24
UJIAN AKHIR SEMESTER Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Hasil Studi Nasional dan Internasional Dosen Pengampu : Dr. Iwan Junaedi oleh Muchammad Achsin ( 0401514012 ) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

Ujian Akhir Semester

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ujian akhir semester Pak Iwan

Citation preview

UJIAN AKHIR SEMESTER

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Hasil Studi Nasional dan InternasionalDosen Pengampu : Dr. Iwan Junaedi

olehMuchammad Achsin ( 0401514012 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKAPROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS NEGERI SEMARANG20151. Berdasar hasil-hasil penelitian internasional pendidikan matematika (bukan di Indonesia) yang telah Saudara analisis, buatlah peta (atau fokus) hasil-hasil riset untuk periode tertentu. Misal periode 2000-2005, 2005-2010, dan seterusnya. Deskripsikan hasil pemetaan Saudara! (Catatan interval periodenya bisa Saudara buat bebas, termasuk awal dan akhir tahun periodenya).Jawab : Jurnal yang saya analisis adalah :Judul Jurnal yang DianalisisTema

Shahbari, J. A.,Daber, W., & Rasslan, S. 2014. Mathematical Knowledge And The Cognitive And Metacognitive Processes Emerged In Model Eliciting Activities. International Journal on New Trends in Education and Their Implications, 5(19): 209-219.Proses kognitif dan metakognitif yang muncul dalam MEAs

Peta konsep dengan hasil-hasil pemelitian internasional pendidikan matematika :PeriodeJudul JurnalTema

1995-2000Stillman,(1998) tentang Applying Mathematics With Real World Connections: Metacognitive Characteristics of Secondary Students

Kegiatan kognitif dan metakognitif sebagai dasar dalam kegiatan problem solving siswa SMP perempuan

Cai (1994) tentang A Protocol Analytic Study of Metacognition in Mathematical Problem Solving

perilaku metakognitif dua mata pelajaran yang memiliki tingkat tinggi pengalaman matematika dan dua mata pelajaran memiliki tingkat rendah dari pengalaman matematika dibandingkan dengan empat proses kognitif pemecahan masalah matematika: orientasi, organisasi, pelaksanaan, dan verifikasi.

Elen (1998) tentang Students' views on the efficiency of instruction: An exploratory survey of the instructional metacognitive knowledge of university freshmenpengetahuan metakognitif instruksional mahasiswa baru di universitas.

McAlpine (1999) tentang Building a metacognitive model of reflection

Peningkatan nilai menggunakan model metakognitiv pada pengajaran berkualitas di universitas

2000-2005Goldin (2002) tentang Representation in Mathematical Learning and Problem Solving Proses metakognitif erat kaitannya dengan proses metakognitif dalam pembelajaran matematika

Downs & Downs (2002) tentang Advanced Mathematical Thinking With a Special Reference to Reflection on Mathematical StructureMetakognitif merupakan salah satu referensi khusus dalam refleksi struktur matematika untuk meningkatkan proses berpikir matematis

Wilson (2005) tentang Towards the modelling of mathematical metacognition

Kegunaan metakognisi pada pemecahan masalah matematika dan dalam pembelajaran matematika.

Hartman (2001) tentang Developing Students Metacognitive Knowledge and Skills

pentingnya pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif dalam pembelajaran.

2006-2010Schoenfeld (2007) tentang MethodMetakognitif merupakan salah satu metode pembelajaran dalam matematika.

Demirciolu (2010) tentang A Case Study: Assessment of Preservice Secondary Mathematics Teachers Metacognitive Behaviour in the Problem Solving Process

Perilaku metakognitif calon guru matematika sekunder SMP dalam proses pemecahan masalah matematika

Schneider (2010) tentang Metacognition and Mathematics Education

Peran metakognisi dalam pendidikan matematika dianalisis berdasarkan hasil kerja teoritis dan empiris dari empat dekade terakhir.

2011-2015Kaur (2013) tentang Nurturing Reflective Learners in Mathematics: An IntroductionMengembangkan Refleksi Matematika dapat disebut juga mengembangkan kesadaran metakognitif.

William & Goos (2013) tentang Modelling with Mathematics and TechnologiesMetakognitif dianggap sebagai model dalam pembelajaran matematika

Bewick (2013) tentang Knowledge and Beliefs for Nurturing Reflective Learners of Rational Number Concepts Metakognitif merupakan bagian dari pengetahuan dan kepercayan dalam refleksi peserta didik dalam matematika

Yoong (2013) tentang Metacognitive Reflection at Secondary LevelMetakognitif merupakan bagian dari refleksi peserta didik dalam matematika SMP

2. Berdasarkan analisis hasil-hasil penelitian pendidikan matematika yang telah Anda lakukan, temuan (topik/fokus) apa yang memiliki kekhasan sehingga menjadi temuan yang fenomenal menurut Anda? Berikan alasan mengapa fenomenal!Jawab :Berdasarkan analisis hasil-hasil penelitian pendidikan matematika yang telah saya lakukan, temuan (topik/fokus) yang memiliki kekhasan sehingga menjadi temuan yang fenomenal menurut saya adalah mengenai metakognitif dalam pembelajaran matematika. Banyak penelitian yang membahas tentang metakognitif dan menurut saya penelitian tentang metakognitif merupakan penelitian yang sangat menarik. Menurut Shahbari (2013) menyatakan bahwa banyak orang, menganggap perbedaan antara proses kognitif dan metakognitif adalah sebuah masalah yang rumit (Lesh & Zawojewski, 2007; Magiera & Zawojewski, 2011). Beberapa cendekiawan seperti mempertahankan bahwa selama proses pemecahan masalah interaksi yang lebih diperhatikan adalah proses kognitif dan metakognitif yang sejajar dan interaktif. Meskipun penelitian lain telah banyak yang meneliti proses berpikir kognitif dan metakognitif terhadap MEAs, tetapi sedikit yang masih diketahui tentang interaksi antara pengetahuan matematika, proses berpikir kognitif dan metakognitif yang digunakan dalam MEAs. Penelitian ini bertujuan untuk menjelajahi interaksi tersebut dengan membandingkan siswa dari kelas yang berbeda-beda, pengetahuan matematika yang berbeda ditangani dengan serangkaian MEAs. Penelitian ini didasarkan pada penelitian kualitatif. Penelitian ini dilakukan di tiga kelas yang heterogen di kelas 6, 7, dan 8 di sekolah-sekolah di sebuah desa Arab di utara Israel. Kelas 6 diwakili oleh 26 siswa (11-12 tahun), kelas 7 diwakili oleh 32 siswa (12-13 tahun), dan kelas 8 diwakili 25 siswa (13-14 tahun). Para siswa di tiga kelas tersebut bekerja dalam kelompok heterogen yang terdiri dari 4-5 siswa. Setiap kelompok diberi dua MEAs yaitu "Garasi" dan "Putri Salju dan Tujuh Kurcaci". Tidak ada batas waktu yang ditetapkan. Rata-rata waktu yang dihabiskan di dua MEAs adalah sekitar tiga jam pelajaran (setiap jam pelajaran = 45 menit). Sumber data meliputi transkrip audio diskusi kelompok, dua kelompok di setiap kelas yang dipilih secara acak dan direkam pada saat mereka bekerja untuk memecahkan masalah. Termasuk lembar kerja dan catatan kelompok. Peneliti menggunakan analisis pengkodean terbuka dengan laporan percakapan, metode yang memungkinkan kategori baru yang muncul dari kelompok eksperimen. Metode ini berdasrkan metode yang pernah digunakan dalam penelitian Corbin & Strauss pada tahun 2008.Hasil dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa kedua kelompok kelas 6 berhasil membangun model matematika untuk dua kegiatan. Semua kelompok bekerja berdasarkan materi pecahan. Seperti yang ditunjukkan oleh hasil diskusi siswa selama kegiatan, proses pemodelan dan konstruksi model matematika termasuk proses kognitif dan metakognitif. Kedua kelompok kelas 7 berhasil membangun dua model matematika yang sesuai untuk dua MEA, berdasarkan pengetahuan konsep persen. Dalam diskusi siswa mengungkapkan bahwa proses pemodelan dan konstruksi model matematika termasuk proses kognitif dan metakognitif. Kedua kelompok kelas 8 berhasil membangun dua model matematika agar sesuai dengan dua kegiatan tersebut. Mereka menggunakan desimal, proporsi perbandingan, dan persen, membangun model umum atas dasar konsep persen. Seperti yang ditunjukkan dalam diskusi mereka, proses pemodelan dan konstruksi model matematika termasuk dalam proses kognitif dan metakognitif.

3. Dari satu jurnal yang telah Anda analisis, jelaskan seperti apa karakter jurnal yang Anda analisis, berikan beberapa contoh perbedaan dengan karakter jurnal yang lain! Berikan buktinya !Jawab :Dari satu jurnal yang telah saya analisis yang berjudul Mathematical Knowledge And The Cognitive And Metacognitive Processes Emerged In Model Eliciting Activities , karakter jurnal yang saya analisis dalam meneliti tentang interaksi antara pengetahuan matematika, proses berpikir kognitif dan metakognitif yang digunakan dalam MEAs. Penelitian ini jarang dilakukan oleh peneliti lain, karena pada umumnya penelita hanya berfokus pada salah satu kajian saja, misalnya proses kognitif saja, atau proses metakognitif, ataupun hanya MEAs saja. Sehingga dalam penelitian ini merupakan salah satu penelitian yang kompleks yang mengkaji hubungan ketiganya yang berkaitan dengan pembelajaran matematika. Perbedaan dengan karakter jurnal yang lain adalah :Pertama, menurut zcan (2014) menyatakan bahwa ada penelitian mengenai hubungan antara keberhasilan akademis dan metakognisi (Carr & Biddlecomb, 1994; Dunning, Johnson, Ehrlinger & Kruger, 2003; Kruger & Dunning, 1999). Seperti halnya hubungan yang signifikan antara keberhasilan akademis dan metakognisi, ada penelitian yang menunjukkan bahwa siswa yang memiliki keterampilan metakognitif tinggi tampil lebih baik dalam pelajaran matematika (termasuk pemecahan masalah) daripada siswa yang memiliki keterampilan metakognitif rendah (Boekaerts, 1997; Jaafar & Ayub, 2010; zsoy, 2010). Selain itu, beberapa studi menunjukkan bahwa keterampilan metakognitif adalah prediktor signifikan untuk prestasi matematika (Cardella-Elawar, 1992; Cardella Elawar, 1995; Deseote & Roeyers, 2006; Hoek, Vanden & Terwel, 1999; King, 1990; Larson at al., 1985; Stillman & Mevarech, 2010; Van der Stel, Veenman, Deelen, Haenen, 2010; Zhao, Valcke, Desoete, & Verhaeghe, 2011). Selain studi korelasional ada banyak studi eksperimental yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan metakognitif siswa dalam pelajaran matematika. Untuk itu, bagi para peneliti, serta guru adalah penting untuk memiliki alat yang memadai untuk mengukur metakognisi siswa untuk menganalisis hubungan antara pertumbuhan metakognisi dan pertumbuhan prestasi. Namun, cara mengukur metakognisi secara efisien masih menjadi masalah. Masalah ini telah menjadi pusat perdebatan ilmiah tentang instrumen mana yang lebih cocok (Schelling & Van Hout-Wolters, 2011). Perbedaan dengan karakter jurnal di atas adalah penelitian ini meneliti tentang hubungan antara metakognitif dengan keberhasilan akademis berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Shahbari.Kedua, menurut Amin (2015) menyatakan bahwa proses belajar mengajar matematika dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk faktor dari peserta didik dan guru. Belajar matematika membutuhkan kreativitas peserta didik agar pembelajaran matematika optimal. Hudojo (2005: 20) berpendapat bahwa proses pembelajaran harus melibatkan mental matematika (seperti motivasi dan kesadaran) disebut keaktifan siswa. Kesulitan dalam belajar matematika menurut Verschaffel et.al. (dalam Kramarski, Mevarech dan Aram, 2002) sangat kompleks. Masalah dalam pembelajaran matematika adalah bahwa pembelajaran lebih pasif daripada belajar aktif (learning tradisional) yang dapat menyebabkan struktur pembelajaran diam (Schraw & Moshman, 1995). Penelitian ini menggunakan metode campuran (kualitatif-kuantitatif). Perbedaan karakter penelitian ini adalah pendekatan kualitatif digunakan untuk menggambarkan data kuesioner kesadaran metakognitif siswa yang diperoleh dari MAI, sedangkan kuantitatif digunakan untuk menguji pengaruh kesadaran metakognitif terhadap keterampilan kognitif dan keterampilan metakognitif. Ketiga, menurut Toit (2013), menyatakan bahwa Masalah penelitian dalam penelitian ini adalah memerlukan adanya eksplorasi bagaimana metakognisi pelajar dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kinerja matematika peserta didik Afrika Selatan. Perbedaannya dengan penelitian Shahbari adalah dalam metode penelitian campuran, pendekatan ideal yang mungkin digunakan adalah menulis pertanyaan kuantitatif penelitian dan pertanyaan kualitatif penelitian secara terpisah, diikuti dengan pertanyaan metode campuran (Creswell, 2009: 139). Pada bagian berikutnya, pendekatan ini sebagai pertanyaan penelitian kualitatif dan pertanyaan metode penelitian campuran yang terjadi akibat dari pertanyaan utama penelitian kuantitatif. Pertanyaan kuantitatif adalah apakah MI memiliki efek positif yang signifikan secara statistik pada metakognisi peserta didik dan prestasi dalam matematika?. Penelitian kualitatif berikut yang dibahas adalah apa efek dari MI pada metakognisi peserta didik dan prestasi matematika dalam konteks pemecahan masalah?; pertanyaan penelitian utama 3: Apa pandangan guru tentang sifat dan aspek matematika yang terkait dengan pengajaran dan pembelajaran matematika?; bagaimana pandangan dari peserta didik dan guru kelas eksperimen pada proses MI?.Keempat, menurut Anggo (2015) menyatakan bahwa pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif membuat siswa lebih aktif selama proses pembelajaran. Proses pembelajaran dapat menumbuhkan kemampuan berpikir siswa melalui diskusi, merencanakan strategi pemecahan masalah, memantau penggunaan strategi, untuk mengevaluasi hasil pemecahan masalah dan untuk merefleksikan kegiatan pembelajaran. Kegiatan ini membuat siswa mampu mengelola proses kognisi, motivasi, dan perilaku belajar. Dalam penelitian ini metakognitif dianggap sebagai salah satu strategi unutk meningkatkan keaktifan siswa, motivasi, dan perilaku belajar siswa dalam pembelajaran matematika.

4. Berdasarkan simpulan dari hasil-hasil penelitian pendidikan matematika di dunia selama 3 tahun terakhir, apa prediksi Saudara untuk isu-isu atau topik-topik penelitian pendidikan maematika, untuk 5 tahun mendatang? Berikan alasannya?Jawab :Berdasarkan simpulan dari hasil-hasil penelitian pendidikan matematika di dunia selama 3 tahun terakhir, prediksi untuk isu-isu atau topik-topik penelitian pendidikan maematika, untuk 5 tahun mendatang yaitu tentang proses metakognitif sebagai salah satu bentuk refleksi dalam pembelajaran matematika peserta didik. Hal ini dikarenakan banyak penelitian di tahun-tahun sebelumnya yang mengkaji tentang penelitian serupa. Menurut Kaur (2013) dalam penelitiannya tentang Nurturing Reflective Learners in Mathematics: An Introduction menyatakan bahwa ketika guru mengembangkan refleksi matematika dapat disebut juga guru tersebut mengembangkan kesadaran metakognitif. Sedangkan menurut William & Goos (2013) yang meneliti tentang Modelling with Mathematics and Technologies mengemukakan bahwa metakognitif dianggap sebagai model dalam pembelajaran matematika. Hal ini dikarenakan dalam proses metakognitif siswa di ajak untuk memiliki keterampilan dalam kesadaran, evaluasi dan regulasi; kesadaran metakognitif berhubungan dengan kesadaran individu dalam proses pemecahan masalah, pengetahuan khusus konten mereka, pengetahuan tentang strategi pemecahan masalah mereka. Sementara menurut Yoong (2013) tentang Metacognitive Reflection at Secondary Level menyatakan bahwa metakognitif merupakan bagian dari refleksi peserta didik dalam matematika SMP.

5. Refleksi: Menurut Anda, analisis hasil riset dalam pendidikan matematika (internasional) yang seperti apa yang harus dikaji lebih dalam untuk program S2 Pendidikan Matematika? Berikan tanggapan dan alasannya!Jawab :Analisis hasil riset dalam matematika (internasional) yang dikaji lebih dalam untuk program S2 Pendidikan Matematika adalah problem solving untuk meningkatkan metakognisi siswa. Hal ini dikarenakan ada banyak indikator kenapa pemecahan masalah harus dibahas secara lebih mendalam.Pertama : persoalan matematika secara garis besar dapat dibagi dua yaitu persoalan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan persoalan matematika. Persoalan sehari-hari Persoalan yang dimaksud adalah persoalan yang memerlukan matematika untuk pemecahannya. Misal : Berapa lama waktu yang diperlukan untuk menempuh perjalanan suatu jarak tertantu ?; Berapa harga suatu satuan barang tertentu?; dsb. Matematika di sini diperlukan sebagai alat dan bukan sebagai tujuan. Persoalan matematika merupakan persoalan yang menekankan pada aspek matematikanya dan proses untuk menyelesaikannya. Proses dan hasil sama-sama diperhatikan dan dikembangkan dalam persoalan matematika. Guru perlu memperhatikan bagaimana persoalan dapat diperluas dan hasilnya dapat ditarik kesimpulan umumnya. Persoalan yang sering menarik perhatian siswa misalnya : Bagaimana anda dapat mendapatkan bilangan 0 sd 20 hanya dengan menggunakan bilangan 4?; Misalnya 8 diperoleh dari 4 + 4, 16 diperoleh dari 4 x 4, dst.Dalam penjelasan di atas disebutkan bahwa dalam persoalan matematika terutama problem solving menggunakan matematika sebagai alat menyelesaikan suatu maslah dalam matematika. Peserta didik ditekankan untuk mengembankan pola piker mereka dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Jenis soal problem solving lebih menekankan pada proses dan aspek dalam menyelesaikan suatu masalah dalam matematika, tidak hanya hasil yang diperoleh siswa dalam menyelesaikan masalah tersebut.Kedua: keterampilan proses dalam pemecahan masalah meliputi: penalaran (reasoning), organisasi (organising), pengelompokan (classifing), identifikasi pola (recognising pattern). Hal ini sesuai dengan proses dalam kegiatan metakognitif yaitu pemahaman, menganalisis, mengeksplorasi, merencanakan, melaksanakan, dan memverifikasi (Kaur, 2013; William & Goos, 2013; Bewick, 2013; Yoong, 2013; Downs & Downs, 2002; Goldin, 2002; Cai & Howsoon, 2013; Verschaffel, Greer, & Corte, 2007; Schoenfeld, 2007 & Limjap, 2013). Ini sejalan dengan penelitian Lesh, Hoover, Lubang, Kelly dan Post dalam Shahbari 2013) yang mengatakan bahwa produk MEAs didasarkan pada enam prinsip yaitu: konstruksi model, kenyataan, penilaian diri, membangun dokumentasi, membangun / kemampuan bercerita / menggunakan kembali, dan prototipe yang efektif.Dalam penjelasan di atas terbukti bahwa terdapat banyak kesamaan dalam proses metakognitif dan proses dalam pemecahan masalah, sehingga apabila serang guru melakukan kegiatan yang memunculkan proses pemecahan masalah akan berakibat metakogntif peseta didik pun akan meningkat, nantinya akan menghasilkan produk dimana siswa menjadi lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.Ketiga: dapat mengembangkan sikap positif siswa. Siswa yang berhasil memecahkan persoalan matematika adalah siswa yang yakin akan kemampuannya, mau mencoba berbagai cara, dan mempunyai keingintahuan yang tinggi.Keempat: soal pemecahan masalah dapat dengan mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Guru dapat mendapatkan persoalan matematika dari berbagai sumbe yaitu melalui dialog dengan para siswanya; melalui taman sejawat; melalui orang tua murid; melalui buku pegangan guru; melalui pertanyaan murid;- melalui sumber yang lain.Jika seorang guru ingin menciptakan lingkungan / suasana yang kondusif untuk kegiatan problem solving maka guru harus mengamati situasi dan keinginan siswa, memberikan pertanyaan kepada siswa dan memintanya untuk menjawab , mendorong siswa menggunakan berbagai macam cara, membuat contoh sederhana, melibatkan siswa dan mengembangkannya, membuat teka-teki , mengarahkan siswa mengajukan pertanyaan : Bagaimana jika ... ?, mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan : Apakah mungkin untuk ...?, mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan: Berapa banyak cara berbeda ?, dan ketika mereka selesai bekerja, tanyakan kepada mereka: Apakah anda telah mendapatkan semua kemungkinan jawaban? dan Bagaimana anda tahu ?. Waktu untuk Kegiatan Problem Solving Untuk kegiatan problem solving diperlukan waktu yang agak longgar. Kegiatan Problem Solving dengan Kerja Sama Kerjasama antar siswa akan terwujud jika guru mengembangkan sikap saling menghargai dan komunikasi satu dengan yang lainnya. Manfaat kerjasama dalam pemecahan persoalan adalah untuk : mencoba cara yang berbeda; mengembangkan sikap fleksibel dan menyesuaikan dengan yang lain; mencari alternatif cara jika suatu cara tidak bekerja; membandingkan satu cara dengan yang lainnya; memperoleh kejelasan pengertiannya melalui saran/pendapat orang lain; saling memberikan semangat untuk menyelesaikan persoalannya.

Daftar Pustaka :Amin, I. & sukestiyarno, Y. L. 2015. Analysis Metacognitive Skillson Learning Mathematics in High School. International Journal of Education and Research, 3(3): 213-222. Anggo, M. 2011. Pelibatan Metakognisi Dalam PemecahanMasalah Matematika. Edumatica, 1(1): 25-32.Bewick, K. 2013. Knowledge and Beliefs for Nurturing Reflective Learners of Rational Number Concepts dalam Berinderjeet Kaur (Ed.), Nurturing Reflective Learners in Mathematics. Singapore: World Scientific Publising Co. Pte. Ltd. Hal 74.Cai, J. & Howsoon, G. 2013. Toward an International Mathematics Curriculum. dalam M. A. (Ken) Clements (Ed.), Third International Handbook of Mathematics Education. New York: Springer Science+Business Media. Hal. 956.Cai, J. 1994. A Protocol Analytic Study of Metacognition in Mathematical Problem Solving. Mathematics Education Research Journal, 6(2): 166-183.Demirciolu,H., Argn, Z., & Bulut, S. 2010. A Case Study: Assessment of Preservice Secondary Mathematics Teachers Metacognitive Behaviour in the Problem Solving Process. ZDM Mathematics Education, 42(5): 493-502.Elen, J. 1998. Students' Views on the Efficiency of Instruction: An Exploratory Survey of the Instructional Metacognitive Knowledge of University Freshmen. ZDM Mathematics Education, 36 (2):231-252Goldin, G. 2002. Representation in Mathematical Learning and Problem Solving dalam Lyn D. English (Ed.), Handbook of International Research In Mathematics Education. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Hal. 212.Hartman, H.J (2001).Developing Students Metacognitive Knowledge and Skills. ZDM Mathematics Education.19(1): 33-68Kaur, B. 2013. Nurturing Reflective Learners in Mathematics: An Introduction dalam Berinderjeet Kaur (Ed.), Nurturing Reflective Learners in Mathematics. Singapore: World Scientific Publising Co. Pte. Ltd. Hal 3-4.Limjap, A. A. 2013. Mathematics Learning Episode that Promotes Reflective Thinking Among Elementary Pupils dalam Berinderjeet Kaur (Ed.), Nurturing Reflective Learners in Mathematics. Singapore: World Scientific Publising Co. Pte. Ltd. Hal 295.Mason, J. 2013. Working with the Whole Psyche: Nurturing Reflective Learners dalam Berinderjeet Kaur (Ed.), Nurturing Reflective Learners in Mathematics. Singapore: World Scientific Publising Co. Pte. Ltd. Hal 38.McAlpine,L.1999. Building a Metacognitive Model of Reflection.ZDM Mathematics Education, 37(2):105-131.zcan, Z. C. 2014. Assessment of Metacognition in Mathematics: Which One of Two Methods is a Better Predictor of Mathematics Achievement?. International Online Journal of Educational Sciences, 6(1): 49-57.Schoenfeld, A.H. 2007. Method, dalam Frank K. Lester, Jr(Ed.), Second Handbook Of Research On Mathematics Teaching And Learning. United States of America : Information Inc Publishing. Hal 72. Schneider, W. & Artelt, C. 2010. Metacognition and mathematics education. ZDM Mathematics Education, 42(2): 149-161.Stillman, G. A., & Galbraith, P. L. 1998. Applying Mathematics With Real World Connections: Metacognitive Characteristics of Secondary Students. ZDM Mathematics Education, 36(2): 157-194.Shahbari, J. A.,Daber, W., & Rasslan, S. 2014. Mathematical Knowledge And The Cognitive And Metacognitive Processes Emerged In Model Eliciting Activities. International Journal on New Trends in Education and Their Implications, 5(19): 209-219.Toit, D. G. F. 2013. The Effect of Metacognitive Intervention on Learner Metacognition and Achievement in Mathematics. Disertasi. Tersedia di etd.uovs.ac.za/ETD-db/theses/available/etd-10102013.../DuToitDS.pdf (diunduh 3 Mei 2015).Verschaffel, L., Greer, B., & Corte, E. D. 2007. Whole Number Concepts and Operations, dalam Frank K. Lester, Jr(Ed.), Second Handbook Of Research On Mathematics Teaching And Learning. United States of America : Information Inc Publishing. Hal 586.William, J. & Goos, M. 2013. Modelling with Mathematics and Technologies dalam M. A. (Ken) Clements (Ed.), Third International Handbook of Mathematics Education. New York: Springer Science+Business Media. Hal. 558.Wilson, J & Clarcke, D. 2005. Towards the Modelling of Mathematical Metacognition. ZDM Mathematics Education, 16(2): 25-48Yoong, W. K. 2013. Metacognitive Reflection at Secondary Level dalam Berinderjeet Kaur (Ed.), Nurturing Reflective Learners in Mathematics. Singapore: World Scientific Publising Co. Pte. Ltd. Hal 81-82..