6
Uji toksisitas akut dan subkronis a. Uji toksisitas akut Uji toksisitas akut dimaksudkan untuk menentukan LD50 (lethal dose50) yaitu dosis yang mematikan 50% hewan coba, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada organ, dan cara kematian. Uji LD50 perlu dilakukan untuk semua jenis obat yang akan diberikan pada manusia. Untuk pemberian dosis tunggal cukup dilakukan uji toksisitas akut. Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik obat tradisional yang dikeluarkan Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI hewan coba yang digunakan untuk sementara satu spesies tikus atau mencit, sedangkan WHO menganjurkan pada dua spesies (dewoto, 2007) Uji toksisitas terhadap serbuk kunyit (curcuma domestica) telah dilakukan oleh Winarsih,dkk (2012). Pengujian ini menggunakan Sebanyak 45 ekor mencit jantan dibagi menjadi sembilan kelompok. Empat kelompok diberi dosis toksik fraksi etil asetat, empat kelompok diberi dosis toksik fraksi hexan, dan satu kelompok merupakan kontrol. Dosis toksik akut fraksi etil asetat dan fraksi hexan yang diberikan adalah 7,5, 15, 30 dan 60 g/kg bobot badan, sedangkan kelompok kontrol diberi NaCl fisiologis. Masing-masing fraksi diberikan satu kali secara oral. . Pemberian dosis toksik fraksi etil asetat dan hexan pada kelompok perlakuan (II – IX), dilakukan satu kali (single dosage) secara intragastrik menggunakan sonde lambung. Kelompok kontrol (I) dicekok dengan NaCl fisiologis sebanyak 1 ml. Sebelum dicekok mencit dipuasakan dahulu selama 24 jam. Pengamatan gejala klinis

Uji Toksisitas Akut Dan Subkronis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fba

Citation preview

Page 1: Uji Toksisitas Akut Dan Subkronis

Uji toksisitas akut dan subkronis

a. Uji toksisitas akut

Uji toksisitas akut dimaksudkan untuk menentukan LD50 (lethal dose50) yaitu dosis yang

mematikan 50% hewan coba, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada organ,

dan cara kematian. Uji LD50 perlu dilakukan untuk semua jenis obat yang akan diberikan pada

manusia. Untuk pemberian dosis tunggal cukup dilakukan uji toksisitas akut. Menurut pedoman

pelaksanaan uji klinik obat tradisional yang dikeluarkan Direktorat Jenderal POM Departemen

Kesehatan RI hewan coba yang digunakan untuk sementara satu spesies tikus atau mencit,

sedangkan WHO menganjurkan pada dua spesies (dewoto, 2007)

Uji toksisitas terhadap serbuk kunyit (curcuma domestica) telah dilakukan oleh

Winarsih,dkk (2012). Pengujian ini menggunakan Sebanyak 45 ekor mencit jantan dibagi

menjadi sembilan kelompok. Empat kelompok diberi dosis toksik fraksi etil asetat, empat

kelompok diberi dosis toksik fraksi hexan, dan satu kelompok merupakan kontrol. Dosis toksik

akut fraksi etil asetat dan fraksi hexan yang diberikan adalah 7,5, 15, 30 dan 60 g/kg bobot

badan, sedangkan kelompok kontrol diberi NaCl fisiologis. Masing-masing fraksi diberikan satu

kali secara oral. . Pemberian dosis toksik fraksi etil asetat dan hexan pada kelompok perlakuan

(II – IX), dilakukan satu kali (single dosage) secara intragastrik menggunakan sonde lambung.

Kelompok kontrol (I) dicekok dengan NaCl fisiologis sebanyak 1 ml. Sebelum dicekok mencit

dipuasakan dahulu selama 24 jam. Pengamatan gejala klinis dan kematian dilakukan selama 48

jam. Pada akhir penelitian semua hewan coba dikorbankan nyawanya dan dinekropsi.

Pada penelitian ini diperoleh MLD50 fraksi etil asetat adalah 27,98 g/kg bb dan

MLD50 fraksi hexan adalah 19,50 g/kg bb. Secara histopatologi pemberian ekstrak kunyit

dengan dosis toksik meningkatkan jumlah sel parietal dan degenerasi pada lambung. Pada hati

dan ginjal kunyit dosis toksik mengakibatkan nekrosis sel parenkim. Pada penelitian ini

perubahan makroskopik (patologi anatomi) terjadi pada organ lambung, hati, dan ginjal adalah

kongesti/hiperemi. Persentase perubahan tertinggi terjadi pada organ lambung yaitu 100% yang

ditemukan pada kelompok yang diberi fraksi hexan dengan dosis tertinggi (60 g/kg bb).

Hasil pada penelitian ini sejalan dengan Shankar et al. (1980) yang mengemukakan

bahwa baik serbuk maupun ekstrak etanol rimpang kunyit bersifat tidak toksik. Hal tersebut

ditunjukkan dari hasil penelitian bahwa pemberian serbuk (simplisia) kunyit secara per oral

dengan dosis 10 g/kg bb tidak menimbulkan efek toksik. Selain itu juga dapat diketahui bahwa

Page 2: Uji Toksisitas Akut Dan Subkronis

nilai LD50 ekstrak etanol rimpang kunyit yang diberikan secara per oral, intraperitonial atau

subkutan adalah lebih dari 15 g/kg bb.

b. Toksisitas subkronis

Uji toksisitas subkronik dan kronik bertujuan untuk mengetahui efek toksik obat tradisional pada

pemberian jangka lama. Lama pemberian sediaan obat pada uji toksisitas ditentukan berdasarkan lama

pemberian obat pada manusia. Berikut perbandingan lama uji toksisitas subkronik pada hewan dengan

manusia:

Lama pemberian obat pada manusia Lama pemberian obat pada hewan coba

Dosis tunggal atau <1 minggu 2 minggu – 1 bulan

Dosis berulang + 1-4 minggu 4 minggu – 3 bulan

Dosis berulang + 1-6 bulan 3-9 bulan

Dosis berulang >6 bulan 9-12 bulan 8-12 bulan

Uji toksisitas subkronik terhadap kunyit ini telah dilakukan oleh deshpande et al (1998),

pengujian ini dilakukan terhadap hewan percobaan pada tikus Swiss betina dan tikus Wistar,

dengan zat uji ekstrak etanol (0, 1 dan 5%) dan (0, 0,05 dan 0,25%) hewan percobaan pada

tikus Swiss betina dan tikus Wistar Pemberian ekstrak etanol kunyit dengan dosis tinggi (5%)

untuk durasi yang lebih lama (90 hari) menunjukkan penurunan yang signifikan terhadap berat

badan tubuh, perubahan bobot hati mutlak dan / atau relatif, dan hepatotoksisitas yaitu nekrosis

fokal atau nekrosis fokal dengan regenerasi dalam tikus swiss dan tikus witsar.

Penentuan dosis

telah dilkukan uji klinis fase II oleh prucksunand et al (2001),, Studi ini meneliti pasien

yang menunjukkan gejala ulkus peptikum. Empat puluh lima pasien, 24 laki-laki dan 21

perempuan, berusia antara 16-60 tahun dilibatkan dalam penelitian tersebut. Dua puluh lima

pasien, 18 laki-laki dan 7 perempuan, setelah dilakukan endoskopi memiliki luka yang terletak

di bola duodenum dan lambung (angulus). Ukuran ulkus bervariasi antara 0,5 sampai 1,5 cm.

Kapsul yang berisi kunyit diberikan secara oral dalam dosis 2 kapsul (masing-masing 300 mg)

lima kali sehari, satu setengahjam sampai satu jam sebelum makan, pukul 16.00 jam dan pada

waktu menjelang tidur. Hasilnya, setelah 4 minggu pengobatan menunjukkan bahwa ulkus

Page 3: Uji Toksisitas Akut Dan Subkronis

berkurang pada 48% paien atau 12 kasus). Delapan belas kasus (menunjukkan masih adanya

ulkus setelah 8 minggu pengobatan. Sembilan belas kasus (76%) tidak memiliki luka setelah 12

minggu pengobatan. Sisanya, 20 kasus tidak ditemukan memiliki ulkus dan beberapa sisanya

tidak dilakukan endoskopi. Mereka tampaknya memiliki erosi, gastritis dan dispepsia. Setelah

Mereka menerima kapsul kunyit selama 4 minggu pengobatan. Rasa sakit perut dan

ketidaknyamanan memuaskan mereda di minggu pertama dan kedua. Mereka bisa kembli

mengkonsumsi makanan yang normal. Profil Kimia darah dan hematologi dari semua 54 pasien

tidak memiliki perubahan signifikan dalam sistem hematologi, hati dan fungsi ginjal baik

sebelum dan setelah pengobatan.

Berdasarkan penelitian diatas, dalam percobaan ini dosis yang ditetapkan adalah 300mg

serbuk untuk ekstrak kunyit ( curcuma domestica) untuk setiap kapsul dan dikonsumsi 5 kali

sehari sebelum makan.

Perhatian dan kontraindikasi

Penggunaan kurkumin pada Pasien dengan batu empedu atau gangguan saluran empedu

perlu diperhatikan , karena curcumin dapat menyebabkan kontraksi kandung empedu. Dalam

sebuah studi yang melibatkan 12 relawan sehat yang mengkonsumsi 20 mg kurkumin mengalami

pengurangan ukuran kantong empedu sebesar 29 %. Sebuah studi berikutnya menunjukkan

bahwa dosis 40 dan 80 mg kurkumin menyebabkan penurunan volume kandung empedu,

masing-masing sebesar 50 dan 72 % ( prucksunand et al, 2001).

Kurkumin dapat bersifat additive jika digunakan bersama dengan obat-obatan antiplatelet

seperti aspirin, clopidogrel dan AINS, karena kurkumin memiliki efek menghambat

penggumpalan darah. ( prucksunand et al, 2001).

Page 4: Uji Toksisitas Akut Dan Subkronis

Daftar pustaka

Dewoto, 2007. Pengembangan Obat Tradisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka. Majalah

Kedokteran Indonesia, Volum: 57, Nomor: 7, Juli 2007

Winarsih dkk, 2012. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Rimpang Kunyit pada Mencit :Kajian

Histopatologis Lambung, Hati dan Ginjal. Jurnal Veteriner Desember 2012 Vol. 13 No.

4: 402-409

Shankar TN, Shantha NV, Ramesh HP, Murthy IA, Murthy VS. 1980. Toxicity studies on

turmeric (Curcuma longa) : acute toxicity studies in rats, guineapigs and monkeys. Indian

J Exp Biol 18 : 73-75

deshpande et al, 1998. Subchronic oral toxicity of turmeric and ethanolic turmeric extract in

female mice and rats Toxicology Letters Volume 95, Issue 3, May 1998, Pages 183–193

Prucksunand C, Indrasukhsri B, Leethochawalit M, Hungspreugs K. 2001.Phase II clinical trial

on effect of the long turmeric (Curcuma longa Linn) on healing of peptic ulcer. The

Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health. Mar; 32(1): 208-15