Upload
rizkyaisyahsoraya
View
185
Download
56
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mata
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan
dan ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini
dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini
dan diobati secara memadai. (1)
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang
uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif
jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan
oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam
mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat
daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema
kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel
epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film
air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-
faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan
keadaan dehidrasi. (1)
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan
dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke
dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea
merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri,
menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea. (2)
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea
dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan
penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya
komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus
kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan
penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia. (2)
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa
bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak
tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut
yang luas. (2)
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi
karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui
penyebabnya. (3)
1.2 Tujuan
Mengetahui dan memahami dalam hal penegakan diagnosis dan
penatalaksanaan dari Ulkus Kornea serta membandingkan antara temuan klinis
serta teori yang di dapatkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan
diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel
konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan
endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan
lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem
karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat
menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo. (1)
Gambar 1. Anatomi Kornea
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel
gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi
sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya
dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa
yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang
sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-
40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidosom dan zonula okluden. (4)
Gambar 2. Corneal Cross Section
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk
ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya
regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
(4)
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya. (1)
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata
disebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri
dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi
kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularisasinya dan
deturgensinya. Secara klinis, kornea dibagi dalam beberapa zona yang
mengelilingi dan menyatu satu dengan yang lain, seperti pada gambar dibawah ini:
2.2 Definisi Ulkus Kornea
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma. (2), (4)
2.3 Epidemiologi
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi
ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya.
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru
mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan
peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan
kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak.
Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi
jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea
seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan.
Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea,
yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara
ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan
kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma
termasuk trauma kornea. (3)
2.4 Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya ulkus kornea dapat dibedakan atas dua, yaitu : (2)
1. Faktor Okular
a. Trauma
Trauma akibat tumbuh-tumbuhan, trauma kimia dan panas, Iatrogenik
trauma ocular, seperti Keratoplasty dan Keratorefractive surgery.
b. Abnormalitas pada permukaan mata
Misdirection of lashes, Incomplete lid closure
c. Infeksi pada adneksa
Blepharitis, Meibomitis, Dry Eye. Dacryocystitis.
d. Nutrisi
Defisiensi vitamin A
e. Lensa kontak
Kebersihan lensa kontak, penggunaan solusi yang terkontaminasi
f. Compromised cornea
Viral keratitis, bullous keratoplasty, recurrent erosion syndrome,
Neurotrophic keratitis.
2. Faktor Sistemik
Diabetes mellitus, Stevens Johnson Syndrome, Blepharoconjunctivitis,
Infeksi Gonococcal dengan konjungtivitis, Immunocompromised status.
2.5 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan
sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama
terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh
karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. (5)
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea. (6)
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. (1)
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik. (5)
2.6 Etiologi (1), (4), (5), (6)
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret
yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi
P aeruginosa.
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel
yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi
pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral.
Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi
kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal
pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan
garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan
pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,
organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata
maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila
konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya
kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara
lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium
hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen
kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari
yang akan merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis
sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat
disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid),
kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang
menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada
keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada
epitel kornea terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna
dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan
golongan imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
2.7 Klasifikasi (1), (6)
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk
cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok
pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik
kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila
tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma
dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen
yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral
kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.
Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48
jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang
dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin.
Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
Ulkus kornea Bakterialis Ulkus kornea pseudomonas
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang
dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga
memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat
dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran
ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini
terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak
selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila
ditemukan dakriosistitis.
b.. Ulkus Kornea Fungi
Ulkus kornea e.c jamur adalah ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur,
biasanya karena trauma dengan tumbuh-tumbuhan, tanah, atau karena pemakaian
kortikosteroid sembarangan yang menurunkan resistensi epitel kornea.
Etiologi secara ringkas dapat dibedakan :
1. Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler dengan cabang-
cabang hifa.
a) Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp,
Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp,
Curvularia sp, Altenaria sp.
b) Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
2. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas :
Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
3. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan
membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp,
Sporothrix sp.
Tampaknya di Asia Selatan dan Asia Tenggara tidak begitu berbeda
penyebabnya, yaitu Aspergillus sp dan Fusarium sp, sedangkan di Asia Timur
Aspergillus sp.
Pada pasien dengan ulkus kornea karena jamur, biasanya terdapat riwayat
trauma mata saat beraktivitas di luar/lapangan. Selain itu juga perlu diketahui
faktor risiko yang dimiliki, seperti:
- Trauma (misalnya, lensa kontak, benda asing); dalam sebuah studi tentang
keratitis jamur dari Florida Selatan, trauma dengan terhadap tumbuhan adalah
faktor risiko utama pada 44% pasien.
- Penggunaan kortikostreroid topical.
- Operasi kornea seperti keratoplasti, operasi katarak kornea bersih (tanpa
benang), atau laser in situ keratomileusis (LASIK).
- Keratitis kronis karena herpes simpleks, herpes zoster, atau konjungtivitis
vernal.
- Laki-laki muda.
- Sehat.
- Tidak memiliki penyakit mata yang signifikan.
- Riwayat trauma sebelumnya (terutama karena tumbuhan)
- Pekerjaan pertanian.
Manifestasi Klinik :
Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut :
1. Riwayat trauma terutama tumbuhan, tanah, dan pemakaian streoid topikal
lama.
2. Kurang nyeri dibandingkan dengan ulkus bakteri
3. Ulkus luas, tepi ulkus sedikit menonjol, kering dan irregular, putih abu-abu,
atau coklat sesuai koloni jamur. Tonjolan seperti hifa di bawah endotel utuh.
4. Lesi satelit
5. Plak endotel
6. Hipopion, kadang-kadang rekuren
7. Formasi cincin sekeliling ulkus
8. Lesi kornea yang indolen
Reaksi di atas timbul akibat investasi jamur pada kornea yang
memproduksi mikotoksin, enzim-enzim serta antigen jamur sehingga terjadi
nekrosis kornea dan reaksi radang yang cukup berat.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu
pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di
bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang
dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak
lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan
radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.
Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi
Diagnosis Laboratorium :
1. Melakukan pemeriksaan kerokan kornea
Pemeriksaan kerokan kornea sebaiknya dengan menggunakan spatula kimura
yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan
pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India, dengan angka
keberhasilan masing-masing 20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80%.
2. Biopsi Jaringan kornea
Diwarnai dengan Periodic acid schiff atau Methenamine Silver.
3. Nomarski differential interference contrast microscope
Untuk melihat morfologi jamur dari kerokan kornea (metode Nomarski).
Penatalaksanaan :
Untuk penatalaksanaan jamur pada kornea pengobatan didasarkan pada jenis dari
jamur.
1. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya : berikan topikal Amphotericin
B 0,25 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan
Imidazole.
2. Jenis jamur telah diidentifikasi
a. Jamur berfilamen : topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin,
Imidazle.
b. Ragi (yeast) : Amphotericin B, Natamycin, Imidazole
c. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati : Golongan
sulfa, berbagai jenis antibiotik.
Pemberian Amphotericin B subkonjungtival hanya untuk usaha terakhir.
Steroid topikal adalah kontraindikasi, terutama pada saat terapi awal. Diberikan
juga obat siklopegik (atropin) guna mencegah sinekia posterior untuk mengurangi
uveitis anterior.
Terapi bedah dilakukan membantu medikamentosa yaitu :
1. Debridement
2. Flap konjungtiva, partial atau total
3. Keratoplasti tembus
- Penyembuhan lama dan anti jamur topikal masih diperlukan paling kurang
3 minggu setelah epitelisasi sempurna terjadi.
- Penanganan yang tidak akurat sering terjadi perforasi kornea dan diakhiri
dengan eviserasi.
c. Ulkus Kornea Virus
Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit
dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala
kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva
hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat
dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex.
Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah.
Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya
disertai dengan infeksi sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai
dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di
permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.
terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat
pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif,
jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya
Ulkus Kornea Dendritik Ulkus Kornea Herpetik
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin
stroma, dan infiltrat perineural.
Ulkus Kornea Acanthamoeba
Ulkus Kornea Perifer
a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk
ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus,
toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok
arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya
lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan
lain-lain.
Ulkus Marginal
b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral.
ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang
belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori
hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang
satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan
kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.
Mooren's Ulcer
c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang
dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya
tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.
2.8 Manifestasi Klinis
Gejala ulkus kornea yang didapat dari anamnesa pada umumnya adalah
penurunan ketajaman penglihatan, fotofobia, sensasi adanya benda asing pada
mata, rasa sakit, mata merah, mata bengkak, dan discharge. (7) Penurunan tajam
penglihatan disebabkan terganggunya fungsi pembiasan cahaya oleh kornea
terutama jika lesi terletak ditengah. Fotofobia terjadi akibat kontraksi iris yang
meradang. Pada sebagian besar penyakit kornea terdapat fotofobia yang berat,
fotofobia ringan hanya terdapat pada keratitis herpes karena hipestesi yang terjadi.
Fotofobia merupakan salah satu tanda diagnostic penyakit kornea. Rasa sakit
dikarenakan kornea memiliki banyak serabut nyeri. Rasa sakit ini diperhebat oleh
gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai
sembuh. Discharge biasanya tidak disertai kotoran mata, kecuali pada ulkus
bakteri purulen. (5) Perlu juga ditanyakan adanya riwayat penggunaan lensa
kontak, trauma, operasi atau luka pada mata dan adanya penyakit sistemik atau
penyakit mata serta penggunaan obat-obat topikal pada mata seperti kortikosteroid.
Tingkat keparahan gejala tergantung pada jenis organism penyebab, kondisi
pasien, dan durasi gejala. (7)
Pada pemeriksaan fisik, penurunan tajam penglihatan bergantung pada
lokasi ulkus kornea. Terdapat inflamasi pada palpebra dan konjungtiva. Reaksi
konjungtiva biasanya tidak spesifik. Discharge purulen tampak pada sakus
konjungtiva dan diatas permukaan ulkus. Secara khas terdapat pericorneal vascular
injection. Infiltrasi stroma menghasilkan kekeruhan berwarna putih pada kornea.
Spasme muskulus siliaris dan inflamasi pada iris menyebabkan miosis pupil.
Ulkus seringkali berbentuk bulat atau oval dengan batas yang jelas, dasar ulkus
kasar, dan berwarna kelabu. (8), (7)
Pada ulkus aktif dengan pemeriksaan Slitlamp akan tampak sejumlah sel
atau flare dan debris pada lapisan prekorneal, menghilangnya epitel kornea di
daerah ulkus, edema stoma, lipatan descement, descemetokel dan perforasi. Juga
ditemukan dilatasi pembuluh iris yang merupakan fenomena reflex yang
disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Gangguan vaskularisasi iris
menimbulkan reaksi jaringan uvea berupa hipopion, hifema, dan sinekia posterior.
(3), (4) Dengan pemeriksaan Slitlamp dapat ditentukan derajat keparahan ulkus
kornea seperti tampak pada table. Pembagian derajat ini dapat digunakan sebagai
acuan untuk menentukan terapi. (7)
Tabel 2.1 Derajat Ulkus Kornea (7)
Karakteristik Ringan Sedang Berat
Ukuran Ulkus (mm)
Kedalaman Ulkus (%)
Infiltrat
Sklera
< 2
< 20
Dense,
superfisial,
terbatas pada
dasar ulkus
Tidak terlibat
2-5
20-50
Dense, meluas ke
mid stroma
Tidak terlibat
> 5
> 50
Dense, meluas lebih
dalam dari mid
stroma hingga
mencapai sclera
Mungkin terlibat
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat
pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel
kornea.
Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
Hipopion
2.9 Diagnosis (1), (3), (5)
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat
dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Gambar 12. Kornea ulcer dengan fluoresensi
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi
jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya
dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
Pewarnaan gram ulkus kornea fungi
Pewarnaan gram ulkus kornea Pewarnaan gram ulkus kornea
herpes simplex herpes zoster
Pewarnaan gram ulkus kornea Pewarnaan gram ulkus kornea
bakteri akantamoeba
2.10 Diagnosis Banding (9)
Konjungtiviti
s
Keratitis/Ulkus
Kornea
Iritis Akut Glaukoma
Akut
Sakit Kesat Sedang Sedang sampai
hebat
Hebat dan
menyebar
Kotoran Sering Purulen Hanya reflek
epiforia
Ringan -
Fotofobia Ringan - Hebat Sedang
Kornea Jernih Fluoresein (++
+)
Presipitat Edema
Iris Normal “Muddy” Abu-abu
kehijauan
Penglihatan N < N < N < N
Sekret (+) (-) (-) (-)
Tekanan N N < N < N +++
Injeksi Konjungtival Siliar Siliar Episkleral
Uji Bakteri Sensibilitas Infeksi local Tonometri
2.11 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi bakteri dari kornea,
menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea,
mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta
memperbaiki tajam penglihatan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian
terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas
mikroorganisme penyebab. (3)
Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti desmetokel,
perforasi, endoftalmitis bahkan kebutaan. Dengan pengobatan, ulkus kornea dapat
sembuh tetapi mungkin akan meninggalkan serat-serat keruh yang menyebabkan
pembentukan jaringan parut dan mengganggu fungsi penglihatan. Komplikasi
lainnya adalah infeksi dibagian kornea yang lebih dalam, perforasi kornea
(pembentukan lubang), kelainan letak iris dan kerusakan mata. (2), (3)
Tergantung kepada penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotic, anti-virus, atau anti-jamur. Untuk mengurangi peradangan
bisa diberikan tetes mata kortikosteroid. Ulkus yang berat mungkin perlu diatasi
dengan pembedahan (pencangkokan kornea). (2), (3)
Pemberian antibiotic seawal mungkin sangat membantu, karena bakteri merupakan
penyebab yang paling sering. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium,
pengobatan dilanjutkan dengan obat yang sesuai. Mengetahui faktor predisposisi,
etiologi, dan terapi yang tepat akan membantu dalam diagnosis serta
penatalaksanaan ulkus kornea. (3)
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan
pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi
peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien
tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.
Penatalaksanaan Ulkus Kornea yang dianjurkan : (10)
Ukuran Ulkus Lokasi pada Kornea Penatalaksanaan
< 3 mm Tidak Pada Sumbu
Mata
- Rawat Jalan
- Antibiotika topical tiap jam
> 3 mm ataupun ≤ 3
mm (Berapapun
ukurannya)
Pada Sumbu Mata - Rawat Inap
- Antibiotika topical tiap ¼ jam
- Antibiotika subkonjungtiva
> 3 mm + hipopion Di segala Tempat - Rawat Inap
- Antibiotika topical tiap ¼ jam
- Antibiotika subkonjungtiva
- Antibiotika parenteral
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin
dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum
yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan
makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian
roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin
C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak
sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau
10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik.
Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai
melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.
Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain,
atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin
> 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai
jenis anti biotik
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum
luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan
pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna
keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan
yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.
Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari
sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi
perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau
sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan
sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan
melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya
baru saja, maka dapat dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita
obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya
sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea
ditepi perforasi.
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan,
kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta
memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
Keratoplasti
2.12 Pencegahan (8)
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi
kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil
pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat
buruk bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan
basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.
2.13 Komplikasi (8)
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
2.14 Prognosis (3), (8)
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat
sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar,
perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan
granulasi dan kemudian sikatrik.
BAB III
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Anamnesis didapatkan secara autoanamnesis dan pemeriksaan fisik
dilakukan pada tanggal 26 Maret 2013 di Poli Mata RSUD. AWS.
Identitas Pasien
Nama : An. AS
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar kelas 6 SD
Alamat : Jl. Separi 1 Tenggarong Seberang
Keluhan Utama : Mata kanan berair serta pandangan kabur
Riwayat Penyakit Sekarang :
Mata kanan berair serta pandangan kabur dialami sejak 5 hari yang lalu.
Mata yang berair memiliki sifat cairan yang jernih dengan jumlah yang cukup
banyak, tidak disertai sekret kental maupun lengket. Sedangkan pandangan kabur
dirasakan terutama saat melihat melihat jauh yang dialami secara perlahan-lahan.
Keluhan pasien juga disertai dengan mata merah dan silau yang diikuti
nyeri ketika melihat cahaya yang terang. Pada hari pertama keluhan, pasien
merasakan nyeri dimata namun saat ini nyeri sudah berkurang. Tidak ada demam
maupun nyeri tenggorokan, nyeri kepala atau lesi kulit lainnya yang menyertai.
Sebelum timbul keluhan, pasien sedang membantu ayahnya menggiling
padi dan tiba-tiba mata kanan pasien terkena percikan padi tersebut.
Riwayat Penyakit Dahulu :
o Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
o Pasien tidak pernah menderita penyakit mata sebelumnya.
o Pasien tidak memiliki riwayat alergi
Riwayat Penyakit Keluarga :
o Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal serupa
o Tidak ada keluarga pasien yang sedang menderita penyakit mata
o Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat alergi
Riwayat Kebiasaan
o Pasien tidak pernah menggunakan lensa kontak
Riwayat Pengobatan
o 1 hari setelah timbul keluhan, pasien berobat ke dokter umum dan
mendapat terapi C Xytrol, Paracetamol, Cefadroxil, methylprednisolon.
o Tidak ada riwayat operasi mata sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Kompos Mentis
Tanda Vital : Nadi : 88 kali/menit
RR : 20 kali/menit
T : 36,8 C
Status Generalisata
Kepala dan leher : Dalam batas normal
Thoraks : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal
Status Oftalmologi
Pemeriksaan Okuli dekstra Okuli sinistra
Visus 6/15 6/6
Posisi Bola Mata Ortoforia Ortoforia
Pergerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Silia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Palpebra Superior Edema (+) Tidak ada kelainan
Palpebra Inferior Edema (+) Tidak ada kelainan
Konjungtiva Bulbi Injeksi Silier Tidak ada kelainan
Kornea Bercak infiltrat warna
keabu-abuan dengan
batas tegas irregular arah
Jam 5
Jernih
COA Kedalaman cukup Kedalaman cukup
Pupil Bulat, reguler, diameter 3
mm, refleks cahaya (+)
Bulat, reguler, diameter 3
mm, refleks cahaya (+)
Iris Warna cokelat Warna cokelat
Lensa Jernih Jernih
TIO (palpasi) Normal Normal
Epifora (+) (-)
Sensibilitas Kornea (+) Normal (+) Normal
Slit Lamp Ukuran lesi ± 2 mm
Kedalaman lesi < 20%
Sklera tidak terlibat
Tidak ada kelainan
Fluoresensi Tepi lesi berwarna hijau -
Okuli Dextra Okuli Dextra + Fluoresensi (+)
Diagnosis Kerja
Ulkus Kornea derajat Ringan Suspek Et causa Jamur Okuli Dekstra
Diagnosis Banding
o Ulkus Kornea ec Virus Okuli Dekstra
o Ulkus Kornea ec Bakteri Okuli Dekstra
o Keratitis Okuli Dekstra
Penatalaksanaan
Planning :
Diagnostik : Pewarnaan Kerokan Kornea dengan Giemsa/KOH/Gram
Kultur kerokan kornea
Terapi : - Natrium diklofenak 25 mg 2x1 tablet
- Vitamin C 500 mg 1x1 tablet
- Natamycin eye drop 4x1 gtt OD
- Cloramphenicol eye drop 2x1 gtt OD
- Ciprofloxacin 500 mg 2x1 tablet
Monitoring :
Kontrol 3 hari lagi untuk melihat perbaikan gejala/keluhan lanjut dari
pasien.
Edukasi :
Hindari memegang atau menggosok-gosok mata yang sakit
Mengistirahatkan mata yang sakit
Menjaga higienitas diri dengan selalu mencuci tangan sebelum/setelah
menyentuh mata
Menggunakan obat tetes mata/kain pembersih mata tidak secara berganti-
gantian.
Prognosis
At vitam : Bonam
At functionam : Dubia ad Bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien An.AS, berusia 12 tahun berobat ke poliklinik mata pada tanggal 26
Maret 2013 dengan keluhan Mata kanan berair serta pandangan kabur dialami
sejak 5 hari yang lalu. Mata yang berair memiliki sifat cairan yang jernih dengan
jumlah yang cukup banyak, tidak disertai sekret kental maupun lengket.
Pandangan kabur dirasakan terutama saat melihat melihat jauh yang dialami secara
perlahan-lahan.Pasien juga mengeluhkan mata merah dan silau yang diikuti nyeri
ketika melihat cahaya yang terang. Pada hari pertama keluhan, pasien merasakan
nyeri dimata namun saat ini nyeri sudah berkurang. Tidak ada demam maupun
nyeri tenggorokan, nyeri kepala atau lesi kulit lainnya yang menyertai. Sebelum
timbul keluhan, pasien sedang membantu ayahnya menggiling padi dan tiba-tiba
mata kanan pasien terkena percikan padi tersebut. Riwayat pengobatan 1 hari
setelah timbul keluhan, pasien berobat ke dokter umum dan mendapat terapi C
Xytrol, Paracetamol, Cefadroxil, methylprednisolon.
Pada pemeriksaan oftalmologi oculi dextra didapatkan visus yang menurun
(6/15), Edema palpebra, pada konjungtiva didapatkan injeksi siliar, pada kornea
didapatkan bercak infiltrat warna keabu-abuan dengan batas tegas irregular arah
Jam 5, Fluoresensi (+), dan pada pemeriksaan dengan Slitlamp didapatkan Ukuran
lesi < 3 mm, Kedalaman lesi < 20%, sklera tidak terlibat. Pada pasien ini
didiagnosis sebagai ulkus kornea dextra.
Pada hasil anamnesa didapatkan keluhan mata berair, mata merah, silau,
nyeri ketika melihat cahaya terang dan penglihatan kabur. Beberapa literatur
menyebutkan kornea memiliki banyak serabut nyeri. Oleh karena itu, kebanyakan
lesi kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit ini diperberat dengan gesekan palpebra (terutama palpebra
superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi
sebagai jendela bagi mata dan berfungsi membiaskan cahaya, perubahan dalam
bentuk dan kejernihan kornea segera mengganggu pembentukan bayangan yang
baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat
mengaburkan penglihatan yang hebat terutama jika terletak di sentral. Fotofobia
pada ulkus kornea terjadi akibat kontraksi dari iris yang meradang. Dilatasi
pembuluh darah iris merupakan fenomena refleks yang disebabkan oleh iritasi
pada ujung saraf kornea. Selain fotofobia, mata berair umumnya juga menyertai
ulkus kornea.
Menurut literatur pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala objektif berupa
injeksi siliar, bercak infiltrat, hilangnya jaringan kornea, dan penurunan visus.
Pada pasien ini didapatkan injeksi siliar, pada kornea didapatkan bercak infiltrate
(+), tes fluoresensi (+) yang menandakan terdapatnya defek pada kornea. Defek
pada kornea disebabkan oleh adanya trauma yaitu mata kanan pasien terkena
percikan padi saat menggiling padi membantu ayahnya. Pasien ini juga didapatkan
penurunan visus. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan
membiaskan cahaya, lesi kornea pada umumnya mengaburkan penglihatan
terutama jika terletak di sentral.
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik di atas dapat diketahui bahwa
pasien tersebut menderita ulkus kornea. Ulkus kornea ini harus dibedakan dengan
ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur, bakteri, acanthamoeba, dan yang
disebabkan oleh virus. Ulkus kornea karena jamur, merupakan yang paling banyak
dijumpai pada pekerjaan petani dan mayoritas laki-laki yang kerjanya sehari-
harinya bekerja dalam bidang pertanian, kasus yang paling banyak dijumpai
karena mengalami trauma langsung dengan bahan-bahan alami yang berhubungan
dengan pekerjaan. Juga karena Indonesia mempunyai iklim tropis dan dan
sebagian besar bekerja sebagai Petani. Pada pasien diketahui membantu ayahnya
bekerja menggiling padi dan mata kanan didapatkan keluhan setelah kejadian
tersebut dan merupakan faktor resiko mayor. Keluhan baru timbul setelah 5 hari
rudapaksa atau 3 minggu kemudian. Pasien akan mengeluh sakit mata hebat, berair
dan silau hal ini sesuai dengan keluhan yang didapat dari anamnesa. Peningkatan
kejadian ulkus kornea juga sejalan dengan dipakainya obat kortikosteroid dalam
pengobatan mata atau berhubungan dengan pemakaian lensa kontak lunak. Pada
pasien sudah diobati dengan kortikosteroid topikal yang diketahui dapat
mengaktivasi dan meningkatkan virulensi organisme jamur dan menurunkan
resistensi kornea terhadap infeksi.
Ulkus kornea karena jamur mempunyai gejala mata merah, berair, nyeri
pada mata, silau, dan disertai pandangan kabur. Tanda-tanda ulkus kornea karena
jamur antara lain suatu infiltrat dengan tepi ulkus sedikit menonjol,tekstur yang
kasar, kering dan irregular, putih keabu-abuan, atau coklat sesuai koloni jamur.
Tonjolan seperti hifa di bawah endotel utuh, Lesi satelit, Plak endotel, Hipopion,
Formasi cincin sekeliling ulkus, Lesi kornea yang indolen. Reaksi di atas timbul
akibat investasi jamur pada kornea yang memproduksi mikotoksin, enzim-enzim
serta antigen jamur sehingga terjadi nekrosis kornea dan reaksi radang yang cukup
berat. Pada pasien dengan ulkus kornea karena jamur, biasanya terdapat riwayat
trauma mata saat beraktivitas di luar/lapangan dan faktor resiko salah satunya
riwayat penggunaan kortikosteroid. Pada pasien ini pasien sedang membantu
ayahnya menggiling padi dan tiba-tiba mata kanan pasien terkena percikan padi
tersebut. Biasanya ulkus ini didahului oleh trauma yang merusak epitel kornea dan
akibat cacat pada kornea tersebut maka mudah terjadi invasi kuman ke dalam
kornea. Selain itu adanya riwayat pengobatan 1 hari setelah timbul keluhan, pasien
berobat ke dokter umum dan diberi metilpredison yang merupakan kortikosteroid
yang dikonsumsi selama 5 hari namun tidak ada perbaikan bahkan menimbulkan
ulkus. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien, gejala dan tanda dari
ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur didapatkan pada pasien tersebut.
Namun, pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang dikarenakan
keterbatasan biaya pasien.
Pemeriksaan laboratorium sangat berguna untuk membantu membuat
diagnosa kausa. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa
awab dan kultur dari kornea untuk mengetahui dan memastikan penyebab dari
ulkus kornea tersebut. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus yang
memakai larutan KOH. Pemeriksaan bakteri dilakukan kerokan kornea dan
pemeriksaan mikrobiologi gram, kultur dan uji resistensi. (9)
Terapi pada pasien ini adalah Natrium diklofenak 25 mg 2x1 tablet,
Vitamin C 500 mg 1x1 tablet, Natamycin eye drop 4x1 gtt OD, Cloramphenicol
eye drop 2x1 gtt OD, Ciprofloxacin 500 mg 2x1 tablet.
Penggunaan Natamycin adalah pengobatan standar keratitis atau ulkus
kornea karena jamur pada negara yang telah ditetapkan oleh FDA (Food drugs and
Administration) merupakan standar yang paling banyak digunakan pada negara
berkembang. Natamycine dari golongan poliene yang berdaya anti fungi dengan
mengikat pada dinding sel fungi dan mengganggu permeabilitas membran jamur
sehingga terjadi ketidakseimbangan intraseluler. Polyene dengan molekul kecil
seperti Natamycin menyebabkan lisis permanen membran dibanding perubahan
reversibel oleh yang bermolekul besar seperti Nystatin, Amphotericin B..
Golongan ini mempunyai daya antifungi spektrum luas misalnya untuk Candida,
Asperillgus, dan Fusarium,tetapi tidak efektif terhadap Actinomyces dan Nocardia
Pemberian antibiotik seperti ciprofloxazin dan chloramphenicol bertujuan
untuk mencegah adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat memperburuk
perlangsungan penyakit penderita. Ditambahkan juga obat anti nyeri seperti
natrium diklofenak 50 mg untuk mengurangi rasa nyeri yang hebat akibat
perangsangan saraf-saraf di kornea yang secara anatomis memiliki banyak serat
saraf untuk inervasi. Vitamin C diberikan untuk reepitelisasi kornea dan
penyembuhan ulkus.
Edukasi yang diberikan pada pasien adalah memberitahukan pasien bahwa
pasien menderita ulkus kornea yang kemungkinan disebabkan oleh jamur akibat
mata kanan terkena percikan padi, dimana penyakit ini membutuhkan penanganan
yang tepat dan keteraturan pasien dalam mengkonsumsi obat. Pasien diminta
untuk menghentikan pemakaian terapi sebelumnya. Selain itu pasien juga
diperingatkan agar menjaga higiene dan menghindari tindakan menggosok-gosok
mata dengan tangan atau jari tangan karena dapat memperberat lesi. Diberitahukan
kepada pasien tentang cara pemberian terapi, tujuan terapi dan efek samping
terapi. Pada pasien penting dilakukan monitoring visus untuk mengetahui apakah
ada perbaikan tajam penglihatan atau tidak.
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi kataatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi. Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus
disembuhkan dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh
dengan dua metode yaitu migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan
mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisialis
yang kecil dapat sembuh dnegan cepat malalui metode yang pertama, tetapi ulkus
yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat
membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik. Dengan pengobatan ulkus
kornea dapat sembuh tetapi mungkin akan meninggalkan serat-serat keruh yang
menyebabkan pembentukan jaringan parut dan mengganggu fungsi penglihatan.
Pada pasien ini kemungkinan prognosisnya baik karena defek epitel korneanya
kecil dan belum menutupi seluruh kornea dan pada pemeriksaan visus mata kanan
didapatkan 6/15, namun kedepannya dapat meninggalkan parut/scar pada kornea
mata.
BAB V
KESIMPULAN
Pasien jenis kelamin laki-laki dengan nama An.AS usia 12 tahun datang
dengan keluhan mata kanan berair, mata merah, silau, nyeri ketika melihat cahaya
terang dan penglihatan kabur. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosa Ulkus Kornea derajat Ringan Suspek
Et causa Jamur Okuli Dekstra
Pada pasien ini diberikan terapi berupa Natrium diklofenak 25 mg 2x1
tablet, Vitamin C 500 mg 1x1 tablet, Natamycin eye drop 4x1 gtt OD,
Cloramphenicol eye drop 2x1 gtt OD, Ciprofloxacin 500 mg 2x1 tablet. Prognosis
pada pasien ini secara vitam adalah Bonam dan secara fungtionam adalah Dubia
ad Bonam
Secara umum, alur penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pada pasien
ini sudah tepat menurut literatur yang ada.
Bagian Ilmu Penyakit Mata Tutorial Klinik
Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
ULKUS KORNEA OCCULI DEXTRA SUSPEK ET CAUSA
JAMUR
Disusun Oleh :
Nanik Herlina HP
Tatik Handayani
0708015050
0708015045
Pembimbing :
dr. Syamsul Hidayat, Sp.M
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Ilmu Kedokteran Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
Samarinda
2013
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan, D. Opthalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika, 2010.
2. Anonimous. Ulkus Kornea. [Online] 2007. [Cited: Maret 27, 2013.] http//www.medicastore.com.
3. Suharjo, FW. Tingkat Keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. [Online] 2007. [Cited: Maret 27, 2013.] http://www.tempo.co.id.
4. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga. Jakarta : FKUI, 2009.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata, Indonesia. Ulkus Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-2. Jakarta : Sagung Seto, 2010.
6. Wijaya, N. Ulkus Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata Cetakan ke-4. 1989.
7. Smolin, Gilbert and Richard. The cornea: Scientific Foundation and Clinical Practice Secon Edition. United States : Little,Brown and Company Boston, 1987.
8. Anonymous. Corneal Ulcer. [Online] 2011. [Cited: Maret 28, 2013.] http://www.HealthCare.com.
9. Biswell, R, Vaughan, D and and Asbury, T. General Ophtalmology edisi 17. USA : Appleton & Lange, 2008. p. 126-127.
10. Mansjoer, Arif,dkk. Ilmu Penyakit Mata dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : FKUI, 2000. Hal 56-57.