68
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. (1) Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat

ULKUS KORNEA LENGKAP

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mata

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan

dan ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini

dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini

dan diobati secara memadai. (1)

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui

berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang

uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif

jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan

oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam

mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat

daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema

kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya

menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel

epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film

air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-

faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan

keadaan dehidrasi. (1)

Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan

dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke

dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea

merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri,

menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea. (2)

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya

infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea

dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan

penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya

komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus

kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan

penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia. (2)

Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata

sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.

Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa

bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak

tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut

yang luas. (2)

Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di

Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi

karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui

penyebabnya. (3)

1.2 Tujuan

Mengetahui dan memahami dalam hal penegakan diagnosis dan

penatalaksanaan dari Ulkus Kornea serta membandingkan antara temuan klinis

serta teori yang di dapatkan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea

Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan

kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,

lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea

dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan

diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima

lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel

konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan

endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan

lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem

karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat

menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo. (1)

Gambar 1. Anatomi Kornea

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:

1. Lapisan epitel

Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang

saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel

gepeng.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong

kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi

sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya

dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula

okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa

yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat

kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.

Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

2. Membran Bowman

Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan

kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari

bagian depan stroma.

Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Jaringan Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu

dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur

sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya

kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang

sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang

merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga

keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam

perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descement

Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma

kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.

Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,

mempunyai tebal 40 µm.

5. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-

40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui

hemidosom dan zonula okluden. (4)

Gambar 2. Corneal Cross Section

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar

longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk

ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung

Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya

regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.

(4)

Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour

aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar

dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,

avaskularitasnya dan deturgensinya. (1)

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata

disebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri

dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi

kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularisasinya dan

deturgensinya. Secara klinis, kornea dibagi dalam beberapa zona yang

mengelilingi dan menyatu satu dengan yang lain, seperti pada gambar dibawah ini:

2.2 Definisi Ulkus Kornea

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat

kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai

defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari

epitel sampai stroma. (2), (4)

2.3 Epidemiologi

Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi

ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,

sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,

pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya.

Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru

mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan

peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan

kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak.

Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi

jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea

seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan.

Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea,

yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara

ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan

kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma

termasuk trauma kornea. (3)

2.4 Faktor Resiko

Faktor resiko terjadinya ulkus kornea dapat dibedakan atas dua, yaitu : (2)

1. Faktor Okular

a. Trauma

Trauma akibat tumbuh-tumbuhan, trauma kimia dan panas, Iatrogenik

trauma ocular, seperti Keratoplasty dan Keratorefractive surgery.

b. Abnormalitas pada permukaan mata

Misdirection of lashes, Incomplete lid closure

c. Infeksi pada adneksa

Blepharitis, Meibomitis, Dry Eye. Dacryocystitis.

d. Nutrisi

Defisiensi vitamin A

e. Lensa kontak

Kebersihan lensa kontak, penggunaan solusi yang terkontaminasi

f. Compromised cornea

Viral keratitis, bullous keratoplasty, recurrent erosion syndrome,

Neurotrophic keratitis.

2. Faktor Sistemik

Diabetes mellitus, Stevens Johnson Syndrome, Blepharoconjunctivitis,

Infeksi Gonococcal dengan konjungtivitis, Immunocompromised status.

2.5 Patofisiologi

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,

dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan

sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama

terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan

kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh

karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan

penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. (5)

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak

segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.

Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma

kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi

pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.

Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit

polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak

sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan

permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah

ulkus kornea. (6)

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada

kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan

fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama

palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat

progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan

iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang

berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. (1)

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.

Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini

menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil

dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi

bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma

maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya

sikatrik. (5)

2.6 Etiologi (1), (4), (5), (6)

a. Infeksi

Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies

Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus

berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret

yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi

P aeruginosa.

Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,

Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.

Infeksi virus

Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk

khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel

yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi

pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral.

Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).

Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air

yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi

kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal

pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan

garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan

pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.

b. Noninfeksi

Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.

Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,

organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata

maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila

konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya

kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara

lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium

hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen

kornea.

Radiasi atau suhu

Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari

yang akan merusak epitel kornea.

Sindrom Sjorgen

Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis

sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat

disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid),

kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang

menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada

keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada

epitel kornea terpulas dengan flurosein.

Defisiensi vitamin A

Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan

vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna

dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.

Obat-obatan

Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;

kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan

golongan imunosupresif.

Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.

Pajanan (exposure)

Neurotropik

c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

Granulomatosa wagener

Rheumathoid arthritis

2.7 Klasifikasi (1), (6)

Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:

1. Ulkus kornea sentral

a. Ulkus kornea bakterialis

b. Ulkus kornea fungi

c. Ulkus kornea virus

d. Ulkus kornea acanthamoeba

2. Ulkus kornea perifer

a. Ulkus marginal

b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)

c. Ulkus cincin (ring ulcer)

Ulkus Kornea Sentral

a. Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah

tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk

cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan

menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok

pneumonia.

Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik

kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila

tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma

dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen

yaitu reaksi radangnya minimal.

Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral

kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.

Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48

jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang

dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin.

Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.

Ulkus kornea Bakterialis Ulkus kornea pseudomonas

Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang

dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga

memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat

dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran

ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini

terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak

selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila

ditemukan dakriosistitis.

b.. Ulkus Kornea Fungi

Ulkus kornea e.c jamur adalah ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur,

biasanya karena trauma dengan tumbuh-tumbuhan, tanah, atau karena pemakaian

kortikosteroid sembarangan yang menurunkan resistensi epitel kornea.

Etiologi secara ringkas dapat dibedakan :

1. Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler dengan cabang-

cabang hifa.

a) Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp,

Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp,

Curvularia sp, Altenaria sp.

b) Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.

2. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas :

Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.

3. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan

membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp,

Sporothrix sp.

Tampaknya di Asia Selatan dan Asia Tenggara tidak begitu berbeda

penyebabnya, yaitu Aspergillus sp dan Fusarium sp, sedangkan di Asia Timur

Aspergillus sp.

Pada pasien dengan ulkus kornea karena jamur, biasanya terdapat riwayat

trauma mata saat beraktivitas di luar/lapangan. Selain itu juga perlu diketahui

faktor risiko yang dimiliki, seperti:

- Trauma (misalnya, lensa kontak, benda asing); dalam sebuah studi tentang

keratitis jamur dari Florida Selatan, trauma dengan terhadap tumbuhan adalah

faktor risiko utama pada 44% pasien.

- Penggunaan kortikostreroid topical.

- Operasi kornea seperti keratoplasti, operasi katarak kornea bersih (tanpa

benang), atau laser in situ keratomileusis (LASIK).

- Keratitis kronis karena herpes simpleks, herpes zoster, atau konjungtivitis

vernal.

- Laki-laki muda.

- Sehat.

- Tidak memiliki penyakit mata yang signifikan.

- Riwayat trauma sebelumnya (terutama karena tumbuhan)

- Pekerjaan pertanian.

Manifestasi Klinik :

Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut :

1. Riwayat trauma terutama tumbuhan, tanah, dan pemakaian streoid topikal

lama.

2. Kurang nyeri dibandingkan dengan ulkus bakteri

3. Ulkus luas, tepi ulkus sedikit menonjol, kering dan irregular, putih abu-abu,

atau coklat sesuai koloni jamur. Tonjolan seperti hifa di bawah endotel utuh.

4. Lesi satelit

5. Plak endotel

6. Hipopion, kadang-kadang rekuren

7. Formasi cincin sekeliling ulkus

8. Lesi kornea yang indolen

Reaksi di atas timbul akibat investasi jamur pada kornea yang

memproduksi mikotoksin, enzim-enzim serta antigen jamur sehingga terjadi

nekrosis kornea dan reaksi radang yang cukup berat.

Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang

agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu

pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di

bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang

dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak

lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan

radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.

Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi

Diagnosis Laboratorium :

1. Melakukan pemeriksaan kerokan kornea

Pemeriksaan kerokan kornea sebaiknya dengan menggunakan spatula kimura

yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan

pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India, dengan angka

keberhasilan masing-masing 20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80%.

2. Biopsi Jaringan kornea

Diwarnai dengan Periodic acid schiff atau Methenamine Silver.

3. Nomarski differential interference contrast microscope

Untuk melihat morfologi jamur dari kerokan kornea (metode Nomarski).

Penatalaksanaan :

Untuk penatalaksanaan jamur pada kornea pengobatan didasarkan pada jenis dari

jamur.

1. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya : berikan topikal Amphotericin

B 0,25 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan

Imidazole.

2. Jenis jamur telah diidentifikasi

a. Jamur berfilamen : topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin,

Imidazle.

b. Ragi (yeast) : Amphotericin B, Natamycin, Imidazole

c. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati : Golongan

sulfa, berbagai jenis antibiotik.

Pemberian Amphotericin B subkonjungtival hanya untuk usaha terakhir.

Steroid topikal adalah kontraindikasi, terutama pada saat terapi awal. Diberikan

juga obat siklopegik (atropin) guna mencegah sinekia posterior untuk mengurangi

uveitis anterior.

Terapi bedah dilakukan membantu medikamentosa yaitu :

1. Debridement

2. Flap konjungtiva, partial atau total

3. Keratoplasti tembus

- Penyembuhan lama dan anti jamur topikal masih diperlukan paling kurang

3 minggu setelah epitelisasi sempurna terjadi.

- Penanganan yang tidak akurat sering terjadi perforasi kornea dan diakhiri

dengan eviserasi.

c. Ulkus Kornea Virus

Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit

dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala

kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva

hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat

dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex.

Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah.

Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya

disertai dengan infeksi sekunder.

Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus

herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai

dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di

permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.

terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat

pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif,

jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya

Ulkus Kornea Dendritik Ulkus Kornea Herpetik

d. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,

kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin

stroma, dan infiltrat perineural.

Ulkus Kornea Acanthamoeba

Ulkus Kornea Perifer

a. Ulkus Marginal

Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk

ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus,

toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok

arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya

lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan

lain-lain.

Ulkus Marginal

b. Ulkus Mooren

Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral.

ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang

belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori

hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang

satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan

kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.

Mooren's Ulcer

c. Ring Ulcer

Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang

berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,

kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang

dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya

tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.

2.8 Manifestasi Klinis

Gejala ulkus kornea yang didapat dari anamnesa pada umumnya adalah

penurunan ketajaman penglihatan, fotofobia, sensasi adanya benda asing pada

mata, rasa sakit, mata merah, mata bengkak, dan discharge. (7) Penurunan tajam

penglihatan disebabkan terganggunya fungsi pembiasan cahaya oleh kornea

terutama jika lesi terletak ditengah. Fotofobia terjadi akibat kontraksi iris yang

meradang. Pada sebagian besar penyakit kornea terdapat fotofobia yang berat,

fotofobia ringan hanya terdapat pada keratitis herpes karena hipestesi yang terjadi.

Fotofobia merupakan salah satu tanda diagnostic penyakit kornea. Rasa sakit

dikarenakan kornea memiliki banyak serabut nyeri. Rasa sakit ini diperhebat oleh

gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai

sembuh. Discharge biasanya tidak disertai kotoran mata, kecuali pada ulkus

bakteri purulen. (5) Perlu juga ditanyakan adanya riwayat penggunaan lensa

kontak, trauma, operasi atau luka pada mata dan adanya penyakit sistemik atau

penyakit mata serta penggunaan obat-obat topikal pada mata seperti kortikosteroid.

Tingkat keparahan gejala tergantung pada jenis organism penyebab, kondisi

pasien, dan durasi gejala. (7)

Pada pemeriksaan fisik, penurunan tajam penglihatan bergantung pada

lokasi ulkus kornea. Terdapat inflamasi pada palpebra dan konjungtiva. Reaksi

konjungtiva biasanya tidak spesifik. Discharge purulen tampak pada sakus

konjungtiva dan diatas permukaan ulkus. Secara khas terdapat pericorneal vascular

injection. Infiltrasi stroma menghasilkan kekeruhan berwarna putih pada kornea.

Spasme muskulus siliaris dan inflamasi pada iris menyebabkan miosis pupil.

Ulkus seringkali berbentuk bulat atau oval dengan batas yang jelas, dasar ulkus

kasar, dan berwarna kelabu. (8), (7)

Pada ulkus aktif dengan pemeriksaan Slitlamp akan tampak sejumlah sel

atau flare dan debris pada lapisan prekorneal, menghilangnya epitel kornea di

daerah ulkus, edema stoma, lipatan descement, descemetokel dan perforasi. Juga

ditemukan dilatasi pembuluh iris yang merupakan fenomena reflex yang

disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Gangguan vaskularisasi iris

menimbulkan reaksi jaringan uvea berupa hipopion, hifema, dan sinekia posterior.

(3), (4) Dengan pemeriksaan Slitlamp dapat ditentukan derajat keparahan ulkus

kornea seperti tampak pada table. Pembagian derajat ini dapat digunakan sebagai

acuan untuk menentukan terapi. (7)

Tabel 2.1 Derajat Ulkus Kornea (7)

Karakteristik Ringan Sedang Berat

Ukuran Ulkus (mm)

Kedalaman Ulkus (%)

Infiltrat

Sklera

< 2

< 20

Dense,

superfisial,

terbatas pada

dasar ulkus

Tidak terlibat

2-5

20-50

Dense, meluas ke

mid stroma

Tidak terlibat

> 5

> 50

Dense, meluas lebih

dalam dari mid

stroma hingga

mencapai sclera

Mungkin terlibat

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :

Gejala Subjektif

Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva

Sekret mukopurulen

Merasa ada benda asing di mata

Pandangan kabur

Mata berair

Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus

Silau

Nyeri

Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat

pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel

kornea.

Gejala Objektif

Injeksi siliar

Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

Hipopion

2.9 Diagnosis (1), (3), (5)

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.

Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya

riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang

bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering

kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien

seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,

virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat

penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi

imunosupresi khusus.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi

siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat

dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.

Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :

Ketajaman penglihatan

Tes refraksi

Tes air mata

Pemeriksaan slit-lamp

Keratometri (pengukuran kornea)

Respon reflek pupil

Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Gambar 12. Kornea ulcer dengan fluoresensi

Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau

KOH)

Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula

kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan

pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi

jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya

dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Pewarnaan gram ulkus kornea Pewarnaan gram ulkus kornea

herpes simplex herpes zoster

Pewarnaan gram ulkus kornea Pewarnaan gram ulkus kornea

bakteri akantamoeba

2.10 Diagnosis Banding (9)

Konjungtiviti

s

Keratitis/Ulkus

Kornea

Iritis Akut Glaukoma

Akut

Sakit Kesat Sedang Sedang sampai

hebat

Hebat dan

menyebar

Kotoran Sering Purulen Hanya reflek

epiforia

Ringan -

Fotofobia Ringan - Hebat Sedang

Kornea Jernih Fluoresein (++

+)

Presipitat Edema

Iris Normal “Muddy” Abu-abu

kehijauan

Penglihatan N < N < N < N

Sekret (+) (-) (-) (-)

Tekanan N N < N < N +++

Injeksi Konjungtival Siliar Siliar Episkleral

Uji Bakteri Sensibilitas Infeksi local Tonometri

2.11 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi bakteri dari kornea,

menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea,

mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta

memperbaiki tajam penglihatan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian

terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas

mikroorganisme penyebab. (3)

Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat

untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti desmetokel,

perforasi, endoftalmitis bahkan kebutaan. Dengan pengobatan, ulkus kornea dapat

sembuh tetapi mungkin akan meninggalkan serat-serat keruh yang menyebabkan

pembentukan jaringan parut dan mengganggu fungsi penglihatan. Komplikasi

lainnya adalah infeksi dibagian kornea yang lebih dalam, perforasi kornea

(pembentukan lubang), kelainan letak iris dan kerusakan mata. (2), (3)

Tergantung kepada penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang

mengandung antibiotic, anti-virus, atau anti-jamur. Untuk mengurangi peradangan

bisa diberikan tetes mata kortikosteroid. Ulkus yang berat mungkin perlu diatasi

dengan pembedahan (pencangkokan kornea). (2), (3)

Pemberian antibiotic seawal mungkin sangat membantu, karena bakteri merupakan

penyebab yang paling sering. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium,

pengobatan dilanjutkan dengan obat yang sesuai. Mengetahui faktor predisposisi,

etiologi, dan terapi yang tepat akan membantu dalam diagnosis serta

penatalaksanaan ulkus kornea. (3)

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh

spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan

pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang

mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi

peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien

tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat

sistemik.

Penatalaksanaan Ulkus Kornea yang dianjurkan : (10)

Ukuran Ulkus Lokasi pada Kornea Penatalaksanaan

< 3 mm Tidak Pada Sumbu

Mata

- Rawat Jalan

- Antibiotika topical tiap jam

> 3 mm ataupun ≤ 3

mm (Berapapun

ukurannya)

Pada Sumbu Mata - Rawat Inap

- Antibiotika topical tiap ¼ jam

- Antibiotika subkonjungtiva

> 3 mm + hipopion Di segala Tempat - Rawat Inap

- Antibiotika topical tiap ¼ jam

- Antibiotika subkonjungtiva

- Antibiotika parenteral

a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah

1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya

2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang

3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin

dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih

4. Berikan analgetik jika nyeri

b. Penatalaksanaan medis

1. Pengobatan konstitusi

Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum

yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan

makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian

roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin

C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak

sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau

10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik.

Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai

melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan

bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.

2. Pengobatan lokal

Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.

Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.

Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada

hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.

Infeksi pada mata harus diberikan :

Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,

Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.

Efek kerja sulfas atropine :

- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.

- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.

Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya

akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan

lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga

sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah

pembentukan sinekia posterior yang baru

Skopolamin sebagai midriatika.

Analgetik.

Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain,

atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.

Antibiotik

Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang

berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi

subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan

salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat

menimbulkan erosi kornea kembali.

Anti jamur

Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya

preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang

dihadapi bisa dibagi :

1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal

amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin

> 10 mg/ml, golongan Imidazole

2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,

Natamicin, Imidazol

3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol

4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai

jenis anti biotik

Anti Viral

Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan

streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum

luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.

Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,

interferon inducer.

Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat

menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik

terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan

pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.

Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :

1. Kauterisasi

a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni

trikloralasetat

b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau

termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang

mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna

keputih-putihan.

2. Pengerokan epitel yang sakit

Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak

menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan

yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.

Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari

sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi

perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau

sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.

Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan

sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan

melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya

baru saja, maka dapat dilakukan :

Iridektomi dari iris yang prolaps

Iris reposisi

Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva

Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat

Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita

obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya

sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.

Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea

ditepi perforasi.

3. Keratoplasti

Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak

berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan,

kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta

memenuhi beberapa kriteria yaitu :

1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita

2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.

3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Keratoplasti

2.12 Pencegahan (8)

Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi

kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil

pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat

buruk bagi mata.

- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata

- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa

menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan

basah

- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan

merawat lensa tersebut.

2.13 Komplikasi (8)

Komplikasi yang paling sering timbul berupa:

Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat

Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis

Prolaps iris

Sikatrik kornea

Katarak

Glaukoma sekunder

2.14 Prognosis (3), (8)

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat

lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada

tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu

penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin

tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya

komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama

mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak

ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat

menimbulkan resistensi.

Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan

dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua

metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan

pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat

sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar,

perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan

granulasi dan kemudian sikatrik.

BAB III

LAPORAN KASUS

Anamnesis

Anamnesis didapatkan secara autoanamnesis dan pemeriksaan fisik

dilakukan pada tanggal 26 Maret 2013 di Poli Mata RSUD. AWS.

Identitas Pasien

Nama : An. AS

Umur : 12 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar kelas 6 SD

Alamat : Jl. Separi 1 Tenggarong Seberang

Keluhan Utama : Mata kanan berair serta pandangan kabur

Riwayat Penyakit Sekarang :

Mata kanan berair serta pandangan kabur dialami sejak 5 hari yang lalu.

Mata yang berair memiliki sifat cairan yang jernih dengan jumlah yang cukup

banyak, tidak disertai sekret kental maupun lengket. Sedangkan pandangan kabur

dirasakan terutama saat melihat melihat jauh yang dialami secara perlahan-lahan.

Keluhan pasien juga disertai dengan mata merah dan silau yang diikuti

nyeri ketika melihat cahaya yang terang. Pada hari pertama keluhan, pasien

merasakan nyeri dimata namun saat ini nyeri sudah berkurang. Tidak ada demam

maupun nyeri tenggorokan, nyeri kepala atau lesi kulit lainnya yang menyertai.

Sebelum timbul keluhan, pasien sedang membantu ayahnya menggiling

padi dan tiba-tiba mata kanan pasien terkena percikan padi tersebut.

Riwayat Penyakit Dahulu :

o Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.

o Pasien tidak pernah menderita penyakit mata sebelumnya.

o Pasien tidak memiliki riwayat alergi

Riwayat Penyakit Keluarga :

o Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal serupa

o Tidak ada keluarga pasien yang sedang menderita penyakit mata

o Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat alergi

Riwayat Kebiasaan

o Pasien tidak pernah menggunakan lensa kontak

Riwayat Pengobatan

o 1 hari setelah timbul keluhan, pasien berobat ke dokter umum dan

mendapat terapi C Xytrol, Paracetamol, Cefadroxil, methylprednisolon.

o Tidak ada riwayat operasi mata sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Sakit Sedang

Kesadaran : Kompos Mentis

Tanda Vital : Nadi : 88 kali/menit

RR : 20 kali/menit

T : 36,8 C

Status Generalisata

Kepala dan leher : Dalam batas normal

Thoraks : Dalam batas normal

Abdomen : Dalam batas normal

Ekstremitas : Dalam batas normal

Status Oftalmologi

Pemeriksaan Okuli dekstra Okuli sinistra

Visus 6/15 6/6

Posisi Bola Mata Ortoforia Ortoforia

Pergerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Silia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Palpebra Superior Edema (+) Tidak ada kelainan

Palpebra Inferior Edema (+) Tidak ada kelainan

Konjungtiva Bulbi Injeksi Silier Tidak ada kelainan

Kornea Bercak infiltrat warna

keabu-abuan dengan

batas tegas irregular arah

Jam 5

Jernih

COA Kedalaman cukup Kedalaman cukup

Pupil Bulat, reguler, diameter 3

mm, refleks cahaya (+)

Bulat, reguler, diameter 3

mm, refleks cahaya (+)

Iris Warna cokelat Warna cokelat

Lensa Jernih Jernih

TIO (palpasi) Normal Normal

Epifora (+) (-)

Sensibilitas Kornea (+) Normal (+) Normal

Slit Lamp Ukuran lesi ± 2 mm

Kedalaman lesi < 20%

Sklera tidak terlibat

Tidak ada kelainan

Fluoresensi Tepi lesi berwarna hijau -

Okuli Dextra Okuli Dextra + Fluoresensi (+)

Diagnosis Kerja

Ulkus Kornea derajat Ringan Suspek Et causa Jamur Okuli Dekstra

Diagnosis Banding

o Ulkus Kornea ec Virus Okuli Dekstra

o Ulkus Kornea ec Bakteri Okuli Dekstra

o Keratitis Okuli Dekstra

Penatalaksanaan

Planning :

Diagnostik : Pewarnaan Kerokan Kornea dengan Giemsa/KOH/Gram

Kultur kerokan kornea

Terapi : - Natrium diklofenak 25 mg 2x1 tablet

- Vitamin C 500 mg 1x1 tablet

- Natamycin eye drop 4x1 gtt OD

- Cloramphenicol eye drop 2x1 gtt OD

- Ciprofloxacin 500 mg 2x1 tablet

Monitoring :

Kontrol 3 hari lagi untuk melihat perbaikan gejala/keluhan lanjut dari

pasien.

Edukasi :

Hindari memegang atau menggosok-gosok mata yang sakit

Mengistirahatkan mata yang sakit

Menjaga higienitas diri dengan selalu mencuci tangan sebelum/setelah

menyentuh mata

Menggunakan obat tetes mata/kain pembersih mata tidak secara berganti-

gantian.

Prognosis

At vitam : Bonam

At functionam : Dubia ad Bonam

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien An.AS, berusia 12 tahun berobat ke poliklinik mata pada tanggal 26

Maret 2013 dengan keluhan Mata kanan berair serta pandangan kabur dialami

sejak 5 hari yang lalu. Mata yang berair memiliki sifat cairan yang jernih dengan

jumlah yang cukup banyak, tidak disertai sekret kental maupun lengket.

Pandangan kabur dirasakan terutama saat melihat melihat jauh yang dialami secara

perlahan-lahan.Pasien juga mengeluhkan mata merah dan silau yang diikuti nyeri

ketika melihat cahaya yang terang. Pada hari pertama keluhan, pasien merasakan

nyeri dimata namun saat ini nyeri sudah berkurang. Tidak ada demam maupun

nyeri tenggorokan, nyeri kepala atau lesi kulit lainnya yang menyertai. Sebelum

timbul keluhan, pasien sedang membantu ayahnya menggiling padi dan tiba-tiba

mata kanan pasien terkena percikan padi tersebut. Riwayat pengobatan 1 hari

setelah timbul keluhan, pasien berobat ke dokter umum dan mendapat terapi C

Xytrol, Paracetamol, Cefadroxil, methylprednisolon.

Pada pemeriksaan oftalmologi oculi dextra didapatkan visus yang menurun

(6/15), Edema palpebra, pada konjungtiva didapatkan injeksi siliar, pada kornea

didapatkan bercak infiltrat warna keabu-abuan dengan batas tegas irregular arah

Jam 5, Fluoresensi (+), dan pada pemeriksaan dengan Slitlamp didapatkan Ukuran

lesi < 3 mm, Kedalaman lesi < 20%, sklera tidak terlibat. Pada pasien ini

didiagnosis sebagai ulkus kornea dextra.

Pada hasil anamnesa didapatkan keluhan mata berair, mata merah, silau,

nyeri ketika melihat cahaya terang dan penglihatan kabur. Beberapa literatur

menyebutkan kornea memiliki banyak serabut nyeri. Oleh karena itu, kebanyakan

lesi kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan

fotofobia. Rasa sakit ini diperberat dengan gesekan palpebra (terutama palpebra

superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi

sebagai jendela bagi mata dan berfungsi membiaskan cahaya, perubahan dalam

bentuk dan kejernihan kornea segera mengganggu pembentukan bayangan yang

baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat

mengaburkan penglihatan yang hebat terutama jika terletak di sentral. Fotofobia

pada ulkus kornea terjadi akibat kontraksi dari iris yang meradang. Dilatasi

pembuluh darah iris merupakan fenomena refleks yang disebabkan oleh iritasi

pada ujung saraf kornea. Selain fotofobia, mata berair umumnya juga menyertai

ulkus kornea.

Menurut literatur pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala objektif berupa

injeksi siliar, bercak infiltrat, hilangnya jaringan kornea, dan penurunan visus.

Pada pasien ini didapatkan injeksi siliar, pada kornea didapatkan bercak infiltrate

(+), tes fluoresensi (+) yang menandakan terdapatnya defek pada kornea. Defek

pada kornea disebabkan oleh adanya trauma yaitu mata kanan pasien terkena

percikan padi saat menggiling padi membantu ayahnya. Pasien ini juga didapatkan

penurunan visus. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan

membiaskan cahaya, lesi kornea pada umumnya mengaburkan penglihatan

terutama jika terletak di sentral.

Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik di atas dapat diketahui bahwa

pasien tersebut menderita ulkus kornea. Ulkus kornea ini harus dibedakan dengan

ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur, bakteri, acanthamoeba, dan yang

disebabkan oleh virus. Ulkus kornea karena jamur, merupakan yang paling banyak

dijumpai pada pekerjaan petani dan mayoritas laki-laki yang kerjanya sehari-

harinya bekerja dalam bidang pertanian, kasus yang paling banyak dijumpai

karena mengalami trauma langsung dengan bahan-bahan alami yang berhubungan

dengan pekerjaan. Juga karena Indonesia mempunyai iklim tropis dan dan

sebagian besar bekerja sebagai Petani. Pada pasien diketahui membantu ayahnya

bekerja menggiling padi dan mata kanan didapatkan keluhan setelah kejadian

tersebut dan merupakan faktor resiko mayor. Keluhan baru timbul setelah 5 hari

rudapaksa atau 3 minggu kemudian. Pasien akan mengeluh sakit mata hebat, berair

dan silau hal ini sesuai dengan keluhan yang didapat dari anamnesa. Peningkatan

kejadian ulkus kornea juga sejalan dengan dipakainya obat kortikosteroid dalam

pengobatan mata atau berhubungan dengan pemakaian lensa kontak lunak. Pada

pasien sudah diobati dengan kortikosteroid topikal yang diketahui dapat

mengaktivasi dan meningkatkan virulensi organisme jamur dan menurunkan

resistensi kornea terhadap infeksi.

Ulkus kornea karena jamur mempunyai gejala mata merah, berair, nyeri

pada mata, silau, dan disertai pandangan kabur. Tanda-tanda ulkus kornea karena

jamur antara lain suatu infiltrat dengan tepi ulkus sedikit menonjol,tekstur yang

kasar, kering dan irregular, putih keabu-abuan, atau coklat sesuai koloni jamur.

Tonjolan seperti hifa di bawah endotel utuh, Lesi satelit, Plak endotel, Hipopion,

Formasi cincin sekeliling ulkus, Lesi kornea yang indolen. Reaksi di atas timbul

akibat investasi jamur pada kornea yang memproduksi mikotoksin, enzim-enzim

serta antigen jamur sehingga terjadi nekrosis kornea dan reaksi radang yang cukup

berat. Pada pasien dengan ulkus kornea karena jamur, biasanya terdapat riwayat

trauma mata saat beraktivitas di luar/lapangan dan faktor resiko salah satunya

riwayat penggunaan kortikosteroid. Pada pasien ini pasien sedang membantu

ayahnya menggiling padi dan tiba-tiba mata kanan pasien terkena percikan padi

tersebut. Biasanya ulkus ini didahului oleh trauma yang merusak epitel kornea dan

akibat cacat pada kornea tersebut maka mudah terjadi invasi kuman ke dalam

kornea. Selain itu adanya riwayat pengobatan 1 hari setelah timbul keluhan, pasien

berobat ke dokter umum dan diberi metilpredison yang merupakan kortikosteroid

yang dikonsumsi selama 5 hari namun tidak ada perbaikan bahkan menimbulkan

ulkus. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien, gejala dan tanda dari

ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur didapatkan pada pasien tersebut.

Namun, pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang dikarenakan

keterbatasan biaya pasien.

Pemeriksaan laboratorium sangat berguna untuk membantu membuat

diagnosa kausa. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa

awab dan kultur dari kornea untuk mengetahui dan memastikan penyebab dari

ulkus kornea tersebut. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus yang

memakai larutan KOH. Pemeriksaan bakteri dilakukan kerokan kornea dan

pemeriksaan mikrobiologi gram, kultur dan uji resistensi. (9)

Terapi pada pasien ini adalah Natrium diklofenak 25 mg 2x1 tablet,

Vitamin C 500 mg 1x1 tablet, Natamycin eye drop 4x1 gtt OD, Cloramphenicol

eye drop 2x1 gtt OD, Ciprofloxacin 500 mg 2x1 tablet.

Penggunaan Natamycin adalah pengobatan standar keratitis atau ulkus

kornea karena jamur pada negara yang telah ditetapkan oleh FDA (Food drugs and

Administration) merupakan standar yang paling banyak digunakan pada negara

berkembang. Natamycine dari golongan poliene yang berdaya anti fungi dengan

mengikat pada dinding sel fungi dan mengganggu permeabilitas membran jamur

sehingga terjadi ketidakseimbangan intraseluler. Polyene dengan molekul kecil

seperti Natamycin menyebabkan lisis permanen membran dibanding perubahan

reversibel oleh yang bermolekul besar seperti Nystatin, Amphotericin B..

Golongan ini mempunyai daya antifungi spektrum luas misalnya untuk Candida,

Asperillgus, dan Fusarium,tetapi tidak efektif terhadap Actinomyces dan Nocardia

Pemberian antibiotik seperti ciprofloxazin dan chloramphenicol bertujuan

untuk mencegah adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat memperburuk

perlangsungan penyakit penderita. Ditambahkan juga obat anti nyeri seperti

natrium diklofenak 50 mg untuk mengurangi rasa nyeri yang hebat akibat

perangsangan saraf-saraf di kornea yang secara anatomis memiliki banyak serat

saraf untuk inervasi. Vitamin C diberikan untuk reepitelisasi kornea dan

penyembuhan ulkus.

Edukasi yang diberikan pada pasien adalah memberitahukan pasien bahwa

pasien menderita ulkus kornea yang kemungkinan disebabkan oleh jamur akibat

mata kanan terkena percikan padi, dimana penyakit ini membutuhkan penanganan

yang tepat dan keteraturan pasien dalam mengkonsumsi obat. Pasien diminta

untuk menghentikan pemakaian terapi sebelumnya. Selain itu pasien juga

diperingatkan agar menjaga higiene dan menghindari tindakan menggosok-gosok

mata dengan tangan atau jari tangan karena dapat memperberat lesi. Diberitahukan

kepada pasien tentang cara pemberian terapi, tujuan terapi dan efek samping

terapi. Pada pasien penting dilakukan monitoring visus untuk mengetahui apakah

ada perbaikan tajam penglihatan atau tidak.

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat

lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada

tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu

penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin

tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya

komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama

mungkin juga dipengaruhi kataatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak

ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat

menimbulkan resistensi. Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus

disembuhkan dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh

dengan dua metode yaitu migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan

mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisialis

yang kecil dapat sembuh dnegan cepat malalui metode yang pertama, tetapi ulkus

yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat

membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik. Dengan pengobatan ulkus

kornea dapat sembuh tetapi mungkin akan meninggalkan serat-serat keruh yang

menyebabkan pembentukan jaringan parut dan mengganggu fungsi penglihatan.

Pada pasien ini kemungkinan prognosisnya baik karena defek epitel korneanya

kecil dan belum menutupi seluruh kornea dan pada pemeriksaan visus mata kanan

didapatkan 6/15, namun kedepannya dapat meninggalkan parut/scar pada kornea

mata.

BAB V

KESIMPULAN

Pasien jenis kelamin laki-laki dengan nama An.AS usia 12 tahun datang

dengan keluhan mata kanan berair, mata merah, silau, nyeri ketika melihat cahaya

terang dan penglihatan kabur. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosa Ulkus Kornea derajat Ringan Suspek

Et causa Jamur Okuli Dekstra

Pada pasien ini diberikan terapi berupa Natrium diklofenak 25 mg 2x1

tablet, Vitamin C 500 mg 1x1 tablet, Natamycin eye drop 4x1 gtt OD,

Cloramphenicol eye drop 2x1 gtt OD, Ciprofloxacin 500 mg 2x1 tablet. Prognosis

pada pasien ini secara vitam adalah Bonam dan secara fungtionam adalah Dubia

ad Bonam

Secara umum, alur penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pada pasien

ini sudah tepat menurut literatur yang ada.

Bagian Ilmu Penyakit Mata Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Mulawarman

ULKUS KORNEA OCCULI DEXTRA SUSPEK ET CAUSA

JAMUR

Disusun Oleh :

Nanik Herlina HP

Tatik Handayani

0708015050

0708015045

Pembimbing :

dr. Syamsul Hidayat, Sp.M

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Ilmu Kedokteran Penyakit Mata

Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Mulawarman

Samarinda

2013

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, D. Opthalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika, 2010.

2. Anonimous. Ulkus Kornea. [Online] 2007. [Cited: Maret 27, 2013.] http//www.medicastore.com.

3. Suharjo, FW. Tingkat Keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. [Online] 2007. [Cited: Maret 27, 2013.] http://www.tempo.co.id.

4. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga. Jakarta : FKUI, 2009.

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata, Indonesia. Ulkus Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-2. Jakarta : Sagung Seto, 2010.

6. Wijaya, N. Ulkus Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata Cetakan ke-4. 1989.

7. Smolin, Gilbert and Richard. The cornea: Scientific Foundation and Clinical Practice Secon Edition. United States : Little,Brown and Company Boston, 1987.

8. Anonymous. Corneal Ulcer. [Online] 2011. [Cited: Maret 28, 2013.] http://www.HealthCare.com.

9. Biswell, R, Vaughan, D and and Asbury, T. General Ophtalmology edisi 17. USA : Appleton & Lange, 2008. p. 126-127.

10. Mansjoer, Arif,dkk. Ilmu Penyakit Mata dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : FKUI, 2000. Hal 56-57.