 100.0 Pada penelitian ini tidak didapatkan subjek dengan total nilai skor 4 dan total skor 6. Tabel 6 : Insidens total skoring MNM dengan prediksi kematian dalam 3 hari pertama

    TOTAL SKORING M N M

    PROBABILITAS KEMATIAN DALAM 3 HARI PERTAMA

    Laki-laki (%) Perempuan (%)

    0 0 (0.0) 0 (0.0)

    1 0 (0.0) 0 (0.0)

    2 0 (0.0) 0 (0.0)

    3 1/8 (12.5) 1/4 (25.0)

    5 7/8 (87.5) 1/1 (100.0)

    7 15/16 (93.8) 10/11 (90.9)

    Tabel 7 : Hubungan prediksi berdasar skor MNM dan kematian (n=100)

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    8  

    Prediksi berdasar skor MNM Kematian

    Jumlah Mati Hidup

    Baik (skor < 3) Buruk (skor ≥ 3)

    0 35

    52 13

    52 48

    Total 35 65 100

    Ket : Uji Mc Nemar test p = 0,000 RRcorrected = 76.80 (25.21 – 233.97) Sensitifitas = 100.0 % Spesifisitas = 80.0 % Prediksi (+) = 72.9 % Prediksi (-) = 100.0 %

    Gambar 2 : Grafik ROC Skor MNM dengan Insiden Kematian dalam Tiga Hari Pertama

    Titik potong berada pada nilai skor MNM = 4. Gambar 3 : Titik Potong Skor MNM Berdasarkan Sensitivitas dan Spesifisitas Pada (table 7) hubungan prediksi kematian berdasarkan skor MNM dengan kematian menunjukan total skor MNM ≥ 3 angka kematian sebanyak 35 subjek (35%) dari total jumlah 48

    0  

    0.2  

    0.4  

    0.6  

    0.8  

    1  

    1.2  

    -‐1  0.5  1.5  2.5   4   6   8  

    spesifisitas  

    sensi5vitas  

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    9  

    subjek dan total skor MNM < 3 tidak ada yang mengalami kematian dari 52 subjek. Pada gambar titik potong skor MNM didapatkan titik potong pada nilai skor MNM = 4. Setelah dilakukan uji Mc Nemar test (p=0.000) didapatkan sensitifitas sebesar 100% dan spesifitas sebesar 80% dengan prediksi value positif sebesar 72.9% dan prediksi value negatif sebesar 100%. Tabel 8 : Hubungan kriteria total skor MNM dengan prediksi kematian dalam 3 hari pertama dengan titik potong skor MNM = 4 .

    Pada (tabel 8) hubungan kriteria total skor MNM dengan prediksi kematian dalam 3 hari

    pertama berdasarkan titik potong total skor MNM = 4, didapatkan kriteria total skor MNM risiko sedang (0-3) didapatkan angka kematian 2 subjek (2.0%) dan pada total skor MNM risiko tinggi (4-7) didapatkan angka kematian sebanyak 33 orang (33.0%).

    Setelah dilakukan perhitungan didapatkan Sensitivitas = 94.3% dan Spesifisitas = 95.4%, dengan nilai prediksi positif = 91.67% dan nilai prediksi negatif = 96.86% . Tabel 9 : Hubungan usia dan tekanan sistolik dengan risiko kematian dalam tiga hari pertama.

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    10  

    Ket : *) uji mutlak Fisher Pada penelitian ini, kelompok usia 19-39 tahun memiliki angka kematian sebanyak 25 orang (32.5%) dari total 77 orang dan kelompok usia 39-60 tahun sebanyak 10 orang (43.5%) dari total 23 orang dengan OR (95%CI) 1.60 (0.617-4.147) didapatkan p = 0.331 ( p > 0.000) Pada tekanan darah sistolik sebelum resusitasi dari seluruh subjek didapatkan tekanan sistolik 90-140 mmHg dengan angka kematian sebanyak 35 orang (35%) dan 65 orang (65%) tetap hidup, sementara pada tekanan darah sistolik sesudah resusitasi pada tekanan sistolik 90-140 mmHg yang mengalami kematian sebanyak 32 orang (33.7%) dan 63 orang tetap hidup (66.3%), tekanan sistolik > 140 mmHg sebanyak 3 orang (60%) mengalami kematian dan sebanyak 2 orang (40%) tetap hidup. Setelah dilakukan uji mutlak Fisher pada tekanan sistolik sesudah resusitasi didapatkan p=0.340 dan OR (95% CI) 2.95 (0.469-18.557). Tabel 10 : Hubungan faktor penentu dan kematian dalam 3 hari pertama.

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    11  

    Ket : *) uji mutlak Fisher

    Dari analisis univariat diperoleh hasil bahwa hubungan faktor penentu terhadap kematian dalam 3 hari pertama adalah skor MNM ≥ 3 secara klinis bermakna sebagai faktor terjadinya kematian (p=0,000), usia muda dengan frekwensi nafas ≥ 26 secara statistik dan klinis bermakna sebagai faktor terjadinya kematian, pada uji mutlak Fisher faktor usia tua dengan frekwensi nafas ≥ 26 memiliki resiko kematian 5.04 kali lebih tinggi dibandingkan usia tua dengan frekwensi nafas < 26, hal ini sebagai salah satu faktor penentu kematian dalam 3 hari pertama terjadinya trauma kapitis derajat sedang-berat. Sementara faktor penentu lain secara statistik dan klinis tidak bermakna (p>0.000) sebagai faktor kematian dalam 3 hari pertama terjadinya trauma kapitis derajat sedang-berat.

    Tabel 11 : Perbedaan nilai rata-rata variabel berdasarkan kematian dalam 3 hari pertama

    Ket:*) Uji Mann Whitney rank

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    12  

    Pada penelitian ini didapatkan detak nadi, frekwensi nafas, respon membuka mata, respon motorik dan leukosit merupakan faktor risiko kematian dalam 3 hari pertama pada pasien dewasa trauma kapitis derajat sedang berat (p < 0.000).

    Usia dan tekanan darah, pada penelitian ini terbukti bukan merupakan faktor independen terjadinya kematian dalam 3 hari pertama pasien dewasa trauma kapitis derajat sedang berat (p > 0.000)

       

    Gambar 4 : Hubungan antara skor MNM dan hari kematian  

    Pada diagram hubungan skor MNM dengan hari kematian, total skor MNM 7 mengalami kematian sebanyak 92.6% , total skor MNM 5 sebanyak 88.9% dan total skor MNM 3 sebanyak 16.7%. Sementara pada total skor MNM < 3 seluruhnya tidak mengalami kematian dalam 3 hari pertama terjadinya trauma kapitis derajat sedang-berat. PEMBAHASAN

    Trauma kapitis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di banyak negara karena dapat menyebabkan kematian, kecacatan, mengurangi waktu produktif seseorang dan menghabiskan banyak biaya.2,3 Upaya penegakan prognosis setelah trauma kapitis sangat penting. Diperlukan penilaian awal yang akurat oleh tenaga medis dalam hal ini dokter yang menangani kasus trauma kapitis. Dengan penilaian awal yang akurat ini, diharapkan dapat diprediksi keluaran dan tatalaksana yang sesuai dengan kondisi pasien. Tatalaksana pada pasien dengan prognosis baik atau dengan kecenderungan buruk, akan menentukan suatu keputusan untuk menentukan tindakan segera. Bagi keluarga pasien, informasi dibutuhkan untuk kepentingan mengetahui kondisi dan kemungkinannya akan terjadinya hal terburuk pada pasien. Penilaian awal dengan perangkat skoring, merupakan hal yang termudah dalam memberikan jawaban kepada keluarga pasien termasuk aspek medikolegal dan administratif.7,8,9

    Uji prognostik adalah model statistikal yang mengkombinasikan dua atau lebih data pasien untuk memprediksi keluaran. Selain dapat memperbaiki prediksi pasien trauma kapitis, juga mendukung pengambilan keputusan klinis segera dan memfasilitasi perbandingan keluaran yang terpercaya antar pasien-pasien yang berbeda dan bervariasi.

    Uji prognostik dapat berguna secara klinis, jika valid secara klinis dan metodologi. Uji prognostik yang ideal sebaiknya mudah digunakan dan mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi, jika digunakan pada pelaksanaan pasien dengan protokol serta tempat dan waktu yang berbeda.60

    0%

    20%

    40%

    60%

    80%

    100%

    0 1 2 3 5 7 0.0 0.0 0.0 0.0 11.1

    40.7

    0.0 0.0 0.0 0.0

    22.2

    33.3

    0.0 0.0 0.0 16.7

    55.6

    18.5

    100.0 100.0 100.0 83.3

    11.1 7.4

    Skor MNM

    Mati hr 1 Mati hr 2 Mati hr 3 Hidup

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    13  

    Pada penelitian ini digunakan desain uji prognostik untuk menilai validitas (sensitifitas dan spesifisitas) model skoring MNM (respon motorik, frekuensi nafas dan respon membuka mata) pada pasien-pasien yang mengalami trauma kapitis derajat sedang-berat untuk memprediksi kematian dalam 3 hari pertama. Subjek adalah pasien trauma kapitis derajat sedang-berat yang datang berobat ke IGD dan menjalani perawatan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta yang memenuhi kritaria inklusi ditetapkan sebagai subjek penelitian diperoleh sebanyak 100 sampel.

    Penelitian ini menunjukan bahwa pasien trauma kapitis derajat sedang-berat, laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan perbandingan 2.4 : 1 , meliputi rentang umur 19-60 tahun jumlah terbanyak pada kelompok usia 19-39 tahun (77%) diikuti kelompok usia 40-60 tahun (23%) dengan rerata usia 32.66 ± 11.33 tahun dan median usia 29 tahun. Kelompok usia ini merupakan kelompok usia produktif sehingga aktifitas dan kegiatannya lebih banyak diluar rumah dan risiko untuk mendapat trauma kapitis akan lebih besar. Sesuai dengan penelitian Dombovy (1998), perbandingan antara laki-laki dan perempuan sebesar 2 : 1. Bebeda dengan data Musridharta (2006), rasio laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan sebesar 6.7 : 1. Pada subjek penelitian didapatkan penyebab terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas (84%) diikuti dengan trauma tumpul (9%) dan jatuh (7%) sesuai dengan database dari Glassgow, kecelakaan lalu lintas menempati urutan teratas sebagai penyebab kejadian trauma kapitis yaitu sebanyak 53%, 6,7,8 dan data dari RS Cipto Mangunkusumo selama tahun 1981-1982 adalah 88.75% akibat kecelakaan lalu lintas.12

    Pada penelitian ini rerata tekanan darah sistolik 121.35 ± 13.31 dan diastolik 77.35 ± 8.78 dengan median masing-masing 120 dan 80, pada penelitian Musridharta (2006) rerata tekanan darah sistolik 129.37 ± 28.00 dengan median 120, titik potong (ROC) tekanan darah sistolik yang berada pada titik potong 125 mmHg, hal ini berguna sebagai autoregulasi pembuluh darah untuk tetap mempertahankan perfusi tetap berjalan baik, untuk mencegah perluasan daerah iskemia dan perburukan edema serebri sitotoksik.15 Pada rerata variabel frekuensi nafas didapatkan 24.02 ± 3.43 dengan median 24 x/ menit, hal ini sesuai dengan penelitian Musridharta (2006) nilai rerata frekuensi nafas 26.00 ± 7.90 dengan nilai median 24 x/menit. Keadaan ini disebabkan oleh ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, peningkatan ruang rugi, penurunan jumlah surfaktan dan perubahan pola nafas abnormal yang sering pada pasien trauma kapitis.15,22,23 Pada rerata respon membuka mata dan respon motorik masing-masing didapatkan 2.26 ± 0.71 dan 4.39 ± 0.98 dengan median 2 dan 5, hal ini juga sesuai dengan penelitian Musridharta (2006) yang mendapatkan rerata respon membuka mata 2.20 ± 0.80 (ROC < 3) dan respon motorik 4.56 ± 1.17 (ROC < 5) dengan median masing-masing 2 dan 5.

    Dari 100 subjek yang memenuhi kriteria inklusi pada penelitian ini, didapatkan 35 subjek (35%) meninggal dalam 3 hari pertama terjadinya trauma kapitis derajat sedang berat dan 65 subjek (65%) tetap hidup.

    Dari insidens kematian berdasarkan derajat trauma kapitis (berdasarkan GCS masuk) dan gender, didapatkan hasil CKB laki-laki sebanyak 19 orang (67.9%) dan perempuan 9 orang (32.1%), serta subjek dengan CKS laki-laki sebanyak 52 orang (72.2%) dan perempuan sebanyak 20 orang (27.8%). Dari 100 subjek yang terkumpul, didapatkan 27 subjek CKB (27%) yang meninggal laki-laki sebanyak 18 subjek (94.7%) dan perempuan sebanyak 9 orang (100%). Pada subjek CKS (72%) yang meninggal laki-laki sebanyak 5 orang (9.6%) dan perempuan sebanyak 20 orang (27.8%).. Hal ini sesuai dengan penelitian Longstret dkk (1997) dalam penelitiannya, skala koma Glasgow saat masuk rumah sakit merupakan prediktor terbaik menentukan risiko kematian, dimana GCS 13-15 tidak didapatkan risiko kematian, GCS 8-12

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    14  

    memiliki risiko kematian sebesar 27%, GCS 6-7 memiliki risiko kematian sebesar 67% dan GCS 3-5 memiliki risiko kematian sebesar 98%. Oshiro dkk (1997) dalam penelitiannya pada pasien yang mengalami perdarahan subaraknoid menyatakan bahwa GCS 15 memiliki risiko kematian sebesar 4.9%, GCS 12-14 sebesar 14.8%, GCS 9-11 sebesar 19%, GCS 6-8 sebesar 56.2%, GCS 3-5 sebesar 78.6%. Takagi dkk (1999) dalam penelitiannya menyatakan bahwa angka kematian dalam 5 hari pertama paska perdarahan intrakranial sangat ditentukan oleh skala koma Glasgow saat masuk rumah sakit dengan hasil prediksi kehidupan masing-masing: GCS 15 = 84.6%, GCS 14 = 68%, GCS 13 = 56.1%, GCS 12 = 54.7%, GCS 11 = 53.8%, GCS10 =37.5, GCS 9 = 37.8%, GCS 8 = 41.3%, GCS 7 = 26.2%, GCS 6 = 14.7%, GCS 5 = 21.1%, GCS 4 = 12.7%, GCS 3 = 3.1%.

    Pada penelitian ini, dari 100 subjek didapatkan skor MNM 0= 38%, skor MNM 1= 11%, skor MNM 2= 3%, skor MNM 3= 12%, skor MNM 5= 9% dan skor MNM 7= 27%. Sementara pada subjek tidak didapatkan skor MNM 4 dan 6. Hal ini bisa disebabkan karena keterbatasan dari jumlah sampel (n=100) dan beberapa subjek harus di ekslusi dikarenakan subjek pindah ke rumah sakit lain karena belum dapat kamar perawatan di RSCM , berbeda pada penelitian Musridharta (2006) yang pada saat itu jumlah bed perawatan lebih banyak dan apabila jumlah sampel lebih besar maka besar kemungkinan akan mendapatkan semua jumlah total skor MNM.

    Hubungan prediksi kematian dalam 3 hari pertama pada pasien dewasa yang mengalami trauma kapitis derajat sedang berat dikelompokan dalam skor MNM < 3 yang memiliki kecenderungan prognostik baik (probabilitas kematian < 55.3%) dibandingkan dengan skor MNM ≥ 3 yang memiliki kecenderungan prognostik buruk (probabilititas kematian ≥ 55.3%). Dari hasil penelitian didapatkan subjek yang memiliki skor MNM < 3 tidak mengalami kematian dalam 3 hari pertama terjadinya trauma kapitis derajat sedang berat, namun sebaliknya skor MNM ≥ 3 mengalami kematian sebanyak 35% dari subjek. Hal ini sesuai dengan penelitian Musridharta (2006), yang menyatakan bahwa skor MNM 0 memiliki risiko kematian sebesar 5.3% dan total skor MNM 7 sebesar 97.4%.

    Pada hasil analisa univariat, didapatkan hasil skor MNM > 3 secara klinis dan statistik bermakna sebagai faktor terjadinya kematian dalam 3 hari pertama terjadinya trauma kapitis derajat sedang berat (p=0.000), skor MNM 3 secara klinis bermakna sebagai faktor terjadinya kematian. Hal ini sesuai dengan hubungan prediksi kematian berdasarkan skor MNM dengan kematian menunjukan total skor MNM ≥ 3 angka kematian sebanyak 35 subjek (35%) dari total jumlah 48 subjek dan total skor MNM < 3 tidak ada yang mengalami kematian dari 52 subjek. Pada titik potong hubungan skor MNM dengan kematian didapatkan titik potong pada skor MNM = 4 yang secara statistik dan klinis bermakna sebagai prediktor kematian.

    Pada penelitian ini didapatkan titik potong skor MNM berada pada cut off nilai 4, berbeda pada penelitian Musridharta (2006) yang mendapatkan titik potong skor MNM pada cut off nilai 3, setelah dilakukan perhitungan didapatkan hasil kriteria total skor MNM risiko sedang (0-3) angka kematian sebanyak 2 subjek (2.0%) dan pada total skor MNM risiko tinggi (4-7) didapatkan angka kematian sebanyak 33 orang (33.0%) dengan Sensitivitas = 94.3% dan Spesifisitas = 95.4%, dengan nilai prediksi positif = 91.67% dan nilai prediksi negatif = 96.86%.

    Dari hasil penelitian ini diasumsikan bahwa, kualitas perawatan baik di ICU dan bangsal perawatan saat ini semakin baik dibandingkan penelitian yang terdahulu, karena angka kematian skor MNM 0 sampai 2 tidak didapatkan kematian dalam 3 hari pertama terjadinya trauma kapitis derajat sedang-berat, hal ini semakin menurun dibandingkan pada penelitian Musridharta (2006) angka kematian skor MNM 0 = 5.3%, skor MNM 1 = 18.2% dan skor MNM 2 = 30.5% .

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    15  

    Hasil uji mutlak Fisher, usia tua dengan frekuensi nafas ≥ 26 x/menit memiliki faktor risiko kematian dibandingkan usia tua dengan frekuensi nafas < 26 x/menit, begitu pula usia muda dengan prekuensi nafas ≥ 26 x/menit memiliki risiko kematian lebih tinggi dibandingkan usia muda dengan frekuensi nafas < 26 x/menit. Hal ini sesuai dengan Kaufman et al (2006) dimana terjadi karena ketidakseimbangan ventilasi perfusi, peningkatan ruang rugi, penurunan jumlah surfaktan dan perubahan pola nafas yang abnormal yang sering timbul pada pasien trauma kapitis. Sedangkan jenis kelamin, kelompok usia, onset trauma (> 5 jam, 2-5 jam, < 2 jam), dan kelainan CT scan pada penelitian ini tidak terbukti sebagai faktor risiko independen terjadinya kematian dalam 3 hari pertama terjadinya trauma kapitis derajat sedang-berat. Perbedaan hasil expertise CT scan kepala antara pembaca radiologi dengan penulis diasumsikan sebagai salah satu sebab yang menyebabkan adanya angka kematian pada hasil CT scan normal sebanyak 10 subjek dari total 24 subjek, hal ini terbukti saat pembacaan CT scan dikatakan normal pada expertise, pada penulis mendapatkan beberapa subjek dengan gambaran perdarahan subarachnoid (SAH traumatik) pada CT scan kepalanya.

    Pada perbedaan nilai rata-rata variabel subjek yang mengalami kematian dibandingakan dengan yang tetap hidup (Uji Mann Whitney rank) didapatkan hasil detak nadi, frekuensi nafas, respon motorik, respon membuka mata, dan leukosit merupakan salah satu faktor kematian pada pasien trauma kapitis. Hal ini sesuai dengan penelitian Musridharta (2006), dalam penelitiannya terhadap 103 pasien trauma kapitis yang mengunakan modifikasi Revised Trauma Score (M N M skor) dengan parameter respon motorik, frekuansi nafas dan respon membuka mata sebagai prediktor memperkirakan kematian dalam tiga hari pertama terhadap pasien dewasa yang mengalami trauma kapitis sedang-berat. Leukositosis merupakan salah satu komplikasi cedera kepala. Epinefrin dan kortisol ini dianggap sebagai salah satu yang berperan di dalam terjadinya leukositosis. Selain itu masih ada mekanisme lain yang diperantarai oleh mediator-mediator inflamasi yang berperan.59 Leukosit sebagai hasil dari proses kerusakan jaringan di otak akibat brain injury, sehingga berkorelasi antara peningkatan jumlah leukosit dengan salah satu faktor prediktor kematian. Ini sesuai dengan hasil penelitian Gurkanlar dkk (2009) yang menyatakan bahwa terdapat korelasi antara jumlah leukosit dengan progresi atau abnormalitas pada gambaran CT.Scan.59

    Pada penelitian ini juga terlihat bahwa detak nadi > 90 x/menit, frekuensi nafas (takipneu), jumlah leukosit > 12.000 ul, kadar gula darah > 120 mg/dl sebagai komponen SIRS (Sistemic Inflammatory Response Syndrome) sudah terjadi pada subjek penelitian, meski suhu tubuh (mean 36.96) tidak sesuai dengan kriteria SIRS tetapi 4 dari 5 komponen SIRS sudah terpenuhi, hal ini juga sesuai dengan penelitian Imam M (2006) yang menyatakan bahwa gabungan skor SIRS (Sistemic Inflammatory Response Syndrome) ≥ 2 dan SKG (Skala Koma Glasgow) < 9 dapat sebagai faktor kematian dalam 3 hari pertama pasien dewasa yang mengalami trauma kapitis derajat sedang-berat.

    Sedangkan usia, tekanan darah sistolik, diastolik, kadar hemoglobin, dan kadar gula darah pada penelitian ini tidak terbukti sebagai faktor risiko kematian 3 hari pertama pasien trauma kapitis sedang-berat.

    Pada penelitian ini usia tidak terbukti sebagai faktor risiko independen karena kurang meratanya distribusi usia, lebih dari 70% pasien berusia < 40 tahun dengan nilai rerata 32.66 ± 11.33 (median= 29.00 tahun). Hal ini sesuai dari data penelitian di Afrika Selatan, puncak insidensi trauma kapitis pada kelompok usia 24 - 44 tahun karena kelompok usia tersebut merupakan usia produktif yang memungkinkan masih tingginya mobilitas dalam kegiatan dan pekerjaan.

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    16  

    Tekanan darah sistolik tidak terbukti sebagai faktor independen karena sampel pada penelitian ini sesuai dengan kriteria inklusi adalah pasien yang tidak mengalami syok hemoragik, meski pada pengambilan sampel dibandingkan tekanan darah sistolik sebelum resusitasi dan sesudah resusitasi antara pasien yang mengalami kematian dan tetap hidup dalam 3 hari pertama, didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna diantara keduanya. Setelah dilakukan uji mutlak Fisher pada tekanan sistolik sesudah resusitasi didapatkan p=0.340 dan OR (95% CI) 2.95 (0.469-18.557) yang secara statistik dan klinis tidak ada perbedaan bermakna.

    Berbeda dengan penelitian Klouber MR dkk (1989) yang menyatakan pasien dengan tekanan darah sitolik < 85 mmHg atau yang ≥ 175 mmHg akan memiliki keluaran yang buruk, dengan kemungkinan kematian masing-masing sebesar 35.3% dan 25.1% , dibanding hanya 6.2% bagi pasien dengan tekanan sitoliknya berada diantara nilai tersebut. 28, 52 dan Waxman dkk (1991) yang menyatakan angka kematian sebesar 90% pada pasien dengan tekanan darah sitolik ≤ 60 mmHg akan berkurang menjadi 50% bila tekanan darah sistolik antara 60-100 mmHg, dan menjadi 22% jika tekanan darah sitolik ≥ 100 mmHg. 52 Klouber MR dkk (1989) dan Waxman dkk (1991) mengambil sampel pada seluruh pasien brain injury tanpa melihat ada / tidaknya perdarahan ataupun trauma ditempat lain (multiple trauma).

    Pada penelitian ini, sistem skoring MNM pada pasien trauma kapitis derajat sedang berat didapatkan skor MNM 7 meninggal pada hari ke-1 sebanyak 40.7%, hari ke-2 sebanyak 33.3% dan hari ke-3 sebanyak 18.5%, sehingga total yang meninggal dalam 3 hari pertama sebanyak 92.6% (RR= 71.04 ; CI 95% = 23.53-214.5). Sementara skor MNM 0 seluruh subjek tetap hidup pada 3 hari pertama terjadinya trauma kapitis derajat sedang berat. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian Musridharta (2006) skor MNM 7 probabilitas kematian dalam 3 hari pertama sebesar 97.4% dan skor MNM 0 sebesar 5.3%, namun hal ini dikarenakan semakin baiknya pelayanan rumah sakit terutama instalasi care unit (ICU) yang pada saat penelitian ini jumlah bed lebih banyak dibandingkan pada saat penelitian Musridharta (2006).

    Dari perhitungan diperoleh sensitivitas = 94.3% dan spesifisitas = 95.4%. Nilai prediksi positif = 91.67%, yaitu probabilitas pasien pada penelitian ini yang terbukti mengalami kematian bila skor MNM > 3 sebesar 91.67%. Dan nilai prediksi negatif = 96.86%, yaitu probabilitas pasien pada penelitian ini yang tidak mengalami kematian bila skor MNM ≤ 3 sebesar = 96.86%. Berdasarkan perhitungan tersebut, berarti uji prognostik yang menggunakan skor Motorik, frekuensi Nafas dan respon membuka Mata (skor MNM) untuk memprediksi keluaran dalam 3 hari pada pasien dewasa yang mengalami trauma kapitis derajat sedang berat mempunyai tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi. KESIMPULAN DAN SARAN KSIMPULAN 1. Terdapat hubungan bermakna antara uji prognostik yang menggunakan skor respon Motorik,

    frekuensi Nafas dan respon membuka Mata (skor MNM) untuk memprediksi keluaran dalam 3 hari pada pasien dewasa trauma kapitis sedang berat pada penelitian ini.

    2. Tingkat sensitivitas uji prognostik yang menggunakan skor respon Motorik, frekuensi Nafas dan respon membuka Mata (skor MNM) untuk memprediksi keluaran dalam 3 hari pada pasien dewasa trauma kapitis sedang berat pada penelitian ini tinggi (94.3%).

    3. Tingkat spesifisitas uji prognostik yang menggunakan skor respon Motorik, frekuensi Nafas dan respon membuka Mata (skor MNM) untuk memprediksi keluaran dalam 3 hari pada pasien dewasa trauma kapitis sedang berat pada penelitian ini tinggi (95.4%).

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    17  

    4. Pada penelitian ini didapatkan nilai prediksi positif = 91.67% dan nilai prediksi negatif = 96.86%.

    5. Usia dan Tekanan darah tidak terbukti sebagai faktor risiko independen kematian dalam 3 hari pertama pasien dewasa trauma kapitis sedang berat pada penelitian ini.

    6. Adanya prediktor lain yaitu detak nadi > 90 x/menit, frekuensi nafas (takipneu), jumlah leukosit > 12.000 ul, kadar gula darah > 120 mg/dl sebagai komponen SIRS (Sistemic Inflammatory Response Syndrome) yang mempengaruhi keluaran dalam 3 hari pertama pada pasien dewasa trauma kapitis derajat sedang berat.

    SARAN 1. Sistem Skor MNM (respon Motorik, frekuensi Nafas, dan respon membuka Mata) untuk

    memprediksi keluaran dalam 3 hari pertama pada pasien dewasa trauma kapitis derajat sedang berat dapat diterapkan dalammpelaksanaannya pada pelayanan medis umum dan militer.

    2. Diperlukan penelitian lebih lanjut dalam jumlah sampel yang lebih besar untuk meninjau hubungan antara variabel komponen SIRS (Sistemic Inflammatory Response Syndrome) dengan skor MNM terhadap keluaran pada pasien trauma kapitis.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. PERDOSSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta:PERDOSSI.2006.

    2. Evan R W, Neurology and Trauma, Second Edition,Oxford University Press, 2006. 3. Spencer D.C, Karceski S, About Trauma Brain Injury, Pub.Journal AAN, 2010. 4. Ammerman JM et al. Traumatic Intracranial hemorrhage dalam Neurology and Trauma. New York:

    Oxford university press. 2006: 156-64. 5. Graham DI et al. The Neuropathology of Trauma dalam Neurology and Trauma. New York: Oxford

    university press. 2006: 45-73. 6. Landy H J, Lee TT, Trauma : Closed Head Trauma in Emergent and Urgent Neurology, Lippincot

    Williams & Willkins, second edition, 1999, 255-256. 7. Talwar S, Jain S, Porwal S, Laddha BL, Prasad P, Trauma Scoring in a Developing Country, Singapore

    Med J 1999; vol 40(06). 8. Srinivasan US, Muthukumar N, Gajendran R, Kumar MMS, An Equation for Outcome Prediction in

    Severe Injury, Neurol India, 1992; 40: 93-6. 9. Stiell L, Wells G, Spaite D et al, The Ontario Prehospital Advanced Life Support (OPALS) Study part II

    : Rastionale and Methodology for Trauma and Respiratory Distress Patients, Ann Emerg Med, 1999; 34: 256-62.

    10. Soertidewi L. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranio Serebral. Dalam: Hakim M, Ramli Y, Lastri DN, Hamonangan R, Bayu P, Roiana N, editors. Proceedings updates in emergencies II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. p. 51-72.

    11. Misbach J, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Medik Trauma Kapitis Berat. Simposium trauma kapitis ditinjau dari beberapa aspek, Jakarta, 1995.

    12. Surtidewi L, Epidemiologi dan Patofisiologi Cedera Kranio-Cerebral, Regional PERDOSI, Mei, 2000. 13. Misbach J, Patofisiologi Cedera Kraniocerebral, Neurona 1999; 16: 4-7. 14. Lyle DM, Pierce JP, Freeman EA, et al, Clinical Course and Outcome of Severe Head Injury in

    Australia, J Neurosrg, 1986; 65: 15-8. 15. Clifton GL, McCornick WF, Grossman RG, Neuropathology of Early and Late Deaths After Head

    Injury, Neurosurgery, 1981; 8: 309-13. 16. Musridharta E , Modifikasi Revised Trauma Score Pada Pasien Dewasa Trauma Kapitis Sedang-Berat,

    [Tesis], Bagian Ilmu Penyakit Syaraf FKUI, Program Pendidikan Dokter Spesialis I FKUI, 2006. 17. Sumantri F, Risiko Kematian Pada Pasien Cedera Kraniocerebral Berat Ditinjau Dari Aspek PaO2

    dan PaCO2, [Tesis], Bagian Ilmu Penyakit Syaraf FKUI, Program Pendidikan Dokter Spesialis I FKUI, 2005.

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    18  

    18. Hophoptua NM, Hubungan Kadar Interleukin 6 Serum dengan Cedera Kranioserebral Skala Koma Glagow 6-8 dan 9-12, [Tesis], Bagian Ilmu Penyakit Syaraf FKUI, Program Pendidikan Dokter Spesialis I FKUI, 2005.

    19. Isra A, Klasifikasi Diffuse Injury sebagai Prediktor kematian tiga hari pertama pasien cedera kepala sedang berat, [Tesis], Bagian Ilmu Penyakit Syaraf FKUI, Program Pendidikan Dokter Spesialis I FKUI, 2006.

    20. Imam M, Prediksi Kematian 3 hari pertama Pasien Dewasa Cedera Kranioserebral Sedang-Berat berdasarkan Gabungan Skor SIRS dan SKG, [Tesis], Bagian Ilmu Penyakit Syaraf FKUI, Program Pendidikan Dokter Spesialis I FKUI, 2006.

    21. Stein SC, Classification of Head Injury. In: Narayan RK (ed). Neurotrauma, 1995:31-38. 22. Meyer BA, Rowland LP. Head Injury. In: Rowland LP, editor Merrits Neurology 10th ad Philadelphia:

    Lippincot Williams & Wilkins, 2000. p.401-6. 23. Selladurai B, Reilly P. Patophysiology of Acute Non Missile Injury dalam Initial Management Head

    Injury: A Comprehensive Guide. Australia: McGraw Hill. 2007: 11-29. 24. Davis AE, Mechanism of Traumatic Brain Injury: Biochemical, structural and cellular conciderations,

    Critical Care Nursing Quarterly , 2000; 23: 1-12. 25. McIntosh TK, Juhler M, Raghupati R, Secondary Brain Injury : Neurochemical and Celuller mediators,

    Dalam : Marion D W, Traumatic Brain Injury, New York, 1999; 39-55. 26. Kossman MCM, Inflamatory Response to Traumatic Brain Injury : An Overview for The New

    Millennium, Dalam : Rothwell N, Loddick S, Immune and inflammatory responses in the nervous sistem, Oxford University Press, 2002; 106-26.

    27. Lexington, KY, Spinal Cord and Brain Injury Research Center, Anatomy and Neurobiology, Neurology and Neurosurgery, University of Kentucky Chandler Medical Center, 2003.

    28. Klauber MR, Marshal LF, Luerssen TG, Franskowski R, Determinant of Head Injury Mortality : Importance of The Low Risk Patients, Neurosurg 1989, 24;31-6.

    29. Voelker JL, Wilson AM, Medical Complications of Head Injury : Neurology and Trauma, Second Ed, Oxford University, New York, 2006; 179-91.

    30. Jennet WB, Inappropriate use of Intensive Care, BMJ 1984, 289; 1209-11. 31. Adam RD, Victor M, Craniocerebral Trauma. Dalam Principles of Neurology 5th ed. New York, Mc Graw

    Hill, 1993; 35; 749-75. 32. Morales D, Diaz-Daza O, Hlatky R, Hayman LA, Brain Contusion.

    http://www.emedicine.com/radio/topic.htm. 33. Lowe JG, Northrup BE. Traumatic Intracranial Hemorrhage. In: Evans RW, editor. Neurology and

    trauma. Philadelphia: W. B. Saunders; 1999. p. 140-50. 34. Armin SS,Colohan,Zhang JH, Vasospasm in Traumatic Brain Injury, Acta Neurochir suppl.August

    2008;104(13).421-5. 35. Champion HR, Sacco WJ, Copes WS, Gann DS, A Revision of The Trauma Score, J Trauma, 1989; 29:

    623-9. 36. Fischer J, Mathieson C, The History of the Glasgow Coma Scale : Implication for Practice, Critical Care

    Nursing Quaterly, 2001; 23:52-8. 37. Lichtveld RA, et al, Triage Revised Trauma Score Change Between First Assessment and Arrival at

    The Hospital to Predict Mortality, Nederlands, 2000. 38. Ofner P, Trauma Scoring Sistems, http//www.emedicine.com/med/topic 3214/html. 39. Boyd CR, Tolson MA, Copes WS, Evaluating Trauma Care : TRISS method, J Trauma 1978; 27: 370-8. 40. Smith DE, Greenwald BD. Management and Staging of Traumatic Brain Injury [monograph on the

    Internet]. eMedicine; c 2005 [updated 2003 Dec 19; cited 2006 Mar 20]. Available from: http://www.emedicine.com/htm.

    41. Plum F, Postner JB, The Pathologic Physiology of Signs and Symptom of Coma, dalam Diagnosis of stupor and coma 3nd ed, Philadelphia, 1985; 1: 1-86.

    42. Stephen F. Larner, PhD, CPA, Diagnosis and Therapy for Traumatic Brain Injury, 2008. 43. Lindsay KW, Bone I, Callender R, General Approach to History and Examination, dalam : Neurology

    and neurosurg illustrated 2nd ed. Edinburgh, ELBS, 1991; 1: 1-31. 44. Duss P, Topical Diagnosis in Neurology : Anatomy, Physiology, Signs, Symptoms, 2nd ed, 1996, 21-73. 45. Currie D, The Management of Head Injury, Dalam : A Practical guide for the emergency room 2nd ed,

    oxford university press, 2000; 7-10.

  • NEURONA Vol. 29 No. 1 Oktober 2011  

    19  

    46. Valadka AB, Narayan RK. Emergency Room Management of The Head-Injured Patient dalam Neurotrauma. USA; McGraw Hill. 1996; 119-135.

    47. Kelly F et al. General Principles of Head Injury Management dalam Neurotrauma. USA; McGraw Hill. 1996: 71-101.

    48. Benjamin JC, Norris JS. Intracranial Haematoma dalam Outcome After Head, Neck and Spinal Trauma: a medicolegal Guide.Oxford: Reed educational and professional publishing Ltd. 1997: 38-44.

    49. Taussky P et al. Outcome after Acute Traumatic Subdural and Epidural Haematom in Switzerland: A single Center Experience. Swiss Med Weekly. 2008; 138(19-20): 281-285.

    50. Annegers JF, Hauser WA, Coan SP, Rocca WA. A Population-Based Study of Seizures After Traumatic Brain Injuries. New England J of Med 1998;338(1):20-4

    51. Shapiro HM, Intracranial Hypertension: Therapeutic and anesthetic consideration Anestesiology 1985;43: 447.

    52. Waxman K, Sundine MJ, Young RE, Is Early Prediction of Outcome in Severe Head Injury Possible, Arc Surg 1991, 126; 1237-41.

    53. Volmer DG, Torner JC, Jane JA et al, Age and Outcome Following Traumatic Coma : Why Older Patients Fare Worse, J Neurosurg, 1991, 75; S37-49.

    54. Dunn LT, Raised Intracranial Pressure. J Neurol Neurosurgery Psychiatry 2002: 73; 23-27. 55. Jeremitsky E et al, The Impact of Hyperglicemia on patients with Severe Brain Injury, J trauma 2005,

    Jan; 58(1): 47-50. 56. Kaplan-Meiyer, Denise H R, Clinical Impact of Early Hyperglicemia During Acute Phase of Traumatic

    Brain Injury, J Neurocritical care, Vol.11: (2) ; 151-7. 57. Oddo M at al, Glucose Controle after Severe Brain Injury, Current Opinion in Clinical Nutrition &

    Metabolic care, Lippincot William and Willkins, 2008, p 134-9. 58. Rovlias A et al, The Influence of Hyperglycemia on Neurological Outcome in patients with Severe

    Head Injury, J Neurusurg 2000, Feb; 46 (2), p 335-42. 59. Gurrkanlar D, Lakadamyali H, ErgunT, Yilmaz C¸ Yucel E, predictive value of leukocytosis in head

    trauma, Turkish Neurosurgery Journal [serial on the internet] 2009, available from www turkishneurosurgery.org.

    60. Perel P, Edward P, Wents R, et al, Sytematic review of prognostic models in traumatic brain injury, BMC Medical Informatics and Decision Making 2006; 6:38.